Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Telekomunikasi mempunyai andil besar dalam pembangunan di Indonesia.
Salah satu sektor yang mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya
telekomunikasi adalah sektor bisnis dan perbankan. Dengan adanya media
telekomunikasi, pergerakan uang di sektor riil dan investasi menjadi semakin cepat
sehingga pembangunan yang dilakukan juga menjadi semakin cepat. Seiring
dengan perkembangan zaman, media telekomunikasi seluler lebih diminati karena
berbagai fasilitas yang ditawarkan dan kemudahan dalam penggunaannya. Pasar
telekomunikasi Indonesia dinilai sangat potensial, maka banyak perusahaan milik
swasta maupun asing yang masuk ke dalam industri telekomunikasi Indonesia,
sebagai penyedia layanan telekomunikasi terutama telekomunikasi seluler. Dengan
banyaknya pesaing dalam industri telekomunikasi seluler di Indonesia
Liberalisasi industri telekomunikasi Indonesia dimulai pada tahun 2000,
dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi. Sejak saat itu industri telekomunikasi Indonesia menjadi terbuka
untuk swasta dan asing. Telkomsel yang sebelumnya merupakan satu-satunya
penyedia layanan telekomunikasi seluler milik pemerintah harus bersaing secara
bebas dengan operator-operator telekomunikasi seluler baru yang masuk ke dalam
industri telekomunikasi seluler Indonesia. Dengan banyaknya pesaing dalam
industri telekomunikasi seluler di Indonesia, Telkomsel yang merupakan anak
perusahaan dari Telkom, dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga
harus terus melakukan inovasi serta meningkatkan efisiensi agar dapat bersaing
dengan operator atau penyedia layanan telekomunikasi seluler lainnya.
Gambaran umum di atas menempatkan industri telekomunikasi Indonesia,
terutama pada bidang seluler, merupakan bisnis yang cukup menarik dan dapat
berkembang lebih pesat, di mana sebelumnya merupakan bisnis yang homogen,
saat ini berkembang menjadi pasar heterogen di mana para pemain baru dapat
langsung bersaing dengan perusahaan yang sudah ada di industri telekomunikasi
2
Indonesia sebelumnya. Hal ini pula didukung dengan peran serta pemerintah di
mana pemerintah mengeluarkan aturan-aturan main yang baku serta mendirikan
badan-badan regulasi terkait persaingan bisnis telekomunikasi ini.
1.2 Latar Belakang Penelitian
Dalam industri telekomunikasi seluler besarnya pangsa pasar dapat
ditentukan dari jumlah pelanggan pada suatu perusahaan operator seluler. Sebelum
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
pasar telekomunikasi seluler Indonesia dikuasai oleh tiga perusahaan yang
memiliki izin operasi dari pemerintah yaitu Telkomsel, Indosat dan XL, namun
pada saat ini sudah tumbuh menjadi lima operator seluler dan 3 operator mobile Fix
Wireless Access (FWA). Saat ini jumlah pelanggan mobile celular di Indonesia
adalah sejumlah 439 juta pelanggan (GSMA Global Report 2018) di mana jumlah
ini sudah melebihi jumlah penduduk Indonesia saat ini, hal ini menunjukkan
pertumbuhan bisnis telekomunikasi Indonesia dapat tumbuh dan melewati batasan
dari jumlah populasi Indonesia.
Gambar 1.1 10 Negara dengan penetrasi unik mobile subs terbesar di dunia
Sumber : Global Report 2018 GSMA, Apr 2018
90%86% 85%
77% 75%72%
63%60%
55%50%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Russia US China Indonesia Brazil Mexico India Bangladesh Nigeria Pakistan
Penetration In 2017 Increase Penetration In 2025
3
Pelanggan mobile cellular Indonesia memiliki tingkat penetrasi di atas
jumlah penduduk Indonesia, namun apabila di dalami lebih jauh, pelanggan
tersebut berdasarkan jenis langganannya selain pelanggan perseorangan, juga
terdapat pelanggan dengan kategori device customer (M2M). Selain itu pula dalam
praktiknya, pelanggan mobile cellular Indonesia banyak yang memiliki sim card
operator selular lebih dari satu, baik operator yang sama maupun berbeda operator.
