Upload
nguyenphuc
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang dapat
dipastikan tidak dapat hidup seorang diri tanpa bantuan dan kehadiran
manusia lain. Keharusan untuk melangsungkan kehidupan bersama
merupakan permasalahan mendasar bagi manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.Manusia hidup secara berkelompok di dalam masyarakat
agar kebutuhan dan kepentingan hidupnya dapat terlindungi dan terpenuhi1.
Sudikno Metrokusumo menyatakan bahwa masyarakat adalah salah satu
kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku
yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota2.
Pengertian perjanjian diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPerdata) Pasal 1313 yang menyatakan bahwa perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap
satu orang atau lebih. KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai
perikatan, namun tentang perikatan diatur di dalam Pasal 1233 KUHPerdata
yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena
persetujuan, baik karena undang-undang. R.Subekti menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
1 Sudikno Metrokusumo, 2001, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, hlm 3.
2 Sudikno Metrokusumo, op.cit.,hlm 1.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan
itu3. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh R.Subekti tersebut maka
dapat dimaknai bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan
selain daripada undang-undang.
Kegiatan jual beli yang terjadi di pasar tradisional merupakan suatu
kegiatan yang lazim dilakukan di Indonesia, di mana para pihaknya terdiri dari
penjual dan pembeli. Barang yang dijual di pasar tradisional sangat beraneka
ragam dan pada umumnya berupa bahan makanan dan minuman mentah yang
kemudian dapat diolah kembali oleh para pembelinya. Jenis-jenis barang yang
dijual di pasar tradisional di antaranya berupa bumbu masak seperti cabai,
bawang merah, bawang putih, sayur mayur, aneka ikan, aneka daging, aneka
buah, telur dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dalam kegiatan jual beli di
pasar tradisional terdapat proses tawar menawar meskipun pada akhirnya tetap
terjadi kesepakatan mengenai harga.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur pasar tradisional di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarya dan Kota Yogyakarta pada khususnya
yakni Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8
Tahun 2011 tentang Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No.02 Tahun 2009 tentang Pasar.
Berdasarkan kedua peraturan perundang-undangan tersebut maka telah diatur
secara jelas dan padat mengenai pasar terutama terkait hubungan antara
pemilik tempat usaha dengan pemerintah setempat yang bertanggung jawab.
3 Subekti (a), 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermassa, Jakarta, hlm 1.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Peraturan perundang-undangan mengenai pasar tersebut tidak mengatur
mengenai hubungan antara pelaku usaha di pasar tradisional dengan
konsumen di pasar tradisional, baik mengenai tanggung jawab pelaku usaha
maupun hak-hak konsumen.
Pasar tradisional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, secara umum
diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern. Pengertian pasar tradisional menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yakni bahwa Pasar
Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah
Daerah,Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, Swasta,
Badan Usaha Milik Negara dan /atau Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha yang berbentuk toko, kios,
los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan melalui proses jual
beli barang dagangan dengan tawar-menawar. Bagi pasar tradisional yang
terdapat di wilayah Kota Yogyakarta diatur di dalam Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta No.02 Tahun 2009 tentang Pasar. Pengertian pasar tradisional
diatur di dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No.02
Tahun 2009 tentang Pasar yang menyatakan bahwa pasar tradisional yang
selanjutnya disebut pasar adalah lahan dengan batas-batas tertentu yang
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
ditetapkan oleh Walikota dengan atau tanpa bangunan yang dipergunakan
untuk tempat jual beli barang dan atau jasa yang meliputi kios, los dan lapak.
Pada umumnya urutan kegiatan yang dilakukan antara penjual dengan
pembeli sampai dengan timbulnya perjanjian di pasar tradisional adalah
sebagai berikut :
1. Pembeli atau konsumen mendatangi penjual yang menjual barang yang
menarik perhatiannya atau ingin dibeli.
2. Kemudian pembeli menanyakan harga dan penjual memberitahu harga
tersebut kepada pembeli.
3. Pembeli yang tidak langsung menyepakati harga yang diberikan oleh
penjual maka akan terjadi proses tawar menawar di antara penjual dengan
pembeli.
4. Akhir dari proses tawar menawar antara penjual dan pembeli akan
menghasilkan kesepakatan atas harga.
5. Tercapainya kesepakatan mengenai harga tersebut, maka penjual akan
menyerahkan barang yang menjadi objek perjanjian tersebut kepada
pembeli sedangkan pembeli akan memberikan uang kepada penjual
sebagai harga yang harus dibayarkan atas barang tersebut.
