21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini belum pernah ada laporan hasil penelitian dan kajian yang menyatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang agama—termasuk di dalamnya Indonesia yang multi agama. Walaupun peristiwa perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna agama, hal itu tidak berhasil meniadakan eksistensi agama dalam masyarakat. Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan menjadi kajian yang penting. Karena sifat universalitas agama dalam masyarakat, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebagai salah satu faktornya. 1 Pemeluk agama-agama di dunia termasuk di dalamnya masyarakat pemeluk agama lokal sekalipun—seperti aliran kebatinan—meyakini bahwa fungsi utama agama atau kepercayaan itu adalah memandu kehidupan manusia agar memperoleh keselamatan di dunia dan keselamatan sesudah hari kematian. Mereka menyatakan bahwa agamanya mengajarkan kasih sayang pada sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan, alam tumbuh-tumbuhan, hewan, hingga benda mati. 2 1 Jamhari Ma'ruf, Pendekatan Antropologi Dalam Kajian Islam, Artikel Pilihan Dalam Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, www.ditpertais.net. 2 Abdul Munir Mulkan, “Dilema Manusia Dengan Diri dan Tuhan” kata pengantar dalam Th. Sumartana (ed.), Pluralis, Konflik, dan Pendidikan Agama Di Indonesia, (Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2001). Hal. 20

BAB I Makalah Kebatinan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah kebatinan

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Sampai saat ini belum pernah ada laporan hasil penelitian dan kajian yang menyatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang agamatermasuk di dalamnya Indonesia yang multi agama. Walaupun peristiwa perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna agama, hal itu tidak berhasil meniadakan eksistensi agama dalam masyarakat. Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan menjadi kajian yang penting. Karena sifat universalitas agama dalam masyarakat, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebagai salah satu faktornya.

Pemeluk agama-agama di dunia termasuk di dalamnya masyarakat pemeluk agama lokal sekalipunseperti aliran kebatinanmeyakini bahwa fungsi utama agama atau kepercayaan itu adalah memandu kehidupan manusia agar memperoleh keselamatan di dunia dan keselamatan sesudah hari kematian. Mereka menyatakan bahwa agamanya mengajarkan kasih sayang pada sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan, alam tumbuh-tumbuhan, hewan, hingga benda mati.

Perbincangan tentang agama atau kepercayaan memang tidak akan pernah selesai, seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Baik secara teologis maupun sosiologis, agama atau kepercayaan dapat dipandang sebagai instrument untuk memahami dunia. Dalam konteks itu, hampir-hampir tak ada kesulitan bagi agama apapun untuk menerima premis tersebut. Secara teologis, hal itu dikarenakan oleh watak omnipresent agama. Yaitu, agama, baik melalui simbol-simbol atau nilai-nilai yang dikandungnya hadir dimana-mana, ikut mempengaruhi, bahkan membentuk struktur sosial, budaya, ekonomi dan politik serta kebijakan publik.

Dengan ciri ini, dipahami bahwa dimanapun suatu agama atau kepercayaan berada, ia diharapkan dapat memberi panduan nilai bagi seluruh diskursus kegiatan manusia, baik yang bersifat sosial-budaya, ekonomi maupun politik. Sementara itu, secara sosiologis tak jarang agama dan aliran kepercayaan menjadi faktor penentu dalam proses transformasi dan modernisasitermasuk di dalamnya para penganut agama lokal seperti aliran kebatinan yang dianggap menyimpang.B. Rumusan Masalah1. Bagaimana pandangan agama secara umum terhadap aliran kebatinan

2. Bagaimana usaha dan prestasi golongan kebatinan

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pandangan agama secara umum terhadap aliran kebatinan2. Untuk mengetahui usaha dan prestasi golongan kebatinanBAB II

PEMBAHASANA. Agama dan Aliran Kebatinan

Dalam kehidupan manusia di negara maju dan berkehidupan modern, agama dan kebatinan merupakan hal yang bersifat pribadi dan perbedaan-perbedaan pandang di dalamnya tidak dipermasalahkan selama tidak menyentuh langsung privacy mereka. Mereka menekankan pada kehidupan yang rasional, menghargai privacy, dan tidak mempermasalahkan kehidupan religi dan kepercayaan seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak membawa-bawa urusan agama atau urusan pribadi lainnya, tetapi lebih menekankan kepentingan bersama dan kemampuan manusia sendiri untuk mengatur dan mengusahakan jalan hidupnya sendiri. Jati diri dan kepribadian mereka sudah mapan.

