Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trans Pacific Partnership (TPPA) adalah suatu perjanjian perdagangan
bebas yang memiliki tujuan untuk memperkuat kerjasama ekonomi diantara
Amerika Serikat dan 11 negara lainnya yang berada dikawasan Asia-Pasifik. TPPA
sendiri memiliki anggota sebanyak 12 negara yang mana total Gross Domestic
Product (GDP) semua negara anggotanya mewakili sebesar 40% total
perekonomian dunia.1 Negara-negara anggota TPPA antara lain adalah Singapura,
Selandia Baru, Australia, Vietnam, Kanada, Jepang, Meksiko, Cile, Peru, Malaysia,
Brunei Darrusalam dan Amerika Serikat.
Pada awalnya TPPA merupakan sebuah perjanjian yang diinisiasi oleh
Singapura, Cile, Selandia Baru, dan Brunei Darrusalam yang dahulunya bernama
Trans Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP) yang dibentuk
pada tahun 2005.2 Keempat negara penginisiasi TPPA yang tergabung dalam
TPSEP ini sering disebut sebagai Pacific four (P4). Ketika mulai diberlakukannya
perjanjian ini pada tahun 2006, negara-negara yang tergabung dalam P4 diharuskan
1 Ging Ginanjar, Plus Minus Niat Gabung Kemitraan Trans-Pasifik TPPA, diakses dalam
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_TPPA (1/03/2017,
18:20 WIB) 2 Deborah Elms & C.L. Lim, The Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA) Negotiations:
Overview and Proospects. (RSIS Working Paper), Working Paer No.232, Februari 2012,
S.Rajatnam School of International Studies Singapore.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_tpp
2
untuk mulai menghilangkan hambatan tarif secara berkala.3 Perjanjian TPSEP ini
pun mulai membuat negara-negara lain tertarik utuk bergabung.
Amerika Serikat menunjukkan ketertarikannya untuk bergabung dengan
TPSEP pada tahun 2008 dibawah masa pemerintahan Presiden Bush.4 Namun
karena adanya pergantian kepemimpinan, perundingan antara Amerika Serikat
dengan negara-negara anggota TPSEP baru terlaksana pada tahun 2009 dibawah
masa pemerintahan Presiden Barack Obama.5 Setelah bergabungnya Amerika
Serikat, Trans Pacific Strategic Economic Partnership (TPSEP) berganti nama
menjadi Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA). Bergabungnya Amerika
Serikat dalam perjanjian perdagangan bebas ini, menjadi sebuah daya tarik
tersendiri bagi negara-negara lain untuk turut bergabung dalam TPPA.
Negara-negara yang menunjukkan ketertarikannya untuk bergabung dalam
TPPA dan mulai melakukan negosiasi adalah diantaranya, Australia, Peru,
Vietnam, Malaysia, Meksiko, Kanada, Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan.6
Setelah melalui berbagai proses negosiasi selama kurang lebih 8 tahun, akhirnya
pada 5 Oktober 2015 proses negosiasi pun berakhir dan perjanjian ini resmi
ditandatangi oleh ke-12 negara anggotanya yaitu Selandia Baru, Chile, Singapura,
3 Ministry Of Foreign Affairs and Trade, The New Zealand – Singapore – Chile – Brunei
Darussalam Trans-Pacific Strategic Economic Partnership, diakses dalam
https://www.mfat.govt.nz/assets/FTAs-agreements-in-force/P4/trans-pacificbooklet.pdf
(14/03/2018, 09:30 WIB) 4 The Small Bussiness Exporters Association of The United States, Trans Pacific Partnership
(TPPA), diakses dalam http://www.sbea.org/wp-content/uploads/2014/10/TPPA-Issue-Brief.pdf
(14/03/2018, 09:47 WIB) 5 Ibid. 6 Ibid.
https://www.mfat.govt.nz/assets/FTAs-agreements-in-force/P4/trans-pacificbooklet.pdfhttp://www.sbea.org/wp-content/uploads/2014/10/TPP-Issue-Brief.pdf
3
Brunei Darussalam, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Peru, Vietnam, Malaysia,
Australia dan Jepang pada 4 Februari 2016 di Auckland, Selandia Baru. 7
Bergabungnya Amerika Serikat dalam TPPA, dilatar belakangi oleh beberapa
alasan antara lain adalah krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun
2007 yang kemudian mendorong Amerika Serikat untuk bergabung dalam
keanggotaan TPPA pada tahun 2008.8 Serta munculnya kekuatan ekonomi baru dari
Asia, yaitu Tiongkok yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup
signifikan dari tahun ke tahun, sehingga membuat Amerika Serikat merasa
waspada. Amerika Serikat mengganggap bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok
dapat mengancam posisi Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan ekonomi
utama di dunia.
Melihat potensi yang begitu besar yang dimiliki TPPA, Presiden Barrack
Obama menjadikan TPPA sebagai salah satu agenda terbesar untuk dicapai pada
masa pemerintahannya. Pada masa pemerintahan Barrack Obama, bergabungnya
Amerika Serikat kedalam TPPA memiliki tujuan yang akan disesuaikan dengan
kepentingan nasional Amerika Serikat pada saat itu. Amerika Serikat menggunakan
TPPA sebagai sebuah sarana untuk memperluas pasar serta dominasinya di
Kawasan Asia Pasifik melalui kebijakan Pivot to Asia. Namun sayangnya, hingga
akhir masa pemeritahan Barrack Obama, perjanjian perdagangan bebas ini tidak
7 Timeline of Discussion, diakses dalam http://international.gc.ca/trade-commerce/trade-
agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cpTPPA-ptpgp/timeline_negotiations-
chronologie_negociations.aspx?lang=eng (14/03/2018, 10:37 WIB) 8 Markus Hariyanto, Kepentingan Amerika Serikat Mendorong Jepang Terlibat Dalam Trans
Pacific Partnership Agreement (TPPA), Skripsi, Pekanbaru: Jurusan Hubungan Internasional,
Universitas Riau, hal 2.
http://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=enghttp://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=enghttp://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=eng
4
kunjung diratifikasi oleh Kongres Amerika Serikat. Meskipun telah ditandatangani
secara resmi oleh seluruh pemimpin negara anggotanya, perjanjian perdagangan
bebas ini baru bisa resmi berlaku apabila telah disetujui atau diratifikasi oleh badan
legislative negara yang bersangkutan yang dalam kasus ini adalah Kongres
Amerika Serikat. Kongres Amerika Serikat memutuskan untuk menunda proses
ratifikasi TPPA hingga lame duck session berakhir.9 Hingga akhirnya pada Januari
2017, Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden Donald John Trump
memutuskan untuk keluar dari keanggotaan TPPA.
