Upload
trinhdung
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam penjelasan Undang-Undang tentang pemasyarakatan telah
dijelaskan bahwa sistem pemasyarakatan merupakan satu kesatuan penegakan
hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari
pengembangan konsepsi umum pemidanaan. Sayangnya masalah pemidanaan
merupakan masalah yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan
hukumnya, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal hal tersebut
berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan dapat
dijatuhkannya pidana, maka masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah
yang sama sekali tidak boleh dilupakan. Bagian yang terpenting suatu kitab
Undang-Undang Hukum Pidana adalah stesel pidananya. Stesel pidana yang
terdapat dalam KUHP tersebut dapat dijadikan ukuran sampai seberapa jauh
tingkat peradaban suatu bangsa yang bersangkutan. Stesel pidana tersebut memuat
aturan-aturan tentang jenis-jenis pidana dan juga memuat aturan tentang ukuran
dan pelaksanaan pidana itu. Dari jenis, ukuran dan cara pelaksanaannya itu dapat
dinilai bagaimana sikap bangsa itu melalui pembentukan undang-undangnya dan
pemerintahannya terhadap warga negara masyarakatnya sendiri atau terhadap
orang asing yang telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan pidana.1
1 Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Hlm 21.
2
1. Vos: Delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan
undang-undang.
2. Van Hammel: Delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-
hak orang lain.
3. Simons: Delik dalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja boleh seseorang yang
tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-
undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.2
Telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum
D. Simons menyebutkan bahwa unsur-unsur dari tindak pidana (strafbaar feit)
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu, unsur objektif dan unsur subjektif. Terhadap unsur-
unsur tersebut dapat diutarakan sebagai berikut :
1. Unsur Subjektif
Unsur subyektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku.
a) Orang yang mampu bertanggung jawab;
b) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan itu harus
dilakukan dengan kesalahan.
2. Unsur Objektif
Unsur obyektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri
atas:
a) Perbuatan manusia, berupa:
i. Perbuatan positif atau perbuatan negatif;
ii. Berbust atau tidak berbuat atau membiarkan.
b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;
c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.3
Dengan melihat pendapat di atas, maka dapat disimpulkan tindak pidana
adalah perilaku manusia yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan
sanksi pidana. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
merupakan induk dari sistem pelaksanaan pidana penjara dengan sistem
pemasyarakatan, kemudian pengaturan khusus dalam pembinaan narapidana yang
merupakan bagian dari warga binaan pemasyarakatan diatur
2 Situs Aeaila. Blogspot. Com. Tahun 2010. Macam-Macam Delik. on line diakses
tanggal 6 Maret 2012. 3 Prof Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: FH. Universitas Diponogoro. Hlm.
40-41.
3
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan memberikan penjelasan mengenai sistem pemasyarakatan yaitu
sebagai berikut:
“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan
batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggungjawab”.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana peraturan yang lebih
khusus mengatur mengenai pelaksanaan pembinaan narapidana memberikan
pengertian mengenai pembinaan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu sebagai berikut:
“Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan”.
Mengenai tujuan pemidanaan di dalam hukum pidana dikenal dengan
adanya Teori Pembalasan, Teori Tujuan dan Teori Gabungan. Van Bemmelen
seorang ahli pidana menganut teori gabungan mengatakan sebagai berikut:
“Pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan
masyarakat. Tindakan ini dimaksudkan mengamankan dan
memeliharan tujuan. Jadi pidana dan tindakan bertujuan
4
mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan
bermasyarakat”4
Pembinaan dan Pembimbingan tersebut ialah kegiatan pembinaan dan
pembimbingan kepribadian dan kemandirian yang meliputi hal-hal yang berkaitan
dengan:
1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
3. Intelektual;
4. Sikap dan perilaku;
5. Kesehatan jasmani dan rohani;
6. Kesadaran hukum;
7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat;
8. Keterampilan kerja;
9. Latihan kerja dan produksi.5
Di jaman era globalisasi ini terjadi peningkatan tindak kejahatan yang
dilakukan oleh wanita kian meningkat. Latar balakang mereka melakukan suatu
kejahatan atau tindak pidana sangatlah berfariasi, misalnya karena latar balakang
ekonomi, salah dalam lingkungan pergaulan, kurangnya pengawasan dan
perhatian dari orang tua serta masih banyak lainnya. Narapidana wanita yang
melakukan tindak pidana dibina di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga dengan tujuan narapidana wanita tersebut dapat menjadi warga
negara yang baik. Narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas
II B Purbalingga diberi pembelajaran keterampilan agar setelah ia kembali ke
dalam lingkungan masyarakat narapidana tersebut mempunyai bekal keterampilan
dimana ditujukan agar dapat membantu perekonomian di dalam keluarganya.
4 Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya
Paramit. Hlm. 32. 5 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
5
Dalam perkembangan kejahatan akhir-akhir ini tidak sedikit wanita yang
terlibat dalam tindak kejahatan yang sebelumnya hanya lazim dilakukan laki-laki,
misalnya ikut serta dalam penodongan, perampasan kendaraan bermotor,
pembunuhan atau bahkan otak perampokan. Maka citra wanita yang seolah-olah
lebih bertahan terhadap kejahatan mulai pudar. Kenyataan ini menimbulkan
keprihatinan di sementara kalangan wanita, sebab sampai sekarang secara diam-
diam wanita dianggap sebagai benteng terakhir meluasnya kriminalitas.
Belum lama ini marak kejahatan atau dugaan penipuan yang dilakukan
kaum wanita. Hot news yang mengemuka diberbagai media massa sekarang
adalah kasus penipuan bernilai ratusan juta hingga belasan miliar rupiah yang
dilakukan dua sosok wanita. Pertama adalah Selly Yustiawati, lewat aksi tipu-
tipunya yang mampu meraup ratusan juta rupiah. Kedua Melinda Dee, wanita
cantik yang menjadi petinggi salah satu bank terkenal. Dengan gaya
white collar crime, Melinda disebut telah menggelapkan uang nasabah di bank
tempat dia bekerja hingga mencapai kisaran Rp 17 miliar. Kedua wanita tersebut
hingga kini masih menjadi sorotan media massa, seiring proses penanganan
kasusnya yang terus bergulir.6
Masyarakat yang sehat mempunyai daya tahan yang cukup terhadap
kejahatan, baik dilakukan oleh masyarakat itu sendiri maupun orang luar. Disetiap
negara pasti ada kejahatan, baik dinegara maju maupun dinegara berkembang
seperti di Indonesia. Kejahatan tidak akan lenyap dengan sendirinya namun
demikian perlu dilakukan usaha-usaha penanggulangan terhadap kejahatan. Salah
6Iqbal Wahyu Purwito, Wanita Zaman Kini Makin Berani,
http://iqbaljavanese.blogspot.com/2011/04/duh-gusti-mengapa-wanita-kini-
semakin.html, on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
6
satu cara untuk menanggulangi kejahatan ialah dengan cara menerapkan hukum
pidana.
Menurut ketentuan dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang termasuk pidana pokok dan pidana tambahan adalah :
a. pidana pokok:
1. Pidana mati;
2. Pidana penjara;
3. Pidana Kurungan;
4. Pidana Denda.
b. pidana tambahan:
1. Pencabutan hak-hak;
2. Perampasan barang-barang tertentu;
3. Pengumuman putusan hakim.
Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia dilakukan dengan sistem
pemasyarakatan, suatu pernyataan di atas sebagai arah tujuan, pidana penjara
dapat juga menjadi cara untuk membimbing dan membina narapidana.7
Pembinaan kepada warga binaan narapidana di dalam Rumah Tahanan Negara
(RUTAN), tidak akan berjalan baik jika Rumah Tahanan Negara (RUTAN) tidak
tertib. Mantan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta mengemukakan,
masalah kelebihan kapasitas yang dialami hampir seluruh Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) di Indonesia mengakibatkan suasana yang padat (crowded), sehingga
proses pembinaan tidak berjalan dengan baik.8
Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap
para pelanggar hukum, yang dihuni oleh pencuri, perampok, penipu, pembunuh,
tetapi juga ditempati oleh pemakai, kurir, pengedar dan bandar narkoba dan
7 Priyatno Dwidja. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung:
PT Refika Aditama. Hlm. 97-98. 8Administrator Hukum HAM. Menuju Keseimbangan Komposisi Lapas/Rutan.
Article.http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=885&Ite
mid=54 on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
7
sebagai suatu keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau
pulihnya kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan dengan
masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya sistem pemasyarakatan mulai
dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan didasarkan oleh UU No 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan. Undang-undang pemasyarakatan itu menguatkan usaha-
usaha untuk mewujudkan suatu sistem pemasyarakatan yang merupakan tatanan
pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan.
Secara umum, Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan
adalah dua lembaga yang memilik fungsi berbeda, meski berbeda pada prinsipnya,
Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan memiliki beberapa
persamaan. Kesamaan Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di
antaranya, baik merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Pasal 2 ayat
(1) PP No. 58 Tahun 1999. Selain itu, penempatan penghuni Rumah Tahanan
Negara maupun Lembaga Pemasyarakatan sama-sama berdasarkan penggolongan
umur, jenis kelamin, dan jenis tindak pidana atau kejahatan, dalam Pasal 12
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 dan Pasal 7 PP No. 58 Tahun 1999 tentang
Syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggungajawab
perawatan tahanan. Sebagai tambahan, berdasarkan Pasal 38 ayat (1) jo.
Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, Menteri dapat
menetapkan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara.
Kemudian, dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.
M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan
8
Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, maka Lembaga Pemasyarakatan dapat
beralih fungsi menjadi Rumah Tahanan Negara, dan begitu pula sebaliknya.9
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983, di tiap kabupaten
atau kotamadya dibentuk Rumah Tahanan Negara. Namun kondisi yang terjadi di
Indonesia saat ini Rumah Tahanan Negara difungsikan untuk menampung
narapidana seperti halnya di Lembaga Pemasyarakatan disebabkan kabupaten dan
kotamadya belum memiliki Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini dapat kita ketahui
dengan cara mengakses secara online disitus smslap.ditjenpas.go.id, disinilah kita
dapat mengetahui dengan detail Rumah Tahanan Negara maupun Lembaga
Pemasyarakatan di seluruh Indonesia.
Mengingat kondisi Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang ada di
Indonesia berdasarkan informasi dari berbagai sumber telah melebihi kapasitas,
karenan terdakwa yang telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN), yang seharusnya pindah dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) untuk
menjalani hukuman ke Lembaga Pemasyarakatan, banyak yang tetap berada di
dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) hingga masa hukuman mereka selesai.
Pembinaan terhadap narapidana diharapkan agar mereka mampu
memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
Kegiatan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) bukan sekedar untuk
menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar
warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi
tindak pidana yang pernah dilakukan. Dengan demikian jika warga binaan di
9Bung prokol, Perbedaan dan Persamaan lembaga pemasyarakatan dan Rutan,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b22ef6f96658 on line diakses tanggal 6
Maret 2012.
9
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelak bebas dari hukuman, mereka dapat
diterima kembali oleh masyarakat, lingkungannya dan dapat hidup secara wajar
seperti sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar hanya efek jera saja
melainkan juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga
binaan yang ada di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN).
Walaupun hal ini sangat kontradiktif apabila dibandingkan dengan visi
dan misi pemasyaratan sebagai tempat pembinaan narapidana, agar
keberadaannya dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Perlu bagi
kita untuk sejenak melihat kembali tujuan pengadaan Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) sebagai tempat untuk membina dan menyiapkan seorang narapidana
kelak menjadi lurus, lebih baik dan siap terjun kembali ke dalam masyarakatan.
Hukum itu sendiri sebenarnya sudah memberi peringatan bahwa barang
siapa yang mengadakan pelanggaran hukum baik itu laki-laki ataupun wanita
dapat dihukum yang sesuai dengan perbuatannya. Hal tersebut telah dijelaskan di
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 2, yang merumuskan
sebagai berikut:
“Ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi orang
yang dalam Indonesia melakukan sesuatu perbuatan yang boleh dihukum
(peristiwa pidana).”
Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh
pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai
Undang-undang No. 12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani
pidana dimana mereka yang kehilangan kemerdekaannya tetapi hanya untuk
sementara waktu dalam menjalani hukuman yang telah di vonis oleh pengadilan
10
di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Walaupun terpidana kehilangan
kemerdekaannya, tetapi masih adanya hak-hak narapidana yang tetap dilindungi
dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
Atas dasar uraian di atas penulis berkeinginan untuk melakukan
penelitian lebih jauh tentang “PELAKSANAAN PEMBINAAN
NARAPIDANA WANITA DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN)
KELAS II B PURBALINGGA” (studi di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas II B Pubalingga).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga?
2. Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat pelaksanaan
pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas II B Purbalingga.
C. Tujuan Penelitian
Adapun berkaitan dengan permasalah yang telah dirumuskan maka
penulisan ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana penegak hukum terhadap pelaksanaan
pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas
II B Purbalingga.
11
2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat yang dihadapi
dalam pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan kita semua
tentang pentingnya mengetahui bagaimana suatu proses pelaksanaan
pembinaan didalam Rumah Tahana Negara (RUTAN).
b. Untuk memberikan informasi kepada kita semua, bahwa Rumah
Tahanan Neagara bukan hanya sebagai tempat menghukum
terpidana saja, tetapi untuk menjalani pelaksanaan pembinaan
kepada para narapidana wanita agar dapat kembali bermasyarakat
setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN).
2. Kegunaan Praktis
a. Untuk memberikan masukan dan sumbangan pikiran yang berguna
bagi civitas akademika maupun masyarakat tentang pentingnya
pembinaan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) khususnya
bagi narapidana wanita.
b. Untuk memberikan informasi dan kepada para penegak hukum,
khususnya para petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) agar
dapat membimbing dan membina para narapidana wanita dengan
layak dan sesuai aturan yang berlaku.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Tentang Rumah Tahanan Negara
A. Sejarah Rumah Tahanan Negara
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah tempat untuk melakukan
pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.
Sebelum dikenal istilah Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia, tempat
tersebut di kenal dengan istilah penjara. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman).
Penghuni Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah warga binaan
pemasyarakatan bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang
tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau
tidak oleh hakim, maupun dengan status narapidana.
Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan
tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di sebut dengan Petugas
Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep
pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada
tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya
melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah
mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada
tahun 2005, jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia mencapai
97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang.
13
Serta perlu kita ketahui pada tahun 2012 jumlah Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia berjumlah sebanyak 428 dengan
jumlah penghuninya 144 ribu orang, dan jumlah petugas Lembaga
Pemasyarakatan dan Runmah Tahanan Negara seluruh indonesia pada tahun 2012
ada 30 ribu orang.10
Namun demikian sejarah dari penjara kelembaga pemasyarakatan tak
serta-merta ada begitu saja, tapi ternyata telah melalui proses panjang yang cukup
berliku-liku dimulai sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17
Agustus 1945 yang itu tentu dalam upaya perbaikan terhadap pelanggar hukum
baik yang berada dalam penahanan sementara maupun yang sedang menjalani
pidana. Upaya tersebut tidak hanya terjadi pada bangsa kita, tapi juga pada
bangsa-bangsa lain sejalan dengan pergerakan kemerdekaannya terutama setelah
perang dunia kedua.11
Pergerseran sistem pelaksanaan pidana penjara dari sistem pemenjaraan
menjadi sistem pemasyarakatan telah memberikan perubahan besar dalam konsep
pemidanaan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas
dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat
pembinaan adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah pendidikan negara
bagi anak yang bersalah secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem
dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dam reintegrasi sosial
10 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Lembaga Pemasyarakatan,
http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan on line diakses tanggal 6 Maret
2012. 11
Akhmad sekhu, Sejarah dari Penjara ke Lapas Napi Juga Manusia,
http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/21/sejarah-dari-penjara-ke-lapas-napi-juga-
manusia/ on line diakses tanggal 6 maret 2012.
14
agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk
melakukan tindak pidana dan kembali menjadi Warga Binaan Masyarakat yang
bertangungjawab bagi diri sendiri, keluarga dan Lingkungan masyarakatnya.12
B. Pengertian Rumah Tahanan Negara
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah tempat tersangka atau
terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan di Indonesia. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan
unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(dahulu Departemen Kehakiman). Rumah Tahanan Negara (RUTAN) didirikan
pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula
cabang Rumah Tahanan Negara. Di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN),
ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.13
Apa yang terlintas dibenak kita ketika mendengar kata penjara, sebuah
tempat yang sangat menakutkan bagi tahanan maupun narapidana karena harus
dikurung dalam jeruji besi sehingga tentu saja tidak bisa kemana-mana, seperti
yang sering kita saksikan dalam keseharian misalkan contoh dari penjara dimana
penjara konon atau dahulu, berasal dari kata penjera, yang itu berarti tempat untuk
membuat orang jera.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia penjara adalah bangunan tempat
untuk mengurung orang yang terkena hukuman, bui, Lembaga Pemasyarakatan.
