26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi dapat mencerdaskan anak dan menjadi masalah yang penting bagi anak. Karena anak yang kekurangan gizi membuat daya pikir anak menjadi kurang disebabkan pertumbuhan otaknya tidak optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak. Salah satunya yaitu peran orang tua terutama ibu, karena seorang ibu berperan dalam pengelolaan rumah tangga dan berperan dalam menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi keluarganya. Gangguan gizi sering terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai kebutuhan anak dan makanan tambahan yang bergizi, ketidaktahuan menyiapkan makanan tambahan dari bahan-bahan lokal yang bergizi sehingga kurang mampu menyediakan makanan. 1 Berdasarkan Riskesdas 2013, kecenderungan pevalensi status gizi balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Ketika melakukan kunjungan ke Puskesmas, orang tua atau pengasuh masih banyak yang tidak menimbang berat badan bayi atau anak di Puskesmas dengan berbagai

Bab i II III Daftarpustaka Def.op

  • Upload
    amelina

  • View
    218

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi dapat mencerdaskan anak dan menjadi masalah yang penting bagi

anak. Karena anak yang kekurangan gizi membuat daya pikir anak menjadi

kurang disebabkan pertumbuhan otaknya tidak optimal. Banyak faktor yang

mempengaruhi status gizi pada anak. Salah satunya yaitu peran orang tua terutama

ibu, karena seorang ibu berperan dalam pengelolaan rumah tangga dan berperan

dalam menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi keluarganya. Gangguan

gizi sering terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai kebutuhan anak

dan makanan tambahan yang bergizi, ketidaktahuan menyiapkan makanan

tambahan dari bahan-bahan lokal yang bergizi sehingga kurang mampu

menyediakan makanan.1

Berdasarkan Riskesdas 2013, kecenderungan pevalensi status gizi balita

menurut ketiga indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, terlihat prevalensi gizi buruk dan

gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Ketika melakukan

kunjungan ke Puskesmas, orang tua atau pengasuh masih banyak yang tidak

menimbang berat badan bayi atau anak di Puskesmas dengan berbagai alasan.

Mereka tidak tahu jika menimbang berat badan anak secara teratur sangat penting

karena untuk mendeteksi secara dini status gizi dan proses tumbuh kembang anak.

Sebagian keluarga menganggap asupan makanan selama ini cukup memadai

karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Jika keadaan tersebut terus

dibiarkan akan menghambat proses tumbuh kembang anak.2

Masalah gizi tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi mencakup

sebagian besar belahan dunia. Sehingga masalah ini disebut sebagai masalah

global, Perserikatan Bangsa Bangsa menyerukan agar pendekatan perbaikan gizi

di setiap negara harus terbukti cost effective, mengedepankan kerjasama lintas

sektor baik pemerintah maupun bukan pemerintah dan memfokuskan intervensi

Page 2: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

2

seribu hari pertama kehidupan, yaitu selama janin dalam kandungan sampai

berusia dua tahun.3

Di pedesaan banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan

kebudayaan, terdapat pantangan makan pada balita misalnya anak tidak diberikan

ikan karena dapat menyebabkan cacingan. Prilaku anak yang sering membeli

makanan yang tidak bergizi berpengaruh terhadap status gizi balita. Di samping

itu tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan ibu juga mempengaruhi kemampuan

belajar anak, kemampuan berkomunikasi anak, anak dari ibu yang berpendidikan

rendah memiliki hasil yang lebih buruk pada tes memori dan membaca.4

Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian karena peneliti melihat

kurangnya kepedulian ibu terhadap asupan makanan yang diperoleh anaknya,

sehingga peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan

status gizi balita di Puskesmas Kebun Lada kecamatan Binjai Utara, kota Binjai,

Sumatera Utara. Dari penelitian sebelumnya, terdapat hubungan antara tingkat

pendidikan ibu dengan status gizi pada balita.5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah

dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu

dengan status gizi balita?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi

balita di Puskesmas Kebun Lada Tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu balita di Puskesmas

Kebun Lada Tahun 2016

Page 3: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

3

2. Untuk mengetahui status gizi balita berdasarkan BB/TB di

Puskesmas Kebun Lada Tahun 2016

3. Untuk menganalisa hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status

gizi balita di Puskesmas Kebun Lada Tahun 2016

1.4 Hipotesa Masalah

Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi status gizi balita

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat,

bagi :

1. Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan serta diharapkan agar

semakin terpacu untuk melakukan penelitian ilmiah lainnya

dikemudian hari.