Tetapi di Indonesia, kepribadian masyarakatnya masih labil. Kepribadian masyarakatnya campur aduk. Sebagian masyarakatnya masih hidup dengan memelihara budaya lama. Agama dan kebatinan merupakan bagian hidupnya. Sebagian lagi menggantikan kehidupan budaya lama dengan kehidupan yang agamis dan ada yang "memaksakan" agamanya kepada negara atau orang lain. Sebagian lagi berusaha untuk hidup rasional, tidak terkekang dalam urusan fanatisme agama. Sebagian lagi tidak peduli dengan urusan agama ataupun budaya, hidup menurut jalan dan prinsip hidupnya sendiri.

Di Indonesia sebagian masyarakatnya tidak menghargai privacy, tidak menghargai kehidupan religi dan kepercayaan orang lain, tidak menghargai hidup rukun dan kebersamaan, memaksakan egoisme pribadinya terhadap orang lain yang tidak sejalan. Konflik kesukuan dan agama sering terjadi karena adanya orang-orang yang memaksakan egoismenya. Fanatisme memuliakan agama tidak dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang mulia. Banyak orang yang berperilaku rendah dan meyakini perbuatan-perbuatannya yang rendah sebagai perbuatan memuliakan agama.

Ada kalangan yang mengatakan bahwa kebatinan adalah aliran kepercayaan di Indonesia yang tidak termasuk sebagai agama yang diakui seperti Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Selain yang mencerca agama lain, ada kalangan agama yang mencerca kehidupan berkebatinan sebagai haram, menganggapnya sebagai jalan kepercayaan yang rendah, yang harus diberantas, karena dianggap berpotensi meracuni iman dan agama. Tapi sebenarnya itu adalah persepsi yang dangkal dan keliru, karena orang hanya memandang secara harfiah saja, hanya memandang dari kulit dan "bungkus kemasan" formalitasnya saja, karena kebatinan tidak sesempit itu maknanya, tetapi lebih dalam dan luas. Kebatinan memiliki banyak makna dan definisi, tergantung dari sudut mana kita memandang.

Jika kebatinan hanya dipandang secara harfiahnya saja, hanya dipandang dari sisi bentuk formalnya saja, maka manusia telah memandang kebatinan secara dangkal. Seharusnya manusia bisa berpikir dan bersikap lebih kritis, jangan segala sesuatu hanya dipandang secara dangkal, jangan hanya dari kulitnya saja. Manusia harus belajar memandang dari sisi hakekatnya, arti dan makna di dalamnya. Termasuk tentang agamanya sendiri, seharusnya orang bisa berpikir dan bersikap kritis, jangan memandang secara dangkal, jangan hanya dari kulitnya saja, sehingga orang mengagung-agungkan agamanya sendiri dan merendahkan agama lain. Orang harus belajar memandang dari sisi hakekatnya, arti dan makna di dalamnya, supaya orang tahu betul agama dan Tuhannya.

Kebatinan tidak hanya terkait dengan keilmuan kebatinan, atau ketuhanan dan aliran kepercayaan, tetapi bersifat universal, berkaitan dengan segalasesuatu yang dirasakan manusia pada batinnya yang paling dalam. Kebatinan melandasi kehidupan manusia sehari-hari. Di dalam kebatinan masing-masing orang terkandung keyakinan dan kepercayaan pribadi, pandangan dan pendapat pribadi, prinsip dan sikap hidup pribadi, yang semuanya itu menjadi bagian dari kepribadian seseorang dan juga tercermin dan melandasi perbuatan dan perilakunya sehari-hari.