Istilah yang terakhir yaitu Lapas, kurang akrab ditelinga, tapi kedengarannya tidak
12
Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 13
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Rumah Tahanan Negara,
http://id.wikipedia.org/wiki/ on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
15
seseram dengan penjara. Lembaga Pemasyarakatan adalah bangunan tempat
mengurung orang yang sudah divonis, sedangkan orang yang belum divonis
ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN).14
Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan kedudukannya
kini dalam kondisi yang paradoks, dimana pada satu sisi harus memperhatikan
hak-hak penghuni dan di sisi lain petugas harus dapat melaksanakan ketertiban
dan penegakan hukum. Apalagi sekarang seiring era reformasi bergulir di negeri
ini wacana hak asasi manusia begitu gencarnya ditegakkan, baik itu dari lembaga
swadaya masyarakat, praktisi hukum, bahkan sampai pada masyarakat umum
dengan penerapan program bernama keluarga sadar hukum (kadarkum).
Narapidana adalah orang yang melakukan kejahatan sehingga
mengharuskan dirinya dikurung dalam penjara. narapidana adalah manusia, dan
sangat wajar kalau mereka tetap ingin diperlakukan sebagai manusia.
Sebagaimana pernah ditegaskan Sahardjo tiap orang adalah manusia dan harus
diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan
pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa
ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.15
C. Fungsi Rumah Tahanan Negara
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) mempunyai tugas melaksanakan
perawatan terhadap tersangka atau terdakwa untuk melaksanakan tugas tersebut di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang mempunyai fungsi sebagai berikut:
14
W.J.S. Purwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Hlm 150. 15
Mrbambang.wordpress.com. on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
16
1. Memberikan pelayanan terhadap tahanan;
2. Memberikan pemeliharaan keamanan dan tata tertib;
3. Memberikan pengelolaan terhadap tahanan;
4. Memberikan urusan tata usaha kepada tahanan.
Sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai sumber daya
organisasi yang dapat meningkatkan daya kompetensi organisasi. Peningkatan
daya kompetensi organisasi dapat dicapai bila sumber daya manusia
dikembangkan kualitasnya yaitu melalui pembinaan di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN). Dengan pengembangan kualitas tersebut diharapkan semua sumber
daya manusia dapat memberikan kontribusi secara optimal untuk mencapai suatu
tujuan yang didapat selama terpidana mengalami masa tahanan di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) untuk mendapatkan suatu pembinaan untuk bekal saat
tahanan itu bebas dan kembali kedalam lingkungan masyarakat.
2. Tinjauan Tentang Pembinaan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, beradab dan sangat
menjunjung tinggi hukum. Dalam alenia keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung konsep tujuan negara
baik secara khusus maupun umum. Secara khusus, tujuan negara adalah untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa,
sedangkan secara umum adalah untuk ikut melaksanakan ketertiban yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.16
Pencapaian
tujuan itu tentulah harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa termasuk
dalam konsep pemidanaan, pelaksanaan dan pembinaannya.
16
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogjakarta: Paradigma. Hlm. 160-161.
17
Secara umum tujuan pembinaan maupun pemidanaan tersebut dapat
dikategorikan menjadi dua teori besar yaitu teori pembalasan (absolut/retribusi)
yang lebih menekankan bahwa pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah
melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana, artinya setiap kejahatan harus
diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar-menawar dan teori tujuan
(utilitarian) yang memandang bahwa pidana bukanlah sekedar untuk melakukan
pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak
pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Pidana
dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang melakukan kejahatan)
melainkan ne peccatum (supaya orang tidak melakukan kejahatan). Dalam
perkembangan pembinaan dan pemidanaan kemudian muncul pemikiran
mengenai teori ketiga yaitu teori gabungan yang menganggap bahwa pembalasan
sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu
pembalasan yang adil, namun lebih berpendirian pada perbuatan yang dilakukan
dengan pidana yang di jatuhkan.17
Dalam proses pembinaan narapidana oleh Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) dibutuhkan adanya suatu sarana dan prasarana pedukung guna
mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi:
A. Sarana Gedung Rumah Tahanan Negara
Gedung Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan representasi
keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung
proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri sebagian besar
17 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.
Hlm. 10.
18
bangunan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan warisan kolonial,
dengan kondisi infrastruktur yang terkesan angker dan keras. Tembok yang tinggi
mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram bagi penghuninya.
Dengan demikian adanya contoh tentang keadaan sarana gedung Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) tepatnya di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas
II B Purbalingga ini yang melebihi kapasitas. Dari 4 narapidana wanita, walaupun
adanya pemisahan tempat antara narapidana laki-laki dengan narapidana wanita.
Mantan Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga Hernowo Sugiastanto mengatakan kondisi Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B di Purbalingga sudah melebihi kapasitas dan hapir diseluruh
Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang
Kapasitas idealnya 80 orang namun karena tidak memungkinkan diisi hingga 120
orang. Serta jumlah ruangan perkamar yang idealnya untuk 12 orang terpaksa
harus diisi 20 orang hingga 24 orang.18
Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga
merencanakan untuk ikut melakukan pembenahan Rumah Tahanan Negara
(RUTAN). Pada kepemimpinan Bupati Triono Budi Sasongko, Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga direncanakan dipindah diwilayah
pinggiran kota Purbalingga tidak dipusat kota seperti saat ini. Selain itu Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) yang dilengkapi dengan pelatihan baik pelatihan
perbengkelan, pelatihan pertanian, perikanan, dan pelatihan usaha lainnya.
18
http://radarbanyumas. co. id. Administrator, 2010 daya tampung rutan lebihi
kapasitas. on line diakses tanggal 18 April 2012.
19
Perpindahan itupun dipertimbangkan agar fasilitas Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) lebih manusiawi. Lokasi Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas II B yang berada persis dipojokan alun-alun Purbalingga itu seringkali
membuat rasa tidak manusiawi penghuninya, dikarenan ketika ada acara yang
diselenggarakan di alun-alun yang biasanya ramai misalkan acara hiburan
pengajian akbar, orkestra, dan tontonan-tontonan lainnya penghuni Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga atau narapidana hanya dapat
mendengarkan saja dari dalam.19
B. Pembinaan Narapidana Wanita
Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan
bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi,
seandainya berfungsipun, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang
diproduksi.
Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) dilaksanakan secara intra mural (didalam Rumah Tahanan Negara) dan
secara ekstra mural (diluar Rumah Tahanan Negara). Pembinaan ekstra mural
yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) disebut asimilasi, yaitu
proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi
persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka kedalam kehidupan masyarakat.
Narapidana wanita diberikan bimbingan pemasyarakatan dimana yang
dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dan diharapkan narapidana yang telah
19
http //radarbanyumas. co. id/indekpbg on line diakses tanggal 18 April 2012.
20
melaksanakan bimbingan mempunyai pelaksanaan lebih menonjol daripada
sebelum ia masuk ke dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Pengetahuan
kolerasi antara kedudukan wanita dan kriminalitas perlu juga mendapatkan
perhatian sebab peranan wanita dalam masyarakat sekarang lebih menonjol
daripada tahun-tahun sebelumnya.
C. Petugas Pembinaan di Rumah Tahanan Negara
Berkenaan dengan masalah petugas pelaksanaan pembinaan Rumah
Tahanan Negara (RUTAN), ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat
menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri. Mengingat sebagian
besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan
pembinaan dengan pendekatan baik yang dapat menyentuh perasaan para
narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.
Secara umum kinerja petugas pada Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas II B Purbalingga belum maksimal. Hal ini dapat diketahui masih tingginya
individualismenya antar sub seksi dalam interen organisasi yang berakibat
kurangnya kerjasama dalam berorganisasi meningkatkan pembinaan terhadap
binaannya, kurang baiknya koordinasi dengan instansi penegak hukum dan
kurangnya sarana dan prasarana kerja yang mana dalam pelaksanaan tugas masih
menggunakan sistem manual berakibat pelayanan menjadi lamban dan tidak
maksimal.
Padahal pada perkembangan jaman teknologi sekarang ini yang
mengunakan sistem informasi manajemen dengan dukungan teknologi
komputerisasi, Internet dan lain-lain yang serba canggih dan modern belum
21
tersedianya di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Akibat dari hal tersebut diatas
pelaksanaan tugas pokok serta petugas di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
belum sesuai harapan dimana masih banyak diterima keluhan warga binaan
pemasyarakatan dan masyarakat dalam pemberitaan media massa perihal
pelaksanaan pembinaan yang kurang sempurnanya. pelaksanaan petugas dalam
melakukan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga yang masih bersifat negatif, walaupun sudah banyak melakukan
pembenahan-pembenaha yang lebih berarah positif.
Sistem kepenjaraan kita yang sebelumnya menganut berbagai
perundangan warisan kolonial, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan UUD 1945,
telah berangsur dirubah dan diperbaiki dimana perbaikan itu meliputi petugas
serta cara melakukan pelaksanaan pembinaan kepada narapidana. kemudian
didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan.
Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan
penjeraan telah dihapus dan diubah dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi
sosial.
Dimana sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah dari sistem
kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Perubahan dari Rumah Penjara
menjadi Lembaga Pemasyarakatan, bukan semata-mata hanya secara fisik
merubah atau mendirikan bangunannya saja, melainkan yang lebih penting
menerapkan konsep pemasyarakatan dengan cara membekali petugas dalam
melakukan pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Serta
perubahan fisik Rumah Tahanan Negara (RUTAN) baru justru berbeda dengan
22
konsep pemasyarakatan. Disini dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan, dengan berbagai peraturan pelaksanaannya
telah sesuai dengan tahun 1964, dan pesan moral UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa sistem pembinaan dilaksanakan berdasarkan
azas dibawah ini:
a. Pengayoman;
b. Persamaan perlakuan dan pelajaran;
c. Pendidikan;
d. Pembimbingan;
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-
orang tertentu.
Dalam pembinaan terhadap narapidana tidak boleh mengesampingakan
hak-hak yang dimilik oleh narapidana itu sendiri, karena hak-hak narapidana
dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, dalam Pasal 14 Undang-
Undang tersebut mengatur tentang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana.
Adapun hak-hak tersebut yaitu:
a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. menyampaikan keluhan;
f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang;
g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya;
i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga;
k. mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. mendapatkan cuti menjelang bebas dan;
23
m.mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Selanjutnya pelaksanaan pembinaan diharapkan agar mereka mampu
memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
Kegiatan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) bukan sekedar untuk
menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pelaksanaan
pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta
tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Begitu pentingnya
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) serta petugas-petugas yang melakukan
pelaksanaan pembinaan terhadap narapidananya.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif
dengan pendekatan yuridis sosiologis. Yang dimaksud dengan metode kualitatif
adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriftif-analitis, yaitu
apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga
perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai kesatuan yang utuh.
Dengan kata lain seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah
semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk
memahami kebenaran tersebut.20
Metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis sosiologis, yaitu
pendekatan yang menekankan pada pencarian-pencarian. Yuridis itu sendiri
adalah suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu
juga sosiologis yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di
masyarakat. Keajegan-keajegan (empirical regularitis) karena mengkonstruksi
hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri didalam praktek.21
B. Metode Survei
Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk
mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam
daerah atau lokasi tertentu atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm. 250. 21
Ronny Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm. 11.
25
memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan. Penelitian survei merupakan
kegiatan penelitian yang memiliki tiga tujuan penting diantaranya:22
1. Mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu;
2. Mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk
dibandingkan;
3. Menentukan hubunngan sesuatu yang hidup di antara kejadian
spesifik.23
Penelitian dengan menggunakan survei juga merupakan metode baik
guna mengukur sikap orientasi penduduk dalam populasi besar terhadap suatu
kasus sosial. Kegiatan peneitian survei dapat diidentifikasikan sejak seorang
peneliti melakukan persiapan perencanaan, menentukan strategi sampling yang
hendak digunakan, mendiskusikan instrumen pengumpul data seperti angket dan
wawancara, bagaimana menyampaikan instrumen tersebut kepada responden
sebagai kelengkapan teknik survei, sampai akhirnya mengidentifikasi beberapa
prosedur yang tepat agar dapat memproses dan menganalisis untuk memperoleh
hasil penelitian.24
C. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
secara dekriptif analasis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis
atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai
sesuatu yang utuh.25
22
Ikhsanudin, 2011, tentang penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com. on line diakses
tanggal 15 mei 2012. 23
Alim sumarno, 2012, pennelitian survei, http://Blog. Elearning. Unesa. Ac. Id. On
line diakses tanggal 15 mei 2012. 24
Ibid. 25
Ronny Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm.
250.
26
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada lembaga yang terkait, yaitu di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, karena pada dasarnya Rumah
Tahanan Negara Kelas II B di Purbalingga kurang adanya respon atau perhatian
yang baik dari wilayah kabupaten Purbalingga, contohnya dalam proses
pembinaan narapidana wanita yaitu kurang memadainya perlengkapan atau sarana
yang dapat digunakan untuk melatih narapidana melakukan pelatihan-pelatihan
dimana pelatihan tersebut digunakan sebagai bekal setelah narapidana bebas dan
kembali lagi dalam kehidupan di masyarakat.
E. Informan dalam penelitian
Untuk melaksanakan penelitian tersebut ditentukan Informan Penelitian
sebagai data primer kualitatif. Informan penelitian yang menjadi sumber data
adalah:
i. Petugas Rumah Tahanan; Kasub sie Pelayanan Tahanan, Kasub sie
Pembinaan, kasub sie Pengelolaan.
ii. Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga
F. Teknik Pengambilan Informan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
atau sering juga disebut sebagai metode penarikan sampel yang bertujuan. Untuk
memilih unsur-unsur dari sampel, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu syarat-
syarat yang harus dipenuhi.26
26
Soerjono Soekanto, ibid. Hlm. 196.
27
Persyaratan tersebut antara lain meliputi:
a. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu
yang merupakan ciri-ciri utama populasi;
b. Subjek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan
subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada
populasi;
c. Penentuan dengan teliti dalam studi pendahuluan;
Jadi metode purposive sampling merupakan metode dengan cara
menetapkan terlebih dahulu siapa yang menjadi sumber data dan data
apa yang diperoleh dari sumber data.27
G. Jenis dan Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber data,
yaitu:
a. Sumber data primer
Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari buku-buku
literatur dan perundang-undangan serta sumber dari masyarakat, dalam
hal ini yang berkaitan dan relevan dengan penelitian.28
b. Sumber data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan melalui
studi pustaka, data sekunder mencakup bahan hukum primer (norma,
peraturan dasar, perundang-undangan dan lain-lain), bahan hukum
27
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia
Jakarta, 1990. Hlm. 51 Cet. 4. 28
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007. Hlm. 12.
28
sekunder yaitu penjelasan bahan hukum primer, bahan hukum tersier
yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk
terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.29
H. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi
penelitian yaitu di Rumah Tahanan Negara Purbalingga, dengan
menggunakan metode:
a. 1 Interview (Wawancara) Bebas Terpimpin
Wawancara adalah Suatu cara yang dipergunakan untuk tujuan tertentu
guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang
responden, dengan bercakap-cakap berhadap muka dengan orang
tersebut.30
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas namun
terpimpin dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-
pertanyaan tetapi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang
disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.31
a. 2 Observasi (Pengamatan)
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.32
29
Ibid. Hlm.12-13. 30
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1986.
Hlm.129. 31
Ronny Hanitijo Soemitro, op. Cit. Hlm. 107. 32
Hadari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1995. Hlm.100.
29
Selain menggunakan wawancara, pengumpulan data primer juga
dapat dilakukan dengan cara observasi. Teknik observasi
merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati langsung
dilapangan. Mengamati bukan hanya melihat, tetapi juga merekam,
menghitung, mengukur dan mencatat kejadian.
b. Data Sekunder, Data yang diperoleh dengan cara melakukan studi
pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur
dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek atau
materi penelitian.
I. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
dengan sejumlah daftar pertanyaan untuk mendapatkan data dari informan dan
alat perekam suara untuk merekam jawaban-jawaban dari informan dalam
penelitian.
Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kualitas data, analisais data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan
atas temuannya.33
33
Sugiono, Memehami Penelitian Kualitatif , Alfabeta, Bandung, 2010. Hlm. 60.
30
J. Metode Pengolahan Data
Proses pengolahan data mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:34
i. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau
meneliti data yang telah diperoleh untuk menjelaskan apakah
sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.
Di dalam tahap editing yang diperiksa adalah:
- Adanya jawaban atas pertanyaan yang diajukan dan
kelengkapan jawaban.
