Click here to load reader
Upload
agha-ku
View
175
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan
manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas
tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah.
Sejarah perkembangan dan kehancurannya ditentukan pula oleh tanah, masalah
tanah dapat menimbulkan persengketaan dan peperangan dahsyat karena manusia-
manusia atau suatu bangsa ingin menguasai tanah orang atau bangsa lain karena
sumber-sumber alam yang terkandung di dalamnya (G. Kartasapoetra dkk,
1990:1).
Meningkatnya jumlah penduduk yang semakin pesat sangat
mempengaruhi cepatnya laju pertumbuhan peningkatan kebutuhan atau
permintaan terhadap tanah, apalagi keadaan luas tanah yang tetap semakin
berkurang karena melebarnya wilayah perairan. Tanah dibutuhkan dari
kepentingan yang sifatnya pribadi (tempat tinggal) sampai hal besar
(pembangunan). Peningkatan jumlah penduduk tersebut equivalen dengan
kebutuhan akan tanah yang akibat logisnya adalah semakin meningkat pula
sengketa pertanahan yang terjadi di masyarakat karena tanah menjadi sangat
berharga dan menjadi perebutan di kalangan masyarakat. Pelayanan publik
ditegaskan untuk melayani masyarakat dengan tanpa mempersulit birokrasi dan
administrasi. Tapi kenyataan yang timbul saat ini berbeda dengan yang
diinginkan.Pelayanan BPN yang sangat menuntut keadilan baik konsumen,
kepastian, kemudahan administrasi dan birokrasi sehingga dapat memberikan
kemakmuran telah tergantikan oleh pelayanan yang berjalan seperti pelayanan
yang tanpa pengawasan atau tanpa tuntutan, tanpa tujuan sehingga yang tersisa
hanya pelayanan yang menguntungkan dan merugikan bagi pihak-pihak tertentu.
1
Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan pemerintah yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, Pasal 13 ayat 4, “Pemerintah berusaha untuk memajukan
kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha
dilapangan agraria” dan Pasal 15, “Memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang,
badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu,
dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”. Disini sudah sangat jelas
bahwa pemerintah melindungi masyarakat dalam mengurus administrasi
pertanahan, menginginkan masyarakat dapat memanfaatkan tanah dengan
semaksimal mungkin dan dapat menikmati pelayan administrasi pertanahan yang
baik.
Tanah, air, udara dan kekayaan yang terkandung di dalamnya merupakan
sumber-sumber agraria yang menjadi penopang kehidupan dan kesejahteraan
umat manusia. Dalam melangsungkan kehidupannya manusia tidak dapat terlepas
dari ketiga hal tersebut karena merupakan hal yang sangat vital dan melandasi
semua aspek kehidupan manusia. Tanah, air dan udara mempunyai keterkaitan
yang erat dengan ruang fisik tertentu yang tidak bisa dimusnahkan ataupun
dipindah-pindahkan, termasuk juga dengan segala kekayaan yang terkandung di
dalamnya yang semuanya merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan
bukan hasil kerja manusia. Manusia hanya sekedar menguasai dan mengusahakan
pemanfaatannya agar dapat melangsungkan kehidupannya dengan sejahtera. Hal
ini sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa
“Bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, negara telah
meratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Di mana
Pasal 11 kovenan tersebut menyebutkan, dalam melaksanakan kewajiban Negara
dalam pemenuhan dan perlindungan hak atas pangan, mengharuskan negara
2
memperbaiki sistem agraria (reforming agrarian systems). Di dalam “Revisi
Pedoman tentang Bentuk dan Isi Laporan yang harus dilaporkan oleh Negara-
negara pihak berdasarkan Pasal 16 dan 17 Kovenan Internasional Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya,”reforma agraria adalah materi pelaporan dari setiap negara.
Dalam konteks pembaruan agraria, tanah merupakan asset yang seharusnya dapat
diakses oleh masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Agar
pemilikan tanah tersebut tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari maka
harus diketahui subyek dan obyeknya dengan jelas, sehingga akan dapat
memberikan jaminan kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum atas bidang-
bidang tanah tersebut dilaksanakan melalui kegiatan pendaftaran tanah. Hal ini
berdasarkan pada bunyi Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan sebutan
Undang-Undang Pokok Agraria atau UUPA dinyatakan bahwa: “Untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah dilaksanakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah”.
