Upload
suci-efnita
View
42
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak
merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata. Kelopak
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi
oleh selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata
sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus. Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
- Kelenjar seperti : Kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjarZeis
pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
- Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak
atas dan bawah, dan terletak dibawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra
terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbularis
berfungsi menutup bola mata yang dipersyarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang
berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian
menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit
insersi M. Levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini
dipersyarafi oleh N. III yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau
membuka mata.
- Didalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar
didalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada margo palpebra.
- Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan
jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar meibom (40 di kelopak atas dan 20 pada
kelopak bawah)
- Pembuluh darah yang memperdarahi a. palpebra
1
- Persyarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal N. V, sedang
kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang
menghasilkan musin.
Anatomi Sistem lakrimasi
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus lakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
- Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di tempero antero
superior rongga orbita.
- Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimalis terletak dibagian depan rongga
orbita. Air mata dari duktus lakrimalis akan mengalir ke dalam rongga hidung
didalam meatus inferior.
2
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan
penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis,
maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjugtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya
- Konjungtiva fornises atau fornik konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan
dibawahnya sehinga bola mata mudah bergerak.
Anatomi Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola mata
dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
3
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh
ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa
yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid. Pada iris didapatkan pupil yang disusun oleh 3 susunan otot dapat mengatur
jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersyarafi oleh simpatis,
sedang sfingter iris dan otot siliar dipersyarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang
terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar
yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquous humor), yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan
sklera.
3. lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan
lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat
rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari
koroid yang disebut ablasi retina.
Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa terletak dibelakang
pupil yang dipegang didaerah ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa
mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan didaerah makula lutea. Lensa terdiri dari 3 lapisan yaitu : kapsul lensa, kortek
lensa, nukleus.
4
Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea
terdiri atas 5 lapisan, yaitu :
1. lapisan epitel, tebalnya 550 µm, terdiri atas lapisan sel tidak bertanduk, satu sel basal,
sel poligonal dan sel gepeng.
2. Membran Bowman, terletak dibawah membran basal epitel kornea
3. Stroma, menyusun 90% ketebalan kornea. Terdiri atas lamel, merupakan susunan
kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya. Keratosit, sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen dalam perkembangan embrio.
4. Membran Descement merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
5. Endotel, berasal dari mesothelium, berlapis satu bentuknya heksagonal, besar 20 – 40
µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
Anatomi kornea
5
Gambar . Lapisan Kornea
Retina
Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan
cahaya. Retina terdiri atas lapisan :
6
1. Lapis Fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping dan sel kerucut
2. Membran Limitan Eksterna yang merupakan membran ilusi
3. Lapis Nukleus Luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller lapis ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan ganglion
7. Lapis ganglion yang merupakan lapis badan sel dari pada neuron kedua
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik.
9. Lapis limitan interna, merupakan membran hialian antara retina dan badan kaca.
Rongga Orbita
Rongga orbita adalah ongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita. Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi
rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding
medialnya.
Dinding orbita terdiri atas tulang :
1. Superior : os. frontal
2. Lateral : os frontal, os. zigomatik, ala magna os. sfenoid
3. Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os.palatina
4. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid
7
Otot Penggerak Bola Mata
Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata
bergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.
1. M. Oblik Inferior, dipersyarafi oleh saraf okulomotor. Berfungsi untuk menggerakkan bola
mata ke atas, abduksi dan eksiklotorsi.
2. M. Oblik Superior, dipersyarafi oleh N. IV atau saraf troklear. Berfungsi menggerakkan
bola mata untuk depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
3. M. Rektus Inferior, dipersyarafi oleh N. III. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk
depresi, ekslotorsi, aduksi
4. M. Rektus Lateral, dipersyarafi oleh N. VI dengan fungsi menggerakkan bola mata
terutama abduksi.
5. M. Rektus Medius, berfungsi untuk menggerakkan mata untuk aduksi
6. M. Rektus Superior, dipersyarafi oleh cabang superior N. III. Berfungsi unruk
menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral, aduksi terutama bila
melihat ke lateral, insiklotorsi.
8
1.2. Fisiologi Penglihatan
Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima
kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor.
Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan
jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar.
Ada dua macam sel reseptor
pada retina, yaitu sel kerucut (sel
konus) dan sel batang (sel basilus).
