Upload
rzkyln
View
49
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Filsafat dibagi menjadi 4 babakan yakni Filsafat klasik, filsafat abad pertengahan
filsafat modern dan filsafat kontemporer. Filsafat klasik di dominasi oleh
rasionalisme, filsafat abad pertengahan didominasi dengan doktrin-doktrin agama
Kristen selanjutnya filsafat modern didominasi oleh rasionalisme sedangkan filsafat
kontemporer didominasi oleh kritik terhadap filsafat modern.
Kita akan memfokuskan pembahasan dalam makalah ini mengenai filsafat
kontemporer, banyak istilah dalam penyebutan babakan filsafat ini diantaranya filsafat
kontemporer, filsafat pasca modern, filsafat posmo dll.
Filsafat barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat
modern, hal ini dapat terungkap dalam istilah dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh
filsafat kontemporer ini adalah rasionalisme yang digunakan untuk membangun
seluruh isi kebudayaan dunia barat,
Tokoh-tokoh besar banyak bermunculan pada abad XX ini seperti Arkoun,
Derrida, Foucault, Wittgenstein dll. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya
Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Nietzsche adalah tokoh
pertama yang sudah menyatakan ketidak puasannya terhadap dominasi atau
pendewaan rasio pada tahun 1880an[1] . jadi menurutnya tokoh the pertama filsafat
dekontruksi adalah Nietzsche. Dengan alasan pada tahun 1880an Nietzsche
menyatakan bahwa budaya Barat telah berada di ambang kehancuran karena terlalu
mendewakan rasio, kemudian baru tahun 1990 Capra juga mengatakan demikian.[2]
Rasionalisme Filsafat modern perlu di dekonstruksi menurut Ahmad Tafsir karena
ia Filsafat yang keliru dan juga keliru cara penggunaannya, akibatnya budaya Barat
menjadi hancur. Renaisans yang secara berlebihan mendewakan rasio manusia.
Mencerminkan kelemahan manusia modern.[3]Akibatnya timbullah kecenderungan
untuk menyisihkan seuruh nilai dan norma yang berdasarkan agama dalam
memandang kenyataan hidup, sehingga manusia modern yang mewarisi sikap
positivistic cenderung menolak keterkaitan antara substansi jasmani dan rohani
manusia, mereka juga menolak adanya hari akhirat, akibatnya manusia terasing tanpa
batas, kehilangan orientasi dan sebagai konsekuensinya lahirlah trauma kejiwaan
dan ketidakstabilan hidup.
Perlu diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena
profesionalisme yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli
dibidang Matematika, Fisika, Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga
banyak pemikiran lama dihidupkan kembali seperti neothomisme, neokantianisme,
neopositivisme dan sebagainya.
Dimasa ini Prancis, Inggris dan Jerman tetap merupakan Negara-negara yang
paling depan dalam filsafat, sehingga pada umumnya orang membagi periodisasi
Filsafat Barat Kontempoter menjadi dua, pertama filsafat kontinental meliputi Prancis
dan Jerman, kedua Filsafat Anglosakson meliputi Inggris.
Aliran-aliran yang muncul pada abad ini adalah Pragmatisme, vitalisme,
Fenomenologi, Eksistensialisme, Filsafat Analitis (filsafat bahasa), Strukturalisme dan
Postmodernisme.
1.2 TUJUAN
Dari penjelasan makalah ini kami sebagai penulis bertujuan untuk memenuhi
tugas makalah Manajemen & Bisnis di samping itu untuk memperdalam pemahaman
mahasiswa agar mempunyai wawasan yang luas tentang Manajemen Kontemporer.
1.3 METODE PENULISAN
Penyusun memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan
makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, juga dari media
media lain seperti e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil dari
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Ilmu Manajemen
A. Pioneer Ilmu Manajemen Modern
Robert Owen (1771-1858)
Perlunya SDM dan Kesejahteraan Pekerja dalam sebuah organisasi
Charles Babbage (1792-1871)
Pentingnya Efisiensi dalam kegiatan Produksi, khususnya dalam penggunaan
fasilitas dan material produksi
B. Tiga Kelompok Pemikiran Terdahulu dalam Ilmu Manajemen
Perspektif Manajemen Klasik
- Kelompok Manajemen Ilmiah atau Saintifik
- Perusahaan manufaktur, Bank Umum, Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Ritel, dll
- Kelompok Manajemen Administrasi
Perspektif Manajemen Perilaku
- Studi Howthorne
- Teori Relasi Manusia
- Teori Perilaku Kontemporer
Perspektif Manajemen Kuantitatif
- Kelompok Manajemen Sains
- Kelompok Manajemen Operasi
C. Perspektif Manajemen Klasik
Kelompok Manajemen Ilmiah atau Saintifik
a. Frederich W Taylor (1856-1915)
- Time and Motion Studies, Piecework pay system,
- Empat Prinsip dasar Manajemen Ilmiah
b. Frank Gilberth (1868-1924) dan Lilian Gilberth (1878-1972)
Efisiensi dalam Produksi, Psikologi Industri, dan Manajemen SDM
c. Henry L Gant (1861-1919)
Empat Gagasan Peningkatan Manajemen,Gantt Chart
d. Harrington Emerson (1853-1931)
14 Prinsip Efisiensi
D. 4 Prinsip Taylor dalam Tahapan
E. Empat Gagasan Gantt dalam Manajemen
• Kerjasama yang saling menguntungkan antara tenaga kerja dan pimpinan
• Seleksi ilmiah tenaga kerja atau karyawan
• Sistem insentif untuk merangsang produktifitas karyawan dan organisasi
• Penggunaan instruksi-instruksi kerja yang terperinci
F. 12 Prinsip Efisiensi Emerson:
1. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan jelas
2. Kegiatan yang dilakukan harus masuk akal dan realistis
3. Adanya staff yang memiliki kualifikasi yang tepat
4. Adanya kedisiplinan
5. Diberlakukannya pemberian kompensasi yang adil
6. Perlu adanya laporan dari setiap kegiatan secara tepat, akurat, dan terpercaya,
sehingga diperlukan semacam sistem informasi atau akuntansi.
