39
BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA 1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi oleh selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus. Pada kelopak terdapat bagian-bagian : - Kelenjar seperti : Kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjarZeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus. - Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak dibawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbularis berfungsi menutup bola mata yang dipersyarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit insersi 1

BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I

BAB I

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak

merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata. Kelopak

mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi

oleh selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata

sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus. Pada kelopak terdapat bagian-bagian :

- Kelenjar seperti : Kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjarZeis

pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.

- Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak

atas dan bawah, dan terletak dibawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra

terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbularis

berfungsi menutup bola mata yang dipersyarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang

berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian

menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit

insersi M. Levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini

dipersyarafi oleh N. III yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau

membuka mata.

- Didalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar

didalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada margo palpebra.

- Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan

pembatas isi orbita dengan kelopak depan.

- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh

lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan

jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar meibom (40 di kelopak atas dan 20 pada

kelopak bawah)

- Pembuluh darah yang memperdarahi a. palpebra

1

Page 2: BAB I

- Persyarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal N. V, sedang

kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat dengan

melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang

menghasilkan musin.

Anatomi Sistem lakrimasi

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.

Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,

duktus lakrimal, meatus inferior.

Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :

- Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di tempero antero

superior rongga orbita.

- Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus

lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimalis terletak dibagian depan rongga

orbita. Air mata dari duktus lakrimalis akan mengalir ke dalam rongga hidung

didalam meatus inferior.

2

Page 3: BAB I

Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan

penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis,

maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.

Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat

membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjugtiva tarsal sukar digerakkan dari

tarsus

- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya

- Konjungtiva fornises atau fornik konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan

dibawahnya sehinga bola mata mudah bergerak.

Anatomi Bola Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola mata

dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat

bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

3

Page 4: BAB I

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut

kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.

Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh

ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa

yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan

koroid. Pada iris didapatkan pupil yang disusun oleh 3 susunan otot dapat mengatur

jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersyarafi oleh simpatis,

sedang sfingter iris dan otot siliar dipersyarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang

terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar

yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquous humor), yang

dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan

sklera.

3. lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan

lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan

merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat

rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari

koroid yang disebut ablasi retina.

Lensa

Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan

sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa terletak dibelakang

pupil yang dipegang didaerah ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa

mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat

difokuskan didaerah makula lutea. Lensa terdiri dari 3 lapisan yaitu : kapsul lensa, kortek

lensa, nukleus.

4

Page 5: BAB I

Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea

terdiri atas 5 lapisan, yaitu :

1. lapisan epitel, tebalnya 550 µm, terdiri atas lapisan sel tidak bertanduk, satu sel basal,

sel poligonal dan sel gepeng.

2. Membran Bowman, terletak dibawah membran basal epitel kornea

3. Stroma, menyusun 90% ketebalan kornea. Terdiri atas lamel, merupakan susunan

kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya. Keratosit, sel stroma kornea yang

merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen dalam perkembangan embrio.

4. Membran Descement merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang

stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

5. Endotel, berasal dari mesothelium, berlapis satu bentuknya heksagonal, besar 20 – 40

µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula

okluden.

Anatomi kornea

5

Page 6: BAB I

Gambar . Lapisan Kornea

Retina

Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan

cahaya. Retina terdiri atas lapisan :

6

Page 7: BAB I

1. Lapis Fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai

bentuk ramping dan sel kerucut

2. Membran Limitan Eksterna yang merupakan membran ilusi

3. Lapis Nukleus Luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang

4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller lapis ini

mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel

amakrin dengan ganglion

7. Lapis ganglion yang merupakan lapis badan sel dari pada neuron kedua

8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik.

9. Lapis limitan interna, merupakan membran hialian antara retina dan badan kaca.

Rongga Orbita

Rongga orbita adalah ongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang

membentuk dinding orbita. Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi

rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding

medialnya.

Dinding orbita terdiri atas tulang :

1. Superior : os. frontal

2. Lateral : os frontal, os. zigomatik, ala magna os. sfenoid

3. Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os.palatina

4. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid

7

Page 8: BAB I

Otot Penggerak Bola Mata

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata

bergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.

