Upload
vanminh
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu sarana yang menentukan untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan suatu masyarakat
adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka bersatu dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana berkehidupan bangsa yang aman,
tenteram, tertib, dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Aspirasi bangsa yang demikian tidak
akan tercapai tanpa melalui pendidikan.
Sistem pendidikan nasional mempunyai tujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
sehat jasmani, dan rohani, berkepribadian yang mantap, dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003).
Sekolah sebagai tempat anak didik belajar, dengan harapan dalam
belajar akan memperoleh prestasi belajar dengan baik. Dalam belajar tersebut
prestasi yang dicapai kadang dapat mencapai seperti apa yang diharapkan,
tetapi dapat pula tidak. Hal ini karena daya serap masing-masing siswa
berbeda dalam menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru. Prestasi
merupakan bukti keberhasilan yang dicapai oleh siswa sebagai hasil belajar,
maka dari itu prestasi yang diperoleh siswa diharapkan mencapai ketuntasan
baik guru dan siswa harus mengetahui apa-apa saja untuk memperoleh prestasi
itu. Adapun salah satu yang diharapkan mempunyai prestasi yang baik adalah
pelajaran Matematika.
Salah satu yang penting di Sekolah Dasar adalah Matematika dan
pelajaran ini nantinya sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, maka
1
dari itu pengajarannya sangat perlu kejelian atau kesungguhan agar siswa
benar-benar menguasai pelajaran Matematika ini. Menurut Paling (dalam
Mulyono Abdurrahman, 1999:252) menyatakan bahwa matematika adalah
suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi
manusia, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,
menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting
adalah pemikiran dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan
menggunakan hubungan-hubungan.
Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
fungsi teoretisme adalah untuk memudahkan berfikir. Ada juga yang
mengatakan bahwa matematika hanya perhitungan yang mencakup tambah,
kurang, kali, dan bagi, tetapi ada pula yang melibatkan topik-topik seperti
aritmatika, aljabar, dan geometri..
Ilmu matematika merupakan ilmu yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat umum, namun sering kali ilmu ini dipahami dengan
cara yang salah. Ilmu ini sering kali dipahami sebagai rumus-rumus yang sulit
sehingga banyak siswa yamg kurang menyukainya. Matematika merupakan
ilmu yang mengkaji obyek abstrak dan mengutamakan penalaran deduktif.
Sifat ilmu matematika yang demikian itu tentu saja akan menimbulkan
kesulitan bagi anak-anak usia Sekolah Dasar yang mempelajari matematika.
Secara umum kenyataan ini dapat dilihat dari hasil rata-rata nilai
Ulangan Akhir Sekolah Berbasis Nasional (UASBN) khususnya pada mata
pelajaran Matematika masih memprihatinkan. Oleh karena itu berbagai upaya
untuk meningkatkan mutu pelajaran Matematika terus dilakukan. Upaya itu
antara lain penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak sekolah dasar khususnya anak kelas III. Di samping itu
faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar adalah dari dalam diri siswa
maupun dari luar siswa.
Berdasarkan nilai ulangan mata pelajaran Matematika siswa kelas III
sebanyak 13 anak terdiri dari 9 anak perempuan dan 4 anak laki-laki, yang di
dalamnya memuat pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan, data yang
diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan pada siswa kelas III SDN 1 Butuh Kecamatan Mojosongo masih
di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) 60. Rata-rata nilai dari 13
anak itu adalah 53,07 di pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan. Hal
tersebut dapat dilihat pada rekapitulasi nilai mata pelajaran Matematika pokok
bahasan penjumlahan dan pengurangan yang tertera pada tabel 1.
Tabel 1 : Pencapaian nilai mata pelajaran Matematika
Pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan
No Rentang Nilai Jumlah Siswa Keterangan
1 70 – ke atas 2 Tuntas
2 60 3 Tuntas
3 50 6 Tidak Tuntas
4 40 ke bawah 2 Tidak Tuntas
Hal ini dikarenakan kurangnya minat siswa dalam memahami
penjumlahan dan pengurangan, disamping itu faktor kurangnya guru dalam
menggunakan media juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Karena itu
wajar apabila Matematika tidak mudah dipahami oleh kebanyakan SD sampai
SMP bahkan untuk sebagian siswa SMA sekalipun. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka dalam mempelajari suatu konsep atau prinsip-prinsip
Matematika diperlukan pengalaman melalui media yang mendorong anak
untuk dapat meraba, menghitung, dan menafsirkan apa yang mereka pegang
dengan bebas, yaitu dengan media abakus.
Bagi siswa pelajaran Matematika dianggap pelajaran yang paling sulit,
menakutkan, menjemukan, dan sangat tidak menyenangkan, sehingga hasil
prestasi Matematika sangat kurang, belum sesuai dengan harapan baik harapan
guru, orang tua maupun siswa sendiri. Hal ini dapat terlihat dari daftar nilai
matematika siswa kelas III SD N 1 Butuh Kecamatan mojosongo Kabupaten
Boyolali. Kewajiban para gurulah untuk menanamkan rasa senang terhadap
materi pelajaran Matematika dengan memberi rangsangan atau dorongan agar
siswa menyenangi pelajaran Matematika.
Salah satu cara untuk mencapai hasil belajar yang maksimal dalam
mengajar guru menggunakan media yang sesuai dengan materi yang
diajarkan, guru harus dapat memilah media pembelajaran yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak Sekolah Dasar khususnya anak kelas III. Menurut
Piaget (dalam Dimyati, 2002:14) menyatakan bahwa anak usia 0 sampai 2
tahun berada pada tingkat sensori motor, anak usia 2 sampai 7 tahun berada
pada tingkat praoperasional, anak usia 7 sampai 11 tahun berada pada tingkat
operasional konkret dan anak usia 11 ke atas berada pada tingkat operasi
formal.
Media adalah pembawa pesan yang berasal dari sumber pesan (yang
dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Romiszowski (dalam
Oemar Hamalik, 2003:202), sedang menurut National Education Association /
NEA (dalam Arief S. Sadiman, 2009:7) “Media adalah bentuk-bentuk media
komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatanmya, media
hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, dapat didengar dan dibaca”.
Penyebab rendahnya kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan yaitu dalam penyampaian pelajaran Matematika guru kurang
menggunakan media abakus. Siswa sulit memahami konsep apalagi pelajaran
Matematika, jadi siswa tidak bisa menerima pelajaran apa yang telah diberikan
oleh gurunya sehingga kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan kurang dari yang diharapkan. Penanaman konsep atau pengertian
operasi penjumlahan dan pengurangan sangat diperlukan media pembelajaran
yang tepat.
Salah satu media pengajaran matematika adalah abakus. Abakus
adalah salah satu media pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk
menjelaskan konsep atau pengertian nilai tempat suatu bilangan (satuan,
puluhan, ratusan, dan ribuan) serta operasi penjumlahan dan pengurangan
(Ruseffendi, 1997:261). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Sugianto
(2007), bahwa pembelajaran Matematika dengan menggunakan media dekak-
dekak dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas III. Dengan
demikian penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan media
dekak-dekak dapat dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran
matematika di kelas III sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Media abakus ini terbuat dari satu potong papan, beberapa batang
kawat (sesuai kebutuhan) dan beberapa buah biji (abakus). Adapun fungsi
media abakus untuk membantu guru mengajarkan menjelaskan konsep atau
pengertian nilai tempat suatu bilangan (satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan)
serta operasi penjumlahan dan pengurangan. Sehingga dengan media abakus
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan.
Dari paparan di atas agar siswa mempunyai kemampuan menghitung
penjumlahan dan pengurangan yang baik sesuai harapan siswa dan guru salah
satunya, dalam proses penyampaian pelajaran melalui media abakus. Hal
inilah yang mendorong penulis untuk mengambil judul penelitian tindakan
kelas “Peningkatan Kemampuan Menghitung Penjumlahan dan Pengurangan
dengan Media Abakus pada Siswa Kelas III SD (PTK pada Siswa Kelas III
SD Negeri 1 Butuh Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun
Pelajaran 2009/2010)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Adanya anggapan siswa, pelajaran Matematika adalah pelajaran yang
paling sulit, menakutkan, menjemukan dan membosankan
2. Guru belum menggunakan media abakus dalam penyampaian pelajaran
Matematika materi penjumlahan dan pengurangan
3. Belum tercapainya tujuan pendidikan seperti yang diharapkan oleh
pemerintah dan masyarakat
4. Penggunaan media abakus dalam penyampaian pelajaran Matematika
materi penjumlahan dan penguragan belum maksimal
C. Pembatasan Masalah
Dengan adanya identifikasi masalah yang cukup banyak, maka
penelitian ini menitikberatkan pada :
1. Penggunaan media abakus dalam penyampaian pelajaran Matematika
materi penjumlahan dan pengurangan
2. Cara menggunakan media abakus dalam penyampaian pelajaran
Matematika materi penjumlahan dan pengurangan
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah media abakus dapat meningkatkan kemampuan menghitung
penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2009/2010?
2. Bagaimana cara mengatasi hambatan yang ditemui dalam peningkatan
kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan media
abakus pada siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh Kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2009/2010?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan dengan media abakus pada siswa kelas III SD Negeri 1
Butuh Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2009
/ 2010.
2. Untuk mengatasi hambatan yang ditemui dalam peningkatan
kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan media
abakus pada siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh Kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2009/ 2010.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempunyai beberapa manfaat,
yaitu :
1. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa : Dapat digunakan sebagai motivasi belajar agar
kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan meningkat
b. Bagi guru : Dapat dijadikan solusi untuk dapat meningkatkan
kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan media
abakus
c. Bagi sekolah : Dapat dijadikan bahan referensi kepada Kepala
Sekolah Dasar untuk menambah sarana dan prasarana sehingga mutu
pendidikan dapat lebih meningkat
2. Manfaat Teoretis
a. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya
b. Sebagai gambaran dan bahan pengembangan untuk menentukan
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam meningkatkan
kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Kemampuan Menghitung
Menurut Purwodarminto (1983) “kemampuan berarti menguasai”.
“Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan atau kekuatan”. (Kamus
Bergambar Nurkasanah dan Didik Turminto, 2007:423). Dalam hal ini
pengertian kemampuan hampir disamakan dengan prestasi, sehingga disajikan
beberapa pengertian tentang prestasi. Menurut Nyimas Aisyah,dkk (2007:6-5)
“kemampuan menghitung adalah pengertian yang luas, merupakan salah satu
kemampuan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan
bahwa dalam semua aktivitas kehidupan semua manusia memerlukan
kemampuan ini”.
“Berhitung” merupakan salah satu aspek dalam matematika yang
terdapat pada hampir setiap cabang matematika seperti aljabar, geometri, dan
statistika. (Sulis, 2007:14). Kemampuan menghitung mengungkapkan
bagaimana seseorang memahami ide-ide yang diekspresikan dalam bentuk
angka-angka dan bagaimana jenisnya seseorang dapat berfikir dan menalar
angka-angka.
Kemampuan menghitung dalam penelitian ini mengenai kemampuan
numerik siswa, karena kemampuan numerik adalah kemampuan hitung
menghitung dengan angka-angka. Kemampuan ini dapat menunjang cara
berfikir yang cepat, tepat dan cermat yang sangat mendukung keterampilan
siswa dalam memahami simbol-simbol dalam matematika. Menurut Slametto
(dalam Sulis, 2007:14) kemampuan numerik mencakup kemampuan standar
tentang bilangan, kemampuan berhitung yang mengandung penalaran dan
keterampilan aljabar. Kemampuan mengoperasikan bilangan meliputi operasi
hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Hal senada juga
diungkapkan oleh Dewa Ketutu Sukardi (dalam Sulis, 2007:14) bahwa
kemampuan berhitung numerikal adalah kemampuan berhitung yang
8
memerlukan penalaran dan keterampilan aljabar termasuk operasi hitung.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menghitung (kemampuan numerik) merupakan potensi alamiah yang dimiliki
seseorang dalam bidang matematika.
2. Hakikat Penjumlahan dan Pengurangan
a. Pengertian Penjumlahan
Menurut Nurkasanah dan Didik Turminto (2002:480) menyatakan
bahwa “penjumlahan adalah proses, cara, perbuatan menjumlahkan”.
Sedangkan menurut Poerwadarminta (1983:425) menyatakan bahwa
“penjumlahan adalah hal menjumlahkan”. Sedangkan menurut Murray R.
Spiegel (1999:1) ”penjumlahan adalah apabila dua bilangan a dan b
dijumlahkan, maka hasilnya ditunjukkan dengan a + b”. Sedangkan menurut
David Glover (2006:4) addition is finding the total of two or more numbers
the plus (+) in an addition sum show that numbers are being added
together. Penjumlahan adalah cara menemukan jumlah total dua bilangan
atau lebih dengan menggunakan tanda “+”. Menurut Didik Junaedi (2008:8)
menyatakan bahwa “jumlah adalah total dari beberapa bilangan yang
ditambah semuanya”. Gatot Muhsetyo (2008:3.12) menyatakan bahwa
“proses penggabungan dalam konsep himpunan dapat diartikan sebagai
penjumlahan”.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa,
penjumlahan adalah proses menjumlahkan total dua bilangan a dan b atau
lebih dengan menggunakan tanda “+”.
b. Pengertian Pengurangan
Menurut Nurkasanah dan Didik Turminto (2002:616) menyatakan
bahwa “pengurangan adalah proses, cara, perbuatan mengurangi atau
mengurangkan”. Sedangkan menurut Poerwadarminta (1983:541)
menyatakan bahwa “pengurangan adalah perbuatan mengurangkan atau
mengurangi”. Menurut Murray R. Spiegel (1999:1) “pengurangan adalah
apabila bilangan a dikurangi bilangan b, maka pengurangannya
ditunjukkan dengan a - b”. Pengurangan dapat didefinisikan dalam bentuk
penjumlahan yaitu, kita didefinisikan a - b, merupakan bilangan x
sedemikian rupa sehigga x ditambah b sama dengan a, atau x + b = a.
Gatot Muhsetyo (2008:3.12) menyatakan bahwa proses pemisahan
dapat diartikan sebagai pengurangan. Sedangkan Linawaty Simanjuntak
(1993:114) menyatakan pendapatnya “pengurangan yang pertama pada
anak peserta didik adalah pengembalian dan ini merupakan bahasa sehari-
hari yang sering didengar oleh anak-anak maupun peserta didik pada
jenjang pendidikan dasar”.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa,
pengurangan adalah proses mengurangi atau mengurangkan bilangan a
dikurangi bilangan b dengan menggunakan tanda “-”.
3. Hakikat Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan pengetahuan,
keterampilan atau sikap baru pada saat seorang individu berinteraksi dengan
informasi dan lingkungan pembelajaran adalah istilah yang kadang-kadang
mengundang kontroversi baik di kalangan para ahli maupun di lapangan,
terutama di antara guru-guru di sekolah.
Menurut Oemar Hamalik (2003:57) “pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri
dari siswa, guru, dan tenaga lainnya”.
Menurut Gagne dan Briggs dalam Nyimas Aisyah (2007:1-3)
melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang tujuannya adalah
membantu orang belajar (Aisyah, dkk, 2007), secara lebih terinci Gagne
mendefinisikan pembelajaran sebagai “ seperangkat acara peristiwa eksternal
yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang
sifatnya internal (Gredler, 1991). Suatu pengertian yang hampir sama
dikemukakan oleh Corey bahwa pembelajaran adalah “suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu. Pembelajaran merupakan sub-set khusus pendidikan”. (Miarso dkk,
1977). Gatot Muhsetyo (2008:1.26) menyatakan bahwa “pembelajaran
matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik
melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari”.
Beberapa pendapat tentang pembelajaran matematika : menurut Kolb
(dalam Febrianti Wulandari, 2007:12-13) menyatakan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu proses di mana pengetahuan yang berupa hasil
belajar siswa diciptakan oleh siswa sendiri melalui transformasi pengalaman
siswa sendiri.
Matematika dibangun dan ditemukan oleh manusia, sehingga dalam
pembelajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa daripada
ditanamkan oleh guru Goldin (dalam Febrianti Wulandari, 2007:12-13).
Pendapat lain dikemukakan oleh Hoevel-Panhuizen, Versch Affel dan De
Corte (dalam Febrianti Wulandari, 2007:12-13). bahwa : pendididikan
matematika seharusnya memberikan kesempatan untuk menemukan kembali
matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan siswa situasi
masalah yang dapat mereka bayangkan atau memiliki hubungan dengan dunia
nyata. Sedangkan menurut Gail A. Williams (1983:3) menyatakan matematics
is beautiful and useful creation of the human mind and spirit “matematika
adalah sebuah kreasi yang indah dan berguna dalam pikiran dan jiwa
manusia”.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua
siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di Perguruan Tinggi. Menurut
Cornelius seperti dikutip Mulyono A. (1996:38) mengemukakan 5 alasan
penting belajar matematika karena matematika merupakan sarana untuk : (1)
berfikir jelas dan logis, (2) memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3)
mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4)
mengembangkan kreativitas, (5) meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pembelajaran matematika
adalah suatu proses menemukan konsep dan ide matematika dengan cara
mengkonstruksi dan masalah-masalah dapat dibayangkan atau yang pernah
dialami yang berkaitan dengan dunia nyata.
a. Pengertian Matematika
Menurut Lerner sebagaimana yang dikutip Mulyono Abdurrahman
(1999:252) mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa
simbolik juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia
memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan
kuantitas. Sedangkan Paling (dalam Mulyono Abdurrahman, 1999:252)
menyatakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan
jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, menggunakan
pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan
tentang menghitung dan yang paling penting adalah pemikiran dalam diri
manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.
Menurut Ruseffendi (dalam Edyah Murniati, 2007:46) menyatakan
bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalili-dalil, di mana
dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku sacara umum, karena
itulah matematika sering disebut ilmu deduktif, sedangkan menurut Johson
dan Myklebust (dalam Mulyono Abdurrahman, 1999:252) menyebutkan
bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan
sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Reys
(dalam Edyah Murniati, 2007:46) juga mengatakan bahwa matematika
adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir,
suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
Dari pengertian matematika yang telah dikemukakan di atas,
berarti matematika adalah salah satu ilmu dasar dalam kehidupan sehari-
hari, yang merupakan bahasa simbolis dan universal yang memungkinkan
manusia berfikir, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen
dan kuantitas dengan menggunakan cara bernalar deduktif dan induktif.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan matematika adalah
salah satu ilmu dasar yang berguna untuk memahami dasar-dasar ilmu
pengetahuan dan tehnologi, yang memudahkan manusia berfikir dan
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
b. Fungsi Matematika
Menurut Endyah Murniati (2007:46) menyatakan bahwa
“matematika bagi Sekolah Dasar berguna untuk kepentingan hidup dalam
lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya, dan untuk
mempelajari ilmu-ilmu yang kemudian”. Dengan demikian mata pelajaran
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar dengan
menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang
dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari. Pelajaran matematika juga merupakan salah satu
mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Akhir Sekolah Berstandar
Nasional (UASBN).
c. Tujuan Mata Pelajaran Matematika di SD
Tujuan mata pelajaran matematika di SD menurut Kurikulum
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan / KTSP) SD/MI 2007 adalah agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan
konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
(3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
(5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan umum dan khusus yang ada di Kurikulum KTSP SD/MI
2007 merupakan pelajaran matematika di sekolah yang memberikan
gambaran belajar tidak hanya di bidang kognitif saja, tetapi meluas pada
bidang psikomotor dan afektif. Pembelajaran matematika diarahkan untuk
pembentukan kepribadian dan pembentukan kemampuan berpikir yang
bersandar pada hakikat matematika, ini berarti hakikat matematika
merupakan unsur utama dalam pembelajaran matematika. Oleh karenanya
hasil-hasil pembelajaran matematika menampakan kemampuan berpikir
yang matematis dalam diri siswa, yang bermuara pada kemampuan
menggunakan matematika sebagai bahasa dan alat dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Hasil lain yang
tidak dapat diabaikan adalah terbentuknya kepribadian yang baik dan
kokoh. .
d. Standar Kompetensi Matematika SD dan MI
Standar Kompetensi Matematika menurut kurikulum KTSP SD/MI
2007 merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan
harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Standar ini
dikelompokkan dalam kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan
geometri, aljabar, statistik dan peluang, trigonometri, dan kalkulus. Pada
tingkat SD dan MI, standar kompetensi ini hanya mencakup bilangan,
pengukuran dan geometri, serta pengolahan data.
