46
  PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA MATERI AJAR FLUIDA STATIS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI IPA 3 SMA NEGERI 2 BANJARBARU I. Latar Belakang Berdasarkan angket yang diisi oleh murid Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru pada tanggal 29 Juli 2010 didapatkan informasi bahwa selama ini siswa SMA Negeri 2 Banjarbaru jarang sekali melakukan metode percobaan dan kelompok belajar. Metode yang biasa dilakukan guru adalah ceramah. Berdasarkan angket tersebut juga didapatkan hasil ulangan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 yakni 4,3 % dari 23 siswa memperoleh nilai di bawah standar ketuntasan minimal (SKM) fisika y ang ditetapkan sekolah yaitu sebesar 60 sedangkan 96 % dari 23 siswa tersebut sudah memperoleh nilai yang m emenuhi SKM. Hal ini memang memuaskan dalam sebuah pembelajaran tidak hanya mengacu pada hasil (nilai) saja tetapi juga pada proes dimana siswa itu paham akan suatu pelajaran khususnya fisika. Pada saat penyebaran angket inilah didapatkan informasi bahwa siswa perlu terobosan baru dalam memahami materi fisika. Melihat kondisi di atas, fisika merupakan pelajaran yang termasuk gampang- gampang susah, apalagi bila diajarkan tanpa adanya variasi strategi pembelajaran maka dirasakan oleh siswa sangat membosankan terlebih lagi informasi yang diberikan kepada siswa seakan-akan dihafal bukan untuk dipahami. Hingga saat ini kegiatan belajar mengajar fisika masih berpusat pada guru, siswa tidak banyak diberikan perannya dalam proses pembelajaran, akibatnya kemampuan berpikir dan keterampilan siswa masih rendah sehingga tujuan pembelajaran kurang begitu terlaksana.

BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 1/46

 

 

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA

MATERI AJAR FLUIDA STATIS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN

PROSES SAINS SISWA KELAS XI IPA 3 SMA NEGERI 2 BANJARBARU

I.  Latar Belakang

Berdasarkan angket yang diisi oleh murid Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2

Banjarbaru pada tanggal 29 Juli 2010 didapatkan informasi bahwa selama ini siswa SMA

Negeri 2 Banjarbaru jarang sekali melakukan metode percobaan dan kelompok belajar.

Metode yang biasa dilakukan guru adalah ceramah. Berdasarkan angket tersebut juga

didapatkan hasil ulangan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 yakni 4,3 % dari

23 siswa memperoleh nilai di bawah standar ketuntasan minimal (SKM) fisika yang

ditetapkan sekolah yaitu sebesar 60 sedangkan 96 % dari 23 siswa tersebut sudah

memperoleh nilai yang memenuhi SKM. Hal ini memang memuaskan dalam sebuah

pembelajaran tidak hanya mengacu pada hasil (nilai) saja tetapi juga pada proes dimana

siswa itu paham akan suatu pelajaran khususnya fisika. Pada saat penyebaran angket

inilah didapatkan informasi bahwa siswa perlu terobosan baru dalam memahami materi

fisika.

Melihat kondisi di atas, fisika merupakan pelajaran yang termasuk gampang-

gampang susah, apalagi bila diajarkan tanpa adanya variasi strategi pembelajaran maka

dirasakan oleh siswa sangat membosankan terlebih lagi informasi yang diberikan kepada

siswa seakan-akan dihafal bukan untuk dipahami. Hingga saat ini kegiatan belajar

mengajar fisika masih berpusat pada guru, siswa tidak banyak diberikan perannya dalam

proses pembelajaran, akibatnya kemampuan berpikir dan keterampilan siswa masih

rendah sehingga tujuan pembelajaran kurang begitu terlaksana.

Page 2: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 2/46

 

 

Dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan sebaiknya guru

menyesuaikan dengan karakteristik materi yang akan diajarkan karena berkaitan erat

dengan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran serta tingkat kemampuan siswa.

Selain itu, perlu ada strategi yang mendukung model pembelajaran yang disajikan

sehingga mampu menangani tingkat kemampuan siswa yang berbeda. Tidak kalah

pentingnya diperlukan perangkat pembelajaran yang inovatif sehingga mempermudah

guru dalam mengelola pembelajaran.

Materi ajaran fisika pada umumnya banyak mengandung konsep, pengetahuan,

keterampilan yang diberikan berupa pemecahan masalah akademik dan keterampilan

proses sains dasar. Melakukan percobaan untuk membuktikan suatu teori merupakan

keterampilan proses sains sekaligus pemecahan masalah akademik .

Dilihat dari permasalahan yang di SMA Negeri 2 Banjarbaru Kelas XI IPA 3

harus segera dilakukan tindakan atau solusi untuk mengatasinya. Oleh karena itu peneliti

memilih model pembelajaran penemuan terbimbing karena dalam model pembelajaran

ini dapat mengaktifkan skema atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap dalam

menghadapi kegiatan pelajaran yang baru, memberikan kesempatan kepada peserta didik 

untuk belajar mandiri, serta melibatkan keaktifan peserta didik. Sehingga berdasarkan

permasalahan dan solusi yang telah dipaparkan di atas peneliti mengajukan judul

penelitian, yaitu: “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN

TERBIMBING PADA MATERI AJAR FLUIDA STATIS UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI IPA

3 SMA NEGERI 2 BANJARBARU” 

Page 3: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 3/46

 

 

Model pembelajaran penemuan terbimbing memiliki ciri-ciri utama yaitu

meliputi suatu pemusatan masalah, pelaksanaan percobaan, melakukan infrensi/prediksi,

merefleksi pemecahan masalah (Zainuddin dan Suriasa, 2006).

Pada pembelajaran penemuan (discovery learning) siswa didorong untuk belajar

secara mandiri (Sudibyo, 2003). Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-

konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman

dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan

prinsip-prinsip. Menurut Carin (1985), discovery merupakan suatu proses di mana anak 

atau individu mengasimilasi proses konsep dan prinsip-prinsip. Discovery terjadi apabila

siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan mentalnya agar memperoleh pengalaman,

sehingga memungkinkan untuk menemukan konsep atau prinsip. Proses-proses mental itu

melibatkan perumusan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,

melaksanakan eksprimen, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik 

kesimpulan. Di samping itu juga diperlukan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu dan

terbuka (inilah yang dimaksud dengan sikap ilmiah). Discovery learning memiliki

beberapa keuntungan, yaitu: (1) pengetahuan yang diperoleh dapat bertahan lebih lama

dalam ingatan, atau lebih mudah diingat, dibandingkan dengan cara-cara lain, (2) dapat

meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir, karena mereka harus

menganalisis dan memanipulasi informasi untuk memecahkan permasalahan, (3) dapat

membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi sisa untuk bekerja terus sampai mereka

menemukan jawabannya.

Page 4: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 4/46

 

 

II.  Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang

diteliti adalah” Bagaimana cara meningkatkan keterampilan proses sains dasar siswa

melalui model penemuan terbimbing pada materi ajar fluida statis di kelas XI IPA 3

SMA Negeri 2 Banjarbaru?”. 

Dari rumusan masalah di atas dapat dijabarkan pertanyaan penelitian sebagai

berikut :

1)  Bagaimana keterampilan proses sains dasar siswa setelah mengikuti

pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing pada

materi ajar Fluida Statis di Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru ?

