28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film telah menjadi salah satu bentuk hiburan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sekarang ini, termasuk bagi kalangan anak-anak. Berbagai jenis film telah banyak ditayangkan baik melalui stasiun televisi maupun gedung bioskop, seperti film laga, drama, film dokumenter, film animasi dan lain sebagainya. Dari beberapa jenis film tersebut, film animasi merupakan jenis film yang paling populer di kalangan anak-anak (Ahmed dan Wahab, 2014: 2) Terdapat dua film animasi yang cukup populer di kalangan anak-anak di banyak negara, khususnya Amerika yaitu film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses. Film Cars merupakan film yang banyak diminati, terbukti dari penjualan DVD dan aksesoris film Cars yang menduduki peringkat kedua setelah Star Wars (www.vcpost.com). Sedangkan tokoh Barbie telah banyak dikenal di banyak negara, baik Amerika, Eropa, serta Asia (Rogers, 1999). Cars merupakan salah satu film Amerika yang diproduksi oleh Walt Disney Pictures. Film ini menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki ambisi besar untuk memenangkan ajang balapan bergengsi bernama Piston Cup. Namun, di tengah perjalanannya menuju California untuk babak penentuan pemenang, ia tersesat di sebuah daerah yang disebut dengan Radiator Springs. Perkenalannya dengan Mater, Sally, Doc, dan penduduk Radiator Springs lainnya membuat tujuan hidupnya berubah, di mana ia percaya bahwa ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Film telah menjadi salah satu bentuk hiburan yang tidak dapat dipisahkan

dari kehidupan masyarakat sekarang ini, termasuk bagi kalangan anak-anak.

Berbagai jenis film telah banyak ditayangkan baik melalui stasiun televisi maupun

gedung bioskop, seperti film laga, drama, film dokumenter, film animasi dan lain

sebagainya. Dari beberapa jenis film tersebut, film animasi merupakan jenis film

yang paling populer di kalangan anak-anak (Ahmed dan Wahab, 2014: 2)

Terdapat dua film animasi yang cukup populer di kalangan anak-anak di

banyak negara, khususnya Amerika yaitu film Cars dan Barbie and 12 Dancing

Princesses. Film Cars merupakan film yang banyak diminati, terbukti dari

penjualan DVD dan aksesoris film Cars yang menduduki peringkat kedua setelah

Star Wars (www.vcpost.com). Sedangkan tokoh Barbie telah banyak dikenal di

banyak negara, baik Amerika, Eropa, serta Asia (Rogers, 1999). Cars merupakan

salah satu film Amerika yang diproduksi oleh Walt Disney Pictures. Film ini

menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang

memiliki ambisi besar untuk memenangkan ajang balapan bergengsi bernama

Piston Cup. Namun, di tengah perjalanannya menuju California untuk babak

penentuan pemenang, ia tersesat di sebuah daerah yang disebut dengan Radiator

Springs. Perkenalannya dengan Mater, Sally, Doc, dan penduduk Radiator

Springs lainnya membuat tujuan hidupnya berubah, di mana ia percaya bahwa ada

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

2

banyak hal yang lebih berharga dalam kehidupannya daripada memenangkan

sebuah piala Piston Cup.

Sedangkan Barbie and 12 Dancing Princesses merupakan film Amerika

yang diproduksi oleh Mattel Entertainment, tentang 12 putri dari Raja Randolph

yang memiliki hobi berdansa. Ratu Isabella yang merupakan ibu dari 12 putri

meninggal setelah melahirkan tiga putri kembarnya yang terakhir, Janessa, Lacey,

dan Kathleen, sehingga para putri hanya mendapatkan kasih sayang dari

ayahandanya. Sebagai ayah, Raja Randolph sangat mengkhawatirkan putri-

putrinya yang masih belum dewasa. Oleh karena itu, Sang Raja memanggil

sepupunya yang bernama Duchess Rowena untuk menjadi pengajar bagi para

putri agar kelak menjadi penerus kerajaan tersebut. Namun ternyata Rowena

memiliki maksud untuk merebut tahta kerajaan, sehingga 12 putri berusaha keras

untuk melawannya demi menyelamatkan kerajaan.

Penelitian ini mengasumsikan bahwa film Cars merupakan film yang

ditujukan bagi anak laki-laki, sedangkan film Barbie and 12 Dancing Princesses

merupakan film yang memiliki target penonton anak-anak perempuan. Asumsi

tersebut berdasar pada tema dan ikon tokoh dalam kedua film tersebut. Film Cars

memiliki ikon berupa mobil balap, sedangkan Barbie and 12 Dancing Princesses

memiliki ikon berupa tokoh boneka Barbie yang merupakan tokoh boneka yang

paling digemari di dunia (Rogers, 1999).

Berdasarkan pada asumsi di atas, penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis karakteristik-karakteristik kebahasan tokoh laki-laki dan perempuan

pada pada dua film anak yang memiliki target penonton yang berbeda tersebut

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

3

dengan berdasar pada teori yang dikemukakan oleh Lakoff (1975). Sehingga, akan

terlihat persamaan dan perbedaan tuturan yang digunakan oleh tokoh laki-laki dan

perempuan. Lakoff adalah seorang ahli bahasa yang berfokus pada penelitian

hubungan antara bahasa dan gender. Di dalam bukunya yang berjudul Language

and Woman’s Place (1975), ia menyebut bahwa golongan laki-laki dan

perempuan memiliki karakteristik kebahasaan yang berbeda, di mana hal yang

sama juga dikemukakan oleh beberapa ahli lain yang disebutkan oleh Chambers

(2001: 102-103), seperti Holmes (1995), Labov (1972), Wolfram dan Fasold

(1974), Trudgill (1983), serta Cameron dan Coates (1988).

Lakoff (1975) menyebut bahwa perempuan memiliki beberapa karakteristik

kebahasaan, yaitu color words, empty adjectives, question intonation/intonational

pattern, hedge, intensifier, hypercorrect grammar, super polite form, tag question,

avoidance of strong swear words, emphatic stress (lihat Lakoff, 1975: 8-19 dan

53-56, Lakoff, 2004: 43-51 dan 78-81, Holmes, 1995: 314). Lakoff menekankan

bahwa karateristik tersebut tidak banyak ditemukan dalam tuturan laki-laki.

Kesepuluh karakteristik inilah yang akan menjadi teori dasar yang digunakan

dalam penelitian ini. Terdapat cukup banyak peneliti yang membahas fenomena

karakteristik kebahasaan dari perempuan dengan berdasar pada teori ini, namun

penelitian yang dilakukan dengan menggunakan film anak sebagai sumber data

belum banyak dilakukan.

Teori yang diprakarsai oleh Lakoff ini menjadi pilihan yang tepat karena

teori ini menjadi teori pioner yang kemudian digunakan dasar oleh para ahli lain

dalam melakukan penelitian terhadap fenomena bahasa perempuan. Di samping

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

4

itu, 10 karakteristik kebahasaan yang disebutkan Lakoff dirasa sangat detail

sehingga akan memudahkan dalam proses identifikasi data. Berikut adalah

beberapa contoh temuan karakteristik kebahasaan dalam film Cars dan Barbie

and 12 Dancing Princesses.

(1) Derek is so cute. (empty adjective)

Derek sangat manis.

(2) Oh, I hate to leave. I could dance forever ever and ever and ever.

(emphatic stress)

Oh, aku benci pergi dari sini. Aku seharusnya bisa berdansa selama-

lamanya.

(3) Boy, I'm purty good at this lawyerin' stuff. (hedge)

Boy, aku cukup pandai untuk menjadi pengacara.

(4) What's so important about this race of yours, anyway? (intensifier)

Apa yang membuat balapanmu ini menjadi begitu penting?

Data (1) dan (2) merupakan contoh data yang dituturkan oleh tokoh

perempuan dalam film Barbie and 12 Dancing Princesses, sedangkan data (3) dan

(4) merupakan contoh data yang dituturkan oleh tokoh laki-laki dalam film Cars.

Sehingga, dapat dikatakan bahwa tokoh laki-laki dan perempuan dalam dua film

tersebut menggunakan karakteristik kebahasaan yang dikemukakan oleh Lakoff

(1975). Data (3) menunjukkan hal yang menarik, di mana bentuk hedge berupa

purty merupakan bentuk leksikon informal, di mana bentuk formal dari leksikon

tersebut adalah pretty „cukup‟. Leksikon informal tersebut ditemukan dalam

tuturan tokoh laki-laki, namun tidak ditemukan dalam tuturan tokoh perempuan.

Hal ini mengisyaratkan bahwa laki-laki menggunakan bentuk tuturan informal

lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

5

Hal senada juga diungkapkan oleh Holmes (1995) yang menyatakan “The

linguistic forms used by women and men contrast - to different degrees – in all

speech communities” Dalam penelitiannya pada masyarakat Norwich, hasil

menunjukkan bahwa golongan pria lebih banyak menggunakan bentuk vernacular

[in] daripada golongan wanita pada kosa kata tersebut bahasa Inggris yang

memiliki akhiran –ing [iŋ], misalnya kata swimming, typing, speaking, walking,

killing, dan lain-lain. Di samping perubahan pengujaran akhiran [iŋ] menjadi [in],

pria juga banyak menghilangkan bunyi [h] diawal kata, seperti pada kata Hall.

Penggunaan tuturan tidak akan terlepas dari konteks yang melingkupinya.

Sehingga, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis

suatu tuturan, misalnya lawan tutur, latar tempat, latar waktu, dan sebagainya.

Hymes (1989) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor sosial yang

mempengaruhi sebuah tuturan, faktor tersebut terangkum dalam SPEAKING,

setting and scene, participants, ends, act, key, instrument, norm of interaction,

dan genre. (lihat Hymes, 1989: 54, Wardhaugh, 1986: 239-240)

Lakoff menyatakan bahwa 10 karateristik tersebut pada dasarnya

menyiratkan pesan bahwa perempuan memiliki sifat tidak percaya diri (Lack of

confidence), di mana hal tersebut mengisyaratkan kedudukan subordinat dari

seorang perempuan di kalangan masyarakat Amerika (Holmes, 1995: 313).

Berbeda dengan itu, laki-laki memiliki sikap yang lebih percaya diri dan tegas, di

mana hal tersebut dapat diperhatikan dari karakteristik tuturan yang digunakan,

misalnya penggunaan kalimat langsung serta penggunaan swear words dalam

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

6

percakapan mereka. Hal ini sejalan dengan stereotipe gender yang berkembang di

masyarakat.

Michael dkk. (2012: 3) menyebutkan bahwa sampai di zaman modern

seperti sekarang ini stereotipe gender masih ada di masyarakat, bahkan hal ini

sudah sampai di kalangan anak-anak. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh

media pada pembentukan stereotipe gender dalam benak anak-anak. Hal senada

juga diungkapkan oleh Graves (1999) via Michael dkk. (2012: 3) bahwa

penggambaran tokoh dalam media akan membantu anak dalam memahami norma,

perilaku sosial, serta gender.

Salah satu media modern adalah film. Effendy (1993: 91 melalui Christandi

2013: 9) menyebutkan bahwa film dapat digolongkan sebagai bentuk komunikasi

masa, yaitu bentuk komunikasi yang disampaikan melalui media masa modern

dan memiliki penyebaran yang luas serta ditujukan untuk umum. Ia juga

menyebutkan bahwa film bukan hanya sekedar digunakan untuk hiburan, namun

juga berfungsi sebagai penerangan atau pendidikan. Ketika sebuah film disebut

sebagai suatu bentuk komunikasi, maka sudah barang tentu akan terdapat proses

penyampaian dan penerimaan pesan di dalam film tersebut. Pesan tersebut akan

tercermin dari cerita yang ditampilkan atau tuturan yang digunakan oleh para

tokoh. Di dalam penelitian ini, pesan tersebut berupa representasi atau

penggambaran laki-laki dan perempuan berdasarkan pada tuturan-tuturan para

tokoh yang ada dalam dua film anak yang telah disebutkan sebelumnya, Cars dan

Barbie and 12 Dancing Princesses.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diteliti

adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik kebahasaan yang digunakan dalam film Cars

dan Barbie and 12 Dancing Princesses?

2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor sosial terhadap penggunaan tuturan

dalam film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses?

3. Bagaimanakah representasi perempuan dan laki-laki yang tercermin dalam

tuturan para tokoh film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang telah

dirumuskan di atas, yaitu:

1. Mendeskripsikan karakteristik kebahasaan yang digunakan dalam film Cars

dan Barbie and 12 Dancing Princesses.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi penggunaan

tuturan dalam film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses.

3. Mendeskripsikan representasi perempuan dan laki-laki yang tercermin

dalam tuturan para tokoh dalam film Cars dan Barbie and 12 Dancing

Princesses.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik kebahasaan yang digunakan

oleh tokoh laki-laki dan perempuan dengan berdasar pada 10 karakteristik

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

8

kebahasaan yang dikemukakan Lakoff. Disamping itu, penelitian ini juga

membahas beberapa faktor sosial yang mempengaruhi bentuk tuturan laki-laki

dan perempuan untuk melihat perbedaan dan persamaan diantara keduanya.

Kemudian, dengan berdasar pada karateristik kebahasaan yang telah dibahas

sebelumnya serta tuturan-tuturan para tokoh, penelitian ini mendeskripsikan

bagaimana perempuan dan laki-laki direpresentasikan dalam film-film anak.

Terdapat banyak sekali judul film animasi untuk anak-anak, namun penelitian ini

hanya menggunakan film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses untuk

membatasi sumber data. Sedangkan teori utama yang digunakan dalam penelitian

ini adalah teori karakteristik kebahasaan perempuan dari Lakoff (1975), teori

SPEAKING dari Hymes (1989), serta teori representasi dari Hall (1997).

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik berupa manfaat

teoritis maupun manfaat praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya kajian sosiolinguistik, khusunya yang berkaitan dengan hubungan

bahasa dan gender. Disamping itu, dengan melihat fitur-fitur kebahasaan tuturan

dalam film anak melalui kacamata teori karakteristik kebahasaan perempuan,

diharapkan menjadi hal yang nantinya dapat lebih dikembangkan dalam penelitian

berikutnya.

Sedangkan dari sisi praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan

bagi peneliti sosiolinguistik lain yang berminat dalam bidang bahasa dan gender,

khususnya dengan objek kajian tuturan dalam film anak-anak.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

9

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang hubungan bahasa dan gender telah dilakukan oleh

beberapa peneliti, misalnya, yang pertama adalah penelitian dari Cholifah,

Heriyanto, dan Citraresmana (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Strong

Expletives, Empty Adjective and Tag Questions Usage as a Gender Marker in a

Serial Film F.R.I.E.N.D.S.” Di dalam jurnal yang dimuat dalam International

Journal of Language Learning and Applied Linguistics World (IJLLALW) ini,

ketiga peneliti membahas tentang tiga poin penting, yaitu jenis-jenis dari strong

expletives, empty adjectives, serta tag questions yang ada dalam film FRIENDS,

fungsi dari strong expletives, empty adjectives, serta tag questions yang ada

dalam film FRIENDS, persamaan dan perbedaan dari strong expletives, empty

adjectives, serta tag questions yang digunakan oleh para tokoh dalam film

tersebut. Teori utama yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teori yang

dikemukakan oleh Lakoff (1975). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah

bahwa terdapat dua jenis strong expletives, yaitu yang dituturkan oleh tokoh laki-

laki kepada tokoh laki-laki lainnya, serta strong expletives yang dituturkan oleh

tokoh perempuan kepada tokoh laki-laki. Kesimpulan kedua adalah bahwa empty

adjective lebih banyak digunakan oleh tokoh perempuan baik kepada lawan tutur

laki-laki maupun perempuan. Kesimpulan ketiga adalah bahwa tag question lebih

banyak digunakan oleh tokoh laki-laki daripada perempuan, sedangkan jenis tag

question yang ditemukan adalah canonical dan invariant tag. Persamaan

penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada teori yang digunakan.

Sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitian serta pembahasan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

10

Pembahasan dalam penelitian ini tidak hanya membahas tiga hal tersebut, namun

10 karakteristik kebahasan yang dikemukakan Lakoff (1975).

Penelitian selanjutnya adalah penelitian dari Wahyuni (2014) dalam tesisnya

yang berjudul “Fitur-fitur Tuturan yang Digunakan Margaret Thatcher dalam

Wawancara TV”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mendeskripsikan fitur-

fitur tuturan perempuan yang digunakan oleh Margareth Thatcher dalam

wawancara, fungsi fitur tuturan tersebut, serta mendeskripsikan fitur-fitur tuturan

laki-laki yang digunakan oleh Margareth Thatcher sebagai Iron Lady. Teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Lakoff dan

Coates. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa Margaret Thatcher

menggunakan beberapa fitur bahasa perempuan, misalnya lexical hedges, tag

questions, rising intonation on declaratives, empty adjectives, precise color terms,

intensifiers, super polite forms, avoidance of strong swear words, dan emphatic

stress. Kemudian, terdapat dua fungsi dari fitur-fitur yang ditemukan tersebut,

yaitu fungsi melemahkan dan fungsi menguatkan. Kesimpulan terakhir adalah

bahwa Margaret Thatcher menggunakan beberapa bentuk fitur tuturan laki-laki,

berupa direct forms dan swear words.

Tulisan lain yang relevan dengan penelitian ini adalah karya dari Davies

(2004) dengan judul “Woman‟s language and Martha Stewart: From a Room of

One‟s Own to a Home of One‟s Own to a Corporation of One‟s Own”. Karya ini

membahas tentang fitur-fitur kebahasaan yang digunakan oleh Martha Stewart

yang merupakan perempuan yang memiliki kedudukan tinggi sebagai seorang

corporate executive dimana ia merepresentasikan peran tradisional seorang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

11

perempuan. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa tuturan Martha Stewart

memiliki ciri yang sama seperti apa yang dikemukakan dalam teori Lakoff.

Tuturan yang ia gunakan menunjukkan kedudukannya sebagai seorang yang

berasal dari golongan atas (upper class).

Dalam kaitannnya dengan konteks yang mempengaruhi suatu tuturan,

terdapat karya yang relevan dengan penelitian ini karena membahas tentang

konteks yang mempengaruhi ungkapan kemarahan dari laki-laki dan perempuan.

Karya tersebut ditulis oleh Harawati (2013) dalam tulisannya yang berjudul

“Ungkapan Kemarahan Laki-Laki dan Perempuan dalam Bahasa Indonesia

Kajian: Sosiopragmatik” meneliti tentang bentuk tuturan dan referen ungkapan

laki-laki dan perempuan, peristiwa tutur yang melingkupi, serta faktor yang

mempengaruhi munculnya ungkapan kemarahan laki-laki dan perempuan. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan

ekspresi verbal dalam mengungkapkan kemarahan dibanding laki-laki. Dari

ungkapan kemarahan diketahui bahwa perempuan memiliki sifat banyak bicara

(talkative). Konteks dan karakter masing-masing penutur mempengaruhi

ungkapan yang berbeda-beda. Konteks tersebut terdiri dari faktor sosial (umur,

status sosial, tingkat pendidikan, budaya) dan situasional (who speaks, what

language, to whom, when, where).

Penelitian lain yang membahas tentang faktor-faktor sosial yang

mempengaruhi suatu tuturan adalah karya Anggraeni (2014) dalam tesisnya yang

berjudul “Ungkapan Kemarahan Orang Amerika: Studi Kasus Film A Risin in The

Sun dan The Help”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ungkapan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

12

kemarahan orang Amerika dapat berbentuk kalimat imperatif dan deklaratif, serta

interogatif dan eksklamatif. Kemudian, ungkapan kemarahan tersebut memiliki

beberapa variasi ekspresi, misalnya menghina, memerintah, melarang,

menegaskan, dan lain sebagainya. Anggraeni (2014) menggunakan faktor sosial

dari Hymes, dimana ia menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi bentuk kemarahan seseorang, misalnya setting, peserta tutur,

tujuan tutur, warna emosi, serta norma sosial.

Untuk menjawab rumusan masalah terakhir, yaitu tentang representasi dan

stereotipe, penulis menggunakan rujukan beberapa peneliti terdahulu, yaitu, yang

pertama oleh Budiwati (2003) dalam tesisnya yang berjudul “Bias Gender dalam

Bahasa Indonesia”. Budiwati membahas tentang tiga poin dalam tesis tersebut,

yaitu bentuk-bentuk satual lingual yang bias gender, manifestasi bias gender

dalam satuan lingual, serta pandangan bias gender pada masyarakat tutur bahasa

Indonesia. Data yang digunakan oleh penulis tersebut adalah kata benda, kata

kerja, kata sifat, frasa, dan klausa di dalam tuturan maupun teks tertulis yang

diasumsikan mengandung bias gender. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa

bias gender dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dari tataran bunyi (fonem),

morfem, kata benda, kata sifat, kata kerja, frase, dan klausa. Kemudian,

manifestasi bias gender yang tampak dalam satuan lingual tersebut adalah: (1)

penggunaan acuan secara umum, (2) stigmatisasi (anggapan rendah) terhadap

kedudukan perempuan, (3) anggapan bahwa perempuan menduduki posisi

sekunder, (4) dominasi pria teradap perempuan, dan (5) stereotipe gender.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

13

Penelitian selanjutnya adalah dari Wright (2002) dalam tesisnya yang

berjudul “Gender and Language: Challenging the Stereotypes”. Penelitian tersebut

berusaha untuk mengungkap sampai sejauh mana gender dianggap sebagai faktor

yang menentukan variasi bahasa dalam interaksi kelompok laki-laki dan

perempuan yang tidak saling mengenal. Disamping itu, ia juga berusaha untuk

mengungkap sampai sejauh mana para peserta tutur dalam suatu dialog

menunjukkan sterotipe tentang gender. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa laki-laki berbicara dalam jumlah yang lebih sedikit daripada perempuan.

Kemudian, laki-laki lebih banyak melakukan penyelaan (interruptions) daripada

perempuan dan data menunjukkan bahwa perempuan menggunakan lebih banyak

bentuk bahasa yang kooperatif. Ia juga menemukan bahwa bentuk percakapan

personal lebih menentukan penggunaan bentuk tuturan vernacular daripada

gender. Disamping itu, jenis pekerjaan juga mempengaruhi jenis tuturan yang

digunakan oleh peserta tutur.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki persamaan

dan perbedaan dengan penelitian yang sebelumnya. Persamaan utamanya berupa

penggunaan dasar teori yang sama, yaitu Lakoff (1975). Sedangkan perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya meliputi perbedaan dalam sumber

data serta pembahasan. Penelitian ini menampilkan sesuatu yang baru berupa

penggunaan film animasi untuk anak-anak sebagai objek kajian untuk kemudian

dilihat melalui fitur-fitur kebahasaan yang dikemukakan oleh Lakoff. Disamping

itu, penelitian ini juga menunjukkan faktor-faktor sosial yang berpengaruh

terhadap penggunaan tuturan para tokoh. Poin terakhir dari penelitian ini adalah

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

14

penjelasan tentang representasi dari tokoh laki-laki dan perempuan yang dikaitkan

dengan stereotipe yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga, penelitian ini

menyempurnakan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya.

1.7 Landasan Teori

Teori utama yang digunakan untuk menganalisis karakteristik kebahasaaan

tuturan laki-laki dan perempuan dalam film Cars dan Barbie and 12 Dancing

Princesses adalah teori karakteristik kebahasaan yang dikemukakan oleh Lakoff

(1975), teori Hymes (1989) untuk menganalisis faktor sosial yang memberikan

pengaruh pada tuturan para tokoh, serta teori representasi yang dikemukakan oleh

Hall (1997) untuk menganalisis bagaimana tuturan yang digunakan oleh para

tokoh merepresentasikan laki-laki dan perempuan.

Identifikasi tentang adanya perbedaan antara tuturan laki-laki dan

perempuan telah ada sejak lama, bahkan sebelum adanya penelitian ilmiah tentang

hal tersebut. Bukti dari fenomena ini dapat terlihat dari temuan peribahasa dari

beberapa negara, misalnya peribahasa dari Bangsa Yahudi “Woman are nine times

more talkative than men”, China “Three woman together make a theatrical

performance, serta Rusia “The tongue is bubbling, but the head knows nothing

about it” (Sunderland, 2006: 2-3). Beberapa contoh tersebut menunjukkan bahwa

perempuan digambarkan memiliki karakter lebih banyak bicara “talkative” yang

berbeda dari laki-laki.

Pada tahun 1922, lewat tulisanya yang berjudul Language; its nature,

development and origin, Jesperson menyatakan bahwa perempuan cenderung

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

15

memiliki sedikit kosa kata, menggunakan kata sifat (adjective) dan kata

keterangan (adverb) tertentu dengan frekuensi tinggi, menggunakan kalimat

kompleks dalam frekuensi rendah, serta sering berhenti di tengah kalimat karena

mereka menuturkan sesuatu tanpa berfikir terlebih dahulu. (Jespersen 1922: 251).

Temuan ini senada dengan apa yang disebutkan pada peribahasa di atas.

Pada tahun 1975 seorang ahli bahasa bernama Robin Lakoff tertarik untuk

melihat sisi penggunaan bahasa. Di dalam tulisannya, ia menjabarkan

pendapatnya yang menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik kebahasaan

dari seorang perempuan. Di dalam buku yang berjudul Language and Woman’s

Place, Lakoff (1975) menyebutkan bahwa terdapat beberapa ciri kebahasaan yang

digunakan oleh perempuan, yaitu color words, empty adjectives, question

intonation/intonational pattern, hedge, intensifier, hypercorrect grammar, super

polite form, tag question, avoidance of strong swear words, serta emphatic stresss

(lihat Lakoff, 1975: 8-19 dan 53-56, Lakoff, 2004: 43-51 dan 78-81, Holmes,

1995: 314).

a. Color words ‘Istilah Warna’

Perempuan dianggap memiliki sifat yang lebih rinci dan teliti dibanding

dengan laki-laki. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya kosa kata yang dimiliki

oleh perempuan dalam hal yang diminatinya, sebagai contoh dalam ranah warna.

Ketika menyebut warna suatu benda, perempuan tidak hanya menyebut warna

yang secara umum digunakan, misalnya red, purple, blue, dan sebagainya, namun

mereka membagi warna-warna tersebut dalam golongan yang lebih kecil, sebagai

contoh beige (a pale creamy brown colour), aquamarine (greenish-blue colour),

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

16

lavender (pale purple colour), dan lain-lain. Jenis-jenis kosa kata warna tersebut

jarang atau bahkan tidak pernah digunakan oleh laki-laki. (Lakoff, 19975: 8-9).

b. Empty adjectives

Lakoff menyebutkan bahwa terdapat kata sifat yang memiliki

kecenderungan lebih banyak digunakan oleh golongan perempuan, di mana kata

sifat ini disebut empty adjective (Lakoff, 1975:53). Empty adjective merupakan

kata sifat yang digunakan oleh perempuan untuk mengungkapkan suatu

penerimaan dan kekaguman terhadap sesuatu, misalnya gorgeous, fabulous,

lovely, charming, divine, adorable, dan lain-lain (Lakoff, 1975:12).

c. Question intonation/intonational pattern

Lakoff (1975: 17) menyebutkan bahwa terdapat pola intonasi kalimat

(dalam bahasa Inggris) yang digunakan oleh perempuan di dalam menjawab suatu

pertanyaan dengan pernyataan menggunakan pola intonasi yang tinggi seperti

pola pertanyaan yes-no question. Alasan perempuan menggunakan pernyataan

semacam ini adalah karena mereka tidak yakin dengan pernyataannya sendiri.

d. Hedge ‘Pagar’

Di dalam bahasa Indonesia, kata hedge disebut dengam „pagar‟. Beberapa

ahli menyebut istilah hedge dengan beberapa istilah, misalnya stance marker

(Atkinson, 1999), downtoner (Quirk, et al., 1985), downgrader (House and

Kasper, 1981), mitigation (Labov and Fanshel, 1977), indirectness (Tannen,

1982), vagueness (Channel, 1994), dan lain sebagainya (Vartalla, 2001: 4).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

17

Lakoff (1975) menyatakan bahwa perempuan sering menggunakan

ungkapan yang menunjukkan bahwa mereka merasa kurang yakin dengan apa

yang dituturkan, ungkapan tersebut disebut dengan hedge. Terdapat beberapa kata

yang dapat dikelompokkan ke dalam hedge, misalnya well, you know, kinda, sort

of, like, I guess, I think, seems like, kind of dan lain-lain (Hana, 2012). Coates

(1996: 152) menyatakan bahwa ketika seseorang menggunakan hedge, maka

sebenarnya penutur menghindarkan dirinya untuk menyatakan sesuatu secara pasti

dan membiarkan pilihan yang ada tetap terbuka. Jika dikaitkan dengan

kesantunan, maka kata-kata tersebut digunakan untuk memagari agar suatu

tuturan tidak terkesan lansung atau “kasar”. (Lakoff: 1975: 53-54). Hal ini

ditegaskan oleh Brown dan Levinson (1987: 134-215) yang menyebutkan bahwa

hedge merupakan salah satu dari 10 macam strategi kesantunan negatif (negative

politeness strategy).

e. Intensifier ‘Penyangat’

Intensifier disebut pula dengan istilah “penyangat”, yaitu kata, khususnya

kata keterangan yang digunakan untuk memberikan penekanan kepada kata sifat,

kata kerja, atau kata keterangan yang lain (Cambridge Advanced Leaner‟s

Dictionary). Sebagai contoh adalah kalimat an extremely large man. Kata

extremely merupakan intensifier. Selain itu, kata so, very, totally juga merupakan

contoh dari intensifier. Jenis kata seperti ini dianggap merupakan karakteristik

dari bahasa perempuan karena kata ini mengandung sisi emosional yang erat

kaitannya dengan tuturan seorang perempuan.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

18

f. Hypercorrect grammar ‘Tata Bahasa Hiperkorek’

Hypercorrect grammar dapat merujuk pada penggunaan bahasa Inggris

yang sesuai dengan tata aturan baku. Di dalam beberapa penelitian yang telah

dilakukan oleh beberapa ahli, disebutkan bahwa perempuan lebih memiliki

kecenderugan untuk menggunakan bentuk bahasa baku daripada laki-laki.

misalnya, Holmes (1995: 164) menyatakan bahwa bentuk-bentuk linguistis yang

digunakan oleh perempuan dan laki-laki berbeda pada tingkatan yang berbeda di

semua lingkungan tuturan. Ia menambahkan bahwa terdapat anggapan perempuan

memiliki tuturan yang lebih sopan dibandingkan laki-laki. Holmes (1995: 167)

menyebutkan penelitian bahwa dalam masyarakat penutur bahasa Inggris pada

kata-kata berakhiran –ing [iŋ] pada kata swimming, typing, speaking, walking,

killing, dan lain-lain.

g. Super polite form ‘Bentuk Tuturan yang Sangat Santun’

Penggunaan bentuk tuturan yang sangat santun (super polite form) dianggap

sebagai sesuatu yang sudah sepantasnya dilakukan oleh perempuan. Perempuan

juga harus sering menggunakan ungkapan, seperti please dan thank you untuk

tetap menjaga konvensi sosial (Lakoff: 1975: 55).

h. Tag guestions

Cambridge Advanced Learner‟s Dictionary menyebutkan bahw tag question

adalah suatu ungkapan yang terdapat di akhir kalimat untuk memberikan

penekanan, biasanya hal ini digunakan untuk mendapat persetujuan atau untuk

memastikan suatu informasi. Sedangkan Lakoff (1975: 15) menyebutkan bahwa

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

19

tag question digunakan ketika seorang penutur menyatakan sesuatu, namun ia

merasa kurang percaya diri dengan apa yang ia sampaikan.

Holmes (1995: 318-319) menyatakan bahwa tag question merupakan salah

satu cara yang digunakan seseorang sebagai alat untuk kesantunan. Kemudian, ia

juga memberikan rincian fungsi dari tag question, yaitu expressing uncertainty

„menunjukkan ketidakyakinan‟, positive politeness device „alat kesopanan positif‟,

soften a directive/a criticism „memperhalus tuturan direktif/kritik‟, dan

confrontial/coercive devices „alat untuk memaksa‟.

i. Avoidance of strong swear words

Swear words merupakan kata yang digunakan untuk memberikan

penekanan terhadap apa yang ingin disampaikan dan menjadi cara untuk

menghina sesuatu atau seseorang. Lakoff (1975: 10) memberikan contoh:

(a) Oh dear, you’ve put the peanut butter in the refrigerator again.

(b) Shit, you’ve put the peanut butter in the refrigerator again.

Tuturan (a) dianggap sebagai tuturan yang lebih banyak digunakan oleh

perempuan, sedangkan (b) dianggap lebih sering digunakan oleh laki-laki. Laki-

laki dan perempuan memiliki bentuk ungkapan yang berbeda terhadap sesuatu,

misalnya ungkapan shit, hell, damn, bloody hell, dan lain sebagainya memiliki

kecenderungan lebih banyak digunakan oleh laki-laki, sedangkan perempuan akan

menggunakan Good heavens, oh my goodness, my goodness, oh dear, my dear,

dan sebagainya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

20

j. Emphatic stress

Ciri ini didefinisikan sebagai ungkapan ketidakyakinan dengan

menggunakan ekspresi dari penutur sendiri, meskipun ungkapan ini dapat terlihat

sebaliknya (Lakoff, 1975: 56). Apa yang dimaksud Lakoff adalah bahwa emphatic

stress memiliki fungsi untuk memberikan penekanan terhadap suatu tuturan ketika

si penutur merasa tidak yakin terhadap apa yang dituturkannya, sehingga lawan

tuturnya akan merasa yakin dengan apa yang ia sampaikan. Sebagai contoh, it was

a brilliant performance. Kata brilliant merupakan emphatic stress yang digunakan

untuk menekankan kata performance.

Sepuluh karakteristik kebahasaan perempuan yang dikemukakan oleh

Lakoff di atas menjadi teori dasar dalam penelitian ini dan akan diaplikasikan

pada tuturan baik tokoh laki-laki maupun perempuan untuk melihat perbandingan

jumlah penggunaan dari masing-masing fitur. Hal tersebut juga akan

membuktikan apakah memang tuturan yang digunakan oleh laki-laki dan

perempuan berbeda satu sama lain berdasarkan pada semua fitur kebahasaan di

atas.

Jika dikaitkan dengan masyarakat penutur bahasa Inggris, para ahli telah

membuat beberapa penekanan, yaitu: (1) penelitian sosiologi telah menunjukkan

kaum wanita pada umumnya lebih sadar kedudukannya daripada pria. Hal ini

berarti bahwa wanita menyadari bahwa semakin baik bahasa yang mereka

gunakan maka semakin baik pula kedudukan sosial mereka dalam masyarakat. (2)

tutur kelas pekerja mempunyai konotasi kejantanan atau ada hubungannya dengan

kejantanan, yang mengakibatkan kaum pria cenderung lebih menyukai bentuk

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

21

bahasa yang non-baku dibandingkan dengan wanita (Sumarsono, 2008). Hal ini

senada dengan apa yang sudah disampaikan lebih dahulu oleh Holmes (1995:

171-176) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan kenapa laki-laki dan

perempuan menggunakan bentuk bahasa yang berbeda, yaitu status sosial,

peranan perempuan dalam masyarakat, status sosial perempuan sebagai kelompok

subordinat, fungsi ujaran yang menunjukkan maskulinitas.

Penggunaan tuturan yang mengandung kesepuluh karakteristik kebahasaan

di atas tidak akan terlepas dari faktor-faktor sosial yang melingkupi suatu tuturan

tersebut. Ketika seseorang berkomunikasi maka akan memperhatikan siapa lawan

bicaranya, di mana ia berada, masalah apa yang dibicarakan, dan bagaimana

suasana yang melingkupinya (Suwito, 1985: 30). Di dalam sosiolinguistik,

peristiwa pembicaraan dengan adanya faktor dan berbagai peranannya dalam

interaksi verbal di atas disebut peristiwa tutur (Suwito, 1985: 30). Suatu peristiwa

tutur harus memenuhi komponen tutur SPEAKING, yaitu setting and scene,

participant, end, act, key, instrumentalities, norm, serta genre (lihat Hymes, 1989:

54, Wardhaugh, 1986: 239-240).

Teori SPEAKING dari Hymes digunakan untuk menjawab rumusan masalah

kedua dalam penelitian ini. Teori ini digunakan untuk melihat bagaimana

bagaimana faktor-faktor yang melingkupi suatu tuturan memberikan pengaruhnya

terhadap tuturan tersebut. Di samping itu, faktor-faktor tersebut juga akan

memperlihatkan pengaruhnya pada persamaan dan perbedaan pada tuturan tokoh

laki-laki dan perempuan di dalam film anak.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

22

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa hubungan antara bahasa dan

gender sangat dekat dan telah ditunjukkan sejak beberapa dekade yang lalu,

seperti melalui peribahasa, karya sastra, serta telah dibuktikan secara ilmiah oleh

oleh beberapa peneliti, termasuk di dalamnya Jesperson (1922) dan Lakoff (1975).

Pada zaman sekarang, hubungan bahasa dan gender dapat terlihat dari bentuk

karya sastra modern, misalnya berupa film animasi yang diperuntukkan untuk

golongan anak-anak.

Film yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua film animasi yang

berjudul Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses. Seperti yang telah

disebutkan dalam latar belakang bahwa penelitian ini memiliki asumsi bahwa film

Cars diperuntukkan bagi anak laki-laki, sedangkan Barbie and 12 Dancing

Princesses merupakan film yang disajikan untuk anak perempuan. Sehingga,

penelitian ini melihat bagaimana laki-laki dan perempuan direpresentasikan di

dalam dua film tersebut.

Film merupakan suatu bentuk komunikasi masa (Effendy, 1993: 91 via

Christandi 2013: 9) yang tentunya akan membawa pesan yang akan disampaikan

baik melalui tuturan maupun dialog yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh yang ada

di dalam film anak tentu saja akan berbeda dari tokoh yang ada pada film yang

diperuntukkan bagi kalangan dewasa, termasuk bagaimana cara si pembuat film

merepresentasikan para tokoh yang ada di dalamnya.

Bahasa disebut dengan sistem representasi (representational system), karena

di dalam bahasa seseorang menggunakan tanda dan simbol untuk

merepresentasikan konsep, ide, dan perasaan kepada orang lain. Representasi

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

23

dapat diartikan pula menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu yang berarti

atau untuk merepresentasikan sesuatu untuk disampaikan kepada orang lain (Hall,

1997: 15). Teori representasi ini dikaitkan dengan bagaimana stereotipe

masyarakat tentang laki-laki dan perempuan, hal tersebut akan dilihat dari tuturan

para tokoh yang ada dalam dua film yang telah disebutkan.

Masyarakat telah memiliki stereotipe terhadap laki-laki dan perempuan,

misalnya laki-laki memiliki sikap yang tegas, pemberani, memiliki kedudukan

yang tinggi, pandai, dan lain sebagainya. Sedangkan perempuan adalah golongan

kelas dua (second sex) atau kelas subordinat, sosok yang lemah, tidak percaya

diri, tidak pandai, patuh, kesuksekan perempuan dinilai dari penampilan fisiknya,

serta senang bergosip (Holmes, 1995; Lakoff, 1975; Michael dkk., 2012)

Cambridge Advanced Learner‟s Dictionary mendefinisikan stereotipe

sebagai suatu ide atau pendapat tentang bagaimana sesuatu itu berbentuk atau

bagaimana seseorang seseorang itu bersikap. Cameron (1988: 8) via Talbot

(2003:1) menambahkan bahwa stereotipe merupakan bagaimana seseorang

menginterpretasikan tingkah laku seseorang, kepribadian seseorang, maupun hal

lainnya berdasarkan pada apa yang dipercaya masyarakat secara umum dan hal

tersebut diaplikasikan kepada keseluruhan kelompok, dalam hal ini Cameron

memberikan contoh stereotipe bahwa orang berkulit hitam pandai dalam bidang

olahraga.

Hal senada juga diungkapkan oleh Fakih (1996: 16-17) yang menyatakan

bahwa stereotipe merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

24

Ia juga menambahkan bahwa stereotipe selalu menimbulkan ketidakadilan yang

berasal dari pandangan gender.

1.8 Metode penelitian

Di dalam subbab ini terdapat penjabaran tentang jenis penelitian, serta

proses yang dilakukan dalam penelitian. Penelitian ini akan dilakukan melalui tiga

tahap, yaitu tahap penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data.

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Ary dkk. (2002:

425) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif mnerupakan penelitian yang lebih

menekankan pada bentuk deskripsi, dimana tujuan akhirnya adalah mendapatkan

gambaran atau deskripsi yang kaya akan suatu objek, kejadian, maupun proses.

Jenis pendekatan ini dirasa sesuai dengan penelitian ini karena penelitian ini akan

mendeskripsikan karakteristik kebahasaan dari tuturan laki-laki dan perempuan.

1.8.2 Metode Penyediaan Data

Objek penelitian ini adalah tuturan para tokoh film Cars dan Barbie and 12

Dancing Princesses. Pemilihan dua film tersebut dilakukan secara acak dari

beberapa film animasi yang ada. Namun, terdapat asumsi yang mendasari

pemilihan dua film tersebut, yaitu bahwa film Cars diasumsikan merupakan film

yang ditujukan bagi anak laki-laki, sedangkan Barbie and 12 Dancing Princesses

merupakan film dengan target penonton bagi golongan anak-anak perempuan.