Di dalam sikap hidup berkebatinan ada laku-laku dan ritual yang dilakukan manusia, seperti laku dan ritual dalam peribadatan agama atau laku-laku yang dilakukan dalam kepercayaan dan tradisi, seperti laku dan ritual yang dilakukan masyarakat dalam budaya dan kepercayaan kejawen, atau laku memperingati / merayakan hari-hari besar agama, atau laku-laku pribadi dan kelompok sesuai kepercayaan kebatinan masing-masing orang, seperti puasa mutih, puasa senin-kamis, wiridan / zikir, pengajian, doa bersama, tahlilan, selametan, dsb. Tetapi sikap dan laku dalam berkebatinan tidak selalu harus ditunjukkan dengan laku-laku tertentu yang kelihatan mata, karena kebatinan terutama berisi sikap hati dan pandangan-pandangan pribadi yang semuanya tidak selalu terwujud dalam laku dan ritual yang kelihatan mata. Termasuk sikap hidup rasional manusia yang hidup di negara-negara maju dan modern, itu adalah sikap kebatinan mereka dalam hidup mereka sehari-hari.

Selain yang formal berbentuk kelompok keagamaan, sebagian besar pemahaman kebatinan dan aliran kebatinan yang ada (di seluruh dunia) adalah bersifat kerohanian dan keagamaan, berisi upaya penghayatan kepercayaan manusia terhadap Tuhan (Roh Agung Alam Semesta) dengan cara pemahaman mereka masing-masing. Tujuan tertinggi penghayatankebatinanmereka adalah untuk mencapai kesatuan dan keselarasan dengan Sang Pribadi Tertinggi (Tuhan). Oleh sebab itu penganut kepercayaan kebatinan berusaha mencapai tujuan utamanya, yaitu menyatu dengan Tuhan, menyelaraskan jiwa manusia dengan Tuhan, melalui olah batin, laku rohani dan keprihatinan, menjauhi kenikmatan hidup keduniawian, dan menyelaraskan hidup mereka dengan sifat-sifat Tuhan.

Kebatinan adalah segala sesuatu yang dirasakan manusia pada batinnya yang paling dalam, dalam bidang apapun, termasuk dalam hal berkeagamaan dan berketuhanan, dan itu terjadi pada siapa saja, termasuk pada orang-orang yang sangat tekun beribadah dan murni dalam agamanya. Mungkin tidak banyak orang yang menyadari bahwa setiap agama pun mengajarkan juga kebatinan dalam berkeagamaan, tentang apa yang dirasakan hati dan batin, mengajarkan untuk selalu membersihkan hati, bagaimana harus berpikir dan bersikap, dsb. Dan di dalam masing-masing firman dan sabda terkandung makna kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Bahkan panggilan yang dirasakan seseorang untuk beribadah, itu juga batin. Dan dalam batin itu tersimpan sebuah kekuatan yang besar jika dilatih dan diolah. Kekuatan batin menjadi kekuatan hati dalam menjalani hidup dan memperkuat keimanan seseorang.

Pengertian kebatinan bersifat luas. Kebatinan terutama berisi pengimanan atau penghayatan seseorang terhadap apa yang dirasakannya di dalam batinnya, apapun agama atau kepercayaannya, dan di dalam masing-masing agama dan kepercayaan juga terkandung suatu kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Dan di dalam masing-masing firman dan sabda terkandung makna kebatinanyang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Sayangnya, sikap kebatinan dalam berkeagamaan ini sudah banyak yang meninggalkannya, digantikan dengan ajaran tata ibadah saja atau dogma dan doktrin ke-Aku-an agama. Orang lebih memilih menjalani kehidupan formal agamis dan menjalankan sisi peribadatan yang bersifat formal dan wajib saja. Sisi kebatinan dari agamanya sendiri tidak ditekuni.

Tetapi seringkali orang memandang istilah kebatinan secara dangkal, membabi-buta menyamaratakan semuanya sebagai aliran kebatinan atau aliran kepercayaan dan mempertentangkannya dengan agama. Perilaku kebatinan (misalnya kejawen) yang dilakukan oleh seseorang yang beragama, seringkali memang menjadi objek yang dipertentangkan orang, dianggap bertentangan dengan agama, atau juga dianggap sebagai aliran atau ajaran yang bisa merusak keimanan seseorang.

Jika kebatinan dipandang sesuai hakekatnya, sesuai arti dan maknanya seperti disebut di atas, maka yang selama ini disebut sebagai aliran-aliran agama, sekte-sekte, kelompok-kelompok agama yang tokoh-tokohnya memiliki pengikut, dsb, adalah bentuk-bentuk formal dari aliran kebatinan yang masing-masing memiliki pemahaman kebatinan sendiri-sendiri dan berbeda, tidak persis sama, antara satu dengan lainnya, walaupun masih dalam wadah agama yang sama. Karena adanya paham kebatinan yang berbeda, pandangan-pandangan dan pendapat yang berbeda, maka di dalam suatu agama terbentuklah kelompok-kelompok di dalamnya yang mewujud dalam bentuk aliran-aliran agama, sekte-sekte, lembaga-lembaga agama, ormas-ormas, dsb. Hanya saja karena kelompok dan paham kebatinan mereka masih dalam lingkup agama yang sama dan berlatar-belakangkan agama keberadaannya tidak dipermasalahkan orang-orang yang seagama.

