33
1 BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitas Sampai saat ini, diskursus tentang migrasi internasional TKI masih menghangat walaupun praktik migrasi ini sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Besarnya jumlah penempatan TKI khususnya TKI informal yang dibarengi dengan skema penempatan dan perlindungan yang masih belum mampu menjamin “keamanan” TKI membuat topik bahasan ini senantiasa aktual. Banyak jumlah penempatan, banyak pula kasus-kasus yang menimpa TKI. Kasus-kasus yang menimpa pahlawan devisa ini seringkali mengancam harkat, martabat, bahkan nyawa tenaga kerja penyumbang devisa negara ini. Kasus TKI yang banyak disorot oleh media adalah kasus-kasus TKI ketika berada di negara rantau. Acap kali kasus ini bagaikan pentas yang menguras air mata nurani kita. Banyak pengamat dan aktivis migrasi buruh internasional melihat bahwa kasus-kasus di negara rantau terjadi salah satunya karena masih belum optimalnya praktik penempatan dan perlindungan TKI. Pemerintah jelas merupakan aktor yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini. Begitu pula dengan sektor swasta, khususnya PPTKIS yang menjadi agen penyalur TKI yang menghubungkan antara TKI dengan penggunanya di luar negeri. Namun, menurut penulis, menggantungkan nasib buruh migran hanya kepada dua aktor

BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

1

BAB I

Pendahuluan

A. Alasan Pemilihan Judul

a. Aktualitas

Sampai saat ini, diskursus tentang migrasi internasional TKI masih

menghangat walaupun praktik migrasi ini sudah terjadi sejak puluhan tahun

silam. Besarnya jumlah penempatan TKI khususnya TKI informal yang

dibarengi dengan skema penempatan dan perlindungan yang masih belum

mampu menjamin “keamanan” TKI membuat topik bahasan ini senantiasa

aktual. Banyak jumlah penempatan, banyak pula kasus-kasus yang menimpa

TKI. Kasus-kasus yang menimpa pahlawan devisa ini seringkali mengancam

harkat, martabat, bahkan nyawa tenaga kerja penyumbang devisa negara ini.

Kasus TKI yang banyak disorot oleh media adalah kasus-kasus TKI ketika

berada di negara rantau. Acap kali kasus ini bagaikan pentas yang menguras air

mata nurani kita. Banyak pengamat dan aktivis migrasi buruh internasional

melihat bahwa kasus-kasus di negara rantau terjadi salah satunya karena masih

belum optimalnya praktik penempatan dan perlindungan TKI. Pemerintah jelas

merupakan aktor yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini. Begitu pula

dengan sektor swasta, khususnya PPTKIS yang menjadi agen penyalur TKI

yang menghubungkan antara TKI dengan penggunanya di luar negeri. Namun,

menurut penulis, menggantungkan nasib buruh migran hanya kepada dua aktor

Page 2: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

2

besar tersebut sudah tidak relevan lagi, terlebih saat ini paradigma welfare

pluralism tengah semakin menemukan titik urgensinya.

Paradigma welfare pluralism menuntut masyarakat sipil untuk mengambil

bagian dalam proses pembangunan, tak terkecuali di ranah migrasi tenaga kerja.

Agak sulit kiranya melihat gerak masyarakat sipil tanpa melihat manifestasi dari

masyarakat sipil itu sendiri. Community-Based Organization (CBO) atau organisasi

masyarakat berbasis komunitas merupakan salah satu manifestasi masyarakat sipil.

Salah satu CBO yang bergerak di ranah migrasi tenaga kerja adalah SBMI

Wonosobo.

SBMI Wonosobo didirikan sebagai wadah masyarakat sipil di kabupaten

Wonosobo untuk memperjuangkan hak-hak TKI. Kabupaten Wonosobo sendiri

merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan jumlah penempatan TKI yang

tidak sedikit. Melalui data BNP2TKI tahun 2013, jumlah penempatan TKI dari

kabupaten ini mencapai 1.619 jiwa.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini merupakan sebuah kajian yang menarik

dan aktual karena berusaha melihat fase pra-keberangkatan TKI dan eksistensi

CBO yakni SBMI Wonosobo dalam ranah migrasi tenaga kerja khususnya di pra-

keberangkatan TKI. Fokus utama penelitian ini berada di eksistensi SBMI

Wonosobo. Fase pra-keberangkatan menjadi ruang untuk melihat bagaimana

eksistensi SBMI Wonosobo.

Page 3: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

3

b. Orisinalitas

Fenomena migrasi TKI merupakan tema yang menarik untuk diteliti.

Banyak penelitian yang mengangkat tema tersebut terlebih selepas undang-

undang yang mengatur penempatan dan perlindungan pekerja migran direvisi

dan disahkan oleh pemerintah. Selain itu, setelah pemerintah berhasil

meratifikasi konvensi buruh migran, penelitian yang mengambil topik TKI

semakin banyak bak tumbuhnya jamur di musim penghujan. Namun, perlu

disadari bahwa fenomena TKI merupakan fenomena yang bersifat

multidimensional. Dengan demikian maka penelitian mengenai migrasi tenaga

kerja pastilah mempunyai variasi tekanan pembahasan yang berbeda-beda.

Banyak penelitian membedah permasalahan TKI melalui fokus pandang

yuridis. Selain itu, banyak pula penelitian dilakukan dengan penekanan pada

aspek ekonomi. Penelitian yang berfokus pada peranan sektor ketiga atau organisasi

masyarakat sipil sebagai upaya untuk melepaskan jerat permasalahan yang

dialami TKI pernah dilakukan oleh Ni Masjitoh Tri Siswandewi, mahasiswi

Universitas Indonesia. Organisasi yang diteliti peranannya di penelitian

Masjitoh adalah LSM. Penelitian tersebut berjudul “Proses Pendampingan bagi

Pekerja Migran Perempuan (Suatu Studi Kasus 5 orang Pekerja Migran

Perempuan pada LSM Solidaritas Perempuan)”. Terdapat tiga hal yang menjadi

fokus utama tesis ini, yaitu identifikasi latar belakang pekerja migran

perempuan, proses pendampingan yang dilakukan oleh LSM Solidaritas

Perempuan serta identifikasi faktor pendorong dan penghambat dalam proses

pendampingan tersebut. Hasil dari penelitian ini antara lain kepergian para

Page 4: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

4

pekerja migran perempuan ini semuanya dengan latar belakang dan motivasi

ekonomi, cara kepergian mereka semuanya menggunakan jasa ‘sponsor’, serta

seluruhnya mendapatkan dukungan sepenuhnya dari keluarga. secara garis besar

LSM berperan sebagai pendamping yang bersifat fungsional seperti memberikan

dukungan, memotivasi, memfasilitasi penyelesaian masalah dan meningkatkan

kesadaran para buruh migran.

Penelitian yang berjudul “Proses Pendampingan bagi Pekerja Migran

Perempuan (Suatu Studi Kasus 5 orang Pekerja Migran Perempuan pada LSM

Solidaritas Perempuan“, menginspirasi penulis untuk melihat bagaimana eksistensi

organisasi masyarakat sipil, khususnya CBO dalam pra-keberangkatan TKI.