GSMA dalam Global Report 2018, mengeluarkan hasil perhitungan penetrasi unik
subscriber Indonesia adalah 73% di mana penetrasi ini mempunyai posisi keempat
dalam penetrasi pelanggan unik seluler seluruh dunia, negara lain yang memiliki
penetrasi pelanggan di atas Indonesia, yang terbanyak adalah Rusia, Amerika
Serikat dan Cina. Mengenai pertumbuhan pelanggan secara unik, Indonesia masih
memiliki ruang untuk tumbuh dibanding 3 negara tadi, di mana Indonesia masih
memiliki 4% ruang untuk tumbuh sedangkan Rusia, Amerika Serikat dan Cina
hanya memiliki 1%, 2% dan 3%. Hal ini dapat menjadi indikator juga bahwa bisnis
telekomunikasi masih memiliki landasan yang masih kuat. Peneliti juga secara
produktivitas pelanggan, pelanggan seluler Indonesia pada tiga tahun belakangan
masih memiliki tingkat produktivitas pelanggan yang cukup positif jika
dibandingkan dengan rata-rata tingkap pertumbuhan pelanggan di seluruh dunia,
yang disajikan pada Gambar 1.2, di mana % Growth ARPU mobile subs dari tahun
2009 masih mengalami negative growth, meskipun pada tiga tahun terakhir mampu
menahan atau memperlambat tingkat penurunan growth ARPUnya, sebaliknya
untuk kondisi Indonesia pelambatan penurunan growth ARPU mobile subs, sudah
dimulai pada tahun 2012 di mana dari turun 6,2% ditahan menjadi hanya 1,0%, dan
pada pertama kalinya memiliki growth positif pada tahun 2015 dengan 6,7%,
meskipun dua tahun berikutnya growth ARPU mobile subs Indonesia mengalami
penurunan, namun tingkat pertumbuhan ARPU Indonesia masih tetap di atas rata-
rata pertumbuhan operator lain di Dunia.
4
Gambar 1.2 Pertumbuhan APRU Indonesia dan Dunia 2008-2017
Sumber : Data diolah dari Global Report GSMA 2018.
Gambar 1.3 Jumlah pelanggan seluler dan APRU Indonesia 2008-2017
Sumber : Data diolah dari Global Report GSMA 2018
Average Revenue Per User (ARPU) merupakan ekspresi pendapatan yang
dihasilkan oleh pelanggan atau perangkat per satuan waktu tertentu dalam jaringan
telekomunikasi. ARPU memberikan indikasi efektivitas potensi penghasil
pendapatan (Rouse, 2007). Biasanya, ARPU digunakan di sektor telekomunikasi,
dengan tujuan untuk melacak jumlah pendapatan yang dihasilkan per pengguna dan
juga untuk membantu dalam memperkirakan pendapatan layanan masa depan yang
dihasilkan dari basis pelanggan. Grafik pertumbuhan jumlah pelanggan dan ARPU
Indonesia di atas secara langsung menunjukkan masih adanya potensi pertumbuhan
dari bisnis seluler di Indonesia, dan jika kita perdalam lagi dengan kondisi
0
-9.8% -8.2%
-9.8%
-1.0%-2.7%
-0.1%
6.7%4.9%
2.5%0
-7.9% -7.1% -6.2% -5.6% -5.6%-6.9% -5.9%
-4.0% -3.5%
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
$ 0.00
$ 5.00
$ 10.00
$ 15.00
$ 20.00
$ 25.00
$ 30.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
ARPU Indonesia ARPU, World %Growth ARPU Indonesia %Growth ARPU World
$ 6.12$ 5.52
$ 5.07$ 4.57 $ 4.53 $ 4.41 $ 4.40 $ 4.70 $ 4.93 $ 5.05
0
50
100
150
200
250
$ 0.00
$ 1.00
$ 2.00
$ 3.00
$ 4.00
$ 5.00
$ 6.00
$ 7.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Mill
ions
ARPU, by subscriber Unique subscribers
5
persaingan industri telekomunikasi di Indonesia di mana bisa digambarkan secara
jelas di mana dengan perbandingan penetrasi pasar dari industri seluler yang
tumbuh dari 58,3% dari tahun 2008 hingga 10 tahun kemudian menjadi 165,7%,
Telkomsel memiliki tingkat superioritas yang cukup tinggi dan mampu bertahan
pada market share seluler Indonesia pada kisaran 42.1% sd 49,2%, hal ini cukup
berbeda jauh dengan persaingan dari operator lain di mana pada awalnya (2009)
Indosat pada peringkat kedua (26,3%), enam tahun berikutnya berjuang cukup
keras untuk dapat menyalip posisi XL, yang sebelumnya pada 2009 di posisi ketiga
(20.8%), secara terus menerus menjadi posisi kedua pada tahun 2009-2013.Tiga
tahun terakhir ini (2015-2017) posisi kedua kembali oleh Indosat dan operator 3
(Hutchinson) menyalip XL di posisi ketiga. Superioritas Telkomsel dengan gap
market share rata-rata 20% di atas operator seluler lain fenomena yang cukup
menarik untuk diperdalam, di saat kondisi industri mobile cellular dunia dalam
keadaan yang tidak begitu bagus pertumbuhannya, Indonesia masih memiliki
momentum pertumbuhan yang stabil.