- Apakah jawaban itu benar atau salah atau kurang tepat.
- Apakah jawabannya seragam untuk pertanyaan yang sama
konsistensinya.
Selanjutnya di dalam editing dilakukan pembetulan data yang
keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang
belum lengkap.
ii. Coding yaitu mengkategorisasikan data dengan cara pemberian
kode-kode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan
pada daftar pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya
sendiri dengan maksud untuk dapat ditabulasikan.
iii. Tabulasi yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam
tabel-tabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut.
34
Ronny Hanitijo Soemitro, op. Cit. Hlm. 64-68.
31
iv. Menganalisis data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil
pengolahan data, yang kemudian dituangkan dalam bentuk
laporan baik perumusan-perumusan atau kesimpulan-kesimpulan.
K. Metode Pengujian Data
Dalam penelitian ini validitas atau keabsahan data diperiksa dengan
metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.
Triangulasi menurut Denzin dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:
i. Triangulasi Sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif .
ii. Triangulasi Metode, terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan
derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa
teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama.
iii. Triangulasi Peneliti, yakni dengan memanfaatkan peneliti atau
pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat
kepercayaan. Pengambilan data dilakukan oleh beberapa orang.
32
iv. Triangulasi Teori, yakni melakukan penelitian tentang topik yang
sama dan datanya dianalisa dengan menggunakan beberapa perspektif
teori yang berbeda.35
Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi
model sumber. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini
menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi yang dilakukan terhadap
Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita di Rutan Purbalingga.
L. Metode Penyajian Data
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun
secara sistematis, artinya data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang
lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan
merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan penelitian.
M. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh di analisis dengan model analisis kualitatif. Hal ini
dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-
asas dan informasi-informasi yang bersifat ungkapan monografis dari
responden.36
35
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2011. Hlm. 330. 36
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia
Jakarta, 1990. Hlm. 51.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Keadaan Umum Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga
a. Sejarah, Lokasi dan Kondisi Bangunan
Rumah Tahanan Nagara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga merupakan
bangunan peningalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1825. Pada
waktu itu dibawah naungan Departemen Van Yustitie. Perubahan nama Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) menjadi Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
merupakan perwujudan pelaksanaan KUHAP mengenai pemisahan penenmpatan
antara tahanan dan narapidana. Perubahan ini terjadi pada tahun 1986 berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04-PR.07.03 tahun 1985 tentang
Pembentukan Rumah Tahanan Negara.
Rumah Tahanan Nagara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga beralamat
dijalan Alun-Alun Selatan No. 1 Purbalingga yang mempunyai batas sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara : SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga.
b. Sebalah Selatan : Komplek Pertokoan.
c. Sebelah Barat : Alun-Alun Purbalingga.
d. Sebelah Timur : Bangunan Rumah Penduduk.
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdiri
pada tanah seluas 7.057,00 m² dengan luas bangunan 4.654,00 m². Kondisi
bangunan masih dalam keadaan baik dan mengalami dua kali renovasi yaitu pada
34
tahun 1991 dan tahun 2001 untuk lantai dan kantor, yang selama ini menggunakan
anggaran Departemen Hukum dan HAM RI.
Kapasitas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelas II B Purbalingga 78
orang dengan bangunan yang terdiri dari gedung perkantoran, piliklinik, ruang
kunjungan, ruang pengasingan, blok wanita, blok tahanan, mushola, blok
narapidana, lapangan tenis, aula, lapangan voli, ruang bimbingan kegiatan,
gudang, dapur, taman dan pos jaga (pos atas dan pos bawah). Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga juga memiliki sebuah klinik yang
dilengkapi dengan peralatan medis sederhana sehingga kurang mendukung
kelancaran dalam melakukan pelayanan medis pasien, tenaga medis yang ada
hanya berjumlah 1 orang perawat Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga yang dibantu oleh staff kesehatan.
b. Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: N.04-PR.07.03
tahun 1985 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Klasifikasi Rumah Tanahan
Negara, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga memiliki
struktur organisasi sebagai beriku:
35
Ka. Pelayanan Tahanan
M. Junaidi, Amd. IP, S.Sos.
Ka. Sub sie KPR
Eko Budi Susetyo, Amd.IP, S.H
Struktur Organisasi
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) KELAS II B PURBALINGGA
. .
Sumber: Sub Seksi Pengelolaan, tanggal 11 juni 2012
Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga
bertanggung jawab langsung kepada koordinator Pemasyarakatan Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan HAM RI Propinsi Jawa Tengah. Kepala RUTAN
Purbalingga mempunyai tugas melaksanakan perwatan terhadap tersangka atau
terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa Sub Seksi yang mempunyai tugas-
tugas sebagai berikut:
Ka. RUTAN
Herwan Sariwan, Bc.IP. S.H
Ka. Kasub Sie
Pengelolan
Suratman, Aks.
Regu Pengaman
**********************
Pembinaan dan Penyuluhan
Hukum
Helmi Najih, Amd.IP, S.H.
36
1) Sub Seksi Pelayanan Tahanan
Sub seksi pelayanan tahanan mempunyai tugas dan fungsi-
fungsi sebagai berikut:
a) Melakukan administrasi, membuat statistik dan dokumentasi
tahanan serta memberikan perawatan dan pemeliharaan
kesehatan tahanan;
b) Mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan
bagi tahanan;
c) Memberikan bimbingan kegiatan bagi tahanan.
Sub seksi pelayanan tahanan dikoordinir oleh seorang
Kepala sub seksi yang dibantu oleh beberapa stafnya dalam
melaksanakan tugas administrasi dan perawatan, bantuan hukum
dan penyuluhan serta bimbingan kegiatan bagi tahanan.
Staf administrasi dan perawatan mempunyai tugas
melakukan pencatatan tahanan dan barang-barang bawaannya,
membuat statistik dan dokumentasi serta memberikan perawatan
dan mengurus kesehatan tahanan. Sedangkan staf bantuan hukum
dan penyuluhan tahanan mempunyai tugas mempersiapkan
pemberian bantuan hukum atau kesempatan mendapat bantuan
hukum dari penasehat hukum, menyediakan bahan bacaan bagi
tahanan. Staf bimbingan kegiatan mempunyai tugas
mempersiapkan bimbingan kegiatan bagi tahanan.
37
2) Sub Seksi Pengelolaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Sub seksi. pengelolaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a) Melakukan urusan keuangan dan perlengkapan;
b) Melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian.
Sub seksi pengelolaan RUTAN dikoordinir oleh seorang
Kepala sub seksi yang dibantu oleh stamya dalam melaksanakan
tugas urusan keuangan dan perlengkapan serta tugas umum. Staf
urusan keuangan dan perlengkapan bertugas melakukan
pengelolaan keuangan dan perlengkapan RUTAN. Staf umum
bertugas melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian.
3) Kesatuan Pengamanan Rumah Tahanan Negara (KPR)
Kesatuan Pengamanan RUTAN mempunyai tugas dan
fungsi sebagai berikut:
a) Melakukan administrasi keamanan dan ketertiban;
b) Melakukan pengamanan dan pengawasan terhadap tahanan;
c) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban RUTAN;
d) Melakukan penerimaan, penempalan dan pengeluaran tahanan
serta memonitor keamanan dan ketertiban pada tingkat
pemeriksaan;
e) Membuat laporan dan berita acara pelaksanaan tugas
pengamanan dan penertiban.
38
Kesatuan Pengamanan RUTAN dipimpin oleh seorang Kepala yang
membawahi regu pengamanan RUTAN. Kepala kesatuan pengamanan ini
bertugas mengkoordinir seluruh petugas kesatuan pengamanan untuk menjalankan
tugasnya dengan tugas yang telah ditentukan.
Tugas dan kewajiban dari staf kesatuan pengamanan adalah
sebagai berikut:
a) Melaksanakan tata usaha keamanan dan ketertiban;
b) Menyediakan dan menyalurkan sarana-sarana keamanan dan
ketertiban;
c) Mencatat inventaris keamanan dan ketertiban serta
cadangannya;
d) Membantu melancarkan pelaksanaan tugas teknis keamanan
dan ketertiban.
Tugas dan kewajiban dari Kepala regu pengamanan
dijelaskan sebagai berikut:
a) Mengatur semua anggota regu pengamanan yang menjadi
tanggung jawabnya;
b) Mengerjakan buku tugas pengamanan atau mencatat
pembagian tugas, inventaris, instruksi, kejadian-kejadian;
c) Mengawasi dan meneliti tata tertib pembagian makanan,
kebersihan kamar-kamar atau blok-blok;
d) Mengawasi dan meneliti penjagaan pos-pos, kamar-kamar dan
sebagainya;
39
e) Dalam hal kericuhan mengambil langkah-langkah pengamanan
pertama dan segera melaporkan kepada Kepala Rumah
Tahanan Negara;
f) Memeriksa dan meneliti sah atau tidaknya surat-surat perintah
penahanan;
g) Memeriksa dan meneliti kembali semua izin keluar bagi
Tahanan yang dikeluarkan oleh pihak yang menaiian dan telah
mendapat persetujuan dari Kepala Rumah Tahanan Negara;
h) Memeriksa dan meneliti izin keluar dan masuk barang-barang
dari atau ke Rumah Tahanan Negara;
Adapun tugas dan kewajiban dari anggota regu pengamanan
adalah sebagai berikut:
b) Harus datang selambat-lambatnya 15 menit sebelum jam
dinasnya;
c) Jika berhalangan hadir harus membcritahukan kepada Kepala
regu pengamanan;
d) Dilarang meninggalkan pos tanpa izin Kepala regu
pengamanan;
e) Dilarang menjadi penghubung antara tahanan dengan pihak
manapun secara tidak sah;
f) Wajib mentaati semua ketentuan yang berlaku.
40
4) Petugas Tata Usaha
Petugas tata usaha mempunyai tugas melakukan urusan surat
menyurat dan kearsipan.
c. Prosedur Penempatan dan Fasilitas Penempatan
Pada umumnya narapidana yang ada merupakan bekas tahanan yang
berasal dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga juga. Jadi
prosedur penempatan narapidana setetah divonis hakim, sub seksi pelayanan
tahanan mengganti register A menjadi register B dan menghitung tanggal
ekspirasi kemudian diserahkan kepada Kepala KPR untuk ditempatkan pada blok
narapidana.
Mengenai penerimaan tahanan sesuai dengan Prosedur Tetap
Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Portir, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut:
a) Menerima dan meneliti keabsahan surat pengantar atau surat
perintah penahanan dari instansi atau pejabat yang berwenang
yang dibawa oleh petugas pengawal.
b) Apabila ada keraguan terhadap keabsahan surat-surat maka
melalui Kepala regu pengamanan menyerahkan hal tersebut
kepada KPR.
c) Mencocokkan nama tahanan sesuai yang tertera dalam surat
pengantar atau surat perintah penahanan atau penetapan
penahanan dari pejabat yang berwenang.
41
d) Menyerahkan surat-surat dan tahanan kepada Kepala regu
pengamanan.
e) Mencatat masuknya tahanan ke dalam buku tahanan, buku
laporan pengamanan dan petugas portir.
2. Karupam (Kepala Regu Pengamanan), yang tugas-tugasnya dijelaskan
sebagai berikut:
a) Menerima dan meneliti keabsahan surat-surat serta
mencocokkannya dengan nama tahanan.
b) Melakukan penggeledahan badan dan barang bawaan dengan
Berita Acara Penggeledahan.
c) Atas nama Kepala RUTAN bersama-sama petugas pengawal
dari instansi asal tahanan menandatangani Berita Acara
Penerimaan tahanan.
d) Menyimpan dan mengamankan secara tertib surat-surat dan
barang bawaan tahanan.
e) Memerintahkan petugas untuk menempatkan tahanan dalam
blok atau kamar PENALING.
f) Segera melaporkan kepada Kepala KPR tentang adanya
tahanan baru.
g) Melakukan pencatatan penerimaan ke dalam buku laporan
tugas pengamanan serta pada papan lalu lintas tahanan
RUTAN.
42
h) Menyerahkan surat dan barang bawaan tahanan serta tugas
pengamanan selanjutnya kepada Karupam malam dan Karupam
malam kepada Karupam pagi.
i) Apabila ada keragu-raguan terhadap kesehatan tahanan maka
wajib menghubungi tenaga medis/paramedis/petugas perawatan
RUTAN untuk datang dan melakukan peraeriksaan kesehatan
terhadap tahanan.
j) Karupam pagi menyerahkan surat-surat dan barang bawaan
tahanan ke unit administrasi dan perawatan.
3. Petugas blok/kamar PENAL1NG, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai
berikut:
a) Menempatkan tahanan ke dalam kamar hunian yang telah
dipersiapkan.
b) Membuat laporan pelaksanaan penempatan tahanan ke dalam
buku laporan.
c) Pada pelaksanaan tugas keesokan harinya melalui Karupam
menyerahkan tahanan ke unit perawatan untuk diperiksa
kesehatannya.
d) Menerima dan memasang kartu nama tahanan dari unit
pelayanan tahanan untuk ditempelkan pada pintu sebelah luar
kamar hunian.
43
4. Kepala KPR, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut:
a) Melakukan pengecekan ulang identitas atau jati diri tahanan.
b) Memberikan penjelasan tentang hak, kewajiban dan peraturan
tata tertib RUTAN.
c) Memerintahkan petugas blok atau kamar PENALING untuk
melaksanakan penempatan kamar.
d) Berdasarkan keterangan unit perawatan, tahanan yang
berpenyakit menular ditempatkan pada kamar khusus
karantina.
5. Kepala RUTAN, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut:
a) Bertanggung jawab terhadap penerimaan, pendaftaran dan
penempatan tahanan.
b) Menandatangani buku-buku register A yaitu mencatat tahanan
Penyidik Polisi (A I), tahanan Jaksa (A II), tahanan Hakim
Pengadilan Negeri (A III), tahanan Hakim Pengadilan Tinggi
(A IV), tahanan Hakim Mahkamah Agung (A V), register D
yaitu untuk mencatat barang-barang bawaan tahanan atau
narapidana yang dititipkan termasuk uang dan register H yaitu
mencatat tahanan atau narapidana yang sakit.
Sedangkan mengenai fasilitas ruangan yang digunakan oleh penghuni
(narapidana dan tahanan) di RUTAN Purbalingga terdiri dari:
44
1) Kamar hunian
Terdiri dari 3 (tiga) blok yaitu blok wanita 2 (dua) kamar, blok
tahanan 5 (lima) kamar dan blok narapidana 6 (enam) kamar serta
2 (dua) kamar pengasingan.
Kondisi kamar hunian baik dan bersih terawat, lantai dari keramik,
tempat tidur papan kayu jati, tikar dan bantal dari RUTAN. WC
dalam keadaan bersih terawat, pencahayaan cukup baik dari listrik
maupun alami dari jendela ventilasi.
2) Ruang ibadah
Bagi yang muslim terdapat mushola yang dapat menampung semua
penghuni untuk mengikuti ibadah dan dilengkapi dengan kitab suci
Al’Quran serta buku-buku tentang keagaman.
3) Ruang bimbingan kegiatan, ruang pakaryan, pertanian, peternakan
dan aula.
4) Tempat olahraga
Terdapat lapangan tenis, lapangan volley, lapangan bulutangkis
dan RUTAN juga menyediakan sarana tenis meja serta papan
catur.
5) Kamar mandi umum
6) Ruang besukan.37
37
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
45
2. Kondisi Narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga
Pelaksanaan penempatan narapidana pada blok human merupakan
wewenang Kesatuan Pengamanan RUTAN. Kondisi narapidana di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga
memiliki 3 (tiga) blok yaitu 1 (satu) blok wanita, 1 (sutu) blok
tahanan, 1 (satu) blok narapidana. Blok tahanan dan narapidana
yang ada tidak memiliki tembok pembatas yang jelas. Karena
keberadaan narapidana, RUTAN Purbalingga membagi satu blok
tersebut menjadi dua yaitu dari kamar no. 2 (dua) sampai kamar
no, 6 (enam) terdiri dari satu deretan blok bangunan digunakan
untuk tahanan yang masing-masing kamar dihuni tiga sampai
empat orang tahanan. Kamar no. 7 (tujuh) sampai kamar no. 12
(dua belas) terdiri dari satu deretan blok bangunan berbeda dari
blok tahanan tanpa memiliki tembok pembatas. Blok narapidana
mempunyai 6 (enam) kamar yang masing-masing kamar dihuni
lima orang, kecuali kamar no. 8 (delapan) berisi enam orang
narapidana. Kamar pengasingan yang ada sebenarnya adalah kamar
no. 1 (satu) yang dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas
tembok. Blok wanita yang ada sebenarnya adalah kamar
46
pengasingan yang terdiri dari dua kamar yang dibatasi dengan
tembok pembatas yang tertutup.