Penelitian lain sempat dilakukan oleh Vandy Yoga Swara, mahasiswa

Universitas Gadjah Mada. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2013 tersebut

mengambil judul “Perubahan Habitus TKI Korban Perdagangan Manusia Melalui

Pemberdayaan di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kabupaten Wonosobo”.

Penelitian tersebut meneliti perubahan habitus TKI korban perdagangan manusia

melalui pemberdayaan di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kabupaten

Wonosobo. Fokus yang ditekankan dalam penelitian tersebut adalah identifikasi

hadirnya perubahan habitus pada kelompok mantan TKI korban perdagangan

manusia (human trafficking) di Desa Tracap Kabupaten Wonosobo. Hasil

penelitian ini antara lain bahwa faktor penarik utama yang membuat penduduk Desa

Tracap memilih untuk menjadi TKI adalah ketidakhadiran lapangan kerja alternatif

yang mampu menampung angkatan kerja berpendidikan rendah. Hal tersebut juga

ditambah dengan daya dorong berupa hadirnya calo atau sponsor yang gencar

Page 5: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

5

memberikan informasi tentang aspek positif bekerja di luar negeri dengan

segala kemudahan dalam melakukan keberangkatan. Dari kedua penelitian

tersebut, terdapat beberapa temuan yang menjadi pijakan peneliti untuk melihat

secara umum berbagai aktor yang terlibat dan pengaruhnya di fase pra-

keberangkatan TKI. Penelitian ini pada prinsipnya merupakan penelitian baru

dan telah memenuhi syarat orisinalitasnya karena belum ada penelitian

sebelumnya yang mengangkat tema, konsep, dan lokasi yang serupa.

c. Relevansi dengan Departemen

Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan studi yang

mempelajari pembangunan dengan menekankan bagaimana tujuan sosial itu

tercapai dalam pembangunan. Keseimbangan antara tujuan ekonomi dan sosial

dalam proses pembangunan merupakan kondisi masyarakat sejahtera yang

didambakan oleh setiap masyarakat.

Terdapat tiga hal yang disoroti dalam departemen ini, yakni; (1)

bagaimana negara memberikan pelayanan kesejahteraan sosial, (2)

bagaimana kondisi sosial yang berkaitan dengan ketimpangan, ketidakadilan

dan dehumanisasi yang menjadi hambatan terwujudnya masyarakat

sejahtera, (3) bagaimana menggerakkan dan memberdayakan masyarakat

agar berkembang mandiri.

Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan memiliki tiga

konsentrasi yang dibangun sebagai hasil refleksi dari perubahan sosial yang

terjadi di Indonesia, yakni:

Page 6: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

6

a. Kebijakan sosial (social policy); fokus pada kajian tentang upaya negara

dalam pemecahan masalah sosial baik aspek preventif maupun

pengembangannya melalui pelayanan kesejahteraan sosial.

b. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment); fokus pada

elaborasi konsep dan pendekatan yang bertujuan untuk mengembangkan

kapasitas masyarakat agar mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola lembaga,

sumber daya dan potensi lokal.

c. Tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility);

sebagai respon atas berkembangnya komitmen swasta untuk terlibat aktif dalam

menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fokus pada tata kelola CSR yang

mampu menjembatani kepentingan perusahaan dan masyarakat, analisis

berbasis ilmu dalam menjelaskan CSR untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Apabila dipetakan dalam tiga konsentrasi tersebut, penelitian yang ini dapat

dimasukkan ke dalam payung konsentrasi kebijakan sosial (social policy).

Mengingat bahwa sumbu utama penelitian ini berada pada ranah social policy

khususnya pada kajian mengenai welfare pluralism yang menunjukkan

keseimbangan peran negara, entitas bisnis dan masyarakat sipil dalam

mendialektikakan skema dan praktik penempatan TKI menuju luar negeri ke arah

yang lebih baik. Penelitian ini mempunyai fokus untuk melihat fase pra-

keberangkatan TKI dan eksistensi SBMI Wonosobo–sebagai organisasi masyarakat

Page 7: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

7

sipil yang fokus bergerak di ranah migrasi tenaga kerja–terkait dengan fase pra-

keberangkatan TKI di kabupaten Wonosobo.

B. Latar belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di

dunia. Laju pertumbuhan penduduk negara ini pada tiap tahunnya terbilang

kencang. Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara ini pada

tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa. Besarnya jumlah penduduk Indonesia

tersebut selain dapat digunakan sebagai kekuatan pembangunan juga menyimpan

sengkarut permasalahan yang cukup serius, salah satunya adalah masalah

ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan apabila tidak dikelola secara optimal maka akan

menjadi bumerang bagi pembangunan. Frinkle dan McIntosh (1994) dalam

Tirtosudarmo (1999:141) melontarkan keyakinannya bahwa tingginya laju

pertumbuhan di dunia ketiga justru menjadi kendala pembangunan. Benar kiranya,

keyakinan akademisi tersebut yang secara realita dapat ditemui di negara ini. Salah

satu permasalahan pembangunan di negara ini adalah tingginya tingkat

pengangguran terbuka (TPT) yang menurut BPS pada tahun 2014 mencapai 5,94.

Pengangguran merupakan masalah serius. Sebagai sebuah upaya untuk mereduksi

tingkat pengangguran penduduk pemerintah melakukan penempatan TKI menuju

luar negeri. Alhasil, banyak penduduk Indonesia yang melakukan migrasi ke luar

negeri untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Fenomena migrasi internasional TKI merupakan persoalan yang serius.

Setidaknya terdapat empat hal yang penulis jadikan landasan untuk menyatakan hal

tersebut. Pertama, migrasi tenaga kerja penduduk Indonesia menuju luar negeri

Page 8: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

8

sudah berlangsung sejak lama. Catatan historis singkat yang disusun BNP2TKI

menyatakan bahwa penempatan buruh migran Indonesia (pribumi) menuju ke luar

negeri sudah terjadi sejak sebelum negara Indonesia memproklamirkan

kemerdekaannya. Ketika itu, tenaga kerja pribumi ditempatkan ke Suriname oleh

Belanda untuk dijadikan buruh perkebunan milik Belanda. Perkembangan

selanjutnya, selepas Indonesia menyatakan kemerdekaannya, tahun 1947

Kementrian Perburuhan lahir. Ketika itu, pada masa awal kelahiran Kementrian

Perburuhan, migrasi TKI menuju luar negeri dilakukan orang per orang. Migrasi

saat itu sangat kental dengan nuansa kekerabatan dan bersifat tradisional. Ketika

itu, belum ada kebijakan dari pemerintah yang mengatur migrasi TKI menuju luar

negeri. Negara tujuan migrasi TKI saat itu pun belum banyak. Negara paling

populer pada masa itu adalah Malaysia dan Arab Saudi. Baru pada tahun 1970

pemerintah turun tangan mengelola migrasi TKI dengan membuat kebijakan

Angkatan Kerja Antar Negara (AKAN). Kebijakan AKAN ini menjadi kebijakan

pertama yang mengatur migrasi TKI menuju luar negeri. Hingga saat ini, terdapat

beberapa kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mengatur migrasi TKI. Salah

satu kebijakan tersebut adalah UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Sejarah migrasi TKI menuju luar negeri

sudah berlangsung sangat panjang dan saat ini negara sudah turun tangan untuk

memberikan skema penempatan dan perlindungan TKI. Namun, dalam praktiknya

sampai saat ini migrasi TKI masih saja berkelindan dengan berbagai permasalahan

bahkan sejak dalam fase awal migrasi (fase pra-keberangkatan) di mana fase ini

Page 9: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

9

ditengarai oleh banyak pengamat migrasi sebagai hulu permasalahan migrasi tenaga

kerja.