Gambar 1.4 Indonesia Seluler market penetration vs operator market share
Sumber : Data diolah dari Global Report GSMA, Apr 2018
47.1% 49.2%45.3% 44.1% 44.9%
42.1% 44.1% 44.9% 44.9% 44.6%
26.3%
19.9% 21.3% 21.3% 20.9%19.0% 19.8% 20.5% 22.0%
24.9%20.8% 22.4% 24.0% 24.4%
22.0%24.9%
18.5%12.2% 11.9%
12.1%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
140.00%
160.00%
180.00%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Market penetrationIndonesiaTelkomsel
ISAT
XL
3
Smartfren
Ceria
Hinet-Berca
Bolt
6
Gambar 1.5 Revenue Share operator seluler Indonesia 2017
Sumber : diolah dari Report internal market competition 2017
Melihat kondisi perbandingan pertumbuhan industri seluler dunia dan
dalam negeri seperti yang dipaparkan kedua gambar di atas, jika dilihat lebih dalam
pada Gambar 1.4, seiring perjalanan waktu, Telkomsel memiliki penambahan
jumlah pelanggan secara konstan, sehingga dapat dikatakan Tekomsel memiliki
superioritas dalam market share seluler Indonesia, dan serta jika melihat dari
Gambar 1.5, di mana proporsi revenue share di antara operator Indonesia di mana
Telkomsel masih memiliki proporsi terbesar dengan 63%, dan memiliki gap yang
cukup jauh dengan operator saingan terdekatnya yaitu Indosat, yang hanya
mencatatkan revenue share 17% dari revenue selulernya, serta dari XL yang hanya
memiliki revenue share 15%. Selain itu pula jika melihat dari Tabel 1.1 di bawah
ini, di mana hal tersebut di atas bisa terwujud bisa terlihat pertumbuhan revenue
double digit sejak tahun 2012, dari mulai pertumbuhan 11,9% hingga mencapai
14.0% di tahun 2016, secara bottom line pun Telkomsel masih memiliki tingkat
pertumbuhan yang cukup signifikan di mana mengikuti pertumbuhan double digit
dari pertumbuhan revenue dengan jarak pertumbuhan 10,5% sampai dengan 26,1%,
hal ini menunjukkan tingkat pengelolaan cashflow dan biaya operasional dari
Telkomsel cukup baik.
Telkomsel XL Indosat Lainnya
7
Tabel 1.1 Performansi Revenue, Net Income dan EBITDA Tekomsel 2008-2017
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Total Revenue 39.82 44.44 45.57 48.73 54.53 60.03 66.25 76.06 86.72 93.20
% Growth Revenue 11.6% 2.5% 6.9% 11.9% 10.1% 10.4% 14.8% 14.0% 7.5%
EBITDA 24.15 27.33 26.60 27.55 30.56 33.63 37.26 42.60 49.78 53.59
Net Income 11.42 13.16 12.37 12.82 15.72 17.36 19.40 22.37 28.20 30.38
% Growth Revenue 15.2% -6.0% 3.7% 22.5% 10.5% 11.8% 15.3% 26.1% 7.7%
EBITDA Margin 60.7% 61.5% 58.4% 56.5% 56.0% 56.0% 56.2% 56.0% 57.4% 57.5%
Sumber : diolah dari AR Telkomsel (Annual Report 2009-2017)
Berdasarkan kondisi di atas,di mana ditunjukan dalam Gambar 1.5 dan
Tabel 1.1, penulis melihat sangat memungkinkan untuk Telkomsel supaya
mendapatkan nilai perusahaan (Enterprise Value) yang lebih tinggi apabila
Telkomsel melakukan perencanaan penawaran saham perdana atau Initial Public
Offering (IPO) pada tahun-tahun mendatang, selain itu juga meningkatkan alternatif
sumber pendanaan dan operational funding. Harga awal IPO menjadi harga
perdana saham Telkomsel akan berpengaruh pada kondisi saham sekunder di mana
akan berubah berdasarkan hukum penawaran dan permintaan. Sehingga apabila
Telkomsel melakukan IPO, kondisi Telkomsel yang menjadi market leader dan
pemilik market share terbesar diasumsikan memiliki pengaruh yang cukup
signifikan dalam mendapatkan kepercayaan dari investor dan pemegang saham.