Dilihat dari pola bangunan yang ada, Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga sebenarnya kurang layak
untuk ditempatkan narapidana karena fasilitas ruangan-ruangan
yang dimiliki kurang mendukung untuk dilakukan penempatan
narapidana dan tahanan. Seharusnya antara kamar narapidana dan
kamar tahanan dipisahkan dengan blok yang mempunyai tembok
pembatas yang jelas. Dengan tidak memiliki tembok pembatas
antara blok tahanan dan blok narapidana mengakibatkan tahanan
dan narapidana (terutama para tamping) dapat berhubungan secara
langsung sehingga antar sesama penghuni dapat melakukan
komunikasi secara bebas seperti bercanda atau aktifitas lainnya
untuk menghilangkan kejenuhannya. Terkadang dari bercanda
tersebut dapat menyinggung perasaan terutama tahanan yang
kondisinya masih labil akibat penderitaan yang baru dialaminya.
Dari hal tersebut dapat menimbulkan emosi yang berakibat
perkelahian antar penghuni. Dimungkinkan juga dapat terjadi
tindak kekerasan atau tindak pemerasan yang dilakukan oleh
narapidana terhadap tahanan.
2. Penempatan narapidana di Rumah Tahanan Negam (RUTAN)
Kelas II B Purbalingga tidak membedakan berdasarkan jenis
kejahatan dan umur, kecuali kawanan atau komplotan (kelompok
47
narapidana yang melakukan tindak kejahatan yang sama dan dalam
satu tempat kejadian perkara). Penempatan narapidana ini
dilakukan berdasarkan pengamatan dari KPR ketika narapidana
tersebut menjadi tahanan, dilihat dari watak kebiasaan (contoh :
pemarah, sabar atau gampang tersinggung) tiap-tiap individu
karena rata-rata narapidana yang ada tersebut dapat disimpulkan
bahwa narapidana tersebut cocok dicampur dengan harapan dapat
terjadi kontrol sosial antar sesama penghuni kamar.
Kontrol sosial adalah apabila terjadi keributan (perkelahian)
antar sesama penghuni kamar tersebut salah satu penghuni dapat
menjadi penengah dan dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Penempatan narapidana yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Purbalingga tidak berdasarkan jenis
kejahatan dan umur sehingga dari sisi pembinaan hal ini tidak
sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan bahwa penempatan narapidana
berdasarkan penggolongan umur dan jenis kejahatan. Dilihat dari
sisi keamanan, pencampuran tersebut sangat rawan terjadinya
gangguan keamanan yang dilakukan oleh penghuni terhadap
penghuni lainnya, terutama untuk pencampuran antara narapidana
anak dengan narapidana dewasa.
3. Narapidana yang membantu petugas dapur ditempatkan pada
kamar tersendiri yaitu di kamar no. 12 (dua belas) dengan tujuan
48
agar mempermudah dalam hal melakukan kegiatan memasak
terutama pada pagi hari dan sore hari. Mereka harus dikeluarkan
untuk memasak makanan sebelum jadwal makan penghuni yang
telah ditentukan sehingga pada saatnya memasak petugas cukup
hanya membuka kamar no. 12 (dua belas) yang tempatnya dekat
pintu keluar menuju ke dapur agar para narapidana tersebut tidak
terlalu menggangu penghuni lain terutama pada pagi hari saat
penghuni lain masih tidur.
4. Untuk narapidana anak sementara ditempatkan dengan narapidana
pemuda yang pengawasannya diperhatikan. Penempatan ini
dilakukan karena atas dasar kemanusiaan. Pencampuran anak
dengan orang dewasa atas dasar pengamatan dari KPR kemudian
disetujui oleh Kepala RUTAN.
Dilihat dari kajian teoritis tentang penempatan narapidana
khususnya berdasarkan umur merupakan bagian dari pembinaan,
pencampuran antara narapidana dewasa dengan anak dapat
mengakibatkan perubahan dari segi pola pemikiran dan perubahan
kejiwaan yang dapat berakibat kurang baik bagi kehidupannya
ketika menjadi orang dewasa. Sebenarnya anak masih perlu
pendidikan dan bermain sebagai seorang anak walaupun
narapidana anak tersebut dicampur dengan narapidana dewasa
yang mempunyai kelakuan atau kebiasaan yang baik.
49
5. Narapidana yang termasuk dalam kawanan atau komplotan
ditempatkan pada kamar berbeda, dipisahkan dengan narapidana
satu dengan yang lain. Hal ini dilakukan dengan harapan mereka
dapat bersatu kembali dan hidup dengan rukun.
Dilihat dari jenis kejahatan memang sama, tetapi
berdasarkan karakteristik kejahatan yang berkelompok perlu
dilakukan pemisahan supaya mencegah perencanaan yang
destruktif (perencanaan yang dapat menimbulkan gangguan
keamanan). Pencampuran narapidana yang mempunyai latar
belakang permusuhan sangat riskan untuk dilakukan karena
dikhawatirkan dapat terjadi gangguan keamanan seperti
perkelahian di dalam kamar hunian.
6. Bagi narapidana yang mempunyai penyakit menular, dipisahkan
penempatannya pada ruang pengasingan yang masih dapat
berhubungan dengan penghuni lain.
7. Kamar pengasingan yang tertutup dengan tembok digunakan untuk
penghuni wanita yang pada saat masih kosong tidak digunakan
sebagai ruang hunian. Kamar pengasingan yang masih kosong
sebenarnya dapat digunakan sementara untuk penempatan
narapidana yang perlu dipisahkan.
8. Untuk penempatan di luar kamar hunian disesuaikan dengan
program pembinaan yang ada yaitu pembinaan pada bimbingan
kegiatan pada ruang pakaryan, Ruang pakaryan, lapangan tenis,
50
dapur dan lapangan bola volley terletak di samping bangunan blok
yang dibatasi oleh tembok sehingga keluar masuknya narapidana
dapat dikontrol oleh petugas penjagaan karena harus melewati
pintu penghubung sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan.
Pemeriksaan dipintu masuk menuju blok dimaksudkan agar dapat
mencegah terjadinya gangguan keamanan seperti narapidana yang
membawa senjata tajam dari ruang pakaryan.
Mushola dan lapangan olahraga pada hari Jumat digunakan
untuk kegiatan sholat jumat dan olahraga yang diikuti semua
penghuni. Seluruh kegiatan dilakukan pada jam kantor yaitu jam
07.30 WIB sampai dengan jam 13.00 WIB agar pegawai lain dapat
turut melakukan pengawasan. Bagi yang tidak mengikuti kegiatan
tetap di dalam kamar hunian.
9. Penempatan penghuni dikamar mandi umum dilakukan dalam
waktu yang bersamaan. Kamar mandi tersebut letaknya di belakang
blok tahanan dan tempatnya tertutup sehingga pengawasannya
kurang.
Penempatan penghuni narapidana seperti ini sangat rawan untuk
terjadi gangguan keamanan seperti perkelahian antar penghuni
karena masalah pembagian air yang kurang adil oleh tamping atau
penghuni yang pertama kali mandi atau terdapat masalah dengan
penghuni lain yang terjadi sebelumnya.
51
10. Aula sampai saat ini masih dipinjam oleh Rumah Penyimpanan
Barang Sitaan dan Rampasan Negara (RUPBASAN) Purbalingga
sehingga tidak dapat digunakan untuk tempat penyuluhan atau
kegiatan lainnya.
3. Pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan
Negara Kelas II B Purbalingga.
Sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai sumber daya
organisasi yang dapat meningkatkan daya kompetensi organisasi. Peningkatan
daya kompetensi organisasi dapat dicapai bila sumber daya manusia
dikembangkan kualitasnya yaitu melalui pembinaan di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN). Dengan pengembangan kualitas tersebut diharapkan semua sumber
daya manusia dapat memberikan kontribusi secara optimal untuk mencapai suatu
tujuan yang didapat selama terpidana mengalami masa tahanan di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, untuk mendapatkan suatu
pembinaan untuk bekal saat tahanan itu bebas dan kembali kedalam lingkungan
masyarakat. Berdasarkan hasil interview dengan Petugas RUTAN Purbalingga
pada tanggal 11 Juni 2012 tentang pembinaan narapidana wanita di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, dapat di ungkapkan dalam
tabel berikut ini:
52
Tabel 1. Hasil Wawancara Dengan Petugas Tentang Pelaksanaan
Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan
Negara Kelas II B Purbalingga
Kode Informan Hasil Wawancara Substansi Tema Tujuan
Helmi Najih, Amd, IP,
S.H. (Sub Sie
Pembinaan)
-Pembinaan yang
dilakukan meliputi
pembinaan jasmani dan
rochani. Pembinaan
jasmani melalui
pemberian ketermpilan-
keterampilan, pembinaan
rochani dengan
memberikan ceramah-
ceramah keagamaan
yang dapat berkerjasama
dengan ormas-ormas
keagamaan serta instansi
terkait.
-Pembinaan
jasmani dan
rochani
kepada
narapidana
wanita yang
dapat
berkerjasama
dengan
instansi
terkait.
-Bentuk
pembinaan
yang
dilakukan
Rumah
Tahanan
Negara Kelas
II B
Purbalingga
kepada
narapidana
wanita.
Membentuk
suatu karakter
kepada
narapidana
wanita agar
menjadi lebih
baik.
Suratman, Aks.
(Kasub Sie
Pengelolaan
Tahanan).
-Fasilitas Rumah
Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B
Purbalingga lainnya
adalah berupa bengkel
kerja dan sarana olah
raga. Bengkel kerja
sendiri sudah secara
maksimal dimanfaatkan
dan berjalan dengan baik
karena telah tersedia
tenaga ahli dan mesin-
mesin besar yang dapat
digunakan narapidana
untuk menghasilkan
sesuatu. Adapun yang
telah dihasilkan bengkel
kerja RUTAN
Purbalingga adalah sapu
glagan, keset, mebelair,
souvenir, kolam ikan dan
alat-alat pertanian
-Memberikan
materi
Pembinaan
keterampilan
kepada
narapidana
wanita.
-Pembinaan
ketermpilan
narapidana
wanita.
Membekali
narapidana
wanita dengan
keterampilan
agar saat
kembali ke
masyarakat
dapat
beradaptasi dan
diterima dengan
baik.
53
M. Junaidi, Amd, IP,
S. SoS. (Kasub Sie
Pelayanan)
-Selain kurang memadai
perawatan medis, stok
obat-obatan yang ada
pun sangat terbatas,
sehingga sangat kurang
membantu proses
penyembubuhan
narapidana atau tahanan
yang sakit. Bilamana ada
narapida atau tahanan
yang sakit dideritanya
tergolong serius dan
harus segera
mendapatkan tindak
lebih lanjut maka pihak
petugas Rumah Tahanan
Negara dengan
persetujuan dokter
Rumah Tahanan Negara
klas II B Purbalingga
pasien tersebut dibawa
ke rumah sakit terdekat
untuk mendapatkan
pertolongan.
-Pembinaan
dan sistem
perawatan
kesehatan
kepada
narapidana
wanita
-Kurangnya
fasilitas
perlengkapan
medis.
-Penanganan
narapidana
wanita yang
sakit.
-Kerjasama
antara Rmah
Tahanan
Negara
dengan
rumah sakit
terdekat
Memberikan
pelayanan
kesehatan
untuk
narapidana
wanita.
Mempelakukan
narapidana
wanita yang
berlandasakan
sesuai dengan
hak asasi
manusia
Sumber: Data Primer yang sudah Diolah
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada petugas Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tangal 12 Juni 2012, ada
berbagai macam pembinaan yang diterima oleh narapidana wanita. Dimana
pembinaan itu sangat bermanfaat dan bertujuan membentuk karakter serta
membekali narapidana wanita saat kembali dilingkungan keluarga dan
masyarakat.
54
Tabel 2: Hasil Wawancara Dengan Narapidana Wanita Tentang
Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah
Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga
Kode Informan Hasil Wawancara Substansi Implikasi
Mawar (bukan
nama sebenarnya).
-Kegiatan diikuti disini yaitu
apel pagi setiap hari senin,
pengajian setiap hari rabu dan
sabtu, hari selasa diisi dari
Depag, olahraga dari hari
selasa sampai hari sabtu.
Setiap hari ada pembinaan
spiritual seperti pengajian
sholat lima waktu. Ada juga
pembinaan kemandirian
seperti menjait, melukis,
membuat hiasan dinding,
mumbuat vas bunga.
-Pembinaan yang
diterima oleh
narapidana wanita.
-Kegiatan yang
dilakukan
narapidana wanita
didalam RUTAN
Purbalingga.
Meningkatkan
keterampilan
narapidana wanita yang
bermanfaat setelah
bebas dari RUTAN
Purbalingga.
Melati (bukan
nama sebenarnya).
-Selama tinggal di RUTAN
Purbalingga sudah menerima
pembinaan dari pihak RUTAN
Purbalingga, pembinaan yang
pernah diterima diantaranya
kerajinan kristik, kegiatan
kerochanian. Dan kegiatan
yang paling bermanfaat adalah
menjait membuat kerajinan
tanggan untuk hiasan dinding.
-Mengetahui tentang
pembinaan yang
diterima untuk dapat
membekali diri.
Untuk medapatkan
pengetahuan dan
keahlian yangt harus
dimiliki oleh seseorang
untuk bekal menjalani
hidup.
Matahari (bukan
nama sebenarnya).
-Tentang pembinaan di
RUTAN Purbalingga sangat
berguna bagi diri sendiri dan
teman-taman narapidana
wanita lainnya. Disini kami
diajarkan banyak keterampilan
yang bisa kami manfaatkan
saat didalam RUTAN
Purbalingga untuk bisa
mendapatkan penghasilan.
Hasil keterampilan selain bisa
dijual juga bisa kami
-Hasil pembinaan di
RUTAN Purbalingga
dapat menghasilkan
uang bagi
narapidana wanita.
Meningkatkan
kemandirian narapidana
wanita untuk
menghasilkan uang
sendiri tanpa tergantung
terhdap bantuan orang
lain.
55
manfaatkan secara pribadi.
Kenanga (bukan
nama sebenarnya).
-Selain pembinaan kegiatan
seperti keterampilan, olahraga,
dan keagamaan adapula
pembinaan mengenai mental
dan moral, pembinaan tersebut
bertujuan supaya narapidana
wanita tidak mengulangi
kembali kejahatan yang pernah
dilakukan dan melatih mental
narapidan wanita saat berada
dilingkungan masyarakat.
-Pembinaan di
RUTAN
Purbalingga juga
melingkupi
pembinaan psikologi
pada narapidana
wanita.
Pembinaan tersebut
dapat menjadikan
narapidana wanita
menjadi orang yang
lebih baik daripada
sebelumnya.
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Dari hasil wawancara dengan narapidana wanita didalam Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pembinaan dapat diterima
dengan baik oleh narapidana wanita, dengan pembinaan tersebut dapat
menjadikan suatu kegiatan yang bermanfaat didalam RUTAN Purbalingga serta
dapat menghasilkan materi dari hasil pelatihan pembinaan. Selain pembinaan
mengenai kegiatan jasmani adapula pembinaan mengenai kerochanian untuk
membentuk mental dan karakter narapidana wanita RUTAN Purbalingga.
Pada waktu dilakukan pengambilan data 11 Juni 2012 jumlah narapidana
wanita di Rumah Tahanan Negara Kelas (RUTAN) II B Purbalingga adalah 4
narapidana. Selama berada di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga semua narapidana wanita telah menerima pembinaan secara baik.
Tabel 3. Jumlah Petugas Rumah Tahanan Negara kelas II B
Purbalingga
No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1. Pria 46 85%
2. Wanita 8 15%
Jumlah 54 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
56
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah Petugas Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga 54 orang yang terdiri dari 46
Petugas laki-laki dan 8 petugas perempuan.
Tabel 4. Pelaksanaan Pemberian Pembinaan Narapidana
Wanita
No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1. Pria 0 0%
2. Wanita 4 100%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa penulis mengambil 4 orang
responden yang semua respondennya adalah Wanita dengan prosentase 100 %
yang terdiri dari 2 orang responden dari pegawai Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) kelas II B Purbalingga dan 4 orang responden adalah narapidana
wanita yang sedang menjalani proses pemidanaan serta mendapatkan pembinaan.
Dimana hal diatas dengan metodelogi penelitian yang penulis gunakan.
Tabel 5. Pendidikan Petugas Rumah Tahanan Negara Kelas
II B Purabalingga
No. Pendidikan Terakhir Frekuensi Prosentase
1. SD 1 2%
2. SMP 1 2%
3. SMA 38 70%
4. D3 0 0%
5. S1 14 26%
6. S2 0 0%
Jumlah 54 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bawha pada umumnya Pendidikan
petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B adalah tamatan SMA yaitu
38 orang petugas dengan prosentase 70 %, 14 orang berpendidikan S1 dengan
57
prosentase 26 %, SMP ada 1 orang dengan prosentase 2 %, SD ada 1 orang
dengan prosentase 2 %, , D3 dan S2 tidak ada.