2)  Bagaimana keterlaksanaan skenario pembelajaran yang menggunakan model

pembelajaran penemuan terbimbing pada materi ajar Fluida Statis di kelas XI IPA

3 SMA Negeri 2 Banjarbaru ?

3)  Bagaimana hasil belajar siswa setelah pembelajaran yang menggunakan model

pembelajaran penemuan terbimbing pada materi ajar Fluida Statis di kelas XI IPA

3 SMA Negeri 2 Banjarbaru?

4)  Bagaimana respon dan pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran yang

menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing pada materi ajar Fluida

Statis di Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru?

III. 

Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dn rumusan masalah, maka penelitian ini dibatasi

pada efektivitas pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing pada

Page 5: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 5/46

 

 

materi ajar Fluida Statis di Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru tahun pelajaran

2010/2011 semester genap.

IV.  Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas

pembelajaran melalui model pembelajaran penemuan terbimbing pada materi ajar Fluida

Statis.

Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah seabagai berikut :

1)  Mendeskripsikan keterlaksanaan keterampilan proses sains dasar siswa setelah

mengikuti pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran penemuan

terbimbing pada materi ajar Fluida Statis di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2

Banjarbaru.

2)  Mendeskripsikan keterlaksanaan skenario pembelajaran yang menggunakan

model pembelajaran penemuan terbimbing pada materi ajar Fluida Statis di

kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru.

3)  Mendeskripsikan hasil belajar siswa setelah pembelajaran yang menggunakan

model pembelajaran penemuan terbimbing pada materi ajar Fluida Statis di kelas

XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru.

4)  Mendeskripsikan respon dan pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran

yang menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing pada Fluida Statis

di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru .

Page 6: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 6/46

 

 

V.  Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat member manfaat :

1)  Bagi peneliti, yaitu memperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang penggunaan

model pembelajaran pembelajaran penemuan terbimbing.

2)  Bagi guru, sebagai motivasi untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas

dengan model pembelajaran yang bervariasi dan meningkatkan keefektifan

pembelajaran.

3)  Bagi siswa, memberikan motivasi untuk memperoleh hasil belajar yang lebih

baik, meningkatkan pemahaman, dan keterampilan siswa dalam komunikasi serta

saling melatih kesiapan siswa dan saling berbagi.

VI.  Batasan Istilah

1)  Model penemuan terbimbing adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dapat

belajar dalam kelompok-kelompok penyelidikan untuk melatih siswa keterampilan

proses sains dan pemecahan masalah akademik (Zainuddin dan Suriasa, 2006:36).

2)  Peningkatan hasil belajar siswa melalui perangkat pembelajaran adalah serangkaian

proses atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman

belajar siswa berdasarkan teori perangkat pembelajaran.

3)  Efektifitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses

belajar mengajar atau segala daya upaya guru membantu siswa agar bisa belajar

dengan baik.

Page 7: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 7/46

 

 

VII.  Kerangka Teori

7.1.1  Karakteristik Materi Ajar

Fisika adalah suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penemuan dari

gejala-gejala alam yang terjadi, khususnya yang berkitan dengan kehidupan. Ilmu fisika

merupakan ilmu pengetahuan yang berupa fakta,teori, prinsip, dan hukum yang

merupakan produk dan juga sebagai proses yang berupa keterampilan mendeskripsikan

gejala alam tersebut.

Materi ajar Mekanika Fluida merupakan pokok bahasan dari pelajaran fisika di

SMA kelas XI pada semester genap. Keterampilan yang diberikan pada materi ajar ini

berupa pengetahuan akademik dan keterampilan sosial. Memahami hukum atau rumus

tertentu dalam fisika merupakan contoh pengetahuan akademik sederhana , sedangkan

bekerja sama dalam kelompok melakukan operasi matematika dan mengoperasikan alat-

alat ukur merupakan contoh keterampilan sosial.

Materi ajar ini dapat disajikan dalam banyak percobaan-percobaan, sehingga

banyak melatihkan keterampilan proses dalam pembelajarannya. Mekanika fluida dibagi

menjadi dua bagian yaitu statika fluida dan dinamika fluida. Fluida adalah zat yang dapat

mengalir, sehingga yang termasuk fluida adalah zat cair dan gas. Statika fluida adalah

fluida yang ada dalam keadaan diam, dinamika fluida adalah fluida yang mengalir

(bergerak) (kanginan, 2007:80).

Untuk menghitung suatu tekanan diperlukan operasi pembagian antara gaya

dengan luas penampang. Berdasarkan deskripsi tersebut untuk mempelajari dan

memahami materi ini diperlukan kemampuan untuk mengoperasi pembagian. Selain itu

materi ajar statika fluida dan dinamika fluida ini banyak mengandung besaran-besaran

Page 8: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 8/46

 

 

penting seperti tekanan yang merupakan besaran turunan dengan satuan Pa dan luas yang

merupakan besaran turunan dengan satuan m, oleh karena itu materi ini memerlukan

penguatan terhadap materi sebelumnya.

Standar kompetensi yang ingin dicapai adalah menerapkan konsep dan prinsip

mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah. Kompetensi dasar yang

ingin dicapai adalah menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statis

dan dinamis serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Kanginan, 2007:viii).

7.1.2  Karakteristik Siswa

Teori pembelajaran kognitif yang terkenal adalah teori Jean Piaget. Menurut

Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai bayi yang baru dilahirkan sampai

menginjak dewasa akan mengalami empat tingkat perkembangan kognitif yaitu tahap

sensorimotor, praoperasional, operasi kongkrit dan operasi formal. Empat tingkat

perkembangan ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Tahapan-tahapan perkembangan kognitif piaget

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan utama

Sensorimotor 

Praoperasional

Lahir sampai 2 tahun

2 sampai 7 tahun

Terbentuknya konsep

“kepermanenan obyek” dan

kemajuan gradual dari perilaku

reflektif ke prilaku yang mengarah

pada tujuan

Perkembangan kemampuan

menggunakan simbol-simbol untuk 

Page 9: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 9/46

 

 

Operasi kongkrit

Operasi formal

7 sampai 11 tahun

11 tahun sampai

dewasa

menyatakan obyek-obyek dunia.

Pemikiran masih egosentris dan

sentrasi.

Perbaikan dalam kemampuan untuk 

berfikir secara logis. Kemampuan-

kemampuan baru termasuk 

penggunaan operasi-operasi yang

dapat balik. Pemikiran tidak lagi

sentrasi tetapi desentrasi, dan

pemecahan masalah tidak begitu

dibatasi oleh ke egosentisan.

Pemikiran abstrak dan murni

simbolis mungkin dilakukan.

Masalah-masalah dapat dipecahkan

melalui penggunan eksperimental.

(Nur dalam Trianto, 2007: 15)

Berdasarkan tingkat perkembangan di atas, siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2

Banjarbaru masuk pada kategori operasional formal. Kemampuan-kemampuan utamanya

berupa pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah

dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimen sistematis.

Page 10: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 10/46

 

 

7.1.3  Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund “discovery adalah

 proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”.

Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan,

membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya.

Sedangkan menurut Jerome Bruner ”penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara

dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk pengetahuan tertentu”. Dengan

demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk 

menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang

tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.

Model penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru

membimbing siswa dimana diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir

sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum berdasarkan

bahan atau data yang telah disediakan guru (Yani, 2008).