Sel konus berisi pigmen
lembayung dan sel batang berisi
pigmen ungu. Kedua macam
pigmen akan terurai bila terkena
sinar, terutama pigmen ungu yang
terdapat pada sel batang. Oleh
karena itu, pigmen pada sel basilus
berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih
pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel
batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa
protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin
akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam
keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi
gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan
gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka
terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata
dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan
buta warna.
9
BAB II
MATA MERAH DENGAN PENGLIHATAN NORMAL
1. Pterigium
a. Definisi
Pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak dibagian sentral
atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan
berwarna merah dapat mengenai kedua mata.
b. Etiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas, namun penyebabnya diduga,
karena :
1. Iritasi kronis akibat debu, kotoran, asap, udara yang panas
2. Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
3. Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent
c. Epidemiologi
Pterigium umumnya terjadi pada usia 20 – 30 tahun, dan sering ditemukan
didaerah yang beriklim tropis.
d. Klasifikasi pterigium berdasarkan luas perkembangan
Tipe 1
Meluas < 2 mm diatas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker line) dapat
terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis,
meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika memakai
soft contact lense, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas
bersandar pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat
menyebabkan iritasi
10
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan
pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga > 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis). Lesi/jejas yang
luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan
meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan
mata.
Gambar 5. Tampak Jaringan Fibrovaskuler Konjungtiva
e. Gejala Klinis
Pasien tidak mengeluh adanya gejala, tetapi bila pterigium ini sudah menutup
kornea, maka pasien merasa pandangannya terganggu seperti ada bercak yang
mengikutinya. Keluhan subjektif adalah rasa panas, gatal dan mengganjal atau mata
lekas merah dan berair.
f. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis pasien tidak mengeluh adanya gejala. Berdasarkan
pemeriksaan fisik tampak adanya selaput pada bagian konjungtiva yang berbentuk
segitiga dengan puncak dibagian sentral, letaknya pada celah kelopak bagian nasal atau
temporal konjungtiva.
g. Penatalaksanaan
11
Tidak diperlukan pembedahan (bersifat rekurens) dan dilakukan pembedahan
jika terjadi gangguan penglihatan akibat pterigium. Bila terdapat tanda-tanda
peradangan diberikan air mata buatan bila perlu dapat diberi steroid.
2. Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang
terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
Pterigium Pseudopterigium
Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
Progresifitas Bisa progresif atau stasioner Selalu stasioner
Riwayat Penyakit Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
Tes Sondase Negatif (-) Positif (+)
Gambar 6. Pseudopterigium
Pseudopterigium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali sangat
mengganggu visus atau alasan kosmetik.
3. Pinguekula atau Pinguekula iritans
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal
maupun bagian temporal, didaerah celah kelopak mata. Pinguekula banyak dijumpai
pada orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari,
debu, dan angin panas. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan berwarna putih-kuning
keabu-abuan, berupa hipertrofi yaitu penebalan selaput lendir. Secara histologik pada
12
puncak penonjolan ini terdapat degenerasi hialin. Pinguekula tidak menimbulkan
keluhan, kecuali apabila menunjukkan peradangan sebagai akibat iritasi. Dalam
keadaan iritasi maka dapat disertai keluhan seperti ada benda asing.
Gambar 7. Pinguekula
Penderita umumnya datang ke dokter karena peradangan tersebut, atau karena
penonjolan yang jelas sehingga penderita khawatir akan suatu keganasan atau karena
alasan kosmetik.
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain
adalah panas, debu, sinar matahari dan sebagainya.
Umumnya pinguekula tidak memerlukan pengobatan. Pinguekula yang
menunjukkan peradangan umumnya diobati untuk menekan peradangannya. Steroid
topikal memberi hasil yang mempercepat redanya peradangan. Mencegah rangsangan
luar dapat dianjurkan.
4. Hematoma Subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah
rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian
antikoagulan, batuk rejan).
Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau
tidak langsung. Disebabkan pecahnya pembuluh darah kecil konjungtiva. Perdarahan
atau pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi akibat radang konjungtiva berat, batuk
keras pada anak-anak atau tusis quinta, kelainan pembuluh darah.
Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh
subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien merasa khawatir sehingga
akan segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi
hitam setelah beberapa lama, seperti pada hematoma umumnya.
13
Gambar 10. Perdarahan Subkonjungtiva
Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam
waktu 1-3 minggu.
5. Episklera
a. Definisi
Reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan
sklera.
b. Etiologi
Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap
penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid artritis.
c. Epidemiologi
Episklera umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan
dengan penyakit bawaan reumatik.
d. Gejala – gejala
Keluhan pasien dengan episklera berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit
yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang yang
terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus yaitu berupa benjolan setempat
dengan batas tegas dan warna merah ungu dibawah konjungtiva.