7. Adanya kejelasan dalam pemberian perintah, perencanaan dan pembagian
kerja.
8. Adanya penetapan standar dari setiap pekerjaan, baik dari segi kualitas kerja
maupun waktu pengerjaan
9. Kegiatan operasional harus juga distandardisasikan
10. Kondisi pekerjaan perlu distandardisasi
11. Instruksi-instruksi praktis tertulis harus dibuat secara standar
12. Sebagai kompensasi atas efisiensi, perlu dibuat rencana pemberian insentif
G. 14 Prinsip Fayol dalam Manajemen
1. Pembagian Kerja – yaitu adanya spesialisasi akan meningkatkan efisiensi
pelaksanaan kerja.
2. Wewenang – yaitu adanya hak untuk memberi perintah dan dipatuhi.
3. Disiplin – harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan
organisasi.
4. Kesatuan Perintah – bahwa setiap pekerja hanya menerima instruksi tentang
kegiatan tertentu dari hanya seorang atasan.
5. Kesatuan Pengarahan – kegiatan operasional dala organisasi yang memiliki
tujuan yang sama harus diarahkan oleh seorang manajer dengan penggunaan
satu rencana.
6. Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum –
kepentingan perseorangan harus diupayakan agar senantiasa dibawah
kepentingan organisasi. Artinya prioritas harus didahulukan untuk kepentingan
bersama daripada kepentingan pribadi.
7. Keadilan – Perlakuan dalam organisasi harus sama dan tanpa ada
diskriminasi.
8. Sentralisasi – adanya keseimbangan antara pendekatan sentraliasi dengan
desentralisasi.
9. Garis wewenang (scalar system) – adanya garis wewenang dan perintah yang
jelas.
10. Order – sumber daya organisasi termasuk sumber daya manusianya, harus ada
pada waktu dan tempat yang tepat. Penempatan orang-orang harus sesuai
dengan pekerjaan yang akan dikerjakan.
11. Balas jasa – kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan harus adil baik
bagi karyawan maupun pemilik.
12. Stabilitas Staf dalam Organisasi – perlu adanya kestabilan dalam menjalankan
organisasi, tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat.
13. Inisiatif – setiap pekerja harus diberi kesempatan untuk mengembangkan
dirinya dan diberi kebebasan untuk merencanakan dan menjalankan tugasnya
secara kreatif walaupun memungkinkan terjadi kesalahan.
14. Esprit de Corps (semangat korps) – Prinsip ini menekankan bahwa pada
dasarnya kesatuan adalah sebuah kekuatan. Pelaksanaan operasional
organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan, dan rasa memiliki dari para
anggota yang tercermin pada semangat korps/kebersamaan.
H. Kesimpulan mengenai Perspektif Manajemen Klasik
- Kontribusi Manajemen Klasik
- Spesialisasi pekerjaan
- Studi mengenai masa dan beban kerja
- Metode ilmiah dalam manajemen
- Dikenalnya fungsi-fungsi manajemen
- Prosedur dan Birokrasi
- Keterbatasan Manajemen Klasik
- Kurang memperhatikan aspek kemanusiaan dari pekerja, seperti motif, tujuan,
perilaku, dan lain sebagainya
I. Perspektif Manajemen Perilaku
Hugo Munstberg (1863-1916)
Pentingnya pemahaman psikologis khususnya motivasi para pekerja
Studi Howthorne (Elton Mayo)
a. Teori Perhatian (Attention Theory)
Pekerja akan menunjukkan produktifitas berdasarkan faktor penerimaan
sosial
b. Teori Penerimaan Sosial (Social Acceptance Theory)
Pekerja akan lebih produktif jika merasa diperhatikan
c. Teori Relasi Manusia
- Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
- Teori X dan Y dari Douglas Mc Gregor
d. Teori Perilaku Kontemporer
- Perhatian pada perilaku pekerja yang disebabkan oleh faktor psikologis,
sosiologis, antropologis, dan lan sebagainya
- Melahirkan konsentrasi ilmu Perilaku Organisasi
J. Perspektif Manajemen Kuantitatif
Kelompok Manajemen Sains
Pengenalan penggunaan model matematis dalam kegiatan bisnis dan industri,
seperti penentuan jumlah Teller dalam sebuah Bank (kasus Bank of England),
peramalan atas volume penjualan, dan lain sebagainya
Kelompok Manajemen Operasi
- Lanjutan dari kelompok Manajemen Sains
- Adanya fokus pada pendekatan kuantitatif untuk peningkatan efisiensi
- Dikenalnya pendekatan Analisa Break Even, Queuing Theory, dll
2.2 Teori Manajemen Kontemporer
A. Perspektif Sistem dalam Manajemen
Open System, Sub-Sistem, Sinergi dan Entropi
Perspektif Sistem dalam Manajemen
Perspektif Sistem dalam Manajemen
- Sistem terbuka adalah sistem yang melakukan interaksi dengan lingkungan dimana
kebalikannya, sistem tertutup tidak melakukan interaksi dengan lingkungan.
- Sub-sistem merupakan elemen-elemen dalam sistem organisasi atau manajemen
yang satu sama lainnya saling berkaitan.
- Sinergi adalah konsep yang menjelaskan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan secara
bersama-sama akan memberikan hasil yang lebih baik daripada jika hanya
dikerjakan oleh seorang saja.
- Entropi adalah kondisi dimana organisasi mengalami penurunan produktifitas dan
kualitasnya disebabkan ketidakmampuan dalam membaca dan beradaptasi dengan
lingkungan.
