17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas sumber daya manusia dan tingkat pencapaian kesejahteraan individu suatu negara (Ocbrianto, 2012). Tiga pilar yang mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (Kemenkes, 2011). Salah satu indikator sasaran pembinaan gizi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (Renstra Kemkes) 2010-2014 yaitu ketercapaian presentase balita ditimbang berat badannya (D/S) pada tahun 2010 sebesar 65% dan tahun 2014 sebesar 85%, sedangkan pencapaian pada tahun 2010 yaitu 67,3%. Berdasarkan Buku Laporan Tahunan Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi tahun 2011 menyatakan pencapaian cangkupan D/S nasional telah mencapai target (70%) yaitu sebesar 71,4% namun angka cangkupan D/S di Jakarta sebagai ibu kota negara hanya 51,6%. Cakupan D/S secara nasional menunjukkan tercapainya target kinerja Kementerian Kesehatan dan merupakan indikator terkait cakupan pelayanan gizi pada balita, khususnya imunisasi serta prevalensi gizi kurang (Kemekes, 2011). Rendahnya angka D/S menandakan cangkupan vitamin A dan imunisasi kurang 2 serta banyak balita yang tidak terpantau pertumbuhan setiap bulan sehingga kemungkinan banyak balita gizi kurang dan gizi buruk ditemukan. (Farhat, 2011) Masalah gizi disebabkan oleh multifaktor sehingga diperlukan pendekatan berbagai sektor pula untuk menanggulanginya. Berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang sehat dilakukan Kementrian Kesehatan, dengan melibatkan peran serta kader dan masyarakat untuk menangani masalah gizi. (Supariasa, 2002)