Tabel 6. Usia Responden Narapidana Wanita
No. Usia Responden Frekuensi Prosentase
1. 19 Tahun 1 25%
2. 30Tahun 1 25%
3. 45Tahun 1 25%
4. 54 Tahun 1 25%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui usia responden dari narapidana
adalah yang berusia 19 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %, berusia 30 tahun 1
orang dengan prosentase 25 %, berusia 45 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %
dan yang berusia 54 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %.
Tabel 7. Pendidikan terakhir Responden Narapidana Wanita
No. Pendidikan Responden Frekuensi Prosentase
1. SMP 2 50%
2. SMA 1 25%
3. S1 1 25%
Jumlah 4 100%
Sumber : Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir dari
narapidana yang menjadi responden adalah 2 orang narapidana berpendidikan
SMP dengan prosentase 50%, 1 orang narpidana berpendidikan SMA dengan
prosentase 25 % dan 1 orang narapidana berpendidikan S1 dengan
prosentase 25 %.
58
Tabel 8. Pekerjaan Terakhir Responden Narapidana
No. Usia Responden Frekuensi Prosentase
1. Wiraswasta 1 25%
2. Buruh 2 50%
3. Ibu rumah tangga 1 25%
Jumlah 4 100%
Sumber : Data primer yamh sudah diolah
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa pekerjaan terakhir dari
narapidana yang menjadi responden adalah 1 orang wiraswasta dengan prosentase
25 %, 2 orang buruh dengan prosentase 50 % dan 1 orang ibu rumah tangga
dengan prosentase 25 %.
Tabel 9. Jenis Tindak Pidana yang Dilakukan Responden
Narapidana Wanita
No. Nama Responden Frekuensi Prosentase
1. Penipuan 1 25%
2. Perampokan 1 25%
3. Zina 1 25%
4. Pembuangan Bayi 1 25%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa jenis tindak pidana yang
dilakukan responden adalah sebagai berikut: jenis tindak pidana Penipuan
dilakukan oleh 1 orang dengan prosentase 25 %, jenis tindak pidana Perampokan
dilakukan oleh 1 orang dengan prosentase 25 %, tindak pidana zina ada 1 orang
dengan prosentase 25 %., dan untuk tindak pidana pembuangan bayi 1 orang
dengan prosentase 25 %.
Tabel 10. Lama Pidana Responden Narapidana Wanita
No. Lama Pidana Frekuensi Prosentase
1. 3 bulan 1 25%
2. 1-3 tahun 3 75%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
59
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa lama pidana yang dijalani
responden adalah sebagai berikut: 3 bulan ada 1 orang dengan prosentase 25 %, 1-
3 tahun ada 3 orang dengan prosentase 75 %.
Tabel 11. Responden Narapidana Wanita Mengetahui Adanya
Pembinaan
No. Nama Responden Mengetahui Tidak mengetahui
1. Mawar
2. Melati
3. Matahari
4. Kenanga
Prosentase 100% 0%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa responden yang mengetahui
mengenai Pembinaan adalah 4 (empat) orang atau dengan prosentase 100 %.
Nama responden tidak disebut dengan nama yang sebenarnya sebagai
penghormatan terhadap hak-hak narapidana.
Tabel 12. Tanggapan Responden dan keluarga mengenai
Pembinaan Narapidana Wanita
No. Tanggapan Keluarga Frekuensi Prosentase
1. Senang 4 100%
2. Tidak Senang 0 0%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa tanggapan dari responden
dengan adanya Pembinaan adalah senang dengan prosentase 100 %.
Tabel 13. Kelengkapan Pembinaan Narapidana Wanita
No. Kelengkapa Prasyarat Frekuensi Prosentase
1. Lenkap 4 100%
2. Tidak Lengkap 0 0%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
60
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa kelengkapan pembinaan
narapidana wanita baik itu berupa syarat Adminitratif ataupun peralatan
pembinaan telah terpenuhi dan semua responden sudah melengkapi syarat tersebut
dalam prosentase 100 %.
Tabel 14. Lama Responden Narapidana Wanita Mengikuti
Pembinaan
No. Lama Pengajuan Frekuensi Prosentase
1. 2-3 Bulan 1 25%
2. 1-2 Tahun 3 75%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa lamanya responden
mendapatkan Pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B adalah
sebagai berikut: 2-3 bulan ada 1 orang dengan prosentase 25 %, 1-2 tahun ada 3
orang dengan prosentase 75 %.
Tabel 15. Sudah Mendapatkan Pembinaan
No. Keterangan Frekuensi Prosentase
1. Belum mendapatkan 0 0%
2. Sudah mendapatkan 4 100%
Jumlah 4 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa dari semua responden
sudah mendapatkan pembinaan dengan prosentase 100%.
Proses pembinaan narapidana wanita bertujuan agar nantinya narapidana
wanita setelah bebas dapat diterima dalam masyarakat lagi namun tujuan utama
atau pokok dari pembinaan narapidana wanita adalah, yait:
61
a. Untuk memperbaiki pribadi dari narapidana itu sendiri;
b. Untuk membuat narapidana bahagia dunia akhirat;
c. Untuk membuat narapidana berpartisipasi aktif dan positif
dalam masyarakat dalam pembangunan;
d. Untuk membuat narapidana dapat memiliki keterampilan khusus
agar tidak melakukan tindak pidana lagi.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor
K.P. 10. 13/3/1 tertanggal 8 Pebruari 1965, Proses Pemasyarakatan memiliki
beberapa tahapan:
1. Tahap Awal
Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani
kurang lebih 1/3 masa pidananya dan proses pengamanannya
bersifat maksimal (Maximum Security). Tahap awal ini terdiri dari:
a. Admisi dan Orientasi
Pada masa ini adalah masa pengamatan, pengenalan, dan
penelitian lingkungan bagi narapidana, paling lama 1 bulan.
b. Pembinaan Kepribadian, yaitu:
i. Pembinaan Kesadaran Beragama;
ii. Pembinaan Kesadaran Berbangsa Dan Bernegara;
iii. Pembinaan Kemampuan Intelektual atau Kecerdasan;
iv. Pembinaan Kesadaran Hukum.
62
2. Tahap Lanjutan
Ada dua tahap yaitu tahap 1/3-1/2 masa pidana narapidana dan
tahap 1/2-2/3 masa pidana narapidana. Proses pengamanannya
bersifat sedang (medium security).
Tahap 1/3-1/2 masa pidana Narapidana meliputi:
a. Pembinaan Kepribadian Lanjutan
Program pembinaan ini merupakan lanjutan pembinaan
kepribadian pada tahap awal.
b. Pembinaan Kemandirian:
i. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri;
ii. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri
kecil;
iii. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya
atau kemampuan masing-masing;
iv. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau
pertanian, perkebunan, dengan teknologi tinggj.
3. Tahap Lanjutan yang disebut Asimilasi.
Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani
1/2-2/3 masa pidananya dan proses pengamanannya bersifat sedang
(medium security). Tahap asimilasi ini adalah tahap dimana
membaurkan narapidana ke luar lembaga pemasyarakatan.
Narapidana memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolah, kerja
mandiri, bakti sosial, olahraga, kerja pada pihak luar, cuti
63
mengunjungi keluarga, menjalankan ibadah. Tahap ini dengan
pengamanan yang bersifat minimum security.
4. Tahap Akhir
Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani 2/3
masa pidana-bebas, masa pidananya dan proses pengamanannya
bersifat (minimum security), Tahap ini adalah pembebasan
bersyarat sampai narapidana bebas sebenarnya. Tujuan dari tahap
ini adalah agar narapidana tidak melanggar hukum lagi.
Narapidana dapat berpartisipasi secara aktif dan positif dalam
pembangunan (menjadi manusia mandiri), dan hidup berbahagia
dunia dan akhirat.
Ketiga tahap diatas harus melalui penilaian dalam sidang Tim Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) karena sidang TPP ini merupakan dewan tertinggi dalam
proses pemasyarakatan. Sidang TPP ini menentukan tahap pembinaan yang akan
dijalani oleh narapidana.
Ketentuan Sidang TPP tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri
Kehakiman tanggal 8 Februari 1997 No. K.P.10.13/3/1 dijelaskan sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah suatu proses dimana
narapidana pada waktu masuk lembaga pemasyarakatan berada pada
keadaan tidak harmonis dengan masyarakat, sejak itu lalu narapidana
mengalami pembinaan yang tidak lepas dari dan bersama dengan unsur-
unsur lain dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada
akhimya narapidana dengan masyarakat sekelilingnya merupakan suatu
keutuhan dan keserasian (keharmonisan) hidup dan penghidupan,
sehingga tersembuhlah dari segi-segi yang merugikan (negatif).”
64
Berdasarkan petunjuk teknis bidang pembinaan dalam lembaga
pemasyarakatan tahun 1986 telah menentukan wujud pembinaan yang disesuaikan
dengan tahap-tahap pembinaan itu. Adapun wujud pembinaannya;
a) Pendidikan umum;
b) Pendidikan mental atau spiritual;
c) Pendidikan ketrampilan;
d) Kegiatan sosial;
e) Kegiatan rekreasi.
Di dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan/Bina Tuna
Warga Nomor KP. 10.13/3/31 Tentang Pemasyarakatan sebagai proses, maka
hendaknya disalurkan tahap demi tahap guna menghindari kegagalan dari akibat-
akibat lain yang tidak diinginkan. Pentahapannya dapat sebagai berikut;
1. Hendaknya narapidana pada waktu datang di Lembaga
Pemasyarakatan dikenal dan diketahui dahulu apa kekurangan atau
kelebihannya. Sebab-sebab sampai ia melakukan pelanggaran, dan
lain-lain hal ikhwal tentang dirinya. Dengan bahan-bahan tersebut
dapat direncanakan dan lalu dilakukan usaha-usaha pembinaan
terhadapnya (terutama usaha-usaha pendidikan).
2. Jika pembinaan narapidana dan hubungan dengan masyarakat telah
berjalan selaras selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan
menurut pendapat Dewan Pembinaan Pemasyarakatan sudah
dicapai cukup kemajuan dalam proses (antara lain narapidana
cukup lancar dan telah menunjukkan perbaikan dalam kelakuan,
65
kecakapan, dan sebagainya), maka dipindah dari lembaga
pemasyarakatan biasa ke Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
(minimum security). Di tempat baru ini narapidana diberi tanggung
jawab yang lebih besar, lebih-lebih dalam tanggung jawab terhadap
masyarakat luar, bersamaan itu pula untuk rasa harga diri, sehingga
masyarakat luar memiliki kepercayaan terhadap narapidana.
3. Jika sudah dijalani kurang lebih setengah masa pidana yang
sebenarnya dan menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan proses
pemasyarakatan telah mencapai kemajuan yang lebih, baik
mengenai narapidana maupun unsur-unsur masyarakat, maka
wadah proses diperluas, ialah dimulai dengan usaha asimilasi
narapidana pada kehidupan masyarakat luar, seperti mengikutkan
pada sekolah umum, beribadah dan berolahraga dengan umum,
bekerja pada swasta atau instansi lain, berpariwisata dan
sebagainya. Segala sesuatu masih dalam pengawasan dan
bimbingan petugas-petugas pemasyarakatan.
4. Apabila sudah dijalani 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya,
sedikit-dikitnya 9 bulan dapat diberikan pelepasan bersyarat, kalau
proses berjalan lancar dengan baik. Pada tahap ini wadah proses
pemasyarakatan berupa masyarakat luar yang luas, sedang
pengawasan dan bimbingan menjadi lebih kurang, sehingga
akhirnya narapidana tersebut dapat hidup dalam keadaan harmonis
dengan masyarakat luas di atas kaki sendiri. Tujuan pemidanaan
66
dalam Sistem Pemasyarakatan adalah mengembalikan narapidana
ke tengah masyarakat agar menjadi warga negara yang baik,
berguna dan bertanggung jawab. Pembinaan yang dipilih sesuai
dengan kebijakan penghukuman ini adalah segala jenis program
treatment (pembinaan) bagi narapidana dimana selagi mereka
menjalani sisa pidananya, mereka telah diberi kesempatan untuk
kembali ke tengah masyarakat dengan pengawasan tertentu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa
pembinaan dibagi atas dua bagian yaitu:
1. Pembinaan Kepribadian
2. Pembinaan Kemandirian
Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka Program Pembinaan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdasarkan hasil
penelitian yaitu:
1. Pembinaan Spiritual
Pembinaan ini bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan YME, melalui pembinaan kesadaran beragama.
Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan keimanan Narapidana
terutama memberikan pengertian agar narapidana dapat menyadari
akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya. Pembinaannya
berupa pengajian dari petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas II B Purbalingga dan Departemen Agama, sholat jumat
67
berjamaah dan kunjungan dari ormas Islam serta masyarakat yang
dilaksanakan di mushola RUTAN.
2. Pembinaan Kesadaran Berbangsa Dan Bernegara
Usaha ini dilaksanakan melalui pemahaman wawasan kebangsaan,
termasuk menyadarkan narapidana agar dapat berbakti menjadi
warga negara yang baik dan berbakti pada nusa dan bangsa.
Pembinaannya dapat berupa penyuluhan hukum dari Polres
Purbalingga, penyuluhan hukum oleh petugas Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dan pengarahan saat apel
oleh petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB
Purbalingga.
3. Pembinaan Kemandirian
Merupakan kegiatan pembinaan yang bertujuan meningkatkan
kemampuan Narapidana melalui program kerja. Pembinaannya
berupa pemberian keterampilan hanya begi yang mempunyai
minat. Pemberian keterampilan yang biasa dilakukan yaitu
membuat sapu dan keterampilan kayu. Sedangkan keterampilan
yang lain yaitu handicraft atau kerajinan tangan dan pengolahan
kayu limbah.
4. Pembinaan Olahraga dan Kesenian
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membentuk jiwa yang sehat serta
mengembangkan kemampuan di bidang olahraga yang dimiliki
masing-masing narapidana antara lain sepak bola, bola volley,
68
bulutangkis, serta tenis meja dan kemampuan dalam bermain
musik seperti kemampuan memainkan alat musik seperti gitar,
drum, bas, ataupun keyboard, dan juga mengasah kemampuan
dalam vokal.
5. Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat
Bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara narapidana dengan
masyarakat dengan memberikan kesempatan mengembangkan
aspek-aspek pribadinya, memberikan keleluasaan yang lebih besar
untuk berintegrasi dengan masyarakat dalam kegiatan
kemasyarakatan, bekerja pada pihak ketiga, melanjutkan
pendidikan umum, dan beribadah bersama masyarakat.
Pembinaan dalam pemasyarakatan mengandung pengertian bahwa
memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit
menjadi seseorang yang baik. Sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi
pekerti narapidana yang didorong untuk membangkllkan rasa harga diri pada diri
sendiri dan pada orang lain serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam
masyarakat dan selanjutnya berpotensi utnuk menjadi manusia yang berpribadi
luhur dan bermoral tinggi.38
38
Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan,
Yogyakarta, Liberty, 1986, hlm 187.
69
4. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pelaksanaan
Pembinaan Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
Data primer ini diperoleh oleh penulis melalui wawancara dengan para
responden. Responden yang dimaksud adalah:
1. Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga
yang diwakili oleh Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan.
2. Narapidana pidana wanita yang berjumlah 4 orang.
Tabel 16: Hasil Wawancara Dengan Petugas Tentang Faktor
Penghambat dan Pendorong Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan Negara Kelas
II B Purbalingga
Kode Informan Hasil Wawancara Substansi Tema Tujuan
Helmi Najih,
Amd, IP, S.H.
(Sub Sie
Pembinaan)
-Faktor pendorong
pembinaan narapidana
wanita sebagian besar
berasal dari Purbalingga,
serta adanya dukungan dari
pihak ketiga seperti
masyarakat, ormas-ormas,
dan instansi pemerintah ikut
antusias dalam pelaksanaan
pembinaan, para narapidana
wannitapun menyambut dan
menerima dengan baik.
-Faktor penghambat untuk
pembinaan kepribadian
tidak ada. Kalau untuk
pembinaan keterampilan
hambatannya instruktur
khusus pembinaan
keterampilan tidak ada dan
kurangnya pendanaan.
-Dalam
pelaksanaana
pembinaan
narapidana
wanita di
RUTAN
Purbalingga ada
bebebrapa faktor
pendorong dan
penghambat.
-Faktor yang
mendorong
dan
menghambat
pelaksanaan
pembinaan
narapidana
wanita di
RUTAN
Purbalingga.
