24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada empat ketrampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa yaitu ketrampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan membaca merupakan ketrampilan dasar bagi siswa, yang harus dikuasai agar mereka dapat mengikuti seluruh proses pembelajaran. Salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik tingkat SD kelas V adalah Menemukan gagasan utama suatu teks yang dibaca dengan kecepatan 75 kata/menit”. Kenyataan di lapangan ternyata kemampuan menemukan gagasan bagi sebagian besar siswa masih merupakan kegiatan yang tergolong sulit. Hal ini disebabkan karena siswa kurang berminat membaca teks secara cermat sehingga berdampak pada hasil tes membaca yang sangat rendah. Disamping itu, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD masih berpusat kepada guru dan masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut menyebabkan siswa masih terlihat pasif dan merasa cepat bosan dalam proses belajar sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan baik. Menyikapi permasalahan tersebut, penulis berupaya mencari titik permasalahan tersebut salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Pembelajaran CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara kooperatif-kelompok. Dalam CIRC siswa dituntut untuk menguasai pikiran utama dari suatu wacana dan kemampuan membaca dan menulis lainnya secara bersama-sama. Siswa dibagi kelompok oleh guru, kemudian menyelesaikan masalah yang terdapat dari bacaan tersebut secara bersama-sama. Dengan menggunakan pembelajaran CIRC siswa dapat latihan membaca, menemukan gagasan utama, menuliskan kembali isi cerita dan memberikan tanggapan terhadap isi bacaan yang telah dibaca secara berkelompok sehingga dapat meningkatkan cara siswa berpikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi sesama teman. Dengan menggunakan model pembelajaran tipe CIRC diharapkan dapat meningkatkan minat baca.

Bab i

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada empat ketrampilan berbahasa

yang harus dikuasai siswa yaitu ketrampilan menyimak, berbicara, membaca dan

menulis. Kemampuan membaca merupakan ketrampilan dasar bagi siswa, yang

harus dikuasai agar mereka dapat mengikuti seluruh proses pembelajaran. Salah

satu kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik tingkat SD kelas V adalah

“Menemukan gagasan utama suatu teks yang dibaca dengan kecepatan 75

kata/menit”.

Kenyataan di lapangan ternyata kemampuan menemukan gagasan bagi

sebagian besar siswa masih merupakan kegiatan yang tergolong sulit. Hal ini

disebabkan karena siswa kurang berminat membaca teks secara cermat sehingga

berdampak pada hasil tes membaca yang sangat rendah. Disamping itu, dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia di SD masih berpusat kepada guru dan masih

menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut menyebabkan

siswa masih terlihat pasif dan merasa cepat bosan dalam proses belajar sehingga

tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan baik.

Menyikapi permasalahan tersebut, penulis berupaya mencari titik

permasalahan tersebut salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif (cooperatif learning) tipe Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC). Pembelajaran CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan

menulis secara kooperatif-kelompok. Dalam CIRC siswa dituntut untuk menguasai

pikiran utama dari suatu wacana dan kemampuan membaca dan menulis lainnya

secara bersama-sama. Siswa dibagi kelompok oleh guru, kemudian menyelesaikan

masalah yang terdapat dari bacaan tersebut secara bersama-sama.

Dengan menggunakan pembelajaran CIRC siswa dapat latihan membaca,

menemukan gagasan utama, menuliskan kembali isi cerita dan memberikan

tanggapan terhadap isi bacaan yang telah dibaca secara berkelompok sehingga dapat

meningkatkan cara siswa berpikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang

tinggi sesama teman. Dengan menggunakan model pembelajaran tipe CIRC

diharapkan dapat meningkatkan minat baca.

Page 2: Bab i

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menemukan

Gagasan Utama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC untuk

Siswa Kelas V SDN Gulun 1 Maospati Magetan”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat

merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC untuk

meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama kelas V SDN Gulun 1

Maospati Magetan?

2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat

meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama siswa kelas V SDN Gulun

1 Maospati Magetan?

C. Pemecahan Masalah

Dalam menyikapi permasalahan tersebut diambil suatu tindakan dengan

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia siswa kelas V SDN Gulun 1 kecamatan Maospati Magetan.

