Upload
rama-dhani-nerazzurri
View
14
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ddd
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Penderita bernama Nn. IR dengan usia 16 tahun datang ke Bagian Anastesi dari
Bangsal Bedah RSUD Raden Mattaher pada tanggal 5 Juli 2010. Dari hasil pemeriksaan
ditegakkan diagnosa FAM bilateral. Pada saat pemeriksaan Pra Anastesi tidak ditemukan
kelainan berarti yang dapat mengganggu proses Anastesi. Dari hasil pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang pada saat pra anastesi didapatkan pasien termasuk status
ASA I. Setelah pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan Anastesi Umum. Operasi
direncanakan pada tanggal 6 Juli 2010 jam 09.00 WIB dan akan dilakukan oleh ahli
Bedah : Dr. Riadi Ali, Sp.B (Onk). Ahli Anastesi oleh Dr.Isrun Masari Sp.AN.
1
BAB II
STATUS RESUSITASI UNTUK MAHASISWA PSPD UNJA
BAGIAN ANASTESIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.IR
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
MRS : 5-09-2010
Jam : 18.30 WIB
Ruang : IGD
Berat Badan : 39 kg
ANAMNESIS
Keluhan Utama : ada benjolan di payudara kanan dan kiri
Kronologis : ± sejak 4 bulan SMRS penderita merasakan ada benjolan
di payudaranya, tidak terasa sakit, tetapi dapat digerakkan
dengan tangan. Setelah 2 bulan kemudian penderita
merasakan benjolan tersebut semakin besar, kemudian
penderita pergi berobat ke poli bedah RSUD Raden
Mattaher dan kemudian dianjurkan untuk dioperasi.
Riwayat penyakit dahulu : sesak napas disangkal, alergi obat atay makanan
disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Tampak sakit berat
2. Kesadaran : Coma
3. TD : 60/40 mmHg
4. Pernafasan : 8X/menit
2
5. Nadi : 50 X/menit
6. Suhu : 36,00C
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk : Mesosefal
Mata :Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Pupil midriasis
4 mm, reflek cahaya minimal
Leher : JVP (5+1) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
2. Thorax
Pulmo : Statis dan dinamis simetris, sonor disemua lapangan paru,
Vesikuler melemah, Ronkhi -/-, whezing -/-
Cor : Bj I, II ireguler melemah, murmur (+), Gallop (-)
3. Abdomen : Buncit (hamil), Tegang, hepar dan lien tidak teraba,
redup, bising usus
4. Ekstremitas : Acral dingin, edema pretibial (+) minimal
PEMERIKSAAN PENUNJANG: Tidak dilakukan
DIAGNOSIS : G3P2A0 + suspek kardiomiopati peripartum + Hipotensi
THERAPHY :
- Memasang goedel
- Oksigen sungkup 8 L/menit
- IVFD RL 2 line gtt 60
- Pantau vital sign secara ketat
RESUSITASI
Jam Tindakan Tekanan
Darah
Nadi Respirasi
04.00 - Pasang invus 2 line Tidak dapat Tidak dapat 8X/menit
3
- O2 sungkup 8L/menit dinilai dinilai
04.05 - pasang goedel suction
- Resusitasi jantung paru (RJP)
- pasang ambubag
60/40 mmHg 50X/menit 6X/menit
04.08 - pasang goedel
- Resusitasi jantung paru (RJP)
- pasang ambubag
55/40 mmHg 50X/menit 4X/menit
04.11 - pasang goedel
- Resusitasi jantung paru (RJP)
- pasang ambubag
55/40 mmHg 50X/menit 4X/menit
04.13 - SA 1 amp IV
- RJP
- pasang ambubag
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
apneu
04.15 - Pupil midriasis maksimal
- EKG flat
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
apneu
BAB III
TEORI DAN PEMBAHASAN
1. Syok Kardiogenik
Penyebab Fisiologik Syok 1
4
Syok terjadi akibat turunnya curah jantung. Untuk itu, setiap syok yang
mengurangi curah jantung akan menyebabkan syok sirkulasi. Ada dua faktor yang
memperberat penurunan curah jantung ;
a. Kelainan jantung yang menurunkan kemampuan jantung untuk memompa
darah. Kelainan ini meliputi; infark miokardium, keadaan toksik jantung
dan lain-lain.
