Upload
vanhanh
View
216
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknogi (IPTEK) pada zaman
globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan
pekerjaan manusia lebih hemat waktu, tenaga dan disertai peningkatan taraf
hidup. Tetapi perkembangan teknologi mempunyai dampak negatif yang
membuat manusia jarang melakukan aktivitas fisik dan gaya hidup yang tidak
sehat. Perubahan aktivitas fisik ini menyebabkan tubuh kurang bergerak
sehingga rentan terjadi masalah kesehatan yang dapat mengganggu aktifitas
sehari-hari.
Aktifitas fisik yang kurang seperti pada pegawai yang rata-rata
bekerja dengan posisi mengetik atau menulis sering menjadi penyebab
masalah kesehatan pada manusia yang salah satunya adalah keluhan
musculoskeletal. Hal tersebut dikarenakan aktifitas mereka yang kurang
melakukan gerakan (static position) akan menimbulkan kontraksi yang
terus menerus pada satu posisi. yang akan berakibat pada menurunnya
fleksibilitas tubuh.
Fleksibilitas adalah kemampuan dari sendi tubuh untuk bergerak
melalui luas gerak sendi mereka secara penuh tanpa disertai rasa nyeri.
Fleksibilitas pada seseorang dapat dipengaruhi oleh kurangnya mobilitas
pada otot dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terjadi pemendekan
2
pada otot. Dengan fleksibiltas yang memadai seseorang dapat melaksanakan
suatu tugas dengan kemampuan (performa) yang maksimal yang dalam hal
ini adalah bebas melakukan segala aktifitas bekerja tanpa hambatan dari
sistem musculosceletal (Lutan, 2002).
Penurunan fleksibilitas merupakan kondisi yang umum terjadi
dimana sekitar 60% orang pegawai di dunia dapat mengalami pada setiap
waktu kehidupannya. Dalam penelitian epidemiologi, insiden dari penurunan
fleksibilitas paling banyak dialami populasi pegawai usia 27 -50 tahun.
Penurunan dari fleksibilitas merupakan problem klinis yang signifikan
dengan prevalensi yang sama tinggi dengan prevalensi LBP. Suatu evidence
di AS menunjukan bahwa penderita penurunan fleksibilitas yang melapor
sendiri pada populasi umum berkisar antara 146 dan 213 per 1000 pasien per
tahun. Hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit di
Indonesia diperoleh prevalensi gangguan fleksibilitas disertai dengan nyeri
sebesar 24% dari populasi umum (Touche et al., 2010).
Gangguan dari fleksibilitas sering terjadi pada daerah cervical dimana
regio ini berperan dalam mobilisasi dan stabilisasi postur kepala manusia.
Karena kebiasaan yang buruk seperti jarang melakukan olahraga maupun
postur yang statis membuat otot-otot pendukung menjadi kurang gerak
sehingga akan berdampak pada fleksibilitas jaringan. Hal tersebut dapat
terlihat pada pola gerakan yang tidak optimal sehingga menjadi penghalang
dalam melakukan aktifitas fungsional sehari-hari.
3
Penurunan fleksibilitas otot-otot pada regio cervical sangat sering
dijumpai di praktik klinik. Persentase kejadian dari masalah pada regio
cervical ini 36% dari keluhan muskuloskeletal di daerah vertebra, atau
terbanyak nomor dua setelah keluhan muskuloskeletal pada pinggang. Tiap
tahunnya 16,6% populasi dewasa mengeluh ketidak nyamanan saat
menggerakan kepala, bahkan 0,6% berlanjut menjadi problem
muskuloskeletal yang berat. Insiden ini meningkat dengan bertambahnya
usia dan pola aktifitas yang buruk (Reese, 2002).
Pada regio cervical ditemukan beberapa otot yang berperan saat
mobilisasi dan stabilisasi postur kepala, salah satunya yaitu otot upper
trapezius yang perlekatannya tepat berada di punggung bagian atas. Otot
upper trapezius berfungsi untuk melakukan gerakan elevasi bahu, dan
berperan sebagai prime muscle dalam gerakan ekstensi dan lateral fleksi
cervical (Neuman, 2002). Kontraksi otot yang terjadi pada kondisi statis atau
diam, postur yang buruk dan dilakukan secara repetitive sering menyebabkan
otot ini mengalami kekakuan (stiffness) ataupun tightness yang pada
akhirnya akan mengurangi fleksibilitas dari otot upper trapezius (Fatmawati,
2012).
Penurunan dari fleksibilitas pada otot upper trapezius dapat dikurangi
dengan memberikan intervensi streching pada grup otot yang mengalami
penurunan fleksibilitas. Secara umum streching dapat didefinisikan sebagai
salah satu kegiatan yang wajib dilakukan sebelum memulai aktifitas
sehingga terjadi penguluran atau persiapan pada otot. Selain itu streching
4
juga dapat diaplikasikan dimana terjadi pemendekan atau thighness pada
jaringan lunak baik karena patologis maupun non patologis yang dapat
menghambat dari lingkup gerak sendi normal (Aquino et al., 2007).
