16
BAB I PENDAHULUAN A. TEKS KASUS

BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. TEKS KASUS

Page 2: BAB I

B. RINGKASAN PEMAHAMAN KASUS

Bangsa Indonesia memiliki keragaman dalam banyak hal seperti

keragaman suku , keragaman budaya , keragaman bahasa , keragaman agama

dan keragaman lainnya sehingga para pendiri bangsa kita menciptakan

semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” untuk selalu bisa menyadarkan kita untuk

menghargai dan menghormati perbedaan yang timbul karena keragaman ini.

Namun sepertinya bangsa Indonesia telah melupakan semboyan ini

karena telah sering terjadi penyerangan terhadap kelompok – kelompok

minoritas yang dianggap berbeda dengan kelompok mayoritas contohnya

penyerangan terhadap kelompok Ahmadiyah, penyerangan kelompok

minoritas Syiah, dan penyerangan terhadap umat Kristiani yang sedang

beribadah.

Penyerangan terhadap kelompok minoritas ini sering terjadi karena

kecemburuan sosial ekonomi sehingga timbulnya budaya intoleransi yang

menyebabkan munculnya tindakan kekerasan. Pemerintah juga cenderung

kurang tegas dalam memberikan sanksi sehingga para pelaku tidak merasa

jera. Selain karena 2 hal ini, penyebab lainnya adalah Bangsa Indonesia juga

telah menjadi bangsa yang penuh dengan keegoisan sehingga cenderung

memandang rendah kaum minoritas dan memaksa mereka untuk menjadi

sama dengan kaum mayoritas.

Page 3: BAB I

BAB II

PENDAPAT BEBERAPA TOKOH ATAU AHLI

Prinsip – prinsip Membangun Multikulturalis Pluralis dalam Kehidupan

Beragama Berdasarkan Pendapat :

1. Victor I. Tanja , STh. MTh.

Menurut Victor Immanuel Tanja, agama menjadi salah satu bagian dari

kandungan ungkapan dari semboyan Bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka

Tunggal Ika” yang artinya berbeda – beda tapi satu (Unity Diversity /

Kesatuan dalam Perbedaan). Poin penting berikutnya adalah bahwa

perbedaan agama telah berhasil diatasi bangsa ini dan membuktikan

bahwa Indonesia mampu berdiri secara independen dan berdaulat tanpa

adanya campur tangan pihak luar, namun bukan berarti Indonesia tidak

memerlukan bangsa lain. Indonesia justru tetap perlu memiliki hubungan

kerjasama dengan bangsa lain dengan menyadari bahwa kita tidak dapat hidup

sendiri tanpa orang lain. Indonesia juga perlu teman untuk membantu dan

mendorong kehidupan bangsa Indonesia menjadi lebih baik di masa depan.

Indonesia adalah bangsa yang mandiri dan menyadari semakin kokohnya

semangat kemandirian tersebut maka sumbangan yang bermutu dapat diberikan

dalam menjalin kerjasama dengan bangsa lain dan kerjasama dengan bangsa lain

akan menjadi lebih baik. Jadi dapat dikatakan bahwa hidup memerlukan

keterhubungan dengan orang lain sehingga hidup pun mencapai makna terdalam

yaitu dapat berguna bagi semua orang. Oleh karena itu, sikap absolutisme atau

Page 4: BAB I

pemutlakan adalah hal yang sia – sia untuk dilakukan dan hanya menjerumuskan

manusia pada sikap egoisme dan fanatisme terhadap kelompok sendiri yang

akan membawa hidup pada kejahatan.

Dari hal di atas, dapat diketahui bahwa ajaran agama ada dan diberikan untuk

pembenaran diri atau kelompok lain namun agar kita sebagai individu dapat

mengelola hidup secara lebih baik untuk memuliakan Tuhan dan sekaligus

memberikan yang terbaik daripada hanya mementingkan kesejahteraan

kelompok atau golongan tertentu.

Poin lainnya adalah bahwa agama berperan penting sebagai motivator

serta meletakkan landasan etik moral dan spiritual untuk mendorong

pembangunan. Tanpa peranan agama dikhawatirkan bahwa hal negatif akibat

pembangunan akan semakin meningkat, seperti kesenjangan sosial yang semakin

lebar dan tentunya hal ini dapat membawa efek negatif yang dapat mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Terdapat enam agama yang diterima oleh Departemen Agama yaitu Kristen,

Islam, Katolik, Budha, Hindhu, dan Kong Hu Chu. Agama suku tidak masuk ke

Departemen Agama, tetapi masuk ke dalam pengaturan Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, dimana dia dianggap sebagai budaya spiritual bangsa, bukan

agama. Dengan adanya sila ke-1 Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,

maka semua kedudukan agama yang ada sederajat di depan hukum tanpa

memandang mayoritas dan minoritas.