Model pembelajaran penemuan terbimbing adalah suatu model pembelajaran

dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok penyelidikan untuk melatih

keterampilan proses sains dan pemecahan masalah akademik siswa. Model pembelajaran

penemuan berlandaskan teori belajar kognitif-kontruktivis oleh Piaget, Vygotsky, Dewey,

dan Bruner yang menekankan pada hakikat inkuiri-sains dari pembelajaran (Zainuddin &

Suriasa, 2005 : 36).

Istilah penemuan dalam pembelajaran, harus dibedakan dengan penemuan dalam

penelitian ilmiah. Penemuan dalam pembelajaran tidak berkaitan dengan menemukan

Page 11: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 11/46

 

 

informasi atau pengetahuan yang benar-benar baru. Informasi atau pengetahuan tersebut

telah ditemukan, siswa hanya diarahkan untuk mengulangi prosedur penemuan untuk 

melakukannya kembali (Ratumanan, 2002 : 128).

Menurut Sudirman dkk (Dharmawan, 2008 : 3) model pembelajaran penemuan memiliki

kelebihan sebagai berikut :

(1) Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru

kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar

rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi di

mana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses

mentalnya lebih tinggi atau lebih banyak.

(2) Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik.

(3) Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada

situasi-situasi proses belajar yang baru.

(4) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.

(5) Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar

yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

(6) Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga

retensinya (tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik.

Adapun langkah-langkah Model Pembelajaran IDL ( Inquiry Discovery Learning)

dapat dituliskan pada tabel 2.

Tabel 2 Sintaks model pembelajaran IDL

FASE-FASE TINGKAH LAKU GURU

Page 12: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 12/46

 

 

Fase 1

 Mengorientasikan

 masalah

Memberikan motivasi, mengeksplorasi gagasan

belajar, menyampaikan atau menggali masalah,

menyampaikan tujuan

Fase 2

 Merancang eksperimen

Membimbing siswa dalam mengidentifikasi

masalah, merumuskan masalah, mengkaji teori,

merumuskan hipotesis, mendefinisikan variabel

secara operasional, menentukan alat dan bahan,

dan menyusun prosedur eksperimen

Fase 3

 Melaksanakan

eksperimen.

Membimbing siswa dalam menyiapkan alat dan

bahan, mengumpulkan data, menyajikan data, dan

menganalisis data

Fase 4

 Melakukan Infrensi / 

 prediksi

Membimbing siswa dalam : menarik kesimpulan,

melakukan infrensi, dan prediksi.

Fase 5

 Merefleksi pemecahan

 masalah

Membimbing siswa dalam : merefleksi hasil dan

proses eksperimennya

(Zainuddin & Suriasa, 2005 : 36)

VIII.  Teori Belajar Yang Melandasi Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

8.1.1  Teori Konstruktivis 

Menurut Slavin (Sudibyo, 1994:8), konsruktivis adalah salah satu filsafat

pengetahuan yang menekankan bahwa penekanan kita adalah konstruktivis kita sendiri.

Page 13: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 13/46

 

 

Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan, bahwa anak-anak diberi

kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar sadar, sedangkan guru

yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.

Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah

bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa agar

secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan

kepada siwa atau peserta didik anak tangga yang membawa siswa akan pemahamannya

yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut.

Konstruktivis yang berakar pada psikolog kognitif, menjelaskan bahwa siswa

belajar sebagai hasil dari pembentukan makna dari pengalaman. Peran utama guru adalah

membantu siswa membentuk hubungan antara apa yang dipelajari dan apa yang sudah

diketahui siswa. Bila prinsip-prinsip konstruktivis benar-benar digunakan ruang kelas,

maka guru harus mengetahui apa yang telah diketahui dan diyakini siswa sebelum

memulai unit pelajaran baru.

Ada tiga prinsip yang menggambarkan konstruktivis sebagai berikut :

1)  Seseorang tidak pernah benr-benar memahami dunia sebagaimana adanya karena

setiap orang membentuk keyakinan atas apa yang sebenarnya.

2)  Keyakinan/pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang menyaring atau mengubah

informasi yang diterima seseorang.

3) 

Siswa membentuk suatu realitas berdasar pada keyakinan yang dimiliki, kemampuan

untuk bernalar, dan kemauan siswa untuk memadukan apa yang mereka yakini

dengan apa yang benar-benar mereka amati.

Page 14: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 14/46

 

 

8.1.2 Teori Bruner

Menurut Slavin (Sudibyo, 2003: 12), belajar penemuan (discovery learning) dari

Jerome Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan kepada

pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Didalam

discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar

melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru

mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang

memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri.

Carin (1985) menyatakan bahwa “discover” adalah proses mental dimana anak atau

individu mengasimilasi konsep dan prinsip- prinsip.” (Amien dalam Sudibyo: 2003).

Dengan kata lain, discovery terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan

proses mentalnya agar mereka memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan

mereka untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip tersebut. Proses-proses mental

itu, misalnya: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,

melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik 

kesimpulan. Disamping itu, diperlukan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, dan

terbuka.

Belajar penemuan (discovery learning) memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

(1) Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan itu dapat bertahan lama dalam

ingatan, atau lebih mudah diingat, apabila dibandingkan dengan pengetahuan yang

diperoleh dengan cara-cara lain.

Page 15: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 15/46

 

 

(2) Belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk 

berpikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi untuk 

memecahkan permasalahan.

(3) Belajar penemuan dapat membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa

untuk bekerja terus sampai mereka menemukan jawabannya.

Menurut Dahar (Sudibyo: 2003), Bruner menyadari bahwa belajar penemuan

yang murni memerlukan waktu panjang, oleh karena itu Bruner menyarankan agar

penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu

dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi. Struktur suatu bidang studi terutama

diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dari bidang studi tersebut. Bila

seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka tidak begitu sulit mengarahkannya

pada struktur bidang studi. Struktur suatu bidang studi terutama diberikan konsep-konsep

dasar dan prinsip-prinsip dari bidang studi tersebut. Bila seorang telah menguasai struktur

dasar, maka tidak begitu sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain

dalam bidang studi yang sama, dan siswa akan lebih mudah ingat bahan pelajaran yang

baru itu. Hal ini disebabkan karena siswa telah memperoleh kerangka pengetahuan yang

bermakna, yang dapat digunakan untuk melihat hubungan-hubungan esensial dalam

bidang studi itu, dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail. Mengerti

struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi tersebut sedemikian rupa

sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara

singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana

sesuatu tersebut dihubungkan.

Page 16: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 16/46

 

 

8.1.3  Teori Kognitif 

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap

yaitu :

(1) sensory motor ;

(2) pre operational;

(3) concrete operational dan

(4) formal operational.

Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu

asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah

“the process by which a person takes material into their mind from the environment,

which may mean changing the evidence of their senses to make it fit ” dan akomodasi

adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation” 

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan

dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi

kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh

interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru

hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi

dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. 

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru

mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2.  Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan

baik.

Page 17: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 17/46

 

 

3.  Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-

baiknya.

4.  Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

5.  Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

6.  Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan

diskusi dengan teman-temanya.

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/20/teknologi-pembelajaran/)

8.1.4 

Teori Pemrosesan Informasi

Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi,

untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.

Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan

kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu

yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam

individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang

mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)

motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)

generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/20/teknologi-pembelajaran/)

Page 18: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 18/46

 

 

IX.  Metode Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan adalah

deskriptif kuantitatif . Jenis Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK)

yaitu suatu jenis penelitian yang dilakukan secara kolektif oleh suatu kelompok sosial / 

pendidikan yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kinerja mereka serta mengatasi

berbagai permasalahan yang terjadi dalam kelompok tersebut (Prabowo dalam

Zainuddin 2006:1). Tujuan utama PTK memperbaiki praktek-praktek pendidikan / 

pembelajaran yang beroreitasi di dalam kelas sebagai layanan professional dalam

rangka pengembangan keterampilan guru.

Tahapan PTK:

Perencanaan:

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, kapan, di mana, oleh siapa, dan

bagaimana tindakan tersebut dilakukan. penelitian tindakan yang ideal sebetulnya

dilakuan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang

mengamati proses jalannya tindakan. dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran

rencana tindakan dalam rangka penelitian dituangkan dalam bentuk Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran.

Page 19: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 19/46

 

 

Pelaksanaan Tindakan:

Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan, yaitu implementasi atau

penerapan isi rencana tindakan di kelas yang diteliti. hal yang perlu diingat adalah bahwa

dalam tahap 2 ini pelaksanaan guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah

dirumuskan dalam rencana tindakan, tetapi harus pula berlaku wajar.

Observasi dan Evaluasi :

Tahap ke-3 yaitu pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Pengamatan

dilakukan untuk mendapatkan data dengan menggunakan lembar observasi yang bias

dievaluasi yang nantinya akan digunakan untuk tahap selanjutnya.

Analisis dan Refleksi :

Data yang dikumpulkan selama tindakan berlangsung kemudian dianalisis.

Berdasarkan hasil analisis ini guru melakukan refleksi, yaitu guru mencoba merenungkan

atau mengingat dan menghubung-hubungkan kejadian dalam interaksi kelas, mengapa itu

Desain PTK:

Refleksi

Observasi dan evaluasi

Pelaksanaan Tindakan Ulang

Pelaksanaan Tindakan

Refleksi

Observasi dan evaluasi

Pelaksanaan Tindakan Ulang

Pelaksanaan Tindakan

Refleksi

Observasi dan evaluasi

Pelaksanaan Tindakan UlangPelaksanaan Tindakan

Page 20: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 20/46

 

 

terjadi, dan bagaimana hasilnya. Hasil refleksi akan membuat guru menyadari tingkat

keberhasilan dan kegagalan yang dicapainya dalam tindakan perbaikan.

9.1.1  Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, dimana hasil

penelitian pendukung yang dimaksud yaitu hasil penelitian penerapan model

pembelajaran penemuan terbimbing pada pembelajaran fisika maupun mempelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lainnya antara lain :

(1) Reza (2009), di SMAN 6 Banjarmasin dengan menggunakan model pembelajaran  

 Inquiry Discovery Learning (IDL) Terbimbing efektif untuk meningkatkan hasil

belajar siswa dengan efektivitas rata-rata sebesar 75%.

(2) Syarif (2010), di SMAN 1 Anjir Pasar yang menggunakan model pembelajaran

Penemuan Terbimbing dengan metode Pictorial Riddle, efektif untuk meningkatkan

hasil belajar siswa dengan efektivitas sebesar 61,1 %.

(3) Yani (2008), di SMAN 1 Cempaka OKU Timur dengan penerapan model

pembelajaran Penemuan Terbimbing pada mata pelajaran Matematika di SMAN 1

Cempaka OKU Timur termasuk pada kategori baik.

(4) Riza Anisa (2010) di SMA KORPRI Banjarmasin menggunakan model pembelajaran

Penemuan Terbimbing pada materi ajar Fluida Statis mempunyai efektivitas

pembelajaran sebesar 54,33%.

9.1.2  Kerangka Berpikir

Fisika adalah ilmu pengetahuan yang memerlukan suatu pemahaman dan

keterampilan, oleh karena itu dibutuhkan adanya variasi dalam pembelajaran yaitu berupa

Page 21: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 21/46

 

 

strategi pembelajaran dan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi

yang diajarkan. Dengana adanya strategi dan model pembelajaran yang mendukung,

maka siswa akan merasa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Hal ini membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan siswa dapat

mengemabangkan kemampuan berpikirnya untuk menemukan suatu polusi dari masalah

yang dihadapinya.

Di dalam materi ajar fluida statis terdapat percobaan-percobaan dimana siswa

dapat langsung mengamati dan menemukan suatu konsep dari suatu kejadian atau

peristiwa yang terjadi.

Teori belajar konstruktivis adalah salah satu penerapan dari teori kognitif yang

menekankan pengetahuan akademik dan keterampilan proses sains. Oleh karena itu

penerapan teori belajar konstruktivis ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

disekolah. Model pembelajaran penemuan terbimbing adalah salah satu bentuk dari teori

belajar konstruktivis, melalui model pembelajaraan penemuan terbimbing ini akan

menimbulkan kemandirian siswa dalam memahami melakuakan pembelajaran.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa model pembelajaran penemuan

terbimbing memberikan konstribusi yang baik terhadap yang baik terhadap kegiatan

belajar mengajar yakni dapat meningkatkan aktivitas siswa selama pembelajaran,

meningkatkan ketercapaian tujuan pembelajaran khusus (TPK), dan dapat meningkatkan

minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berikutnya (Trianto, 2008:22).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mempunyai harapan yang sedemikian besar

bahwa keterampilan proses sains dasar siswa XI IPA 3 SMA 2 Banjarbaru pada materi

fluida statis dapat meningkat menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing.

Page 22: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 22/46

 

 

9.1.3  Hipotesis Tindakan

Dengan menerapkan model pembelajaran penemuan terbimbing.melalui

pembelajaran masalah (SPBM) pada materi ajar fluida statis, maka hasil belajar siswa

yang nantinya diperoleh dari hasil tes hasil belajar kemungkinan besar dapat meningkat,

selain itu pembelajaran ini mampu memberikan motivasi bagi siswa dan materi yang

disampaikan dapat disimpan dalam memori jangka panjang, sebab pembelajaran ini

berpusat pada siswa dan hasil pemecahan masalah ditentukan sendiri oleh siswa, yang

mana menurut Plato (Sudibyo E, 2005:10), dalam hal rasionalisme memberi gambaran

bahwa untuk mempelajari sesuatu, seseorang harus menemukan kebenaran yang

sebelumnya belum diketahui melalui pengalaman. Indera hanya dapat merangsang

ingatan dan membawa kesadara pengetahuan yang selama itu sudah berada dalam

pikiran.

Jika dilihat dari permasalahannya, materi fisika khususnya fluida statis dengan

menerapakan model pembelajaran penemuan terbimbing. melalui Strategi Pembelajaran

Berdasarkan Masalah (SPBM), maka kemungkinan besar dapat meningkatkan

keterampilan proses sains dasar siswa yang akhirnya juga akan meningkatkan kualitas

pembelajaran di SMA.