Kedua, Indonesia merupakan negara dunia ketiga dengan jumlah

penempatan tenaga kerja menuju luar negeri yang sangat banyak. Aripurnami

dalam ILO (2006:3) menyatakan bahwa setiap tahunnya lebih dari 400.000 orang

Indonesia pergi ke tempat-tempat tujuan migrasi yang tidak familiar bagi mereka

di luar negeri. Adapun Tobing dalam Suharto (2005:180) memberikan prediksi

bahwa arus migrasi TKI diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya sejalan

dengan melonggarnya hambatan-hambatan resmi migrasi di negara-negara yang

tergabung dalam World Trade Organisation (WTO). Data paling mutakhir yang

disusun BNP2TKI menyatakan bahwa pada tahun 2013 jumlah penempatan TKI ke

luar negeri sebanyak 512.168 jiwa dan total penempatan TKI hingga tahun 2013

mencapai 6,5 juta jiwa yang tersebar ke 142 negara.

Tabel 1. 1.

Jumlah Penempatan TKI Menuju Luar Negeri dalam 3 Tahun Terakhir

No. Tahun Jumlah (dalam

jiwa)

1 2011 586.802

2. 2012 494.609

3. 2013 512.168

Sumber: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Tahun 2014

Melalui Tabel 1.1. Jumlah Penempatan Tenaga Kerja Indonesia dalam 3

Tahun Terakhir di atas dapat dilihat bahwa tren migrasi TKI setiap tahun terlihat

fluktuatif. Penempatan TKI tahun 2011 berjumlah 586.802 jiwa. Tahun berikutnya

yakni tahun 2012 penempatan TKI mengalami penurunan sehingga penempatan

Page 10: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

10

TKI di tahun ini mencapai angka 494.609 jiwa. Tahun berikutnya yakni tahun 2013

penempatan TKI menuju luar negeri mengalami peningkatan menjadi 512.168 jiwa.

Ketiga, penempatan TKI menuju luar negeri menyumbang pendapatan negara

ini dalam jumlah yang tidak sedikit. Tahun 2013 remitansi1 yang dikirim TKI ke

daerah asal mencapai Rp 88 triliun. Banyaknya jumlah remitansi yang dikirimkan

TKI menempati posisi kedua sumber terbesar pendapatan negara non pajak di mana

posisi pertamanya ditempati oleh pendapatan negara dari sektor migas (minyak dan

gas).

Keempat, penempatan TKI menuju luar negeri menjadi salah satu solusi atas

permasalahan tingginya angka pengangguran dalam negeri yang menurut data BPS

pada tahun 2013 jumlahnya mencapai 7,39 juta jiwa. Dalam konteks ini

penempatan tenaga kerja di luar negeri tidak bisa dipandang sebelah mata. Di

tengah keterbatasan pemerintah untuk menyerap tenaga kerja di dalam negeri,

migrasi internasional TKI menjadi solusi konkret atas meluapnya pengangguran di

negara ini. Selain itu, terkait dengan hak warga negara, migrasi tenaga kerja pada

dasarnya merupakan hak warga negara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih

baik sehingga isu migrasi tenaga kerja internasional sudah seharusnya mendapatkan

perhatian serius dari berbagai pihak baik pemerintah, entitas bisnis maupun

masyarakat sipil.

1 Remitansi merupakan sebagian pendapatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang

dikirimkan ke keluarga mereka di kampung halaman.

Page 11: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

11

Pentingnya migrasi TKI menuju luar negeri nampaknya belum mampu

mengambil perhatian pemerintah untuk secara serius menciptakan skema

perlindungan dan persiapan penempatan yang optimal mulai dari tahap rekrutmen

sampai reintegrasi TKI. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya permasalahan yang

terjadi di tiap fase migrasi TKI. Tahun 2013, Crisis Center BNP2TKI menerima

pengaduan sebanyak 4.432 kasus di mana pengaduan yang termasuk fase pra-

penempatan mencapai 206 kasus. Pemerintah sudah berusaha untuk membuat

skema penempatan dan perlindungan TKI, namun upaya pemerintah masih belum

cukup untuk melepaskan jerat permasalahan migrasi yang acap kali mengancam

harkat, martabat bahkan nyawa TKI. Tak sedikit pula pemerhati kebijakan migrasi

internasional tenaga kerja yang melihat bahwa pemerintah sangat kurang peduli

atau cenderung abai terhadap nasib rakyatnya yang memilih untuk bekerja menjadi

buruh migran. Prihatin (2007) menyatakan bahwa pemerintah tidak melakukan

perbaikan yang signifikan mengenai kinerja pelayanan migrasi internasional tenaga

kerja. TKI terkesan dijadikan “sapi perah” oleh pihak-pihak yang ambisius

memburu rente dari proses migrasi TKI.

Permasalahan migrasi tenaga kerja sangatlah komplek dan bersifat

multidimensi. Namun, berbagai permasalahan tersebut dapat dipetakan berdasarkan

fase migrasinya. Irianto (2011:12) mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi

pekerja migran ke dalam 4 tahapan/fase, yaitu permasalahan di proses rekrutmen,

pra-pemberangkatan, penempatan negara tujuan dan saat pulang ke kampung

halaman (reintregrasi). Dari keempat fase tersebut, fase pra-keberangkatan yang

mencakup fase rekrutmen dan pra-pemberangkatan merupakan fase yang sangat

Page 12: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

12

penting karena di fase ini merupakan hulu permasalahan TKI. Seperti yang

pernyataan Hayati dalam Situmorang (2012:37) bahwa sebagian besar (80%)

persoalan yang menimpa TKI di luar negeri disebabkan oleh persoalan dalam negeri

yang tidak beres. Tahun 2015, Selain itu, Nusron Wahid selaku kepala BNP2TKI

juga menyatakan bahwa sebanyak 87% permasalahan migrasi TKI menuju luar

negeri berada di hulu atau di fase pra-penempatannya, bukan di hilir migrasi tenaga

kerja.

