Upload
vukiet
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan
Berdasarkan Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juli
2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah
tersebut menempatkan Indonesia ke dalam 10 negara dengan jumlah penduduk
terbesar di dunia. Besarnya jumlah penduduk Indonesia tersebut diperkuat dengan
data dari (Badan Pusat Statistik, 2015) yang menyatakan bahwa dalam kurun waktu
tahun 5 tahun, jumlah penduduk Indonesia meningkat 7%. Proyeksi tersebut dihitung
dari data jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 238.518.800 jiwa dibandingkan jumlah
penduduk tahun 2015 adalah sebesar 255.461.700 jiwa. Ketua Kamar Dagang dan
Industri Jepang (Japan Chamber of Commerce and Industry/JCCI) menyatakan bahwa
Indonesia merupakan tempat yang menarik untuk investasi dan perdagangan. Daya
tarik tersebut terletak pada jumlah penduduk yang mencapai 250 juta orang.
(satuharapan.com, 2015). Dengan jumlah penduduk yang besar maka Indonesia
mempunyai daya tarik untuk melakukan investasi (Unic-Jakarta, 2015).
Peningkatan jumlah penduduk mempunyai korelasi dengan bertambahnya
jumlah kendaraan bermotor. Data dari (Gaikindo, 2015) menyebutkan bahwa jumlah
kendaraan bermotor roda empat pada tahun 2011 adalah sebanyak 894.164 dan tahun
2015 adalah sebanyak 1.013.291 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 113%
seperti tertulis di dalam Tabel 1.1.
2
Tabel 1.1 Data Penjualan Kendaraan Roda 4
Kategori 2011 2012 2013 2014 2015
2015
vs
2011
Penjualan
Kendaraan
Roda 4
894,164 1,116,230 1,229,901 1,208,028 1,013,291 113%
Sumber: www.gaikindo.co.id (2015)
Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tersebut maka akan
memberi dampak pada naiknya konsumsi bahan bakar minyak. Hal tersebut sesuai
dengan data penjualan Pertamax dan Pertamax Plus dari (Pertamina, 2015). Penjualan
Pertamax mengalami kenaikan cukup sebesar 426% pada kurun waktu tahun 2011
sampai dengan tahun 2015 dari yang semula realisasinya adalah sebesar 554.341 kilo
liter di tahun 2011 naik menjadi 2.361.030 kilo liter pada tahun 2015. Penjualan
Pertamax Plus juga mengalami kenaikan secara signifikan sebesar 159% berdasarkan
realisasi penjualan tahun 2015 sebesar 161.197 kilo liter dibandingkan dengan tahun
2011 sebesar 101.635 kilo liter seperti dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data Realisasi Penjualan Pertamax Dan Pertamax Plus
Produk 2011 2012 2013 2014 2015
2015
vs
2011
Pertamax 554,341 494,386 625,614 841,308 2,361,030 426%
Pertamax Plus 101,635 96,426 92,804 91,855 161,197 159%
Sumber: Data Internal Pertamina (2015)
3
Kenaikan penjualan tersebut menunjukkan bahwa trend kebutuhan konsumen akan
Pertamax dan Pertamax Plus semakin lama semakin meningkat. Dengan
kecenderungan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat maka menjadi daya
tarik bagi perusahaan niaga minyak untuk melakukan investasi serta niaga BBM di
Indonesia. Berdasarkan data dari (BPH Migas, 2015), yang telah mendapatkan izin
niaga umum tercatat sebanyak 84 badan usaha. Dari 84 badan usaha tersebut,
sebanyak 5 badan usaha telah mendirikan SPBU yaitu Pertamina, Shell, Petronas,
AKR dan Total Oil Indonesia. SPBU yang telah mereka dirikan mayoritas berada di
kota-kota besar diantaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Tempat
pendirian SPBU di kota-kota besar tersebut semuanya berada di lokasi yang strategis
yaitu di tengah kota, pusat perekonomian serta di jalan dengan arus kendaraan lewat
yang ramai.
Dalam mendirikan sebuah SPBU, lokasi yang strategis merupakan syarat
utama agar SPBU tersebut mendapatkan omset yang besar. Hal ini sesuai dengan
penyataan yang dikemukakan oleh Eri Purnomo Hadi selaku Ketua Himpunan
Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas). Menurut Eri bahwa
penentuan lokasi bagi SPBU adalah sangat penting. Lokasi yang strategis merupakan
jaminan untuk mendapatkan volume penjualan BBM yang besar. Selain itu lokasi
strategis sangat bagus dari segi exposure sehingga dapat menarik minat konsumen.