Asumsi tersebut dilandasi dengan ikon dari tokoh utama pada film-film tersebut,

dimana film Cars memiliki ikon berupa mobil balap yang identik dengan laki-

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

25

laki, sedangkan Barbie and 12 Dancing Princcesses memiliki ikon berupa tokoh

boneka Barbie yang merupakan tokoh boneka terpopuler di dunia. Kedua film

tersebut didapatkan dari sumber yang berbeda, dimana film Cars didapatkan dari

warung internet, sedangkan film Barbie and 12 Dancing Princesses diunduh dari

laman http://barbieonlinemovie.blogspot.com/p/blog-page.html.

Dalam proses penyediaan data, penulis menggunakan metode simak.

Sudaryanto (1993: 133) menyatakan bahwa metode simak adalah metode yang

digunakan untuk memperoleh data dengan cara menyimak penggunaan bahasa.

Metode ini diwujudkan dengan menggunakan teknik dasar berupa teknik sadap

dan teknik lanjutan berupa teknik simak bebas libat cakap. Teknik sadap

merupakan pelaksanaan metode simak dengan menyadap penggunaan bahasa

seseorang atau beberapa orang. Penggunaan bahasa yang disadap dapat berbentuk

lisan dan tulisan (Kesuma, 2007: 43). Sedangkan teknik simak bebas libat cakap

adalah teknik penjaringan data dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut

berpartisipasi dalam proses pembicaraan (Kesuma, 2007: 44).

Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Menyalin film Cars yang ada di komputer warung internet dan mengunduh

film Barbie and 12 Dancing Princesses dari laman

http://barbieonlinemovie.blogspot.com/p/blog-page.html.

2. Menonton film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses untuk melihat

karakteristik kebahasaan dalam tuturan para tokoh.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

26

3. Melakukan transkripsi tuturan-tuturan dari para tokoh dalam film Cars dan

Barbie and 12 Dancing Princesses untuk mempermudah dalam

mengklasifikasikan data. Didalam proses transkripsi ini, penulis melakukan

pengecekan trankripsi film yang diunduh dari internet dengan tuturan

langsung dari film-film tersebut. Hal ini dikarenakan sering terdapat

perbedaan antara transkripsi yang telah diunduh dengan tuturan langsung

yang ada di film.

4. Mengamati hasil transkripsi tersebut kemudian untuk selanjutnya memilih

data-data yang dibutuhkan untuk penelitian.

1.8.3 Metode Analisis Data

Untuk melakukan analisis terhadap data yang sudah terkumpul, penelitian

ini menggunakan metode content analysis atau document analysis. Ary, Jacobs,

Cheser, dan Razavieh (2002: 442) meyebutkan bahwa content analysis adalah

metode penelitian yang digunakan untuk meneliti materi tertulis dengan tujuan

untuk melihat karakteristik dari materi tersebut. Karena tuturan dari para tokoh

dalam dua film sudah ditranskripsikan maka metode ini dirasa cocok untuk

digunakan. Selanjutnya, langkah-langkah yang akan dilakukan untuk

menganalisis data adalah:

1. Mengklasifikasikan data berupa tuturan para tokoh dalam film Cars dan

Barbie and 12 Dancing Princesses berdasarkan pada 10 karateristik

kebahasaan berdasarkan pada teori Lakoff (1975). Setelah itu, penulis

membandingkan bentuk tuturan laki-laki dan perempuan dalam film Cars

dan tuturan laki-laki dan perempuan dalam film Barbie and 12 Dancing

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

27

Princesses. Selanjutnya, penulis menarik kesimpulan berupa persamaan dan

perbedaan tuturan pada dua film tersebut. Hal ini dilakukan untuk melihat

bagaimana karakteristik kebahasaan yang digunakan pada film anak-anak

yang memiliki target penonton berbeda.

2. Mendeskripsikan beberapa faktor sosial yang mempengaruhi penggunaan

tuturan dari para tokoh dalam film Cars dan Barbie and 12 Dancing

Princesses, untuk selanjutnya dibandingkan apakah faktor sosial tertentu

yang berpengaruh pada suatu tuturan akan berbeda diantara golongan laki-

laki dan perempuan.

3. Mendeskripsikan representasi perempuan dan laki-laki yang tercermin dari

karakteristik kebahasan yang digunakan serta percakapan yang dilakukan

oleh para tokoh dalam film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses.

4. Menarik kesimpulan dari keseluruhan analisis yang telah dilakukan dalam

penelitian ini.

1.8.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data adalah metode

formal dan informal (Sudaryanto, 1993: 144). Metode penyajian formal adalah

perumusan dengan tanda dan lambang-lambang, sedangkan metode penyajian

informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi

yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145). Kesuma (2007: 73) menyebutkan

bahwa penyajian hasil analisis data secara formal adalah penyajian hasil analisis

data dengan menggunakan kaidah. Kaidah tersebut dapat berbentuk rumus,

bagan/diagram, tabel, dan gambar.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85077/potongan/S2-2015-352497...menceritakan tentang kehidupan pembalap muda bernama McQueen yang memiliki

28

Penelitian ini disajikan dengan hasil analisis data secara formal dan

informal. Bentuk penyajian secara formal ditunjukkan dengan penggunaan tabel

untuk melihat klasifikasi karakteristik kebahasaan dalam tuturan para tokoh dalam

film Cars dan Barbie and 12 Dancing Princesses. Kemudian, penulis juga

menyajikannya secara informal, dimana hal ini ditunjukkan dengan pemaparan

berupa deskripsi dengan kata-kata biasa.

1.8.5 Sistematika Penyajian

Penulisan laporan penelitian ini akan dipaparkan dalam 5 bab. Bab 1 berisi

pendahuluan. Bab II berisi tabel akumulasi penggunaan karakterisik kebahasaan

yang digunakan para tokoh, serta pemaparan dari masing-masing karakteristik.

Bab III memuat deskripsi faktor-faktor sosial yang mempengaruhi penggunaan

tuturan dari tokoh laki-laki dan perempuan dalam film Cars dan Barbie and 12

Dancing Princesses. Bab IV memuat deskripsi tentang representasi laki-laki dan

perempuan dengan berdasar pada karakteristik kebahasaan yang ditemukan serta

dari dialog antar tokoh. Bab V berisi kesimpulan serta saran bagi para peneliti

selanjutnya.