Kemampuan matematika yang dipilih dalam standar kompetensi
ini dirancang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa dengan
memperhatikan perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang
ini. Untuk mencapai kompetensi tersebut dipilih materi-materi matematika
dengan memperhatikan struktur keilmuan, tingkat kedalaman materi, serta
sifat esensial materi dan keterpakaiannya dalam kehidupan sehari-hari
secara rinci.
Kurikulum KTSP SD/MI 2007 menyebutkan standar kompetensi
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Bilangan
a) Menggunakan bilangan dalam pemecahan masalah
b) Menggunakan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah
c) Menggunakan konsep bilangan cacah dan pecahan dalam pemecahan
masalah.
d) Menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor, kelipatan bilangan
bulat dan pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan
masalah.
e) Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
2) Pengukuran dan geometri
a) melakukan pengukuran, mengenal bangun datar dan bangun ruang,
serta menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.
b) Melakukan pengukuran, menentukan unsur bangun datar dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
c) Melakukan pengukuran keliling dan luas bangun datar dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
d) Melakukan pengukuran, menentukan sifat dan unsur bangun ruang,
menentukan kesimetrian bangun datar serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah.
3) Pengolahan data
Mengumpulkan, menyajikan dan menafsirkan data.
e. Pendekatan dalam Pembelajaran Matematika
Moch Ichsan (2003:8-9), mengemukakan empat macam pendekatan
pembelajaran matematika, yaitu :
1) Pendekatan Belajar Aktif
Yaitu suatu pembelajaran yang menekankan aktivitas para siswa
secara fisik, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar
yang maksimal, baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Untuk mengaktifkan siswa dalam belajar dan merangsang daya
kreatifitas, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan berkesan
melalui model pembelajaran yang tepat.
Peserta didik terlibat dalam berbagai kegiatan (aktivitas) yang
mengembangkan keterampilan, kemampuan dan pemahamannya dengan
menekankan pada belajar dengan berbuat (learning by doing). Guru
memberikan umpan balik dengan mengajukan pertanyaan yang
menantang dan mempertanyakan gagasan anak didik. Dengan
memberikan kesempatan peserta didik aktif akan mendorong kreativitas
peserta didik dalam belajar maupun memecahkan masalah.
2) Pendekatan Terpadu
Yaitu suatu pendekatan yang mengaitkan mata pelajaran
matematika lainnya. Dengan mengetahui keterkaitan konsep dari
beberapa mata pelajaran, maka akan dapat memberi pengertian
kebermaknaan, sehingga siswa lebih mantap dalam memahami suatu
konsep. Dikatakan kebermaknaan karena dalam pembelajaran terpadu
anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui
pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
mereka pahami.
3) Pendekatan Kontruktivisme
Yaitu merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran di kelas melalui
tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep dan aplikasi
konsep untuk mencapai kebermaknaan pemahaman.
Siswa memperoleh pemahaman yang mendalam melalui
pengalamaan belajar yang bermakna dengan cara membangun sendiri
pengetahuannya sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas,
4) Pendekatan Realistik
Yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-
hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan “procces of doing
mathematics”. Pada pendekatan ini peran guru tidak lebih dari
seperangkat fasilitator, moderator, atau evaluator, sementara siswa
berfikir, mengkomunikasikan “reasoning”nya, melatih nuansa
demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil
dari dunia nyata. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol
mereka sendiri dalam proses mematematikakan ke dunia mereka. Di sini
siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dangan siswa lain, bertanya dan
menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.
4. Hakikat Media
a. Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari
medium yang berarti perantara yang dipakai untuk menunjukkan alat
komunikasi. Secara harfiah media diartikan sebagai perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan (Mulyani Sumantri dan Johar
Permana, 2001:152).
Menurut Gagne (dalam Arief S. Sadiman, 2009:6) media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya
untuk belajar. Sementara itu Briggs (dalam Arief S. Sadiman, 2009:6)
berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan
pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Rossi dan Breidle (dalam Wina
Sanjaya, 2007:161) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah
seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan
seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Media adalah
segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat serta
perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran terjadi. (Arif
S. Sadiman, 2009:7). Gerlach dan Ely (dalam Wina Sanjaya, 2007:161)
menyatakan : “ A medium, conceived is any person, material or event that
establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and
attitude.” Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan,
peralatan atau kegiatan yang mengungkapkan kondisi yang memungkinkan
siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Menurut Romiszowski (dalam Oemar Hamalik, 2003:202) menyatakan
“...as the carrics of message, from some transmitting source (which may be a
human or an intimate object), to the receiver of the message which is our case
is the learner”. Media adalah pembawa pesan yang berasal dari sumber pesan
(yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam proses
belajar mengajar, penerima pesan itu adalah siswa. Pembawa pesan adalah
(media) itu berinteraksi dengan siswa melalui indera mereka. Siswa
dirangsang oleh media itu untuk menggunakan inderanya untuk menerima
informasi. Kadang-kadang siswa dituntut untuk menggunakan kombinasi dari
beberapa indera supaya dapat menerima pesan itu secara lebih lengkap.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian media
adalah segala sesuatu yang telah diprogram dan digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) sehingga dapat
merangsang siswa menangkap informasi yang dapat memberikan pengalaman
konkrit, motivasi belajar, serta memungkinkan siswa memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap sehingga proses belajar mengajar
berhasil. Dalam proses belajar mengajar pesan yang disalurkan melalui media
dari sumber pesan kepada penerima pesan itu ialah isi pelajaran. Pesan
tersebut berasal dari kurikulum yang disampaikan oleh guru kepada siswa.
b. Tujuan dan Kegunaan Media
Tujuan dari penggunaan suatu media membuat guru dapat
menyampaikan pesan secara lebih mudah kepada peserta didik, sehingga
peserta didik tersebut dapat menguasai pesan (pembelajaran) secara cepat dan
akurat.
Menurut Arief S. Sadiman (2009:17) secara umum media mempunyai
kegunaan sebagai : (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, (3)
mengatasi penggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat
diatasi sikap pasif anak didik.
Menurut Basuki Wibawa (2001:14), media mempunyai kegunaan
sebagai : (1) mampu memperlihatkan gerakan cepat yang sulit diamati dengan
cermat oleh mata biasa, (2) dapat memperbesar benda-benda kecil yang tidak
dapat dilihat oleh mata, (3) menggantikan objek yang sangat besar yang tidak
mungkin dihadirkan ke dalam kelas, (4) objek yang terlalu kompleks
misalnya mesin atau jaringan radio, dapat disajikan dengan menggunakan
diagram atau model yang disederhanakan, (5) dapat menyajikan suatu proses
atau pengalaman hidup yang utuh.
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:154)
mengemukakan media pengajaran adalah merupakan segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk mengantarkan atau menyampaikan pesan, berupa
sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap kepada peserta didik
sehingga peserta didik itu dapat menangkap, memahami dan memiliki pesan-
pesan dan makna yang disampaikan itu. Sedangkan menurut Wan Guofang,
(2006:174) menyatakan ”... the use of is as a source of information,
entertainmant, enrichment, growth, empowerment and communication”
penggunaan media sebagai sumber informasi, hiburan, kekayaan,
pertumbuhan, kekuasaan dan komunikasi.
Secara umum media berfungsi sebagai : (1) alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif, (2) bagian integral dari
keseluruhan situasi mengajar, (3) meletakkan dasar-dasar yang kongkrit dari
konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat
verbalisme, (4) membangkitkan motivasi belajar peserta didik, (5)
mempertinggi mutu belajar mengajar.
Derak Rowntrie (dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana,
2001:154-155) menyebutkan fungsi media pendidikan atau pengajaran, adalah
: (1) engange The Student’s motivation (membangkitkan motivasi belajar), (2)
recall earlier learning (mengulang apa yang telah dipahami), (3) provide new
learning stimuli (menyediakan stimulus belajar), (5) activate the student’s
response (mengaktifkan respon peserta didik), (6) give speedy feedback (
memberikan balikan dengan cepat), (7) encourage appropriate practice
(menggalakkan latihan yang serasi).
Berdasarkan definisi-definisi kegunaan media pembelajaran dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat memberikan kesamaan dan
pengalaman untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, minat, motivasi
serta dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
c. Jenis-jenis Media dalam Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran memberikan banyak manfaat dalam
proses pembelajaran. Manfaat penggunaan media pembelajaran tersebut
tergantung pada ciri-ciri dan kemampuan media dalam proses pembelajaran.
Arif S. Sadiman (2009:19) mengelompokkan atau mengklasifikasikan media
berdasarkan kesamaan ciri atau karakteristiknya. Basuki Wibawa dan Farida
(2001:35) menambahkan apapun bentuk dan tujuan pengklasifikasian media
dapat memperjelas kegunaan dan karakteristik media, sehingga memudahkan
kita memilih nantinya. Bertz (dalam Arif S. Sadiman, 2009:20)
pengklasifikasian jenis media, diantaranya: media audio, media visual, dan
media audio visual.
1) Media Audio
Media audio adalah jenis media yang berisi suara saja sehingga
untuk dapat memanfaatkannya sebagai media dalam pembelajaran guru
harus dapat memperhatikan mengenai aspek kemampuan menyimak yang
dimiliki oleh siswa. Basuki Wibawa dan Farida (2001:35) menambahkan
”media audio menambahkan pesan yang disampaikan dalam lambang-
lambang auditif verbal, nonverbal maupun kombinasinya yang berkaitan
erat dengan indera pendengaran”. Contoh media audio : radio, telepon,
tape recorder, piringan audio dan lain-lain.
Kelebihan penggunaan media audio, antara lain : (1)
meningkatkan kemampuan komunikasi audio, (2) materi pembelajaran
dapat dipersiapkan sehingga guru dapat mengontrolnya, (3) merangsang
dan mengembangkan kemampuan imajinasi terhadap hal-hal yang sedang
disajikan, (4) perhatian siswa terpusat pada kata-kata yang digunakan,
pada bunyi dan artinya. Kelemahan penggunaan media audio, antara lain:
(1) sifat komunikasi satu arah, (2) stimulus secara suara saja dalam waktu
yang cukup lama menimbulkan kebosanan pada siswa, (3) siswa yang
memiliki kelemahan audio akan merasa kesulitan menerima pelajaran.
2) Media Visual
Media visual adalah jenis media yang dituangkan ke dalam
simbol-simbol komunikasi visual yang berkaitan erat dengan indera
penglihatan. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar
proses penyampaian pesan dapat berhasil efisien. (Arif S. Sadiman, 2009:
28). Contoh media visual adalah gambar, foto, diagram, bagan, grafik,
sketsa, poster, peta dan lain-lain.
Penggunaan media harus dipilih secara sistematis, agar dapat
digunakan secara efisien. Ada tiga langkah pokok dalam prosedur
pengunaan media pengajaran yang perlu diikuti, yaitu : (1) persiapan
sebelum menggunakan media, (2) pelaksanaan (penyajian, penerima), (3)
tindak lanjut, tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan.
Kelebihan penggunaan media visual, antara lain : (1) mengatasi
keterbatasan ruang dan waktu karena semua benda, objek atau peristiwa
tidak dapat dibawa ke kelas, (2) merangsang dan mengembangkan
kemampuan imajinasi terhadap hal-hal yang sedang disajikan, (3)
meningkatkan keaktifan dan kreativitas guru untuk dapat menyampaikan
materi dalam bentuk gambar. Kelemahan penggunaan media visual, antara
lain : (1) ukurannya terbatas untuk kelompok yang besar, (2) memerlukan
ketersediaan sumber dan keterampilan, serta kejelian guru untuk dapat
memanfaatkannya.
3) Media Audio Visual
Media audio visual adalah jenis media yang menggabungkan
unsur suara dan gambar. Penggunaan media audio visual akan lebih baik,
apabila menggunakan unsur gambar gerak. Sebagaimaa pendapat Basuki
Wibawa (2001:67) Kemampuannya akan meningkat lagi apabila audio
visual ini dilengkapi dengan karakteristik gerak. Media audio visual dalam
pembelajaran memberikan kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
penggunaan media audio visual, antara lain : (1) memusatkan perhatian
dan meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, (2)
mengatasi keterbatasan waktu dan ruang, (3) menampilkan gambar, suara,
dan gerak, (4) menghindari pembelajaran yang verbalistik. Kelemahan
penggunaan media audio visual, antara lain : (1) biaya relatif mahal, (2)
memerlukan peralatan yang kompleks dan (3) memerlukan keahlian
khusus.
d. Kriteria Pemilihan Media
Kriteria pemilihan media pembelajaran harus dikembangkan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada
dengan mengingat kemampuan dan sifat-sifat khasnya (karakteristik)
media yang bersangkutan Arief S. Sadiman (2009:85). Pendapat tersebut
didukung oleh pendapat Basuki Wibawa (2001:99) bahwa alasan orang
memilih media adalah untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan
yang diinginkan. Dengan pemilihan media pembelajaran yang tepat, maka
penggunaan media dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dick dan Carey (dalam Basuki Wibawa, 2001:100-102)
menyebutkan beberapa patokan yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih media, yaitu : (1) ketersediaan sumber, (2) ketersediaan dana,
tenaga, fasilitas, (3) keluwesan, kepraktisan dan daya tahan (umur) media,
(4) efektifitas media untuk waktu yang sangat panjang.
Atas dasar uraian di atas maka dapat disajikan di sini suatu kriteria
pemilihan media sebagai berikut :
1) Tujuan
Kalau yang ingin diajarkan adalah proses, media gerak seperti video,
film atau TV merupakan pilihan yang sesuai. Kalau yang ingin
diajarkan adalah suatu ketrampilan dalam menggunakan alat tertentu,
maka benda sesungguhnya atau mock up-nya merupakan pilihan yang
sesuai.Kalau tujuannya ingin memperkenalkan faktor atau konsep
tertentu, maka media foto, slide, realita mungkin merupakan pilihan
yang tepat.
2) Karakteristik Siswa
Dalam karakter siswa media harus disesuaikan dengan jumlahnya,
lokasinya, gaya belajarnya, karakteristik lainnya yang mempengaruhi
pemilihan media.
3) Karakteristik Media
Dalam pemilihan media perlu mempertimbangkan kelebihan dan
keterbatasan masing-masing media itu. Media foto misalnya tentu
kurang sesuai untuk mengajarkan gerakan. Sebaliknya media TV akan
terlalu mahal untuk mengajarkan fakta yang tak bergerak yang dapat
dijelaskan dengan slide.
4) Alokasi Waktu
Memilih media harus diseesuaikan dengan waktu untuk kegiatan
perancangan, pengembangan, pengadaan ataupun penyajiannya.
Semua hal tersebut perlu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih
media.
5) Tersediakah media yang diperlukan?
Ketersediaan harus sesuai dengan media yang diperlukan, layanan,
purnajualnya, aliran listrik atau baterai untuk mengoperasikannya.
6) Efektifitas
Keefektifan penggunaan media harus pada ketercapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan, dan efektif untuk penggunaan dalam
jangka waktu yang lama.
7) Kompatibilitas
Media itu benar-benar berguna untuk memudahkan penguasaan
peserta didik, yaitu : penggunaan media tersebut tidak bertentengan
dengan norma-norma yang berlaku, ada sarana penunjang (suku
cadang, dan sebagainya) kesiapan pengoperasionalannya sebelum
digunakan, praktiskah dan luweskah penggunaanya, daya tahan (umur)
media tersebut.
8) Biaya
Dalam pemilihan media perlu mempertimbangkan dana yang
diperlukan untuk pengadaan, pengelolaan, dan pemeliharaannya.
efisiensi dan efektifitas biayanya sangat berpengaruh.
5. Tinjauan tentang Abakus
a. Pengertian Abakus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1) menyatakan
bahwa abakus, dekak-dekak, sempoa adalah lempeng datar di atas kepala tiang
dengan pinggiran cekung. Abakus biji atau dekak-dekak adalah salah satu
media pengajaran matematika yang dapat digunakan untuk menjelaskan
konsep atau pengertian nilai tempat suatu bilangan (satuan, puluhan, ratusan,
ribuan) serta operasi penjumlahan dan pengurangan (Ruseffendi, 1997:261).
David Glover (2006:4) menambahkan bahwa ”abakus adalah alat
hitung sederhana yang menggunakan batu-batuan, manik-manik, atau cincin
sebagai alat penghitung. Abakus Cina (swipoa) terdiri atas manik-manik dari
kayu yang tersusun dalam batang-batang”. Menurut ST. Negoro dan B.
Harahap (1998:1) menambahkan bahwa ”Abakus atau dekak-dekak adalah
alat hitung sederhana untuk menjelaskan nilai tempat angka pada bilangan-
bilangan dan dapat pula digunakan untuk operasi-operasi bilangan, seperti
operasi penjumlahan dan operasi pengurangan”.
Menurut Evi Rine Hartuti, Miyanto, dan Rina Dyah Rahmawati
(2007:1) menyatakan bahwa abakus merupakan alat hitung konvensional.
Pada umumnya abakus berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu.
Pada bagian dalam abakus diberi manik-manik. Manik-manik ini dirangkai
dengan batang yang terbuat dari kayu. Setiap manik-manik menggambarkan 1
unit hitungan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, abakus
adalah alat hitung sederhana yang terdiri atas manik-manik atau cincin yang
tersusun dalam batang-batang, yang digunakan sebagai media pengajaran
matematika yang bisa menjelaskan nilai tempat suatu bilangan dan operasi
penjumlahan dan pengurangan. Tiang paling kanan (tiang pertama) abakus
selalu menunjukkan tempat satuan.
Abakus atau sempoa juga dikenali sebagai merupakan alat hitung
untuk melakukan proses-proses aritmatika. Seringnya, ia terdiri daripada
sebuah rangka kayu, dengan manik-manik yang menggelangsar pada wayar-
wayar. Penggunanya menggelangsar pembilang secara insani pada batang-
batang atau alur-alur.
Abakus atau sempoa atau sipoa atau dekak-dekak adalah alat kuno
untuk berhitung yang dibuat dari rangka kayu dengan sederetan poros berisi
manik-manik yang bisa digeser-geserkan. Sempoa digunakan untuk
melakukan operasi aritmatika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian dan akar kuadrat. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Sempoa)
Media ini terbuat dari satu potong papan, beberapa batang kawat
(sesuai kebutuhan) dan beberapa buah biji abakus. Setiap kawat terdiri dari 20
buah biji (gambar 1)
Gambar Media abakus dilihat dari
depan sehingga biji-bijinya tampak
semuanya (20 biji perbatang)
Gambar 1. Model Abakus yang Diisi Manik-manik
b. Fungsi (Abakus)
1) Untuk menjelaskan nilai tempat angka pada balangan-bilangan (satuan,
puluhan, ratusan, ribuan) Ensiklopedia Matematika (gambar 2).
B = Ribuan
R = Ratusan
P = Puluhan
S = Satuan
Gambar 2. Model Abakus
2) Untuk mencari hasil operasi penjumlahan suatu bilangan (gambar 3).
444 + 212 = 656
Gambar 3. Penjumlahan Bilangan dengan Abakus
3) Untuk mencari hasil operasi pengurang suatu bilangan (gambar 4).
541 – 221 = 320
Gambar 4. Pengurangan Bilangan dengan Abakus
c. Cara Penggunaan Media
Dalam pemakaian abakus, bagian depan yang menghadap ke siswa supaya
terlebih dahulu dikosongkan. Semua bijinya disimpan / diangkat ke bagian
belakang (gambar 5).
B P S R
B P S R
B R P S
B = Ribuan
R = Ratusan
P = Puluhan
S = Satuan
Gambar 5. Model Abakus
Jika kita akan menunjukkan bilangan 125, maka dari belakang digeserkan 1
buah biji pada tempat ratusan, 2 biji pada tempat puluhan dan 5 biji pada
tempat satuan. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan bilangan 125
Gambar 6. Model Abakus yang Diisi Manik-manik
Jika 125 + 230, maka penjumlahan ini seperti gambar abakus dibawah ini,
yaitu dengan menambah 2 biji pada tempat ratusan, 3 biji pada tempat
puluhan dan 0 biji pada tempat satuan (tidak ada penambahan biji pada
tempat satuan). Lihat gambar 7 di bawah:
125 + 230 = 355
Gambar 7. Penjumlahan Bilangan dengan Abakus
P B R S
Seandainya akan menunjukkan penjumlahan desimal misalnya : 1,32 + 2,14
dapat dilakukan dengan menarik ke dapat 1 biji satuan, 3 persepuluhan, dan
2 perseratusan. Kemudian siswa disuruh menarik ke depan 2 satuan, 1
persepuluhan dan 4 perseratusan. Akibatnya kita dapatkan 1,32 + 2,14 =
3,46.
Lihat gambar 8 di bawah ini.
Gambar 8. Penjumlahan Bilangan dengan Abakus
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis
tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang
relevan yang sesuai dengan substansi yang diteliti. Fungsinya untuk
memposisian peneliti yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan.
Sugianto (2007), pembelajaran matematika dengan menggunakan
media dekak-dekak dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
kelas III. Dengan demikian penerapan pembelajaran matematika dengan
menggunakan media dekak-dekak dapat dilaksanakan untuk meningkatkan
mutu pembelajaran matematika di kelas III sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Ibnu Rohmatullah Al Hamid (2008), pembelajaran dengan media
dekak-dekak dapat meningkatkan minat belajar matematika rendah menjadi
minat belajar metematika tinggi siswa kelas II. Dengan demikian
pembelajaran matematika dengan menggunakan media dekak-dekak dapat
dilaksanakan untuk meningkatkan pembelajaran matematika di kelas II
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika kelas II.
C. Kerangka Berfikir
Kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan siswa masih
sangat rendah. Hal ini karena dalam pembelajaran guru kurang dalam
menggunakan media, penyajian materi kurang menarik, dan membosankan,
sehingga siswa belum mengerti konsep penjumlahan dan pengurangan.
Dengan penggunaan media akan mendorong siswa untuk mengerti apa makna
belajar, apa manfaatnya, mereka dalam status apa, dan bagaimana
mencapainya, sehingga yang mereka pelajari dapat melekat dalam ingatan
untuk meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dengan optimalisasi
penerapan media abakus diharapkan dapat memperkuat ingatan siswa. Hal ini
akan terlihat jika proses pembelajaran dengan abakus berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami apa yang dipelajari
bukan hanya mengetahuinya. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Pembelajaran dengan menggunakan media abakus ini dapat
meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan. Alur
kerangka berfikir digambarkan seperti gambar 9.
Perencanaan Tindakan dengan media abakus
Gambar 9. Kerangka berfikir
Masalah yang dihadapi sebelum tindakan
Konvensional atau tidak ada media
Kemampuan siswa menghitung penjumlahan dan pengurangan rendah
SIKLUS I SIKLUS 2
a. melakukan penjumlahan tanpa teknik menyimpan
b. melakukan penjumlahan dengan satu kali menyimpan
c. melakukan pengurangan tanpa meminjam
d. melakukan pengurangan dengan satu kali meminjam
a. melakukan penjumlahan dengan dua kali menyimpan di bawah seribu
b. melakukan pengurangan dengan dua kali meminjam di bawah seribu
SIKLUS 3
a. melakukan penjumlahan dengan dua kali menyimpan di atas seribu
b. melakukan pengurangan dengan dua kali meminjam di atas seribu
Belum memenuhi KKM Sudah memenuhi
KKM
Kemampuan menghitung sudah meningkat
Hasil Akhir Diduga dengan media abakus dapat meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan siswa kelas III
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut :
“Dengan media abakus maka kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan pada siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh akan meningkat.”
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Setting penelitian ini mengacu pada waktu dan tempat penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Butuh Kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali Kelas III. Pemilihan tempat ini di dasarkan pada
pertimbangan : (1) Merupakan tempat peneliti mengajar, sehingga mempermudah
peneliti dalam melakukan penelitian, (2) Tidak mengganggu tugas mengajar
peneliti, (3) Tidak mengganggu proses belajar mengajar pada awal tahun pelajaran
Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, yaitu bulan Juli sampai Oktober
2009. Adapun rincian waktu dan jenis-jenis kegiatan penelitian dapat dilihat pada
table 2 berikut ini :
Tabel 2. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
Bulan No Jenis Kegiatan Juli Agustus September Oktober
Penyusunan dan Pengajuan x x x x 1 Proposal
2 Mengurus ijin penelitian x x
3 Pelaksanaan Penelitian x x x
4 Analisis Data x x x
5 Penyusunan Laporan x x x x
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research). I G A K Wardhani (2007:1.3) mengatakan bahwa penelitian tindakan
kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu suatu Action
Research yang dilakukan di kelas.
32
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian untuk mengatasi permasalahan
terkait dengan kegiatan belajar mengajar yang terjadi pada suatu kelas. Menurut
Sarwiji Suwandi (2008:15) penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Pendapat tersebut
ditambah oleh I G A K Wardhani (2007:1.4) yang mengatakan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dalam kelasnya sendiri
melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru
sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Jadi penelitian tindakan kelas
adalah penelitian yang sengaja dilakukan untuk dimunculka di kelas bertujuan
agar tercapainya perbaikan kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa
menjadi meningkat.
I G A K Wardhani (2007:1.5-1.7) mengungkapkan bahwa karakteristik
PTK antara lain : (1) masalah PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri
guru yaitu bersifat situasional, (2) self reflective inquiry yaitu penelitian melalui
refleksi diri, (3) penelitian dilakukaan di dalam kelas, dan (4) penelitian bertujuan
untuk memperbaiki pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang reflektif. Kegiatan
penelitian berangkat dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru dalam proses
belajar mengajar. Permasalahan tersebut kemudian direfleksikan alternative
pemecahan masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan yang
terencana dan terukur. Oleh karena itu, maka penelitian tindakan kelas
membutuhkan kerjasama antara peneliti, guru, siswa, dan staf sekolah lainnya
untuk menciptakan suatu kinerja sekolah yang lebih baik.
Menurut Sarwiji Suwandi (2008:34) langkah-langkah pelaksanaan
penelitian tindakan kelas dilakukan melalui empat tahap, yaitu : perencanaan
(planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting).
Secara jelas langkah-langkah tersebut dapat digambarkan pada gambar 10.
Gambar 10. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Setiap siklus terdiri dari empat tahap. Adapun tahapannya sebagai berikut :
1. Perencanaan
Kegiatan ini meliputi :
a. membuat perencanaan pengajaran
b.membuat dan melengkapi media pembelajaran
c. membuat lembar observasi, dan
d.mendesain alat evaluasi
2. Pelaksanaan tindakan
Kegiatan tahap ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran
sebagaimana yang telah direncanakan dengan menggunakan media
abakus.
Siklus I Tindakan
Pengamatan
Refleksi
Perencanaan
Siklus II
Perencanaan Selanjutnya
Tindakan Refleksi
Pengamatan
Perencanaan
3. Observasi
Dalam tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan
dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.
4. Refleksi
Dalam tahap ini data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan
dan dianalisa guna mengetahui seberapa jauh “Action” telah membawa
perubahan dan apa atau di mana perubahan terjadi.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian tindakan ini adalah siswa SD Negeri 1 Butuh
Kecamatan Mojosongo. Siswa yang dijadikan subjek penelitian ini adalah siswa
kelas III. dengan jumlah siswa sebanyak 13 anak, yang terdiri 4 siswa putra dan 9
siswa putri. Pada dasarnya mereka dari latar belakang yang berbeda-beda tetapi
sebagian besar dari mereka adalah siswa dari golongan menengah ke atas. Dari 13
siswa ini kesemuanya adalah anak yang normal, tidak cacat dalam artian tidak ada
anak ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Subyek penelitian ini sekaligus sebagai
sampel dari PTK, karena dalam PTK sampelnya adalah seluruh anggota dari
subyek penelitian.
D. Sumber Data
Data atau informasi yang penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam
penelitian ini, sebagian besar berupa kualitatif. Data atau informasi tersebut
meliputi :
1. Informan, yaitu guru yang mengampu siswa kelas III dan siswa kelas III
SD Negeri 1 Butuh Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.
2. Tempat dan Peristiwa
a. Tempat : Ruang Kelas III SD Negeri 1 Butuh
b. Peristiwa : Proses belajar mengajar dengan media abakus
3. Arsip dan Dokumen
a. Arsip : Kurikulum 2007 Mata Pelajaran Matematika dan Silabus
b. Dokumen : Daftar Nilai
Daftar nilai digunakan untuk mendapatkan data nilai
siswa sebelum dilakukan tindakan.
4. Tes Hasil Belajar
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan setelah dilakukan tindakan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai bentuk penelitian tindakan kelas dan juga jenis sumber data yang
dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Observasi
Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung. Observasi langsung
(direct observation) adalah observasi yang dilakukan tanpa perantara (secara
langsung) terhadap objek yang diteliti. Observasi dilakukan pada siswa kelas III
SD Negeri 1 Butuh untuk mengetahui minat dan perhatiannya selama proses
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan media abakus.
2. Dokumen
Berupa Kurikulum, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, nilai formatif
untuk memperoleh data tentang kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan siswa sebelum dilakukan tindakan.
3. Tes
Tes hasil belajar untuk mengetahui peningkatan kemampuan menghitung
penjumlahan dan pengurangan siswa setelah dilakukan tindakan.
F. Uji Validitas Data
Uji validitas data yang digunakan adalah Triangulasi, triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuai yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu
(Lexy J. Moleong, 1996:178). Langkah ini dapat ditempuh dengan menggunakan
berbagai sumber data untuk meningkatkan kualitas penilaian. Menurut Denzin
dalam Lexy J. Moleong (1996:178) bentuk triangulasi ada 4, yaitu : triangulasi
sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik, dan triangulasi teori. Penelitian
ini menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda yaitu (1) pengamatan dari proses pembelajaran, (2) tes unjuk kerja
siswa, (3) silabus, RPP, dan foto.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan usaha (proses) memilih, membuang, dan
menggolongkan data sesuai dengan yang diharapkan. Analisis data dilakukan
sejak awal sampai berakhirnya kegiatan pengumpulan data. Data dari hasil
penelitian di lapangan diolah dan dianalisis secara interaktif.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah ditulis dalam
catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya
(Lexy J. Moleong, 1996:190). Proses analisis data menurut Matthew B. Miles dan
Michael Huberman (2007:16) terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Menurut Matthew B. Miles dan Michael Huberman (2007:16-20) rincian
model dapat diurakan seperti gambar 11.
Gambar 11. Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif
(Matthew B. Miles dan Michael Huberman, 2007:16)
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
Sajian Data
Dari bagan yang tertera pada gambar 12 langkah yang akan ditempuh
dalam penelitian ini adalah :
1. Melakukan analisis awal bila data yang didapat di kelas sudah cukup, maka
dapat dikumpulkan.
2. Mengembangkan bentuk sajian data, dengan menyusun coding dan matrik
yang berguna untuk penelitian lanjut.
3. Melakukan analisis data di kelas dan mengembangkan matrik antar kasus.
4. Melakukan verifikasi, pengayaan dan pendalaman data apabila dalam
persiapan analisis ternyata ditemukan data yang kurang lengkap atau kurang
jelas, maka perlu dilakukan pengumpulan data lagi secara terfokus.
5. Melakukan analisis antar kasus, dikembangkan struktur sajian datanya bagi
laporan susunan laporan.
6. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
7. Merumuskan implikasi kebijakan sebagai bagian dari pengembangan saran
dalam laporan akhir penelitian.
H. Indikator Kinerja / Keberhasilan
Menurut Sarwiji Suwandi (2008:70) indikator kinerja merupakan
rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan atau tolak ukur dalam menentukan
keberhasilan atau keefektifan penelitian. Indikator kinerja yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah meningkatnya kemampuan menghitung penjumlahan
dan pengurangan pada siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh dalam pembelajaran
penjumlahan dan pengurangan melalui pengoptimalan penerapan media abakus.
Indikator penelitian ini bersumber dari kurikulun dan silabus KTSP Matematika
kelas III serta nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 60.
Pada penelitian tindakan kelas ini anak yang memperoleh nilai 70 lebih
dari 80%. Nilai rata-rata menghitung penjumlahan dan pengurangan siswa
meningkat (dari 60 menjadi 70).
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus. Tiap-tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai. Untuk mengetahui
permasalahan yang menyebabkan rendahnya kemampuan menghitung
penjumlahan dan pengurangan kelas III SDN 1 Butuh, dilakukan observasi
terhadap kegiatan pembelajaran melalui langkah-langkah tersebut akan dapat
ditentukan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan kemampuan
menghitung penjumlahan dan pengurangan Berdasarkan hasil belajar Matematika
siswa kelas III SDN 1 Butuh dengan media abakus maka didapat hasil refleksi
awal.
Dengan berpedoman pada refleksi awal tersebut, maka prosedur
pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi : perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi dalam setiap siklus.
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat dijabarkan dalam
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
1) Mengumpulkan data siswa kelas III yang diperlukan melalui teknik
observasi, pencatatan arsip dan tes
2) Merencanakan pembelajaran menghitung penjumlahan dan pengurangan
menggunakan media abakus selama 4 pertemuan meliputi : (a) melakukan
operasi penjumlahan tanpa teknik menyimpan, (b) melakukan operasi
penjumlahan dengan satu kali teknik menyimpan, (c) melakukan operasi
pengurangan tanpa teknik meminjam, (d) melakukan operasi pengurangan
dengan satu kali teknik meminjam (lampiran 6)
3) Membuat lembar observasi kegiatan untuk guru dalam mengajar (lampiran
9) dan aktivitas siswa dalam pembelajaran (lampiran 10)
4) Mendesain alat evaluasi (lampiran 15)
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
1) Guru menerapkan pembelajaran menghitung penjumlahan dan pengurangan
dengan menggunakan media abakus di kelas III SDN 1 Butuh
menggunakan rencana pembelajaran, yaitu dengan mengajarkan cara
menggunakan abakus terlebih dahulu, mengajarkan konsep nilai tempat
(ribuan, ratusan, puluhan, satuan) dan operasi penjumlahan serta
pengurangan.
2) Siswa belajar menghitung penjumlahan dan pengurangan menggunakan
media abakus dengan konsep nilai tempat yang dibimbingan guru.
c. Tahap Observasi
1) Melakukan observasi kegiatan pembelajaran materi menghitung
penjumlahan dan pengurangan dengan media abakus yang meliputi :
konsep nilai tempat (ribuan, ratusan, puluhan, satuan), cara mengunakan
abakus dalam penjumlahan (dengan menjumlahkan satuannya terlebih
dahulu kemudian puluhan, ratusan, dan ribuan) dan pengurangan (dengan
mengurangkan satuannya terlebih dahulu kemudian puluhan, ratusan, dan
ribuan)
2) Pengamatan terhadap kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan sebelum dan sesudah penggunaan media abakus
d. Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan. Jika tindakan
belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan pada siklus
II.
2. Siklus II
a. Tahap Rencana
1) Guru mengidentifikasi dan merumuskan masalah berdasarkan masalah pada
refleksi siklus I
2) Membaca sumber yang dapat membuat pembelajaran melalui media abakus
sehingga motivasi siswa tinggi, kreatif dan menimbulkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran
3) Guru menyiapkan rencana pembelajaran menghitung penjumlahan dengan
dua kali teknik menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik
meminjam dengan media abakus (lampiran 7)
4) Membuat lembar observasi kegiatan untuk guru dalam mengajar (lampiran
11) dan aktivitas siswa dalam pembelajaran (lampiran 12)
5) Mendesain alat evaluasi (lampiran 16)
b. Tahap Tindakan
Pemantapan penggunaan media abakus dengan memperbanyak
penyajian media abakus
c. Observasi
melakukan observasi kembali terhadap proses pembelajaran
menghitung penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dan
pengurangan dengan dua kali teknik meminjam dengan menggunakan media
abakus. Dalam observasi ini yang diutamakn yaitu cara penggunaan dan
pemahaman konsep tentang pembelajaran materi penjumlahan dengan duakali
teknik menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik meminjam dengan
media abakus
d. Refleksi
kegiatan ini peneliti menganalisis hasil pada siklus II berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan dengan indikator kinerja. Dalam analisis ini
peneliti melakukan kolaborasi dengan pengamat yang lain agar hasil analisis
dapat lebih teliti. Hasil refleksi ini dilakukan sebagai tindak lanjut dan untuk
memperbaiki pada siklus ketiga.
3. Siklus III
a. Tahap Rencana
1) Guru mengidentifikasi dan merumuskan masalah berdasarkan masalah pada
refleksi siklus II dengan lebih melibatkan siswa dalam penyampaian
materi penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dan pengurangan
dengan dua kali teknik meminjam dengan media abakus
2) Membaca sumber yang dapat membuat pembelajaran melalui media abakus
agar motivasi siswa tinggi, kreatif dan menimbulkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran
3) Guru menyiapkan rencana pembelajaran menghitung penjumlahan dengan
dua kali teknik menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik
meminjam dengan media abakus (lampiran 8)
4) Mendesain alat evaluasi (lampiran 16) dan lembar observasi siswa
(lampiran 12)
b. Tahap Tindakan
Pemantapan penggunaan media abakus dengan memperbanyak
penyajian media abakus
c. Observasi
melakukan observasi kembali terhadap proses pembelajaran menghitung
penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dan pengurangan dengan dua
kali teknik meminjam dengan menggunakan media abakus. Dalam observasi
ini yang diutamakn yaitu cara penggunaan dan pemahaman konsep tentang
pembelajaran materi penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dan
pengurangan dengan dua kali teknik meminjam dengan media abakus
d. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah melakukan tindakan. Jika tindakan sudah
tercapai secara optimal maka siklus dihentikan. Berdasarkan hasil refleksi ini
dapat diketahui kelemahan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan kelas pada siklus
berikutnya.
Bila hasil refleksi dan evaluasi siklus I menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan pada
siswa kelas III SD, maka tidak perlu dilanjutkan dengan siklus II. Namun,
apabila belum memperlihatkan adanya peningkatan menghitung pejumlahan
dan pengurangan siswa kelas III SD, maka dibuat siklus II yang meliputi :
tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi
tindakan dan tahap refleksi. Hasil refleksi siklus III ini digunakan untuk
menentukan hasil hipotesis penelitian yang sudah ada.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah dasar Negeri 1 Butuh Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali. Sekolah Dasar Negeri 1 Butuh tepatnya berada
di dukuh Butuh desa Butuh KecamatanMojosongo Kabupaten Boyolali. Dalam
pembelajaran matematika yang dilaksanakan di SD Negeri 1 Butuh kelas III
belum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media abakus maupun
alat peraga yang lain khususnya untuk pembelajaran menghitung penjumlahan
dan pengurangan, sehingga kemampuan menghitung siswa belum mencapai KKM
(Kriteri Ketuntasan Minimal) yang ditentukan sekolah pada awal semester. Untuk
mengantisipasi hal tersebut peneliti mengadakan penelitian di kelas III, maka
peneliti menggunakan media abakus dalam pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan.