Amerika Serikat resmi keluar dari keanggotaan TPPA setelah Donald Trump
selaku Presiden Amerika Serikat menandatangani presidential memorandum pada
23 Januari 2017.10 Presidential memorandum sendiri merupakan salah satu bentuk
dari executive action yang berhak dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat.
Melalui executive action ini, Presiden dapat mengeluarkan sebuah kebijakan tanpa
harus meminta persetujuan anggota Kongres. Donald Trump selaku pengambil
keputusan kebijakan memiliki pengaruh yang cukup besar pada kebijakan Amerika
Serikat untuk keluar dari keanggotaan TPPA, mengingat kebijakan ini dikeluarkan
melalui presidential memorandum yang berarti tidak memerlukan pertimbangan
atau persetujuan anggota Kongres.
9 Lame Duck Session adalah keadaan dimana anggota Kongres periode sebelumnya mengadakan
pertemuan untuk membahas berbagai kebijakan sebelum penggantinya di era presiden selanjutnya
resmi diangkat, namun tidak memiliki hak untuk memutuskan sebuah kebijakan. 10 David Smith, Trump Withdraws from Trans-Pacific Partnership Amid Flurry of Orders, diakses
dalam https://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-
partnership-tpp (15/03/2018, 12:05 WIB)
https://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-partnership-tpphttps://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-partnership-tpp
5
Keinginan untuk keluar dari keanggotaan TPPA, telah dinyatakan oleh Donald
Trump semenjak masa kampanyenya sebagai calon Presiden Amerika Serikat.
Donald Trump menilai bahwa TPPA merupakan sebuah bencana bagi Amerika
Serikat karena hanya akan membawa kerugian bagi kalangan buruh dan sektor
industri Amerika Serikat. Hal ini selaras dengan slogan kampanyenya yaitu “Make
America Great Again” yang mana berarti Donald Trump akan lebih berfokus pada
permasalahan dalam negeri untuk mensejahterakan kembali rakyat Amerika
Serikat. Dibawah kepemimpinan Donald Trump, arah kebijakan politik luar negeri
Amerika Serikat lebih cenderung untuk memperhatikan permasalahan dalam negeri
karena adanya gagasan “American First”. 11
Gagasan “American First” memiliki arti bahwa segala bentuk kebijakan politik
luar negeri Amerika Serikat akan mendahulukan kepentingan rakyat Amerika
Serikat baik untuk urusan dalam negeri maupun luar negeri.12 Dengan gagasan yang
diusungnya, maka dapat dikatakan pandangan Donald Trump memiliki pengaruh
yang cukup besar terhadap arah politik luar negeri Amerika Serikat dan kebijakan
yang akan dikeluarkannya. Jika ditelaah lebih lanjut, sebuah kebijakan luar negeri
suatu negara tentunya tidak dapat dilepaskan dari adanya pengaruh dari para
pembuat kebijakan terutama pemimpin negara.
Penulis dalam penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai faktor personalitas
atau kepribadian Donald Trump yang memberikan pengaruh pada keputusannya
11 Maya Saputri, “Trump Tekankan Kebijakan “America First”, diakses melalui
https://tirto.id/trump-tekankan-kebijakan-america-first-chrg (17/10/2019, 17:25 WIB) 12 Ibid.
https://tirto.id/trump-tekankan-kebijakan-america-first-chrg
6
untuk menarik Amerika Serikat keluar dari keanggotaan TPPA. Mengingat
Amerika Serikat merupakan negara penginisiasi terbentuknya TPPA dan negara
pemimpin dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tentunya keluarnya
Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA dibawah pemerintahan Donald J Trump
yang dipengaruhi oleh kepribadian Donald J Trump akan menjadi suatu hal yang
menarik untuk dikaji. Maka dari itu untuk mengkaji lebih jauh mengenai keluarnya
Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA yang diputuskan oleh Donald Trump
selaku pembuat keputusan kebijakan, penulis mengangkat judul “Analisa
Karakteristik Kepribadian Donald J Trump Dalam Kebijakan Keluarnya
Amerika Serikat dari Keanggotaan Trans Pacific Partnership Agreement
(TPPA)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh kepribadian Donald
John Trump terhadap pembuatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk
keluar dari Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA)?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, maka tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Menjelaskan prinsip-prinsip politik Donald Trump sebagai presiden
Amerika Serikat
2. Menjelaskan nilai-nilai hidup Donald Trump sebagai seorang pengusaha.
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Secara akademis, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan
mampu memperdalam kajian dan memperluas pemahaman fenomena dalam
Ilmu Hubungan Internasional terutama dalam pengaruh individu dalam
pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini nantinya diharapkan mampu menambah
wawasan, informasi dan juga gagasan bagi penulis serta bagi semua pihak yang
membaca penelitian ini agar mampu mengkaji serta meneliti penelitian yang
berkaitan dengan pengaruh faktor kepribadian pemimpin suatu negara dalam
pembuatan kebijakan yang dalam penelitian ini adalah faktor kepribadian
Donald J Trump pada kebijakan Amerika Serikat untuk keluar dari
keanggotaan TPPA.