2. Memberi gambaran tentang hubungan tingkat pendidikan ibu

dengan status gizi balita.

3. Tambahan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai tingkat

pendidikan ibu serta hubungannya dengan status gizi balita.

4. Menambah wawasan pada masyarakat terutama ibu, hasil

penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai

tingkat pendidikan ibu serta hubungannya dengan status gizi balita.

Page 4: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Balita

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,

serta menghasilkan energi.6

Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan akan zat-

zat dan penggunaannya dalam tubuh. Status gizi dipengaruhi oleh dua hal pokok

yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan tubuh. Keduanya berkaitan

dengan faktor lingkungan sosial, ekonomi,dan budaya.6

Malnutrisi adalah keadaan patofisiologis akibat dari kekurangan atau

kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi, ada empat bentuk

malnutrisi diantaranya adalah : (a) Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan

secara relatif atau absolut untuk periode tertentu, (b) Specific deficiency,

kekurangan zat gizi tertentu, (c) Over nutrition, kelebihan konsumsi pangan untuk

periode tertentu, (d) Imbalance, karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol

terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High

Density Lipoprotein), dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein), (e) Kurang

energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan

penyakit tertentu. Anak dikatakan KEP bila berat badan kurang dari 80% berat

badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NHCS.6

2.2 Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi menurut hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII

berdasarkan Istilah Status Gizi6:

Page 5: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

5

1. BB/U (Berat Badan / Umur)

a. Gizi lebih yaitu jika nilai Z skor terletak > +2 SD

b. Gizi baik yaitu jika nilai Z skor terletak antara -2 SD sampai +2 SD

c. Gizi kurang yaitu jika nilai Z skor terletak antara -3 SD sampai <-2

SD

d. Gizi Buruk yaitu jika nilai Z skor terletak <-3 SD

2. TB/U (Tinggi Badan / Umur)

a. Normal, yaitu jika nilai Z skor terletak > = -2 SD

b. Pendek (stunted), jika nilai Z skor terletak < -2 SD

3. BB/TB (Berat Badan / Tinggi Badan)

a. Lebih yaitu jika nilai Z skor terletak > 2 SD

b. Normal yaitu jika nilai Z skor terletak antara -2 SD sampai +2 SD

c. Kurang, jika nilai Z skor terletak <-2 SD

d. Buruk, jika nilai Z skor terletak <-3 SD

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak

tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar anak

dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa

mengukur atau melihat berat badan bila disertai oedema yang bukan karena

penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor.6

a. Tanda- tanda kwashiorkor

Tanda-tanda kwashiorkor antara lain adalah adanya oedema, umumnya

pada seluruh tubuh, terutama pada kaki (dorsum pedis), wajah

membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan

seperti rambut jagung yang mudah dicabut tanpa rasa sakit dan rontok.

Page 6: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

6

Disamping itu juga ada perubahan status mental, apatis dan rewel yang

sering disertai penyakit infeksi umumnya akut,anemi dan diare,

kelainan kulit berupa bercak merah muda dan berubah warna menjadi

coklat kehitaman dan terkelupas, serta otot yang mengecil yang lebih

nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.6

b. Tanda-tanda Marasmus

Tanda-tanda marasmus antara lain adalah berat badan sangat kurus

tinggal tulang terbungkus kulit (wajah seperti orang tua), rewel, kulit

keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada atau

biasa disebut Baggy Pant (pakai celana longgar). Tanda lain adalah

perut cekung, sering disertai infeksi seperti diare kronik dan

konstipasi.6

c. Tanda-tanda Marasmic-kwashiorkor

Gambaran klinik nya merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

Marasmic-kwashiorkor, dengan BB/U <60% baku median WHO-

NCHS.6

Periode tiga tahun pertama pada masa Balita merupakan periode emas

pertumbuhan fisik, intelektual, mental dan emosional anak. Gizi yang baik,

kebersihan, imunisasi, vitamin dan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta kasih