-Dapat
mengantisipasi
hambatan dan
meningkatkan
faktor
pendorong
untuk
kelancaran
pelaksanaan
pembinaan
narapidana
wanita di
RUTAN
Purbalingga.
Sumber: Data primer yang sudah diolah.
70
Tabel 17: Hasil Wawancara Dengan Narapidana Wanita Tentang
Faktor Penghambat dan Pendorong Pelaksanaan
Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan
Negara Kelas II B Purbalingga
Kode
Informan
Hasil Wawancara Substansi Implikasi
Mawar
(bukan nama
sebenarnya).
-Faktor pendorong,
pelaksanaan pembinaan
sangat berarti. Khususnya
pembinaan spiritual,
memberikan bekal rochani
bagi kehidupan dengan
adanya pengajian-pengajian,
kunjungan dari ormas Islam,
sholat berjamaah. Apalagi
bagi narapidana wanita yang
mengikuti pembinaan
keterampilan, diajari
membuat kristik, dan
keterampilan menjait.
-Faktor penghambat Tidak
ada hambatan dalam
pembinaan, karena dalam
menjalaninya dengan
nyaman, hubungan dengan
petugaspun baik-baik saja.
-Tidak adanya
faktor yang
menghambat dalam
pelaksanaan
pembinaan
narapidana wanita
RUTAN
Purbalingga.
Dimana ditekankan agar
narapidana wanita
mengetahui cara pembinaan
yang baik dan benar,
melaksanakan pembinaan
keterampilan serta
mengetahui manfaat dari
pelaksanaan pembinaan.
Melati
(bukan nama
sebenaranya).
-Faktor pendorong, jadi
banyak kegiatan, yang dapat
diikui oleh narapidana
wanita seperti membuat sapu,
memasak, bersih-bersih.
Jadinya tidak bosen di
bingker karena diselingi
banyak kegiatan. Pembinaan
spiritualnya juga lancar,
dibina oleh petugas dan
kadang-kadang ada
pengajian dari Depag
sehingga mendekatkan kita
pada Yang Maha Kuasa.
-Pelaksanaan
pembinaan
narapidana wanita
dapat menjadi
kegiatan yang
positif.
Dapat menjadikan suatu
pembinaan yang berguna
bagi kehidupan narapidana
wanita di kemudian hari.
71
Hubungan antara narapidana
wanita di RUTAN
Purbalingga baik, dengan
petugaspun juga baik.
-Faktor penghambat secara
pribadi tidak ada faktor yang
menghambat.
Matahari
(bukan nama
sebenarnya).
-Faktor pendorong,
pembinaannya baik serta
bermakna bagi kehidupan
sehari-hari, menjadikan serta
menyadarkan kita akan
pentingnya kehidupan.
Pelaksanaan pembinaan
dapat mendekatkan diri
kepada ALLAH SWT.
-Faktor penghambat, secara
pribadi penghambatnya saat
pembinaan khusus ke
rochanian cara penyampaian
ceramahennya kurang
menaraik sehingga membuat
ngantuk.
-Menerima
pembinaan secara
positif. Masih ada
faktor penghambat
dalam penyampaian
pembinaan.
Adanya pembenahan dalam
penyampaian pembinaan
kepada narapidana wanita di
RUTAN Purbalingga.
Kenanga
(bukan nama
sebenarnya).
-faktor pendorong secara
umum, pemberi pembinaan
menyampaikan
pembinaannya dengan baik
dan jelas sehingga membuat
narapidana wanita antusias
dan tertarik mengikuti
pelaksanaan pembinaan di
RUTAN Purbalingga. Dan
juga pelaksanaan pembinaan
narapidana wanita terjadwal
dengan baik.
-Fator penghamba, selama
menjalani hukuman di
RUTAN Purbalinnga tidak
ada hambatan dalam
menerima pembinaan.
- Karena
pelaksanaan
pembinaan sudah
terjadwal maka
pelaksanaan
pembinaan di
RUTAN
Purbalingga dapat
berjalan dengan
lancar.
Pelaksanaan pembinaan
yang sudah berjalan dengan
baik untuk tetap
dipertahankan dan di
tingkatkan lagi di kemudian
hari.
Sumber: Data primer yang sudah diolah
72
Penempatan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
menjadi masalah bagi petugas RUTAN Purbalingga dalam menyiapkan
narapidana wanita kembali menjadi manusia Indonesia seutuhnya karena tugas
pokok dan fungsi RUTAN adalah perawatan tahanan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat dan Cara Pelaksanaan
Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Dengan keberadaan
narapidana wanita di RUTAN Purbalingga, berarti juga bahwa RUTAN
Purbalingga harus melakukan pembinaan untuk mencapai tujuan Pemasyarakatan.
RUTAN Purbalingga dapat melakukan pembinaan dalam kemandirian dan
pembinaan kepribadian. RUTAN Purbalingga memiliki fasilitas atau ruangan-
ruangan yang mendukung pembinaan seperti masjid atau ruang ibadah, aula,
ruangan bimbingan latihati kerja, perpustakaan, ruangan kunjungan, ruang
kesehatan serta ruangan hunian yang memadai termasuk ruang isolasi dan
sebagainya.
Permasalahannya adalah di dalam RUTAN Purbalingga dihuni oleh dua
pelanggar hukum yang mempunyai status yang berbeda yaitu tahanan dan
narapidana. Percampuran antara tahanan dan narapidana dapat mengakibatkan
dampak negatif bagi tahanan, narapidana dan petugas RUTAN. Apalagi jika
memperhatikan fasilitas RUTAN yang serba kekurangan, kemungkinan hal itu
dapat terjadi sangat besar oleh karena itu petugas harus dapat mencegah atau
mengatasi masalah yang timbul terutama mengenai masalah penempatan
penghuni di RUTAN Purbalingga.
73
B. Pembahasan
1. Pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan
Negara Kelas II B Purbalingga.
Pada penulisan skripsi ini, penulis memfokuskan penelitian pada
pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Tujuan pembinaan terhadap narapidana wanita
untuk membentuk narapidana wanita seperti yang diamanatkan Pasal 2 UU No 12
Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan sebagai berikut:
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.”
Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dilaksanakan berdasarkan Pasal 2 UU
No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Membahas tentang kepenjaraan
(Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan) dan pembinaan narapidana
didalamnya pada dasarnya merupakan pembicaraan tentang “sistem hukuman”,
suatu cara yang merupakan alat untuk mengatasi anggota-anggota masyarakat
yang melanggar kaidah-kaidah hukum dari suatu negara tertentu.
W. A. Bonger meyatakan bahwa sejak abad ke 18 terlihat adanya suatu
perubahan yang sedang berlangsung dalam peradilan. Dulu hakim sedikit atau
sama sekali tidak memikirkan keadaan pribadi penjahat. Jika sudah terbukti
kesalahanya, tinggal kewajiban para hakim dengan tidak memandang bagaimana
keadaan terdakwa dijatuhi hukuman. Hukuman (dalam segala bentuknya) pada
74
awalnya merupakan “pembalasan denda” bahkan pada mula sekali dalam
masyarakat yang mau sederhana anggota masyarakat yang dirugikan langsung
membalas yang merugikan dengan menghukum orang yang merugikan, namun
setelah peranan masyarakat (negara) makin besar maka timbul perubahan dimana
“pembalasan” dari pihak yang dirugikan baik menurut kesusilaan yang terdapat
dalam masyarakat maupun dalam hukum pidana. Sehingga masalah hukuman
sepenuhnya dijatuhkan oleh Negara. Perkembangan selanjutnya memandang
sebagai sebagai cara yang mengandung dua unsur:39
1. Memuaskan rasa dendam dan benci para anggota suatu kelompok
(artinya agar kelompok puas maka penjahat dihukum).
2. Melindungi masyarakat, (la defece sociale) agar masyarakat terhindar
gangguan penjahat ditindak atau dihukum serta diisolir dari
masyarakat.
Pada akhirnya makna hukuman ini Bonger melihat adanya
perkembangan negara dan masyarakat mulai memperhatikan bahwa penting pula
memperhatikan pendidikan terhadap mereka yang dihukum penjara, agar nantinya
dapat menjadi Warga masyarakat yang baik kembali.40
Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada prakteknya diberikan
pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Berdasarkan Pasal 2 UU No.
12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, pelaksanaan pembinaan kepribadiaan di
RUTAN Purbalingga yang meliputi penyuluhan hukum, pengajian, sholat
39
Soedjono Dirdjosisworo, sejarah dan azas-azas penologi, CV Armico, Bandung,
1984, hlm 181. 40
Ibid. Hlm 182.
75
berjamaah, kunjungan-kunjungan, mengikuti senam pagi, olahraga dan kebersihan
lingkungan dalam rangka untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan mengenai
keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, dan membuat kerajinan tangan,
dalam rangka narapidana wanita dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Narapidana wanita di RUTAN Purbalingga ada 4 (empat) orang dan semuanya
telah menerima pembinaan baik pembinaan kepribadian maupun kemandirian.41
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dalam
Pasal 2 ayat (l) menyatakan:
“Program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan
dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian.”
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan, maka pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu diberikan pembinaan
kepribadian dan kemandirian. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan
41
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
76
mengenai keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, membuat kerajinan
tangan. Sarana dan prasaran keterampilan menjait, melukis, kristik semuanya
disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga, namun untuk tenaga ahli yang dapat
mendampingi narapidana wanita dalam pembinaan keterampilan masih terbatas.
Pembinaan kepribadian yang dilaksanakan meliputi:
a. Penyuluhan hukum
Diadakan penyuluhan hukum baik dari petugas Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga maupun dari Humas Polres
Purbalingga. Pembinaan ini menanamkan pemahaman bagi narapidana
terhadap norma dan kaidah hukum agar tidak melanggar hukum.
Kesadaran hukum ini membawa keinginan bagi narapidana wanita
untuk tidak lagi melanggar hukum yang berlaku karena ini akan sangat
merugikan diri mereka sendiri maupun orang lain. Selama kehilangan
kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada
masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Hal ini sesuai
dengan kodratnya sebagai manusia yang tidak lepas dari masyarakat.
b. Pengajian
Pengajian dilaksanakan setiap hari Rabu dan Sabtu, Kadang-kadang
hari selasa ada pengajian yang diselenggarakan oleh Departemen
Agama (DEPAG) Kabupaten Purbalingga. Hal ini dilaksanakan untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan melalui kesadaran beragama.
Usaha ini diperlukan untuk memberi pengertian agar narapidana
wanita dapat menyadari akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya
77
selama ini termasuk menyadarkan narapidana agar menjadi warga
negara yang dapat memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan
negara.
c. Sholat berjamaah
Dilakukan sholat bersama 5 (lima) waktu serta sholat jumat dengan
petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga di
mushola yang ada di lingkungan Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas II B Purbalingga. Bagi yang beragama Nasrani diadakan
kegiatan untuk beribadah yaitu setiap minggu ke gereja dengan diantar
dan dijemput oleh petugas keamanan Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan, maka terhadap narapidana wanita ditanamkan norma-
norma hidup dan kehidupan serta diberi kesempatan untuk
merenungkan perbuatan salah yang pernah diperbuat. Narapidana
wanita dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk
menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya. Tiap orang adalah
manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia tersesat.
Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana wanita bahwa ia itu
penjahat. Narapidana wanita harus diperlakukan sebagai manusia,
segala bentuk label yang negatif yang melekat pada narapidana wanita
hendaknya sedapat mungkin dihapuskan.
78
d. Kunjungan-kunjungan
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga mempunyai
hubungan yang baik dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) di
Kabupaten Purbalingga. Hal ini berdampak positif dengan adanya
kunjungan-kunjungan dari ormas wanita Islam di Kabupaten
Purbalingga.
e. Mengikuti senam pagi
Senam pagi dilaksanakan setiap hari yaitu hari selasa sampai dengan
hari sabtu. Hal ini dimaksudkan agar narapidana wanita tetap terjaga
kesehatannya.
f. Olahraga
Olahraga yang ada yaitu bola voli, bulutangkis, tennis meja dengan
sarana dan prasarana yang telah ada di lingkungan Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
g. Kebersihan lingkungan
Dilaksanakan di lingkungan Rumah Tahanan Negara, (RUTAN) Kelas
II B Purbalingga seperti mencabuti rumput, bersih-bersih dan menyapu
ruangan.
Sistem atau model pembinaan yang dilaksanakan oleh Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga ini cukup baik. Dengan berbagai jenis
keterampilan serta pembimbingan dari para petugas Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Purbalingga membuat mereka banyak memperoleh manfaat
yang baik. Upaya pembinaan dan bimbingan yang demikian itu telah sesuai pula
79
dengan dasar pembaharuan pidana yang mengandung aspek menempuh upaya
baru terhadap narapidana. Sistem pembinaan tersebut sesuai dengan pendapat
Sahardjo yang meyatakan dengan singkat tujuan pidana penjara ialah
pemasyarakatan yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang
diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga
orang-orang yang menurut Suhardjo telah tersesat diayomi oleh pohon beringin
dan diberikan bekal hidup sehingga akan menjadi Kaula yang berfaedah di dalam
masyarakat Indonesia. Dengan pernyataan Sahardjo maka penjara di Indonesia
diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan.42
Narapidana wanita sebagai manusia yang dibina harus bisa
dikembangkan rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri dengan
kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat agar selanjutnya
berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.
Dengan demikian sasaran pembinaan tertuju pada pribadi dan budi pekerti
narapidana wanita tersebut.
Pentahapan proses pemasyarakatan dan upaya pembinaannya secara
operasional berusaha untuk menjauhkan narapidana wanita secara bertahap dari
lingkungan buruk tembok penjara dan mendekatkan narapidana pada hakekat
hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem pemasyarakatan
merupakan suatu perubahan dalam pelaksanaan pidana penjara yang kaitannya
deagan perlakuan terhadap narapidana wanita berdasarkan paham humanisme dan
berdasar filsafat Pancasila sebagai dasar dalam membina narapidana. Pihak
42
Op. Cit. Soedjono Dirdjosisworo. Hlm 185.
80
keluarga dan masyarakat juga diberi kesempatan untuk ikut membina sehingga
narapidana metasa bahwa dia tetap diakui eksistensinya sebagai anggota
masyarakat.
Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian narapidana wanita
di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdasarkan hasil
penelitian dalam prakteknya telah sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dimana dalam Pasal 3
menyatakan bahwa Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:
a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Narapidana wanita mendapatkan pembinaan keagamaan menurut
dengan kepercayaannya. Pembinaan yang diterima seperti sholat lima
waktu dan sholat jum’at, membaca Al’Quran serta buku-buku
keagaman yang disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga, pengajian
rutin setiap minggu dilaksanakan, penyuluhan dari Depag, serta bagi
yang beragama non muslim dapat menjalankan ibadahnya dengan
diantar Ketempat peribadahannya, karena di dalam RUTAN
Purbalingga hanya ada fasilitas mushola.
b. kesadaran berbangsa dan bernegara;
Mengikuti upacara bendera, memperingati serta merayakan hari besar
nasional serpeti memperingati hari pahlawan, kesaktian pancasila, hari
kartini dan kebangkitan nasional.
81
c. intelektual;
Petugas RUTAN Purbalingga menyediakan buku-buku bacaan koran,
majalah, serta buku-buku lain dimana agar narapidana wanita dapat
berkembang dan memiliki wawasan yang luas.
d. sikap dan perilaku;
Pembinaan mengenai karakter narapidana wanita serta kesempatan
mengembangkan aspek-aspek kepribadian dan kemandirian. Yang
dilakuakan oleh petugas RUTAN Purbalingga dan dilaksanakan oleh
narapidana wanita.
e. kesehatan jasmani dan rohani;
Adanya fasilitas olahraga untuk kebugaran jasmani dan tersedianya
fasilitas kesehatan bagi narapidana wanita yang sakit. Keagamaan,
hiburan-hiburan serta adanya waktu besuk kunjungan bertemu
keluarga di RUTAN Purbalingga.
f. kesadaran hukum;
Adanya pembinaan tentang penyuluhan hukum oleh pihak Polres
Purbalingga dan petugas RUTAN Purbalingga. Pembinaan tersebut
bertujuan meningkatkan kesadaran hukum narapidana wanita agar
pada saat narapidana tersebut berbaur dengan mayarakat dapat diterima
dengan baik.
g. reintegrasi sehat dengan masyarakat;
Meningkatkan kesadaran serta dapat lebih menghargai diri sendiri dan
menghargai orang lain serta masyarakat.
82
h. keterampilan kerja; dan
Adanya pelaksanaan pembinaan kemandirian. Seperti menjait
membuat kerajinan kristik.
i. latihan kerja dan produksi.
Berkerjasama dengan pihak ketiga (masyarakat) seperti perusahaan
mebeler. Untuk memproduksi barang mentah yang kemudian diolah
menjadi barang siap jual.