1. M. Oblik Inferior, dipersyarafi oleh saraf okulomotor. Berfungsi untuk menggerakkan bola

mata ke atas, abduksi dan eksiklotorsi.

2. M. Oblik Superior, dipersyarafi oleh N. IV atau saraf troklear. Berfungsi menggerakkan

bola mata untuk depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.

3. M. Rektus Inferior, dipersyarafi oleh N. III. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk

depresi, ekslotorsi, aduksi

4. M. Rektus Lateral, dipersyarafi oleh N. VI dengan fungsi menggerakkan bola mata

terutama abduksi.

5. M. Rektus Medius, berfungsi untuk menggerakkan mata untuk aduksi

6. M. Rektus Superior, dipersyarafi oleh cabang superior N. III. Berfungsi unruk

menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral, aduksi terutama bila

melihat ke lateral, insiklotorsi.

8

Page 9: BAB I

1.2. Fisiologi Penglihatan

Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima

kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor.

Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan

jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar.

Ada dua macam sel reseptor

pada retina, yaitu sel kerucut (sel

konus) dan sel batang (sel basilus).

Sel konus berisi pigmen

lembayung dan sel batang berisi

pigmen ungu. Kedua macam

pigmen akan terurai bila terkena

sinar, terutama pigmen ungu yang

terdapat pada sel batang. Oleh

karena itu, pigmen pada sel basilus

berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih

pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel

batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.

Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa

protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin

akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam

keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi

gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.

Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan

gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka

terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata

dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan

buta warna.

9

Page 10: BAB I

BAB II

MATA MERAH DENGAN PENGLIHATAN NORMAL

1. Pterigium

a. Definisi

Pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.

Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal

konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak dibagian sentral

atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan

berwarna merah dapat mengenai kedua mata.

b. Etiologi

Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas, namun penyebabnya diduga,

karena :

1. Iritasi kronis akibat debu, kotoran, asap, udara yang panas

2. Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan

3. Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent

c. Epidemiologi

Pterigium umumnya terjadi pada usia 20 – 30 tahun, dan sering ditemukan

didaerah yang beriklim tropis.

d. Klasifikasi pterigium berdasarkan luas perkembangan

Tipe 1

Meluas < 2 mm diatas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker line) dapat

terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis,

meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika memakai

soft contact lense, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas

bersandar pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat

menyebabkan iritasi

10

Page 11: BAB I

Tipe 2

Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan

pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.

Tipe 3

Meluas hingga > 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis). Lesi/jejas yang

luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan

meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan

mata.

Gambar 5. Tampak Jaringan Fibrovaskuler Konjungtiva

e. Gejala Klinis

Pasien tidak mengeluh adanya gejala, tetapi bila pterigium ini sudah menutup

kornea, maka pasien merasa pandangannya terganggu seperti ada bercak yang

mengikutinya. Keluhan subjektif adalah rasa panas, gatal dan mengganjal atau mata

lekas merah dan berair.

f. Diagnosis

Berdasarkan anamnesis pasien tidak mengeluh adanya gejala. Berdasarkan

pemeriksaan fisik tampak adanya selaput pada bagian konjungtiva yang berbentuk

segitiga dengan puncak dibagian sentral, letaknya pada celah kelopak bagian nasal atau

temporal konjungtiva.

g. Penatalaksanaan

11

Page 12: BAB I

Tidak diperlukan pembedahan (bersifat rekurens) dan dilakukan pembedahan

jika terjadi gangguan penglihatan akibat pterigium. Bila terdapat tanda-tanda

peradangan diberikan air mata buatan bila perlu dapat diberi steroid.

2. Pseudopterigium

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering

pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga

konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang

terdekat dengan proses kornea sebelumnya.

Pterigium Pseudopterigium

Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi

Progresifitas Bisa progresif atau stasioner Selalu stasioner

Riwayat Penyakit Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)

Tes Sondase Negatif (-) Positif (+)

Gambar 6. Pseudopterigium

Pseudopterigium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali sangat

mengganggu visus atau alasan kosmetik.