Pemaparan lebih lanjut mengenai seperti apa masalah hulu migrasi TKI

dijabarkan oleh Irianto (2011:12), bahwa pada proses rekrutmen terdapat banyak

penipuan (informasi menyesatkan mengenai jenis dan kondisi pekerjaan),

penjeratan hutang, pemalsuan dokumen dan penandatanganan kontrak kerja yang

tidak diikuti dengan pemahaman TKI terhadap kontrak kerja tersebut. Selama tahap

pra-pemberangkatan calon TKI ditempatkan di satu “penampungan” untuk diberi

pelatihan kerja. Di penampungan ini para TKI seharusnya dilatih untuk persiapan

memasuki dunia kerja yang sebenarnya di luar negeri. Namun, kasus-kasus yang

menimpa TKI di perantauan nampaknya menyiratkan bahwa persiapan mereka

untuk bekerja ke luar negeri masih belum optimal.

Sementara itu, dewasa ini paradigma pembangunan dunia mengalami

pergeseran dari paradigma sentralistis menuju paradigma welfare pluralism.

Paradigma sentralistis melihat bahwa pemerintah merupakan aktor tunggal yang

bertanggung jawab penuh terhadap upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat.

Paradigma yang kedua yakni paradigma welfare pluralism mempunyai pandangan

bahwa pemerintah tetap bertanggung jawab atas pencapaian kesejahteraan

Page 13: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

13

masyarakat, namun pemerintah bukan satu-satunya aktor. Paradigma welfare

pluralism melihat bahwa terdapat tiga aktor yang harus saling berintegrasi dalam

upaya pembangunan masyarakat. Ketiga aktor tersebut adalah pemerintah melalui

penyusunan regulasi dan kebijakannya, swasta yang berfokus pada kegiatan-

kegiatan ekonomi, dan masyarakat sipil yang manifestasinya dapat dilihat dari

organisasi kemasyarakatan dengan ciri-ciri utama tidak melakukan pemaksaan

(non-coercion) dan tidak berorientasi mencari keuntungan (non-profit).

Peta tiga aktor pembangunan tersebut dalam konteks migrasi TKI di fase pra-

keberangkatan sangat jelas terlihat. Pemerintah yang mengejawantah melalui

lembaga pemerintahannya beserta SKPD, entitas bisnis atau swasta merupakan

PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) yang saat ini berubah nama

berganti menjadi PPTKIS (Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta),

dan masyarakat sipil dapat dilihat melalui organisasi masyarakat sipil yang

bergerak di ranah migrasi tenaga kerja.

Secara historis organisasi masyarakat sipil di Indonesia telah hadir ketika

pemerintahan orde baru masih berkuasa. Undang-Undang No 8 tahun 1985 tentang

Organisasi Kemasyarakatan cukup kuat untuk menegaskan keberadaannya pada

masa itu. Namun, eksistensi organisasi masyarakat sipil pada masa itu mendapatkan

pengawasan dan intervensi yang sangat kuat dari pemerintah. Pengawasan dan

intervensi pemerintah tersebut membuat ruang gerak organisasi masyarakat sipil

menjadi sangat terbatas.

Page 14: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

14

Selepas rezim orde baru tumbang, sesaat setelah peluit reformasi ditiup secara

ingar bingar di negeri ini, hubungan antara negara dan masyarakat menjadi sedikit

lebih mesra. Simpul tali kekang negara terhadap masyarakat sipil seolah mengendur

lantaran api reformasi. Pasca tumbangnya orde baru, pekik dan geliat kebebasan

masyarakat sipil seakan menunjukkan gejala penguatan pada pilar-pilar

pembangunan masyarakat. Kebebasan berkumpul dan berpendapat menjadi hal

yang sangat mudah ditemukan di negeri ini. Alhasil, banyak organisasi masyarakat

sipil lahir dan berkembang sejak saat itu. Salah satu bentuk organisasi masyarakat

sipil yang lebih menyentuh akar rumput masyarakat adalah Community-Based

Organization (CBO). Salah satu CBO yang mempunyai fokus gerak di ranah

migrasi TKI adalah SBMI Wonosobo. Organisasi berbasis buruh migran ini

didirikan di kabupaten Wonosobo karena jumlah penempatan TKI dari kabupaten

ini cukup banyak.

Penulis mengambil lokasi penelitian di kabupaten Wonosobo. Hal ini

berdasarkan kondisi kabupaten Wonosobo yang merupakan salah satu daerah

kantung besar TKI. Tak sedikit penduduk kabupaten Wonosobo memilih untuk

bekerja di luar negeri menjadi TKI. Selain itu, tren penempatan TKI dari kabupaten

ini masih didominasi oleh TKI informal. Padahal, dalam lingkup nasional,

penempatan TKI menuju luar negeri dewasa ini didominasi oleh tenaga kerja sektor

formal. Selain itu, kabupaten ini dipilih karena di kabupaten ini terjadi feminisasi

migrasi tenaga kerja2.

2 Feminisasi migrasi merupakan tren migrasi yang didominasi oleh pekerja migran

perempuan. Feminisasi migrasi tenaga kerja terjadi karena pasar tenaga kerja di luar negeri

Page 15: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

15

Jumlah penempatan TKI dari kabupaten Wonosobo setiap tahun sangat besar.

BNP2TKI mencatat pada tahun 2013 jumlah penempatan TKI dari kabupaten ini

sebanyak 1.357 orang. Dari jumlah tersebut rata-rata TKI bekerja di kawasan Asia

Pasifik. Tabel 1.2 berikut berisi jumlah penempatan TKI di kabupaten Wonosobo

berdasarkan tujuan migrasinya.

Tabel 1. 2.

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Kabupaten Wonosobo Tahun 2013

No. Tujuan Migrasi Jumlah Penempatan

(dalam jiwa)

1. Singapura 492

2. Taiwan 374

3. Hong Kong 280

4. Malaysia 161

5. Korea 28

6. Abu Dhabi 17

7. Jepang 5

JUMLAH 1.357

Sumber: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

(BNP2TKI) Tahun 2013

Tingginya migrasi penduduk kabupaten Wonosobo untuk bekerja di luar

negeri bukanlah tanpa sebab. Todaro dalam Haris (2002:5) menyatakan bahwa

keputusan seseorang untuk melakukan mobilitas sesungguhnya merupakan

fenomena ekonomi rasional. Melalui kacamata tersebut dapat dibangun gambaran

bahwa penyebab paling utama migrasi tenaga kerja di kabupaten Wonosobo adalah

membutuhkan tenaga kerja perempuan. Tenaga kerja perempuan banyak diserap di luar negeri di

sektor pekerjaan yang bersifat domestik seperti pembantu rumah tangga, perawat bayi dan perawat

lansia.

Page 16: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

16

faktor ekonomi. Pertama, ketersediaan lapangan kerja di kabupaten ini tidak

sebanding dengan jumlah angkatan kerja. Kedua, perbedaan upah yang cukup besar

antara upah yang didapatkan dari bekerja di daerah (kabupaten Wonosobo) dengan

upah yang didapatkan dari bekerja di luar negeri.