Sistem pemasyarakatan dimulai dengan menerima narapidana dan
menyelesaikan pencatatan secara administratif, yang disusul dengan observasi
atau identifikasi mengenai pribadinya secara lengkap oleh satu Petugas
Pemasyarakatan. Setelah selesai kemudian ditentukan bentuk dan cara perlakuan
(treatment) yang akan ditempuh, antara lain penempatannya untuk tinggal,
pekerjaan yang akan diberikan, pendidikan atau pelajaran yang akan ditempuhnya.
Disamping diberi keterangan tentang hak dan kewajiban serta tata cara hidup
dalam lembaga. Setelah berjalan beberapa lama pertemuan Petugas
Pemasyarakatan diadakan dengan mengikutsertakan narapidana yang
bersangkutan, dievaluair keadaannya maju atau mundur tingkah lakunya.
Perlakuan selanjutnya ditentukan oleh Petugas sesuai dengan kemajuan atau
kemundurannya, setelah dilakukan koreksi seperlunya. Usaha evaluasi semacam
ini dilakukan secara berkala dan akhirnya bila terus ada kemajuan dan sudah tiba
waktunya narapidana disusulkan dilepas dengan perjanjian, tetapi bila tidak maka
narapidananya sampai habis masa pidananya.43
43
Ibid. Hlm. 189.
83
Selama dalam Lembaga, sebagai hasil usaha Petugas bila ada kemajuan
dapat kepada narapidana diperlonggar kebebasannya, hingga makin dekat
pergaulannya dengan masyarakat, bila berupa mendapat pekerjaan maupun
pendidikan olah raga, olah kesenian, kesempatan beribadat, dan lain-lain di luar
lembaga bersama masyarakat, dan juga dengan keluarganya. Dengan demikian
secara progressip narapidana setapak demi setapak dengan kemajuan pribadinya,
mendekati hari lepasnya. Usaha perlepasan dengan perjanjian merupakan mata
rantai terakhir dari usaha pembinaan dalam sistem pemasyarakatan, disamping
remisi yang diberikan pada tiap-tiap tanggal 17 Agustus bila berkelakuan baik.
Untuk membantu naiknya kemajuan nilai narapidana, kepadanya diberikan
pendidikan dan pelajaran dalam bidang ilmu pengetahuan, kesenian, keagamaan
dan keterampilan.44
Disamping pendidikan dan pelajaran, adanya pekerjaan pekerjaan dengan
mesin jahit, tangan, pertanian dan lain-lain merupakan sarana penting dalam
pembinaannya, demi perkembangan daya kerjanya dan demi pencaharian
nafkahnya kemudian serta bantuannya dalam pengembangan ekonomi nasional.
Hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor. 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyarakatan yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah Nomor. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam prakteknya berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga hak-hak yang telah didapatkan antara lain:
44
Ibid. Hlm 189.
84
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya:
Bagi yang beragama muslim disediakan mushola untuk tempat
beribadah, sedangkan yang beragama non muslim pihak RUTAN
Purbalingga dapat mengantarkan ke tempat peribadahannya.
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani:
Perawatan rohani dapat diterima melalui ibadah sesuai agama dan
kepercayaan, sedangkan perawatan jasmani dengan adanya fasilitas
olahraga yang disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga.
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran:
Narapidana wanita mendapat pendidikan serta pengajaran seperti
membuat kerajinan tangan dan penyuluhan sebagai bekal narapidana
wanita.
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak:
Bagi narapidana wanita yang sakit mendapatkan pengobatan gratis
dari pihak RUTAN Purbalingga serta makan-makanan yang layak dan
bergizi.
e. Menyampaikan keluhan:
Narapidana wanita dapat menyampaikan keluhan-keluhan kepada
petugas RUTAN Purbalingga apabila ada permasalahan.
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang:
85
Narapidana wanita mendapatkan bimbingan serta hiburan melalui
buku dan media massa yang telah disediakan oleh pihak RUTAN
Purbalingga.
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan:
Apabila narapidana wanita dalam membuat kerajinan tangan dan
dapat dijual maka hasil dari penjualan barang tersebut narapidana
wanita juga dapat memperoleh keuntungannya.
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya:
Adanya izin dari pihak RUTAN apabiala narapidana wanita
mendapatkan kunjungan.
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi):
dapat diperoleh apabila perilaku narapidana wanita tergolong baik.
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga:
Hal ini dapat diperoleh narapidana wanita apabila narapidana akan
bebas dari hukuman.
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat:
Pembebasan ini diperoleh narapidana wanita dengan adanya ketentuan
yang harus dijalani terlebih dahulu.
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas dan:
Apabila narapidana sudah tinggal sebentar masa tahanannya.
86
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku:
Ini didapat narapidana wanita apabila narapidana wanita berkelakuan
baik selama tinggal di dalam RUTAN Purbalingga.
Wanita mempunyai kodrat yang berbeda dengan laki-laki, ada beberapa
hak khusus yang diterima oleh narapidana wanita dimana hak tersebut berbeda
dengan hak narapidana laki-laki. Narapidana wanita mendapatkan hak khusus
diantaranya pada saat menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Pada saat
narapidana wanita menstruasi, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purbalingga
menyiapkan seperti pembalut yang dapat digunakan oleh narapidana wanita. Pada
saat narapidana wanita hamil, RUTAN Purbalingga menyiapkan pelayanan
kesehatan ibu hamil seperti imunisasi dan pemberian vitamin secara teratur, ketika
narapidana wanita melahirkan maka pihak RUTAN Purbalingga akan
mengantarkan narapidana wanita kerumah sakit di wilayah RUTAN Purbalingga.
Dalam hal pembiayaan narapidana wanita untuk perawatan menstruasi,
kehamilan, melahirkan, dan menyusui, didanai oleh pihak RUTAN Purbalingga
serta adanya bantuan dana dari keluarga narapidana wanita yang bersangkutan.45
Dalam menjalankan pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di
RUTAN Purbalingga berdasarkan hasil penelitian telah sesuai dengan asas-asas
dalam UU Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Dimana asas-asas
tersebut dituangkan dalam Pasal 5 sebagai berikut:
45
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
87
a. Pengayoman;
Yang dimaksud dengan pengayoman adalah perlakuan terhadap warga
binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari
kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan
Pemasyarakatan,juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di
dalammasyarakat.
b. Persamaan perlakuan dan pelajaran;
Adanya perlakuan dan pemberian materi yang sama terhadap
narapidana wanita di RUTAN Purabalingga tanpa membedakan latar
belakang, pendidikan, usia, jabatan dari narapidana wanita.
c. Pendidikan;
Pendidikan yang diterima narapidana wanita sesuai dengan pancasila
misalnya keagamanan, ketersmpilan, kenegaraan, kemasyarakatan.
d. Pembimbingan;
Adanya suatu bimbingan untuk meningkatkan jiwa kekeluargaan, dan
menunaikan ibadah.
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
Yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia
adalah bahwa sebagai orang yang tersesat warga binaan
pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.
88
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;
Yang dimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satu-
satunya penderitaan adalah warga binaan pemasyarakatan harus
berada dalam RUTAN untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara
mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya menjadi lebih
baik.
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu.
Yang dimaksud dengan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan
dengan keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa walaupun
warga binaan pemasyarakatan berada di RUTAN, tetapi harus tetap
didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh
diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan
masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam RUTAN dari
anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama
sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.
Didalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga
asas-asas tersebut sudah diterapkan serta berjalan dengan baik dimana sesuai
dengan harapan para petugas yang melaksanakan pembinaan. Karena pada
dasarnya narapidana juga mempunyai hak-hak seperti manusia pada umumnya,
seperti yang ditegaskan Sahardjo, tiap orang adalah manusia dan harus
diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan
89
pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa
ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.
Politik penyelenggaraan sistem pemasyarakatan sebagai pelaksanaan
pembinaan narapidana, berdasarkan azas Pancasila:46
a. Bahwa dalam usaha pemberian perlindungan pada masyarakat dan
individu terhadap kejahatan tidak hanya dicapai dengan usaha-usaha
pencegahan baik dalam arti kata sampit maupun luas, dan dengan
usaha-usaha pengendalian penguasaan kejahatan melalui law
enforcement saja, akan tetapi juga dengan pencegahan pengulangan
kejahatan melalui teknik perlakuan yang dasar penilaiannya dititik
beratkan kepada proses perkembangan dari potensi-potensi
penyesuaian yang positif, alamian dan insaniah sebagai satu proses
keadilan yang bertujuan memulihkan fitrah kesatuan hubungan hidup,
kehidupan dan penghidupan antara manusia terpidana dengan
pribadinya sendiri, sesama manusianya, masyarakatnya dan alamnya di
bawah ridho Tuhan Yang Maha Esa.
b. Masyarakat Indonesia sedang membangun dan narapidana adalah
warganegara, yang dalam hal tanggung jawab terhadap terciptanya
tujuan bangsa sama nilainya dengan warganegara lainnya, sehingga
harus turut atau diturutsertakan dalam pembangunan, yang bila tidak
akan menurunkan nilai martabatnya sebagai warganegara.demi
kehidupan sendiri dan kehidupan keluarganya yang ditinggalkan,
46
Ibid. Hlm 190-191.
90
sesuai dengan keadaan kehidupan tiap keluarga, di mana tiap kepala
keluarga wajib dapat menghasilkan dengan karyanya kebutuhan akan
kehidupannya, termasuk keluarganya maka narapidana wajib berkarya
seperti halnya seorang kepala keluarga. Dengan demikian ia dapat
mengidupi diri dan keluarganya tanpa memberatkan biaya pemerintah
(umum), dan disampingnya dengan karyanya juga menambah secara
langsung kemakmuran umum sebagai imbalan terhadap perbuatannya
yang telah merugikan dan melatih diri dalam keterampilan bekerja.
c. Narapidana sebagai titipan Tuhan, memiliki hidup kerokhanian dan
mengharapkan akan kebahagiaan abadi di akhirat nanti, wajib dibina
dan dibimbing ke arah tata kehidupan yang sesuai demi tercapainya
tujuan tersebut. Usaha ini, dengan adanya azas Pancasila, menjadi
menonjol hingga wajib diselenggarakan dengan sebaik-baiknya usaha-
usaha pendidikan atau pelajaran dan peribadatan agama dengan
peralatan atau perlengkapan yang mencukupi. Bila usah ini benar-
benar berhasil, berarti bahwa seluruh tujuan Pemasyarakatan telah
berhasil pula, karena dengan demikian narapidana telah pula dapat
memenuhi apa yang ditentukan oleh ayat-ayat diatas.
Pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan menyebutkan mengenai hak narapidana diantaranya mengenai
pengurangan masa pidana (remisi), asimilasi, dan pembebasan bersyarat. Pada
dasarnya Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purbalingga sudah mengusulkan
memenuhi hak narapidana untuk mendapatkan asimilasi, dan pembebasan
91
bersyarat kepada Kementrian Hukum dan Ham. Tetapi belum dapat dilaksanakan
oleh pihak RUTAN Purbalingga karena untuk asimilasi kepada narapidana wanita
masih belum menemukan tempat untuk melaksanakan asimilasi tersebut karena
masih sulit berkejasama dengan pihak ketiga. Salah satu kendala dalam
melaksanakan asimilsi adalah kualitas sumber daya manusia narapidana wanita
masih relatif rendah. Hak narapidana wanita di RUTAN Purbalingga untuk
mendapatkan pembebasan bersyarat belum dapat dilaksanakan, karena belum ada
izin dari Kementrian Hukum dan Ham, serta narapidana wanita belum memenuhi
syarat substantif dan syarat administratif. Hak narapidana wanita di RUTAN
Purbalingga untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan (remisi) sudah dapat
dilaksanakan. Pengurangan masa hukuman (remisi) diterima narapidana wanita
setiap tahun. Diantaranya remisi hari raya Idhul fitri dan hari kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus.47
Berdasarkan pembahasan di atas Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas II B Purbalingga telah melakukan pelaksanaan pembinaan narapidana
wanita telah sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UU No 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
47
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
92
Tabel 18. Hasil Wawancara Rencana Penerapan Pembinaan
Kemandirian Setalah Narapidana Wanita Selesai
Masa Hukuman
No Kode Informan Pembinaan Kemandirian Hasil Wawancara
1. Mawar (bukan
nama sebenarnya)
- keterampilan seperti
menjait, melukis, kristik,
dan membuat kerajinan
tangan.
Setelah masa hukuman
selasai dari RUTAN
Purbalingga dan
menerima pembinaan
maka akan
memanafaatkan
pembinaan yang pernah
diterima, misalnya
menjahit.
2. Melati (bukan
nama sebenarnya)
Pembinaan yang diterima
di RUTAN Purbalingga
sangat bermanfaat dan
setelah masa hukumman
selesai keterampilan yang
diperolah dapat
diterapkan di perusahan
atau di pabrik.
3. Matahari (bukan
nama sebenarnya)
Setelah masa hukuman
selesai, ingin menerapkan
hasil pembinaan yang
pernah diterima di
RUTAN Purbalingga
menjadi seorang penjait.
Supaya tidak tergantung
pada orang lain dan
dapat hidup mandiri.
93
4. Kenanga (bukan
nama sebenarnya)
Selama tinggal di RUTAN
Purbalingga banyak
menerima pembinaan
kemandirian yang dapat
dimanfaatkan. Tetapi
setelah masa hukuman
selesai pertama yang
ingin dilakukan adalah
pulang kampung terlebih
dahulu. Karena belum
ada rencana untuk
memanfaatkan
pembinaan tersebut.
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Berdasar Tabel 18 dapat diketahui pembinaan kemandirian dapat
bermanfaat bagi narapidana wanita setelah masa hukuman selesai. Serta
pembinaan kemandirian tersebut dapat diterapkan di lingkungn masyarakat hal ini
sesuai dengan tujuan pembinaan kemandirian iu sendiri.
Untuk berhasilnya pembinan terpidana diperlukan perlengkapan-
perlengkaan, terutama bermacam-macam bentuk lembaga, yang sesuai dengan
tingkatan pengembangan semua segi kehidupan terpidana dan tenaga-tenaga
pembina yang cukup cakap dan penuh rasa pengabdian.48
Disamping itu masyarakat yang turut bertanggung jawab tentang adanya
pelanggaran hukum, wajib diturut sertakan secara langsung dalam usaha
pembinaan terpidana dan digerakan agar menerima kembali terpidana yang telah
48
Ibid. Hlm 200.
94
lepas dari lembaga sebagai salah seorang warga negara yang membantunya dalam
menempuh hidup barunya.49
Usaha pembinaan terpidana dimulai sejak hari pertama ia masuk dalam
lembaga hingga pada saat ia dilepas dari lembaga dan setelahnya dilanjutkan
dengan usaha pembimbingan lanjutan yang diselenggarakan oleh instansi-instansi
pemerintah atau sewasta bila masih diperlukan. Usaha pembinaan dilakukan
dengan mengingat pribadi tiap terpidana, secara prograsif sesuai dengan cepat
atau lambatnya kemajuan sikap, tingkah laku terpidana. Secara berkala
perkembangannya diteliti oleh suatu Dewan Pemasyarakatan yang menentukan
rencana pembinaan untuk selanjutnya, dan penempatannya pada lembaga yang
sesuai.50
Usaha pembinaan ditujukan terhadap hidup kejiwaannya untuk
memperkembangkan daya cipta, rasa, karsa, agar jujur, halus, sopan susila serta
dapat mengengkang nafsunya dan suka mengabdi pada Tuhan; terhadap hidup
jasmaniahnya serta daya karyanya agar sehat, kuat dan mampu berdiri sendiri
dengan mendapatkan nafkah yang halal dan cukup terhadap pribadinya sebagai
individu dan anggota masyarakat yang penuh serta suka mengabdi pada
masyarakat dan negara hingga lebih sadar akan kewajiban serta haknya sebagai
warga dan menghormati hukum.51
Untuk menjaga agar terpidana tidak terasing dari masyarakat dimana ia
akan kembali nanti, terpidana perlu dipergaulkan dengan masyarakatnya,
khususnya keluarganya. Hubungan mana makin lama makin cepat dan diperluas
49
Ibid. Hlm 200. 50
Ibid. Hlm 200. 51
Ibid. Hlm 201.
