9
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman modern ini, kemajuan besar telah dicapai di beberapa bidang diantaranya bidang kedokteran, teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Kemajuan tersebut menimbulkan tantangan untuk maju dan sukses. Kehidupan modern yang keras dan penuh persaingan akan memberikan banyak tekanan, kecemasan dan ketegangan (Hartono, 2007). Gangguan cemas dapat dialami 2-4% di setiap kehidupan (Hawari, 2011). Di Indonesia, berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Rikasdes, 2013) menunjukan prevelensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan atau istilah “khawatir”, “tegang”, “takut”, gejala fisik seperti jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi, dan sulit tidur (Wahit, 2015). Perbedaan rasa cemas dan takut yaitu rasa takut adalah bentuk konkrit, yang memiliki latar belakang atau objek yang jelas dan dapat di ekspresikan melalui kata-kata apa yang ditakutkan sedangkan cemas adalah bentuk yang objeknya tidak jelas (Hamidah, 2014). Kecemasan sangat menggangu homeostatis dan fungsi individu karena itu perlu segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan antara lain lingkungan social, personal (individu), akademik. Contoh yang dapat menimbulkan perasaan cemas pada seseorang, seperti pada saat berbicara didepan umum untuk pertama kalinya dan sedang menjalani ujian (Badrya, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman modern ini, kemajuan besar telah dicapai di beberapa bidang

diantaranya bidang kedokteran, teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Kemajuan

tersebut menimbulkan tantangan untuk maju dan sukses. Kehidupan modern yang

keras dan penuh persaingan akan memberikan banyak tekanan, kecemasan dan

ketegangan (Hartono, 2007). Gangguan cemas dapat dialami 2-4% di setiap

kehidupan (Hawari, 2011). Di Indonesia, berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar

(Rikasdes, 2013) menunjukan prevelensi gangguan mental emosional seperti

gangguan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau

6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan atau istilah “khawatir”,

“tegang”, “takut”, gejala fisik seperti jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut

kering, tekanan darah tinggi, dan sulit tidur (Wahit, 2015). Perbedaan rasa cemas dan

takut yaitu rasa takut adalah bentuk konkrit, yang memiliki latar belakang atau objek

yang jelas dan dapat di ekspresikan melalui kata-kata apa yang ditakutkan sedangkan

cemas adalah bentuk yang objeknya tidak jelas (Hamidah, 2014). Kecemasan sangat

menggangu homeostatis dan fungsi individu karena itu perlu segera dihilangkan

dengan berbagai macam cara penyesuaian. Faktor yang mempengaruhi terjadinya

kecemasan antara lain lingkungan social, personal (individu), akademik. Contoh yang

dapat menimbulkan perasaan cemas pada seseorang, seperti pada saat berbicara

didepan umum untuk pertama kalinya dan sedang menjalani ujian (Badrya, 2014).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

2

Mahasiswa memiliki kewajiban dan tanggung jawab yakni belajar. Seorang

mahasiswa harus mampu mengembangkan daya pikir terhadap ilmu yang sedang

diambil diperguruan tinggi tersebut. Maka dari itu mahasiswa mudah mengalami

kecemasan. Mahasiswa Ilmu Keperawatan Fikes UMM setiap semesternya pasti

memililki mata kuliah Blok yang biasanya dalam satu semester memiliki 3 blok yang

harus ditempuh mahasiswa Ilmu Keperawatan dan 1 blok berlangsung 4-5 minggu.

Proses pembelajaran Blok memiliki beberapa ujian yang harus ditempuh yakni ujian

yang sifatnya tertulis seperti Ujian Tengah Blok (UTB) yang dilaksanakan

dipertengahan Blok dan Ujian Akhir Blok (UAB) yang biasanya dilaksanakan di akhir

Blok. Selain itu ada ujian Skill Lab yakni ujian Objective Structured Clinical Examination

(OSCE) yang di uji secara obyektif. Cara pengujian OSCE dibagi dalam beberapa

station, dimana 1 station memiliki waktu hanya 5-7 menit. OSCE memiliki presentase

nilai tertinggi yakni sebesar 40% yang disusul oleh UTB 25%, UAB 25% dan

Kehadiran 10% yang menentukan kelulusan mahasiswa.