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA, Pemerintah
telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah. Selanjutnya peraturan ini disempurnakan dan diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan
pendaftaran tanah menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
adalah :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. Yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun
yang sudah terdaftar;
3
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.” Produk akhir
dari kegiatan pendaftaran tanah adalah sertipikat hak atas tanah.
Dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
berisi bahwa:
“Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan
data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”
Jadi warga negara Indonesia yang telah mendaftarkan tanahnya akan
mendapatkan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah berupa sertipikat. Pada
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa:
“Pendaftaran Tanah di Indonesia diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional”. Pendaftaran tanah merupakan salah satu fungsi yang diselenggarakan
oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pelaksanaan tugasnya. Terbitnya
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
semakin menguatkan kelembagaan BPN untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2006, disebutkan bahwa: “
1) Badan Pertanahan Nasional merupakan Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
2) Badan Pertanahan Nasional dipimpin oleh Kepala.”
Selanjutnya pada Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 ini
disebutkan bahwa: “Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan
sektoral.”
Sebagian tugas dan fungsinya BPN mendelegasikannya ke tingkat provinsi
dan kabupaten/kota. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja
4
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. BPN untuk
tingkat provinsi dinamakan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional,
sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota dinamakan Kantor Pertanahan
kabupaten/kota. Untuk memberikan pelayanan di bidang pertanahan yang terbaik
kepada masyarakat, BPN telah melaksanakan berbagai upaya perbaikan
pelayanan. Salah satunya dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan upaya peningkatan pelayanan pertanahan kepada
masyarakat.
Larasita merupakan sistem aplikasi Komputer Kantor Pertanahan (KKP)
yang dilakukan secara online dengan pusat data (server) di kantor pertanahan
Kota Metro. Dengan cara ini akan tercipta kantor mini front office mobile yang
online dengan Kantor Pertanahan dan dapat membantu melayani kebutuhan
masyarakat di bidang pertanahan secara lebih cepat, tertib, murah dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan adanya pelayanan model ini masyarakat tidak
perlu datang ke kantor pertanahan tetapi cukup menunggu di kecamatan/kelurahan
masing-masing mulai dari penyiapan berkas, pembayaran biaya sampai dengan
menerima kembali sertipikat yang sudah selesai diproses.
Pelayanan pertanahan dengan menggunakan Larasita merupakan salah satu
upaya untuk mewujudkan agenda BPN yaitu untuk membangun kepercayaan
masyarakat kepada BPN dan melaksanakan percepatan pensertipikatan tanah.
Larasita juga merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat. Dengan
adanya kemudahan pelayanan pertanahan yang berkunjung ke daerah-daerah
secara terjadwal diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya kepemilikan sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan tanah.
Kesadaran tersebut akan mendorong masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya
agar memperoleh jaminan kepastian hukum sebagaimana telah diamanatkan
dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA.
Hal yang membuat pelayanan pertanahan keliling ini menjadi menarik
karena : a) merupakan upaya untuk memberikan akses informasi pertanahan
yang sama kepada masyarakat yang letaknya jauh dari pusat Kota Metro; b)
5
menggunakan teknologi informasi yang dapat diakses dengan cepat dalam
kegiatan pelayanannya yang terhubung langsung dengan pusat data di Kantor
Pertanahan Kota Metro.
Akan tetapi sejak diberlakukan program Larasita tahun 2010, sejauh ini
belum diketahui secara luas oleh masyarakat di kota Metro, meskipun berbagai
upaya sosialisasi telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah maupun Kantor
Pertanahan Kota Metro. Jumlah bidang tanah yang terdaftar melalui Larasita
masih relatif sedikit sekitar hanya sekitar 70 bidang tanah. Sosialisasi yang pernah
dilakukan seperti dalam bentuk .............