Berdasarkan keterangan di atas, maka perjanjian yang dilakukan antara
penjual dengan pembeli di pasar tradisional dapat dikategorikan sebagai
perjanjian jual beli. Hal ini dapat ditelaah menurut KUHPerdata karena
tertuang di dalam pasal-pasal berikut ini :
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
1. Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Berdasarkan pasal tersebut, maka
perbuatan hukum antara penjual dengan pembeli di pasar tradisional dapat
disebut sebagai perjanjian, karena telah memenuhi klausula pada Pasal
1313 KUHPerdata di mana penjual telah mengikatkan dirinya kepada
pembeli.
2. Pasal 1457 KUHPerdata yang menyatakan bahwa jual beli adalah suatu
perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan. Pada perjanjian yang dilakukan antara penjual dengan
pembeli di pasar tradisional dapat dikategorikan sebagai perjanjian jual
beli karena pada peristiwa hukum tersebut penjual akan menyerahkan
barang atau objek perjanjian kepada pembeli sedangkan pembeli akan
membayar sesuai dengan harga yang telah disepakati saat barang tersebut
diserahkan oleh penjual.
3. Pasal 1458 KUHPerdata yang menyatakan bahwa jual beli itu dianggap
telah terjadi di antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang
ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya
meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum di
bayar. Berdasarkan pasal tersebut, maka meskipun barang yang dijual oleh
penjual di pasar tradisional belum diserahkan kepada pembeli pada saat
dibayar namun perjanjian jual beli dianggap telah terjadi pada saat penjual
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
dan pembeli mencapai kesepakatan terkait harga dan barang yang akan
diperjualbelikan.
Jual beli dapat diartikan baik menurut KUHPerdata maupun Hukum Adat
dimana terdapat perbedaan yang jauh. Hukum adat pada dasarnya lebih
menitikberatkan kepada serah terima dari objek perjanjian tersebut atau
dengan kata lain hukum adat lebih menaruh fokus terhadap proses
berpindahnya kepemilikan benda tersebut dari penjual kepada pembeli.
KUHPerdata menitikberatkan kepada perjanjian di mana pihak tersebut
mengikatkan diri sehingga mengatur secara lebih spesifik terkait dengan
perjanjian jual beli di antara penjual dengan pembeli. Berikut merupakan
perbedaan jual beli menurut KUHPerdata dengan Hukum Adat :
1. KUHPerdata menganggap bahwa jual beli telah terjadi antara kedua belah
pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai harga yang telah
diperjanjikan sesuai dengan yang diatur di dalam Pasal 1458 yang
menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah
pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai kata sepakat tentang
kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan itu belum
diserahkan, maupun harganya belum dibayar.
2. Menurut hukum adat jual beli merupakan suatu perbuatan hukum dimana
pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang
bersamaan meskipun pembayarannya baru sebagian menurut hukum adat
sudah dianggap dibayar penuh, sehingga dapat disimpulan bahwa di dalam
hukum adat jual beli dilakukan dengan tunai. Jadi, jual beli bukan
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
merupakan perjanjian jual beli melainkan berupa penyerahan benda oleh
penjual kepada pembeli sehingga pada saat pembeli menyerahkan
harganya kepada penjual, maka sejak saat itulah beda tekag beralih dari
pemilik lama kepada pemilik baru.
3. Jual beli menurut hukum adat selain bersifat kontan atau tunai maka juga
bersifat terang atau jelas yang berarti bahwa peralihan itu diakukan di
hadapan kepala adat (kepala desa) yang bertanggungjawab bahwa
perbuatan hukum itu tidak melanggar hukum yang berlaku dan bukan
perbuatan hukum yang gelap.
Berdasarkan perbedaan antara hukum adat dengan KUHPerdata tersebut di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada KUHPerdata perjanjian jual beli
terjadi setelah munculnya kata sepakat sedangkan di dalam hukum adat maka
perjanjian jual beli belum terjadi meskipun sudah ditemui kata sepakat,
perbuatan hukum berupa jual beli dianggap terjadi pada saat sudah
diserahkannya barang yang menjadi objek perjanjian. Pada penelitian ini,
penulis lebih menitikberatkan kepada KUHPerdata dikarenakan alasan berikut
ini :
1. Bahwa pada perjanjian jual beli di pasar tradisional maka perjanjian akan
terjadi di hadapan penjual dan pembeli saja tidak melibatkan kepala desa
seperti yang diungkapkan di dalam hukum adat, dimana pada sifat jual beli
hukum adat berupa jelas atau terang maka jual beli tersebut dilakukan di
hadapan kepala adat (kepala desa).