1.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pertama yang akan dijadikan penulis sebagai referensi
adalah skripsi dari Andri dengan judul “Kebijakan Amerika Serikat Untuk
Mememenuhi Kepentingan Ekonominya Melalui Trans Pacific Partnership
Periode 2011-2013”.13 Penelitian Andri bersifat deskriptif analitis dan
13 Andri, 2013, Kebijakan Amerika Serikat Untuk Memenuhi Kepentingan Ekonominya Melalui
Trans Pacific Partnership Periode 2011-2013, Skripsi, Jakarta: Jurusan Hubungan Internasional,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, diakses melalui
8
menggunakan perspektif neoliberal institusionalisme, teori comparative advantage,
kepentingan nasional, dan konsep kebijakan luar negeri. Dalam skripsinya tersebut
Andri bertujuan untuk menjelaskan kepentingan ekonomi Amerika Serikat untuk
bergabung dalam TPPA. Selama bergabung dengan TPPA Amerika Serikat
berusaha untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya dengan mengajukan
beberapa di TPPA. Upaya dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat
adalah pertama, mengusulkan kepentingan nasionalnya dalam proses negosiasi dan
kedua, mengupayakan penambahan sumber daya atau anggota TPPA. Pemenuhan
kepentingan nasional Amerika Serikat didasari oleh kemunduran ekonomi yang
dialami Amerika Serikat pasca terjadinya krisis finansial yang terjadi pada tahun
2007.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah masing-masing
dari penelitian ini sama-sama membahas tentang TPPA. Dalam substansinya
penelitian diatas lebih melihat kepentingan ekonomi Amerika Serikat selama
bergabung dengan TPPA. Hal tersebut yang kemudian menjadi pembeda yang
cukup jelas dari penelitan ini dikarenakan penelitian ini menganalisa pengaruh
kepribadian yang dimiliki oleh Donald J Trump selaku Presiden Amerika Serikat
dalam keputusannya untuk keluar dari keanggotaan TPPA.
Kedua, skripsi Dwi Yekti Renita Meikorini yang berjudul “Alasan
Bergabungnya Amerika Serikat ke Dalam Trans Pacific Partnership (TPPA)”.14
Dalam skripsinya tersebut, Dwi bertujuan untuk menjelaskan alasan Amerika
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-
%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdf 14 Meikorini, Op. Cit.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdfhttp://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdf
9
Serikat untuk bergabung ke dalam Trans Pacific Partnership yang disebabkan oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Dalam skripsinya tersebut, diperoleh jawaban
bahwa alasan Amerika Serikat untuk bergabung dengan TPPA yang dipengaruhi
oleh faktor internal dikarenakan sebagai suatu cara untuk Amerika Serikat
mengembalikan stabilitas perekonomian pasca terjadinya krisis ekonomi dalam
negeri yang berdampak pada terjadinya krisis global pada tahun 2007.
Disisi lain, kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk memutuskan
bergabung dengan TPPA yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dikarenakan
kemunculan Tiongkok sebagai sebuah kekuatan ekonomi baru di wilayah Asia yang
sangatlah berpotensi untuk menggeser dominasi Amerika Serikat sebagai negara
dengan kekuatan ekonomi utama dunia. Dengan kata lain, bergabungnya Amerika
Serikat dalam TPPA akan memperkuat posisi hegemoni Amerika Serikat dalam
perdagangan internasional di kawasan Asia-Pasifik guna menandingi Tiongkok.
Dalam skripsinya Dwi Yekti Renita Meikorini menggunakan teori kebijakan luar
negeri dan stabilitas hegemoni untuk mengkerangkai penelitiannya. Dwi
menggunakan jenis penelitian eksplanatif yang dimana penelitian eksplanatif
bertujuan untuk menjelaskan mengapa baik individu, kelompok, negara, kelompok
negara dan juga sistem internasional berpola atau berperilaku.15
Dalam penelitian diatas tentu memiliki kesamaan dalam topik pembahasan yang
diangkat dalam penelitian ini, namun yang menjadi perbedaan antara penelitian
diatas dengan penelitian ini adalah terletak pada fokus yang dituju oleh peneliti.
Pada penelitian di atas, peneliti berfokus pada alasan bergabungnya Amerika
15 Ibid., hal. 22
10
Serikat dalam keanggotaan TPPA, sedangkan dalam penelitian ini berfokus pada
keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA.
Ketiga adalah working paper yang ditulis oleh Jeronim Capaldo, Alex Izurieta
dan Jomo Kwame Sundaram yang berjudul “Unemployment, Inequality and Other
Risk of Trans-Pacific Partnership Agreement”.16 Dalam working paper tersebut
Jeronim dkk menganalisa keuntungan-keuntungan dan juga resiko yang akan
didapatkan dari TPPA. Jeronim dkk menggunakan United Nations Global Policy
Model untuk meneliti konsekuensi makro ekonomi TPPA serta bagaimana proyeksi
dari masa depan TPPA. Dari penelitiannya tersebut Jeremi dkk menemukan hasil
bahwa terdapat efek negative yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi di Amerika
Serikat dan juga Jepang. Jeremi dkk juga menemukan adanya peningkatan
ketidaksetaraan dan kehilangan pekerjaan di semua negara yang berpartisipasi
dalam TPPA.
Dalam penelitian terdahulu ini, persamaan yang dimiliki dengan penelitian ini
adalah pembahasannya yang sama-sama membahas TPPA. Sedangkan yang
menjadi pembeda adalah alat analisa dan juga fokus dari penelitian tersebut. Dalam
penelitian diatas lebih berfokus pada analisa keuntungan serta resiko yang akan
didapatkan dari TPPA.
Keempat, skripsi yang ditulis oleh Kriesna Adi Pratama yang berjudul
“Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Hubungan Luar
16 Jeronim Capald, Alex Izurieta & Jomo Kwame Sundaram, Trading Down: Unemployment,
Inequality and Other Risks of the Trans Pacific Agreement, Global Development and Environment
Institute, Working Paper No. 16-01, January 2016, Tutfs University.