Indikator yang diharapkan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

CIRC dapat meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SDN Gulun 1 kecamatan Maospati

Magetan.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini khususnya adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

CIRC untuk meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama kelas V SDN

Gulun 1 Maospati Magetan?

2. Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

dapat meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama siswa kelas V SDN

Gulun 1 Maospati Magetan?

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan agar dapat bermanfaat bagi :

Page 3: Bab i

1. Bagi Siswa

Menumbuhkan minat dan semangat siswa dalam membaca

2. Bagi Guru

Sebagai bahan acuan guru dalam memilih model pembelajaran dalam

meningkatkan kemampuan membaca siswa

3. Bagi Kepala Sekolah

Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas pembelajaran di sekolah

4. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terkait dengan model pembelajaran

CIRC terhadap kemampuan menemukan gagasan utama

Page 4: Bab i

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Gagasan Utama

Gagasan utama atau dalam bahasa inggris “main idea” secara sederhana dapat

diartikan sebagai inti dari kalimat utama. Pengertian ini merupakan hasil pendekatan

dari aplikasinya, bukan pada proses kreatif kepenulisan. Karena pada dasarnya,

gagasan utama akan secara paksa atau alami tertuang secara jelas dalam kalimat

utama.Pada contoh paragraf di atas, gagasan utamanya adalah “bahwa tanda-tanda

infeksi bisa ditemukan sendiri dengan mengamati kulit anak dari dekat.”Gagasan

utama bersifat abstrak. Artinya, gagasan utama tidak melulu tertuang secara konkret

dalam sebuah paragraf. Gagasan utama ini akan tertuang dalam bentuk kalimat utama.

Sementara kalimat bisa beragam bentuk dan sudut pandangnya.

Dari uraian di atas, kita akan dengan mudah menemukan gagasan utama

sebuah paragraf ketika kalimat utama sudah ditemukan. Begitu juga sebaliknya,

kalimat utama akan mudah ditemukan, ketika gagasan utama sudah bisa ditangkap.

Namun, karena kalimat utama lebih bersifat aplikatif, maka, akan lebih objektif jika

pencarian kalimat utama didahulukan daripada gagasan utama.Pemahaman terhadap

dua hal di atas hanya mungkin didapat melalui proses latihan yang terus menerus.

Dalam proses pembelajaran di sekolah hendaknya siswa diarahkan untuk terus

berlatih menemukan dua hal tersebut dalam satu atau tiga wacana penuh. Wacana bisa

diambil dari surat kabar terpercaya atau media lainnya.

B. Pengajaran Kooperatif

Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran

melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan

kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa

depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling

mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang

Page 5: Bab i

silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi

juga sesama siswa.

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena

sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya

sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial,

makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling

membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau

saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara

sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.

Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa

“pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis

mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama

siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.

2. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat

elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran

kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka;

(3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar

pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman &

Bintoro, 2000:78-79)

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling

membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk

meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai

melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan

dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d)

saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling

bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan

Page 6: Bab i

guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para

siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih

bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa

lebih mudah belajar dari sesamanya.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa

terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual

tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota

kelompok mengetahui siapa anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang

memerluan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan

bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya,

dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan

kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan

akuntabilitas individual.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,

sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani

mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan

berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi

(interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja

diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya

memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari

pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif

tersebut dapat dikemukan sebagai berikut ini.

1. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu

diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan

keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). Tujuan akademik

dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau

Page 7: Bab i

analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan

memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik.

2. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap

kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3

faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor

tersebut adalah: (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3)

ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap

siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada 4 pertanyaan yang

hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok.

Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan

siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis

kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang,

rendah), dan sebagainya.

b. Bagimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok

belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non-task-

orientied), dan (2) yang berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok

belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut adanya

pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok belajar semacam

ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal Bahasa Indonesia

berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya. Siswa bebas

memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering

menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar

kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya

ditentukan secara acak oleh guru.

3. Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar

tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok

yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk

lingkaran atau berhadap-hadapan.

4. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara

menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran

dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan

Page 8: Bab i

ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi

dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok

belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan

ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak

pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka

harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada 3 macam cara untuk

meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat

dikemukakan sebagai berikut.

a. Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan

kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.

b. Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar

yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar

juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw Puzzle” sehingga dengan demikian

tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau

menyelesaikan tugas.

c. Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam

suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang memiliki kekuatan

keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan

positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok pelu

diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang memiliki kekuatan

seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat

meningkatkan motivasi belajar.

5. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling

ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap

anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi.

6. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para

guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek

tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut.

Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan

mereka dari freustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa

yang tidak dapat memahami tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya

sebelum bertanya kepada guru.

Page 9: Bab i

b. Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di

masa lampau.

c. Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang

harus diikuti atau pengertian contoh kepada para siswa.

d. Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para

siswa mengenai tugas mereka.

7. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama.

Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan

dengan contoh sebagai berikut.

a. Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk

tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus

menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi

laporan kelompok dan dapat menjelaskan alasan isi laporan tersebut.

b. Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu

cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula

rasa kebersamaan antar anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus

saling membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang

optimal karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap

anggota.

8. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan

benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok yang

mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan

benar-benar kooperatif jika memperbolehkn adanya anggota yang tidak

melakukan apa pun demi kelompok. Untuk menjamin agar seluruh anggota

kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar seluruh anggota kelompok

benar-benar menjalin kerja sama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota

kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan

pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi

pelajaran yang sedang dipelajari.

9. Menyusun kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu

kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan

kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di

dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk

Page 10: Bab i

membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini

memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang

memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan terintegrasi.

10. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif

bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal kegiatan

belajar guruhendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai

bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.

11. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong

royong sereing memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh

karena itu, guru perlu mendifinisikan perkatann kerja sama tersebut secara

operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat

dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”,

“Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya. Jika

kelompok mulai berfungsi secara efektif.

12. Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus

menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan

pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi

untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan

menyelesaikan tugas kalau perlu.

13. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat

melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur

atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan

keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.

14. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat

memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang

menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama

yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja

sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa

dapat bekerja efektif.

15. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-

pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh,

dan menjawab pertanyaan dan hsil belajar mereka.

16. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas

pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para

Page 11: Bab i

anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik

mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.

17. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di

kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk

membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu.

Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah

dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari

berikutnya.

C.Pembelajaran CIRC

CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition,

termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan

pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan Slavin dalam Nur, 2000:8)

yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan

menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan

hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.

Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish.

Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model

pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian

mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.

Jadi ,CIRC merupakan program yang komprehensif untuk mengajari pembelajaran

membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar.

B. Komponen-Komponen dalam Model Pembelajaran CIRC

Model pembelajaran CIRC menurut Slavin dalam Suyitno (2005: 3-4) memiliki

delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:

1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa.

2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau

berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang

tertentu.

Page 12: Bab i

3) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi

dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

4) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan

guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya.

5) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan

memberikan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok

yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian

tugas kelompok.

7) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

8) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu

pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

C. Kegiatan Pokok Model Pembelajaran CIRC

Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi

rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu:

a) Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal.

b) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah.

c) Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah.

d) Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan

e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (Suyitno, 2005:4)

Model pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu menurut pertama kali

dikembangkan oleh (Steven and Slavin, 1981), dengan langkah-langkah:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.

2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.

3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan

tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.

4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.

Page 13: Bab i

5. Guru memberikan penguatan

6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan

7. Penutup.

Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:

1. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep

atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa

didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.

2. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk

mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan

fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan

terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan

berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk

membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap

kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa

belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang

masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang

eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.

3. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-

temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat

bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa

dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-

teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat

argumen.

Cara untuk menentukan anggota kelompoknya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan peringkat siswa

Dengan cara mencari informasi tentang skor rata-rata nilai siswa pada tes sebelumnya

atau nilai raport. Kemudian diurutkan dengan cara menyusun peringkat dari yang

berkemampuan akademik tinggi sampai terendah.