Masing-masing kelompok itu bisa juga disebut sebagai aliran kebatinan, atau aliran kepercayaan, di bawah payung agama. Masing-masing paham kebatinan keagamaan di dalam kelompok-kelompok itu berbeda, tidak persis sama, dan tidak mau dikatakan sama, dengan kelompok-kelompok yang lain, walaupun masih dalam wadah agama yang sama. Apalagi jika kelompok-kelompok itu berbeda agama, atau malah diperbandingkan dengan kelompok / aliran kepercayaan yang bukan agama, ya sudah pasti berbeda.

Walaupun pengertian kebatinan bersifat luas, tetapi dunia kebatinan pada masa sekarang memang sudah termasuk "haram" untuk diperbincangkan, karena orang berpandangan sempit dan dangkal tentang kebatinan. Kebatinan dalam berkeagamaan saja jarang orang yang menekuni, karena orang lebih suka menjalani sisi agama yang formal saja. Sekalipun banyak orang hafal dan fasih ayat-ayat suci, tetapi tidak banyak orang yang mengerti sisi dan makna kebatinan dan spiritual di dalamnya, sehingga pencitraan, pengkultusan, dan dogma dalam kehidupan beragama terasa sekali mengisi kehidupan beragama, akibatnya banyak sekali terjadi perbedaan pandang dan pertentangan di kalangan mereka sendiri. Banyaknya aliran dan sekte dalam suatu agama adalah bentuk dari ketidak-seragaman kebatinan dan spiritual dari para penganut agama itu sendiri.

Tetapi sebenarnya jika orang mau mengakui, seseorang yang memandang kebatinan dan aliran kebatinan sebagai "haram", yang menjadikannya alasan dianggap "haram" sebenarnya adalah bukan karena kebatinan atau aliran kebatinan itu sendiri, tetapi karena aliran kebatinan itu tidak merupakan bagian dari agamanya, posisi aliran kebatinan itu sama dengan agama lain yang "haram" baginya yang tidak diterima dan tidak diakui oleh agamanya. Sekalipun seseorang menganggap agamanya sendiri mulia, tetapi, jika semua orang menganggap "haram" agamanya orang lain, maka agamanya sendiri yang "mulia" itu adalah "haram" bagi orang lain yang tidak sama agamanya dengannya.

B. Usaha dan Prestasi KebatinanUntuk memahami hakikat kebatinan, terlebih dahulu yang perlu diketahui adalah kedudukan Kebatinan yang secara konkret perwujudannya ada di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai macam organisasi aliran Kebatinan. Menurut ketua BKKI, Mr. wongsonegoro dalam suatu kesempatan pidatonya menyatakan bahwa diantara Kebatinan dan agama tidak ada perbedaan prinsipil, kedua-duanya mempunyai unsure yang sama ialah panembah (kebaktian terhadap Tuhan Yang Maha Esa) dan budi luhur. Perbedaan hanya terdapat pada pemberian tekanan, yaitu agama tekanannya diberikan kepada panembah, sedangkan Kebatinan tekanannya kepada budi luhur dan kesempurnaan hidup.

Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kedudukan Kebatinan tak ubahnya sebagaimana agama atau aliran-aliran keagamaan, yaitu merupakan suatu gerakan yang sasarannya menitikberatkan kepada bidang pembinaan kehidupan rohani.

Sebagai gerakan kerohanian, upaya mensejajarkan diri dengan agama sesungguhnya telah di mulai sejak awal, tatkala diantara aliran-aliran Kebatinan ada yang minta diakui sebagai agama, atau setidak-tidaknya memberikan nama alirannya dengan sebutan agama atau igama, seperti : Agama Pransuh, Agama Sapta Darma (sekarang dirubah Kerohanian Sapta Darma), Agama Jawa Budha Jawa Sejati, dan lain-lain. Begitu juga ada diantaranya yang berusaha untuk mengadakan suatu tata cara upacara kematian, upacara pernikahan tersendiri yang sebenarnya hal itu sudah diatur secara jelas dalam setiap agama.