b. Faktor-faktor yng menurunkan tekanan aliran balik vena. Penyebab paling
sering adalah: penurunan volume darah, penurunan tonus vakular,
obstruksi aliran darah terutama di lintasan aliran balik dari vena ke
jantung.
Pembahasan: pada kasus ini, syok yang terjdi adalah syok akibat menurunya atau
terganggunya kemampuan jantung untuk memompa darah yang disebabkan oleh
penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup.
pada kasus ini tidak terjadi perdarahan sehingga pada keadaan ini volume
intravaskularnya masih cukup.
Tahap-tahap Syok 1
Karena sifat dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat
keseriusan, maka syok dibagi menjadi tiga tahap utama;
a. Tahap nonprogresif ( tahap kompensasi)
Akibat adanya mekanisme kompensasi, maka tubuh dapat
mengkompensasi sirkulasi mnjadi normal sehingga dapat terjadi
pemulihan sempurna tanpa terapi dari luar.
b. Tahap progresif
Ketika syok semakin memburuk sampai timbulnya kematian.
c. Tahap irreversibel
Ketika syok telah berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk
terapi tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun penderita masih
hidup.
Penilaian klinik untuk menentukan derajat syok
1. Syok ringan
5
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,
lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal, atau
hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal).
Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti
pada lemak, kulit dan otot. Pda keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang
dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran masih
baik.
3. Syok berat
Perfusi kejantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok
beraksi untuk mnyediakan aliran darah kedua ogan vital. Pada syok lanjut
terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan
asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung
(EKG abnormal, curah jantung menurun)
Pembahasan: jika dilihat dari kesadaran penderita, maka penderita
tergolong kedalam syok berat.
Syok yang disebabkan oleh syok kardiogenik
Pendahuluan1
Pada banyak keadaan setelah terjadi serangan jantung akut dan sering kali
juga setelah periode kerusakan jantung yang berlangsung progresif lambat dan
berkepanjangan, jantung tidak mampu lagi untuk memompa bahkan untuk jumlah
aliran darah yang kecil sekalipun yang dibutuhkan untuk mempertahankan agar
tubuh tetap hidup. Akibatnya seluruh jaringan tubuh mulai menderita dan bahkan
mengalami kerusakan, seringkali menimbulkan kematian dalam waktu beberapa
jam sampai beberapa hari. Sistem gangguan kardiovaskular pun mengalami
gangguan akibat hilangnya nutrisi, dan hal ini, juga brsama dengan sisa bagian
tubuh yang ada, menjadi rusak, jadi mempercepat kematian. Sindrom syok
sirkulasi yang disebabkan oleh pemompaan jantung yang tidak adekuat disebut
6
syok kardiogenik atau secara sederhana syok jantung. Kadang-kadang keadaan ini
sindrom kegagalan kekuatan. Sekali seseorang mengalami syok kardiogenik nilai
harapan hidupnya, meskipun dengan terapi yang terbaik sekalipun, biasanya
kurang dari 15%.buku fisiologi
Definisi Syok Kardiogenik2
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel
kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri
cukup baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk
tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah <90 mmHg. Dengan
penurunanya tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang
mngakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik mencakup perubahan status
mental, kulit dingin dan oliguri.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90 mmHg
selama lebih dari 1 jam di mana:
Tak responsif dengan pemberian cairan saja
Sekunder terhadap difungsi jantung, atau
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi indeks kardiak <2,2 l/menit per
m2 dan tkanan baji kapiler paru > 18 mmmHg.
Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :
Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg dalam 1 jam
setelah pemberian obat inotropik, dan
Pasie yang meninggal dalam satu jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria
lain syok kardiogenik.
Epidemiologi
Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah infark miokard akut,
dimana terjadi sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insidens
syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini
berhubungan dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut
yang dipakai sangat beragampada berbagai penelitian.
7
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan
2,1% pasien infark miokard akut (IMA) non elevasi ST. Median waktu
perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana
yang tersering adalah 48 jam. Syok sering dijumpai sebagai komplikasi IMA
dengan elevasi ST dari pada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar
dinegara maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan
kejadian syok kardiogenik yang berkisar antara 4,2% sampai 7,2%. Tingkat
mortalitas masih tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 70-100%.
Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan
terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel,
ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang secara keseluruhan
dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark
ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat
menyebabkan terjdinya syok.
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kadiogenik adalah
takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat
disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia
supraventrikuler ataupun ventrikuler.
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari
disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia,
maupun kardiomiopati hipertropik dan restriktif.
Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan
curah jantung, tekann darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi
penurunan kontraktilitas dan curh jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa
vasokonstriksi sistemikyang terjadi sebagai respons dari penurunan curah jantung.
8
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard
(MI). Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang
mengakibatkan peninggian kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya
mempunyai efek buruk multiple antara lain:
a. Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
b. Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
c. Efek terhadap metabolisme glukosa
d. Efek proinflamasi
e. Penurunan responsivitas katekolamin
f. Merangsang vasodilatasi sistemik.
Sindrom respons inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non
infeksi, antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis, dan lluka
bakar. Pasien dengan infark miokard luas sering mengalami peningkatan suhu
tubuh, sel darah putih, komplemen, interleukin dan petanda inflamasi lain. NO
yang disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitric oxide (eNOS) sel
endotelial dan miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan
tipikal nyeri dada yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat
penyakit jantung koroner sebelumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut,
biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark
tersebut. Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-
tiba yang menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop,
sinkop atau merasakan irama jantung yng berhenti sejenak. Kemudian pasien akan
merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi kesistem saraf pusat.
Pemeriksaaan fisis
9
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah
sistolik yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80 mmHg
pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung
cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan
frekuensi pernafasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti diparu.
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronkhi. Pasien dengan infark
ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi
sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paru.
Sistem kardiovaskuler yang dapat dievaluasi seperti vena-vena dileher
seringkali meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat pada pasien dengan
kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi
perikardial ataupun temponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukkan
adanya difungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau
defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur yang timbul akan sangat
membantu dokter pemeriksa untuk menentukan kelainan atau komplikasi mekanik
yang ada.
Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan
beberapa tanda-tanda antara lain; pembesaran hati, pulsasi diliver akibat
regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yng sulit
untuk diatasi. Pulsasi arteri diekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan
edema perifer dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas
yang teraba dingin, menunjukkan terjadinya penurunan perfusi ke jaringan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG): Gambaran rekaman EKG dapat membantu
untuk menentukan etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada IMA
akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut
b. Foto roengent dada: pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan
tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang
berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral
10
akibat IMA akan tampak gabaran kongesti paru yang tidak disertai
kardiomegali.
c. Ekokardiografi: modalitas pmeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak
membantu dalam membuat dignosis dan mencari etiologi dari syok
kardiogenik. Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari
pemeriksaan ini antara lain: penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri
(global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau
regurgitasi) dan lain-lain.
d. Pemeriksaan hemodinamik: penggunaan kateter Swan-ganz untuk
mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru
sangat berguna, khususnya untuk mmastikan diagnosis dan etiologi syok
kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.
e. Saturasi Oksigen : pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat. Bila
terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan
dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.
Penatalaksanaan
Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan tanpa adanya
bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 ml dapat dilakukan
dalam 10 menit. Oksigenasi adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus
dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang terus
berlangsung memicu kegagalan otot pernafasan dan dapat dicegah dengan
pemberian ventilasi mekanis.
