11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan antara lain: ibu,bayi, anak, manula, dan keluarga miskin. Sebagai usaha meningkatkan derajat kesehatan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan masih terdapat beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang terlihat dari masih tingginya angka kematian balita,angka kematian bayi, angka kematian ibu dan 1

BAB I kti ispa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kti tentang ispa

Citation preview

PAGE

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan Indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan antara lain: ibu,bayi, anak, manula, dan keluarga miskin. Sebagai usaha meningkatkan derajat kesehatan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan masih terdapat beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang terlihat dari masih tingginya angka kematian balita,angka kematian bayi, angka kematian ibu dan prevalensi gizi kurang pada balita. (Depkes RI, 2009)Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah menyusun berbagai program pembangunan di bidang kesehatan antara lain kegiatan pemberantasan penyakit menular ( P2M ) baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di semua aspek lingkungan kegiatan pelayanan kesehatan.

Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol, salah satu penyakit yang banyak terjadi di masyarakat adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) yaitu meliputi Infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju, banyak dari mereka yang perlu di rawat di rumah sakit karena penyakit yang di derita cukup gawat dan dapat pula memberi kecacatan sampai masa dewasa. Hal ini tidak dapat dianggap remeh karena jika tidak ditangani dengan baik maka dapat berakibat fatal sampai berakhir pada kematian (Rasmaliah,2004).

Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk terserang berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi.Menurut temuan organisasi kesehatan dunia ( WHO ) yang di kutip dari data DepKes tahun 2007 diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun yang disebabkan karena diare, HIV / AIDS, malaria dan ISPA (Irawan, 2009).

Angka kematian balita di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 44 per 1000 KH pada tahun 2007. World health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita.

Kematian pada seseorang yang menderita ISPA dapat terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA berat, karena infeksi telah mencapai paru-paru. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena penyakit ringan (ISPA ringan) yang diabaikan. Seringkali penyakit dimulai dengan batuk pilek biasa, tetapi karena daya tahan tubuh anak lemah terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak bersih, maka penyakit dengan cepat menjalar ke paru-paru. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang tepat, anak tersebut dapat meninggal.(Yamin,dkk,2007)

Penyakit ISPA merupakan suatu masalah kesehatan utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak-anak dan balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20%-30% kematian anak balita, dan diperkirakan tiap anak mengalami 3- 6 episode ISPA tiap tahunnya. ISPA merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien ke sarana kesehatan, sebanyak 40%-60% kunjungan berobat puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat dirawat jalan dan rawat inap. Jumlah tiap tahunnya kejadian ISPA di Indonesia 150.000 kasus atau seorang balita meninggal tiap 5 menitnya. Berdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2007 prevalensi nasional ISPA adalah 25,5%, dengan angka mortalitas bagi balita yang sudah mengalami ISPA berat adalah 15,5%. Dan menurut catatan Dinas kesehatan Kalsel, sepanjang 2009 tercatat lima balita tewas akibat serangan ISPA, sedangkan jumlah penderita ISPA 13 kabupaten / kota di provinsi Kalsel tercatat mencapai 111.590 orang, terdiri dari 52.130 balita.

Dari laporan tahunan Puskesmas Banua Padang tahun 2008 diperoleh data untuk penyakit ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak dengan jumlah 1619 orang (46,02%). Dari 1619 orang yang datang berobat ke puskesmas yang di diagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan 367 orang (22,66%) diantaranya adalah balita. Dan berdasarkan laporan bulanan program P2 ISPA tahun 2009 terdapat 402 orang kasus balita yang menderita ISPA.

Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan yang terjadi, Green membedakan adanya dua faktor utama yang menyebabkan masalah kesehatan yakni faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, salah satunya adalah faktor predisposisi. Faktor predisposisi yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain yaitu pengetahuan dan sikap. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat lebih langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka tidak akan berlangsung lama.(Notoatmodjo, 2005)

Seorang ibu sebaiknya memiliki pengetahuan yang baik terutama tentang kesehatan yang mencakup pengetahuan tentang penyakit, pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, dan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan. Dari pengetahuan yang baik diharapkan akan timbul sikap yang positif pula terhadap kesehatan,. Seorang ibu yang mengetahui tentang penyakit terutama tentang ISPA (gejala, penyebab, cara mengatasi, dan cara mencegah, dsb) akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terserang penyakit ISPA.

Balita merupakan sasaran utama upaya program P2 ISPA, karena itu peran ibu sangat penting dalam keberhasilan P2 ISPA baik dalam upaya penurunan kematian maupun penurunan kesakitan. Menurut Depkes (2001) Keberhasilan program P2 ISPA dalam penanggulangan pada balita salah satunya ditentukan oleh faktor pengetahuan dan sikap masyarakat terutama ibu. Pengetahuan ibu sangat diperlukan dalam pengenalan dini penyakit yang diderita oleh anaknya, misalnya dalam tatalaksana penderita di rumah tangga, dalam upaya membawa anak ke sarana/petugas kesehatan dan dalam memberikan gizi yang baik serta menjaga kesehatan anak, termasuk dalam upaya menciptakan lingkungan yang sehat.

Berdasarkan latar belakang dan data yang diperoleh tersebut, sehingga perlu kiranya untuk diteliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banua Padang.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yakni : Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banua Padang?.C. Tujuan Penelitian1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banua Padang.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sabagai berikut :

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu di wilayah kerja Puskemas Banua Padang.

b. Mengidentifikasi sikap ibu di wilayah kerja Puskemas Banua Padang.

c. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskemas Banua Padang.

d. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banua Padang.

e. Menganalisis hubungan sikap ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banua Padang.

D. Manfaat Penelitian1. Secara teoritis

Sebagai bahan masukan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya mengenai penyakit ISPA dan diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi untuk karya tulis berikutnya.

2. Secara Praktis

a. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat untuk meningkatkan profesionalisme dalam asuhan keperawatan khususnya dalam menjalankan peran perawat dalam penatalaksanaan penyakit ISPA.

b. Bagi Puskesmas Banua Padang

Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas dalam rangka meninngkatkan program promotif dan program P2 ISPA yautu pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA di masyarakat terutama pada kelompok resiko antara lain balita yang berada di wilayah Kecamatan Bungur.

c. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan ibu yang mempunyai anak balita tentang penyakit ISPA dalam merawat dan mencegah terjadinya ISPA.

PAGE 1