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
2. Bahwa pada perjanjian jual beli di pasar tradisional maka perjanjian
dianggap telah terjadi seketika saat terjadinya kata sepakat sehingga
meskipun barang belum diserahkan namun perjanjian dianggap telah
terjadi karena pedagang akan menyimpan barang yang dipesan tersebut
untuk pembeli dan hal ini sesuai dengan yang diatur di dalam
KUHPerdata, lain halnya dengan Hukum Adat yang mengatur bahwa jual
beli terjadi setelah adanya penyerahan barang atau perpindahan
kepemilikan.
Perjanjian jual beli di pasar tradisional merupakan kegiatan yang lazim
dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari, namun tetap melekat segi
kelemahan maupun kelebihan daripada perjanjian jual beli di pasar tradisional
ini. Berikut merupakan beberapa kelebihan dari perjanjian jual beli di pasar
tradisional :
1. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka para
penjual dan pembeli dapat melakukan proses tawar menawar hingga
tercapai harga yang disepakati oleh kedua belah pihak. Keuntungan
adanya proses tawar menawar ini bagi pihak pembeli yakni bahwa pembeli
dapat memperoleh barang dengan harga yang dianggap wajar dan sesuai
dengan nilai barang tersebut.
2. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka para
calon pembeli dapat melihat secara langsung barang-barang yang ingin
dibelinya dari penjual. Keuntungan pembeli dengan melihat langsung
barang yang akan dibeli yakni pembeli dapat memilih barang-barang yang
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
kualitasnya sesuai dengan standart yang dimilikinya, sebagai contoh
pembeli yang ingin membeli cabai dapat memilih cabai yang masih segar
dan tidak busuk.
3. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka
harga barang-barang yang dijual pada umumnya relatif lebih murah
dibandingkan dengan pasar modern ataupun toko-toko lainnya.
Disamping kelebihan yang telah diungkapkan di atas, maka terdapat pula
kelemahan-kelamahan dari perjanjian jual beli di pasar tradisional. Berikut
merupakan kelemahan-kelemahan dari perjanjian jual beli di pasar tradisional:
1. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka
barang yang diperjualbelikan pada umumnya diambil langsung dari para
produsen, misalnya para petani, sehingga harganya akan lebih murah
karena langsung diambil dari produsennya. Kelemahannya terletak pada
tidak dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu mengenai standart kualitas
seperti barang-barang yang diperjualbelikan di pasar modern sehingga
dimungkinkan adanya barang yang memiliki kualitas kurang baik/buruk.
2. Bahwa barang-barang yang diperjualbelikan di pasar tradisional tidak
memiliki standar kualifikasi serta tidak adanya pengemasan tertentu untuk
menjaga kualitas barang seperti di toko-toko modern ataupun swalayan.
3. Bahwa dengan melakukan kegiatan jual beli di pasar tradisional maka
perjanjian yang dilakukan pada umumnya berupa perjanjian lisan sehingga
tidak ada bukti tertulis antara penjual dan pembeli yang sudah melakukan
perjanjian jual beli di pasar tradisional.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
Kelemahan dari perjanjian jual beli di pasar tradisional tersebut
menyebabkan konsumen yang dalam hal ini adalah pembeli di pasar
tradisional membutuhkan suatu perlindungan agar hak-haknya dalam
perjanjian jual beli tersebut dapat tetap terpenuhi. Timbulnya kesadaran
konsumen ini terhadap hak-hak yang seharusnya diterima oleh para konsumen
telah melahirkan salah satu cabang ilmu hukum, yaitu Ilmu Perlindungan
Hukum Konsumen atau kadang kala disebut dengan Hukum Konsumen
(consumer law)4.
Pemahaman lebih lanjut mengenai perlindungan konsumen dapat
dilakukan dengan cara memahami pengertian perlindungan konsumen
berdasarkan etimologi bahasa terlebih dahulu. Sudikno Metrokusumo
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah kumpulan peraturan
atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum
karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang
seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan
serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan kepada
kaedah-kaedah5, sedangkan kata perlindungan menurut Kamus Hukum Bahasa
Indonesia berarti tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal)
melindungi, misalnya memberi perlindungan kepada orang yang lemah6
4 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 15. 5 Sudikno Metrokusumo, op.cit, hlm 38.
6 W.J.S Poerwadamita, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Balai Pustaka,
Jakarta, hlm 600.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Hal-
hal yang diatur di dalam UUPK tidak hanya mengenai konsumen namun juga
terkait dengan pelaku usaha. Berikut merupakan pengertian dari konsumen,
pelaku usaha dan perlindungan konsumen yang tercantum di dalam UUPK :
1. Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen.