Langkah Penatalaksanaan Syok Kardiogenik
Langkah satu. Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi
definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah
sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin
(norepinefrin), tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan seceppatnya
untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis
11
minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin
dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output
tanpa hipotensi yang nyata.
Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan transportasi
jika fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi oksigen harus dimonitor
dengan memberikan countinous positive airway pressure atau ventilasi mekanis
jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus menerus, dan peralatan
defibrilator, obat antiaritmia amiodaron dan lidokain harus tersedia.
Langkah 2.Menetukan secara dini anatomi koroner
Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang
berasal dari kegagalan pompa iskemik yang predominan. Pasien dirumah sakit
komunitas harus segera dikirim ke fasilitas pelayanan tersier yang berpengalaman.
Hipotensi diatas segera dengan IABP.
Pembahasan: Berdsarkan teori diatas, maka pada kasus ini penderita mengalami
syok kardiogenik dengan penyebab yang belum dapat dipastikan. Dengan klinis
yang sesuai dan dapat dijelaskan dengan teori yang telah dikemukakn diatas.
2. Kardiomiopti Peripartum3
Ini adalah diagnosis ekslusi dan serupa dengan kardiomiopati dilatasi
idioptik yang terjadi pada orang dewasa tidak hamil. Hubungan kehamilan dengan
kardiomiopati dilatasi ditemukan oleh Virchow dan porak pada tahun 1870.
Walaupun istilah kardiomiopati peripartum telah digunakan secara luas untuk
yang menerangkan wanita yang mengalami gagal jantung peripartum tanpa
etiologi yang jelas. National Heart, Lung, and Blood Institute membentuk suatu
panel pengkajian yang menyimpulkan bahwa penyakit ini adalah suatu keadaan
akut dan bukan penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan.
Menurut Faktin dkk. (1999), sepertiga dari kasus kardiomiopati dilatasi
idiopatik diwariskan. Felker dkk. (2000) melakukan biopsi endomiokardiumium
pada 1230 pasien non hamil denngan kardiomiopati yang etologinya belum jelas.
Pada tepat separuh dari kasus-kasus ini dapat ditemukan kausa kardiomiopatinya
dan yang tersering adalah miokardiiumitis. Feldman dan McNamara (2000) baru-
12
baru ini mengulas keterkaitan ini. Kardiomiopati dilatasi juga dijumpai pada
infksi HIV (Barbaro dkk, 1998). Pada 28 wanita yang dilakukan evaluasi 21 dari
mereka, gagal jantung akhirnya terbukti oleh penyakit jantung hipertensif, stenois
mittral yang secar klinis tenang, kegemukan atau miokardiumitis virus
(Cunningham dkk,1986).
Hipertensi kronik disertai preeklamsia sering menjadi penyebab gagal
jantung pada kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi ringan yang biasanya
sudah ada tidak terdiagnosis, dan saat timbul preeklamsia, hipertensi ini dapat
menyebabkan gagal jantung peripartu yang tidak dapat dijelaskan. Obesitas adalah
kofaktor umum pada hipertensi kronik, dan keadaan ini dapat menyebabkan atau
ikut serta menimbulkan hipertrofi ventrikel.
Apapun keadaan yang mendasari disfungsi jantung, wanita yang mengalami gagal
jantung peripartum sering menderita penyulit obstetris yang berperan atau
memicu gagal jantung.
Pembahasan: Berdasarkan teori diatas maka keadaan penderita dapat
disebabkan oleh kardiomiopati peripartum oleh karena mengalami gagal jantung
peripartum tanpa etiologi yang jelas dan terjadi secara akut dan bukan penyakit
yang sudah ada sebelum kehamilan.