Ujian OSCE memerlukan skill berkomunikasi dan mempraktekan tindakan

dengan baik agar mendapatkan nilai yang maksimal. Prevalensi kejadian kecemasan di

Indonesia menunjukan 60% mahasiswa kesehatan mengalami kecemasan saat

sebelum ujian OSCE dengan berbagai tingkat kecemasan yang berbeda (ringan,

sedang, berat) (Pratiwi, 2010). Penelitian yang dilakukan (Niu dan Ali, 2015) di negara

Thailand ditemukan bahwa 61,4% mengalami kecemasan sebelum OSCE dan 2,4%

mengalami kecemasan yang tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan di beberapa

negara juga menunjukan bahwa tingkat kecemasan mahasiswa kesehatan sebelum

OSCE di dunia rata – rata mencapai 80% (Gabriella, 2015).

Sering dijumpai mahasiswa yang merasakan kecemasan dan keraguan akan

ujian OSCE ini, penyebab kecemasan pada mahasiswa saat ujian OSCE yaitu penguji

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

3

ujian OSCE yang tegas, rasa takut yang berlebihan, tidak percaya pada kemampuan

diri sendiri, dan kurangnya persiapan mental, hal ini akan berdampak seperti

menurnkan daya ingat dan mengganggu konsentrasi belajar (Akbar, 2015). Jika mahasiswa

tidak mampu melakukan tindakan OSCE dengan baik maka konsekuensi yang harus

diterima ialah mengulang ujian atau bahkan mengulang Blok tersebut maka dari itu

banyak sekali mahasiswa yang merasa cemas sebelum OSCE.

Kecemasan akibat ujian dikalangan mahasiswa kesehatan akan mempengaruhi

hasil belajar. Di negara Thailand mahasiswa yang mengalami kecemasan mencapai

38% (Niu dan Ali, 2015). Sedangkan di Indonesia mahasiswa yang mengalami

kecemasan karna ujian sebesar 35,3% (Dinda, 2015). Karena kecemasan cenderung

menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi. Distorsi tersebut dapat menggangu

belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya

ingat menggangu kemampuan menghubungkan satu hal dengan yang lain.

Beech dkk (dalam Subandi, 2002) menyebutkan ketegangan merupakan

kontraksi serabut otot skeletal, sedangkan relaksasi merupakan perpanjangan serabut

otot tersebut. Pada waktu orang mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja

adalah system syaraf simpatetis, sedangkan pada waktu rileks yang bekerja adalah

sistem syaraf parasimpatetis. Relaksasi berusaha mengaktifkan kerja syaraf

parasimpatetis. (Prawitasari dalam Subandi, 2002). Keadaan rileks menurunkan

aktivitas amygdala, mengendurkan otot, dan melatih individu mengaktifkan kerja

sistem syaraf parasimpatetis sebagai counter aktivitas sistem syaraf simpatis (Kalat,

2007).

Terapi relaksasi merupakan tahap awal untuk menurunkan tekanan fisik dan

mental. (Williams, 2003). Dalam penelitian ini akan menggunakan terapi dengan

teknik relaksasi otot progresif yang dimana merupakan salah satu teknik sistematis

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

4

untuk mencapai keadaan relaksasi yang dikembangkan oleh Edmund Jacobson

(Supriatin,2011). Keunggulan relaksasi otot progresif menurut (Stanley Mickey, 2006)

ialah terapi non farmakologis yang termurah sampai saat ini, tidak memerlukan

imajinasi, kekuatan atau sugesti, tidak ada efek samping, mudah untuk dilakukan

adalah relaksasi otot progresif. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik

untuk mengurangi ketegangan otot dengan proses yang simple dan sistematis

Jacobson (dalam Nevid, 2005). Pada relaksasi ini bekerja langsung mengaktifkan

sistem saraf parasimpatis yang akan menggunakan asetilkolin sebagai neurosistem saraf

otonommitter utama dan bekerja pada reseptor nikotonik neuron postynaptik. Saraf

postinaptik kemudian melepaskan asetilkolin untuk merangsang reseptor muscarinic

(penurunan kontraksi) dari organ tersebut yang tadinya dalam keadaan tegang

kemudian merilekskannya kembali yang akan mengakibatkan penurunan kecemasan

(Videbeck, 2008). Hasil penelitian yang didapatkan oleh (Mahardhini, 2016) terdapat

selisih penurunanapada relaksasi otot progresif 2.533 dan selisih pada relaksasi napas

dalam 0.33 sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan otot progresif lebih efektif

terhadap penurunan kecemasan dibandingan dengan terapi relaksasi nafas dalam.

Mengembangkan teknik relaksasi otot progresif dengan cara memonitor

ketegangan otot dan relaksasi. Faktanya, relaksasi otot dapat mengcounter beberapa

komponen fisiologis dari kecemasan, termasuk ketegangan otot meningkat, denyut

jantung, tekanan darah dan pernafasan (Spiegler, 2003).

Hasil studi pendahuluan oleh peneliti pada tanggal 10 Oktober 2017 di

Fakultas Ilmu Kesehatan pada mahasiswa jurusan Ilmu Keperawatan UMM

diperoleh data awal, mahasiswa semester 1 angkatan 2017 yang mengaku mengalami

kecemasan sebelum ujian OSCE mereka mengaku merasa cemas, takut, gelisah,

merasa takut salah, dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi cemas sebelum OSCE

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

5

ialah meyakinkan diri sendiri, belajar dan berdoa, lalu dampak dari cemas yang

dirasakan adalah kringet dingin, jantung berdebar, tegang, sulit tidur dan gugup.

Berdasarkan perolehan data studi pendahuluan tersebut, maka peneliti mengambil

masalah pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan pada

mahasiswa yang menjelang ujian OSCE.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

Apakah terapi relaksasi otot progresif berpengaruh untuk mengurangi

kecemasan pada mahasiswa sebelum ujian OSCE?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan pada mahasiswa

menjelang ujian OSCE.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui tingkat kecemasan sebelum dilakukan relaksasi otot

progresif pada mahasiswa sebelum ujian OSCE.

b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan sesudah dilakukan relaksasi otot

progresif pada mahasiswa sebelum ujian OSCE.

c. Untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan

kecemasan pada mahasiswa sebelum ujian OSCE.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan agar

mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community

leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan kepemimpinan

dikomunitas social untuk mengurangi jumlah kecemasan, penelitian ini dapat

dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan asuhan keperawatan

komunitas yang dapat disesuaikan dengan tingkat kecemasan.

1.4.2 Manfaat Klinis

Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi perawat mengenai

pengaruh dari relaksasi otot progresif. Sehingga perawat dapat memberikan

metode perawatan dalam mengurangi tingkat kecemasan. Hasil penelitian

ini dapat digunakan oleh petugas kesehatan lain sebagai evidence untuk

melakukan promosi kesehatan mengenai relaksasi otot progresif.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Menunjukan kepada masyarakat relaksasi otot progresif dapat

menurunkan kecemasan pada mahasiswa yang menjelang ujian OSCE.

1.5 Keaslian Penelitian

1.5.1 Dewi Purnama Sari, (2018) yaitu, “Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Keperawatan Sebelum OSCE Di

Universitas Muhammadiyah Surakarta”. Sample dalam penelitian ini adalah

mahasiswa Keperawatan semester V yang berjumlah sebanyak 30 orang.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

7

Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur tingkat kecemasan

mahasiswa menggunakan kuesioner STAI atau State-Triat Anxiety Inventory

dan relaksasi progresif. Pelaksanaan relaksasi progresif diberikan satu kali

terapi sebelum ujian OSCE dilakukan selama 10 menit. Hasil penelitian yang

dilakukan ialah Pre test kelompok perlakuan, 20% responden dengan

kecemasan sedang, 80% responden dengan cemas tinggi. Post test kelompok

perlakuan diketahui 66,7% responden dengan cemas sedang, dan 33,3%

dengan cemas tinggi. Ada pengaruh relaksasi progresif terhadap tingkat

kecemasan kelompok perlakuan dalam menghadapi ujian OSCE. Ada beda

pengaruh tingkat kecemasan pada responden sebelum diberikan relaksasi

progresif dan setelah melakukan relaksasi progresif.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Purnama Sari dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah kuisioner yang diambil peneliti

adalah kuesioner HARS dan durasi pemberian terapi selama 3 hari.

Persamaan penelitian yaitu sample yang digunakan ialah mahasiswa sebelum

OSCE, hanya menggunakan 1 kelompok perlakuan dan tidak ada kelompok

control, ingin mengetahui adanya sebuah penurunan kecemasan dengan

diberikannya terapi relaksasi otot progresif dan mengukur skala cemas yang

diberikan pada sebelum dan sesudah terapi.

1.5.2 Eka Sri Indah Wahyuni, (2012) yaitu berjudul “Pengaruh Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Lansia Di Panti Werdha

Griya Asih Lawang Kabupaten Malang”. Populasi dalam penelitian ini

sejumlah 22 orang dengan pengambilan sampel secara Purposive Sampling.

Sample dalam penelitian ini adalah lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi

dan ekslusi sejumlah 8 responden. Dalam penelitian ini pengumpulan data

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

8

tentang tingkat kecemasan menggunakan lembar observasi untuk

mendokumentasikan respon subyek pada saat wawancara dan menjawab

pertanyaan. Tingkat cemas diukur dengan wawancara terstruktur sebelum dan

sesudah diberikan relaksasi. Pengambilan data yang pertama (pre test)

dilakukan setelah peneliti mendapatkan responden dan pada hari itu juga

peneliti memberikan terapi relaksasi, sedangkan untuk data yang kedua (post

test) dilakukan setelah diberikan terapi relaksasi sebanyak 3x dengan selang

waktu 2 hari setelah diberikan terapi relaksasi. Data yang terkumpul

kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Uji t-dependen. Hasil dari

penelitian didapatkan bahwa sebelum diberi terapi relaksasi (Pre Test) 62,5%

responden mengalami cemas sedang dan sesudah diberikan relaksasi (Post

Test) didapatkan 75% responden mengalami cemas ringan.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Eka Sri Indah Wahyuni,

dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah tingkat cemas yang akan

dilakukan oleh peneliti menggunakan kuesioner HARS, sample yang

digunakan peneliti ialah mahasiswa PSIK UMM angkatan 2017. Persamaan

penelitian yaitu menggunakan durasi selama 3 hari, hanya menggunakan 1

kelompok perlakuan dan tidak ada kelompok kontrol, pengukuran dilakukan

pada hari ke-1 dan ke-3 pada kelompok perlakuan.

1.5.3 Praptini, K.D , (2014) yaitu berjudul “Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

Terhadap tingkat Kecemasan Pasien Kemoterapi Di Rumah Singgah Kanker

Denpasar”. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker yang

berada di rumah singgah sebanyak 22 orang yang dibagi kedalam dua

kelompok yakni kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok

perlakuan diberikan latihan relaksasi otot progresif selama 15 menit yang

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41472/2/BAB I.pdf · mampu mengembangkan peran perawat sebagai pendidik dan community leader untuk memberikan edukasi dan menjalankan

9

dilakukan selama tiga hari pada pagi dan sore hari. Data pada kelompok

perlakuan menunjukkan sebelum diberikan latihan relaksasi otot progresif,

sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 6

responden (55%), dan setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif

sebanyak 6 kali (3 hari setiap pagi dan sore) didapatkan data tidak ada

responden yang mengalami kecemasan berat (0%). Sedangkan pada kelompok

kontrol didapatkan hasil tidak ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan

setelah perlakuan pada kelompok kontrol dengan rentang kecemasan ringan

sampai tidak ada kecemasan.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Praptini, K.D dengan

penelitian yang dilakukan peneliti adalah kelompok perlakuan yakni peneliti

hanya menggunakan 1 kelompok perlakuan dan tidak ada kelompok kontrol,

durasi yang diberikan peneliti sehari hanya dilakukan 1 kali relaksasi otot

progresif, sample yang digunakan peneliti ialah mahasiswa PSIK UMM

angkatan 2017. Persamaan penelitian yaitu menggunakan durasi selama 3 hari,

kuesioner yang dipakai ialah kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale

(HARS). Pengukuran dilakukan pada hari ke-1 dan ke-3 pada kelompok

perlakuan maupun kontrol.