11
Negeri Iran-Amerika Serikat (2005-2008)”.17 Penelitian ini menekankan
penjelasan mengenai karakteristik idiosyncratic pemimpin negara yang dalam
kasus ini adalah Mahmoud Ahmaddinejad selaku presiden Iran dapat
mempengaruhi kebijakan luar negeri serta hubungan luar negeri Iran dengan negara
lain. Dalam penelitian ini, Kresna menggunakan berbagai konsep seperti konsep
politik luar negeri, konsep pengaruh dan juga teori idiosyncratic oleh Margaret
Hermann sebagai alat untuk mengalisa fenomena yang dibahas. Skripsi ini
kemudian lebih lanjut menjelaskan mengenai bagaimana karakter idiosyncratic
pemimpin negara yang dalam kasus ini adalah Mahmoud Ahmaddinejad dapat
mempengaruhi hubungan diplomatis Iran dengan negara lain yaitu Amerika
Serikat.
Kresna menjelaskan bahwa hubungan diplomatis antara Iran dan Amerika
Serikat tidaklah harmonis semenjak terjadinya revolusi islam yang terjadi di Iran
pada tahun 1979 dan dipelopori oleh Ayyatullah Khomeini. Tidak harmonisnya
hubungan diplomatis Iran dan Amerika Serikat terus berlanjut hingga Iran berada
dibawah kepemimpinan Mahmoud Ahmaddinejad. Dalam pandangan Mahmoud
Ahmaddinejad, Amerika Serikat hanya membawa pengaruh buruk bagi negara dan
juga rakyat Iran serta bertentangan dengan ideologiya. Karena pada saat sebelum
terjadinya revolusi islam yang pertama pada tahun 1979, pengaruh yang diberikan
Amerika Serikat pada budaya Iran sangatlah besar dan dinilai berdampak negative
untuk rakyat Iran. Hal inilah yang kemudian membuat Ahmaddinejad
17 Kriesna Adi Pratama, Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Hubungan
Luar Negeri Iran-Amerika Serikat (2005-2008), Skripsi, Bandung: Jurusan Hubungan
Internasional, Universitas Komputer Indonesia
12
menginginkan Iran dibawah kepemimpinannya menjadi negara dengan model
pemerintahan yang modern, maju dan islami.
Melalui penelitian ini, Kresna menemukan bahwa Ahmaddinejad termasuk
dalam golongan pemimpin yang active independent. Salah satu indicator yang
menunjukkan bawa Ahmaddinejad adalah seorang pemimpin yang active
independent adalah memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Hal ini terlihat dari
penolakan Ahmaddinejad terhadap budaya barat yang dinilai dapat membawa
pengaruh buruk bagi negara dan juga rakyat Iran. Karakter idiosyncratic yang
active independent yang dimiliki oleh Ahmaddinejad turut mempengaruhi politik
luar negeri Iran dan juga hubungan diplomatis Iran dengan negara-negara lain. Hal
ini yang akhirnya mendorong Iran untuk memutuskan hubungan diplomatic dengan
Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Ahmaddinejad.
Penulis menggunakan penelitian Kresna sebagai penelitian terdahulu
dikarenakan terdapat kesamaan dalam cakupan kajian yaitu mengenai karakteristik
kepribadian pemimpin negara dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri
negaranya. Hal yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini
adalah objek yang akan diteliti, dimana dalam penelitian ini akan membahas
mengenai kepribadian Donald John Trump.
Kelima, skripsi Fairuz Nadea Velatsani yang berjudul “President Donald
Trump and United States Immigrant Policy”.18 Dalam penelitiannya, Fairuz
menggunakan teori idiosyncratic sebagai alat analisa untuk menganalisis faktor apa
18 Fairuz Nadea Velatsani, 2018, President Donald Trump and United States Immigrant Policy,
Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
13
saja yang mendasari Donald Trump selaku presiden Amerika Serikat untuk
mengambil keputusan mengeluarkan kebijakan pelarangan masuknya imigran yang
berasal dari 7 negara muslim dan menggunakan metode penelitian deskripstif
kualitatif. Fairuz menggunakan teori idiosyncratic dikarenakan kebijakan Amerika
Serikat untuk melarang masuknya imigran dari 7 negara muslim tersebut
dikeluarkan oleh Donald Trump melalui executive order yang mana hal ini berarti
keputusan murni atas dasar keputusan presiden dan tidak memerlukan persetujuan
anggota kongres untuk dapat diberlakukan.
Berdasarkan lima faktor yang terdapat dalam teori idiosinkratik yang
digunakan, Fairuz menemukan bahwa hal yang paling mempengaruhi Donald
Trump untuk mengeluarkan kebijakan tersebut berasal dari faktor persepsi
bagaimana Trump memandang islam. Trump merupakan penganut agama kristen
yang taat. Hal ini menjadikan Trump sebagai Evangelist yang mana dalam agama
kristiani, ia bertugas untuk menyebarkan ajaran-ajaran Jesus. Terdapat sebuah
tradisi dimana seorang evangelist menjadi seorang pemimpin serta memiliki hasrat
untuk memaksa orang lain untuk mengikuti ajarannya. Trump bahkan
mengeluarkan sebuah pernyataan “Islam Hate Us” untuk menyebarkan kebencian
pada umat islam. Pandangannya terhadap islam dan serangkaian kebijakannya
untuk melarang imigran yang berasal dari 7 negara muslim masuk ke Amerika
Serikat, membuat pemerintahannya dipandang sebagai pemerintahan yang
islamophobic dan xenophobia.
Persamaan antara penelitian Fairuz dengan penelitian ini adalah objek yang
akan diteliti yaitu Donald John Trump. Sedangkan yang menjadi pembeda antara
14
penelitian ini dengan penelitian Fairuz adalah studi kasusnya, dimana dalam
penelitiannya Fairuz mengangkat kebijakan pelarangan masuknya imigran yang
berasal dari 7 negara muslim sebagai studi kasus. Sementara dalam penelitian ini,
penulis mengangkat kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA.
Serta perbedaan alat analisa, dimana dalam penelitian ini penulis menggunakan
faktor kepribadian individu pemimpin.