B. Perspektif Kontingensi dalam Manajemen
There is no such things as one best and general way on management
2.3 Perkembangan Manajemen Masa Kini
Perkembangan dunia yang pesat akhir-akhir ini juga mempengaruhi sektor
manajemen. Revolusi informasi yang merupakan fondasi revolusi kehidupan yang lain
telah memaksa para manajer untuk mengubah pendekatan manajemen yang ccok untuk
diterapkan di dunia bisnis yang serba berubah ini.
Adanya era globalisasi bisnis dan liberalisasi hampir disemua bidang perekonomian
menyebabkan batas antar negara dan budaya semakin kabur (borderless nation)
Perkembangan Manajemen Masa Kini, Pandangan / pendekatan baru terhadap ilmu
manajemen tersebut kita sebut sebagai “manajemen kontemporer”
Artinya : Perubahan terhadap cara-cara pengelolaan persusahaan yang mau tidak
mau harus diperhatikan oleh setiap perusahaan dimanapun ia berada.
Situasi perekonomian dan tingkat persaingan yang semakin tinggi memaksa
perusahaan untuk berbuat sesuatu guna mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2.4 Model Manajemen Kontemporer
A. MODEL TIPE Z (William G. Ochi)
Teori Z adalah sebuah pendekatan manajemen berdasarkan kombinasi dari
Amerika dan Jepang dan filosofi manajemen yang ditandai, antara lain, jangka
panjang pekerjaan tetap, pengambilan keputusan secara konsensus, evaluasi dan
promosi lambat prosedur, dan tanggung jawab individu dalam konteks kelompok.
Teori Z lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau karyawan dalam
perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman, betah, senang dan
merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan.
Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien
dalam melakukan pekerjaannya. Semangat Dr. William Ouchi dengan theory Z nya
adalah membangun loyalitas pekerja melalui mind set pekerjaan seumur hidupnya itu.
Perbedaan dari sistem kerja di organisasi Jepang dan Amerika
Organisasi Amerika:
1. Masa kerja jangka pendek (short-term employment)
2. Evaluasi dan promosi yang cepat
3. Jalur karir yang terspesialisasi
4. Mekanisme kontrol yang eksplisit
5. Pengambilan keputusan secara individual
6. Tanggung jawab individual
7. Keprihatinan tersegmentasi (segmented concern)
Organisasi Jepang:
1. Masa kerja seumur hidup (lifetime employment)
2. Evaluasi dan promosi yang lambat
3. Jalur karir yang tidak terspesialisasi
4. Mekanisme kontrol yang implisit
5. Pengambilan keputusan secara kolektif
6. Tanggung jawab kolektif
7. Keprihatinan keseluruhan (wholistic concern)
Jadi bisa kita lihat bahwa Teori Z merupakan pendekatan manajemen yang
menggabungkan filosofi manajemen Jepang dengan budaya Amerika. Walaupun
diadopsi dari Jepang, tetapi teori ini tidak myrni bentuk manajamen Jepang.
Seperti bisa kita lihat teori Z menganut tanggung jawab individual, dan konsep
tersebut merupakan serapan dari manajemen budaya Amerika.
Teori Z juga menekankan perkembangan hubungan kepercayaan (trust
relationship) antara pemimpin dan yang dipimpin. Penekanan itu didasarkan pada
asumsi bahwa motivasi orang pertama-tama bersifat internal. Namun, perasaan-
perasaan itu harus diperkuat oleh komitmen jelas terhadap karyawan dari pihak
majikan/pimpinan.
Teori Z melihat pengambilan keputusan kolektif dan tanggung jawab
kelompok memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi tercapainya kinerja
puncak. Hal itu terjadi lewat penciptaan rasa aman, yang memungkinkan para
karyawan membangkitkan ide-ide baru tanpa takut ditolak atau takut gagal.
Ciri Perusahaan Yang Menerapkan Teori Z
1. Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual dan mengakui
prestasi individu.
2. Karena tanggung jawab bersifat individu maka karyawan bebas bekerja
menggunakan keterampilan yang dimilikinya.
3. Karyawan dipekerjakan seumur, agar terjadinya rasa aman dan loyalitas
terhadap perusahaan.
4. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka.
Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan
pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena
mendapat dukungan dari mayoritas pekerja.
5. Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan
promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan
para karyawan.
B. GERAKAN EKSELENSI
Thomas J. Peters & Robert H. Waterman, mengatakan bahwa, perusahaan-
perusahaan tertentu yang “ekselen” atau merekan yang memiliki kesuksesan yang
telah berlangsung dalam jangka panjang, melakukan banyak hal secara sistematik
yang membuat mereka terpisah dari perusahaan lain.
Karakteristik dasar yang mingkin memicu ekselensi :
a. Melakukan sesuatu tepat pada waktunya
b. Tetap dekat dengan konsumen
c. Mempromosikan otonomi dan kewirausahaan
d. Memaksimalkan produktivitas pekerja
e. Menggunakan pendekatan hand-on bagi manajemen
f. Melakukan yang terbaik dan diketahui perusahaan
g. Mempertahankan struktur organisasi yang sederhana
C. TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Menyeluruh adalah
suatu konsep manajemen yang telah dikembangkan sejak lima puluh tahun lalu dari
berbagai praktek manajemen serta usaha peningkatan dan pengembangan
produktivitas.
Di masa lampau, literatur manajemen berfokus pada fungsi-fungsi kontrol
kelembagaan, termasuk perencanaan, pengorganisasian, perekrutan staf,
pemberian arahan, penugasan, strukturisasi dan penyusunan anggaran.
Konsep manajemen ini membuka jalan menuju paradigma berpikir baru yang
memberi penekanan pada kepuasan pelanggan, inovasi dan peningkatan mutu
pelayanan secara berkesinambungan.
Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya "perubahan paradigma" adalah
menajamnya persaingan, ketidak-puasan pelanggan terhadap mutu pelayanan dan
produk, pemotongan anggaran serta krisis ekonomi. Meskipun akar TQM berasal
dari model-model perusahaan dan industri, namun kini penggunaannya telah
merambah sturuktur manajemen, baik di lembaga pemerintah maupun lembaga
nirlaba.
TQM memperkenalkan pengembangan proses, produk dan pelayanan sebuah
organisasi secara sistematik dan berkesinambungan. Pendekatan ini berusaha untuk
melibatkan semua pihak terkait dan memastikan bahwa pengalaman dan ide-ide
mereka memiliki sumbangan dalam pengembangan mutu.
Ada beberapa prinsip-prinsip fundamental yang mendasari pendekatan semacam
itu, seperti mempromosikan lingkungan yang berfokus pada mutu; - dimana
terdapat komunikasi terbuka dan rasa kepemilikan pegawai - sistem penghargaan
dan pengakuan; pelatihan dn pendidikan terus menerus, dan pemberdayaan
pegawai.
Penerapan TQM adalah suatu proses jangka panjang dan berlangsung terus
menerus, karena budaya suatu organisasi sangatlah sulit untuk dirubah. Faktor-
faktor yang membentuk budaya organisasi seperti struktur kekuasaan, sistem
administrasi, proses kerja, kepemimpinan, predisposisi pegawai dan praktek-
praktek manajemen berpotensi untuk menjadi penghambat perubahan.
Terkadang kekuasaan paling penting di sektor publik tidak ditemukan dalam
organisasi, tetapi lebih sering terdapat pada sistem yang lebih besar. Sebagai
contoh, sistem pendidikan, personalia, peraturan dan anggaran berada di luar
kekuasaan organisasi sektor publik.
Selain hambatan-hambatan yang berada di luar ruang lingkup sebuah organisasi,
terdapat kendala lain yang khas di setiap organisasi, seperti kurangnya
akuntabilitas terhadap pelanggan, tidak jelasnya visi dan misi, penolakan terhadap
perubahan dan lemahnya komitmen di kalangan manajer senior untuk menerapkan
TQM.
Potensi keberhasilan TQM sudah nampak dan dampaknya pun bisa diperlihatkan,
sekarang yang dibutuhkan adalah keputusan untuk melaksanakan TQM. Hal ini
mestinya menjadi bagian dari suatu strategi untuk meningkatkan komitmen
lembaga- lembaga publik untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
D. International Organization for Standardization (ISO) 9000 – 14000
Adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari
badan standardisasi nasional setiap negara.
Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial
dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada
awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi
internasional untuk apa saja.
Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran
kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya.
Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil
anggotanya dari 130 negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub
Komite (SC) dan Kelompok Kerja (WG).
Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk:
Meningkatkan citra perusahaan
Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan
Meningkatkan efisiensi kegiatan
Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan,
pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act)
Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam hal pengelolaan lingkungan
Mengurangi risiko usaha
Meningkatkan daya saing
Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak
yang berkepentingan
Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal
ISO 14000
ISO 14000 adalah standar internasional tentang sistem manejemen lingkungan
(Rothery, 1995) yang sangat penting untuk di ketahui dan di laksanakan oleh
seluruh sektor industri.
ISO 9000
Ada berbagai macam seri dari ISO 9000 yang memiliki standar, pedoman, dan
laporan yang terangkum di dalamnya. Seri ISO 9000 terdiri dari: (Suardi, 2003, p.
33-34)
• ISO 9000:2000: Dasar dan Kosakata Sistem Manajemen Mutu
• ISO 9001:2000: Persyaratan Sistem Manajemen Mutu
• ISO 9004:2000: Pedoman untuk Kinerja Peningkatan Sistem Manajemen Mutu
• ISO 19011: Pedoman Audit Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan
E. REKAYASA ULANG PROSES BISNIS ( Business Process Reengineering )
Menurut Hammer dan Champy, (1993) seperti disebutkan oleh Sitorus dan Nasution
(2007), rekayasa ulang proses bisnis adalah proses berpikir kembali (rethinking) dan
proses perancangan kembali (redesign) secara mendasar (fundamental) untuk
memperoleh perbaikan yang memuaskan atas kinerja perusahaan yang mencakup
cost, quality, delivery, service, and speed dengan pengukuran yang teliti atau
kontemporer.
Menurut Manganelli dan Klein (1994:7): "Reengineering is the rapid and radical
redesign of strategic, value–added business process and the systems, policies and
organizational structures that support them – to optimize the work flows and
productivity in an organization."
1. Process, yaitu serangkaian aktivitas yang mengubah masukan menjadi keluaran.
Terdapat tiga aktivitas dalam proses yaitu:
o Value–adding activities, aktivitas untuk menghasilkan nilai tambah
o Hand–off activities, Aktivitas yang memindahkan aliran kerja dengan
melewati hambatan-hambatan fungsional, departemental atau
organisasional
o Control activities, aktivitas yang tercipta untuk mengendalikan Hand–off
activities.
2. Strategic and value added. Target utama rekayasa ulang proses bisnis adalah
strategi dan nilai tambah. Untuk memaksimalkan tingkat pengembalian investasi
dalam rekayasa ulang, perusahaan mulai memfokuskan pada proses yang
terpenting dalam perusahaan, yaitu tidak hanya strategi dan nilai tambah tetapi
keseluruhan system, kebijakan dan struktur organisasi yang mendukung proses.
3. Optimization of work flow and productivity in organization, yaitu
meningkatkan produktivitas, pangsa pasar, pendapatan, tingkat pengembalian
investasi dan asset. Rekayasa ulang proses bisnis dapat diukur dari pengurangan
biaya per unit.