Page 23: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 23/46

 

 

X.  Rencana Penelitian

10.1.1  Setting Penelitian/Lokasi Penelitian

SMA Negeri 2 Banjarbaru adalah sekolah yang berada di Kota Banjarbaru. Letak 

sekolah ini tepat di penggir jalan Kota Banjarbaru. Disekitar sekolah ini tidak banyak 

permukiman warga. Jadi sekolah ini merupakan sekolah yang mempunyai suasana yang

cukup tenang sehingga dapat untuk mengoptimalkan pendidikan.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Banjarbaru di kelas X I

IPA 3 semester genap tahun pelajaran 2010 / 2011 dengan jumlah siswa sebanyak 27

orang, terdiri dari 6 orang siswa laki-laki dan 21 orang siswa perempuan tetapi dari data

pada saat penyebaran angket untuk pengambilan data awal hanya ada 23 orang siswa yang

hadir terdiri dari 5 orang siswa laki-laki dan 18 orang siswa perempuan, dimana mereka

semua mengikuti pembelajaran fisika dengan menerapkan model pembelajaran penemuan

terbimbing melalui Strategi Pembelajaran Berdasarkan Masalah (SPBM) pada materi ajar

fluida statis.

10.1.2  Karakteristik Penelitian

Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut :

1.  Kemamampuan guru dalam mengelola pembelajaran didefinisikan sebagai kemampuan

guru dalam menerapkan model pembelajaran penemuan terbimbing dalam setting

SPBM yang diamati dan direkam dalam lembar pengamatan aktivitas guru, dinyatakan

dengan skor rata-rata untuk seluruh aspek pengamatan.

2.  Aktivitas guru dan siswa didefinisikan sebagai frekuensi keterlibatan guru dan siswa

selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, direkam dengan lembar pengamatan

Page 24: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 24/46

 

 

aktivitas guru dan siswa, yang diadaptasi oleh Suriasa (2003:150) dari lembar

pengamatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, dinyatakan dengan persentasi.

3.  Keterampilan siswa didefinisikan sebagai persentasi skor keterlaksanaan aspek-aspek 

model pembelajaran penemuan terbimbing yang diperoleh siswa perkelompok dalam

melakukan diskusi dalam setting SPBM, yang direkam dengan lembar pengamatan

keterampilan siswa yang dikembangkan oleh Suriasa (2003:163) dinyatakan dengan

persentase dan proporsi skor aspek pengamatan.

4.  Hasil belajar siswa didefinisikan sebagai tingakat ketuntasan skor pencapaian tujuan

pembelajaran khusus yang mencakup jenjang rendah kognitif (C1-C5) dari katagori

Bloom, direkam dengan test test tertulis dan dinyatakan dengan persentase.

5.  Respon siswa didefinisikan sebagai kualitas tanggapan siswa terhadap perangkat dan

Strategi pembelajaran yang berorientasi pada penerapan model pembelajaran penemuan

terbimbing melalui strategi pembelajaran berdasarkan masalah, yang direkam dengan

angket respon siswa Strategi likerd yang diadaptasi dan dikembangkan oleh Suriasa

(2003:152) dinyatakan dengan skor rata-rata.

10.1.3  Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional masing-masing karaketristik yang diamati dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

(1)  Keterampilan proses sains adalah skor yang diperoleh siswa dalam melakukan tiap

percobaan, diukur dengan menggunakan lembar pengamatan/observasi dan dinyatakan

dengan kategori tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik dan sangat baik.

(2)  Keterlaksanaan RPP adalah skor yang diperoleh guru dalam melaksanakan setiap

tahapan pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam rencana pelaksanaan

Page 25: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 25/46

 

 

pembelajaran yang direkam dengan menggunakan lembar keterlaksanaan RPP,

dinyatakan dengan persentase, selanjutnya dikategorikan dengan sangat tidak baik,

kurang baik, cukup baik, baik atau sangat baik.

(3)  Hasil belajar siswa adalah skor yang diperoleh siswa dari tes hasil belajar yang

dilaksanakan disetiap akhir pembelajaran (postest), yang dinyatakan dengan kategori

tuntas dan tidak tuntas.

(4)  Respon Siswa adalah kualitas tanggapan siswa terhadap model pembelajaran

penemuan terbimbing yang diukur dengan angket minat dan motivasi model ARCS

yang meliputi aspek perhatian, relevansi, keyakinan, dan kepuasan. Dinyatakan

dengan kategori tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik dan sangat baik.

(5)  Efektivitas pembelajaran adalah dampak komulatif dari diterapkannya model

pembelajaran penemuan terbimbing yang diukur berdasarkan selisih antara nilai rata-

rata pretest dan posttest dari ketiga pertemuan.

10.1.4  Rencana Tindakan

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu sebagai suatu

bentuk kajian bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan

kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,

memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta

memperbaiki kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan.

Penelitian ini terdiri dari 3 siklus, masing-masing siklus terdiri atas 1 kali pertemuan.

Pada siklus I mengkaji masalah Tekanan Hidrostatiska siklus II mengkaji tentang Hukum

Pascal dan siklus III membahas tentang Hukum Archimedes.

Page 26: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 26/46

 

 

Pada setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi dan refleksi. Secara rinci kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan tersebut

dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 1. Bentuk dan Prosedur PTK

Berdasarkan gambar 1, setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Secara rinci kegiatan yang dilakukan pada

setiap tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Refleksi awal

a.  Siswa SMA telah memiliki pengetahuan awal fisika yang akan dikaji di kelas X yang

diperoleh dari hasil belajar di SMP. Di antara pengetahuan awal tersebut ada yang

masih kurang tepat.

b. Siswa SMA kurang mampu memahami konsep-konsep abstrak.

Permasalahan Alternatif Permasalahan

(Rencana Tidakan)

Pelaksanaan

Tindakan

Observasi

Pelaksanaan

Tindakan II

Analisa Data IRefleksi ITerselesaik an

Observasi

II

Alternatif Pemecahan

(Rencana Tindakan II)Belum

Terselesaikan

Analisa Data IIRefleksi IITerselasaikan

Belum

Terselesaikan

Siklus

Selan utn a

Page 27: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 27/46

 

 

c.  Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan belum atau sangat sedikit memberikan

tugas yang berkaitan dengan aplikasi konsep yang dipelajari.

d. Siswa SMA belum terbiasa mengadakan kegiatan percobaan dan diskusi.

2.  Proses Pelaksanaan Tindakan

a.  Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus I

Pelaksanaan penelitian tindakan pada siklus I adalah sebagai berikut :

1) Tahap Perencanaan

a) Merancang skenario pembelajaran yang dijabarkan dalam Satuan Pelajaran

(SP)

b) Menyiapkan media pembelajaran yang disusun sesuai sesuai dengan tahapan-

tahapan pada Strategi pembelajaran berdasarkan masalah.

c) Menyiapkan media, bahan dan alat, instrument observasi (perilaku siswa

dalam proses belajar mengajar dan kuesioner tanggapan siswa terhadap

tindakan yang dilakukan), evaluasi dan refleksi.

2) Tahap Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan dilakukan kegiatan sebagai berikut :

a) Mengorientasi siswa kepada masalah.

b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

c) Membimbing penyelidikan, dalam tahapan ini siswa dibimbing dalam

melakukan percobaan.

d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Page 28: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 28/46

 

 

e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3) Observasi dan Evaluasi Tindakan

Pada tahap ini menurut Kasbolah (1999) dilakukan observasi terhadap aktivitas

siswa dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi

meliputi aktivitas siswa, dan guru, efektivitas penggunaan sumber belajar,

hambatan dan kesulitan siswa dan guru.