Penjelasan di atas senada dengan paparan ILO (2006:15) yang menyatakan

bahwa terdapat tiga faktor umum yang mendorong migrasi perburuhan

internasional yaitu tarikan perubahan demografi dan kebutuhan-kebutuhan pasar

kerja di negara-negara yang berpenghasilan tinggi; dorongan perbedaan upah dan

tekanan-tekanan krisis di negara berkembang; dan berdirinya jejaring antar negara

berdasarkan keluarga, budaya dan sejarah. Lebih lanjut ILO (2006:15) menjelaskan

apabila dilihat dari sudut pandang migran, migrasi sering menjadi mata pencaharian

karena kebanyakan migrasi dilakukan untuk keperluan ekonomi. Migrasi

merupakan hasil keputusan yang dibuat oleh individu-individu dan keluarga-

keluarga untuk mencari solusi terbaik dengan kesempatan-kesempatan dan

keterbatasan-keterbatasan yang mereka miliki. Bagoes dalam Haris (2002:5)

menyatakan hal yang senada bahwa adanya perbedaan tingkat pertumbuhan

ekonomi antara dua negara pada gilirannya menjadi determinan utama yang

menyebabkan terjadinya arus mobilitas lebih tinggi.

Migrasi TKI menuju luar negeri menjadi praktik yang tidak bisa dihindari

lagi. Keterbatasan pemerintah dan swasta untuk memberikan pelayanan yang

optimal terkait penempatan dan perlindungan TKI membuat kehadiran organisasi

kemasyarakatan yang berbasiskan buruh migran sangat diperlukan. Di kabupaten

Page 17: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

17

Wonosobo terdapat organisasi kemasyarakatan yang mempunyai fokus gerak di

ranah migrasi internasional TKI yakni SBMI Wonosobo.

SBMI Wonosobo merupakan cabang dari Serikat Buruh Migran Indonesia

SBMI. SBMI sendiri adalah organisasi masyarakat tingkat nasional yang

mempunyai basis anggota buruh migran dan anggota keluarganya. Sebagai reaksi

terhadap permasalahan yang menimpa para TKI maka dilakukan sebuah perluasan

kelembagaan ke berbagai daerah yang menjadi kantung TKI. Salah satu cabang

perluasan lembaga tersebut adalah SBMI Wonosobo. SBMI membuka cabang

SBMI Wonosobo dengan pertimbangan salah satunya adalah tingginya minat

masyarakat Kabupaten Wonosobo untuk bekerja di luar negeri menjadi TKI. Selain

itu, praktik migrasi buruh internasional di kabupaten ini masih belum lepas dari

permasalahan migrasi yang mengintai TKI di setiap tahapan migrasinya.

Tiga aktor (pemerintah, swasta dan organisasi masyarakat sipil) telah hadir

di bidang penempatan TKI di kabupaten Wonosobo. Namun, potret hulu migrasi

TKI masih berkelindan dengan permasalahan migrasi. mempertanyakan eksistensi

sebuah entitas menurut penulis sangat penting dilakukan. Penelitian ini penulis

meneliti eksistensi SBMI Wonosobo dalam penempatan TKI di kabupaten

Wonosobo khususnya di pra-keberangkatan TKI. Eksistensi organisasi ditekankan

dalam penelitian ini.dengan mengambil ruang gerak di fase pra-keberangkatan TKI

Informal.

Page 18: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

18

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, peneliti

merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

“Bagaimana eksistensi SBMI Wonosobo sebagai Community Based Organization

di fase pra-keberangkatan TKI Informal di kabupaten Wonosobo?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proses yang terjadi pada fase pra-keberangkatan dalam sistem

penempatan TKI Informal di kabupaten Wonosobo.

2. Mengetahui eksistensi SBMI Wonosobo sebagai Community Based

Organization di fase pra-keberangkatan TKI Informal di kabupaten Wonosobo.

b. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Penelitian ini memberikan gambaran tentang proses yang terjadi pada fase pra-

keberangkatan dalam sistem penempatan TKI Informal di kabupaten Wonosobo;

b. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai eksistensi SBMI Wonosobo di

fase pra-keberangkatan TKI Informal di kabupaten Wonosobo;

c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian

selanjutnya.

Page 19: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

19

2. Bagi Pemerintah

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan pemerintah dalam

mengembangkan program-program yang berkaitan dengan migrasi buruh migran

internasional khususnya TKI Informal di fase pra-keberangkatannya;

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan input atau masukan bagi pemerintah

sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan

yang berhubungan dengan TKI Informal khususnya dalam fase pra-keberangkatan.

3. Bagi Penulis

a. Penelitian ini sebagai salah satu proses penerapan ilmu Pembangunan Sosial dan

Kesejahteraan yang selama ini didalami oleh penulis.

b. Penelitian ini menambah ilmu pengetahuan penulis, serta mampu untuk dapat

memperhatikan eksistensi SBMI Wonosobo dalam sistem penempatan TKI

Informal khususnya di fase pra-keberangkatan.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian yang berjudul “Eksistensi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)

Wonosobo dalam Pra-Keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Informal di

Kabupaten Wonosobo” ini memiliki beberapa konsep utama yang perlu ditinjau

yaitu Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo, Community Based

Organization (CBO), tenaga kerja Indonesia (TKI) Informal, dan fase pra-

keberangkatan TKI.

Page 20: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

20

a. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Informal

Definisi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) termaktub dalam Pasal 1 Kep.

Menakertran RI No Kep 104A/Men/2002 tentang penempatan TKI keluar negeri

yang menyebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki maupun perempuan yang

bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja

melalui prosedur penempatan TKI.

Definisi TKI di atas mempunyai beberapa titik tekan. Pertama, TKI tidak

memandang jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa melakukan

migrasi ke luar negeri untuk bekerja, namun tetap dibatasi oleh jangka waktu

tertentu berdasarkan perjanjian kerja dan melalui prosedur penempatan TKI.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang tentang

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Menurut

Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang tersebut, TKI adalah setiap warga negara

Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja

untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

Definisi TKI menurut UU Nomor 39 Tahun 2004 di atas mempunyai beberapa

titik tekan. Pertama, Setiap warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan

bisa melakukan migrasi ke luar negeri untuk bekerja. Kedua, tedapat hubungan

kerja yang mengatur jangka waktu dan pengupahan tenaga kerja.

Melalui penjelasan di atas, maka TKI dapat didefinisikan setiap warga negara

Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang memenuhi persyaratan untuk

bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan

menerima upah.

Page 21: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

21

TKI Informal menurut penjelasan pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun

2004 di definisikan sebagai TKI yang bekerja kepada pengguna perseorangan.

Pengguna perseorangan adalah orang perseorangan yang mempekerjakan TKI pada

pekerjaan-pekerjaan antara lain sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT),

pengasuh bayi atau perawat manusia lanjut usia, pengemudi, tukang kebun/taman.

Pekerjaan-pekerjaan tersebut biasa disebut dengan pekerjaan sektor informal.