Hal paling mendasar minimnya proses pendaftaran tanah melalui Larasita
ini adalah tingkat kesadaran masyarakat yang masih lemah, database tanah yang
belum diupdate ke server di BPN Kota Metro, akses internet yang tidak stabil, dan
hal-hal lain yang membuat tingkat keberhasilannya sangat rendah. Oleh karena itu
berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang hal ini.
Dengan judul penelitian ”Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melalui Layanan
Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) Di Kota Metro”
B. Ruang Lingkup Permasalahan
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
dikemukakan dalam penulisan ini adalah :
a. Bagaimanan pelaksanaan pendaftaran tanah tentang adanya layanan
pertanahan dengan menggunakan Larasita.
b. Usaha-usaha apakah yang dilakukan badan pertanahan nasional dalam
meningkatkan jumlah bidang tanah yang terdaftar di Kota Metro.
c. Sejauh mana keberhasilan penerapan system Larasita dalam proses
pendaftaran tanah di Kota Metro.
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hukum administrasi negara yang
khususnya mengenai pendaftaran tanah di Kota Metro dengan
6
menggunakan system Larasita. usaha-usaha yang dilakukan Badan
Pertanahan Nasional dalam meningkatkan jumlah bidang tanah yang
terdaftar, serta faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pendaftaran
tanah di Kota Metro pada tahun 2010.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian dan laporan penelitian dalam bentuk ini bertujuan dan kegunaan
untuk :
a. Dapat menjelaskan usaha-usaha yang dilakukan Kantor Pertanahan
dalam meningkatkan jumlah bidang tanah yang terdaftar melalui
Larasita.
b. Dapat menjelaskan pelayanan pertanahan dengan menggunakan
Larasita di Kota Metro.
c. Dapat menjelaskan faktor-faktor penghambat pelaksanaan pendaftaran
tanah melalui Larasita di Kota Metro.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis sebagai bahan pengembangan terori/ konsep/ asas :
pendaftaran tanah melalui larasita.
b. Secara kegunaan penelitian tesis ini adalah sebagai kajian dibidang
ilmu pengetahuan Hukum Administrasi Negara dalam rangka
memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah dan
pertanggungjawaban institusi Pemerintah yang melayani kegiatan
pendaftaran tanah yang menerbitkan sertifikat.
c. Secara praktis kegunaan tesis ini untuk rekomendasi atau masukan
kepada Kantor Pertanahan Kota Metro dalam hal pelaksanaan
pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang
hak atas tanah dan Institusi Pemerintahan yang melakukan kegiatan
pelayanan pertanahan.
7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Teori yang dipergunakan untuk menjawab permasalahan penelitian yaitu
teori kewenangan, teori fungsi, teori tanggungjawab dan teori pendaftaran
tanah
a. Teori Pendaftaran Tanah
Pengertian Pendaftaran Tanah yaitu berdasarkan Pasal 19 ayat (2)
UUPA adalah :
1) Pengukuran , Perpetaan dan Pembukuan Tanah.
2) Pendaftaran Hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Menurut Boedi Harsono, yang dimaksud pendaftaran tanah adalah :
“suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah
secara terus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau
data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-
wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi
kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda-tanda
buktinya dan pemeliharaannya.”
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah adalah : “rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
8
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.”
Dalam Peraturan Pemerintah ini, pendaftaran tanah bertujuan untuk
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan,
memberikan informasi dan terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan. Pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah, menurut Boedi
Harsono meliputi tiga bidang kegiatan, yaitu :
1. Bidang fisik atau “teknis kadastral”;
2. Bidang yuridis; dan
3. Penerbitan dokumen tanda-bukti hak.
Sedangkan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak, dan perubahan data pendaftaran tanah.
Kegiatan pelayanan pertanahan yang dilaksanakan oleh kantor
pertanahan merupakan sarana untuk memberikan kepastian hukum
kepada masyarakat. Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya
untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh jaminan kepastian
hukum atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya.
b. Teori Kewenangan
Kata “ kewenangan “ dari kata dasar wenang yang diartikan sebagai
hal berwenang, hak kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan
sesuatu. Menurut S. Prajudi Admosudirjo. Kewenangan adalah apa
yang disebut “Kekuasaan formal“, kekuasaan yang berasal dari
kekuasaan legislatif (kewenangan yang berasal dari undang-undang)
atau dari kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan yang
biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap
segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang
pemerintahan ( atau bidang urusan) tertentu yang bulat.