4. Rapid, radical and redesign. Rekayasa ulang harus dilaksanakan secara cepat
dan radikal serta merancang kembali proses bisnis untuk menghilangkan
aktivitas yang tidak perlu.
Rekayasa ulang proses bisnis mencoba untuk memisahkan proses lama dengan proses
baru tentang bagaimana mengorganisasikan dan memperlakukan bisnis. Hal ini
mencakup penggantian metode lama dan mencari metode baru untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan.
Tujuan Rekayasa Ulang Proses Bisnis
Tujuan rekayasa ulang proses bisnis adalah bagaimana membuat semua proses yang
ada dalam organisasi menjadi yang terbaik di kelasnya (Soumitra, D., 1999). Tujuan
rekayasa ulang proses bisnis menurut Andrews dan Stalick, (1994:8) seperti
disebutkan oleh Sitorus M. & Nasution (2007), adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghasilkan barang atau jasa
yang khusus serta mempertahankan produksi massal.
2. Meningkatkan kepuasan atas barang atau jasa sehingga pelanggan akan memilih
barang atau jasa perusahaan daripada perusahaan pesaing.
3. Membuat lebih mudah dan menyenangkan bagi pelanggan untuk melakukan
bisnis dengan perusahaan.
4. Memutuskan batasan organisasional, membawa pelanggan kepada saluran
informasi melalui komunikasi, jaringan dan teknologi komputer.
5. Mempercepat waktu respon kepada pelanggan, mengeleminasi kesalahan dan
ketidakpuasan, serta mengurangi pengembangan barang atau jasa dalam waktu
siklus pabrik.
6. Memproses permintaan pelanggan yang lebih dan peningkatan volume dari
setiap pelanggan serta menetapkan harga "value–driven" untuk pelanggan tanpa
mengurangi profitabilitas.
7. Memperbaiki kualitas kerja dan kemampuan individu dalam memberikan
kontribusi pada perusahaan.
8. Memperbaiki pembagian dan kegunaan pengetahuan organisasi sehingga
organisasi tidak tergantung pada keahlian beberapa orang saja.
F. DOWNSIZING ( Perampingan )
Istilah “ramping” dewasa ini bukan hanya diperuntukkan dalam mengartikan
penurunan berat badan seseorang, istilah ini bahkan sudah lazim digunakan
perusahaan terhadap cara me-manage sumber dayanya. Perubahan lingkungan
yang begitu cepat dan pesat, tingkat persaingan yang begitu intens mau tidak
mau mengharuskan perusahaan untuk mengadaptasikan perubahan tersebut
dalam hal merubah cara me-manage mereka secara radikal.
Isu-isu mengelola karyawan dalam jumlah yang sedikit, tingkat manajemen
yang datar merupakan praktek-praktek perampingan (atau lebih dikenal dengan
istilah “downsizing”) yang terjadi di dalam perusahaan akhir-akhir ini.
Umumnya langkah perampingan (downsizing) yang dilakukan oleh perusahaan
adalah dalam rangka menyehatkan kembali perusahaan dalam rangka
menciptakan “low cost production”.
Hal ini harus dilakukan perusahaan karena stabilitas dan prediktabilitas bisnis
telah digantikan oleh ketidakpastian, kompleksitas dan persaingan yang semakin
intens. Siap tidak siap perubahan-perubahan tersebut berdampak secra langsung
bagi perusahaan, sehingga mengharuskan perusahaan untuk mengubah cara-cara
pengelolaan agar dapat survive dan bersaing.
Downsizing merupakan salah satu opsi yang dapat dilaksanakan perusahaan
dalam mengubah cara pengelolaan karyawan yang lebih sedikit dan tingkat
manajemen yang lebih datar. Misalnya, untuk mengurangi biaya produksi yang
terlalu tinggi salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan
mengurangi jumlah karyawannya. Upaya ini sangat logis untuk dilakukan
karena, umumnya biaya produksi suatu perusahaan terdiri dari biaya tetap (fixed
costs) dan biaya variabel (variable costs).
Dari kedua biaya ini biaya tetap mempunyai komposisi yang lebih besar dari
pada biaya variabel, sehingga langkah efesiensi biaya akan terasa langsung
apabila perusahaan dapat memangkas sebagian besar biaya tetap. Sebagian besar
alokasi biaya tetap adalah biaya kompensasi karyawan, hal inilah yang menjadi
dasar mengapa perusahaan mengambil tindakan yang tidak populer dengan
mengurangi jumlah karyawannya.
Menurut Schuler dan Jackson apabila perusahaan terpaksa melakukan
perampingan, maka perampingan yang dilakukan harus mempunyai aturan-
aturan dan kriteria-kriteria tertentu. Hal ini dilakukan agar perampingan yang
dilakukan untuk menyehatkan kembali perusahaan tidak menimbulkan efek
komplikasi. Pimpinan perusahaan mempunyai peran yang sangat menentukan
bagi keberhasilan proses downsizing.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pimpinan perusahaan sebelum melakukan
proses downsizing adalah:
Pertama, sebaiknya pimpinan perusahaan melakukan proses sosialisasi kepada
seluruh karyawan terhadap alasan mengapa downsizing dilakukann. Hal ini perlu
dilakukan agar terciptanya pemahaman antara karyawan dan pihak pimpinan,
sehingga menimbulkan proses negosiasi (misalnya: apakah karyawan hanya
diberhentikan sementara sampai tingkat produktivitas perusahaan kembali stabil,
menyarankan pensiun dini bagi karyawan , ataupun program-program lainnya) ,
sehingga diharapkan karyawan dapat memahami serta menerima keputusan pihak
pimpinan melakukan downsizing.