Berdasarkan paparan tentang TKI di atas maka yang dimaksud dengan TKI dalam

penelitian ini adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk

bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja

melalui prosedur penempatan TKI dengan menerima upah. Sedangkan TKI

Informal merupakan TKI yang bekerja di luar negeri pada pengguna tenaga kerja

perseorangan.

b. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo Sebagai Community

Based Organization (CBO)

Kajian mengenai Community Based Organization (CBO) semakin hari

semakin menemukan titik urgensinya. Keberhasilan CBO sebagai salah satu agen

pembangunan membuat CBO menjadi diskursus menarik untuk dikaji. Seiring

dengan banyaknya kajian mengenai CBO, definisi CBO pun banyak bermunculan.

Helmut dan Regina (2005:62) menjelaskan CBO sebagai berikut,

“The term ‘community-based organization’ (CBO) is a general term

used to describe non-profit organization engaged in social services

that serve a particular geographic community, many grassroots

associations, for instance, can be considered CBOs.”

Page 22: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

22

CBO merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

organisasi non-profit yang bergerak di bidang pelayanan sosial yang melayani

komunitas pada geografis tertentu dan banyak mempunyai asosiasi dengan akar

rumput.)

Penjelasan CBO menurut Helmut dan Regina tersebut mempunyai beberapa

titik tekan. Pertama, CBO merupakan organisasi nirlaba. Profit bukan menjadi

orientasi utama dari aktivitas organisasi ini. Kedua, CBO bergerak dengan

melakukan pelayanan-pelayanan sosial. Pelayanan tersebut ditujukan untuk

komunitas pada sebuah area geografis yang menjadi basis CBO. Ketiga, sebagai

agen pembangunan, CBO tidak bergerak sendiri. CBO melakukan aktifitas-aktifitas

organisasinya dengan membangun hubungan atau relasi dengan akar rumput.

Kuatnya hubungan antara CBO dengan akar rumput membuat CBO menjadi aktor

pembangunan yang paham dengan kondisi komunitasnya.

Lebih lanjut, Helmut dan Regina (2005:62) menjelaskan bahwa CBO

didirikan untuk komunitas tertentu, dijalankan oleh anggota masyarakat tersebut,

dan biasanya organisasi ini terlibat dalam pelayanan sosial dan pengorganisasian

masyarakat. CBO berdiri sebagai sebuah upaya untuk memperbaiki kondisi

masyarakat. Ketika masyarakat berbenturan atau berkasus dengan pihak

(pemerintah, swasta atau masyarakat) lain, CBO juga sering terlihat melakukan

kerja-kerja advokasi.

Adapun, P2KP (http://www.p2kp.org/kamus.asp?catid=5) mendefinisikan

istilah CBO sebagai sebuah bentukan perkumpulan masyarakat yang dihadapkan

pada masalah bersama. Mereka mempunyai potensi budaya yang sama, adanya

Page 23: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

23

kesamaan tujuan atau juga hubungan antar individu yang minim konflik hingga

akhirnya bersepakat untuk bersama-sama memecahkan persoalan yang mereka

hadapi bersama.

Definisi CBO menurut P2KP tersebut tidak bertentangan dengan penjelasan

CBO menurut Helmut dan Regina. P2KP melihat CBO sebagai organisasi yang

dibentuk oleh masyarakat untuk menghadapi masalah bersama. CBO potensial

untuk memecahkan masalah bersama di masyarakat yang menjadi basis geraknya

lantaran organisasi ini mempunyai beberapa kesamaan di antaranya adalah budaya,

tujuan, dan pola hubungan antar individu sehingga dalam melakukan upaya

pemecahan masalah yang dihadapi dapat meminimalisir konflik.

Penjelasan lain mengenai CBO dikemukakan oleh Marta Chechetto-Salles

dan Yvette Geyer (2006:4) sebagai berikut,

“A CBO is an organisation that provides social services at the local

level. It is a non-profit organisation whose activities are based

primarily on volunteer efforts. This means that CBOs depend heavily

on voluntary contributions for labour, material and financial

support.”

(CBO merupakan sebuah organisasi yang menyediakan layanan sosial di

tingkat lokal. Organisasi ini adalah organisasi non-profit yang kegiatannya terutama

didasarkan pada upaya relawan. CBO sangat bergantung pada kontribusi sukarela.)

Penjelasan CBO menurut Marta dan Geyer di atas mempunyai substansi

yang sama dengan penjelasan CBO menurut Helmin dan Regina maupun

penjelasan dari P2KP. Marta dan Geyer (2006:4) menjelaskan CBO sebagai

organisasi non-profit. Sifat organisasi yang tidak berorientasi pada profit menuntut

sumbangsih dari relawan untuk menjalankan aktivitas-aktivitas organisasi. Baik

Page 24: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

24

untuk melakukan pengorganisasian maupun pelayanan-pelayanan sosial kepada

masyarakat khususnya masyarakat tingkat lokal di mana CBO tersebut berada.

Sebagai manifestasi masyarakat sipil yang berbasis pada komunitas, CBO

mempunyai beberapa karakteristik. Chechetto dan Geyer (2006:4) menjelaskan 4

karakteristik CBO, di antaranya adalah,

1. Tidak berorientasi keuntungan (nirlaba)

2. Mengandalkan kontribusi dari sukarelawan

3. Bergerak di ranah atau level lokal

4. Berorientasi pada pelayanan

Melalui penjelasan mengenai CBO di atas, terdapat beberapa kata kunci

yang dapat menggambarkan CBO yaitu non-profit organization, representatif dari

komunitas, dan melakukan pelayanan terhadap komunitas itu sendiri sesuai dengan

kebutuhan komunitas. Jadi, CBO adalah organisasi non profit yang berasal dari

komunitas yang menyediakan pelayanan-pelayanan atau servis sosial yang

disesuaikan dengan kebutuhan kontekstual komunitas atau masyarakat sasaran.

Organisasi ini boleh dikatakan sebagai organisasi dari, oleh, dan untuk komunitas.

Seringkali CBO disamakan dengan LSM. Memang, kedua jenis organisasi

ini mengambil sektor atau wilayah yang sama yakni masyarakat sipil. Namun, CBO

tidak sama dengan LSM. Kindness dan Gordon (2001) dalam Muhammad

(2011:29-30) melihat perbedaan di antara keduanya. NGO dikenal banyak orang

dengan hal-hal sebagai berikut:

1. organisasi formal yang secara resmi dikenal sebagai organisasi yang tidak

dihubungkan dengan pemerintah (non-pemerintah),

Page 25: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

25

2. memiliki tujuan yang mementingkan masyarakat secara luas dan bukan

komersial atau mementingkan profit,

3. merekrut orang yang lebih mengutamakan nilai-nilai pengabdian daripada

motivasi finansial.