2. Menentukan jumlah kelompok

Page 14: Bab i

Jumlah kelompok ditentukan dengan memperhatikan banyak anggota setiap kelompok

dan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.

3. Penyusunan anggota kelompok

Pengelompokkan ditentukan atas dasar susunan peringkat siswa yang telah dibuat. Setiap

kelompok diusahakan beranggotakan siswa-siswa yang mempunyai kemampuan beragam,

sehingga mempunyai kemampuan rata-rata yang seimbang.

Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008 :31) menyatakan

bahwa tidak semua kerja kelompok dianggap cooperative learning. Untuk

mencapai hasil yang maksimal, lima model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan.

Kelima model tersebut yaitu:

1. Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu

menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan

mereka. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa

bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa

berhasil.

2. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari yang pertama.

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur Model

Pembelajaran kooperatif setiap siswa akan merasa bertanggung jawab

untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model pembelajaran

kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

3. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberiakan kesempatan untuk bertemu

muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para

pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua

anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil

pemikiran dari satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai

Page 15: Bab i

perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masingmasing.

Jadi, para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk

saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka

dan interaksi pribadi.

4. Komunikasi antar anggota

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga

merupakan proses panjang. Pembelajaran tidak bisa diharapkan langsung

menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Proses ini sangat

bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar

dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan

setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang

beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif

D. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CIRC

Secara khusus, Slavin dalam Suyitno (2005:6) menyebutkan kelebihan model

pembelajaran CIRC sebagai berikut:

a) CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal

pemecahan masalah.

b) Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.

c) Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok.

d) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya.

e) Membantu siswa yang lemah.

Kekurangan model CIRC adalah:

a) Pada saat persentasi hanya siswa yang aktif tampil.

Page 16: Bab i

b) Tidak semua siswa bisa mengerjakan soal dengan teliti.

E. Penerapan Model Pembelajaran CIRC

Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah dapat ditempuh dengan:

1. Guru menerangkan suatu pokok bahasan matematika kepada siswa, pada penelitian ini

digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan.

2. Guru memberikan latihan soal.

3. Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya dalam menyelesaikan

soal pemecahan masalah melalui penerapan model CIRC.

4. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen.

5. Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan

membagikannya kepada setiap kelompok.

6. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama

yang spesifik.

7. Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja

kelompok.

8. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan kelompoknya.

9. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan

dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan.

10. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya.

11. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator.

12. Guru memberikan tugas/PR secara individual.

13. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya.

14. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal pemecahan masalah.

15. Guru memberikan kuis.

Page 17: Bab i

Hipotesis Tindakan

Jika siswa kelas V SDN Gulun 1 Maospati Magetan dibelajarkan menemukan

gagasan utama melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC maka

keaktifannya dalam belajar akan meningkat.

Jika siswa kelas V SDN Gulun 1 Maospati Magetan dibelajarkan menemukan

gagasan utama melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC maka

kemampuannya menemukan gagasan akan meningkat.

Page 18: Bab i

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian Tindakan

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini

bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas atau

memecahkan masalah pembelajaran di kelas yang dilakukan secara bersiklus.

Secara garis besar, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki 4 tahapan yaitu

perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observing), refleksi.

Berikut rencana PTK dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

Siklus 1

Siklus 1 terdiri atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi

dan perbaikan rencana.

1. Perencanaan (planning)

Pada tahap ini peneliti menyusun perlengkapan-perlengkapan pembelajaran yang

dibutuhkan, mempersiapkan semua instrumen yaitu : RPP, materi, lembar observasi,

alat evaluasi (tes) dan pembagian kelompok serta apersepsi. Dalam menyusun

perlengkapan tersebut tentunya peneliti sudah melalui pertimbangan guru yang terkait.

2. Pelaksanaan tindakan (action)

1. Sebelum kegiatan belajar mengajar siswa diberikan pretes yang dipakai sebagai

dasar pengukuran kemampuan awal siswa dalam menemukan gagasan utama

dari sebuah teks.