Page 5: BAB I

2. KH. Ali Yafie

Pada zaman peradaban awal, Bangsa Indonesia menganut kepercayaan

animisme dan dinamisme yang biasanya disebut agama nenek moyang.

Kemudian datanglah agama Hindu dan Budha dan sesudah itu rakyat Indonesia

menerima kedatangan Islam dan menjadi muslim yang baik. Ketika kemudian

terjadi kontak antara dunia barat dan timur, rakyat Indonesia mulai mengenal

agama Masehi.

Rakyat Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang mengenai pluralisme.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius dapat dibuktikan dari sejarah,

konstitusi, dan realita kehidupan sehari – hari bangsa ini. Konstitusi Republik

Indonesia sekarang ini cukup mencerminkan peta keagamaan di Indonesia yang

sejarahnya sudah berabad – abad dan semenjak berpuluh – puluh tahun

kemerdekaan Indonesia, peta keagamaan kita semakin beragam warnanya.

Indonesia sudah dianggap cukup berpengalaman dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara sehingga Indonesia telah menampilkan suatu pola kehidupan

beragama yang telah dituangkan pada konstitusi hukum Indonesia.

Menurut Beliau, iman dan takwa perlu untuk berfungsi dengan baik sehingga

karena dengan adanya iman dan takwa, kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara dapat berjalan dengan baik.

3. Frans Magnis Suseno S.J.

Menurut Frans Magnis Suseno, Indonesia merupakan bangsa yang pluralistik

secara budaya, etnik, kesukuan, dan keagamaan. Sangat jelas bahwa peran

Page 6: BAB I

agama di Indonesia sangat menentukan masa depan. Agama dengan sendirinya

dikaitkan dengan yang suci, baik hati, belas kasih, bebas pamrih, berdamai, dsb

tapi dalam kenyataannya, banyak tindakan kekerasan dan terorisme antar agama.

Terutama kita mengobservasikan suatu kecenderungan ke arah

primordialisme, baik etnik maupun agama dan begitu pula fundamentalisme

agama kelihatan bertambah terus dalam berbagai bentuk.

Beliau mengajukan sebuah hipotesa bahwa kita di Indonesia sedang terlibat

dalam proses perubahan paradigma tentang manusia yaitu perubahan yang

sedang berlangsung di seluruh dunia yaitu dari paradigma “orang kita – orang

asing” ke paradigma “martabat manusia universal.

Sebenarnya manusia universal sudah didasarkan dalam agama – agama besar,

namun semula tidak dapat menjadi operatif.

Pada akhir abad ke – 20 ini ideologi – ideologi kelihatan sudah kehabisan

nafasnya dan karena itu sekarang yang ditantang adalah agama – agama.

4. John Gray

John Gray dalam Singelis (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya

pluralisme mendorong  perubahan cara berpikir dan bersifat universal, untuk

mencegah klaim  pandangan  bahwa ada  kebudayaan yang paling benar.

Menurut Gray, semua kebudayaan itu penting sehingga tidak ada satu 

kebudayaan pun yang mengklaim bahwa apa yang dikatakan oleh kebudayaan

itu menjadi rasionalisasi atas semua kebudayaan lain. Inilah argumentasi paling

penting dari pluralisme. Jadi, seorang pluralis harus dan selalu akan mengatakan

Page 7: BAB I

bahwa meskipun setiap kebudayaan memiliki norma – norma universal, dan

norma – norma tersebut dapat diberlakukan kapan dan dimana saja, harus diingat

bahwa norma – norma universal itu tidak lebih baik daripada validitas kearifan

budaya sendiri.

5. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur adalah

salah satu pahlawan pluralisme di Indonesia. Beliau berusaha sangat keras untuk

menjadikan agama Kong Hu Chu sebagai agama resmi di Indonesia.

Saat muncul Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengharamkan

pluralisme, Gus Dur sangat menentang Fatwa MUI tersebut. Menurut Gus Dur,

Indonesia bukan merupakan suatu negara yang didasari oleh suatu agama

tertentu. Menurut Beliau, pluralisme (keberagaman) adalah keharusan bagi

masyarakat Indonesia yang majemuk. Bagi Gus Dur, keberagaman adalah

rahmat yang telah digariskan Allah. Menolak kemajemukan sama halnya

mengingkari pemberian ilahi. Perbedaan merupakan kodrat manusia. Perbedaan

adalah rahmat, sehingga Gus Dur optimis bahwa keragaman akan membawa

kemaslahatan bangsa dan bukannya persoalan yang memecah bangsa.