3. Resusitasi Jantung Paru4
Pendahuluan
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu
usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan atau henti jantung (yang
dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian
biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi rteri karotis dan arteri
femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernapasan dan
terjadinya penurunan/ kehilangan kesadaran. Kematian biologis dimana kerusakan
otak tak dapat diperbaiki lagi terjadi hanya kurang dari 4 menit setelah kematian
klinis. Oleh karena itu keberhasilan tindakan RJP tergantung pada cepatnya
tindakan da tepatnya teknik pelaksanaannya, walaupun dalam beberapa hal
tergantung pula pada penyebabnya.
13
Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektf),
antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsunglebih dari 5 menit (oleh
karena kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan
stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang
mendahului arrest, kelainan neurologik yang berat, serta pada peyakit ginjal, hati
dan paru-paru yang lanjut.
Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas.
Umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan
pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada
henti jantung dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Diltasi pupil mulai terjadi
45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam
waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini
menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversibel.
Penatalaksanaan
Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap
tahapan dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disususun menurut abjad:
1. Pertolongn dasar (Basic life support)
a. Airway control : membebaskan jalan napas supaya tetap terbuka
dan bersih
b. Breathing support : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru
secara adekuat.
c. Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah dengan cara
memijat jantung.
2. Pertolongan lanjut (Advanced life support)
a. Drug and fluid : pemberian obat-obatan dan cairan
b. Electrocardiography treatment : penentuan irama jantung
c. Fibrillation treatment: mengatasi fibrilasi ventrikel
3. Pertolongan jangka panjang (prolonged life support)
a. Gaunging : memonitor dan mengevaluasi RJP, pemeriksaan dan
penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya pasien
diselamatkan dan diteruskan pengobatan
14
b. Human mentation : penentuan kerusakan otak dan resusitasi serebral
c. Intensive care : perawata intensive jangka panjang.
PERTOLONGAN DASAR (Basic life support)
Tujuan utama dari pertolongan dasar adalah suatu tindakan oksigenasi darurat
untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darahoksigenasi
kejaringan tubuh. Apabila kita dihadapkan pada hilangnya denyut nadi dan
pernapasan bersama-sama, maka selalu didahulukan tindakan airway control,
breathing support, kemudian disusul dengan circulation support.
Airwa control : pembebasan jalan napas dn menjaga agar jalan napas tetap
terbuka dan bersih merupakan hal yang sangat penting dalam RJP.
Caranya:
- Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi telentang dan horizontal,
kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien
harus direndahkan dengan posisi semi lateral untuk memudahkan drainase
lendir, cairan muntah atau benda asing.
- Kepala diekstenikan dengan cara meletakkan satu tangan dibawah leher
pasien dengan sedikit mengangkat leher keatas. Tangan lain diletakkan
pada dahi pasien sambil mendorong ke belakang
- Bila belum berhasil maka posisi penolong sebaiknya berpindah tempat
kepuncak kepala pasien kemudian melakukan triple airway maneuver.
- Jika triple airway maneuver belum berhasil mka perlu dipikirkan adanya
penyumbatan pada jalan napas. Oleh karena itu mulut harus segera dibuka,
dikeluarkan benda padat ddengan tangan , bila ada. Untuk mengeluarkan
benda cair, maka posisi kepala dan bahu direndahkan dengan memirngkan
kepala kesamping.
Penyebab utama obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh
kebelakang dan menutup nasofarings. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema
atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut. Ada 3 cara untuk
membebaska obstruksi jalan napas:
Head tilt : leher diekstensikan sejauh mungkin dengan menggunakan satu tangan
15
Chin lift : dagu bagian sentral ditarik kedepan dengan menggunakan tangan yang
lain
Jaw thrust : jari indeks dan lainnya ditempatkan pada kedua sisi antara sudut
rahang dan telinga serta rahang ditarik ke depan.
Pada pasien dengn trauma, memutar atau melakukan ekstensi kepala harus
berhati-hati karena dapat memperberat kerusakan tulang belakang, bila ada.
Breathing Support. Merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan
inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi.