14
Gambar 8. Episkleritis
e. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan :
1) Kemerahan lokal (berwarna merah muda atau keunguan)
2) Infiltrasi
3) Kongesti
4) Edema episklera
5) Konjungtiva palpebra tenang
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa:
1) Keratitis superfisialis
2) Skleralitis
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari penyakit episkleritis ini adalah:
1) Kortikosteroid untuk meredakan peradangan (efektif untuk episkleritis sederhana
dari pada nodular)
2) Obat antiinflamasi nonsteroid oral (setelah gejala terkontrol)
15
6. Skleritis
a. Definisi
Skeritis adalah radang kronis granulomatosa pada sklera yang ditandai dengan
dekstruksi kolagen, infiltrasi sel dan vaskulitis.
b. Epidemiologi
Biasanya bilateral dan lebih sering terjadi pada wanita.
c. Etiologi
Sebagian besar disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV yang berkaitan
dengan penyakit sistemik.
d. Pembagian
Skleritis dibagi berdasarkan gambaran klinis dan patologisnyA. Ada 2 jenis utama,
yakni:
1) Skleritis anterior
Skleritis anterior dibagi lagi menjadi:
a) Tipe difus
b) Tipe nodular
c) Tipe nekrotikans
Tipe nekrotikans juga dibagi lagi sesuai dengan ada atau tidaknya peradangan
2) Skleritis posterior
a. Gejala klinis
Gejala-gejala yang dapat timbul pada skleritis adalah
1) Rasa sakit berat yang menyebar ke dahi, alis, dan dagu secara terus menerus
2) Mata merah berair
3) Fotofobia
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
1) Terlihat sklera bengkak
2) konjungtiva kemosis
3) injeksi sklera profunda
16
4) terdapat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga
Gambar 9. Skleritis
c. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1) Keratitis
2) Uveitis
3) Glaukoma
d. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan untuk skleritis adalah:
Dimuai dengan obat anti inflamasi non-steroid sistemik, jika timbul respon dalam
1 – 2 minggu atau segera tampak penyumbatan vaskuler harus segera dimulai
terapi steroid sistemik dosis tinggi
7. Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, biasanya dijumpai hiperemi
konjungtiva tarsal dan injeksi konjungtiva. Konjungtivitis dapat disebabkan karena
bakteri, virus, klamidia, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. Gejala
konjungtivitis, meliputi :
Injeksi konjungtivitis
Gejala ini adalah pelebaran arteri konjungtiva posterior yang memberi gambaran
pembuluh darah yang berkelok-kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju
kornea dan ikut bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.
17
Gambar. Injeksi Konjungtiva
Folikel
Gejala ini adalah kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira 1
mm. Tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu
kemerahan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel naik ke arah puncak folikel.
Dibawah folikel terdapat cairan keruh yang terdiri atas sebukan sel limfoid. Konjungtiva
terutama forniks yang kaya akan jaringan limfoid mudah memberi reaksi pembentukan
folikel. Karena itu iritasi biasa, seperti kena angin debu dapat menyebabkan terbentuknya
folikel di forniks. Adanya beberapa folikel saja pada forniks tidaklah berarti suatu kelainan
yang aktif.
18
Papil raksasa (Cobble-stone)
Terminologi ini adalah kata berasal dari bahasa Inggris yang berarti batu kerikil, yang
biasanya tampak pada bagian tarsus superior. Cobble-stone berbentuk poligonal tersusun
berdekatan dengan permukaan datar. Pada cobble-stone pembuluh darah berasal dari
bawah sentral.
Gambar. Cobble-stone
Filikten
Adalah tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik dibawah epitel konjungtiva atau
kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami nekrosis. Warna
filikten keputih-putihan, padat dengan permukaan yang tidak rata. Disekitarnya diikuti
pembuluh-pembuluh darah. Filikten umumnya kecil, tetapi sering pula lebih besar dari
1mm. Diatas filikten tidak terdapat pembuluh darah filikten paling sering didapatkan di
limbus.
Membran
Merupakan massa putih padat yang menutupi sebagian kecil sebagian besar atau seluruh
konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa putih ini dapat berupa
endapan sekret, sehingga mudah diangkat, dan ini sering disebut pseudomembran. Selain
itu massa putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa koagulasi dan nekrosis
konjungtiva, sehingga sukar diangkat, disebut membran.