(detik.com, 2015).
Mendapatkan lokasi strategis di kota besar untuk mendirikan SPBU bukanlah
hal yang mudah. Banyak kesulitan yang didapatkan yaitu: lokasi kurang luas, harga
4
tanah/lokasi yang mahal, ijin dari lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Sehingga
dapat dipastikan bahwa SPBU yang didirikan di lokasi strategis tersebut memerlukan
biaya investasi yang cukup besar khususnya untuk pembelian lahan. Agar investasi
yang besar tersebut dapat kembali dengan cepat maka dituntut untuk mendapatkan
keuntungan yang besar pula. Keterbatasan lokasi strategis yang tersedia membuat
persaingan antar badan usaha semakin ketat. Tidak jarang harga lahan menjadi
semakin mahal karena diperebutkan oleh beberapa badan usaha.
1.2 Lingkungan Internal Perusahaan
PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Pemegang Ijin
Usaha Niaga Umum (BU-PIUNU). Ijin Niaga Umum tersebut dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi di bawah Kementrian Energi dan Sumber
Daya Mineral. Dalam hal operasionalnya, niaga BBM diatur oleh Badan Pengatur
Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Sebagai BUMN pemegang ijin niaga BBM,
Pertamina ditugaskan oleh BPH Migas untuk mendistribusikan BBM subsidi ke
seluruh wilayah Indonesia. Untuk membantu proses distribusi dan melakukan niaga
BBM, Pertamina mendirikan lembaga penyalur di seluruh wilayah Indonesia.
Beragamnya karakteristik daerah di Indonesia memerlukan bermacam-macam
bentuk lembaga penyalur BBM dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan
pendistribusian dan perniagaan. Berdasarkan Buku Pedoman Pengelolaan Lembaga
Penyalur BBM Pertamina tahun 2014 bahwa lembaga penyalur Pertamina terdiri atas:
SPBU, APMS, SPBB, SPDN, SPBN dan Agen Minyak Tanah(AMT). Lembaga
5
penyalur tersebut digunakan untuk menyalurkan dan memasarkan BBM dan atau
produk lain dengan menggunakan merk dagang Pertamina.
Selain untuk memasarkan BBM, lembaga penyalur dapat digunakan untuk
pengelolaan bisnis NFR (Non Fuel Retail). Perbedaan dari lembaga penyalur tersebut
secara lengkap seperti yang terdapat dalam Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Lembaga Penyalur Pertamina
Lembaga
Penyalur
Konsumen
Yang Dilayani
Produk BBM
Yang Dijual
Produk
Non BBM
yang Dijual
Jumlah
Pompa
Dispenser
Fasilitas
Yang
Tersedia
SPBU
Kendaraan
Roda 2, roda 4
dan lebih
Premium,
Solar,
Pertamax,
Pertamax Plus,
Pertalite dan
Pertadex
Pelumas,
Elpiji, dll
Minimal 2
pompa
Toilet,
Musholla,
Minimarket
, dll
APMS
Kendaraan
Roda 2, roda 4
dan lebih
Premium,
Solar dan
Pertamax
Pelumas Minimal 1
pompaToilet
SPBB
Kapal dengan
bobot diatas 500
DWT
Premium dan
SolarPelumas
Minimal 1
pompaToilet
SPDN
Kapal Nelayan
maks 30 GT
atau 90 PK
Solar PelumasMinimal 1
pompaToilet
Agen
Minyak
Tanah
Konsumen
rumah tangga
untuk keperluan
memasak dan
penerangan,
untuk usaha
mikro serta
usaha perikanan
Minyak Tanah Tidak Ada Tidak Ada Tidak ada
Sumber: Buku Pedoman Pengelolaan Lembaga Penyalur BBM (2014)
6
SPBU merupakan lembaga penyalur utama milik Pertamina. Definisi SPBU
menurut Buku Pedoman Pengelolaan Lembaga Penyalur BBM Pertamina tahun 2014
adalah lembaga penyalur yang dibangun di atas sebidang tanah dan memiliki fasilitas
lengkap. SPBU tersebut dibangun berdasarkan rancangan, desain dan spesifikasi
teknis yang telah disetujui oleh Pertamina. SPBU saat ini dengan fasilitas lengkap
dapat dilihat tampilannya sesuai dalam Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Bangunan SPBU Saat Ini.