2. Pasal 1 angka 2 UUPK menyatakan bahwa Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pasal 1 angka 3 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha adalah setiap
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Konsumen pasar tradisional yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah
sama dengan konsumen yang dilindungi di dalam UUPK. Konsumen pasar
tradisional yang menjadi responden di dalam penelitian ini yakni konsumen
yang merupakan pemakai dari barang yang dibeli di pasar tradisional.
Terdapatnya konsumen yang menjual kembali barang yang telah dibelinya
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
maka akan melalui proses pengolahan terlebih dahulu, misalnya seperti pada
pedagang makanan yang membeli bahan makanan kemudian diolah menjadi
masakan dan kemudian dijual kembali di warung makan atau dalam bentuk
makanan. Konsumen pasar tradisional yang menjadi responden di dalam
penelitian ini meskipun nantinya akan memperdagangkan kembali barang
yang dibelinya namun terlebih dahulu konsumen tersebut merupakan pemakai
barang yang dibeli tersebut atau dengan kata lain disebut sebagai konsumen
akhir.
Meskipun KUHPerdata telah mengatur secara spesifik mengenai
perjanjian jual beli yang dapat memberi perlindungan baik bagi pihak penjual
maupun pembeli pada saat berlangsungnya perjanjian jual beli, namun dalam
hukum perlindungan konsumen aspek perjanjian ini merupakan faktor yang
sangat penting. Adanya hubungan hukum yakni berupa perjanjian membantu
konsumen apabila berhadapan dengan pihak yang merugikan hak-haknya. Jika
terjadi pelanggaran dari kesepakatan tersebut di dalam KUHPerdata disebut
dengan wanprestasi sehingga pihak yang dirugikan dapat menuntut
pemenuhannya berdasarkan perjanjian. KUHPerdata yang sudah mengatur
terkait dengan perjanjian jual beli, demikian pula wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum berikut juga menganai batalnya perjanjian dianggap belum
cukup untuk mengayomi konsumen, sehingga dibutuhkan hukum
perlindungan konsumen.
UUPK secara lebih spesifik terfokus kepada konsumen sehingga di
dalamnya mengatur mengenai hak-hak para konsumen berikut dengan
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
tanggung jawab para pelaku usaha, sehingga bagi konsumen yang posisinya
lebih lemah dari pelaku usaha dapat tetap mempertahankan haknya atau
setidaknya memahami hak-hak yang dimilikinya sebagai seorang konsumen.
Untuk itu keberadaan KUHPerdata saja meskipun sudah cukup untuk
melindungi konsumen dari wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum
yang terjadi, namun sebaiknya dilengkapi dengan keberadaan UUPK yang
lebih terfokus kepada hak-hak daripada konsumen.
Apabila dikaitkan dengan perjanjian jual beli di pasar tradisional maka
KUHPerdata bermanfaat untuk menegaskan mengenai perjanjian jual beli
yang terjadi yakni terkait sah tidaknya suatu perjanjian serta apakah
dikemudian hari terjadi wanprestasi atau tidak sedangkan UUPK bermanfaat
untuk melindungi konsumen dengan memaparkan hak-hak yang dimiliki oleh
konsumen serta tanggung jawab yang dimiliki oleh pelaku usaha. Demikianlah
akhirnya penulis memutuskan untuk mengaitkan perjanjian jual beli di pasar
tradisional menurut KUHPerdata dengan perlindungan konsumen yang diatur
di dalam UUPK.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti terdorong untuk
melakukan penelitian dengan judul “Kepastian Hukum Hak-Hak
Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli di Pasar Tradisional Kota
Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen”.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian
dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keabsahan perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota
Yogyakarta?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum konsumen dan penyelesaian
perselisihan dalam praktik perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota
Yogyakarta?
3. Apa sajakah hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan
perlindungan hukum konsumen dalam perjanjian jual beli di pasar
tradisional Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis di dalam penulisan hukum ini
meliputi 2 (dua) hal, yakni :
1. Tujuan Objektif
Tujuan objektif diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis keabsahan dari perjanjian jual beli
di pasar tradisional Kota Yogyakarta.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum
konsumen dan penyelesaian perselisihan dalam praktik perjanjian jual
beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
c. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan yang ditemui
dalam pelaksanaan perlindungan hukum konsumen dalam perjanjian
jual beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta.
2. Tujuan Subjektif
Tujuan subjektif diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk memperoleh informasi dan data yang akurat terkait dengan
objek penelitian yang diteliti.
b. Menjadi bahan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasayarat
untuk memperoleh gelar Master Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada.