sayang dan stimulasi yang memadai pada usia Balita akan meningkatkan

kelangsungan hidup dan mengoptimalkan kualitas hidup anak.6

Masa balita juga merupakan periode kritis, pada masa ini segala bentuk

penyakit, kekurangan gizi, serta kekurangan kasih sayang akan membawa dampak

negatif yang menetap sampai seumur hidupnya. Karena itu, pola pengasuhan yang

baik dan benar dibutuhkan untuk menghindarkan risiko tersebut.6

Upaya pemantauan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak serta

penanganannya dilakukan di berbagai tingkatan. Salah satunya upaya berbasis

masyarakat yang diselenggarakan melalui Posyandu. Keberadaan Posyandu yang

Page 7: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

7

mencapai jumlah sekitar 269.000 mampu mendukung dan memberikan kontribusi

besar dalam pencapaian tujuan Pembangunan Nasional.7

Kementerian Kesehatan telah berupaya melakukan pembinaan untuk

menjamin kesinambungan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di setiap tingkat

pelayanan. Kementrian Kesehatan telah mencetak Buku Kesehatan Ibu dan Anak

untuk seluruh sasaran ibu hamil dan didistribusikan sampai ke tingkat

kabupaten/kota. Buku KIA, penting sebagai alat pencatatan sekaligus sumber

informasi bagi keluarga tentang perawatan kesehatan bagi ibu dan anak.7

Selain itu buku KIA mempunyai banyak manfaat yaitu meningkatkan

kesadaran, meningkatkan pengetahuan akan upaya preventif dan promotif di

bidang kesehatan, meningkatkan kewaspadaan akan masalah kesakitan atau

kegawatdaruratan pada ibu hamil, bayi baru lahir dan Balita, serta menjadi sarana

komunikasi antar petugas kesehatan, antara petugas kesehatan dengan keluarga.7

Kementerian Kesehatan menyampaikan himbauan kepada masyarakat

untuk membawa Balita ke posyandu setiap bulan, selalu membawa Buku KIA

setiap kali ibu hamil dan Balita pergi ke tempat pelayanan kesehatan, ibu hamil

memeriksakan kehamilannya secara teratur, minimal empat kali selama hamil dan

dibantu persalinannya oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, memberikan

ASI Eksklusif bagi bayi sejak lahir hingga usia enam bulan, memberikan

imunisasi lengkap bagi bayi sebelum berumur satu tahun, serta mengikuti

program Keluarga Berencana untuk meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dan

keluarga.7

Namun, ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi balita, yaitu:

1. Keadaan Infeksi

Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit)

dengan kejadian malnutrisi. Terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi

dengan penyakit infeksi. Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan

gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui

muntah-muntah dan diare.8,9

Page 8: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

8

2. Tingkat Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis

pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga. Hal ini

bergantung pada pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan tingkat

pendidikan. Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian rendah

adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak pada pemenuhan

bahan makanan terutama makanan yang bergizi.10

3. Pengaruh Budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap

terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi

pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat

pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi

makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga

disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran

pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak

yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga.

Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi

pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani

masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.8

4. Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi produksi

pangan dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-

mayur dan buah-buahan. Merupakan program untuk menambah nutrisi

pada balita ini biasanya diperoleh saat mengikuti posyandu. Adapun

pemberian tambahan makanan tersebut berupa makanan pengganti ASI

yang biasa didapat dari puskesmas setempat.10

Page 9: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

9

5. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan

kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan

perbaikan gizi dan kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke

tempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar.11

6. Higene dan Sanitasi Lingkumgan

Hal ini bergantung pada kebersihan lingkungan atau ada tidaknya

penyakit yang berpengaruh zat-zat gizi oleh tubuh. Sanitasi lingkungan

sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis

lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin

tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak

terkena penyakit kurang gizi.12

7. Jumlah Anggota Keluarga

Seandainya anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak

berkurang. Usia 1-6 tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang

energi protein berat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah

anggota keluarganya lebih kecil.11

8. Tingkat Pendapatan

Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada

kondisi yang umum di masyarakat.11

9. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi.

Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan

tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit

menerima informasi baru di bidang Gizi. Selain itu tingkat pendidikan

juga ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu

pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin

mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan dan

informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan

Page 10: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

10

akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat.11

10. Pengetahuan Ibu tentang Gizi

Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan

makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan

makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya

tinggi.13

2.3 Tingkat Pendidikan

Menurut Slope, pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang

pernah dialami seseorang dan berijazah. Pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang dalam kesehatan terutama pada pola asuh anak, alokasi sumber zat

gizi serta utilisasi informasi lainnya. Rendahnya tingkat pendidikan ibu

menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan

keluarga serta anak balitanya.14

Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi

keluarga juga berperan dalam penyusunan makanan keluarga, serta

pengasuhan dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan

yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya di

bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.15

Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan secara

berkesinambungan. Mulai dari usia anak-anak sampai dewasa karena itu

memerlukan beraneka cara dan sumber.15

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam

masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat

meningkat dan berubah citra sosialnya. Di samping itu, tingkat pendidikan

dapat juga dijadikan sebagai cermin keadaan sosial ekonomi di dalam

masyarakat.16

Page 11: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

11

Tujuan akhir dari suatu pendidikan pada dasarnya adalah untuk

menghilangkan faktor-faktor perilaku dan sosial budaya yang merupakan

hambatan bagi perbaikan kesehatan, menumbuhkan perilaku dan sosial

budaya yang positif sehingga baik individu maupun masyarakat itu dapat

meningkatkan sendiri taraf kesehatan masyarakat.17

Adapun pembagian tingkat pendidikan berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 66 Tahun 2010, sebagai berikut; 1) Tingkat Pendidikan Dasar,

yang berkisar ≤ 9 tahun (contohnya: Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan

Sekolah Menegah Pertama), 2) Tingkat Pendidikan Menengah, yang berkisar

antara 10 sampai dengan 12 tahun (contohnya: Sekolah Menengah Atas,

Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah

Kejuruan atau bentuk lain sederajat, dan 3) Tingkat Pendidikan Tinggi, yang

berkisar > 12 tahun (contohnya: diploma, sarjana, magister, spesialis, dan

doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi).

Page 12: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

12

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode analitik dengan desain

penelitian cross-sectional, yaitu rancangan penelitian dengan melakukan

pengamatan atau pengaturan pada saat bersamaan (sekali waktu).

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Februari 2016 sampai dengan 13

Februari 2016.

3.3.2 Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Kebun Lada, Kecamatan

Binjai Utara, Kota Binjai.

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi di dalam

penelitian adalah seluruh ibu balita yang mempunyai balita yang membawa

anaknya berobat ke Puskesmas Kebun Lada.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan

diambil. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu balita yang datang

membawa anaknya berobat ke Puskesmas Kebun Lada.

Tingkat Pendidikan Ibu Balita

Status Gizi Balita

Page 13: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

13

Untuk menentukan besarnya jumlah sampel digunakan teknik

pengambilan sampel jenis total sampling. Total sampling adalah teknik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.18

3.5 Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

untuk pengumpulan data.

Instrumen penelitian menggunakan alat pengukur berat badan berupa merk dacin

dan meteran plastik merk OneMed.

1. Timbangan berat badan (dacin)

Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu

timbangan dacin dengan ukuran maksimum 25 kg dan ketelitian 0,1

kg.

2. Meteran plastik merk (OneMed)

Alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan balita dengan

ukuran maksimum 150 cm dan ketelitian 0,1 cm.

3.6 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan adalah variabel bebas (independen)

dan variabel dependen (terikat).

3.6.1 Variabel bebas (independen)

Variabel bebas (independen) berupa tingkat pendidikan ibu balita.

3.6.2 Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat (dependen) berupa status gizi balita.

3.7 Definisi Operasional

Page 14: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

14

No. Variabel Definisi

Operasional

Alat dan Cara

Mengukur

Hasil

Pengukuran

Skala

Pengukuran

1. Tingkat

pendidikan

ibu

(independen)

kelas terakhir

yang

diselesaikan

oleh ibu dalam

sekolah formal

yaitu sekolah

umum.