15
Tabel 1.1 Posisi Penelitian
No. Judul dan Pengarang Konsep/ Teori &
Jenis Penelitian
Hasil
1. Skripsi :
Andri. “Kebijakan
Amerika Serikat Untuk
Mememenuhi
Kepentingan Ekonominya
Melalui Trans Pacific
Partnership Periode 2011-
2013”
Neoliberal
Institusionalisme, Teori
Comparative
Advantage, kepentingan
nasional, dan konsep
kebijakan luar negeri.
(Deskriptif)
Bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA dikarenakan untuk memenuhi
kepentingan nasional Amerika Serikat dengan cara mengajukan beberapa
kebijakan di TPPA. Cara yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya adalah dengan mengusulkan kepentingan
nasionalnya dalam proses negosiasi dan mengupayakan penambahan anggota
TPPA. Pemenuhan kepentingan nasional Amerika Serikat didasari oleh
kemunduran ekonomi yang dialami Amerika Serikat pasca terjadinya krisis
finansial yang terjadi pada tahun 2007.
2. Skripsi :
Dwi Yekti Renita
Meikorini. “Alasan
Bergabungnya Amerika
Serikat ke Dalam Trans
Pacific Partnership
(TPPA)”.
Teori kebijakan luar
negeri dan stabilitas
hegemoni.
(Eksplanatif)
Bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal dikarenakan saat
itu Amerika Serikat sedang mengalami krisis ekonomi, sehingga dengan
bergabung dengan TPPA diharapkan mampu mengembalikan kondisi
perekonomian Amerika Serikat. Sedangkan faktor eksternal dikarenakan
kemunculan Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi baru di wilayah Asia yang
mampu menggeser dominasi Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan
ekonomi utama di dunia.
3 Working Paper : Jeronim
Capaldo, Alex Izurieta dan
Jomo Kwame Sundaram.
Working Paper.
“Unemployment,
Inequality and Other Risk
United Nations Global
Policy Model. (Working
Paper)
Dengan adanya TPPA maka akan memberikan berbagai dampak baik positive
maupun negative. Beberapa proyeksi mengenai dampak yang akan
ditimbulkan TPPA pada negara anggota antara lain berupa: TPPA akan
membuat GDP Amerika Serikat dan Jepang berkurang, TPPA akan membuat
banyak pekerja kehilangan pekerjaannya di seluruh negara anggota atau
dengan kata lain akan ada total 771.000 orang yang kehilangan pekerjaan
dengan yang terbanyak adalah Amerika Serikat sebanyak 448.000. Tidak
16
of Trans-Pacific
Partnership Agreement”.
hanya itu TPPA juga akan menyebabkan pada semakin tingginya angka
kesenjangan social yang ada serta TPPA juga akan menyebabkan menurunnya
GDP dan banyak orang kehilangan pekerjaannya di negara-negara non TPPA.
4. Skripsi : Kriesna Adi
Pratama. “Pengaruh
Idiosyncratic Mahmoud
Ahmadinejad Terhadap
Hubungan Luar Negeri
Iran-Amerika Serikat
(2005-2008)”.
Konsep Politik Luar
Negeri, Konsep
Pengaruh Teori
Idiosyncratic.
(Deskriptif)
Tidak harmonisnya hubungan antara Iran dan Amerika Serikat pada masa
pemerinahan Mahmoud Ahmaddinejad disebabkan oleh pandangan
Ahmaddinejad yang melihat Amerika Serikat hanya akan membawa pengaruh
buruk bagi rakyat dan juga negara Iran seperti saat sebelum terjadinya revolusi
islam tahun 1979. Dengan karakternya yang active independent dengan
kecenderungan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, akhirnya
Ahmaddinejad memutuskan untuk menghentikan hubungan diplomatic
dengan Amerika Serikat.
5. Skripsi : Fairuz Nadea
Velatsani. “President
Donald Trump and
United States Immigrant
Policy”
Teori Idionsyncratic
(Deskriptif)
Kebijakan Amerika Serikat mengenai pelarangan masuknya imigran yang
berasal dari 7 negara muslim ke Amerika Serikat dipengaruhi oleh persepsi
Donald Trump terhadap islam dan keyakinannya yaitu Evangelist. Keputusan
Donald Trump untuk melakukan pelarangan masuknya imigran ini membuat
pemerintahannya dilabeli dengan pemrintahan yang islamophobic dan
xenophobia.
6.. Skripsi :
Putri Nabilla. “Analisa
Karakteristik
Idiosinkratik Donald J
Trump Dalam Kebijakan
Keluarnya Amerika
Serikat dari
Keanggotaan
Trans-Pacific Partnership
Agreement (TPPA)
”
Teori Tipologi
Kepribadian.
(Eksplanatif)
Kebijakan Amerika Serikat untuk keluar dari keanggotaan TPPA tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh pemimpin negara yaitu Donald Trump selaku
pembuat keputusan. Untuk menganalisa hal-hal yang mempengaruhi Donald
Trump hingga dapat memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan keluar dari
TPPA maka penulis menggunakan teori kepribadian untuk menganalisa
karakteristik yang membentuk kepribadian Trump yang kemudian
memberikan pengaruh dalam pengambilan kebijakan.
17
1.6 Teori / Konsep
1.6.1 Teori Kepribadian
Dalam memahami fenomena yang terjadi dalam hubungan internasional,
diperlukan metode ataupun kerangka konseptual yang tepat. Salah satu metode atau
kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk menganalisa berbagai fenomena
dalam hubungan internasional adalah pendekatan peringkat analisis (level of
analysist). Pendekatan peringkat analisis pertama kali digagas oleh pakar HI
beraliran neorealis yaitu Kenneth Waltz.19 Secara umum, pendekatan peringkat
analisis dibagi menjadi tiga level yaitu, individual level, state level, dan
international system level.