Sumber: Data Internal Pertamina (2015)
SPBU yang ada saat ini mayoritas masih menjual BBM subsidi. Penjualan
BBM non subsidi (harga keekonomian) pada awalnya hanya terdapat di SPBU yang
berada di kota-kota besar. Tetapi saat ini seiring dengan menipisnya selisih harga
antara subsidi dan non subsidi serta meningkatnya kesadaran konsumen akan
keuntungan menggunakan Pertamax maka SPBU yang menjual BBM non subsidi
semakin banyak. SPBU Pertamina saat ini selain menjual BBM juga menjual pelumas,
Elpiji, minimarket, serta menyewakan lokasi untuk perkantoran bahkan untuk di lokasi
peristirahatan jalan tol terdapat beraneka macam tempat makan. Dengan lengkapnya
7
fasilitas yang ada di SPBU maka SPBU tidak hanya semata sebagai tempat penjualan
bahan bakar tetapi SPBU telah menjelma menjadi tempat kegiatan bisnis.
Keberadaan SPBU saat ini menjadi sangat vital seiring dengan meningkatnya
jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sehingga mengakibatkan antrean di SPBU
meningkat. Antrean di lokasi tertentu jadi semakin panjang akibat adanya SPBU yang
tutup. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Energi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam (beritajakarta, 2015) bahwa 35 SPBU tidak
beroperasi lagi. Penyebab tidak beroperasi lagi karena lokasinya kurang strategis
diantaranya adalah akibat terhalang separator jalan sehingga jika mau masuk ke SPBU
harus memutar terlebih dahulu. Dengan berkurangnya SPBU yang beroperasi tersebut
maka konsumen akan menumpuk di SPBU terdekat dari lokasi SPBU yang telah tutup.
Jumlah SPBU Pertamina berdasarkan data yang diperoleh dari Officer Gas
Station Development PT Pertamina (Persero) hingga akhir tahun 2015 adalah sebanyak
5.246 yang tersebar di seluruh Indonesia. Walau sudah berjumlah ribuan, tetapi
penambahan SPBU masih tetap diperlukan seiring dengan meningkatnya konsumsi
bahan bakar.
Dalam mendirikan SPBU baru di Pertamina harus ditentukan terlebih dahulu
tipe SPBU mana yang akan dipilih. Menurut halaman resmi Pertamina untuk spbu,
www.spbu.pertamina.com (2015) bahwa saat ini terdapat 3 (tiga) tipe format SPBU
yaitu tipe A, B dan C. Secara lebih detailnya mengenai tipe SPBU dapat dilihat dalam
Tabel 1.4.
8
Tabel 1.4 Tipe – Tipe SPBU Pertamina
No Komponen Tipe A Tipe B Tipe C
1 Luas Minimum (m²) 1,800 1,500 1,500
2Lebar Muka
Minimum (m)20 20 20
3Lebar Samping
Minimum (m)90 75 65
4Perkiraan Volume
Penjualan> 35 KL
> 25 KL
dan
<= 35 KL
>20 KL
dan
<= 25 KL
Sumber: www.spbu.pertamina.com (2015)
Berdasarkan Tabel 1.4 diatas bahwa tipe yang paling kecil adalah tipe C,
dengan minimum luasnya adalah 1.500 m2. Walaupun SPBU tipe C merupakan tipe
yang paling kecil, tetapi lahan yang diperlukan untuk pendirian SPBU masih cukup
luas. Dengan luasnya lahan yang diperlukan, maka lahan tersebut dapat menjadi
kendala apabila lokasi pendiriannya di lokasi strategis. Kendala tersebut berupa
mahalnya harga tanah di lokasi strategis serta ketersediaan lahan seluas 1.500 m2.
Vice President Retail Fuel Marketing (VP RFM) Pertamina menyatakan
bahwa berdasarkan survei yang dilakukan oleh internal Pertamina tahun 2013,
konsumen biasanya mengisi BBM di sekitar tempat tinggalnya atau sekitar kantornya.
Lokasi tersebut merupakan lokasi terdekat konsumen menjalankan aktifitasnya. Di
daerah permukiman sekitar lokasi tempat tinggalnya, lahan masih mudah didapatkan
9
tetapi untuk daerah perkantoran, ketersediaan lahan sangat terbatas dan kalaupun ada
dapat dipastikan harganya sangat mahal. Mahalnya harga lahan dapat menjadi kendala
bagi proses pendirian SPBU apalagi dengan luas lahan sesuai standar saat ini.