Ventilasi buatan dengan tekanan positif jangka panjang sebaiknya dilakukan
melalui intubasi dengan pipa endotrakeal atau dengan trakeostomi.
Setelah dilakukan usaha prtolongan dengan membebaskan jalan napas dan
usaha ventilasi buatan, diperhatikan dada pasien memperlihatkan gerakan naik
turun atau terdengar udara keluar pada waktu ekshalasi. Apakah denyut nadi
teraba atau suara denyutan jantung dan pembuluh darah terdengar dengan
stetoskop. Bila nadi teraba, lanjutkan dengan 12 kali inflasi permenit untuk orang
dewasa dan 20 kali permenit untuk anak-anak.bila nadi tidak teraba mulai dengan
tindakan pijat jantung dan pembuluh darah luar untuk memberikan bantuan
sirkulasi.
Circulation Suppor. Merupakan tindakan resusitasi jantung dalam usaha
mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehinga
kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan.
Pijat jantung luar (PJL) dilakukan dengan cara kompresi dinding dada depan
secara teratur yang dilakukan pada akhir inspirasi.
PERTOLONGAN LANJUT (Advanced life support)
Tujuan utama dari pertolongan lanjut adalah untuk mengembaikan sirkulasi
spontan dan stabilitas sistem kardiovaskular, yaitu dengan pemberian cairan dan
obat-obatan. Perlu pula pemeriksaan EKG untuk melihat apakah ada kelainan
jantung.
16
Drugs.untuk mengembalikan sirkulasi spontan dan stabilitas sistem
cardiovaskular, diberikan cairan dan obat-obatan. Dilakukan pemasangan infus
pada dua tempat yang dilakukan beersamaan dengan mulainya RJP. Bila
mmungkinkan dilakukan pemasangan kateter untuk memonitor cntral venous
ressure (CVP).
Untuk mengatasi hipotensi, diberikan dopamin 200 mg yang dilarutkan
dalam 250-500 ml garam fisiologis. Untuk mengatasi asidosis metabolik yang
biasanya timbul beberapa menit setelah henti jantung, diberikan Na-bikarbonat.
Dosis awal yang dianjurkan adalah 1 mEq/KgBB i.v.
Elektrokardiografi. Pemeriksaan EKG penting untuk melihat apakah pasien
mengalami suatu fibrilasi ventrikel, asistl atau kompleks ventrikuler yang agonal,
dimana pengobatannya berbeda.
Fibrilation Treatment. Untuk mengobati fibrilasi ventrikel dilakukan DC-Shock.
BANTUAN JANGKA PANJANG (prolonged life support)
Gauging. Yakni mengevaluasi dan mengobati penyebabnya serta menilai serta
menilai kembali apakah pasien dapat diselamatkan dan apakah usaha pertolongan
perlu dilanjutkan.
Human mentation. Merupakan tindakan resusitasi lanjut dari otak dan sistem
saraf untuk mencegah terjadinya kelainan neurologik yang menetap.
Intensive care. Merupakan perawatan jangka panjang yaitu bbrupa usaha
mempertahankan homeostasis intrakranial, antara lain dengan mengusahakan agar
fungsi pernafasan, kardiovaskular, metabolik, fungsi ginjal dan hati menjadi
optimal.
BAB IV
KESIMPULAN
17
1. Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan
dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena
disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan
dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik.
2. Resusitasi cairan dilakukan dengan cepat untuk mengatasi syok akibat
keadaan hemodinamik pasien yang memburuk. Sehingga cairan infus
tepasang 2 line dengan kecepatan tinggi (dicor/diguyur)
3. Resusitasi jantung parupun segera dilakukan karena pasien mengalami
henti jantung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. 1997
18
2. Alwi I, Nasution SA. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. FKUI.
2006
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC,
Wenstrom KD. Obstetri Williams. Edisi 21. EGC. 2004.
4. Alkatiri J, Bakri S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. FKUI.
2006
19