Pendekatan peringkat analisis dalam studi hubungan internasional dapat
diartikan sebagai sebuah metode atau perangkat konseptual yang digunakan untuk
menjelajahi atau mengeksplorasi masalah-masalah internasional. Menurut Marc
Genest, konsep peringkat analisis adalah alat yang digunakan untuk membantu para
peneliti dalam bidang hubungan internasional untuk memahami bahwa hubungan
internasional merupakan hasil dari sejumlah sumber yang mana setiap tingkatannya
memiliki pandangan dan fokus masalah yang berbeda-beda.20 Menetapkan
peringkat analisis dapat membantu untuk memahami politik luar negeri suatu
negara atau hal apa saja yang mendorong suatu negara untuk berperilaku dalam
hubungan internasional. Dalam penelitian ini, peringkat analisis yang digunakan
19 Umar Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian
Idiosinkratik, Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2 (2016), Jakarta Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103. 20 Marc A. Genest, Conflict and Cooperation: Evolving Theories on International Relations
(Belmont, CA: Wadsworth, 2004), hal. 3 dalam Umar Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor Individu
Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik, Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2 (2016),
Jakarta Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103.
18
adalah individual level. Peringkat analisis pada individual level dapat digolongkan
sebagai micro-level analysis. Pendekatan micro-level analysis menurut penganut
aliran saintifik lebih memperhatikan tentang gaya kepemimpinan individu
negarawan yang menekankan pada perilaku idiosinkratik elit.21
Idiosyncratic berasal dari penggabungan kata ideology dan syncratic. Idelogy
menurut Anthonio Gramsci merupakan kerangka atau paradigma analisis yang
digunakan unruk memahami dan menyelesaikan berbagai masalah. Sedangkan
syncratic adalah perpaduan segala hal baik dari semua yang ada.22 Analisis
idiosinkratik merupakan sebuah kajian tentang manusia sebagai individu dan
bagaimana karakter pribadi setiap pemimpin turut membentuk keputusan-
keputusan yang dibuatnya.23 Menurut John Rourke dan Mark Boyer, terdapat lima
faktor yang dapat digunakan untuk menganalisis individu melalui teori
idiosyncratic, diantaranya adalah:24
1. Faktor Kepribadian (Personality)
Kepribadian seorang pemimpin negara merupakan sebuah elemen yang dapat
memberikan pengaruh pada kebijakan luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari
orientasi dasar seorang pemimpin terhadap dirinya dan orang lain, pola perilaku,
serta sikapnya mengenai konsep-konsep yang relevan secara politis seperti otoritas
atau kekuasaan. Kepribadian seorang pemimpin terbentuk dari sejumlah sumber
21 Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe, Introduction to International Relations: Power
and Justice (New Delhi: Prentice-Hall of India, 1981), hal. 26 dalam Umar Suryadi Bakry,
Pengaruh Faktor Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik, Jurnal
Alternatif, Vol.6, No.2 (2016), Jakarta Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103. 22 Pratama, Op. Cit., hal 21. 23 Bakry, Op. Cit., hal 103. 24 John T. Rourke dan Mark A. Boyer, 2009, International Politics on the World Stage, New York:
McGraw-Hill Education, hal 133-142.
19
seperti faktor genetika, sosialisasi semasa kanak-kanak, serta pengalaman pada
masa dewasa awal.25 Faktor kepribadian memiliki pengaruh yang kuat pada
bagaimana seorang pemimpin memandang dan berfikir mengenai permasalahan
internasional dan politik luar negeri negaranya.
Terdapat skala kategori untuk menganalisa kepribadian politik seorang
pemimpin, yaitu active-passive scale dan positive-negative scale. Pemimpin yang
aktif adalah seorang innovator kebijakan sedangkan pemimpin yang pasif
merupakan seorang yang reactor. Sementara itu pemimpin yang berkepribadian
positif biasanya memiliki kepribadian yang cukup kuat untuk menerima lingkungan
politik yang berbeda atau bersifat kontroversial dan cenderung lebih
memperhatikan permasalahan domestic atau inward looking, sedangkan pemimpin
yang berkepribadian negative cenderung merasa terbebani oleh kritik-kritik politik.
2. Faktor kesehatan jiwa dan fisik (Physical and Mental Health)
Kesehatan jiwa dan juga fisik seorang pemimpin merupakan sebuah faktor
penting dalam pembuatan keputusan politik luar negeri. Pemimpin yang memiliki
kondisi jiwa dan fisik yang terganggu maka dapat berpotensi untuk membuat
kebijakan atau keputusan politik luar negeri yang kurang tepat bagi negaranya.
3. Faktor Ego dan Ambisi (Ego and Ambitions)
Faktor ketiga yang mempengaruhi seorang pemimpin dalam pengambilan
kebijakan luar negeri negaranya adalah ego serta ambisi pemimpin itu sendiri. Ego
dari seorang pemimpin seringkali membuat keputusan pemimpin mengenai
25 Joseph Grisco, John Ikenberry, dan Michael Mastanduno, Introduction to International Relations
(New York: Palgrave Macmillan, 2015), hal. 113 dalam Umar Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor
Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik, Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2
(2016), Jakarta Timur: Universitas Jayabaya
20
kebijakan luar negerinya tidak lagi mencerminkan kepentingan nasionalnya,
melainkan untuk memenuhi egonya sebagai seorang pemimpin. Selain itu,
terkadang ego membuat seorang pemimpin ingin terlihat kuat. Sama halnya dengan
ego, ambisi seorang pemimpin juga memiliki pengaruh dalam hal pengambilan
keputusan. Ambisi seorang pemimpin negara untuk mempertahankan kekuasaanya
akan mendorongnya untuk menciptakan kebijakan yang sesuai dengan ambisinya
tersebut.
4. Faktor Pengalaman Pribadi dan Politik (Political and Personal History)
Masa lalu dan pengalaman seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam
membentuk pendekatan atau cara pandang pemimpin terkait penyelesaian masalah
yang sedang dihadapi. Terdapat dua jenis masa lalu yang mempengaruhi pembuatan
keputusan yaitu: pengalaman politik dan pengalaman pribadi. Melalui pengalaman
politik terdahulu, pemimpin dapat merumuskan kebijakan yang sesuai dan berkaca
dari pengalaman sebelumnya. Sedangkan pengalaman pribadi dalam hal ini lebih
difokuskan pada sejarah atau pengalaman politik pribadi pemimpin seperti
pandangan politiknya yang dapat dilihat dari partai apa yang ia ikuti.