Langkah kedua adalah menetapkan kriteria-kriteria karyawan yang akan
diberhentikan berdasarkan evaluasi kerja (performance appraisall) dimana
evaluasi dilakukan menggunakan deskripsi pekerjaan (job description),
spesifikasi pekerjaan (job spesification) dan standar kerja (work standard). Data-
data dari proses produksi (seperti perbandingan kualitas dan kuantitas kerja
karyawan terhadap standar kerja) , data-data personalia (tingkat kehadiran
karyawan, keterlambatan, masa kerja karyawan) dapat juga digunakan sebagai
informasi pendukung dalam kriteria pengambilan keputusan downsizing. Hal ini
perlu dipertimbangkan agar proses downsizing dilakukan secara adil, bukan
berdasarkan like and dislike dari pihak pimpinan perusahaan, serta menjamin
karyawan yang tinggal dalam perusahaan benar-benar merupakan karyawan yang
handal.
Langkah terakhir yang perlu menjadi pertimbangan pihak pimpinan perusahaan
dalam melakukan downsizing agar tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang ada
di dalam perusahaan (Standard Operation Procedure) maupun melanggar
undang-undang ketenaga kerjaan.
Langkah downsizing merupakan keputusan sulit yang harus dilakukan oleh pihak
pimpinan perusahaan dalam upaya menyelamatkan perusahaan dari kepailitan,
sehingga diperlukan “kebesaran hati” dari semua pihak yang ada di dalam
perusahaan untuk memahami mengapa tindakan ini harus ditempuh.
Namun di satu sisi downsizing juga akan berdampak kepada tatanan ekonomi
makro dengan meningkatnya angka pengangguran, tingkat kemiskinan yang juga
dapat meluas merusak tatanan bermasyarakat melalui peningkatan angka
kriminalitas. Oleh karena itu, pihak pimpinan perusahaan diharapkan telah
menganalisis dan memikirkan secara seksama dan bijaksana sebelum keputusan
downsizing dilaksanakan.
G. ORGANISASI JEJALA (Networking Organization)
Perusahaan harid memiliki fungsi utama (produksi, pemasaran, dsb) agar dapat
dijalankan kegiatan perusahaan.
Fungsi utama organisasi jejala tidak harus dimilikinya sendiri, tetapi dapat
dilakukan oleh perusahaan lain, yaitu atas dasar kontrak.
Perusahaan dengan struktur organisasi jejala ini cukup dikendalikan oleh beberapa
eksekutif saja, yang bertugas mengatur dan mengkoordinir para subkontraktor
perusahaan, dan membuat strategi tingkat perusahaan guna menjadi perusahaan global
jika memungkinkan.
H. KAIZEN
Merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang bermakna "perbaikan
berkesinambungan". Filsafat kaizen berpandangan bahwa hidup kita hendaknya
fokus pada upaya perbaikan terus-menerus.
Pada penerapannya dalam perusahaan, kaizen mencakup pengertian perbaikan
berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerjanya, dari manajemen tingkat
atas sampai manajemen tingkat bawah.
Dalam kaizen manajemen memiliki dua fungsi utama :
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan teknologi, sistem manajemen, dan standar operasional yang
ada sekaligus menjaga standar tersebut melalui pelatihan serta disiplin dengan tujuan
agar semua karyawan dapat mematuhi prosedur pengoperasian standar (Standard
Operating Procedure-SOP) yang telah ditetapkan.
Perbaikan
Kegiatan yang diarahkan pada meningkatkan standar yang ada.
Kedua fungsi tersebut disimpulkan sebagai Pemeliharaan dan Perbaikan
Standar. Perbaikan ini sendiri dapat terbagi menjadi kaizen dan inovasi. Kaizen
bersifat perbaikan kecil yang berlangsung oleh upaya berkesinambungan,
sedangkan inovasi merupakan perbaikan drastis sebagai hasil dari investasi
sumber daya berjumlah besar dalam teknologi atau peralatan.
Kaizen menekankan pada upaya manusia, moral, komunikasi, pelatihan, kerja
sama, pemberdayaan dan disiplin diri, yang merupakan pendekatan peningkatan
berdasarkan akal sehat, berbiaya rendah.
Komitmen Kualitas
Sasaran akhir kaizen adalah tercapainya Kualitas, Biaya, Distribusi (Quality,
Cost, Delivery- QCD), sehingga pada praktiknya kaizen menempatkan kualitas
pada prioritas tertinggi. Kaizen mengajarkan bahwa perusahaan tidak akan
mampu bersaing jika kualitas produk dan pelayanannya tidak memadai, sehingga
komitmen manajemen terhadap kualitas sangat dijunjung tinggi. Kualitas yang
dimaksud dalam QCD bukan sekedar kualitas produk melainkan termasuk
kualitas proses yang ditempuh dalam menghasilkan produknya.
Orientasi Proses
Kaizen menekankan bahwa tahap pemrosesan dalam perusahaan harus
disempurnakan agar hasil dapat meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa
filsafat ini mengutamakan proses. Dalam kaizen dipercaya bahwa proses yang
baik akan memberikan hasil yang baik pula.
Kaizen, Prinsip Kerja ala Jepang
Tahukah Anda, banyak pemimpin perusahaan/manajer
yang merasa sudah puas dengan sistem perusahaannya,
yang dirasakan sudah berjalan dengan baik. Para
pemimpin dan manajer itu berpikir, "Kalau sistem
perusahaan saya tidak rusak, mengapa harus diganti
dengan yang baru? Untuk saat ini, kita cukup bekerja
dengan mengikuti arus saja!“.
Nah, menurut Kaizen, perubahan zaman terjadi setiap
saat. Kita perlu melakukan inovasi (secara proporsional dan profesional) untuk
beradaptasi dengannya.