2. Siswa diberikan artikel kemudian para siswa disuruh menentukan manakah

gagasan utama setiap paragraf secara berkelompok.

3. Guru memberitahukan cara mencari gagasan utama yang tepat dengan

mempresentasikan materi pembelajaran melalui power point.

4. Siswa diberikan latihan menemukan gagasan utama teks melalui “kartu alinea” .

Kartu alinea ini berupa potongan-potongan teks atau sebuah paragraf

Page 19: Bab i

kemudian siswa menentukan gagasan utamanya. Siswa juga dilatihkan menulis

paragraf dan artikel berdasarkan ide pokok yang sudah ditentukan oleh guru.

5. Tahap ketiga siswa diberikan tes akhir/pretes untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan para siswa dalam menemukan gagasan utama sebuah teks.

3. Pengamatan tindakan (observasing)

Pada tahap pengamatan ini, observasi terhadap banyak tindakan dilakukan secara

terus menerus baik dalam proses pembelajaran maupun pada hasil belajar.

Pengamatan dilaksanakan dengan menggunakan tes yang berupa pilihan ganda.

Pengamatan dilakukan diwujudkan dalam bentuk data untuk dianalisa dalam tahap

refleksi.

4. Refleksi (Reflecting)

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dan evaluasi dikumpulkan serta

dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Kelemahan

atau kekurangan yang terjadi akan diperbaiki dalam siklus selanjutnya. Berikut tabel

refleksi untuk mengetahui pencapaian pada siklus 1.

Tabel 1. Refleksi

No Aspek Pencapaian

Siklus 1

(dalam %)

Cara Mengukur

1. Kerjasama siswa Diamati ketika siswa melakukan diskusi

dengan mencatat keterlibatan siswa

dalam kelompok.

2. Keaktifan siswa Diamati ketika siswa melakukan diskusi

dengan kelompoknya maupun ketika

mengerjakan tugas kelompok.

3. Tanggung jawab Diamati ketika siswa mengerjakan tugas

kelompok dengan mencatat sejauh mana

tanggung jawab siswa untuk

menyelesaikan tugas kelompoknya.

4. Ketuntasan hasil

belajar

Diamati dari hasil penilaian guru.

Page 20: Bab i

Siklus 2

1. Perencanaan (planning)

Pada tahap ini peneliti menyususn perlengkapan-perlengkapan pembelajaran

yang dibutuhkan, mempersiapkan semua instrumen yaitu : RPP, materi, lembar

observasi, alat evaluasi (tes), dan pembagian kelompok serta apersepsi. Dalam

menyusun perlengkapan tersebut tentunya peneliti sudah melalui pertimbangan

guru yang terkait.

2. Pelaksanaan tindakan (action)

a. Guru mempresentasikan materi pembelajaran melalui power point dengan

lebih rinci dengan contoh-contoh yang lebih banyak.

b. Kemudian, siswa diberikan latihan menemukan gagasan utama artikel melalui

“kartu alinea”. Pada siklus kedua ini “kartu alinea” yang diterima siswa

boleh didiskusikan dengan teman sebangku.

c. Siswa juga dilatihkan untuk menemukan gagasan sebuah wacana/artikel dan

berlatih menulis paragraf dan artikel berdasarkan ide pokok yang sudah

ditentukan oleh guru. Terakhir siswa diberikan tes akhir/pretes untuk

mengetahui sejauh mana kamampuan membaca dan menulis para siswa dalam

menemukan gagasan utama sebuah teks.

3. Pengamatan tindakan (observasing)

Pada tahap pengamatan ini, observasi terhadap banyak tindakan dilakukan

secara terus menerus baik dalam proses pembelajaran maupun pada hasil belajar.

Pengamatan dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah

dibuat. Pengamatan dilakukan diwujudkan dalam bentuk data untuk di analisa

dalam tahap refleksi.