5. Faktor Persepsi (Perception)
Persepsi yang dimiliki seorang pemimpin negara memiliki peran penting dalam
pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Persepsi seorang pemimpin
menciptakan pandangan terhadap dunianya. Persepsi memiliki peran penting
dikarenakan persepsi membentuk realitas operasional pada diri seorang pemimpin
yang membuat pembuat kebijakan cenderung bertindak berdasarkan persepsi yang
ia yakini. Terkadang terdapat kesamaan persepsi yang dimiliki antara pemimpin
21
negara dengan rakyatnya seperti dalam hal nilai-nilai kebudayaan, pengalaman
sejarah dan lainnya.
Berdasarkan faktor idiosyncratic yang telah dipaparkan sebelumnya, pada
penelitian ini penulis akan mengambil fokus pada faktor kepribadian atau
personalitas Donald John Trump selaku pemimpin negara yang memberikan
pengaruh dalam kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari TPPA.
Kepribadian seorang pemimpin dapat dilihat melalui pengukuran karakteristik
individu yang ia miliki. Menurut Margaret G Hermann, terdapat enam karakter
karakteristik kepribadian dalam individu seorang pemimpin yang dapat membentuk
perilaku kebijakan luar negeri yaitu:26
1. Nationalism
Pengaruh keterikatan emosi yang dimiliki pemimpin terhadap bangsanya,
khususnya rasa cinta tanah air. Kemudian adanya tekanan atau keinginan untuk
menegakkan kehormatan dan kedaulatan bagi negaranya.
2. Believe in one’s own ability to control events
Karakteristik ini melihat kemampuan individu dan pemerintah dapat
melakukan kontrol atas situasi dimana sesuai dengan kepentingan mereka
sendiri.
26 Lawrence S. Falowski, 1979, Psycological Models in International Politics: West view special
studies in International Relations, West View Press, Boulder, hal 18-19 dalam Kriesna Adi
Pratama, Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Hubungan Luar Negeri Iran-
Amerika Serikat (2005-2008), Skripsi, Bandung: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Komputer Indonesia hal 54-55
22
3. Need for power
Karakteristik ini melibatkan keinginan untuk mempengaruhi,
mengendalikan atau mendominasi orang dan kelompok lain.
4. Need for affiliation
Kebutuhan seorang individu pemimpin untuk menjalin hubungan
kekerabatan dan menjaga persatuan kedamaian dengan negara-negara lainnya.
5. Conceptual complexity
Sebuah tingkatan pembeda untuk menunjukkan individu dalam
menggambarkan atau mendiskusikan permasalahan. Hal ini mempengaruhi
individu dalam hal melihat alternatif dalam suatu kebijakan. Individu dengan
tingkat conceptual complexity yang tinggi akan mempertimbangkan berbagai
altenatif pilihan dalam membuat keputusan karna ia melihat permasalahan
tersebut secara luas. Sedangkan individu dengan conceptual complexity yang
rendah akan memandang permasalahan sebagai baik-buruk, hitam-putih dan
tidak memiliki alternaif pilihan dalam keputusannya.
6. Distrust of others
Ketidakpercayaan terhadap orang lain yang melibatkan perasaan akan
keraguan, ketidaknyamanan, rasa was-was serta kekhawatiran mengenai
perilaku orang lain yang menyebabkan adanya kecenderungan untuk
mencurigai motif dan tindakan orang lain.
Tingkat karakteristik individu yang berbeda pada setiap pemimpin akan
menghasilkan kepribadian yang juga berbeda dimana ini akan memberikan
pengaruh pada perilaku pemimpin dalam menentukan kebijakan luar negeri
23
negaranya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkatan karakteristik
pribadi seorang pemimpin akan merefleksikan perilaku kebijakan luar negeri yang
terbagi menjadi 2 perilaku yaitu aggressive dan conciliatory.
Pemimpin dengan perilaku aggressive memiliki kecenderungan untuk
memiliki gaya kebijakan luar negeri yang independent dengan tidak terlalu terlibat
dalam hubungan dengan negara lain atau bergabung dalam sistem internasional.
Karena dalam pandangan mereka, menjalin interaksi dengan negara lain atau
terlibat dalam sebuah sistem internasional mungkin saja menyebabkan negara lain
akan bergantung pada negara mereka. Selain itu pemimpin dengan perilaku
aggressive juga cenderung untuk memiliki kecurigaan terhadap motif para
pemimpin negara lain. Apabila interaksi dengan pihak lain memang dibutuhkan,
para pemimpin dengan perilaku ini akan melakukannya sesuai dengan kepentingan
negaranya. Pemimpin dengan perilaku aggressive memiliki karakteristik
kepribadian high nasionalism, low conceptual complexity, high need for power,
high distrust on others, dan high belief in one’s own ability to control event.
Sementara pemimpin dengan perilaku kebijakan luar negeri conciliatory
memiliki kecenderungan untuk membangun dan menjaga hubungan baik antara
negaranya dengan negara lain. Mereka turut berpartisipasi secara aktif dalam sistem
internasional dengan menjadi responsive terhadap berbagai masalah-masalah yang
timbul. Pemimpin dengan perilaku conciliatory memiliki karakteristik kepribadian
low nationalism, high need of affiliation, high conceptual complexity, low belief
ability in one’s own control event, low distrust of others.
24
Tipe Perilaku Indikator
Aggressive
• High Nationalism
• High Belief in one’s own ability to control event
• Low Conceptual Complexity
• High Distrust of Other
• High Need for Power
Conciliatory
• Low Nationalism
• Low Belief in one’s own ability to control event
• High Conceptual Complexity
• Low Distrust of Other
• Low Need for Power
Berdasarkan dua perilaku kebijakan luar negeri yang telah dijelaskan
sebelumnya, peneliti melihat bahwa Donald Trump memenuhi tiga dari lima
karakteristik kepribadian pemimpin dengan perilaku aggressive. Karakteristik
kepribadian tersebut adalah high nationalism, high belief’s in one own ability to
control event, dan high distrust of other.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksplanatif. Dimana tujuan
dari penelitian eksplanatif adalah untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel.