95
sejalan dengan kemajuan terpidana dalam perkembangannya dan menjelang hari
lepasnya. Demi kemungkinan pelaksanaan pembinaannya terpidana dapat
dipindah dari lembga dengan penjagaan maksimum, ke medium, dan ke minimum
yang dapat berupa lembaga terbuka.52
Pergaulan terhadap masyarakat luar, diwujudkan dengan kunjungan-
kunjungan organisasi atau perorangan yang berkecimpung dalam bidang
keagamaan atau sosial ke dalam lembaga pada hari-hari besar atau nasional atau
pada hari-hari tertentu. Pergaulan tersebut dilakukan juga dengan mengirimkan
terpidana secara kelompok atau perorangan keluar lembaga untuk keperluan
perlombaan olahraga, beribadah, belajar atau mencari pekerjaan, dengan
pengawasan .53
Organisasi dan perorangan tersebut diatas dapat membantu terpidana
dalam menyelesaikan kesulitan yang menyangkut keluarganya, pekerjaannya dan
lain-lain. Dengan cara pergaulan dengan masyarakat seperti tersebut diatas
masyarakat turut serta secara langsung dalam pembinaan terpidana.54
2. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pelaksanaan
Pembinaan Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
Hukum didalam negara berkembang dapat berperan untuk mengubah
pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola
pemikiran yang rasional dan modern, dalam hal ini hukum berfungsi sebagai
sarana pembaharuan masyarakat. Konsepsi ini membawa suatu konsekuensi
52
Ibid. Hlm 201. 53
Ibid. Hlm 201. 54
Ibid. Hlm 201.
96
bahwa perubahan yang diinginkan berjalan dengan teratur dan terencana. Hukum
disini mungkin dapat mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung
didalam mendorong terjadinya perubahan sosial.55
Bekerjanya hukum merupakan proses yang kompleks, bukan hanya
sekedar menegakkan aturan yang telah ditetapkan akan tetapi para penegak
hukum dihadapkan pada kualitas dari aturan itu sendiri, sarana dan prasarana yang
digunakan, kualitas penegak hukum dan kepentingan institusinya serta masyarakat
yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda. Bekerjanya
hukum tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang linier dan deterministik seperti
pandangan kaum positifistik, sebab disana akan terlihat berbagai pertentangan
kepentingan yang masing-masing ingin didahulukan.
Pelaksanaan pembinaan narapidana merupakan masalah penegakan
hukum. Sehubungan dengan masalah penegakan hukum ini, Soerjono Soekanto
berpendapat bahwa masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya
terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor
tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak negatif atau positifnya
terletak pada isi faktor-faktor yang berkaitan dengan penegakan hukum. Faktor-
faktor tersebut adalah sebagai berikut: 56
55
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Rajawali Press, 1988,
hml 100. 56
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 1990, hlm 9.
97
a. Faktor hukumnya sendiri dalam hal undang-undang.
Dampak negatif dari faktor penegakan hukum. Hukum yang dibahas
dibatasi pada undang-undangnya saja, undang-undang dalam arti
material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh
Penguasa pusat maupun daerah yang sah. Gangguan terhadap
penegakan hukum yang berasal dari undang-undang kemungkinan
disebabkan oleh:
1. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang yang
mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum.
2. Belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk
menempatkan undang-undang.
3. Ketidak jelasan arti kata-kata dalam undang-undang yang
mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta
penerapannya.
Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa
asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai
dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain.57
1. Undang-Undang tidak berlaku surut.
2. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,
3. mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
4. Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-
undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.
57
Ibid Hlm 10.
98
5. Undang-Undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-
undang yang berlaku terdahulu.
6. Undang-Undang tidak dapat diganggu guat.
7. Undang-Undang merupakan suatu sarana untuk mencapai
kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun
pribadi, melalui pelestaian ataupun pembaharuan.
Dalam kenyataan penegakan hukum, sering terjadi pertentangan
antara kepastian hukum dan keadilan hukum, penyelenggaraan hukum
bukan hanya merupakan sebuah penegakan hukum dalam kenyataan
tertulis saja, akan tetapi juga harus mengandung penyerasian antara
nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian, keadilan dan kemanfaatan. Dampak positif dari faktor
penegakan hukum dalam hal undang-undang adalah terlaksananya
penyelenggaraan hukum yang sesuai antara kepastian hukum,
keadilan, kedamaian dan kemanfaatan.
b. Faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
yang menerapkan.
Yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
Secara sosiologis, maka setiap penegakan hukum mempunyai
kedudukan (status) dan peranan (role). Permasalahan yang timbul dari
faktor penegakan hukum yaitu penerapan peran penegakan hukum.
Halangan yang memerlukan penanggulangan tersebut adalah antara lain
dampak negatifnya:
99
1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan
pihak lain dengan siapa dia berinteraksi;
2. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi;
3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan,
sehingga sangat sulit untuk membuat suatu proyeksi;
4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu
kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material;
5. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan
konservatisme.
Aparat penegak hukum merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam pelaksanaan hukum, tanpa mereka hukum sulit tercapai, meski
dengan keberadaanya hukum hanya dalam posisi mungkin bisa
tercapai. Bukan hanya tentang permasalahan ada atau tidaknya
penegak hukum, tapi baik atau tidaknya kualitas penegak hukum akan
sangat mempengaruhi kualitas hukum. Jadi dampak positifnya adalah
semakin baik kualitas penegak hukumnya maka semakin baik pula
kualitas hukumnya.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam
penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka
tidak mungkin penegakan akan berlangsung dengan lancar dan
mencapai tujuan. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup
100
tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,
peralatan yang memadai, keuangan yang cukup.
Dampak negatif faktor sarana dan fasilitas penegakan hukum, biasanya
faktor pendukung ini dijadikan sebagai faktor utama dalam
keikutsertaan para aparat hukum dalam mengabdi pada negara,
sehingga sekarang bisa dilihat, para aparat penegak hukum
mementingkan kemewahan dari sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum. dalam kondisi perekonomian masyarakat Indonesia
yang sebagian besar kurang mampu, kelengkapan dan kemewahan
fasilitas tetap menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum.
Dampak positif faktor sarana dan fasilitas penegakan hukum, dengan
dilengkapinya sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam penegakan
hukum maka proses penegakan hukum akan berjalan baik dan lancar.
d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
Dampak negatif faktor masyarakat dalam penegakan hukum, pendapat
masyarakat mengenai hukum ikut mempengaruhi penegakan hukum
dengan kepatuhan hukum. Salah satu pendapat masyarakat yaitu
mengenai arti hukum yang dianggap identik dengan petugas (penegak
sebagai pribadi). Pendapat tersebut menyebabkan masyarakat akan
mematuhi hukum jika ada petugas.
Dampak positif faktor masyarakat dalam penegakan hukum, penegakan
hukum yang dilakukan untuk sebuah keadilan dan kedamaian bagi
101
masyarakat akan menuntut masyarakatnya untuk banyak berparisipasi.
Kesadaran masyarakat sangatlah penting sehingga ketika masyarakat
menjalankan hukum karena takut, maka hukum akan berlalu begitu
saja. Lain halnya ketika masyarakat melaksanakan hukum karena
kesadaraannya maka hukum akan berjalan dengan baik.
e. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cita dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.
Yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia didalam pergaulan hidup. Hukum harus dibuat sesuai dengan
kondisi masyarakat dan tidak boleh bertentangan dengan kebudayaan
yang hidup di masyarakat. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia
sangat beragam. Setiap daerah terdiri dari suku bangsa dengan bahasa
dan adat istiadat yang berbeda dengan suku bangsa di daerah lain.
Kemajemukan ini berpengaruh terhadap usaha penegakan hukum di
Indonesia. Ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-
undangan dapat berlaku bagi suatu daerah tapi belum tentu bisa
dilaksanakan di daerah lain.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka faktor yang paling berpengaruh
dalam pelaksanaan pembinaan narapidana wanita sebagai di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga adalah faktor penegak hukum yakni
pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan. Hakim sebagai salah
satu penegak hukum, dalam hal ini putusan hakim yang dijatuhkan terhadap
seseorang yang dijatuhi pidana kurungan sebagai pidana pokok sangat
102
berpengaruh terhadap proses pembinaan narapidana sehingga sebelum
menjatuhkan putusan diharapkan hakim bebar-benar memper-timbangkan
putusannya. Jika dipandang tidak perlu menjatuhkan pidana kurungan maka
hakim sebaiknya tidak perlu menjatuhkan pidana kurungan tersebut.
Faktor pendorong pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu adanya dukungan dari
pihak ketiga seperti masyarakat, ormas-ormas, dan instansi pemerintah ikut
antusias dalam pelaksanaan pembinaan. Para narapidana wanitapun menyambut
dan menerima dengan baik sehingga dapat memudahkan untuk menyampaikan
pelaksanaan pembinaan.
Narapidana wanita adalah manusia yang memiliki spesifikasi tertentu,
secara umum narapidana wanita adalah manusia biasa seperti wanita-wanita
lainnya, namun kita tidak dapat begitu saja menyamakan, sehingga tidak harus
diberantas. Bagaimanapun juga narapidana wanita adalah manusia yang memiliki
potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi lebih produktif. Narapidana
wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga menyambut
dengan baik pelaksanaan pembinaan narapidana wanita khususnya mengenai
pelaksanaan pembinaan tentang jasmani dan kerochanian yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah Swt menjadiakan kepribadian yang lebih baik.
Pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diterima oleh narapidana wanita
sangatlah bermanfaat sebagai kegiatan yang positif dan meningkatkan
kemandirian. Pelaksanaan pembinaan dapat berjalan dengan baik dan lancar
karena sudah terjadwal. Faktot-faktor tersebut sangat penting karena dapat
103
berfungsi sebagai faktor pendorong terlaksananya pembinaan di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dengan baik.
Pembinaan kemandirian yang diberikan kepada narapidana wanita
misalnya membuat meja, lemari, sapu, kristik, menjahit dan keterampilan tangan
dari kayu. Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga
sudah berusaha mencoba kerjasama dengan pabrik atau perusahaan pengrajin
kayu di Kabupaten Purbalingga untuk menyiapkan bahan mentah agar dapat
dikerjakan oleh narapidana wanita. Tetapi masih mengalami hambatan karena
respon dan kepedulian mereka terhadap narapidara masih kurang. Pabrik atau
perusahaan yang akan diajak kerjasama masih memperhatikan untung ruginya
karena mereka takut kalau nantinya narapidana membuat kesalahan-kesalahan
dalam proses produksi. Selain itu masalah pendanaan pelaksanaan pembinaan
kemandirian serta kurangnya pelatih khusus pelaksanaan pembinaan mengenai
keterampilan sehingga menjadi suatu kendala serta menjadi faktor penghambat
pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga.58
58
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najib selaku Staf Pelayanan Tahanan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
104
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu pelaksanaan pembinaan
kepribadian dan kemandiriaan. Narapidana wanita Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga hanya ada 4 orang. yang
semuanya telah menerima, Pembinaan kepribadian tersebut meliputi:
a) Penyuluhan hukum;
b) Pengajian;
c) Sholat berjamaah;
d) Kunjungan-kunjungan;
e) Mengikuti senam pagi;
f) Olahraga;
g) Kebersihan lingkungan.
Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan mengenai
keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, dan membuat kerajinan
tangan. Pelaksanaan pembinaan kemandiriaan berguna untuk narapidan
wanita setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga. Dengan adanya pelaksanaan pembinaan kemandirian
105
diharapkan narapidana wanita mempunyai keterampilan yang dapat
dimanfaatkan untuk bekal mencari penghasilan tanpa tergantung dengan
orang lain.
2) Faktor pendorong pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di RUTAN
Purbalingga adalah pelaksanaan pembinaan narapidana wanita sebagian
besar berasal dari Purbalingga, serta adanya dukungan dari pihak ketiga
seperti masyarakat, ormas-ormas, dan instansi pemerintah ikut antusias
dalam pelaksanaan pembinaan, para narapidana wanitapun menyambut
dan menerima dengan baik, adapun faktor penghambat pelaksanaan
pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas
II B Purbalingga dimana Petugas RUTAN Purbalingga sudah mencoba
kerjasama dengan pabrik atau perusahaan pengrajin kayu di Kabupaten
Purbalingga untuk menyiapkan bahan mentah agar dapat dikerjakan oleh
narapidana wanita. Tetapi masih mengalami hambatan karena respon dan
kepedulian mereka terhadap narapidara masih kurang. Pabrik atau
perusahaan yang akan diajak kerjasama masih memperhatikan untung
ruginya karena mereka takut kalau nantinya narapidana membuat
kesalahan-kesalahan dalam proses produksi. Selain itu masalah pendanaan
pelaksanaan pembinaan kemandirian serta kurangnya pelatih khusus
pelaksanaan pembinaan mengenai keterampilan sehingga menjadi suatu
kendala serta menjadi faktor penghambat pelaksanaan pembinaan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
106
B. Saran
Setelah melakukan penelitian terhadap Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga dan memperhatikan data yang penulis peroleh, maka penulis
mencoba memberikan saran sebagai bahan evaluasi, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk lebih menunjang profesionalisme dan kualitas pembinaan
narapidana perlu dibentuk dan dibangun Lembaga Pemasyarakatan
yang terpisah dari Rumah Tahanan Negara di Wilayah Kabupaten
Purbalingga agar tidak terjadi Over capacity, dimana seyogyanya
Rumah Tahanan Negara hanya sebagai tempat tahanan bukan tempat
narapidana. Serta perlu ditingkatkan juga kesejahteraan dan rotasi atau
mutasi Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B
Purbalingga agar tidak terjadi kejenuhan dan dapat meningkatkan
kinerja Petugas RUTAN Purbalingga.
2. Proses pengintergrasian yang lebih luas dan memberikan pembinaan
kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami arti pentingnya
pelaksanaan pembinaan narapidana wanita saat menjalani hukuman
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, perlunya
peningkatan koordinasi antara instansi terkait agar terjadi hubungan
yang harmonis dan koorpratif sehingga mempermudah proses
birokrasi dan administrasi yang bermuara pada cepatnya proses
pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
107
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Dirdjosisworo Soedjono. 1984. Sejarah dan azas-azas penologi, Bandung.CV
Armico.
Hamzah Andi. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya
Paramit. Hlm. 32
Hadari, Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Koentjoroningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogjakarta: Paradigma.
Lexy J. Maleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori Kebijakan Pidana. Bandung.
Poernomo Bambang . 1986. Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem
Pemasyarakatan, Yogyakarta: Liberty. Hlm 187.
Prof Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: FH. Universitas Diponogoro. Hlm. 40-
41
Priyatno Dwidja. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia.
Bandung: PT Refika Aditama.
Ronny Hanitiyo Soemitro. 1986. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.
_____________________,1990. Metodologi Penelitian dan Jurimetri. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung.
Soekanto Soerjono . 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press.
________________2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
________________1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
_______________1988. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Press,
Hlm 100.
108
_______________1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegukan Hukum.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.Hlm 9.
Sugiono. 2010. Memehami Penelitian Kualitatif , Alfabeta, Bandung.
W.J.S. Purwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Moeljatno. Tahun 2003.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Nomor. 8 Tahun 1981. Aneka Ilmu.
Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama
Penyelenggaraan Pembinaan Dan pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor. 58 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pelaksanaan Wewenang Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan
Tahanan.
Peraturan Pemerintah Nomor. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01.PR.07.03
Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga
Pemasyarakatan.
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04.PR.07.03
Tahun 1985 Tentang Pembentukan Rumah Tahanan Negara.
Sumber lain:
Akhmad sekhu, Sejarah dari Penjara ke Lapas Napi Juga Manusia,
http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/21/sejarah-dari-penjara-ke-lapas-
napi-juga-manusia/ on line diakses tanggal 6 maret 2012.
Administrator Hukum HAM. Menuju Keseimbangan Komposisi Lapas/Rutan.
Article.http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=vie
w&id=885&Itemid=54. on line diakses tanggal 6 maret 2012.
109
Alim sumarno, 2012, pennelitian survei, http://Blog. Elearning. Unesa. Ac. Id. On
line diakses tanggal 15 mei 2012.
Bung prokol, Perbedaan dan Persamaan lembaga pemasyarakatan dan Rutan,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b22ef6f96658 on line
diakses tanggal 6 Maret 2012.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Lembaga Pemasyarakatan,
http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan on line diakses
tanggal 6 Maret 2012.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Rumah Tahanan Negara,
http://id.wikipedia.org/wiki/ on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
http://radarbanyumas. co. id/indekpbg on line diakses tanggal 18 April 2012.
http://radarbanyumas. co. id. Administrator, 2010 daya tampung rutan lebihi
kapasitas. on line diakses tanggal 18 April 2012.
Iqbal Wahyu Purwito, Wanita Zaman Kini Makin Berani,
http://iqbaljavanese.blogspot.com/2011/04/duh-gusti-mengapa-wanita-
kini-semakin.html, on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
Ikhsanudin, 2011, tentang penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com. on line
diakses tanggal 15 mei 2012.
Mrbambang.wordpress.com. on line diakses tanggal 6 maret 2012.
Situs Aeaila. Blogspot. Com. Tahun 2010. Macam-Macam Delik. on line diakses
tanggal 6 Maret 2012.