D. Keaslian Penelitian
Berkaitan dengan judul penelitian dan penulisan hukum ini telah terdapat
beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian hukum yang dilakukan oleh
penulis, namun terdapat beberapa substansi yang berbeda dan jika terdapat
kesamaan maka bukanlah menjadi suatu kesengajaan dari penulis.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis maka
ditemukan beberapa penelitian hukum yang memiliki keterkaitan atau
kesamaan dengan penelitian dan penulisan hukum yang dilakukan oleh
penulis yang berjudul “Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam
Perjanjian Jual Beli di Pasar Tradisional Kota Yogyakarta berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Berikut merupakan beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian
hukum penulis :
1. Penelitian berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam
Perjanjian Jual Beli Handphone Bergaransi Distributor Platinum di RG
Company Yogyakarta7” yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan
perlindungan hukum dan praktik penyelesaian sengketa dalam jual beli
handphone yang bergaransi. Kesimpulan dari penelitian ini yakni bahwa
untuk konfirmasi klaim maka konsumen harus membawa serta nota dari
pembelian agar dapat ditindaklanjuti ke depannya, sedangkan bentuk
pertanggungjawaban beraneka ragam, salah satunya yakni dengan
mengganti handphone yang rusak dengan handphone yang baru.
2. Penelitian berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam
Perjanjian Jasa Penitipan Hewan Peliharaan di Kabupaten Sleman8” yang
bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen
dalam perjanjian jasa penitipan hewan peliharaan di Kabupaten Sleman.
Kesimpulan dari penelitian ini yakni bahwa meskipun perjanjian jasa
penitipan hewan peliharaan sudah di akomodir namun hak-hak konsumen
tersebut belum seluruhnya dapat terpenuhi dan apabila terjadi wanprestasi
pada umumnya konsumen akan menggunakan metode musyawarah dan
kekeluargaan di dalam mengatasinya.
7Muslich Chamdani, 2016, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian
Jual Beli Handphone Bergaransi Distributor Platinum di RG Company Yogyakarta,
UGM, Yogyakarta. 8Tata Hendrata, 2013, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jasa
Penitipan Hewan Peliharaan di Kabupaten Sleman, UGM, Yogyakarta
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
3. Penelitian berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam
Perjanjian Jual Beli Kendaraan dengan Sistem Inden di PT. Daya Cipta
Wihaya Cabang Ring Road Medan9” yang bertujuan untuk mengetahui
perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli
kendaraan bermotor dengan sistem inden di PT. Daya Adicipta Wihaya
Cabang Ring Road Medan dikaitkan dengan ketentuan pencantuman
klausula baku Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Kesimpulan dari penelitian ini yakni bahwa
dalam pelaksanaannya sering terjadi wanprestasi yakni mayoritas berupa
keterlambatan pihak penjual dalam menyerahkan kendaraannya kepada
konsumen. Di samping itu pembatalan atas klausula baku tidak berarti
membatalkan perjanjian yang telah lahir.
E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
a. Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi penulis berupa wawasan
ilmu pengetahuan, yakni terkait perlindungan hukum terhadap
konsumen perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta.
b. Hasil penelitian ini bagi penulis dapat digunakan sebagai pemenuhan
syarat untuk memperoleh gelar Master Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
9Rio Putra Parlindungan Purba, 2014, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian
Jual beli Kendaraan dengan Sistem Inden di PT. Daya Wihaya Cabang Ring Road Medan,
Penulisan Hukum bagian Hukum Perdata FH UGM, Yogyakarta
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
a. Diharapkan hasil daripada penelitian ini dapat memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan ataupun pemikiran yang bermanfaat
bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di dalam perkembangan
hukum di Indonesia.
b. Untuk menambah pengetahuan mengenai hambatan terjadinya
perjanjian jual beli di pasar tradisional Kota Yogyakarta
3. Bagi Masyarakat
a. Khususnya bagi para konsumen perjanjian jual beli di pasar
tradisional Kota Yogyakarta agar lebih memahami hak-haknya yang
telah dilindungi oleh hukum melalui peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia sehingga apabila di kemudian hari
mengalami hambatan terkait perjanjian jual beli di pasar tradisional
Kota Yogyakarta para konsumen mampu untuk mengatasinya.
b. Untuk memberikan pandangan dan informasi kepada masyarakat pada
umumnya dan pelaku usaha sehingga mengetahui ketentuan dalam
perjanjian jual beli di pasar tradisional.
Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Di Pasar Tradisional KotaYogyakartaberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenFENIKE OLIVIA PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/