4. Refleksi (Reflecting)

Menyimpulkan hasil pengamatan apakah ada perubahan/peningkatan setelah

pelaksanaan siklus 2 dengan membandingkannya dengan pencapaian sebelum

siklus dan setelah siklus 1dilaksanakan yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2. Pencapaian Indikator Keberhasilan

No Aspek Pencapaian

Siklus 1

(dalam %)

Cara Mengukur

Page 21: Bab i

1. Kerjasama siswa Diamati ketika siswa melakukan diskusi

dengan mencatat keterlibatan siswa

dalam kelompok.

2. Keaktifan siswa Diamati ketika siswa melakukan diskusi

dengan kelompoknya maupun ketika

mengerjakan tugas kelompok.

3. Tanggung jawab Diamati ketika siswa mengerjakan tugas

kelompok dengan mencatat sejauh mana

tanggung jawab siswa untuk

menyelesaikan tugas kelompoknya.

4. Ketuntasan hasil

belajar

Diamati dari hasil penilaian guru.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,

penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian

tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara

penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan

refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran

peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,

sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang

seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

B. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian

untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SDN Gulun 1,

Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan.

2. Waktu Penelitian

Page 22: Bab i

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November

semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas V SDN Gulun 1 tahun pelajaran

2012/2013, dengan subjek siswa kelas 5 sebanyak 20 orang yang terdiri 11 siswa

wanita dan 9 siswa laki-laki dengan pokok bahasan “menemukan gagasan utama

suatu teks yang dibaca dengan kecepatan 75 kata/menit”.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: Observasi,

wawancara, dokumentasi dan tes.

a. Observasi

Teknik observasi digunakan dalam mengamati gejala-gejala yang tampak dalam

proses pembelajaran tentang kesungguhan siswa mengikuti pelajaran, keseringan

siswa bertanya dan menanggapi pertanyaan teman sekelas, keterlibatan siswa berfikir,

berbicara, mendengarkan, dan melakukan tugas-tugas dalam proses pembelajaran.

b. Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk wawancara dengan siswa tentang kesan-kesan

dan pengungkapan perasaan siswa ketika belajar menemukan gagasan utama dengan

model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Ungkapan rasa senang siswa dilakukan

dengan teknik wawancara. Wawancara juga digunakan untuk mengungkap perasaan

tentang kesulitan-kesulitan siswa ketika belajar menemukan gagasan dengan bantuan

model pembelajaran tipe CIRC.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untukmendokumentasikan data tentang proses

pembelajaran yang menggambarkan langkah-langkah konkrit yang di praktikkan

guru dalam proses pembelajaran. Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah mencakup foto tentang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

d. Tes

Tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa dalam

menemukan gagasan utama.

Page 23: Bab i

D.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran

menggunakan rubrik pengamatan keaktifan siswa. Sedangkan instrumen yang digunakan

untuk mengukur kemampuan siswa dalam menemukan gagasan utama menggunakan LKS

yang berbentuk pilihan ganda dan esay.

Lembar Kerja Siswa (LKS) ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses

pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.

F. Teknik Analisis Data

a. Analisis Data Kemampuan menemukan gagasan utama

Siswa yang telah menjalani tes evaluasi ini bisa dinyatakan tuntas dalam

belajar apabila siswa tersebut mendapat skor minimal 70 sesuuai Kriteria

Ketuntasan Minimal. Apabila belum tuntas pada siklus 1 maka akan dilanjutkan

tes lagi pada siklus berikutnya supaya tercapai ketuntasan belajar.

Proses belajar kumulatif dinyatakan berhasil jika 80% dari seluruh siswa telah

mencapai KKM. Maka untuk mengetahui ketuntasan belajar secara kumulatif

dapat digunakan rumus :

Prosentase ketuntasan belajar = siswa yang tuntas X 100 %

siswa keseluruhan

b. Analisis Data Keaktifan Siswa

Untuk menghitung data aktifitas siswa dalam pembelajaran maka dapat

dianalisis dengan menggunakan rumus :

Nilai Aktifitas Siswa = siswa yang tuntas X 100 %

siswa keseluruhan

Page 24: Bab i

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK

Depdikbud. Dirjen Dikti.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc.

Boston.

Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan

dan Penerangan Ekonomi.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas

Gajah Mada. Yoyakarta.