BAB I cakupan data d/s

  • Upload
    li2del

  • View
    216

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asa

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas sumber daya manusia dan tingkat pencapaian kesejahteraan individu suatu negara (Ocbrianto, 2012). Tiga pilar yang mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (Kemenkes, 2011). Salah satu indikator sasaran pembinaan gizi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (Renstra Kemkes) 2010-2014 yaitu ketercapaian presentase balita ditimbang berat badannya (D/S) pada tahun 2010 sebesar 65% dan tahun 2014 sebesar 85%, sedangkan pencapaian pada tahun 2010 yaitu 67,3%. Berdasarkan Buku Laporan Tahunan Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi tahun 2011 menyatakan pencapaian cangkupan D/S nasional telah mencapai target (70%) yaitu sebesar 71,4% namun angka cangkupan D/S di Jakarta sebagai ibu kota negara hanya 51,6%. Cakupan D/S secara nasional menunjukkan tercapainya target kinerja Kementerian Kesehatan dan merupakan indikator terkait cakupan pelayanan gizi pada balita, khususnya imunisasi serta prevalensi gizi kurang (Kemekes, 2011). Rendahnya angka D/S menandakan cangkupan vitamin A dan imunisasi kurang 2 serta banyak balita yang tidak terpantau pertumbuhan setiap bulan sehingga kemungkinan banyak balita gizi kurang dan gizi buruk ditemukan. (Farhat, 2011) Masalah gizi disebabkan oleh multifaktor sehingga diperlukan pendekatan berbagai sektor pula untuk menanggulanginya. Berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang sehat dilakukan Kementrian Kesehatan, dengan melibatkan peran serta kader dan masyarakat untuk menangani masalah gizi. (Supariasa, 2002) Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan investasi utama dalam pembangunan kesehatan. Ukuran kualitas SDM dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Kemenkes, 2011). Dalam laporan United Nations Development Program (UNDP) tahun 2012 menunjukkan bahwa IPM Indonesia yaitu sebesar 0,629 menduduki peringkat 121 dari 187 negara. (Widhi, 2013) Upaya pengembangan kualitas SDM dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak secara merata dengan pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat yang efektif dan efisien serta menjangkau semua sasaran dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar (primary health care) (Kemenkes, 2006). Gizi memegang peranan penting untuk mencapai SDM yang berkualitas (Shafwan, 2008). Ketercapaian strategi yang berorientasi pada pembangunan manusia dapat dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat 3(Adisasmita, 2007), salah satu partisipasi masyarakat yaitu membawa anaknya untuk ditimbang di posyandu (D/S). (Kemenkes, 2011) Status gizi balita dapat dipantau melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan di posyandu. Apabila 2 kali berturut-turut berat badan tidak naik, orangtua dan kader serta petugas kesehatan patut mencurigai keadaan kesehatannya. (Farhat, 2011) Hasil Riskesdas (2010) juga menerangkan kondisi status gizi balita secara nasional bahwa prevalensi berat badan kurang pada tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Bila dibandingkan dengan pencapaian sasaran Millenium Development Goals(MDGs) tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi berat badan kurang secara nasional harus diturunkan minimal sebesar 2,4% dalam periode 2011 sampai 2015 sehingga peranan posyandu harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan status gizi dan derajat kesehatan ibu dan anak. Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang mengajak masyarakat untuk menyadari pentingnya memelihara kesehatan, belajar membangun hidup sehat dan datang ke posyandu setiap bulannya (Sandjaja, 2010). Posyandu dikategorikan menjadi 4, yaitu posyandu pratama, madya, purnama dan mandiri yang dikelompokkan dengan salah satu indikatornya pada kelompok posyandu pratama dan madya adalah 4rerata cangkupan D/S sebesar 80%), secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 5Capaian Indikator D/S tahun 2013Indikator Target Realisasi CapaianPersentase Balita ditimbang Berat Badanya (D/S80% 80,3% 100,4%Sumber data: Laporan Gizi Tahun 2013Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan D/S dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan cakupan berkisar antara 3,5% hingga 5,1%. Kenaikan tertinggi terjadi antara tahun 2012-2013 (5,1%) dan terendah terjadi antara tahun 2010-2011 (3,5%). Walau secara keseluruhan masih memenuhi target, tetapi terjadi penurun rentang cakupan antara tahun 2010-2012 dan selanjutnya melambat bila dibanding target.Bila dibandingkan dengan target Renstra, dalam 5 (lima) tahun terakhir maka cakupan D/S dapat tercapai. Rentang capaian terhadap renstra berkisar antara 0,1% hingga 3,5%. Pada tahun 2009 indikator D/S ini 3,5% lebih tinggi dari target (60%), namun sejak tahun 2010 cenderung melambat. Pada tahun 2010 hingga tahun 2012 terlihat mulai melambat dengan selisih capaian 2,9% (2010) dan menurun hingga 0,1% di tahun 2011. Bila kondisi ini tidak disikapi secara serius dengan menunjukkan kinerja program yang lebih baik, maka dikhawatirkan pada tahun 2014 tidak dapat mencapai target yang ditetapkan. Grafik dibawah ini menggambarkan lebih jelas hal tersebut.Grafik 5Tren Cakupan D/S dibanding Target Renstra 2009-2014Walaupun secara nasional cakupan D/S ini mencapai target, tetapimasih terdapat disparitas capaian antar provinsi. Rentang capaian antar provinsi berkisar antara 38,8% (Papua) hingga 89,4% (Jawa Tengah). Terdapat 16 provinsi yang cakupannya masih di bawah target dan rata-rata nasional. Trend cakupan D/S tahun 2013 menurut provinsi dapat dilihat pada grafik di bawah ini.Grafik 6Capaian D/S menurut Provinsi Tahun 2013Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur, memiliki 2 (dua) fungsi yaitu : 1) sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, 2) sebagai sarana deteksi dini dan intervensigangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak seperti imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dan sebagainya untuk peningkatan kesehatan anak. Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita (D/S) menjadi sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan mengurangi risiko kematian, sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan.

Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor Pendukung Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) dapat sedikit diatas target yang ditetapkan, yaitu 80,15% antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukung berikut:a. Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah setempat.b. Adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan balita di lingkungannya.c. Tingginya motivasi dari tenaga kesehatan setempat dalam menjalankan program.d. Adanya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan lainnya.e. Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu dengan dilandasi Permendagri nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu.f. Adanya Surat Edaran Menteri Kesehatan nomor HK/Menkes/333/IX/2012 tanggal 21 September 2012 perihal Penyelenggaraan Bulan Penimbangan di seluruh Indonesia pada setiap Bulan November setiap tahun sebagai upaya berdaya ungkit meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penimbangan.g. Tersedianya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang menjadi daya ungkit peningkatan kinerja puskesmas termasuk dalam pembinaan posyandu yang berdampak pada peningkatan D/S.2. Permasalahan Terkait Pencapaian IndikatorBelum tercapainya target D/S di beberapa provinsi dari target nasional dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:a. Permasalahan geografis seperti di Kabupaten Indramayu, terdapat jarak rumah penduduk ke Posyandu sekitar 2 km yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk wilayah Papua di kabupaten Wamena penduduk harus berjalan kaki 2-3 jam untuk mencapai Posyandu.b. Kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan, dimana Posyandu hanya didukung oleh tenaga kesehatan dari Puskesmas setempat.c. Kualitas dan kuantitas dari kader masih kurang.d. Terbatasnya dana operasional, sarana dan prasarana di Posyandu.e. Kurangnya kemampuan tenaga dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling.f. Tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat Posyandu masih rendah.3. Alternatif Pemecahan Masalah Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlunya dirumuskan alternatif pemecahan masalah, diantaranya adalah:a. Mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK/Menkes/333/IX/2012 tanggal 21 September 2012 perihal Penyelenggaraan Bulan Penimbangan di seluruh Indonesia pada setiap Bulan November setiap tahun sebagai upaya berdaya ungkit meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penimbangan.b. Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan terkait.c. Pelatihan fasilitator dan pemantauan pertumbuhan kepada seluruh tenaga kesehatan di Indonesia. Hingga akhir Desember 2013 telah dilatih sebanyak 1.749 pengguna akhir (end user) dan 193 fasilitator.d. Melakukan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di posyandu.e. Pelatihan ulang kader posyandu (refreshing kader).f. Peningkatan pemberdayaan masyarakat terutama di posyandu.g. Penyediaan dana melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dengan perencanaan yang sesuai dengan besaran masalah di Puskesmas.h. Di samping upaya tersebut di atas, telah diinventarisasi berbagai upaya terobosan atau kegiatan dalam rangka peningkatan D/S antara lain :1) Arisan posyandu yaitu kegiatan yang dilaksanakan pada hari buka posyandu dengan melibatkan keluarga yang memiliki balita sehingga membuat para peserta arisan merasakan keterikatan untuk datang ke posyandu.2) Demo memasak atau demo kecantikan yaitu kegiatan yang dilakukan pada hari buka posyandu dengan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki masyarakat atau dapat juga bekerjasama dengan pihak lain di wilayah posyandu sehingga pada saat demo, ibu dan atau keluarga balita mau datang ke posyandu.3) Warung posyandu yaitu kegiatan seperti bazar yang dilakukan pada hari buka posyandu, dimana peserta bazar adalah ibu-ibu balita atau kader yang menjual aneka kebutuhan termasuk kerajinan tangan dan masakan bergizi yang diolah sendiri. 4) Odong-odong, kuda-kudaan, jungkat-jungkit, ayunan yaitu bentuk permainan yang dimiliki dan dikelola oleh posyandu atau jenis permainan lain yang biasa terdapat di daerah setempat. Permainan tersebut digunakan untuk menarik balita datang ke posyandu, sambil menunggu giliran ditimbang. Permainan tersebut dioperasikan oleh ibu balita, kader, dan sukarelawan lainnya.5) Pertunjukan boneka atau pertunjukan lain yang sudah dikenal di masyarakat setempat. Bentuk boneka merupakan kreativitas masyarakat setempat. Pesan-pesan yang disampaikan meliputi kesehatan balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lain-lain6) Memberikan penghargaan atau hadiah sederhana kepada ibu/keluarga balita yang rutin menimbang balitanya yang dibuktikan dengan buku KIA atau KMS. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi ibu/keluarga agar membawa balitanya ditimbang secara rutin di posyandu.7) Mengintegrasikan kegiatan posyandu dengan kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).