3. Pinguekula atau Pinguekula iritans

Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal

maupun bagian temporal, didaerah celah kelopak mata. Pinguekula banyak dijumpai

pada orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari,

debu, dan angin panas. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan berwarna putih-kuning

keabu-abuan, berupa hipertrofi yaitu penebalan selaput lendir. Secara histologik pada

12

Page 13: BAB I

puncak penonjolan ini terdapat degenerasi hialin. Pinguekula tidak menimbulkan

keluhan, kecuali apabila menunjukkan peradangan sebagai akibat iritasi. Dalam

keadaan iritasi maka dapat disertai keluhan seperti ada benda asing.

Gambar 7. Pinguekula

Penderita umumnya datang ke dokter karena peradangan tersebut, atau karena

penonjolan yang jelas sehingga penderita khawatir akan suatu keganasan atau karena

alasan kosmetik.

Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima bahwa rangsangan luar

mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain

adalah panas, debu, sinar matahari dan sebagainya.

Umumnya pinguekula tidak memerlukan pengobatan. Pinguekula yang

menunjukkan peradangan umumnya diobati untuk menekan peradangannya. Steroid

topikal memberi hasil yang mempercepat redanya peradangan. Mencegah rangsangan

luar dapat dianjurkan.

4. Hematoma Subkonjungtiva

Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah

rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian

antikoagulan, batuk rejan).

Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau

tidak langsung. Disebabkan pecahnya pembuluh darah kecil konjungtiva. Perdarahan

atau pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi akibat radang konjungtiva berat, batuk

keras pada anak-anak atau tusis quinta, kelainan pembuluh darah.

Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh

subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien merasa khawatir sehingga

akan segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi

hitam setelah beberapa lama, seperti pada hematoma umumnya.

13

Page 14: BAB I

Gambar 10. Perdarahan Subkonjungtiva

Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam

waktu 1-3 minggu.

5. Episklera

a. Definisi

Reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan

sklera.

b. Etiologi

Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap

penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid artritis.

c. Epidemiologi

Episklera umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan

dengan penyakit bawaan reumatik.

d. Gejala – gejala

Keluhan pasien dengan episklera berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit

yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang yang

terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus yaitu berupa benjolan setempat

dengan batas tegas dan warna merah ungu dibawah konjungtiva.

14

Page 15: BAB I

Gambar 8. Episkleritis

e. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan :

1) Kemerahan lokal (berwarna merah muda atau keunguan)

2) Infiltrasi

3) Kongesti

4) Edema episklera

5) Konjungtiva palpebra tenang

f. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa:

1) Keratitis superfisialis

2) Skleralitis

g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari penyakit episkleritis ini adalah:

1) Kortikosteroid untuk meredakan peradangan (efektif untuk episkleritis sederhana

dari pada nodular)

2) Obat antiinflamasi nonsteroid oral (setelah gejala terkontrol)

15

Page 16: BAB I

6. Skleritis

a. Definisi

Skeritis adalah radang kronis granulomatosa pada sklera yang ditandai dengan

dekstruksi kolagen, infiltrasi sel dan vaskulitis.

b. Epidemiologi

Biasanya bilateral dan lebih sering terjadi pada wanita.

c. Etiologi

Sebagian besar disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV yang berkaitan

dengan penyakit sistemik.

d. Pembagian

Skleritis dibagi berdasarkan gambaran klinis dan patologisnyA. Ada 2 jenis utama,

yakni:

1) Skleritis anterior

Skleritis anterior dibagi lagi menjadi:

a) Tipe difus

b) Tipe nodular

c) Tipe nekrotikans

Tipe nekrotikans juga dibagi lagi sesuai dengan ada atau tidaknya peradangan

2) Skleritis posterior

a. Gejala klinis

Gejala-gejala yang dapat timbul pada skleritis adalah

1) Rasa sakit berat yang menyebar ke dahi, alis, dan dagu secara terus menerus

2) Mata merah berair

3) Fotofobia

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:

1) Terlihat sklera bengkak

2) konjungtiva kemosis

3) injeksi sklera profunda

16

Page 17: BAB I

4) terdapat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga

Gambar 9. Skleritis

c. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah:

1) Keratitis

2) Uveitis

3) Glaukoma

d. Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan untuk skleritis adalah:

Dimuai dengan obat anti inflamasi non-steroid sistemik, jika timbul respon dalam

1 – 2 minggu atau segera tampak penyumbatan vaskuler harus segera dimulai

terapi steroid sistemik dosis tinggi

7. Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, biasanya dijumpai hiperemi

konjungtiva tarsal dan injeksi konjungtiva. Konjungtivitis dapat disebabkan karena

bakteri, virus, klamidia, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. Gejala

konjungtivitis, meliputi :

Injeksi konjungtivitis

Gejala ini adalah pelebaran arteri konjungtiva posterior yang memberi gambaran

pembuluh darah yang berkelok-kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju

kornea dan ikut bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.

17

Page 18: BAB I

Gambar. Injeksi Konjungtiva

Folikel

Gejala ini adalah kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira 1

mm. Tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu

kemerahan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel naik ke arah puncak folikel.

Dibawah folikel terdapat cairan keruh yang terdiri atas sebukan sel limfoid. Konjungtiva

terutama forniks yang kaya akan jaringan limfoid mudah memberi reaksi pembentukan

folikel. Karena itu iritasi biasa, seperti kena angin debu dapat menyebabkan terbentuknya

folikel di forniks. Adanya beberapa folikel saja pada forniks tidaklah berarti suatu kelainan

yang aktif.

18

Page 19: BAB I

Papil raksasa (Cobble-stone)

Terminologi ini adalah kata berasal dari bahasa Inggris yang berarti batu kerikil, yang

biasanya tampak pada bagian tarsus superior. Cobble-stone berbentuk poligonal tersusun

berdekatan dengan permukaan datar. Pada cobble-stone pembuluh darah berasal dari

bawah sentral.

Gambar. Cobble-stone

Filikten

Adalah tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik dibawah epitel konjungtiva atau

kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami nekrosis. Warna

filikten keputih-putihan, padat dengan permukaan yang tidak rata. Disekitarnya diikuti

pembuluh-pembuluh darah. Filikten umumnya kecil, tetapi sering pula lebih besar dari

1mm. Diatas filikten tidak terdapat pembuluh darah filikten paling sering didapatkan di

limbus.

Membran

Merupakan massa putih padat yang menutupi sebagian kecil sebagian besar atau seluruh

konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa putih ini dapat berupa

endapan sekret, sehingga mudah diangkat, dan ini sering disebut pseudomembran. Selain

itu massa putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa koagulasi dan nekrosis

konjungtiva, sehingga sukar diangkat, disebut membran.

Sikatriks

Yang perlu diketahui, sikatriks yang khas untuk trakhoma adalah berupa garis-garis putih

halus pada konjungtiva tarsalis superior. Apabila sikatriks ini melewati pembuluh darah,

19

Page 20: BAB I

maka pembuluh darah tersebut seolah-olah terputus. Jenis konjungtiva dapat pula ditinjau

dari penyebabnya. Disini akan diuraikan jenis konjungtivitis berdasarkan gambaran klinik:

- Konjungtivitis kataral

- Konjungtivitis purulen, mukopurulen

- Konjungtivitis membran

- Konjungtivitis folikuler (termasuk trakhoma)

- Konjungtivitis vernal

- Konjungtivitis filikten

a. Konjungtivitis Kataral

Etiologi

Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok,

Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks. Bisa juga disebabkan oleh virus,

misalnya Morbili, atau bahan kimia seperti bahan kimia basa (keratokonjungtivitis) atau

bahan kimia yang lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes

Zoster Oftalmik dapat pula disertai konjungtivitis.

Gambaran Klinis

Injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone, tanpa

flikten, terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen (tergantung penyebabnya). Dapat

disertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal.