Sistem spiritual Kebatinan ternyata menunjukkan bahwa gerakan kerohanian ini mempunyai komponen-komponen yang serupa dengan agama, yaitu:

1) Adanya system kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, serta wujud dari alam gaib (supranatural).

2) Adanya system upacara religius mencari hubungan manusia dengan Tuhan, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib.

3) Adanya kelompok-kelompok religious atau kesatuan sosial yang menganut system kepercayaan dan melakukan system upacara, dalam hal ini kelompok kebatinan.

Semua sistem tersebut (1,2, dan 3) didasarkan atas emosi religius.

Namun demikian apabila dilihat dari sisi lain yakni tentang isi dari system kepercayaannya maupun system upacaranya, atau juga isi ajaran pada umumnya, Kebatinan tidak bisa disejajarkan dengan agama dalam arti sebenarnya, melainkan hanya sekedar menyerupai karena pada dasarnya ajaran Kebatinan merupakan perwujudan dari ajaran yang sudah ada pada agama-gama resmi: Islam, Kristen, Hindu maupun Budha. Dalam ungkapan yang sekarang lebih dianggap sesuai bahwa Kebatinan merupakan budaya warisan nenek moyang terdahulu yang dapat diartikan sebgai warisan penghayatan terhadap ajaran-ajaran agama yang telah mereka peluk sepanjang sejarah. Dan melihat kenyataan bahwa penghayatan Kebatinan Kepercayaan mayoritas sebagai orang Islam yang kadar ke-islaman-nya masih dangkal maka pembinaannya agar selayaknya diarahkan kepada penghayatan ketakwaan sesuai dengan ajaran agamanya itu, sebab meskipun mereka mengikuti aliran Kebatinan/Kepercayaan tidaklah kehilangan agama yang dipeluk.

Jadi, melihat tujuan Kebatinan dapatlah dikatakan bahwa Kebatinan merupakan gerakan kerohanian yang berupaya ikut membina budi pekerti luhur atas dasar kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk mencapai kebahagiaan hidup. Hanya saja meskipun sasaran pembinaan dan unsur-unsurnya mempunyai kesamaan dengan agama, kedudukannya berada di luar agama dan tidak bisa disebut agama karena ajaran-ajarannya merupakan campuran dari berbagai agama yang ada.

I. Kebatinan sebagai Budaya SpiritualBudaya spiritual disini yaitu budaya warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Corak budaya jawa yang menonjol dalam hal ini terbukti di Indonesia terdapat 45 % aliran kebatinan berada di Jawa Tengah. Karena pada dasarnya kebatinan adalah inti sari dari falsafah orang Jawa yang di sebut ngelmu kejawen atau menurut Koentjaraningrat disebut sebagai agama lawi. Beberapa pengertian tentang kebatinan atau kepercayaan:

1) Dalam GBHN 1978 di ungkapkan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukanlah agama.

2) Menurut Keppres No. 7 tahun 1978 tentang pelita III Bab 18, dinyatakan bahwa kepercayaan adalah sebagai bagian dari kebudayaan Nasional.

3) Definisi kerja dari Direktorat PPK menyatakan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah budaya spiritual yang berunsurkan: tuntunan luhur dalam wujud perilaku, hukum dan ilmu suci, yang di hayati oleh penganutnya dengan hati nurani dalam kesadaran dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan membina keteguhan tekad dan kewaspadaan batin serta menghaluskan budi pekerti dalam tata pergaulan menuju kebersihan jiwa dan kedewasaan rohani, demi mencapai kesejahteraan dan kesempurnaan hidup di dunia ini dan di alam kekal.

II. Kebatinan Sebagai Gerakan Mistik-magisPara ahli kebatinan mempunyai kesesuaian pendapat tentang ajaran kebatinan. Kebatinan adalah gerakan mistik magis, yaitu suatu gerakan yang bertujuan menciptakan hubungan sedekat mungkin antara manusia dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan-Nya, serta berusaha mengembangkan kekuatan daya linuwih yaitu kemampuan-kemampuan di luar kemampuan manusia biasa dalam bentuk ilmu gaib.