Dihitung

jumlah tahun

yang harus

dilalui tanpa

mengulang.

Wawancara Pendidik

an dasar (

≤ 9

tahun)

Pendidik

an

menenga

h ( 10 –

12 tahun)

Pendidik

an tinggi

( > 12

tahun)

Skala ordinal

2. Status gizi

balita

(dependen)

pengukuran

status gizi

balita dengan

mengukur berat

badan menurut

tinggi badan

anak. Disajikan

dalam Z skor

dengan

menggunakan

baku rujukan

WHO – NCHS.

Antropometri:

Timbangan

berat badan,

meteran plastik

Gizi

lebih: > 2

SD

Gizi baik:

-2 SD s/d

2 SD

Gizi

kurang: <

-2 SD s/d

-3 SD

Gizi

sangat

kurang :

< -3 SD

Skala ordinal

Page 15: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

15

3.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Kebun Lada Kota Binjai,

dan telah mendapatkan izin penelitian oleh pihak yang terkait yaitu Dinas

Kesehatan Kota Binjai, Puskesmas Kebun Lada sebagai wilayah kerjanya dan

digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai

anak balita dan balitanya. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan

antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Kebun Lada.

Proses dalam penelitian ini yaitu status gizi balita diukur dengan penimbangan

berat badan merk dacin yang kemudian dikaitkan dengan tinggi badan dengan alat

ukur menggunakan meteran plastik merk OneMed, data ini dibandingkan dengan

BB/TB standar WHO-NCHS kemudian dikategorikan.

Untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu, peneliti melakukan wawancara

mengenai tingkat pendidikan ibu serta data pribadi ibu balita.

Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode

statistik sehingga dibuktikan bahwa hipotesis tersebut bermakna atau tidak

bermakna.

Page 16: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Astuti FD, Sulistiowati TF. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan

Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak pra Sekolah dan

Sekolah Dasar di Kecamatan Godean. Yogyakarta: Universitas Ahmad

Dahlan, (www.journal.uad.ac.id, diakses 29 Januari 2016). 2012

2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan

Anak Balita di Indonesia

(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin

-anak-balita.pdf , diakses 29 Januari 2016). 2015

3. Depkes RI. Masalah Gizi adalah Masalah Global

(http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=1784, diakses 29 Januari 2016).

2011

4. Elisa F. Tingkat Pendidikan Ibu Berpengaruh Kuat pada Perkembangan

Anak. JPNN, (http://www.jpnn.com/read/2014/05/10/233617/Tingkat-

Pendidikan-Ibu-Berpengaruh-Kuat-pada-Perkembangan-Anak-, diakses 29

Januari 2016). 2014

5. Jannah M, Maesaroh S. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status

Gizi Balita di Posyandu Bangunsari Semin Gunung Kidul.

(http://jurnal.akbid-mu.ac.id/index.php/jurnalmus/article/view/64/51,

diakses 29 Januari 2016). 2014

6. Idrus D, Kunanto G. Mutu, Gizi dan Keamanan. Jakarta: EGC. 2007

7. Muchtadi D. Gizi untuk Bayi. Jakarta: Pustaska Sinar Harapan. 2006

8. Supariasa. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. 2008

9. Arisman. Gizi Daur Hidup. Jakarta: EGC. 2007

10. Almatsier. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

2005

11. Ernawati A. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi

Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia

2-5 tahun di Kabupaten Semarang.

Page 17: Bab i II III Daftarpustaka Def.op

17

(https://core.ac.uk/download/files/379/11715280.pdf, diakses 29 Januari

2016). 2003

12. Soekirman. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia.

Jakarta: PT Primamedia Pustaka. 2006

13. Yusrizal. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6732, diakses 29 Januari

2016). 2008

14. Herman S. Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor: Puslitbang. 2008

15. Depkes RI. Pedoman Tenaga Gizi Puskesmas. Jakarta: Depkes RI. 2006

16. Soekirman. Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi V. Jakarta: LIPI. 2007

17. Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

66 Tahun 2010. Jakarta: Peraturan Pemerintah RI. 2010

18. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2010