9
Kewenangan menurut H.D. Stout dalam Ridwan HR (2006;101)
adalah hukum organisasi pemerintah, yang dapat dijelaskan sebagai
keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan
penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di
dalam hubungan hukum publik.
Asas legalitas merupakan salah satu perinsip utama yang dijadikan
sebagai dasar dalam setiap penyelenggraan pemerintahan dan
kenegaraan disetiap Negara hukum terutama bagi negara-negara
hukum dalam system continental. Gagasan Negara hukum menuntut
agar penyelenggaraan urusan kenegaraan dan pemerintahan harus
didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap
hak-hak dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan
pemerintahan dan jaminan perlindungan dari hak-hak rakyat. Menurut
Sjachran Basah dalam Ridwan HR (2006;97), asas legalitas berarti
upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara faham
kedaulatan hukum dan faham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip
monodualistic selaku pilar-pilar, yang sifatnya hakikatnya konstitutif.
Penerapan asas legalitas menurut Indroharto dalam Ridwan HR
(2006:97), akan menunjang berlakunya kepastian hukum dan
kesamaan perlakuan. Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang
yang berada dalam situasi seperti yang ditentukan dalam ketentuan
undang-undang itu berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti apa
yang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Sementara itu
kepastian hukum akan terjadi karena suatu peraturan dapat membuat
semua tindakan yang dilakukan pemerintah itu dapat diramalkan atau
diperkirakan lebih dahulu dengan melihat kepada peraturan-peraturan
yang berlaku. Secara teoritis kewenangan yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui 3 (tiga) cara
yaitu atribusi, delegasi dan mandat.
c. Teori Fungsi.
10
Menurut Herman Heller (Harun Al Rasjid, 1998 : 46) fungsi adalah
lingkungan pekerjaan (werkering) dari tugas. Dalam suatu organisasi
terdapat unit-unit atau bagian dari organisasi yang melaksanakan tugas
atas pekerjaan untuk melaksanakan kegiatan ketertiban masyarakat
agar tidak terjadi penyalahgunaan tugas.
Pembagian atas tugas tersebut dalam kegiatan berlembaga dengan atau
berpengaruh terhadap unit-unit lain yang memiliki kesamaan tujuan
dalam rangka menjawab permasalahan yang timbul dalam pembagian
tugas tersebut.
Rangkaian dari tugas dan fungsi serta kewenangan yang dibebankan
kepada Larasita mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berlaku pada
kantor pertanahan.
d. Teori Tanggung Jawab
Pengertian tanggung jawab yang berarti keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya, kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan, dan sebagainya. Menurut kamus hukum pengertian
tanggung jawab tersebut memiliki dua istilah yaitu Liability and
responsibility. Liability merupakan kondisi tunduk kepada kewajiban
secara actual atau potensial; kondisi bertanggungjawab terhadap hal-
hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan,
biaya, atau beban; kondisi yang menciptakan tugas untuk
melaksanakan undang-undang dengan segera atau pada masa yang
akan datang.
Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas
suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan,
dan kecakapan serta kewajiban bertanggungjawab atas undang-undang
yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti
rugi atas kerusakan apa pun yang telah ditimbulkannya.
11
Berdasarkan uraian diatas dalam pengertian dan penggunaan praktis,
istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu
tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum,
sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban
politik dimana kekhususan seseorang untuk melaksanakan secara
selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya.
2. Kerangka Konseptual
Untuk membatasi serta memfokuskan masalah penelitian di atas, maka
beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini maupun dalam
pembahasannya dibuat pengertian yang jelas (konseptual), maka dapat
dikemukan sebagai berikut.
a. Pengertian tanah bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti maka
dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti
apa istilah tersebut digunakan. Dalam hukum tanah kata sebutan
“tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengeritan yang telah
memberikan batasan resmi oleh UUPA Pasal 4 ayat (1).