Penerapan Kaizen
Dalam menerapkan Kaizen, para pemimpin
perusahaan/organisasi di Jepang berpegang pada
dua prinsip. Pertama, perlu proses atau cara kerja
yang baik untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Dengan proses atau cara kerja
demikian, kita bisa bekerja lebih cekatan (bukan
bekerja lebih berat).
Untuk mendapatkan proses yang baik, para
pemimpin perusahaan perlu mengetahui sumber
masalah-masalah, kemudian meminta ide/gagasan/solusi dari semua
karyawannya. Bagaimanapun juga, merekalah yang menjalani pekerjaan sehari-
hari/dekat dengan pekerjaannya. Biasanya, solusi terbaik adalah solusi yang
paling sederhana, logis, dan mudah dilaksanakan.
Kedua, memilih gagasan-gagasan yang bisa dilaksanakan, "mengeksekusinya",
dan bersabar menunggu hasilnya.
Tahukah Anda, perusahaan otomotif raksasa, Toyota, menerima 2 juta ide per
tahun, dari para karyawannya! Sebanyak 80% berhasil dilaksanakan. Ternyata,
satu perbaikan kecil dapat menghasilkan akibat yang besar! Waktu dan uang
dapat dihemat. Para karyawan pun semakin bersemangat kerja, karena mereka
melihat ide-ide mereka diterima dan dilaksanakan oleh perusahaan.
Dalam proses itu,
antara lain, para
pimpinan dan
manajer harus
mampu
menetapkan dan
menjalankan suatu
standar, serta
mengontrol
kualitas. Mereka
juga harus mau
mendengarkan
ide/saran, berusaha memberikan feed back yang membangun, sekaligus terus
memotivasi karyawannya! Para karyawan pun harus lebih aktif memikirkan
pekerjaannya, bukan bekerja seperti robot.
I. MODEL JUST IN TIME
Model JIT adalah model yang menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sejati;
mereka dididik, dibina, dan diperlakukan sebagai bagian dari perusahaan yang
dipasok bahan bakunya.
Pengertian JIT adalah persediaan dengan nilai nol atau mendekati nol, artinya
perusahaan tidak menanggung biaya persediaan. Bahan baku akan tepat datang
pada saat dibutuhakan.
Model yang demikian tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan
profesional. Dengan model ini terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku.
Dalam hubungannya dengan barang jadi (finished goods) model JIT juga
diterapkan, dimana perusahaan hanya memproduksi sesuai dengan pesanan
sehingga ia tidak mempnyai persediaan barang jadi. Dampaknya adalah
penghematan biaya persediaan barang jadi.
Model ini dapat diterapkan jika semua pihak yang terlibat dalam proses produk
mulai dari pemasok sampai ke pelanggan memiliki motivasi kuat dalam
pengendalian dan peningkatan kualitas berkelanjutan.
Keunggulan Just In Time antara lain adalah :
Menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam
kuantitas yang diminta pelanggan.
Dampak persediaan, persediaan kecil, mungkin nol.
Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk, atau sistem sel.
Pengelompokkan karyawan, dalam satu jenis produk.
Pemberdayaan karyawan, dilatih dan dididik terus menerus menyesuaikan dengan
perubahan alat kerja dan metode kerja.
Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap mutu produk.
Kritik Terhadap JIT
Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal hanya melayani pesanan
pelanggan saja, misalnya pabrik gula, kopi, sabun dan sebagainya, dan hanya
memproduksi satu jenis produk.
Dalam industri sulit sekali suatu tidak memiliki persediaan, khususnya yang bahan
bakunya impor.
Sulit dilakukan oleh pabrik-pabrik pada umumnya yang hanya memproduksi satu
macam komoditi dengan teknologikhusus.
Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk tidak
mudah, dan mungkin biayanya mahal.
Pada umumnya perusahaan disibukkan oleh kegiatan rutin memproduksi komoditi
terus menerus tanpa menghiraukan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan
karyawan; mereka lebih suka membajak karyawan lain yang sudah ahli sehingga
tidak perlu mendidik dan melatih; teknologi dan metode kerja tidak begitu mudah
diganti.
Karyawan pada umumnya bekerja atas dasar upah; mereka bekerja bukan ingin
merealisasikan bakat dan pengetahuannya tetapi mencari upah, jadi mereka pada
umumnya kurang peduli terhadap mutu produk
J. A CTIVITY BASED COSTING (ABC)
ABC merupakan suatu sistem informasi tentang pekerjaan (atau aktivitas) yang
mengkonsumsi sumber daya dan menghasilan nilai bagi konsumen.
Definisi lainnya mengenai ABC, antara lain ABC adalah sistem akuntansi dan
alokasi yang menelusuri biaya ke produk menurut aktivitas-aktivitas yang
dilakukan terhadap produk, yang dimaksudkan untuk menghasilkan informasi
biaya bagi keputusan strategis, perancangan dan pengendalian operasional.
ABC sistem didefinisikan sebagai metodologi yang mengukur biaya dan kinerja
aktivitas-aktivitas sumber daya dan obyek biaya. Sumber daya dibebankan ke
aktivitas kemudian aktivitas dibebankan ke obyek biaya sesuai dengan
penggunaannya.
Definisi tersebut mencakup suatu range informasi biaya dan informasi kinerja
yang luas, tidak hanya tefokus pada product costing saja. ABC system dapat juga
dijadikan alat manajemen dalam melahirkan continuous improvement.
Model ABC yang berbasis pada definisi tersebut diatas mempunyai 2 sudut
pandang yaitu:
1. Cost Assignment View (sudut pandang pembebanan biaya)
Sudut pandang ini ABC merefleksikan kebutuhan organisasi untuk
membebankan biaya ke aktivitas dan obyek biaya (baik produk, jasa maupun
konsumen) dan untuk menganalisis keputusan-keputusan yang diambil
(misalnya dalam hal penetapan harga, bauran produk, perencanaan produk,
perancangan produk dan lainnya). Cost assignment view ini dibentuk dari
bebrapa building block, tiga yang utama adalah: Sumber daya, elemen-
elemen ekonomi yang diarahkan ke kinerja aktivitas dan merupakan sumber
biaya.