Terdapat suatu hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi Donald J Trump
dalam pengambilan keputusan dengan kebijakan Amerika Serikat untuk keluar dari
keanggotaan TPPA
25
1.7.2 Tingkat Analisa dan Variabel Penelitian
Guna mempermudah analisis serta menghindari terjadinya kesalahan
metodologi maka diperlukan adanya penyederhanaan ke dalam variabel dan level
analisa. Adapun variabel dependen atau unit analisis yang perilakunya akan
dijelaskan adalah keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan Trans Pacific
Partnership Agreement (TPPA). Sedangkan variabel independen atau unit
eksplanasi yang digunakan untuk menjelaskan objek analisis adalah karakteristik
kepribadian Donald Trump dalam kebijakan Amerika Serikat keluar dari Trans
Pacific Partnership Agreement (TPPA). Hubungan antar variabel dalam penelitian
ini adalah bersifat reduksionis dikarenakan level analisa dalam penelitian ini berada
pada level yang berbeda dimana kedudukan unit eksplanasi (individu) lebih rendah
dari unit analisa (negara)
1.7.3 Ruang Lingkup Penelitian
A. Batasan Waktu
Dalam penelitian ini batasan waktu yang digunakan oleh penulis adalah
mulai dari bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA pada tahun 2008 hingga
Amerika Serikat keluar dari TPPA pada tahun 2017.
B. Batasan Materi
Batasan materi pada penelitian ini menggunakan batasan materi yang
berfokus aspek-aspek Donald John Trump yang memutuskan Amerika Serikat
untuk keluar dari keanggotaan TPPA.
26
1.7.4 Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan oleh penulis adalah
teknik analisa kualitatif. Teknik analisa kualitatif digunakan untuk menganalisis
jenis data yang berupa teks yang telah dikumpulkan dengan berbagai macam cara
yang kemudian diproses sebelum akhirnya siap digunakan.27 Terdapat tiga tahapan
analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu: reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.28 Pada tahap reduksi data
terdapat proses pemilihan data sehingga data-data yang telah didapatkan akan
disederhanakan dan dirangkum sesuai dengan data yang dibutuhkan dan membuang
data yang tidak diperlukan. Selanjutnya pada tahap penyajian data, peneliti akan
menyajikan sekumpulan data yang memungkinkan untuk ditariknya sebuah
kesimpulan. Lalu pada tahap terakhir yaitu penarikan kesimpulan/verifikasi,
penulis mulai mencari pola-pola, penjelasan dan alur sebab akibat suatu fenomena
yang kemudian kesimpulan yang telah didapatkan diverifikasi selama penelitian
tengah berlangsung.
1.7.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
pustaka. Sumber penelitian diperoleh dengan cara mencari data-data yang berkaitan
dengan fokus permasalahan melalui buku, surat kabar, jurnal, artikel, laporan
penelitian berupa skripsi, thesis maupun disertasi, e-book dan data-data dari
27 Ulber Silalahi, 2012, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, hal. 339-341. 28 Ibid.
27
internet. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diolah serta diidentifikasi
untuk kemudian mendukung uraian penelitian dalam menjawab rumusan masalah.
1.8 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan teori kepribadian
yang digunakan dalam penelitian ini, kebijakan keluarnya Amerika Serikat untuk
keluar dari keanggotaan TPPA dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian Donald
Trump sebagai pemimpin negara. Dimana kebijakan ini lebih menonjolkan
pengaruh Donald Trump sebagai pemimpin negara dibandingkan Amerika Serikat
sebagai negara secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan, Donald Trump
mengeluarkan kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA
melalui presidential memorandum yang mana berarti kebijakan tersebut tidak
memerlukan persetujuan dari anggota Kongres. Karakteristik kepribadian Donald
Trump yang mempengaruhi pembuatan kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari
TPPA antara lain, high nationalism, high distrust of other dan high belief in one’s
own control over event.
28
1.9 Sistematika Penulisan
Bab Judul Pembahasan
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Penelitian Terdahulu 1.6 Landasan Teori & Kerangka Konseptual 1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian 1.7.2 Tingkat Analisa dan Variabel
Penelitian
1.7.3 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.4 Teknik Analisa Data 1.7.5 Teknik Pengumpulan Data
1.8 Hipotesa 1.9 Sistematika Penulisan
Bab II Gambaran umum
Trans Pacific
Partnership
Agreement (TPPA)
dan Peran Amerika
Serikat dalam
Trans Pacific
Partnership
(TPPA)
Membahas mengenai gambaran TPPA secara
umum dan bergabungnya Amerika Serikat
dalam TPPA untuk mewujudkan kepentingan
nasionalnya
2.1 Sejarah Terbentuknya TPPA
2.1.1 TPSEP Cikal Bakal terbentuknya
TPPA
2.1.2 Bergabungnya Amerika Serikat dalam
TPSEP dan terbentuknya TPPA
2.2 Tujuan TPPA
2.3 Kepentingan Nasional Amerika Serikat
dalam TPPA
2.4 Pro dan Kontra TPPA di Amerika Serikat
Bab III Terpilihnya Donald
J Trump sebagai
Presiden Amerika
Serikat dan
Keluarnya Amerika
Serikat dari TPPA
Membahas mengenai karakteristik
kepribadian Donald J Trump
3.1 Donald Trump
3.1.1 Profil Donald John Trump
3.1.2 Bangkrut dan Bangkitnya Donald
Trump
3.1.3 Donald Trump: Presiden Amerika
Serikat ke 45
3.2 Karakteristik Pribadi Donald Trump yang
Mempengaruhi Kebijakan Keluarnya
Amerika Serikat dari TPPA
3.2.1 High Nationalism
3.2.2 High Believe in Own Control Over
Event
3.2.3 High Distrust of Other
29
BAB IV Kesimpulan Merupakan bagian akhir dari penelitian yang
mencakup kesimpulan dan saran penulis bagi
penelitian berikutnya.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran