Upload
lekhue
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang dibahas dalam sumber ajaran Islam adalah
pernikahan. Ajaran Islam menganjurkan untuk menikahi orang yang baik
(saleh) dan yang masih bujang, hal tersebut telah disinyalir dalam al-Qur‟an
dalam surat An-Nur ayat 32:
الله الله
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,
dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. An-Nūr [24] : 32).1
Setiap makhluk hidup yang ada di dunia ini dijadikan oleh Allah SWT
untuk berpasang-pasangan dengan tujuan dapat menjalani kehidupan dengan
sempurna. Sejarah telah membuktikan bahwa setiap makhluk hidup di muka
bumi ini tidak dapat menjalani kehidupan dengan sempurna tanpa adanya
pasangan mereka. Sebagaimana kisah manusia pertama yang diciptakan oleh
Allah SWT yaitu Adam dan Hawa di muka bumi ini.
Jumlah bilangan umat manusia di dunia ini terus bertambah dan
berkembang biak memenuhi seluruh pelosok dunia. Karena pernikahan
adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk
mengembangkan keturunan dan kelestarian hidupnya.2 Demikian Rasulullah
Saw. telah menjelaskan kepada umatnya, sebagaimana sabda beliau :
1Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Departemen Agama, 1971, h. 549 2 Maftuh Ahnan, Ruhmaku Surgaku, Galaxy, Cet. I, 2008, h. 83
2
ث نا عيسى بن م ث نا احد بن األزىر : حدث نا آدم : حد يمون ، عن القاسم ، عن عائشة حدلي قالت : قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : النكاح من سنت . فمن ل ي عمل بسنت ف
د ف عليو من . وت زوجوا ، فإن مكاثر بكم األمم . ومن كان ذا ط ول ف لي نكح ومن ل ييام . فإن الصوم لو وجاء. )رواه ابن ماجة( 3بالص
Artinya:“ Ahmad ibn Al-Azhar menyampaikan kepada kami dari Adam,
dari Isa ibn Maimun, dari Al-Qasim, dari „Aisyah bahwa
Rasulullah Saw bersabda, “Menikah adalah sunnahku.
Barangsiapa enggan melaksanakan sunnahku, ia bukan termasuk
golonganku. Menikahlah, sesungguhnya aku bangga dengan
banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh umat. Barangsiapa
memiliki kemampuan untuk menikah, menikahlah! Dan,
barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa
adalah perisai baginya dari berbagai syahwat.” (HR. Ibn
Majah).4
Hal ini terjadi karena Allah SWT menjadikan setiap makhluk hidup
mempunyai pasangan hidup masing-masing, Allah SWT juga memberikan
bekal nafsu yang merangsang manusia untuk saling mempunyai rasa cinta
dan kasih sayang terhadap lawan jenisnya. Dalam hal ini Allah SWT juga
menjelaskan dalam firman-Nya surat Ali Imrān ayat 145:
اللهو Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang bayak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesengangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)”.(Q.S. Ali Imrān ayat [3]:14)
3 Abū „Abdullāh Muḥammad ibn Yazīd Al-Qazwini Ibn Mājah, Sunan Ibnu Majah, Dār
al-Hadis, Kairo, Juz 2, 2010, h. 152-153 4
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadis 8;
Sunan Ibnu Majah, Terj. Saifuddin Zuhry, Almahira, Jakarta, Cet. I, Maret 2013, h. 328 5 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op.cit, h. 518
3
Tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk mahligai rumah
tangga yang langgeng dengan dipenuhi rasa kasih sayang, saling mencintai,
dan dapat mendidik anak-anak sehingga dapat menjadi anak yang shalih-
shalihah. Untuk hal pernikahan dapat dikatakan sebagai perjanjian yang
kokoh atau miṡaqan galiẓan yaitu sebuah perjanjian antara suami istri untuk
hidup bersama sedemikian kukuh, sehingga bila mereka dipisahkan di dunia
oleh kematian, maka mereka yang taat melaksanakan pesan-pesan Ilahi,
masih akan digabungkan dan hidup bersama kelak di hari kemudian. Begitu
juga dengan Rasulullah Saw ketika menikahkan putrinya Fatimah r.a., beliau
bersabda kepada calon suami anaknya itu bahwa “Wahai Ali, dia, yakni
Fatimah, untukmu, dengan harapan engkau berbaik-baik menemaninya.”6
Pernikahan telah Allah SWT sebut dengan istilah “miṡaq”
(perjanjian) kemudian Allah SWT menyifati perjanjian ini dengan “galiẓ”
(kuat). Kata miṡaqan galiẓan dalam al-Qur‟an terdapat pada tiga tempat7,
yaitu dalam Q.S. Al-Aḥzab [33: 7] Allah SWT berfirman8:
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi
dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra
Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian
yang teguh”. (Q.S. Al-Aḥzab [33]: 7)
Kedua dalam Q.S. An-Nisā‟ [4: 154]9,
6M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Lentera
Hati, Jakarta, Cet. II, Vol. II, 2009, h.368 7 Amru Khalid, Meraih Keluarga Sakinah, Terj. Ahmad Syakirin, PT.Aqwam Media
Profetika, Solo, Cet. I, 2012, h. 23 8 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op.cit, h. 667 9 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op.cit, h. 149
4
Artinya: “ Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina
untuk (menerima) Perjanjian (yang telah Kami ambil dari)
mereka. dan Kami perintahkan kepada mereka: "Masuklah pintu
gerbang itu sambil bersujud dan Kami perintahkan (pula)
kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan
mengenai hari Sabtu, dan Kami telah mengambil dari mereka
Perjanjian yang kokoh.” (Q.S. An-Nisā‟ [4]: 154).
Dan yang terakhir terdapat dalam Q.S. An-Nisā‟ [4: 21],10
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain
sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah
mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.” (Q.S. An-Nisā‟ [4]:
21).
Yang dimaksud “perjanjian yang kuat” dalam surat Al-Aḥzab adalah
perjanjian antara Allah dan para Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah
agama pada masing-masing umat mereka, kemudian untuk yang disebut
kedua yaitu pada surat An-Nisā‟ ayat 154 adalah perjanjian antara Allah SWT
dengan manusia dalam konteks melaksanakan pesan-pesan agama, dan
kalimat yang sama Allah SWT sematkan dalam surat An-Nisā‟ ayat 21
dengan tidak ada penambahan atau pengurangan. Artinya, perjanjian yang
diucapkan ketika akad nikah bobotnya tidak ubahnya seperti perjanjian yang
ada di antara Allah Swt dan para Rasul-Nya, sebuah perjanjian yang
berat.11
Pesan yang terkandung dalam surat An-Nisā‟ ayat 21 jelas bahwa
untuk mengawali sebuah mahligai rumah tangga tentunya dibutuhkan
segenggam keyakinan bahwa pasangan yang dipilih benar-benar sesuai
dengan apa yang telah disyari‟atkan oleh agama.
Dalam pandangan Islam, pernikahan bukanlah hanya urusan perdata
semata, bukan pula sekadar urusan keluarga dan masalah-masalah budaya,
10 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op.cit, h. 120 11
Irfan Supandi, Keajaiban Rumah Tangga; Hal yang Tidak Mungkin Menjadi Mungkin,
PT Tiga Setangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2012, h. 29
5
tetapi masalah dan peristiwa agama. Karena pernikahan dilakukan untuk
memenuhi sunnah Allah SWT dan sunnah Nabi Saw serta dilaksanakan
sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Nabi Saw. Di samping itu,
pernikahan juga bukan untuk mendapatkan ketenangan hidup sesaat, tetapi
untuk selama hidup.12
Maka dalam hal ini, Islam mempunyai konsep-konsep sebelum
memasuki jenjang pernikahan. Salah satu konsep untuk mencapai tujuan
pernikahan tersebut Islam memberikan petunjuk tentang kriteria memilih
calon suami atau istri, akan tetapi dalam pembahasan skripsi ini lebih
difokuskan tentang kriteria memilih calon istri. Dalam hadis Nabi Saw
menganjurkan para laki-laki untuk mempertimbangkan anjuran yang telah
diberikannya sebagaimana hadis di bawah ini :13
ث نا يي عن عب يدا د حد ث نا مسد ثن سعيدبن اب سعيد عن ابيو عن اب ىري رة حد هلل قال حدها وجالا رضي اهلل عنو عن النب صلى اهلل عليو وسلم قال ت نكح المرأة ألربع لمالا ولسب
ين تربت يداك )رواه البخاري(.ولدينها فاظفر بذ 14ات الدArtinya: “Musaddad menyampaikan kepada kami dari Yahya, dari
Ubaidillah, dari Said bin Abu Said dari Ayahnya, dari Abu
Hurairah bahwa Nab Saw bersabda, “Perempuan dinikahi
karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya,
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka menangkanlah
wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung”.
(H.R. Bukhari)15
Hadis di atas adalah riwayat Imām Bukhāri sebagai perwakilan dari
beberapa hadis yaitu diriwayatkan oleh Imām Muslim, Abū Dāwud, an-
12
Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia: Antara Fikih Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, Kencana, Jakarta, 2007, h.48 13
Marhumah dan M. Alfatih Suryadilaga, (ed). Membina Keluarga Mawaddah Wa
Rahmah dalam Bingkai Sunah Nabi, Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Yogyakarta, Cet. I, Desember 2003, h. 51 14 Al-Imām Abī „Abdillāh Muḥammad ibn Ismāil ibn Ibrāhim ibn Al-Mugīrah ibn Al-
Bukhāri Al-Ja‟fī, Ṣāhih Al-Bukhāri, Dār al-Fikr, Juz 5, 2005, h. 123 15 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Al-Mughirah Ibn Al-
Bukhari Al-Ja‟fi, Ensiklopedia Hadis 2; Shahih al-Bukhari 2, Terj. Subhan Abdullah dkk,
Almahira, Jakarta, Cet. I, Februari 2012, h. 333
6
Nasā‟i, Ibn Mājah, ad-Dārimī, dan Aḥmad bin Ḥanbal dari sahabat Abū
Hurairah r.a. dan Jābir ibn „Abdullāh.16
Berkenaan dengan redaksi hadis Tazwīji Żawāti ad-dīni di atas yang
mana menjadi tema utama penelitian ini, hadis tersebut mengisyaratkan
tentang cara memilih calon istri yang baik. Rasulullah Saw menjelaskan
bahwa ada empat kriteria perempuan yang baik untuk dinikahi. Keempat
kriteria tersebut adalah kekayaan, keturunan, kecantikan dan agama.
Akan tetapi, di abad modern ini telah menunjukkan berkembangnya
kondisi masyarakat muslim dan naiknya martabat perempuan dalam
masyarakat. Sehingga dikhawatirkan pemilihan calon istri yang
memprioritaskan pada aspek agama sedikit terabaikan, karena empiris
masyarakat saat ini cenderung konsumtif, matrealis, dan hedonis. Persoalan
keagamaan menjadi suatu yang sangat penting karena kriteria yang lain
cenderung mengarah kepada performa fisik seseorang. Masalah lahiriyah
seperti kecantikan, kekayaan dan keturunan cenderung bisa berubah. Kendati
demikian, agama yang kuat juga tidak merupakan jaminan sebagai sesuatu
yang kekal. Maka dari itu, dalam menyikapi persoalan demikian seseorang
haruslah mampu melihat calon istri dengan baik dari gambaran yang terlihat
secara lahiriyah yang dapat berupa akhlak atau budi pekerti yang luhur.17
Oleh karena itu, perlu adanya pemaknaan hadis secara kontekstual
dari hadis Nabi Saw tersebut dengan dalih bahwa kesemuanya adalah produk
manusia. Hasil karya manusia pada zamannya merupakan refleksi dan
manifestasi terhadap realitas empiris yang berkembang pada masa itu. Tafsir
yang kreatif atas berbagai wacana yang muncul dalam abad lampau perlu
ditinjau ulang agar sesuai dengan persoalan kekinian.18
Dalam upaya berinteraksi dengan hadis Nabi Saw adakalanya secara
tekstual dan kontekstual. Di antara pemahaman hadis secara kontekstual
adalah dengan mengkaji hadis yang berkembang di masyarakat. Hal inilah
16
A.J. Wensinck, Al- Mu’jam al-Mufahras li al-Lafaẓ Al-Hadīs an-Nabawi, Juz 6, EJ.
Brill, Leiden, 1967, hal. 551 17
Marhumah dan M. Alfatih Suryadilaga, (ed). op. cit., h. 95 18
Marhumah dan M. Alfatih Suryadilaga, (ed). op. cit., h. 96
7
yang kemudian menjadi penting untuk dipaparkan bahwa sejatinya hadis
dipahami dan diaplikasikan sebagai sebuah landasan dari fenomena-fenomena
yang terjadi di lingkungan masyarakat dewasa ini.
Merujuk pada masyarakat dalam penelitian ini, peneliti mengarah
pada kalangan akademis tepatnya di UIN Walisongo Semarang. Karena pada
era global sekarang, pendidikan dan lembaga pendidikan terutama pendidikan
tinggi memainkan peran yang sangat signifikan dalam membawa kemajuan
dan kesejahteraan bagi masyarakat.
UIN Walisongo Semarang merupakan satu-satunya perguruan tinggi
Islam di Semarang. Dari berbagai macam Fakultas yang ada di UIN
Walisongo Semarang, peneliti memilih Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
sebagai objek penelitian. Adapun alasan dosen Fakultas Ushuluddin dan
Humaniora UIN Walisongo Semarang sebagai objek penelitian adalah;
Pertama, dosen yang ada di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora memiliki
kharismatik dan pengaruh yang luar biasa dalam penyebaran Islam. Kedua,
background keilmuan masing-masing dosen yang ada di Fakultas Ushuluddin
dan Humaniora UIN Walisongo merupakan sasaran penelitian ini, sehingga
nanti diharapkan persepsi dari berbagai dosen Program Studi, yaitu: Aqidah
Filsafat, Tafsir Hadis, Tasawuf Psikoterapi, dan Pembandingan Agama
mampu memberikan wawasan baru terhadap kontekstualitas hadis.
Dengan adanya lembaga pendidikan tinggi Islam tersebut, diharapkan
mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas SDM. Sehingga
peran serta UIN Walisongo sebagai perguruan tinggi Islam mampu menjawab
tantangan zaman seperti peningkatan peradaban Islam dan kajian keislaman
yang akan menopang kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu, perlu kiranya
cendekiawan muslim (dalam hal ini dosen) memberikan persepsi sebagai
bentuk kontekstualitas hadis sesuai dengan persoalan kekinian. Karena dari
persoalan memilih pasangan hidup inilah akan berdampak pada sebuah
keluarga, dan dari sebuah keluarga yang baiklah akan terlahir masyarakat
yang baik, kemudian pada akhirnya akan berdiri negara dan bangsa yang baik
pula.
8
Dari latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji
dan menggali persepsi dosen sebagai wacana ilmu pengetahuan tentang hadis
Tazwīji żawāti ad-dīni tersebut dan bagaimana karakteristik metodologi
pemahaman dosen terhadap hadis tersebut mengingat responden (dosen)
mempunyai background keilmuan agama yang berbeda-beda, sehingga nanti
diharapkan akan memperoleh hasil pemahaman yang komprehensif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN
Walisongo Semarang terhadap hadis tentang Tazwīji żawāti ad-dīni ?
2. Bagaimana karakteristik metode pendekatan dosen Fakultas Ushuluddin
dan Humaniora UIN Walisongo terhadap hadis tentang Tazwīji żawāti ad-
dīni ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan adanya pokok masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui persepsi dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN
Walisongo Semarang tentang hadis tentang Tazwīji żawāti ad-dīn.
2. Mengetahui karakteristik metode pendekatan dosen Fakultas Ushuluddin
dan Humaniora UIN Walisongo terhadap hadis tentang Tazwīji żawāti
ad-dīn.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara akademik
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sebagai syarat
menyelesaikan Strata Satu (S1) di jurusan Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang.
2. Secara metodologi
9
Yaitu bermanfaat untuk mengembangkan metodologi keilmuan
hadis dan bahan referensi para peneliti di bidang hadis serta menambah
khazanah kepustakaan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Program
Studi Tafsir Hadis.
3. Secara praktis
Diharapkan persepsi dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
bisa memberikan wawasan praktis yang kontekstual dengan persoalan
sekarang.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian yang membahas tentang hadis Tazwīji żawāti ad-dīn
sebenarnya telah banyak dilakukan, namun dalam format sebagai bahan
pelengkap suatu karya bukan sebagai tema utama. Oleh karenanya, apabila
dalam karya tulis berupa skripsi maupun karya tulis lain yang membahas
tema ini, hal itu pun dari berbagai perspektif atau pendekatan yang berbeda,
semua itu merupakan sebagai salah satu upaya untuk menambah pengetahuan
ataupun memperkaya khazanah intelektual dalam dunia Islam baik secara
umum maupun lebih khusus.
Sesuai dengan tema penelitian ini, peneliti telah melakukan tinjauan
pustaka terhadap karya-karya sebelumnya. Berdasarkan penelusuran yang
peneliti lakukan, peneliti belum menemukan karya yang sama dalam bentuk
skripsi maupun tesis yang membahas tema ini. Peneliti hanya menemukan
beberapa tinjauan skripsi dan buku yang berkaitan dengan kajian yang akan
diteliti, sehingga penelitian ini terhindar dari plagiarisme.
Adapun skripsi yang berkaitan dengan pembahasan peneliti di
antaranya adalah :
1. Skripsi Auliya Rahmawati dengan judul Anjuran Menikahi Wanita
Produktif (Tela’ah Ma’anil Hadis), Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan memperhatikan situasi makro pada saat hadis ini turun, maka
wajar jika kesuburan wanita diperhitungkan. Karena posisi wanita pada
10
saat itu sebagai obyek pasif dan mayoritas pihak yang aktif dalam urusan
publik adalah laki-laki. Kemudian dalam kehidupan rumah tangga
Rasulullah Saw, beliau tidak mempermasalahkan kesuburan istri-istrinya.
Yang terpenting adalah bagaimana jalan terbaik untuk tetap menjaga
keutuhan rumah tangga dalam segala situasi apapun. Dalam hal
relevansinya, hadis ini relevan jika ditempatkan pada saat sebelum
menikah dan sudah tidak relevan lagi jika ditempatkan sesudah menikah.
Karena bagaimanapun juga, tujuan utama sebuah pernikahan adalah
membangun rumah tangga sakinah mawaddah warahmah. Dan dalam hal
ini, relasi positif antara suami dan istri sangat penting demi menjaga
kelanggengan sebuah keluarga.
2. Skripsi oleh Haerul Anwar dengan judul Kafa’ah dalam Perkawinan
sebagai Pembentukan Keluarga Sakinah (Studi Kasus di Desa Kemang
Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor), Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009. Dalam penelitian tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa kafa’ah di sini mengandung arti bahwa laki-laki
harus sama atau setara dalam tingkatan ekonomi, pendidikan, akhlak dan
tampilan wajah dan terutama dalam hal agama. Karena kafa’ah dalam
perkawinan berperan dalam pembentukan keluarga yang sakinah, sehingga
dengan adanya kafa’ah diharapkan dapat menyelamatkan perkawinan dari
kegagalan yang disebabkan perbedaan di antara dua pasangan. Di Desa
Kemang, yaitu tempat di mana penelitian ini dilakukan ternyata realitas
masyarakat sudah cukup mengetahui ajaran kesamaan dalam perkawinan
secara substansi, yaitu perkawinan yang memiliki kesamaan latar belakang
antara calon suami dan istri, namun masyarakat kurang biasa dengan
istilah kafa’ah atau sekufu.
3. Skripsi oleh Lathifatun Ni‟mah dengan judul Konsep Kafa’ah dalam
Hukum Islam (Studi Pemikiran Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqh As-
Sunnah), Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2011.
Dalam penelitian tersebut bahwa dalam kitabnya Fiqh As-Sunnah Sayyid
Sabiq menjelaskan tentang signifikansi kafa’ah yang terdiri atas enam
11
faktor yaitu, dalam ukuran keturunan, status merdeka, agama Islam,
pekerjaan, kekayaan, dan selamat dari cacat. Akan tetapi dari keenam
faktor tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud kafa’ah
oleh Sayyid Sabiq adalah laki-laki yang sebanding dengan calon istrinya
dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta ketaqwaannya
kepada Allah SWT.
Sementara beberapa literature yang berkaitan dengan tema dalam
pembahasan skripsi adalah:
1. Artikel oleh Khoiruddin Nasution dalam tema Keluarga Sakinah dengan
judul Signifikansi Kafa’ah dalam Mewujudkan Keluarga Bahagia
(Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Dalam karyanya,
penulis menjelaskan bahwa konsep kafa’ah dijadikan sebagai salah satu
wahana untuk mencari kecocokan antara calon pasangan suami dan istri.
Mencari kecocokan dan keserasian di sini dimaksudkan untuk bisa bekerja
sama dalam rangka menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga
sebagai tujuan pernikahan. Sebaliknya konsep ini bukan dijadikan sebagai
ajang untuk melebih-lebihkan atau merendahkan seseorang dari orang lain.
Kesetaraan di bidang pendidikan misalnya dapat digunakan alasan
kesekufuan. Sebab dengan pendidikan yang setara, akan menjadikan
mereka mempunyai pola pikir yang minimal setara. Dengan demikian,
ketika membahas atau memutuskan satu permasalahan dalam rumah
tangga, mereka diharapkan mempunyai pandangan yang sepola atau
setingkat. Oleh karena itu, sangat logis jika kafa’ah sangat diperlukan
dalam pernikahan demi mewujudkan keluarga yang tentram, sejahtera dan
damai.
E. Metodologi Penelitian
Setiap kegiatan ilmiah supaya lebih terarah dan rasional maka
diperlukan suatu metodologi yang sesuai dengan obyek yang dikaji.
Metodologi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai suatu pengkajian dalam
12
mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.19
Adapun
metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yang bersifat kualitatif, artinya penelitian yang datanya peneliti
peroleh dari lapangan, baik berupa data lisan maupun data tertulis
(dokumen) yang tidak menggunakan kaidah statistik20
. Sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis, artinya
peneliti akan melihat gejala yang terjadi di masyarakat (dosen) dan
memaparkan seperti apa adanya tanpa diikuti persepsi peneliti (verstehen).
Dalam melihat gejala yang terjadi, peneliti berusaha untuk tidak terlibat
secara emosioal.21
2. Populasi, Sampel dan Instrumen Penelitian
Pelaksanaan penelitian selalu berhadapan dengan obyek yang
diteliti, baik berupa manusia, benda, peristiwa maupun gejala yang terjadi,
karena hal itu merupakan variabel yang diperlukan untuk memecahkan
masalah atau menunjang keberhasilan penelitian. Di bawah ini akan
dijelaskan perihal yang bersangkutan mengenai populasi, sampel, dan
instrumen penelitian.
a. Populasi
Populasi merupakan seluruh data yang menjadi perhatian peneliti
dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan.22
Populasi dalam
penelitian ini bersifat heterogen, artinya sumber data yang mana unsur-
unsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi23
. Adapun populasi
dalam skripsi ini adalah dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN
19
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, PT. Bumi
Aksara, Jakarta, Cet. I, 2008, h. 41 20
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung,
2002, h. 27 21
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Social, Erlangga, Bandung, 2009, h. 246 22
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Teori-Aplikasi), Cet . II
2007, PT Bumi Aksara, Jakarta, h.116 23
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1995, h. 143
13
Walisongo Semarang, karena menurut peneliti seorang dosen memiliki
kharismatik dan wawasan keilmuan yang luas.
b. Sampel
Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan populasi
sepenuhnya, akan tetapi peneliti mengambil sebagian dari anggota
populasi tersebut yang lazim disebut sampel.24
Penentuan pengambilan
sampel juga dibutuhkan suatu teknik, teknik tersebut adalah teknik
sampling, dengan menggunakan teori accidental sampling, yaitu dalam
teknik ini pengambilan sampel tidak ditetapkan lebih dahulu. Peneliti
langsung menemukan data dari unit sampling yang ditemui. Misalnya,
penelitian tentang pendapat umum mengenai pemilu dengan
mempergunakan setiap warga negara yang telah dewasa sebagai unit
sampling. Peneliti mengumpulkan data langsung dari setiap orang dewasa
yang dijumpainya, sampai jumlah yang diharapkan terpenuhi.25
Teknik ini
termasuk dalam lingkupan Nonprobability sampling.26
Riset menyarankan mengambil sampel sebesar 10% dari populasi,
akan tetapi semakin besar sampel maka semakin representatif.27
Maka
peneliti menetapkan mengambil sampel 50% dari populasi dosen Fakultas
Ushuluddin dan Humaniora Semarang yang berjumlah 44 dosen.28
Jadi,
sampel dalam penelitian ini adalah 22 dosen.
c. Instrumen Penelitian
Setelah data populasi dan sampel diketahui langkah selanjutnya
adalah menyusun instrumen penelitian. Instrumen penelitian merupakan
alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data.29
Instrumen sebagai
alat pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian
24 Nurul Zuriah, ibid, h.119 25 Nurul Zuriah, ibid, h.124 26
Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel. Lihat Sigoyono, Metode Penelitian Pendidikan ; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, Cet ke-19, 2014, Alfabeta, Bandung, h. 122 27
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. III, 2001, h. 82 28
Lampiran Surat Keputusan Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Nomor:
UN.10.2/D/PP.9/0001/2016 Tanggal 4 Januari 2016 29
Nurul Zuriah, op, cit, h.168
14
rupa sehingga menghasilkan data empiris sebagaimana adanya. Dalam
instrumen pengumpulan data terdapat metode-metode. Metode tersebut
terdiri atas wawancara (interview), observasi, angket, kuesioner, ujian atau
tes dan dokumentasi.30
Data dalam skripsi ini menggunakan teknik
wawancara, kuesioner dan dokumentasi.
1) Metode Interview (wawancara)
Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara
lisan pula, dengan kata lain wawancara merupakan suatu proses
interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi penting yang diinginkan.31
Mode wawancara yang
digunakan peneliti adalah wawancara terpimpin, artinya pertanyaan
yang diajukan terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan
saja.32
2) Kuesioner
Kuesioner adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara
tertulis. Model kuesioner yang digunakan oleh peneliti adalah
kuesioner tak berstruktur atau kuesioner terbuka, artinya jawaban
responden terhadap setiap pertanyaan kuesioner dapat diberikan
secara bebas menurut pendapat sendiri.33
3) Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori,
pendapat, dalil atau hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian.34
30
Nurul Zuriah, op, cit, h.172 31 Nurul Zuriah, op, cit, h.179 32 Nurul Zuriah, op, cit, h.180 33 Nurul Zuriah, op, cit, h.182 34 Nurul Zuriah, op, cit, h.191
15
3. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan analisis untuk
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
catatan lapangan lainnya. Analisis data yang peneliti gunakan adalah
deskriptif kualitatif, artinya apabila data (persepsi) sudah terkumpul
kemudian dideskripsikan dan dilaporkan apa adanya, kemudian diambil
kesimpulan yang logis. 35
Kemudian selanjutnya hasil pendeskripsian
persepsi tersebut dikategorikan berdasarkan metode pendekatan-
pendekatan hadis yang telah dipaparkandalam bab II.
F. Sistematika Penulisan
Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan komprehensif
mengenai pembahasan skripsi ini, maka secara global penulis merinci
dalam sistematika pembahasan ini sebagai berikut.
Bab pertama adalah pendahuluan, di sini memuat latar belakang
masalah, penegasan judul, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan. Bab ini merupakan pengantar untuk memahami bahasan
penelitian yang akan dikaji.
Bab kedua ada tiga bagian, pertama tentang persepsi, antara lain
mencakup pengertian persepsi, proses terjadinya persepsi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi. Kedua, tentang metode pendekatan-
pendekatan dalam memahami hadis Nabi Saw.
Sementara pada bab ketiga melingkupi dua bagian. Pertama,
memaparkan profil Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo
Semarang, di antaranya mengenai sejarah berdirinya Fakultas Ushuluddin
dan Humaniora UIN Walisongo Semarang, letak geografis, struktur
keorganisasian, dan visi misi. Kedua, menguraikan gambaran umum hadis
35
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, Tarsito,
Bandung, 1994, h. 140
16
tentang Tazwīji żawāti ad-dīni, yang melingkupi takhrij hadis, pengertian
memilih pasangan, ta‟aruf dalam Islam, dan hadis Tazwīji żawāti ad-dīni.
Adapun dalam bab keempat mencakup dua bagian, yaitu peneliti
berusaha menganalisis persepsi dosen Fakultas Ushuluddin dan
Humaniora UIN Walisongo Semarang dan karakteristik metode
pendekatan dosen terhadap hadis tentang Tazwīji żawāti ad-dīni.
Bab yang kelima adalah penutup, peneliti mengemukakan
kesimpulan dan saran dari seluruh hasil penelitian ini.