Sebenarnya tradisi kita untuk menghargai perbedaan sudah ada sejak zaman

Kerajaan di berbagai daerah. Karena itu kita harus meningkatkan kesadaran kita

tentang pentingnya pluralisme (keberagaman) dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

Page 8: BAB I

BAB III

ANALISIS KASUS

Penerapan prinsip – prinsip membangun multikulturalis pluralis untuk pemecahan

kasus:

1. Mengubah pandangan masyarakat mengenai keragaman. Seperti yang

dikatakan oleh KH. Abdurrahman Wahid bahwa keragaman adalah rahmat

yang telah digariskan oleh Allah dan keragaman tersebut harusnya

memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Bangsa Indonesia, maka kita

harus menganggap keragaman yang ada di Indonesia seperti keragaman

agama , suku , dan sebagainya sebagai sebuah anugerah dan bukannya

sebagai bencana. Hendaknya kita menghargai keragaman tersebut sehingga

kehidupan bermasyarakat bisa lebih tentram dan tidak ada lagi penyerangan

terhadap kelompok minoritas.

2. Menanamkan sikap solidaritas yaitu sikap yang merasa sebagai satu kesatuan.

Solidaritas ini sangat diperlukan oleh Bangsa Indonesia untuk bisa

mempertahankan keragaman yang ada di Indonesia. Seperti yang dikatakan

oleh John Gray bahwa semua kebudayaan itu penting sehingga tidak ada satu 

kebudayaan pun yang mengklaim bahwa apa yang dikatakan oleh kebudayaan

itu menjadi rasionalisasi atas semua kebudayaan lain, maka kita sebagai

Bangsa Indonesia yg multikulturalis (memiliki budaya yang beragam) harus

menyatukan semua budaya yang ada dan menjadikan semua budaya itu

sebagai identitas Bangsa Indonesia.

Page 9: BAB I

3. Menanamkan toleransi terhadap adanya agama yang berbeda. Toleransi

berarti sikap menghargai dan menghormati. Seperti yang dikatakan Pdt.

Victor Immanuel Tanja bahwa agama menjadi salah satu bagian dari

kandungan ungkapan dari semboyan Bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka

Tunggal Ika” yang artinya berbeda – beda tapi satu, Beliau ingin agar kita

selalu berpegang teguh pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam

menjalani kehidupan sehingga kita mampu untuk bertoleransi terhadap

adanya perbedaan agama. Dengan begitu, meski masyarakat memeluk agama

yang berbeda – beda, masyarakat tetap bisa hidup harmonis dan tentram tanpa

adanya konflik.

4. Memberikan pengetahuan tentang multikulturalis pluralis sejak dini. Jika

sejak dini kita diajarkan mengenai keragaman yang ada di Indonesia dan

bagaimana cara menanggapi adanya keragaman tersebut maka dalam diri kita

masing – masing akan bisa menanggapi keragaman yang ada dengan baik dan

tidak akan terjadi penyerangan pada kelompok minoritas.

Page 10: BAB I

BAB IV

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN POKOK

Penyebab utama dari munculnya masalah adalah:

1. Adanya kecemburuan sosial ekonomi sehingga timbul budaya

intoleransi yang menyebabkan munculnya tindakan kekerasan terhadap

kelompok minoritas.

2. Bangsa Indonesia juga telah menjadi bangsa yang penuh dengan

keegoisan sehingga cenderung memandang rendah kelompok minoritas

dan memaksa mereka untuk menjadi sama dengan kelompok

mayoritas.

3. Kurang tegasnya pihak aparat permerintah dalam memberikan sanksi

sehingga pelaku tidak merasa jera.

B. SOLUSI

Untuk menjaga kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara, semua pihak harus turut campur, bukan hanya

masyarakat tapi juga aparat pemerintah. Masyarakat hendaknya bisa

menerapkan sikap toleransi dan solidaritas terhadap multikulturalis pluralis

yang ada di dalam Bangsa Indonesia sehingga dapat mengurangi

timbulnya konflik yang akan berakibat pada terjadinya kekerasan. Aparat

pemerintah juga harus membantu menertibkan masyarakat dan

Page 11: BAB I

memberikan sanksi yang setimpal kepada pihak – pihak yang ingin

mengoyak kerukunan dalam bermasyarakat. Pada dasarnya keragaman

adalah hukum alam, dan apabila dilanggar maka hanya akan menghasilkan

penderitaan bagi masyarakat dan bangsa itu sendiri. Karena itu lebih baik

kita sebagai warga negara yang baik, hendaknya kita bisa tetap berpegang

teguh pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan bukan hanya memaknai

semboyan itu tapi juga melaksanakan pesan yang terkandung dalam

semboyan tersebut.