Observasi terhadap kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran

penemuan terbimbing dan observasi terhadap aktivitas siswa yang direkam

dalam data pengamatan. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Pre-test Post-

test One Group Design, yaitu bentuk disain penelitian yang menggunakan satu

kelas dan menggunakan test awal (pre test) sebelum pelaksanaan penelitian

(pemberian pelaksanaan) serta test akhir (post test) pada akhir pelaksanaan

penelitian.

4) Tahap Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi terhadap tindakan pembelajaran dan

respon siswa terhadap pembelajaran serta refleksi terhadap hasil belajar siswa

yang diperoleh dari pre-test dan post-test.

Berdasarkan hasil belajar siswa dan evaluasi terhadap jurnal harian dan angket

siswa dengan menggunakan instrument dan hasil tes, maka hal-hal ini digunakan

sebagai pertimbangan untuk memasuki siklus II.

b.  Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus II

1) Tahap perencanaan

Page 29: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 29/46

 

 

a)  Merancang skenario pembelajaran yang dijabarkan dalam Satuan Pelajaran

(SP)

b) Menyiapkan media pembelajaran yang disusun sesuai sesuai dengan tahapan-

tahapan pada Strategi pembelajaran berdasarkan masalah.

c) Menyiapkan media, bahan dan alat, instrument observasi (perilaku siswa

dalam proses belajar mengajar dan kuesioner tanggapan siswa terhadap

tindakan yang dilakukan), evaluasi dan refleksi.

2) Tahap Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan dilakukan kegiatan sebagai berikut :

a) Mengorientasi siswa kepada masalah.

b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

c) Membimbing penyelidikan, dalam tahapan ini siswa dibimbing dalam

melakukan percobaan.

d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3) Observasi dan Evaluasi Tindakan

Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dalam proses belajar

mengajar dengan menggunakan lembar observasi terhadap aktivitas siswa dalam

proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi meliputi

aktivitas siswa, dan guru, efektivitas penggunaan sumber belajar, hambatan dan

kesulitan siswa dan guru.

Observasi terhadap kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran

penemuan terbimbing dan observasi terhadap aktivitas siswa yang direkam

Page 30: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 30/46

 

 

dalam data pengamatan. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Pre-test Post-

test One Group Design, yaitu bentuk desain penelitian yang menggunakan satu

kelas dan menggunakan test awal (pre test) sebelum pelaksanaan penelitian

(pemberian pelaksanaan) serta test akhir (post test) pada akhir pelaksanaan

penelitian.

4) Tahap refleksi

Berdasarkan hasil belajar siswa dan evaluasi terhadap jurnal harian dan angket

siswa dengan menggunakan instrument dan hasil tes, maka hal-hal ini digunakan

sebagai pertimbangan untuk memasuki siklus III.

c. Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus III

5) Tahap perencanaan

a)  Merancang skenario pembelajaran yang dijabarkan dalam Satuan Pelajaran

(SP)

b) Menyiapkan media pembelajaran yang disusun sesuai sesuai dengan tahapan-

tahapan pada Strategi pembelajaran berdasarkan masalah.

c) Menyiapkan media, bahan dan alat, instrument observasi (perilaku siswa

dalam proses belajar mengajar dan kuesioner tanggapan siswa terhadap

tindakan yang dilakukan), evaluasi dan refleksi.

6) Tahap Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan dilakukan kegiatan sebagai berikut :

a) Mengorientasi siswa kepada masalah.

b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Page 31: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 31/46

 

 

c) Membimbing penyelidikan, dalam tahapan ini siswa dibimbing dalam

melakukan percobaan.

d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

7) Observasi dan Evaluasi Tindakan

Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dalam proses belajar

mengajar dengan menggunakan lembar observasi terhadap aktivitas siswa dalam

proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi meliputi

aktivitas siswa, dan guru, efektivitas penggunaan sumber belajar, hambatan dan

kesulitan siswa dan guru.

Observasi terhadap kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran

penemuan terbimbing dan observasi terhadap aktivitas siswa yang direkam

dalam data pengamatan. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Pre-test Post-

test One Group Design, yaitu bentuk desain penelitian yang menggunakan satu

kelas dan menggunakan test awal (pre test) sebelum pelaksanaan penelitian

(pemberian pelaksanaan) serta test akhir (post test) pada akhir pelaksanaan

penelitian.

8) Tahap refleksi

Berdasarkan atas hasil belajar siswa, observasi, dan evaluasi terhadap jurnal

harian dengan menggunakan instrument dan hasil tes, maka ditemukan hal-hal

yang menjadi pertimbangan untuk memperbaiki pada tindakan berikutnya, yakni

:

Page 32: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 32/46

 

 

a) Hasil belajar siswa secara individual kurang dari 65 % atau ketuntasan belajar

secara klasikal kurang 85% (Depdikbud, 1996). Maka dilakukan perbaikan

atau tindakan remedial.

b) Masih ditemukan hambatan / kesulitan yang dialami siswa dan guru (peneliti)

pada lembar hasil observasi pada saat pelaksanaan tindakan.

10.1.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik-teknik :

Adapun cara pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Data tentang keterlaksanaan skenario pembelajaran, diambil berdasarkan pengamatan

oleh dua orang pengamat dengan menggunakan lembar observasi.

(2) Data hasil belajar diambil dari hasil  pre-test  sebagai kondisi awal dan hasil  post-test  

sebagai kondisi akhir untuk setiap pertemuan pembelajaran.

(3) Data tentang keterampilan proses sains siswa diambil berdasarkan keterlaksanaan

lembar pengamtan keterampilan proses sains oleh dua orang pengamat dalam lembar

kerja siswa.

(4) Data tentang tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan diambil

dari hasil angket yang diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran.

10.1.6  Teknik Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, sebab statistik 

deskriptif mempunyai fungsi untuk menggolong-golongkan atau mengelompokkan data

terjadi menjadi susunan yang teratur dan mudah diinterpretasikan. Selain itu statistik 

deskriptif juga memberikan, memaparkan atau menyajikan informasi sedemikian rupa

Page 33: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 33/46

 

 

sehingga data yang diperoleh dari penelitian dapat dimanfaatkan oleh orang lain (Suriasa,

2003:8).

10.1.7  Analisis Data

Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dilakukan pengamatan tentang

pengelolaan pembelajaran, aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, keterampilan

siswa dalam melakukan keterampilan sosial dan respon siswa terhadap pembelajaran.

1.  Analisis Keterlaksanaan Skenario Pembelajaran

Untuk keterlaksanaan skenario pembelajaran diamati selama KBM digunakan

persentase (Adaptasi Trianto, 2008 : 173) yaitu :

K = %100 N 

 f   …(1) 

keterangan: K = persentase keterlaksanaan

 f  = skor total tahapan skenario yang terlaksana

 N = skor maksimum tahapan pembelajaran berdasarkan skenario

Tabel 3 Kriteria keterlaksanaan skenario pembelajaran

No Persentase Kriteria

1 0 – 20 Sangat tidak baik 

2 21 – 40 Kurang baik 

3 41 – 60 Cukup baik 

4 61 – 80 Baik 

Page 34: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 34/46

 

 

5 81 – 100 Sangat baik 

(Arikunto, 2009: 35) 

Rumus yang digunakan untuk menghitung reabilitas adalah :

Persentage of agreement =  

  

 

 B A

 B A1 X 100% …(2) 

Dimana : A = frekuensi aspek tingkah laku yang teramati oleh pengamat

yang memberikan frequensi tinggi.