Wahyudi dan Surya (2013) menegaskan dalam hasil penelitian mereka pada tahun
2012, bahwa manfaat IPO bagi perusahaan pada pasar saham dengan tujuan
peningkatan nilai perusahaan (craved-out), dapat secara signifikan memiliki
pendapatan lebih tinggi daripada rata-rata industri selama tiga tahun pertama
setelah perusahaan IPO dan induk perusahaan pun memiliki ROA yang lebih tinggi
pada tahun pertama setelah melepas kepemilikan saham pada anak perusahaannya.
Dengan kedua nilai saham anak perusahaan dan induk perusahaan meningkat,
secara langsung nilai keseluruhan perusahaan akan naik dan nilai pemegang saham
akan meningkat.
Penelitian sebelum mengenai valuasi perusahaan dan nilai intrinsik saham
terutama perusahaan dalam industri telekomunikasi sudah dilakukan Erianda et al
(2011), Arifin dan Anggono (2012), Wahyudi dan Surya (2013), Abidin (2015) dan
8
Neaxie dan Hendrawan (2017), menggunakan metode Discounted Cash Flow
(DCF) sebagai pendekatan untuk melakukan valuasi dan penentuan nilai intrinsik
saham dan juga menggunakan pendekatan Relative Valuation sebagai perbandingan
dari hasil valuasi DCF sebelumnya. Neaxie dan Hendrawan (2017) pada
penelitiannya menyatakan bahwa pendekatan Free Cash Flow to Firm (FCFF)
merupakan salah satu instrumen yang tepat bagi perusahaan yang belum pernah
melakukan go-public serta memiliki belanja modal yang tinggi seperti perusahaan
telekomunikasi, Hutomo et al(2016) mengaitkan penggunaan pendekatan Dividend
Discount Model (DDM) dalam valuasi perusahaan dengan asumsi bahwa investor
melihat bahwa nilai wajar saham harusnya sama dengan nilai diskon arus kas yang
akan diterima melalui saham tersebut.
Valuasi Telkomsel ini akan menghasilkan informasi nilai intrinsik yang
kemudian dibandingkan dengan harga penawaran untuk menentukan posisi
pembelian atau penjualan saham perdana pada saat IPO, salah satunya adalah
sebagai panduan investasi, sehingga investor perlu melakukan analisis fundamental
dengan menggunakan data keuangan atau melakukan valuasi terhadap nilai
intrinsik saham perusahaan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk melakukan Valuasi
nilai perusahaan dan harga wajar saham PT Telkomsel dengan metode Free
Cash Flow to Firm, Dividend Discount Model dan Relative Valuation dalam
rangka rencana initial public offering (Tahun Penelitian 2012 – 2017)
1.3 Perumusan Masalah
Telekomunikasi mempunyai andil besar dalam pembangunan di Indonesia.
Salah satu sektor yang mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya
telekomunikasi adalah sektor bisnis dan perbankan. Dengan adanya media
telekomunikasi, pergerakan uang di sektor riil dan investasi menjadi semakin cepat
sehingga pembangunan yang dilakukan juga menjadi semakin cepat, penyedia
layanan telekomunikasi seluler milik pemerintah (Telkomsel) harus bersaing secara
bebas dengan operator-operator telekomunikasi seluler lain yang masuk ke dalam
industri telekomunikasi seluler Indonesia.
Pertumbuhan Telkomsel yang cukup konstan pada beberapa tahun terakhir
dan signifikan dalam industri, dengan pola pertumbuhan tersebut, pada tahun 2012
9
sampai dengan 2017, Telkomsel memiliki indikator-indikator performansi
pendapatan dan keuntungan yang cukup baik, selain itu pula jika melihat kondisi
persaingan dalam industri Telekomunikasi Indonesia di mana Telkomsel memiliki
superioritas yang cukup tinggi dengan kompetitornya, dengan selisih marketshare
yang berkisar di atas 20% dan revenue share di atas 45%. Kondisi-kondisi ini dapat
mendorong Telkomsel untuk melakukan penawaran saham pada pasar perdana,
sehingga Telkomsel mendapatkan sumber pendanaan modal yang lebih optimal.