B. Deskripsi Kondisi Awal
Sebelum melaksanakan proses penelitian, terlebih dahulu peneliti
melakukan kegiatan survey awal dengan tujuan untuk mengetahui keadaan nyata
yang ada di lapangan. Hasil survey awal, yaitu rendahnya nilai penjumlahan dan
pengurangan siswa.
Berdasarkan data hasil pengamatan langsung tanggal 3 Agustus 2009
terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan
belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan untuk
mengetahui gambaran awal kegiatan pembelajaran di kelas III SD Negeri I Butuh
masih terdapat banyak kekurangan, antara lain guru kurang dapat menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan (respon siswa kurang), aktivitas siswa
kurang, dan masih kurangnya ketuntasan belajar siswa kelas III SD Negeri I
Butuh.
43
Nilai hasil belajar kognitif siswa diperoleh dari tes yang sebelumnya soal-
soal tersebut telah diujicobakan. Seluruh soal yang diujicobakan ternyata valid
atau memenuhi syarat untuk dapat dipergunakan sebagai alat tes prestasi.
Hasil tes awal materi penjumlahan dan pengurangan bilangan dapat dilihat
pada tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3 : Pencapaian Nilai Sebelum Penelitian
No Rentang Nilai Jumlah Siswa Keterangan
1 70 – ke atas 2 Tuntas
2 60 3 Tuntas
3 50 6 Tidak Tuntas
4 40 ke bawah 2 Tidak Tuntas
Berdasarkan data nilai di atas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sebelum
dilaksanakan tindakan adalah 53,07, siswa kelas III SD Negeri I Butuh sebanyak
13 siswa hanya 5 siswa yang memperoleh nilai di atas batas nilai ketuntasan
minimal. Sebanyak 8 siswa atau 61,53 % memperoleh nilai di bawah batas nilai
ketuntasan yaitu 60. Maka peneliti mengadakan konsultasi dengan dewan guru
untuk melaksanakan pembelajaran dengan media abakus.
Dari hasil tes awal pada tabel di atas dapat disimpulkan sementara bahwa
penguasaan materi penjumlahan dan pengurangan oleh siswa kelas III SD Negeri
1 Butuh masih kurang. Adanya beberapa indikator yang masih memiliki porsi
jawaban yang kurang dari 75% memberikan indikasi bahwa siswa masih belum
begitu paham pada beberapa indikator belajar materi pokok penjumlahan dan
pengurangan bilangan.
C. Deskripsi Permasalahan Penelitian
1. Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan selama 4 kali pertemuan (3 x 35 menit)
pada tanggal 24 Agustus 2009 sampai 2 September 2009. Adapun tahapan-
tahapan yang dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
Dengan berpedoman dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
SD 2007 kelas III, peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan
pembelajaran materi penjumlahan dan pengurangan menggunakan media
abakus.
Standar Kompetensi : Melakukan operasi hitung bilangan sampai tiga angka.
Kompetensi Dasar : Melakukan penjumlahan dan pengurangan tiga angka
Indikator : 1. Melakukan operasi penjumlahan tanpa teknik menyimpan
2. Melakukan operasi penjumlahan dengan satu kali teknik
menyimpan
3. Melakukan operasi penjumlahan dengan dua kali teknik
menyimpan
4. Melakukan operasi pengurangan tanpa teknik meminjam
5. Melakukan operasi pengurangan dengan satu kali teknik
meminjam
6. Melakukan operasi pengurangan dengan dua kali teknik meminjam
Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran dan hasil
menghitung penjumlahan dan pengurangan sebelum tindakan, dapat diperoleh
informasi sebagai data awal. Hasil pencatatan menunjukkan bahwa dari siswa
kelas III sebanyak 13 siswa terdapat 8 siswa atau 61,53% yang masih belum
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum. Setelah dilakukan pemeriksaan pada
lembar pekerjaan siswa, ternyata sebagian besar siswa masih belum dapat
memahami tentang konsep yang diajarkan (operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan). Atas dasar hal tersebut guru kelas melakukan koordinasi
dengan kepala sekolah dan guru kelas lain tentang alternatif yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan
pengurangan siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh. Berdasarkan hasil koordinasi
dengan kepala sekolah dan guru-guru lain, guru kelas memilih media abakus
untuk meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan
siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh.
Dengan berpedoman pada standar kompetensi mata pelajaran
Matematika, guru kelas melakukan langkah-langkah pembelajaran
Matematika dengan menggunakan media abakus. Adapun langkah-langkah
yang dilakukan dalam proses persiapan pembelajaran adalah sebagai berikut :
(1) memilih pokok bahasan atau indikator yang sesuai dengan nilai tempat,
penjumlahan dan pengurangan. Alasan memilih pokok bahasan atau indikator
tersebut adalah : (a) pokok bahasan atau indikator tentang nilai tempat,
penjumlahan dan pengurangan harus betul-betul dikuasai siswa, karena hal
tersebut untuk mempermudah penguasaan materi matematika yang lebih
dalam, (b) pokok bahasan atau indikator tentang nilai tempat, penjumlahan
dan pengurangan tersebut nantinya dapat dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari, (c) pemilihan pokok bahasan atau indikator tentang nilai tempat,
penjumlahan dan pengurangan didasarkan pada kurikulum yang berlaku, (2)
menyusun Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) berdasarkan indikator yang
telah dibuat. Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh
peneliti memuat 4 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dalam waktu 2
jam pelajaran dilaksanakan dalam minggu yang berbeda. Mengenai langkah-
langkah dan susunan Rencana Persiapan Pembelajaran selengkapnya
terlampir, (3) mempersiapkan media abakus yang akan digunakan dalam
pembelajaran, (4) setiap kali akan mengadakan pembelajaran guru
mempersiapkan kelompok dan meja diatur sesuai dengan kelompok dan
membagi media abakus untuk masing-masing kelompok.
b. Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap ini guru menerapkan tahap pembelajaran dengan
penggunaan media abakus sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
disusun. Pembelajaran yang telah disusun pada siklus I dengan menggunakan
media abakus ini akan dilaksanakan dalam empat kali pertemuan.
1) Pertemuan pertama
Pada pertemuan pertama materi matematika yang disampaikan
adalah tentang penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan penjumlahan
dengan satu kali teknik menyimpan. Kegiatan diawali dengan berdo’a
bersama kemudian guru mengabsen siswa satu persatu.
Sebagai kegiatan awal, guru menjelaskan tentang media abakus
yang meliputi komponen-komponennya (konsep nilai tempat satuan,
puluhan, ratusan, ribuan), serta cara-cara menggunakannya lihat pada
gambar 12.
Gambar 12. Konsep Nilai Tempat
Keterangan :
: ribuan
: ratusan
: puluhan
: satuan
Nilai pada gambar 12. di atas adalah :
2.403 = dua ribu empat ratus tiga
Pada penyampaian nilai tempat guru melibatkan siswa dengan
maju ke depan untuk meletakkan manik-manik sesuai dengan tempatnya.
Kegiatan itu diulang-ulang sampai siswa mengetahui betul tentang konsep
nilai tempat, setelah itu dilanjutkan kegiatan inti yaitu tentang
penjumlahan tanpa teknik menyimpan. Pertama guru menjelaskan materi
tentang penjumlahan tanpa teknik menyimpan dengan media abakus.
615
253 + 868
Gambar 13. Peragaan Tentang Penjumlahan Tanpa Teknik Menyimpan Keterangan :
: Bilangan ke-1 : Bilangan ke-2
Hasil penjumlahan sama dengan menghitung manik-manik pada masing-
masing kawat, yaitu :
615 253 + 868
Satuan + satuan 5 + 3 = 8
Puluhan + puluhan 1 + 5 = 6 Ratusan + ratusan 6 + 2 = 8
Kegiatan demikian diulang-ulang sampai siswa memahami betul
dan menyuruh beberapa siswa untuk maju ke depan kelas untuk
mengerjakan tugas dari guru dengan media abakus. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan guru membagi lembar kerja
untuk dikerjakan secara kelompok dengan menggunakan media abakus
yang ada disetiap kelompok masing- masing agar siswa memahami
tentang penjumlahan tanpa teknik menyimpan. Masing-masing kelompok
mengerjakan lembar kerja, guru mengamati kerja masing-masing
kelompok. Guru membimbing siswa secara bergiliran sambil mengawasi
siswa yang belum jelas, mengamati aktivitas/partisipasi siswa dalam
pembelajaran. Setelah siswa mengerjakan lembar kerja siswa dan
dikumpulkan pada guru dilanjutkan membahas bersama-sama tentang.
Setelah selesai membahas lembar kerja guru menanyakan pada siswa
tentang siapa yang belum jelas, ada anak yang menunjukkan jari terus guru
mengulang yang belum jelas setelah jelas semua, guru memberikan
evaluasi dengan membagikan lembar soal pada siswa. Pembelajaran
diakhiri dengan evaluasi. Sebagai tindak lanjut guru memberi pesan-pesan
agar rajin belajar.
2) Pertemuan ke-2
Pada pertemuan ke-2 materi matematika yang diajarkan adalah
penjumlahan dengan satu kali teknik menyimpan. Sebagai kegiatan awal
guru mengajak bernyanyi dengan tujuan untuk memusatkan perhatian
siswa serta memotivasi dan mengarahkan minat siswa untuk mengikuti
pembelajaran, setelah itu guru mengadakan tanya jawab tentang jumlah
siswa kelas III.
Pengerjaan menggunakan abakus
Ambil 4 biji abakus warna hijau dan masukkan pada tempat
ratusan. Kemudian ambil satu biji 4 biji abakus warna biru dan masukkan
pada tempat puluhan dan ambil 1 biji abakus warna merah, masukkan pada
tempat satuan. Setelah itu ambil 5 biji abakus warna merah pada tempat
satuan. Kemudian ambil 2 biji abakus warna biru dan masukkan pada
tempat puluhan dan 6 biji abakus warna hijau pada tempat satuan.
Hasilnya dapat diketahui dengan menghitung biji abakus yang masih
tersisa pada tiang pada (gambar 14).
Gambar 14. Peragan Tentang Penjumlahan dengan Satu Kali Teknik
Menyimpan.