B = frekuensi aspek tingkah laku yang teramati oleh pengamat

yang memberikan frekuensi rendah.

Instrumen termasuk dalam katagore instrument yang baik, jika reabilitasnya melebihi

75 % (Borich dalam Suriasa, 2003:82)

2.  Analisis pengamatan aktivitas guru dan siswa

Untuk menganalisisa data aktivitas guru dan siswa yang diamati selama

kegiatan belajar mengajar berlangsung digunakan persentase (%), yakni banyaknya

frequensi tiap aktivitas dibagi dengan seluruh frekuensi aktivitas, selajutnya dikali

dengan 100. Aktivitas guru dan siswa dikatakan baik, jika dalam pembelajaran siswa

lebih dominan dibanding guru. Untuk mencari reabilitas instrument digunakan teknik 

interrobserver agreement  seperti pada analisa kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran.

3.  Analisis keterampilan proses sains siswa

Penilaian keterampilan proses sains siswa dilakukan dengan cara nontes. Dimana

pada setiap keterlaksanaan prosedur kerja dalam percobaan diberi skor penilaian menurut

kemampuan pada masing-masing kelompok. Penilaian keterampilan proses sains

Page 35: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 35/46

 

 

didasarkan pada nilai yang diperoleh setiap kelompok. Adapun skor dari keterlaksanaan

percobaan pada tiap pertemuan, dapat dilihat pada tabel 6.

 \Tabel 3 Skor keterlaksanaan percobaan

No Aspek yang Diamati Skor

1 Melakukan percobaan dengan benar 25

2 Menuliskan hasil pengamatan 25

3 Menganalisis data 25

4 Membuat kesimpulan 25

Jumlah 100

Untuk mengetahui data tingkat proses keterampilan proses sains siswa secara

klasikal digunakan rumus (martasuli, 2010: 35):

Skor Siswa Klasikal = %100max

Skor 

Skor 

 

...(3)

keterangan : Skor siswa = Keterampilan proses sains yang diperoleh siswa

Tabel 4 Kriteria penilaian keterampilan proses sains

No Nilai Siswa Kriteria

1 1-20 Tidak Baik 

2 21-40 Kurang Baik 

3 41-60 Cukup Baik 

4 61-80 Baik 

5 81-100 Sangat Baik 

(Arikunto, 2009:35)

Page 36: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 36/46

 

 

4.  Analisis respon siswa

Angket respon siswa dipergunakan untuk mengukur pendapat siswa terhadap

minat dan motivasi pembelajaran. Adapun angket respon yang digunakan yaitu model

ARCS yang meliputi aspek perhatian, relevansi, keyakinan dan kepuasan. Respon siswa

dihitung berdasarkan rerata dari masing-masing kategori. Untuk pernyataan positif dan

negatif angket minat dan motivasi siswa dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Kriteria pernyataan positif dan negatif angket respon siswa

No Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Kriteria

1 Sangat Tidak Setuju Setuju Sekali 1

2 Tidak Setuju Setuju 2

3 Kurang Setuju Kurang Setuju 3

4 Setuju Tidak Setpuju 4

5 Setuju Sekali Sangat Tidak Setuju 5

Untuk mengetahui respon siswa terhadap minat dan motivasi pembelajaran,

dengan menggunakan rerata pada masing-masing kategori untuk minat dan motivasi,

sehingga dapat diinterpretasikan melalui tabel 9.

Tabel 9 Kriteria Respon Siswa

No Skor Rerata Kriteria

1 1,00-1,49 Tidak Baik 

2 1,50-2,49 Kurang Baik 

3 2,50-3,49 Cukup Baik 

4 3,50-4,49 Baik 

Page 37: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 37/46

 

 

5 4,50-5,00 Sangat Baik 

(Jamal, 2009: 71)

5.  Analisis efektivitas pembelajaran

Efektivitas pembelajaran diukur dengan menggunakan selisih antara nilai pretest dan

posttest dari ketiga pertemuan. Dimana dalam setiap pertemuan, dicari rata-rata dari

masing-masing skor rata-rata pretest dan post-test. Untuk menentukan efektivitas

pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus:

 Efektivitas = 12U U 

...(4) 

keterangan:2

U   = Rata-rata skor hasil belajar siswa pada saat  post-test  

1U  = Rata-rata skor hasil belajar siswa pada saat pretest  

10.1.8  Analisis Tes Hasil Belajar

Untuk mengetahui sensitivitas tes hasil belajar yang dibuat dalam bentuk uraian.

Digunakan rumus yang diadaptasi oleh Suriasa sebagai berikut :

S = N 

U U 12

  …(5) 

Dimana : S = sensivitas

U 2 = skor yang diperoleh siswa pada uji akhir

U 1 = skor yang diperoleh seluruh siswa pada uji awal

N = skor maksimal yang dapat dicapai oleh seluruh siswa

Butir soal dikatakan sensitif jika (0,00 < S < 1,00). Nilai positif dari S yang

semakin besar menunjukkan bahwa kepekaan butir soal terhadap efek-efek pembelajaran

 juga semakin semakin besar. Butir soal yang mempunyai sensitivitas ≥ 0,03, maka butir 

Page 38: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 38/46

 

 

soal tersebut peka terhadap efek-efek pembelajaran (Aiken & Muhajir dalam Suriasa,

2003:84)

Ketuntasan belajar siswa secara individu dihitung dengan menggunakan

rumus : (p) i =  

  

 

iT 

T x 100% (Suriasa, 2003:81)

dimana : (p) i = proporsi ketuntasan belajar siswa secara individu (%)

T = jumlah TPK yang sukses atau skor yang diperoleh tiap siswa

T  I  = jumlah total TPK atau skor total

Ketentuan belajar siswa secara klasikal dihitung dengan menggunakan

rumus : (p) k  =  

  

 

i N 

 N x 100% (Suriasa, 2003:81)

di mana : (p) k  = proporsi ketuntasan belajar siswa secara klasikal (%)

N = banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan (p) i ≥ 65% 

N  I  = banyaknya siswa dalam kelas

Ketuntasan tiap TPK atau tiap butir soal dihitung dengan menngunakan

Rumus : (p) TPK  = proporsi ketuntasan tiap TPK atau butir soal (%)

J = jumlah skor seluruh siswa per TPK atau butir soal

J i = jumlah skor maksimal seluruh siswa per TPK atau butir soal

Sebagai standar ketuntasan belajar siswa digunakan criteria ketuntasan belajar

berdasarkan SKBM pada SMA Negeri 2 Banjarbaru, sebagai berikut :

1.  Ketentuan individu yaitu

Jika siswa secara individu mencapai ketuntasan ≥ 65 % 

2.  Ketuntasan klasikal

Jika ≥ 85 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan hasil belajar secara individual 

Page 39: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 39/46

 

 

3.  Ketentuan proporsi butir soal

Jika P ≥ 65 % dari tiap butir soal maka pencapaian pembelajaran dapat dikatakan

tuntas.

Menurut Arikunto dalam Mariyuni Ulpa (2008:15) bahwa ketuntasan belajar siswa

dapat ditafsirkan ke dalam kalimat kualitatif, sebagaimana yang dipaparkan pada tabel

berikut :

Tabel.5 Ketuntasan belajar siswa

No Nilai (persentase) Kategori

1 76 % - 100 % Baik 

2 51 % - 75 % Sedang

3 26 % - 50 % Kurang

4 0 % - 25 % Buruk 

10.1.9  Uji Validitas

Data yang dikumpulkan lewat observasi sebelum turun ke lapangan terlebih dulu diuji

validitas dan reliabilitasnya. Suatu instrumen dikatakan baik sebagai alat pengukur apabila

memenuhi kriteria validitas, reliabilitas, objektivitas, praktibilitas dan ekonomis, namun

yang terpenting adalah validitas dan reliabilitas.

1.  Uji Validitas

Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan

dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skalanya tidak valid maka ia tidak 

bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur atau melakukan apa yang seharusnya

Page 40: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 40/46

 

 

dilakukan. Menurut Ratumanan (2003: 23) untuk mengukur tingkat validasi butir angket

digunakan rumus product moment sebagai berikut:

2222 Y Y  N  X  X  N 

Y  X  XY  N r  XY 

  …(5)

 

Dalam hal ini :

rXY = Koefisien korelasi product moment

N = Jumlah sampel/responden

X = Skor butir angket

Y = Skor total angket

Dengan mengkonsultasikan hasil perhitungan ke tabel harga kritik r product moment

dapat diketahui tingkat validitasnya. Dikatakan valid jika r hasil perhitungan lebih besar

dari r tabel.

Korelasi point biserial dipakai ketikasatu situasi yang sering terjadi dalam analisis

butir adalah jika pengembang tes ingin mengetahui seberapa jauh hubungan antara jawaban

pada suatu butir yang diskor secara dikomotis ( 0 atau 1) dengan skor total ( atau criteria

lain yang memiliki distribusi secara kontinu). Untuk keperluan ini digunakan rumus

korelasi point biserial, yakni:

√   …(6) 

keterangan:

= koefesien korelasi point biserial

  = rerata skor dari subjek yang menjawab benar untuk butir soal yang

akan dicari validitasnya

  = rerata skor total

= simpangan baku skor total

Page 41: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 41/46

 

 

p = proporsi siswa yang menjawab benar pada butir soal yang dimaksud

q = proporsi siswa yang menjawab benar pada butir soal yang dimaksud

2.  Uji Reliabilitas

Untuk menguji reliabilitas instrumen angket dapat diuji dengan salah satu teknik yaitu

dengan rumus Alpha.

  …(7) 

keterangan :

r11 = indek reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir (item)

∑ = jumlah varians skor setiap item

= varians skor total

Menurut Kuder dan Richardson (dalam Ratumanan, 2003 : 35)

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran

(difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks

kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00

menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa

soalnya terlalu mudah. (Arikunto, 2007 : 207).

Indeks kesukaran ( p) suatu butir ditentukan dengan rumus (Ratumanan dan Laurens,

2003: 69):

Page 42: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 42/46

 

 

2

 L H  p p p

  …(8)

keterangan:  p = indeks kesukaran

 H  p = proporsi siswa kelompok atas untuk butir soal yang bersangkutan

 L p = proporsi siswa klompok bawh untuk butir soal yang bersangkutan 

Tabel 4 Kriteria indeks kesukaran butir soal

No Indeks Kesukaran Kategori

1 p 0,25 Sukar

2 0,25 < p 0,75 Sedang

3 0,75 < p Mudah

(Ratumanan dan Laurens, 2003 : 69)

Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal tes hasil belajar untuk dapat

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

kemampuannya rendah.

Untuk mengetahui besar kecilnya angka indek diskriminasi item dapat

dipergunakan rumus yang diadaptasi simbolnya sebagai berikut.

 D = P H   – P L  … (9)

keterangan:  D = angka indek diskriminasi item

 H  p = proporsi siswa kelompok atas untuk butir soal yang bersangkutan

 L p = proporsi siswa klompok bawh untuk butir soal yang bersangkutan 

Page 43: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 43/46

 

 

Tabel 5 Kategori angka indeks daya pembeda

No

Besarnya angka indeks diskriminasi

item (D)

Kategori

1 0,40<D Butir sangat baik 

2 0,30<D≤0,40 Butir baik 

3 0,20<D≤0,30 Butir cukup

4 D≤0,20 Butir jelek 

(Ratumanan, 2009 : 70 – 71)

Ketuntasan individu Pi tercapai menurut standar ketuntasan yang ditetapkan oleh SMA

Negeri 2 Banjarbaru jika siswa mencapai nilai atau skor total ≥ 60. Berarti bila nilai siswa < 60,

maka dikatakan tidak tuntas.

Untuk menentukan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal dihitung dengan

menggunakan rumus (Trianto,2008:171):

()   …(10) 

keterangan: Pk  = proporsi ketuntasan belajar siswa secara kasikal

 N  = banyak siswa yang mencapai ketuntasan (Pi ≥ 60)

 N i = banyak siswa dalam kelas

Ketuntasan klasikal Pk 

tercapai menurut standar ketuntasan yang ditetapkan oleh SMA

 Negeri 2 Banjarbaru yaitu jika ≥ 75% dari seluruh siswa mencapai niai 60.

Page 44: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 44/46

 

 

10.1.10  Indikator Keberhasilan

1.  Indikator Produk 

Daya serap perorangan

Seseorang siswa disebut telah tuntas belajar bila mencapai nilai 60 %

2.  Indikator Proses

Daya serap klasikal

Suatu kelas dikatakan tuntas belajar bila kelas tersebut mencapai nilai 65 %

3.  Pengelolaan KBM minimal baik 

4. 

Aktivitas guru dan siswa minimal baik 

5.  Keterampilan siswa melakukan diskusi minimal baik 

6.  Respon siswa terhadap pembelajaran minimal baik 

XI.  Jadwal Penelitian 

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Ajaran 2010/2011 bulan Februari

s.d. Mei 2011 di Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Banjarbaru yang beralamat di Jl.

Perhutani Mentaos No. Telpon (0511-772591) Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70711.

Page 45: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 45/46

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anisa, Riza. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada

 Materi Ajar Fluida Statis di SMA KORPRI Banjarmasin. Banjarmasin :

Tidak dipublikasikan.

Arifin, zainal. 1991. Evaluasi Instruksional (Prinsip, teknik, prosedur). Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Arikunto, Suharsmi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta:

Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsmi. 2007. Manajemen Penelitian). Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kuantitatif . Jakarta : Kencana Prenada

Media Group.

Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat: Quantum Teaching.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/20/teknologi-pembelajaran/ 

http///: Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw « Ipotes.htm).

Kanginan, Marthen. Fisika untuk SMA Kelas XI Semester 2. Jakarta : Erlangga.

Mega, Margaretha Natalia dan Kania Islami Dewi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.Bandung: Tinta Emas Publishing.

Sudibyo, Elok. 2003. Teori Strategi-Strategi Pengajaran. Jakarta : Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar dan Menengah Pendidikan Nasional.

Suprijuno, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM . Yogyakarta :

Pustaka Pelajar

Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka

Publisher.

Zainuddin. 2008. Analisis Karakteristik Umum materi Ajar Fisika Serta Strategi Belajar 

dan Mengajar. Banjarmaasin : FKIP UNLAM.

Page 46: BAB I

5/12/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-55a359eeb4832 46/46

 

 

Zainuddin dan Suriasa. 2008. Strategi Belajar-Mengajar Fisika. Banjarmaasin : FKIP

UNLAM.