Prof. Kamil Karta praja menyatakan bahwa Kebatinan (ngelmu Kebatinan) adalah suatu ilmu yang bersangkutan dengan mistik, sufi.

Prof. M. M. Djajadigoena, SH, menyatakan bahwa kebatinan adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan dirinya. Kesempurnaan tersebut yaitu tercapainya Panunggaling Kawula gusti (bersatunya makhluk dengan khalik) seperti bersatunya keris dengan rangka dan rangka dengan keris, dalam bahasa latin Unio Mystica serta orang Budha menyebutnya Nirwana, jumbuhing kawula Gusti, makripating makripat, tan ono, loro-loro ning atunggaling. Jalan yang dipergunakan untuk itu disebut samadhi atau meditasi. Apabila manusia tidak bisa mencapai kesempurnaan itu, maka setelah meninggal dunia akan Reinkarnasi hidup kembali dalam bentuk yang berbeda.

Hasil-hasil dari Panunggaling kawula Gusti:

1) Akan memperoleh kekuatan ghaib.

2) Mendapatkan kekuatan luar biasa diluar batas kemampuan manusia.

Menurut Rahmat Subaya, mengungkapkan bahwa kebatinan adalah suatu gerakan:

1) Untuk meningkatkan integritas manusia.

2) Meningkatkan kesempurnaan kedudukan manusia

3) Partisipasi daya luar biasa manusia untuk mengatasi kemampuan orang biasa.

Drs. Niels Mulder mendefinisikan bahwa kebatinan adalah mistik penembusan dan pengetahuan mengenai alam raya dengan tujuan mengadakan suatu hubungan langsung antara individu dengan lingkungan Yang Maha Kuasa. Contohnya: ilmu ghaib, ilmu sihir, ramalan-ramalan, mantra, jimat, dan lain-lain.Dengan adanya ilmu gaib, maka aliran kebatinan di bagi menjadi 2:

1) Aliran yang bersifat positif konstruktif dalam membina mental para anggotanya, dengan cara mengembangkan dan mengamalkan white magic. Contohnya: memberi pengobatan dengan daya gaib, ramalan cari jodoh dan lain-lain.

2) Aliran yang bersifat negatif Destruktif, yaitu yang menyimpang dari ketentuan moral, di dorong oleh nafsu dunia serta mengembangkan dan mengamalkan black magic. Contohnya: praktek guna-guna, tenung, dan lain sebagainya.

Ungkapan kesempurnaan hidup menjadi tujuan mistik kebatinan atau kepercayaan. Perkataan batin adalah salah satu nama dari Allah. Kemudian di tarik melalui pendekatan bahasa bahwa kebatinan adalah ke-Allah-an yaitu Yang Maha Gaib, yang Maha Esa.

Kemudian diungkapkan oleh Prof. Dr. H.M. Rasyidi, sebagaimana yang dikutip dari pendapat Prof. M.M. djajadigoeno, SH. Menggolongkan aliran-aliran kebatinan menjadi 4 golongan:

1. Aliran Okkultis2. Aliran Mistik

3. Aliran Metafisik

4. Aliran Ethis

III. Kebatinan Sebagai Gerakan Pemurnian JiwaGerakan pemurnian jiwa ini tidak lepas dari latar belakang munculnya aliran kebatinan. Dr. Harun Hadiwijoyo dan Rahmat Subagya serta para ahli lain mengungkapkan bahwa latar belakang itu adalah kondisi sosial yang penuh dengan kegoncangan dalam bidang kenegaraan dan kerohanian seperti terjadinya perubahan sosial, pudarnya nilai-nilai agama resmi, hancurnya pegangan hidup tradisional.

Selain itu, dari kalangan agama Islam, para pemimpin agama dan mubaligh kurang memberikan perhatian terhadap kehidupan batin/rohani, atau tidak cukup menyimpulkan ajaran-ajaran Islam dalam prinsip sederhana sebagai pegangan pokok bagi manusia dalam menentukan sikap terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta menghadapi berbagai kesulitan sehari-hari.