Terdapat beberapa metode dari streching yang dapat diaplikasikan
untuk meningkatkan fleksibilitas jaringan yaitu dynamic stretching, static
stretching, proprioceptive neuromuscular facilitation stretching procedure
(PNF Stretching), pasif stretching dan aktif stretching (Kisner & Colby,
2007). PNF (proprioceptive neuromuscular facilitation) adalah salah satu
bentuk stretching yang memfasilitasi system neuromuskuler dengan
merangsang propioseptif. Prinsip dasar metode PNF adalah distal ke
proksimal, dengan fasilitasi-fasilitasi gerakan dengan pola memutar dan
diagonal, pemberian tahanan maksimal, grasping technique, serta pemberian
stretch reflex yang mampu merangsang spindle otot untuk menimbulkan
reflek penguluran pada otot yang mengalami tightness (Melanie et al., 2006).
Teknik reversal antagonist merupakan salah satu metode dalam PNF
untuk menambah fleksibilitas pada otot yang melibatkan kontraksi otot
agonis dan antagonis. Teknik reversal antagonist memberikan fleksibilitas
dengan cara mengkontraksikan otot antagonis kemudian tanpa berhenti dan
pengurangan kontraksi dilanjutkan dengan kontraksi otot agonis. Adanya
kontraksi yang terus menerus tanpa diselingi oleh jeda akan memberikan
relaksasi maksimal yang dapat membantu dalam penguluran dan
peningkatan lingkup gerak sendi (Hardjono & Ervina, 2012).
5
Teknik intervensi dynamic reversals dan rhythmic stabilitation
merupakan salah satu teknik dalam intervensi reversal antagonist. Pada
teknik dynamic reversals dilakukan kontraksi isotonik dengan memberikan
penahanan kontraksi pada otot yang lebih kuat kemudian setelah mencapai
ROM yang diinginkan terapis memberikan instruksi untuk bergerak ke arah
sebaliknya (reverse) tanpa adanya relaksasi otot sambil diberikan tahanan.
Rhythmic stabilitation merupakan teknik yang menggunakan kontraksi
isometrik, pada teknik ini tidak diperbolehkan adanya gerakan. Pemberian
teknik ini diindikasikan pada kasus dimana terdapat nyeri ketika bergerak
dan berkurangnya keseimbangan dari grup otot agonis dan antagonis
sehingga akan dapat mengurangi spasme otot yang akan berdampak pada
peningkatan lingkup gerak sendi yang mengalami keterbatasan (Alder et al.,
2007).
Pada penanganan kasus pemendekan otot upper trapezius,
penggunaan intervensi dynamic reversals lebih sering digunakan
dibandingkan dengan rhythmic stabilization. Hal tersebut terjadi karena
intervensi dynamic reversals menggunakan kontraksi isotonik dan gerakan
yang dinamis dibandingkan intervensi rhythmic stabilization yang
menggunakan kontraksi isometrik secara statik pada otot yang mengalami
penurunan fleksibilitas. Namun secara umum kedua metode reversals
antagonist tersebut sama-sama dapat mengurangi spasme dan meningkatkan
fleksibilitas otot upper trapezius. Berdasarkan latar belakang tersebut dan
karena penelitian tentang kedua intervensi PNF ini masih sedikit maka
6
peneliti berkeinginan untuk dapat membuktikan bahwa intervensi dynamic
reversals lebih baik dalam meningkatkan fleksibilitas otot upper trapezius
dibandingkan dengan intervensi rhythmic stabilization.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Apakah intervensi dynamic reversals dapat meningkatkan fleksibilitas
otot upper trapezius pada pegawai Fakutas Kedokteran Universitas
Udayana ?
2. Apakah intervensi rhythmic stabilization dapat meningkatkan fleksibilitas
otot upper trapezius pada pegawai Fakutas Kedokteran Universitas
Udayana?
3. Apakah intervensi dynamic reversals lebih baik daripada rhythmic
stabilization dalam meningkatan fleksibilitas otot upper trapezius pada
pegawai Fakutas Kedokteran Universitas Udayana ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum antara intervensi dynamic
reversals dengan rhythmic stabilization terhadap peningkatan fleksibilitas
otot upper trapezius pada pegawai Fakutas Kedokteran Universitas
Udayana.
7
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk membuktikan efektivitas intervensi dynamic reversals dalam
meningkatkan fleksibilitas otot upper trapezius.
2. Untuk membuktikan efektivitas intervensi rhythmic stabilization dalam
meningkatkan fleksibilitas otot upper trapezius.
3. Untuk membuktikan intervensi dynamic reversals lebih baik daripada
rhythmic stabilization dalam meningkatan fleksibilitas otot upper
trapezius.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca (mahasiswa) tentang perbedaan pengaruh dynamic reversals
dan rhythmic stabilization terhadap fleksibilitas otot upper trapezius
trapezius pada pegawai Fakutas Kedokteran Universitas Udayana.
b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para
pembaca (mahasiswa) dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi
masyarakat umum dan sesama fisioterapis tentang perbedaan pengaruh
dynamic reversals dengan rhythmic stabilization dalam meningkatkan
fleksibilitas otot upper trapezius .