Agar dapat mendirikan SPBU di daerah perkantoran sesuai harapan
konsumen, maka diperlukan terobosan diluar standar yang sudah ada. Terobosan
tersebut berupa membuat format baru SPBU dengan upaya yang dilakukan sebagai
berikut:
1. Minimalisasi luas lahan SPBU, hal ini bertujuan untuk menekan biaya investasi
sehingga perhitungan bisnisnya menjadi layak.
2. Membuat desain format baru SPBU, desain dibuat lebih ringkas dengan tujuan
untuk mensiasati minimnya luas lahan.
3. Mempercepat pelayanan dengan cara menggunakan pompa dispenser yang
kecepatan alirnya lebih cepat dibandingkan pompa dispenser di SPBU saat ini.
Menurut VP RFM PT Pertamina (Persero) bahwa konsep format baru SPBU
tersebut secara prinsip sangat bagus karena dapat menekan biaya investasi menjadi
lebih murah dibandingkan dengan SPBU saat ini. Dengan biaya investasi yang lebih
murah maka menjadi lebih menarik bagi investor.
1.3 Rumusan Masalah
Rencana pendirian SPBU ini didasarkan pada pertimbangan adanya
kebutuhan masyarakat untuk dapat melakukan pengisian BBM di lokasi dekat kantor
atau tempat tinggalnya. Untuk lokasi daerah perkantoran lahan yang tersedia sangat
10
terbatas, kalaupun ada lahan kosong dapat dipastikan luasnya terbatas dan harganya
mahal.
Menurut VP RFM PT Pertamina (Persero) bahwa saat ini mendirikan sebuah
SPBU Pertamina diperlukan modal yang besar yaitu minimal sebesar
Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) belum termasuk biaya pembelian lahan.
Sedangkan untuk perhitungan finansialnya menurut Asisten Gas Station Development
Pertamina adalah sebagai berikut:
1. IRR nya saat ini sebesar 40 % (diatas hurdle rate Pertamina yaitu sebesar 9%).
2. NPV nya positif.
3. Jangka waktu pengembalian investasi selama 7 tahun.
Dengan format baru SPBU tersebut maka kesulitan mendirikan SPBU di
lokasi strategis khususnya di daerah perkantoran telah mendapatkan solusi. Dengan
luas lahan yang diperlukan minimal 375 m2 maka dapat relatif lebih mudah
mendapatkan lahannya dan biaya investasi menjadi lebih murah. Sebelum format baru
SPBU tersebut didirikan, maka menurut VP RFM perlu disusun sebuah rencana bisnis
untuk mengkaji kelayakan pendiriannya.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah membuat rencana bisnis untuk mendirikan format baru SPBU
yang terdiri atas:
a. Mendesain format baru SPBU.
11
b. Menghitung aspek finansialnya apakah layak atau tidak investasi tersebut.
Penghitungan tersebut meliputi IRR, NPV, dan jangka waktu pengembalian
modal.
c. Membandingkan antara format baru SPBU dengan format yang saat ini ada.
1.5 Manfaat Penelitian
Dalam penulisan tesis ini, terdapat beberapa manfaat utama yang ingin
dicapai, yaitu:
a. Bagi perusahaan
Sebagai usulan dari penulis bagi manajemen Pertamina mengenai format baru
SPBU guna mensiasati keterbatasan lahan serta tingginya harga lahan.
b. Bagi Investor
Sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi investor dalam melakukan investasi
atau bekerjasama dengan Pertamina dalam hal mendirikan SPBU.
c. Bagi akademisi
Sebagai bahan kajian serta perbandingan dalam hal penghitungan rencana bisnis
usaha sejenis.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan rencana bisnis ini, tahapan yang dilakukan dalam
melakukan penulisan adalah mencari data, memasukkan data, melakukan proses
analisis dan perhitungan data, serta pada akhirnya menghasilkan perhitungan rencana
bisnis yang nantinya dapat diwujudkan oleh PT Pertamina (Persero).
12
Sedangkan sumber data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan
dari PT Pertamina (Persero), Bank Indonesia, Gaikindo serta instansi lainnya dan data
sekunder yang didapatkan dari literatur-literatur terkait dengan penyusunan rencana
bisnis format baru SPBU serta hasil wawancara langsung dengan VP RFM
PT Pertamina (Persero) pada tanggal 19 Oktober 2015, PT Hanindo selaku penjual
peralatan SPBU serta pejabat lainnya.