Apabila Telkomsel melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public
Offering, valuasi Telkomsel diperlukan karena akan menghasilkan informasi nilai
intrinsik yang kemudian dibandingkan dengan harga penawaran untuk menentukan
keputusan pembelian dari investor, sehingga diperlukan analisis fundamental untuk
dapat melihat apakah nilai saham tersebut sesuai dengan hasil analisis, agar dapat
menjadi acuan untuk keputusan investasi yang tepat.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas
sebelumnya pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah :
1. Berapakah nilai wajar perusahaan PT Telkomsel jika dihitung dengan
valuasi Free Cash Flow to the Firm (FCFF) pada tahun 2018 dengan
menggunakan skenario pesimis, moderat dan optimis?
2. Berapakah nilai wajar perusahaan PT. Telkomsel jika dihitung dengan
valuasi Dividend Discount Model (DDM) dengan menggunakan skenario
pesimis, moderat dan optimis?
3. Berapakah nilai wajar perusahaan PT. Telkomsel jika dihitung dengan
menggunakan Relative Valuation dengan pendekatan Price per Book Value
(PBV) dan Price Earning Ratio (PER) dengan menggunakan skenario
pesimis, moderat dan optimis?
10
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tiga tujuan yang hendak dicapai yaitu :
1. Untuk mengetahui nilai wajar perusahaan PT. Telkomsel jika dihitung
dengan valuasi Free Cash Flow to the Firm (FCFF) dengan menggunakan
skenario pesimis, moderat dan optimis
2. Untuk mengetahui nilai wajar perusahaan PT. Telkomsel jika dihitung
dengan valuasi Dividend Discount Model (DDM) dengan menggunakan
skenario pesimis, moderat dan optimis
3. Untuk mengetahui nilai wajar perusahaan PT. Telkomsel jika dihitung
dengan menggunakan Relative Valuation dengan pendekatan Price per
Book Value (PBV) dan Price Earning Ratio (PER) dengan menggunakan
skenario pesimis, moderat dan optimis
1.6 Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak, selain dimaksudkan untuk menambah pengetahuan peneliti
mengenai penilaian perusahaan dan harga saham. Secara garis besar penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dari aspek teoritis maupun aspek
praktis sebagai berikut :
1. Bagi para calon investor, dapat memberikan gambaran tentang langkah-
langkah yang dapat diambil bila calon investor ingin melakukan investasi
saham PT. Telkomsel.
2. Bagi PT. Telkomsel, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan
gambaran mengenai hasil perhitungan nilai perusahaannya dan harga
wajar sahamnya, berdasarkan kinerja keuangan sebelumnya.
3. Bagi dunia akademis, dapat digunakan sebagai bahan pembanding bagi
penelitian-penelitian di waktu mendatang.
11
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada laporan keuangan PT Telkomsel. Penelitian
ini melakukan analisis fundamental untuk valuasi kewajaran nilai saham
menggunakan metode Discounted Cash Flow dengan pendekatan Free Cash Flow
to The Firm dan Dividend Discount Model serta Relative Valuation dengan
pendekatan Price per Book Value dan Price per Earning Ratio. Menggunakan
kedua metode tersebut memerlukan peneliti untuk melakukan proyeksi keuangan
di masa mendatang dengan dasar dari data historis laporan keuangan tahunan pada
tahun-tahun sebelumnya. Penelitian ini melakukan proyeksi untuk tahun 2018
dengan menggunakan tiga skenario kondisi masa depan yaitu optimis (di atas
pertumbuhan industri), moderat (kondisi paling mungkin) dan pesimis (di bawah
pertumbuhan industri). Proyeksi dilakukan dengan menggunakan data historis
laporan keuangan tahunan perusahaan dari tahun 2012 hingga 2017.
1.8 Sistematika Penulisan
Dalam mempermudah pembaca mengetahui urutan pembahasan penelitian,
disusun pengorganisasian penulisan. Berikut ini penjelasan masing-masing bab:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijabarkan gambaran umun objek penelitian, latar belakang
perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dibahas tinjauan pustaka terkait dengan permasalahan dan
variabel yang ingin ditelaah secara lebih mendalam untuk kemudian digunakan
dalam menyusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan,
meliputi jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, teknik sampling,
12
teknik pengumpulan data, pengujian validitas, pengujian reliabilitas, teknik analisis
data, dan pengujian hipotesis.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pengolahan data dan pengujian hipotesis dengan
menggunakan data yang telah berhasil dikumpulkan. Pada bab ini juga berisi
penjelasan detail mengenai hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan
mengenai hasil-hasil pengolahan data.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan akhir dari analisis dan pembahasan pada
bab sebelumnya serta saran yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan maupun
untuk penelitian selanjutnya.