Sikatriks
Yang perlu diketahui, sikatriks yang khas untuk trakhoma adalah berupa garis-garis putih
halus pada konjungtiva tarsalis superior. Apabila sikatriks ini melewati pembuluh darah,
19
maka pembuluh darah tersebut seolah-olah terputus. Jenis konjungtiva dapat pula ditinjau
dari penyebabnya. Disini akan diuraikan jenis konjungtivitis berdasarkan gambaran klinik:
- Konjungtivitis kataral
- Konjungtivitis purulen, mukopurulen
- Konjungtivitis membran
- Konjungtivitis folikuler (termasuk trakhoma)
- Konjungtivitis vernal
- Konjungtivitis filikten
a. Konjungtivitis Kataral
Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok,
Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks. Bisa juga disebabkan oleh virus,
misalnya Morbili, atau bahan kimia seperti bahan kimia basa (keratokonjungtivitis) atau
bahan kimia yang lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes
Zoster Oftalmik dapat pula disertai konjungtivitis.
Gambaran Klinis
Injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone, tanpa
flikten, terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen (tergantung penyebabnya). Dapat
disertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal.
Pengobatan
Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila penyebabnya
karena infeksi bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin, kloromisetin,
dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaian sulfasetamid atau obat anti-virus
seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.
b. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
Etiologi
Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang berumur di
bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua kemungkinan
20
penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonokok atau meningokok) dan golongan
klamidia (klamidia okulogenital)
Gambaran Klinis
Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral. Konjungtivitis
Purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai adanya pseudomembran
sebagai massa putih di konjungtiva tarsal.
Pengobatan
Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif.
Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum
pengobatan.
Antibiotik lokal dan sistemik
AB sistemik pd dewasa :
Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta IU/IV/hr
selama 5 hr + irigasi
AB sistemik pd neonatus :
Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000
IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline
c. Konjungtivitis Membran
Etiologi
Konjungtivitis Membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptokok hemolitik dan infeksi
difteria. Konjungtivitis Pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiperakut, serta
infeksi pneumokok.
21
Gambaran Klinis
Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada konjungtiva
tarsal dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada dua jenis, yaitu
membran dan pseudomembran.
Gambar. Konjungtivitis Membran
Pengobatan
Tergantung pada penyebabnya. Apabila penyebabnya infeksi Streptokok B hemolitik,
diberikan antibiotik yang sensitif. Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap
jam dan injeksi penisillin sesuai umur, pada anak-anak diberikan penisillin dengan dosis
50.000 unit/KgBB, pada orang dewasa diberi injeksi penisillin 2 hari masing-masing 1.2
juta unit. Untuk mencegah gangguan jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan
antitoksin difteria 20.000 unit 2 hari berturut-turut.
d. Konjungtivitis Folikular
Dikenal beberapa jenis konjungtivitis follikular, yaitu konjungtivitis viral, konjungtivitis
klamidia, konjungtivitis follikular toksik dan konjungtivitis follikular yang tidak diketahui
penyebabnya.
Jenis Konjungtivitis Follikular
1. Kerato-Konjungtivitis Epidemi
Etiologi
Infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari
22
Gambaran Klinis
Dapat mengenai anak-anak dan dewasa. Gejala radang mata timbul akut dan
selalu pada satu mata terlebih dahulu. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar dan
nyeri tekan, kelopak mata membengkak, konjungtiva tarsal hiperemi, konjungtiva
bulbi kemosis. Terdapat pendarahan subkonjungtiva. Pada akhir minggu pertama
perjalanan penyakit, baru timbul gejala di kornea. Pada kornea terdapat infiltrat bulat
kecil, superfisial, subepitel.
Gejala-gejala subyektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir. Gejala
radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap
berminggu-minggu, berbulan-berbulan bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya
penyakit.
Pengobatan
Tidak terdapat pengobatan yang spesifik, dianjurkan pemberian obat lokal
sulfasetamid atau antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
2. Demam Faringo-Konjungtiva
Etiologi
Penyebab paling sering adalah adenovirus tipe 3
Gambaran Klinis
Lebih sering pada anak daripada orang dewasa. Terdapat demam, disamping tanda-
tanda konjungtivitis follikular akut dan faringitis akut. Kelenjar pre-aurikuler dapat
membesar. Lebih sering mengenai dua mata, kelopak mata membengkak. Dua
23
minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea, yaitu terdapat
infiltrat bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari setelah timbulnya
konjungtivitis follikular akut.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik
3. Konjungtivitis Hemorraghik Akut
Etiologi
Penyebabnya adalah Entero-virus 70, masa inkubasinya 1-2 hari
Gambaran Klinis
Timbulnya akut, disertai gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan diikuti
rasa gatal, biasanya dimulai pada satu mata dan untuk beberapa jam atau satu dua hari
kemudian diikuti peradangan akut mata yang lain. Penyakit ini berlangsung 5-10 hari,
terkadang sampai dua minggu.