Pengobatan

Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila penyebabnya

karena infeksi bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin, kloromisetin,

dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaian sulfasetamid atau obat anti-virus

seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.

b. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen

Etiologi

Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang berumur di

bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua kemungkinan

20

Page 21: BAB I

penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonokok atau meningokok) dan golongan

klamidia (klamidia okulogenital)

Gambaran Klinis

Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral. Konjungtivitis

Purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai adanya pseudomembran

sebagai massa putih di konjungtiva tarsal.

Pengobatan

Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif.

Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum

pengobatan.

Antibiotik lokal dan sistemik

AB sistemik pd dewasa :

Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta IU/IV/hr

selama 5 hr + irigasi

AB sistemik pd neonatus :

Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000

IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline

c. Konjungtivitis Membran

Etiologi

Konjungtivitis Membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptokok hemolitik dan infeksi

difteria. Konjungtivitis Pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiperakut, serta

infeksi pneumokok.

21

Page 22: BAB I

Gambaran Klinis

Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada konjungtiva

tarsal dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada dua jenis, yaitu

membran dan pseudomembran.

Gambar. Konjungtivitis Membran

Pengobatan

Tergantung pada penyebabnya. Apabila penyebabnya infeksi Streptokok B hemolitik,

diberikan antibiotik yang sensitif. Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap

jam dan injeksi penisillin sesuai umur, pada anak-anak diberikan penisillin dengan dosis

50.000 unit/KgBB, pada orang dewasa diberi injeksi penisillin 2 hari masing-masing 1.2

juta unit. Untuk mencegah gangguan jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan

antitoksin difteria 20.000 unit 2 hari berturut-turut.

d. Konjungtivitis Folikular

Dikenal beberapa jenis konjungtivitis follikular, yaitu konjungtivitis viral, konjungtivitis

klamidia, konjungtivitis follikular toksik dan konjungtivitis follikular yang tidak diketahui

penyebabnya.

Jenis Konjungtivitis Follikular

1. Kerato-Konjungtivitis Epidemi

Etiologi

Infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari

22

Page 23: BAB I

Gambaran Klinis

Dapat mengenai anak-anak dan dewasa. Gejala radang mata timbul akut dan

selalu pada satu mata terlebih dahulu. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar dan

nyeri tekan, kelopak mata membengkak, konjungtiva tarsal hiperemi, konjungtiva

bulbi kemosis. Terdapat pendarahan subkonjungtiva. Pada akhir minggu pertama

perjalanan penyakit, baru timbul gejala di kornea. Pada kornea terdapat infiltrat bulat

kecil, superfisial, subepitel.

Gejala-gejala subyektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir. Gejala

radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap

berminggu-minggu, berbulan-berbulan bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya

penyakit.

Pengobatan

Tidak terdapat pengobatan yang spesifik, dianjurkan pemberian obat lokal

sulfasetamid atau antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

2. Demam Faringo-Konjungtiva

Etiologi

Penyebab paling sering adalah adenovirus tipe 3

Gambaran Klinis

Lebih sering pada anak daripada orang dewasa. Terdapat demam, disamping tanda-

tanda konjungtivitis follikular akut dan faringitis akut. Kelenjar pre-aurikuler dapat

membesar. Lebih sering mengenai dua mata, kelopak mata membengkak. Dua

23

Page 24: BAB I

minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea, yaitu terdapat

infiltrat bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari setelah timbulnya

konjungtivitis follikular akut.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang spesifik

3. Konjungtivitis Hemorraghik Akut

Etiologi

Penyebabnya adalah Entero-virus 70, masa inkubasinya 1-2 hari

Gambaran Klinis

Timbulnya akut, disertai gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan diikuti

rasa gatal, biasanya dimulai pada satu mata dan untuk beberapa jam atau satu dua hari

kemudian diikuti peradangan akut mata yang lain. Penyakit ini berlangsung 5-10 hari,

terkadang sampai dua minggu.

Gambar. Konjungtivis Hemorragik Akut

Pengobatan

Tidak dikenal obat yang spesifik, tetapi dianjurkan pemberian tetes mata sulfasetamid

atau antibiotik.