Sedangkan CBO diasosiasikan dengan ciri yang sama, tetapi secara umum

CBO lebih menfokuskan dirinya pada isu-isu yang sesuai dengan kebutuhan

komunitasnya. CBO mungkin secara formal terstruktur dengan baik, tetapi

mungkin juga hampir tidak terstruktur dengan baik, organisasi informal, asosiasi

petani adalah contoh dari community based organization, Stocker dan Barbor-

Might (dalam Kindness dan Gordon, 2001) mendiskusikan CBO sebagai Civil

Society Organization (CSO).

CBO memiliki suatu kelebihan apabila dibandingkan dengan organisasi

non-profit yang lain. Selain berbasis pada komunitas yang memiliki sentimen dan

hubungan sosial yang kuat, organisasi ini juga memiliki modal sosial yang dapat

digunakan untuk pembangunan anggota organisasi. Tidak hanya itu, CBO dalam

proses pemberdayaan juga mempunyai nilai lebih karena organisasi ini langsung

bersentuhan dan menyatu dengan masyarakat.

Terdapat banyak macam peran yang dapat dimainkan CBO dalam konteks

pembangunan. Peran satu CBO dengan CBO lain sangat mungkin berbeda.

Mengadaptasi Muhammad (2015), CBO dalam ranah migrasi TKI dapat melakukan

peran di antaranya sebagai berikut:

Page 26: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

26

1. Networking. CBO membutuhkan networking atau jaringan baik bentuk

kemitraan, kerjasama, donor, maupun berbentuk asosiasi dengan pihak eksternal.

Jaringan ini dibuat tidak hanya dengan sesama CBO, tetapi juga banyak pihak

seperti NGO, Pemerintah, Swasta, bahkan universitas.

2. Advokasi. Seringkali TKI merasa tidak berdaya menghadapi pihak eksternal baik

itu pemerintah dengan kebijakan dan peraturannya ataupun entitas bisnis. Oleh

karena itu di sinilah pentingnya peran CBO untuk membela dan mengaspirasikan

kepentingan TKI baik pada pihak lain baik itu pemerintah, entitas bisnis, maupun

entitas yang bergerak di sektor masyarakat sipil.

3. Penyalur (medium). Peran organisasi ini merupakan peran intermediary. Artinya,

CBO di sini berperan sebagai aktor penyalur antara masyarakat dengan pemerintah,

entitas bisnis, maupun entitas yang bergerak di sektor masyarakat sipil. Aktor-

Aktor besar pembangunan seperti pemerintah, swasta dan organisasi internasional

yang merespon permasalahan TKI sering terbentur jarak struktural yang cukup

tajam. Hadirnya CBO dapat menjadi jembatan di antara keduanya. Posisi mediator

menjadikan CBO merupakan representasi dari komunitas.

Peran CBO tersebut merupakan peran yang diharapkan dari sebuah CBO

secara umum. Namun, kondisi setiap daerah mempunyai variasinya masing-masing

sehingga tidak menutup kemungkinan di suatu daerah membutuhkan peran yang

lebih kompleks tetapi di daerah lain hanya membutuhkan peran yang sangat

sederhana dari sebuah CBO.

Page 27: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

27

Sebagai sebuah entitas di luar negara (state) dan pasar (market), peran CBO

tidak bisa dikesampingkan dalam praktik pembangunan. Apabila CBO dilihat

sebagai organisasi masyarakat sipil atau civil society organization (CSO),

mengadaptasi dari Rahmat (2003:35), terdapat 3 peran yang dapat dimainkannya.

Ketiga peran tersebut yaitu;

1. Sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power). Peran ini meliputi upaya-

upaya organisasi untuk mengontrol, mencegah, dan membendung dominasi dan

manipulasi negara ataupun dunia usaha terhadap masyarakat. Biasanya peranan ini

dilakukan dengan advokasi kebijakan melalui lobbi, pernyataan politik, petisi

protes dan juga demonstrasi. Termasuk juga mengadvokasi hak-hak rakyat.

Advokasi dilakukan baik di level lokal, nasional, bahkan internasional. peran ini

biasanya bersifat kritis, politis, dan konfliktual, atau berparadigma transformatif.

2. Lembaga pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan

kapasitas kelembagaan, produktifitas dan kemandirian kelompok-kelompok

masyarakat maupun masyarakat secara umum, juga dengan mengembangkan

kesadaran masyarakat dengan maksud terbentuknya masyarakat yang mandiri,

swadaya dan partisipatif serta menyadari hak-haknya sebagai warga negara. peran

ini diaktualisasikan dengan cara pendidikan dan latihan (popular education),

pengorganisasian masyarakat, pencarian metodologi alternatif pembangunan,

rekayasa sosial serta mobilisasi masyarakat. Biasanya peranan ini bersifat

konstruktif atau berparadigma reformatif.

Page 28: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

28

3. Sebagai lembaga perantara (intermediary institution). Peranan ini dilakukan

dengan memediasi antara masyarakat dengan pemerintah, dunia bisnis, maupun

lembaga funding. Kemudian, membangun jaringan kerja di antara sesama

organisasi masyarakat sipil. Demikian juga jaringan kerja dengan komponen-

komponen masyarakat lainnya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pencapaian

tujuan ataupun misi bersama organisasi.

Ketiga peran tersebut biasanya selalu ada pada setiap organisasi masyarakat

sipil. Namun, tingkat intensitas masing-masingnya berbeda antara satu organisasi

dengan organisasi yang lain. Organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang

advokasi lebih menekankan aspek peranan pengimbang, tapi tidak mengabaikan

peranan sebagai pemberdayaan masyarakat, dan menjadi lembaga perantara paling

tidak di antara sesama organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang yang

sama. Sedangkan, organisasi masyarakat sipil yang bergerak membantu

peningkatan ekonomi masyarakat miskin lebih berperan pada pemberdayaan.

Sementara organisasi masyarakat sipil yang menjadi payung jaringan kerja

beberapa CSO, berperan sebagai lembaga perantara.

Page 29: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

29

Tabel 1. 3.

Peran Organisasi Masyarakat Sipil

Pengimbang Pemberdayaan Intermediary

Upaya Mengontrol, mencegah,

membendung dominasi

dan manipulasi negara atau

pasar/swasta.

1. Menyatu dengan rakyat;

2. Mengembangkan

kapasitas kelembagaan,

produktifitas dan

kemandirian kelompok-

kelompok masyarakat dan

masyarakat secara umum;

3. Mengembangkan

kesadaran masyarakat.

1. Memediasi antara

masyarakat dengan

pemerintah, bisnis, dan

funding;

2. Payung atau jaringan

kerja CSO;

3. Memediasi jaringan

kerja antar kelompok-

kelompok masyarakat.

Tujuan Sistem politik yang

demokratis dan

berkeadilan dan diakuinya

hak-hak rakyat

1. Kemandirian;

2. Keswadayaan;

3. Partisipasi masyarakat;

4. Kesadaran akan hal-hak

mereka.

1. Untuk memudahkan

pencapaian misi;

2. Membangun jaringan

kerja antar komponen-

komponen negara,

swasta dan civil society

untuk pemberdayaan

masyarakat.