Dari semua kondisi itu, akhirnya kebatinan muncul mengetengahkan ajaran mementingkan kehidupan batin yang mengutamakan faktor rasa, hidup gotong royong, ,juju, kesucian jiwa, dan berusaha menciptakan keselarasan hidup (diri sendiri, Tuhan, lingkungan) dan keseimbangan hidup.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanAliran kebatinan, kejawen, kepercayaan adalah sama istilah dalam penyebutan tergantung dari penganut masing-masing mungkin dilihat dari sudut pandang dan masa masing-masing, menurut sejarah Faham Kebatinan ini dalam proses perkembangannya senantiasa didukung oleh golongan priyayi, yaitu golongan keluarga istana dan pejabat pemerintahan kraton. Mereka termasuk ke dalam kategori orang-orang Islam abangan lapisan atas, yakni orang-orang Islam yang kurang mengetahui ajaran-ajaran Islam dan oleh karenanya tidak mengamalkan syariat Islam. Mereka masih mempertahankan budaya Hindu, sementara Islam yang datang kemudian dipandang sebagai unsur tambahan. didalam ajaran inti dari kebatinan dibagi menjadi tiga ajaran tentang tuhan, manusia dan alam selain itu juga terdapat ajaran etika terhadap sesama. kebatinan identik dengan tasawuf falsafi karena keduanya berkecenderungan mendasarkan kepada faham keTuhanan yang bercorak monism panteistik dan bertujuan untuk mencapai persatuan antara manusia dengan Tuhan. Lain halnya dengan mistik Kebatinan itu dihubungkan dengan Tasawuf sunni atau Tasawuf akhlaki yang mendasarkan kepada faham keTuhanan monoteistik serta bertujuan hanya sebatas marifatullah, maka jelas keduanya tampak berbeda.Misalnya ritual dalam tasawuf guna mendekatkan diri kepada Alloh dengan cara dzikir, mengucapkan lafad allah dan lain sebagainya. Tetapi dalam aliran Kebatinan menjalankan dengan menghindari sifat-sifat ataupun sikap-sikap tercela serta mengutamakan budi luhur, berbuat yang baik dengan cara mengekang hawa nafsu, mengambil jarak dari dunia materi. Untuk mencapai tujuan mistik tasawuf memilih melakukan perbuatan baik atas dasar akhlakul karimah, tetapi kebatinan dalam melemahkan jasmani harus menjalankan laku, di antaranya berbuat yang baik dan meninggalkan wewaler (segala yang dilarang). Dan untuk menjaga jarak dengan dunia penganut tasawuf menjalani hidup zuhud dan uzlah Lalu kebatinan menjalaninya dengan mengurangi dahar lan guling (makan, minum dan tidur), puasa pati geni, asketik, tapa brata, dll dilihat dari ritual kedua aliran yang terlihat bersebranyan sebenarnya terdapat keidentikan segi tujuannya tetapi hanyalah bentuk ritualnya yang agak sedikit berbeda. Namun sebenarnya tujuan utama dari kedua aliran tersebut tetap mempunyai tujuan yang sama yakni bersatu dengan tuhan dan dapat lebih mengenal tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Jamhari Ma'ruf, Pendekatan Antropologi Dalam Kajian Islam, Artikel Pilihan Dalam Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, www.ditpertais.net.Abdul Munir Mulkan, Dilema Manusia Dengan Diri dan Tuhan kata pengantar dalam Th. Sumartana (ed.), Pluralis, Konflik, dan Pendidikan Agama Di Indonesia. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2001.Sofwan, Ridin. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan. Aneka Ilmu : Semarang. 1999.Rahnip. Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Dalam Sorotan. Pustaka Progressif : Surabaya. 1987.Prof. Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia.Jakarta: CV Haji Masagung. 1989 Jamhari Ma'ruf, Pendekatan Antropologi Dalam Kajian Islam, Artikel Pilihan Dalam Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, www.ditpertais.net.

Abdul Munir Mulkan, Dilema Manusia Dengan Diri dan Tuhan kata pengantar dalam Th. Sumartana (ed.), Pluralis, Konflik, dan Pendidikan Agama Di Indonesia, (Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2001). Hal. 20

Sofwan, Ridin. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan. Aneka Ilmu : Semarang. Hal.12

Ibid, hal. 18

Rahnip. 1987. Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Dalam Sorotan. Pustaka Progressif : Surabaya. Hal. 15-17

Ibid

Prof. Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, (Jakarta: CV Haji Masagung), hal. 71.

Ibid. Hal 8

Ibid, hal 17