4. Konjungtivitis New Castle

Etiologi

Virus New Castle, masa inkubasi 1-2 hari. Konjungtivitis ini biasanya mengenai

orang-orang yang berhubungan dengan unggas, penyakit ini jarang dijumpai.

24

Page 25: BAB I

Gambaran Klinis

Gambaran Klinik : kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan hiperplasi,

tampak folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak pada konjungtiva tarsal

inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahan dan pada konjungtiviis

ini biasanya disertai pembesaran kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan. Sering unilateral.

Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan rasa sakit.

Gambar. Konjungtivitis New Castle

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah

infeksi sekunder.

5. Inclusion Konjungtivitis

Etiologi

Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari

Gambaran Klinis

Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan gambaran ini terdapat

pada orang dewasa dan didapatkan sekret mukopurulen, sedang pada bayi gambaran

kliniknya adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe.

25

Page 26: BAB I

Pengobatan

Diberikan tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau eritromisin

6. Trachoma

Etiologi

Klamidia trakoma

Gambaran Klinis

Gambaran klinik terdapat empat stadium :

1. Stadium Insipiens atau permulaan

Folikel imatur kecil-kecil pada konjungtiva tarsal superior, pada kornea di daerah

limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea

akan lebih jelas apabila diperiksa dengan menggunakan tes flurosein, dimana akan

terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.

2. Stadium akut (trakoma nyata)

Terdapat folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior, beberapa folikel matur

berwarna abu-abu

3. Stadium sikatriks

26

Page 27: BAB I

Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat seperti

garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata.

4. Stadium penyembuhan

trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan

Pengobatan

Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila perlu

dapat diberikan juga sulfonamid oral.

b. Konjungtivitis Vernal

Etiologi

Kemungkinan suatu konjungtivitis atopik

Gambaran Klinis

Gejala subyektif yang menonjol adalah rasa sangat gatal pada mata, terutama bila berada

dilapangan terbuka yang panas terik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan konjungtivitis

dengan tanda khas adanya cobble-stone di konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya

terdapat pada kedua mata, tetapi bisa juga pada satu mata. Sekret mata pada dasarnya

mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder.

Gambar. Konjungtivitis Vernal

Pengobatan

Kortikosteroid tetes atau salep mata.

27

Page 28: BAB I

c. Konjungtivitis Flikten

Etiologi

• Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu (hipersensitivitas

tipe IV).

• Gizi buruk dan sanitasi yg jelek merupakan faktor predisposisi

• Lebih sering ditemukan pd anak-anak

Gejala

Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat juga

dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal dan kornea. Penyakit ini dapat mengenai

dua mata dan dapat pula mengenai satu mata. Dan sifatnya sering kambuh. Apabila flikten

timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan penglihatan. Apabila

peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus menerus sampai berakibat

eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa seperti berpasir dan silau.

Pengobatan

Usahakan mencari penyebab primernya

Diberikan Kortikosteroid tetes mata/salep

Kombinasi antibiotik + kortikosteroid dianjurkan mengingat kemunginan terdapat infeksi

bakteri sekunder.

d. KONJUNGTIVITIS SIKA

Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya

permukaan konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal.

Etiologi

Terjadi pada penyakit-penyakit yang menyebabkan defisiensi komponen lemak air mata,

kelenjar air mata, musin, akibat penguapan berlebihan atau karena parut kornea atau

hilangnya mikrovili kornea. Bila terjadi bersama atritis rheumatoid dan penyakit autoimun

lain, disebut sebagai sindrom sjogren.

28

Page 29: BAB I

Manifestasi Klinis

Gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala

sekresi mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering,

dan terdapat erosi kornea. Pada pemeriksaan tedapat edema konjungtiva bulbi, hiperemis,

menebal dan kusam. Kadang tedapat benang mucus kekuning-kuningan pada forniks

konjungtiva bawah. Keluhan berkurang bila mata dipejamkan.

Komplikasi

      Ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi kornea.

Penatalaksanaan

Diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya.

Sebaiknya diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea

dan dapat menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk

mengurangi drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug

kolagen. 

29