Cara 1. Advokasi kebijakan

melalui lobby, pernyataan

politik, protes, petisi,

demonstrasi;

2. Advokasi hak-hak

masyarakat.

1. Melebur diri dengan

masyarakat;

2. Pendidikan dan latihan;

3. Pengorganisasian

masyarakat;

4. Pencarian metodologi

alternatif pembangunan;

5. Rekayasa sosial;

6. Tekhnokrasi kerakyatan.

1. Lobby,

2. Koalisi,

3. Kerjasama.

Sifat/

paradig

ma

Konfliktual, politis, kritis,

transformatif

Konstruktif, reformatif Partnership

Sumber: Rahmat (2003:36)

SBMI Wonosobo merupakan organisasi masyarakat yang mempunyai basis

buruh migran dan anggota keluarganya. SBMI Wonosobo didirikan salah satunya

sebagai wadah perjuangan buruh migran di tengah keterbatasan pemerintah dan

swasta dalam mengimplementasikan skema penempatan tenaga kerja menuju luar

negeri.

Terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara SBMI Wonosobo dengan

serikat buruh perusahaan, walaupun keduanya mengambil konsep organisasi yang

sama yakni serikat. Apabila dilihat dari sektor wilayah kerja organisasinya, serikat

Page 30: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

30

buruh perusahaan berada dalam wilayah atau sektor yang beririsan antara sektor

masyarakat sipil dan sektor swasta (entitas bisnis) karena serikat buruh perusahaan

dibentuk berdasarkan kesepakatan antara buruh dan perusahaan (entitas bisnis).

Berbeda dengan serikat buruh perusahaan, SBMI Wonosobo berada dalam wilayah

atau sektor masyarakat sipil dan tidak beririsan dengan sektor bisnis. Hal ini dapat

ditelusuri dari sejarah terbentuknya SBMI Wonosobo di mana organisasi ini lahir

dari forum aktivis pembela buruh migran di kabupaten Wonosobo yang kemudian

menyublim bersama dengan membawa bendera organisasi SBMI Wonosobo.

Berdasarkan keseluruhan penjelasan sebelumnya dan melihat bentuk serta

gerak organisasi SBMI Wonosobo selama ini, maka SBMI Wonosobo dapat dilihat

sebagai Community Based Organization yang bergerak di ranah migrasi tenaga

kerja. Eksistensi SBMI Wonosobo dalam penelitian ini dilihat melalui aktivitas-

aktivitas yang dilakukan SBMI Wonosobo terkait fase pra-keberangaktan TKI

Informal di kabuapten Wonosobo.

c. Fase Pra-Keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Persoalan migrasi TKI tak bisa terlepas dari proses atau tahapan atau fase

dari migrasi itu sendiri. Hingga saat ini terdapat beberapa rujukan untuk mengetahui

klasifikasi permasalahan migrasi berdasarkan tahapan migrasinya. Para peneliti

yang mempunyai fokus kajian di bidang migrasi tenaga kerja membagi proses

migrasi menjadi beberapa fase. Pembagian fase-fase migrasi tersebut pada dasarnya

tidak terpisah satu sama lain tapi merupakan sebuah kesatuan proses yang saling

menjalin yang mencerminkan tahapan dari satu rangkaian proses migrasi. Pada

tahun 2005 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) menerbitkan

Page 31: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

31

buku yang berjudul “Panduan Buruh Migran”. Menurut buku tersebut fase migrasi

tenaga kerja dibagi menjadi 6 yaitu: fase rekrutmen, penampungan,

pemberangkatan, penempatan, kepulangan, dan purna kepulangan. Literatur lain

yang ditulis Sulistyowati (2011) menyebutkan bahwa fase migrasi dibagi menjadi

4 fase yaitu: fase rekrutmen, fase pra pemberangkatan, fase penempatan di negara

tujuan, dan fase reintegrasi (kembalinya migran ke dalam masyarakat kampung

halaman).

Menurut Widiastuti (42), fase pra keberangkatan terdapat 3 hal penting yang

harus diperhatikan, yaitu rekrutmen, penampungan dan kontrak kerja. Ketiga hal

ini yang sering menjadi masalah bagi TKI terkait dengan proses migrasi

selanjutnya.

Fase pra-keberangkatan dalam penelitian ini mengacu pada literatur di atas

yaitu bahwa fase pra-keberangkatan merupakan rangkaian proses migrasi yang

dilalui TKI sebelum diberangkatkan ke negara tujuan yakni tahap rekrutmen dan

penampungan TKI. Tahap rekrutmen adalah tahap di mana TKI mendaftarkan diri

mereka untuk bekerja di luar negeri. Sedangkan tahap penampungan merupakan

proses penyiapan TKI agar mampu bekerja di luar negeri. TKI di tahap

penampungan diberi pelatihan keterampilan kerja dan kebudayaan (bahasa dan

budaya). Selain itu, di fase ini juga dilakukan pengurusan dokumen-dokumen

migrasi TKI termasuk di dalamnya penandatanganan kontrak kerja oleh TKI yang

bersangkutan.

Page 32: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

32

F. Kerangka Pemikiran

Eksistensi selalu membutuhkan ruang. SBMI Wonosobo merupakan

lembaga yang diteliti eksistensinya dalam penelitian ini. Sedangkan, pra-

keberangkatan TKI informal menjadi sebuah ruang yang digunakan untuk melihat

eksistensi SBMI Wonosobo. Eksistensi organisasi dapat dilihat melalui aktivitas-

aktivitas yang dilakukannya. Secara umum, aktivitas SBMI Wonosobo dalam pra-

keberangkatan TKI berupa kerja-kerja advokasi. Terdapat dua bentuk advokasi

yang dilakukan SBMI Wonosobo yakni advokasi kasus dan advokasi kebijakan.

SBMI Wonosobo merupakan sebuah organisasi. Setiap organisasi perlu

adanya tata manajemen organisasi. Stoner dalam Rokhayati (2014:3)

mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengawasan, usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan

sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang

telah ditetapkan.

Lebih lanjut, Rokhayati (2014:3) melihat bahwa proses merupakan titik

tekan definisi manajemen Stoner. Artinya, manajemen dilihat sebagai cara

sistematis untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Konsep manajemen tersebut dalam

penelitian ini digunakan untuk melihat eksistensi SBMI Wonosobo dalam pra-

keberangkatan TKI Informal. Terlebih, kerja-kerja SBMI Wonosobo secara umum

berupa advokasi. Advokasi walaupun merupakan sebuah seni, namun bukan sebuah

gambaran abstrak. Perlu manajemen advokasi agar proses advokasi berjalan dengan

baik dan mencapai hasil yang optimal.

Page 33: BAB I Pendahuluan A. Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitasetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104908/potongan/S1-2016... · Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara

33

Penelitian ini melihat eksistensi SBMI Wonosobo melalui aktivitas-

aktivitas organisasi terkait dengan pra-keberangkatan TKI infornal di kabupaten

Wonosobo. Aktivitas-aktivitas tersebut dilihat dari melalui kaca manajemen

manajemen Stoner.