Gambar. Konjungtivis Hemorragik Akut
Pengobatan
Tidak dikenal obat yang spesifik, tetapi dianjurkan pemberian tetes mata sulfasetamid
atau antibiotik.
4. Konjungtivitis New Castle
Etiologi
Virus New Castle, masa inkubasi 1-2 hari. Konjungtivitis ini biasanya mengenai
orang-orang yang berhubungan dengan unggas, penyakit ini jarang dijumpai.
24
Gambaran Klinis
Gambaran Klinik : kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan hiperplasi,
tampak folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak pada konjungtiva tarsal
inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahan dan pada konjungtiviis
ini biasanya disertai pembesaran kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan. Sering unilateral.
Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan rasa sakit.
Gambar. Konjungtivitis New Castle
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder.
5. Inclusion Konjungtivitis
Etiologi
Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari
Gambaran Klinis
Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan gambaran ini terdapat
pada orang dewasa dan didapatkan sekret mukopurulen, sedang pada bayi gambaran
kliniknya adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe.
25
Pengobatan
Diberikan tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau eritromisin
6. Trachoma
Etiologi
Klamidia trakoma
Gambaran Klinis
Gambaran klinik terdapat empat stadium :
1. Stadium Insipiens atau permulaan
Folikel imatur kecil-kecil pada konjungtiva tarsal superior, pada kornea di daerah
limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea
akan lebih jelas apabila diperiksa dengan menggunakan tes flurosein, dimana akan
terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium akut (trakoma nyata)
Terdapat folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior, beberapa folikel matur
berwarna abu-abu
3. Stadium sikatriks
26
Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat seperti
garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata.
4. Stadium penyembuhan
trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan
Pengobatan
Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila perlu
dapat diberikan juga sulfonamid oral.
b. Konjungtivitis Vernal
Etiologi
Kemungkinan suatu konjungtivitis atopik
Gambaran Klinis
Gejala subyektif yang menonjol adalah rasa sangat gatal pada mata, terutama bila berada
dilapangan terbuka yang panas terik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan konjungtivitis
dengan tanda khas adanya cobble-stone di konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya
terdapat pada kedua mata, tetapi bisa juga pada satu mata. Sekret mata pada dasarnya
mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder.
Gambar. Konjungtivitis Vernal
Pengobatan
Kortikosteroid tetes atau salep mata.
27
c. Konjungtivitis Flikten
Etiologi
• Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu (hipersensitivitas
tipe IV).
• Gizi buruk dan sanitasi yg jelek merupakan faktor predisposisi
• Lebih sering ditemukan pd anak-anak
Gejala
Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat juga
dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal dan kornea. Penyakit ini dapat mengenai
dua mata dan dapat pula mengenai satu mata. Dan sifatnya sering kambuh. Apabila flikten
timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan penglihatan. Apabila
peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus menerus sampai berakibat
eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa seperti berpasir dan silau.
Pengobatan
Usahakan mencari penyebab primernya
Diberikan Kortikosteroid tetes mata/salep
Kombinasi antibiotik + kortikosteroid dianjurkan mengingat kemunginan terdapat infeksi
bakteri sekunder.
d. KONJUNGTIVITIS SIKA
Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya
permukaan konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal.
Etiologi
Terjadi pada penyakit-penyakit yang menyebabkan defisiensi komponen lemak air mata,
kelenjar air mata, musin, akibat penguapan berlebihan atau karena parut kornea atau
hilangnya mikrovili kornea. Bila terjadi bersama atritis rheumatoid dan penyakit autoimun
lain, disebut sebagai sindrom sjogren.
28
Manifestasi Klinis
Gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala
sekresi mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering,
dan terdapat erosi kornea. Pada pemeriksaan tedapat edema konjungtiva bulbi, hiperemis,
menebal dan kusam. Kadang tedapat benang mucus kekuning-kuningan pada forniks
konjungtiva bawah. Keluhan berkurang bila mata dipejamkan.
Komplikasi
Ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi kornea.
Penatalaksanaan
Diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya.
Sebaiknya diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea
dan dapat menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk
mengurangi drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug
kolagen.
29