2. Process view
Sudut pandang ini ABC menyediakan informasi mengenai kerja yang telah
dilakukan dalam suatu aktivitas dan hubungan antara kerja tersebut dengan
aktivitas yang lain.
Biaya jasa berdasar ABC dapat memberikan dasar yang layak dalam
pengambilan keputusan, diantaranya keputusan untuk membeli atau
membuat keputusan.
Konsep dasar Activity Based Costing (ABC)
Anggapan yang mendasari konsep ABC adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan menimbulkan biaya
ABC berangkat dengan anggapan bahwa sumber daya pembantu atau sumber
daya tidak langsung menyediakan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan,
bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan.
2. Produk menyebabkan timbulnya permintaan dan kegiatan
Untuk membuat produk diperlukakn berbagai kegiatan, dan setiap kegiatan
memerlukan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut.
Dengan konsep dasar ABC tersebut, biaya merupakan konsumsi sumber
daya (seperti bahan baku, sumber daya manusia, tekhnologi, modal)
dihubungkan dengan kegiatan yang mengkonsumsi sumber daya tersebut.
Dengan demikian hanya dengan mengelola dengan baik kegiatan untuk
menghasilkan produk dan jasa, manjemen akan mampu membawa perusahan
unggul dalam persingan jangka panjang. Untuk mampu mengelola kegiatan
perusahaan, manajemen memerlukan informasi biaya yang mencerminkan
konsumsi sumber daya dalam berbagai kegiatan perusahaan.
Dalam merancang ABC, kegiatan untuk memproduksi dan menjual produk
dalam perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk dapat
digolongkan ke dalam 4 macam kelompok besar yaitu:
1. Facility Sustaining Activity Cost
Biaya ini berhubungan dengan kegiatan untuk mempertahankan
kapasitas yang dimiliki perusahaan. Biaya depresiasi dan amortisasi,
biaya asuransi, biaya gaji karyawan kunci perusahaan adalah contoh
jenis biaya yang termasuk dalam facility sustainining activity cost. Biaya
dibebankan kepada produk atas dasar taksiran unit produk yang
dihasilkan kapasitas activity cost.
2. Product Sustaining Activity Cost
Biaya ini berhubungan dengan penelitian dan pengembangan produk
tertentu dan biaya-biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap
dapat dipasarkan. Biaya ini tidak terpengaruh oleh jumlah unit yang
diproduksi dan jumlah batch produksi yang dilaksanakan oleh divisi
penjual. Contoh biaya ini adalah biaya desain produk, desain proses
pengolahan produk, pengujian produk, biaya ini dibebankan kepada
produk atas dasar taksiran jumlah unit produk tertentu yang akan
dihasilkan selama umur produk tertentu (product life cycle).
3. Batch Activity Cost
Biaya ini berhubungan dengan jumlah batch produk yang
diproduksikan. Setiap cost yang merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk menyiapkan mesin dan peralatan sebelum suatu order prosuksi
diproses adalah contoh biaya yang termasuk dalam golongan biaya ini,
besar kecilnya biaya ini tergantung dari frekuensi order produksi yang
diolah oleh fungsi produksi.
Biaya ini tidak dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi
dalam setiap order produksi. Pembeli dibebani batch activity cost
berdasarkan jumlah batch activity cost yang dikeluarkan oleh perusahaan
dalam setiap menerima order dari pembeli.
4. Unit Level Activity Cost
Biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit produk yang
dihasilkan. Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya
angkutan adalah contoh biaya yang termasuk dalam golongan ini, biaya
ini dibebankan kepada produk berdasarkan jumlah unit produk dikalikan
dengan jumlah produk yang sesunguhnya diperoleh.
K. B ALANCED SCORECARD
Balanced Scorecard merupakan suatu kerangka kerja baru yang
mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Selain
ukuran finansial masa lalu, Balanced Scorecard juga menggunakan pendorong kinerja
masa depan.
Pendorong kinerja yang meliputi perspektif pelanggan, proses bisnis internal,
dan pembelajaran serta pertumbuhan, diturunkan dari proses penerjemahan strategi
perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan
ukuran yang nyata.
Balanced Scorecard tetap mempertahankan berbagai ukuran finansial
tradisional yang hanya menjelaskan berbagai peristiwa masa lalu dan tidak memadai
untuk menuntun dan mengevaluasi perjalanan yang harus dilalui perusahaan abad
informasi dalam menciptakan nilai masa depan melalui investasi yang ditanamkan
pada pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi. Balanced
Scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran
pendorong (drivers) kinerja masa depan.
Balanced Scorecard merupakan suatu alternatif pengukuran kinerja yang
memandang dalam empat perspektif, yaitu :
1. Perspektif Keuangan
Tujuan finansial menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif
lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan hubungan sebab akibat yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Tujuan dan ukuran
finansial harus memainkan peran ganda, yakni:
1) menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan
2) menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif ini perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan
segmen pasar yang akan dimasuki. Perusahaan biasanya memilih dua
kelompok ukuran untuk perspektif pelanggan. Kelompok ukuran pertama
merupakan ukuran generik yang digunakan oleh hampir semua perusahaan.
Kelompok ini meliputi : pangsa pasar, akuisisi pelanggan, kepuasan
pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses
yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong
pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam
perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan
apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang
istimewa. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah
menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan yang ambisius dalam
ketiga perspektif lainnya dapat terwujud. Yang mana diharapkan dapat
memberikan penilaian yang komprehensif kepada manajemen.