Tanah sebagai mana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 adalah meliputi bagian permukaan bumi yang
merupakan satuan bidang yang terbatas dan merupakan objek dari
pendaftaran tanah. Jadi yang dimaksud dengan tanah dalam tulisan ini
adalah permikaan bumi yang terbatas dan merupakan objek
pendaftaran tanah yang mana tujuan akhir dari pendaftaran tanah
tersebut adalah untuk mendapatkan kepastian hukum dengan
diterbitkannya setifikat hak atas tanah.
b. Kewenangan adalah hukum organisasi pemerintah, yang dapat
dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum
publik di dalam hubungan hukum publik (Ari Sukanti Hutagalung dan
Markus Gunawan, 2008 : 104-105).
12
c. Tanggung Jawab yang berarti keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya, kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan, dan sebagainya. (Budiono M.A, 2005 : 507).
d. Sertipikat tanah ialah suatu alat bukti yang dapat menjamin kepastian
hukum bagi pemilik tanah yang sah. Untuk mendapat sertifikat tanah
pemerintah mengadakan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia, seperti
dijelaskan dalam Pasal 19 ayat (1 – 4) Undang-Undang Pokok Agraria
Nomor 5 Tahun 1960.
e. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah dilaksanakan secara bertahap mulai
data pengumpulan dan pengolahan data fisik sampai dengan
penyimpanan daftar umum dan dokumen. Dalam pasal 12 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di jelaskan kegiatan-
kegiatan yang harus dilakukan dalam proses pendaftaran tanah yaitu :
1. Pengumpulan data pengolahan data fisik, meliputi :
1) Pembuatan peta dasar pendaftaran
2) Penetapan batas bidang-bidang tanah
3) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan
pembuatan pera pendaftaran.
4) Pembuatan surat ukur (Budi Harsono 2003 : 490)
2. Pembuktian hak dan pembukuannya, meliputi :
1) Pembuktian hak baru
2) Pembuktian hak lama
3) Pembukuan hak (Budi Harsono 2003 : 494).
3. Penerbitan Setifikat
Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah
didaftar dalam buku tanah. (Budi Harsono 2003 : 503).
4. Penyajian data fisik dan data yuridis
Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, kantor
13
Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam
daftar umum yang terdiri dari :
1) Peta pendaftaran
2) Daftar tanah
3) Surat ukur
4) Buku tanah
5) Daftar nama (Budi Harono 2003 : 507)
5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen; Dokumen-dokumen
yang merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai
dasar pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan di kantor
pertanahan yang bersangkutan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Menteri, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar
umum. (Budi Harsono 2003 : 508).
f. Pelayanan
Pelayanan adalah perihal cara, usaha, jasa atau kemudahan yang
diberikan untuk memberi bantuan berupa pemenuhan kebutuhan atau
keperluan orang lain. (Daryanto, 1997, dalam Heri Mustain, dkk :
2006 : 4).
E. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan Merupakan Bab Pendahuluan yang berisi latar belakang
masalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian dan
kegunaan penelitian, kerangka teori dan konseptual dan sistematika
penulisan
Bab II : tinjauan pustaka merupakan bab yang menguraikan pengertian yang
bersifat teoritis, yang memuat bahasan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pendaftaran tanah, proses pensertifikatan dan larasita.
Bab III : Metode Penelitian Merupakan Bab Metode Penelitian yang memuat
tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan kerangka
konseptual serta metode penelitian. Disamping itu juga memuat
14
sistematika dalam penulisan tesis ini akan dapat memberikan
gambaran umum apa yang akan penulis bahas dalam tesis ini.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi wilayah Kota Metro,
pelaksanaan pendaftaran tanah melalui Larasita Kota Metro yang
diuraikan adalah hal-hal mengenai : a. jaminan kepastian hukum, b.
pembentukan tim pelaksana Larasita, c. kegiatan Larasita, d. faktor
penghambat pelaksanaan Larasita.
BAB V : Penutup berisi uraian mengenai jawaban dari permasalahan yang telah
dibahas dalam bab-bab sebelumnya yang dirangkum bersama dengan
saran-saran yang dapat dijadikan rekomendasi bagi pelaksanaan
pendaftaran tanah melalui Larasita ke arah yang lebih baik lagi.
15