Cara menjumlahkannya :
441
625 +
1066
Satuan dijumlahkan terlebih dahulu 1+5 = 6, Puluhan dijumlahkan 4 + 2 = 6, Ratusan dijumlahkan 4 + 6 = 10, sisa 1 sebagai ribuan
Kegiatan inti dimulai dengan guru membimbing siswa membagi
kelompok kemudian membagikan abakus dan manik-manik pada setiap
kelompok. Guru menjelaskan cara menjumlahkan bilangan dengan abakus
menerapkan konsep nilai tempat. Salah satu siswa maju ke depan untuk
menyelesaikan soal yang ada di papan tulis dengan media abakus dan
menjelaskan cara mencari hasilnya dengan abakus. Guru bersama siswa
mengulang soal yang dikerjakan salah satu siswa yang telah maju ke
depan, dengan antusias siswa mengikuti menggunakan abakus masing-
masing kelompok. Hasil yang telah diperoleh baersama-sama ternyata
hasilnya sama dengan siswa yang telah maju ke depan.
Guru mulai memberi lembar kerja pada masing-masing kelompok .
siswa mengerjakan lembar kerja dengan menggunakan media abakus
secara langsung sehingga siswa betul-betul mengerti jumlah bilangan
tersebut. Guru membimbing siswa dalam pembelajaran. Setelah siswa
mengerjakan lembar kerja dan dikumpulkan pada guru dan dilanjutkan
membahas bersama dengan tiap-tiap siswa. Selama pembahasan
berlangsung, guru mempersilahkan siswanya untuk bergantian maju ke
depan kelas dan menulisnya dipapan tulis.
Setelah selesai membahas lembar kerja siswa, guru menanyakan
kepada siswa tentang siapa yang belum tahu. ada anak yang menunjukkan
jari kemudian guru mengulanginya dan memberi penjelasan dengan
memperagakannya dengan media abakus. Pembelajaran diakhiri dengan
memberi hadiah berupa nilai serta memotivasi siswa untuk mempelajari
pelajaran selanjutnya
3) Pertemuan ke-3
Pada pertemuan ke-3 materi matematika yang diajarkan adalah
pengurangan tanpa teknik menyimpan. Sebagai kegiatan awal guru
mengingatkan materi penjumlahan kemarin bahwa pegurangan adalah
kebalikan dari penjumlahan dan hasilnya akan berkurang.
Gambar 15. Peragaan Pengurangan Tanpa Teknik Meminjam
Cara mengurangkannya :
735
122 -
613
Satuan dikurangkan terlebih dahulu 5-2 = 3, Puluhan dikurangkan 3 - 2 =1, Ratusan dikurangkan 7 - 1 = 6,
Pengerjaan menggunakan abakus
Ambil 7 biji abakus warna hijau, masukkan ke tempat ratusan.
Ambil 3 biji abakus warna biru, masukkan ke tempat puluhan dan ambil 5
biji abakus warna merah, masukkan ke tempat satuan. Kemudian ambil
lagi 1 biji abakus warna hijau, masukkan ke tempat ratusan 2 biji abakus
warna biru, masukkan ke tempat puluhan, 1 biji abakus warna merah dan
tambahkan ke tempat satuan. Kemudian untuk mengetahui hasilnya hitung
jumlah biji abakus pada masing-masing tiang pada (gambar 15).
Kegiatan itu diulang-ulang sampai siswa paham. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, kemudian guru membagikan
lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara kelompok. Setelah
lembar tersebut selesai dikerjakan kemudian dikumpulkan dan dibahas
bersama-sama.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang
materi yang telah dipelajari untuk mengulang pelajaran. Kegiatan ini
diakhiri dengan evaluasi. Guru memberikan pujian kepada siswa yang
memperoleh nilai baik.
4) Pertemuan ke-4
Pada pertemuan ke-4 mempelajari materi operasi dengan indikator
pengurangan bilangan dengan satu kali teknik meminjam. Kegiatan awal
dimulai dengan berdoa bersama, mengabsen siswa, menanyakan kabar
sebagai penyemangat dan apersepsi bertanya jawab dengan siswa seputar
materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru
membimbing siswa untuk membentuk kelompok dan membagi abakus
untuk masing-masing kelompok.
Pada kegiatan inti, guru menjelaskan tentang pengurangan dengan
satu kali teknik meminjam dengan meggunakan media abakus. Contoh:
954 – 128 = . . .
Pengerjaan menggunakan abakus
Ambil 9 biji abakus warna hijau dan masukkan pada tempat ratusan, 5 biji
abakus warna biru masukkan ke tempat puluhan dan 4 biji abakus warna
merah ke tempat satuan. Karena 4 tidak bisa dikurangi 8 maka pinjam 1
biji abakus pada tempat puluhan dan ditukarkan dengan 10 biji abakus
yang berwarna merah bernilai satuan dan dimasukkan ke tempat satuan,
jadi 14 diambil 8 biji tinggal 6. Karena 1 biji pada tempat puluhan sudah
dipinjam jadi sisanya tinggal 4 diambil 2 tinggal 2. Pada tempat ratusan
diambil 1 biji. Hasilnya dapat diketahui dengan menghitung jumlah biji
yang masih tersisa pada tiang pada (gambar 16).
Gambar 16. Peragaan Pengurangan dengan Teknik Meminjam
Cara Mengurangkannya :
4 14
954
128 -
826
Satuan dikurangkan terlebih dahulu 4 - 8 = tidak bisa jadi pinjam 1 pada puluhan Menjadi 14 – 8 = 6, Puluhan dikurangkan, karna sudah dipinjam 1 masih 4 - 2 =2 , Ratusan dikurangkan 9 - 1 = 8,
c. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan tingkah laku dan sikap siswa selama
melakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan media abakus
serta mengamati keterampilan guru dalam mengajar dengan menggunakan
media abacus selama 4 kali pertemuan diperoleh hasil observasi berdasarkan
(lampiran 9) dipaparkan sebagai berikut :
1) Hasil observasi bagi guru
Dari data observasi dalam siklus 1 selama 4 kali pertemuan
diperoleh hasil observasi sebagai berikut :
a) Penampilan guru di depan kelas baik
b) Cara penyampaian materi pelajaran cukup
c) Cara penggunaan alat dan media pelajaran cukup
d) Cara pengelolaan kelas cukup baik
e) Cara merespon pertayaan dan pendapat siswa cukup baik
f) Memberi pujian dan perayaan keberhasilan siswa cukup baik
g) Interaksi dengan siswa cukup baik
h) Dalam memotivasi siswa cukup baik
i) Saat memberi bimbingan individu/kelompok cukup baik
j) Pengelolaan waktu masih kurang
2) Hasil observasi bagi siswa
Dari data observasi pada siklus I diperoleh data hasil belajar afektif
siswa (lampiran 10) sebagai berikut:.
a) Kemauan siswa untuk menerima pelajaran sudah menunjukkan
peningkatan.
b) Perhatikan siswa sudah baik dalam memperhatikan pelajaran yang
disampaikan oleh guru tapi masih perlu ditingkatkan.
c) Perhatian, minat, dan motivasi terhadap penjelasan guru meningkat.
d) Siswa aktif dalam pembelajaran.
e) Dua per tiga dari keseluruhan siswa sudah berani mengajukan
pertanyaan dan pendapat.
f) Siswa menunjukkan peningkatan kerjasama dalam kelompok.
g) Siswa dengan sungguh-sungguh mengerjakan tugas baik tugas individu
atau tugas kelompok.
h) Keberanian siswa maju ke depan untuk mempresentasikan hasil tugas
observasi masih kurang.
i) Kemauan dalam berdiskusi dengan teman kelompok sudah baik.
Dari data observasi pada siklus I diperoleh data hasil belajar
psikomotorik siswa sebagai berikut :
a) Tidak ada siswa yang terlambat masuk kelas.
b) Siswa mau menyiapkan kebutuhan belajar.
c) Siswa mau mencatat dan merangkum bahan pelajaran dengan baik dan
sistematis.
d) Siswa sudah berani bertanya dan meminta saran kepada guru mengenai
bahan pelajaran yang masih belum jelas.
e) Banyak siswa yang mengangkat tangan mengajukan pertanyaan.
f) Siswa akrab dan mau berkomunikasi dengan guru.
Nilai menghitung penjumlahan dan pengurangan siklus I dapat dilihat
pada lampiran 22. adapun hasilnya terlibat pada tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4. Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa pada Siklus I
PERTEMUAN
NO NAMA SISWA
1 2 3 4
Rata-rata
1. Farid Aji Nuridwan 60 40 60 40 50
2. Yulia Ari Sholaikah 50 50 50 70 55
3. Anik Sri Ernawati 100 100 100 90 97
4. Anna Wahyuningsih 100 80 70 70 80
5. Devita Desti Nur Safitri 70 90 80 60 75
6. Dwi Novita Sari 80 80 100 70 82
7. Erawati Ana S. 70 60 60 50 60
8. Putik Prameidya 90 70 90 50 75
9. Roy Taruna Jaya 60 60 60 60 60
10. Riqo Adhi N. 70 50 70 80 67
11. Tutik 80 80 40 70 67
12. Winna Aisy Daeng R. 60 60 70 70 65
13. Yoga Rifky M. I 70 50 70 80 67
Jumlah 960 870 920 860 900
Rata-rata 73,84 66,92 70,76 66,15 69,23
d. Refleksi
Data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan dianalisis.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama proses pelaksanaan
tindakan, baru dua materi yang telah menunjukkan perubahan baik pada
aktivitas siswa maupun pada pencapaian hasil belajar yaitu materi
penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik
meminjam. Sedangkan untuk materi penjumlahan dengan satu kali teknik
menyimpan dan materi pengurangan dengan satu kali teknik meminjam belum
menunjukkan perubahan yang berarti dan dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertemuan : 1 (satu)
Indikator : Melakukan operasi penjumlahan bilangan tanpa teknik
menyimpan.
Media : Abakus
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru dan menjawab
pertanyaan guru, namun kurang inisiatif. Kemampuan siswa dalam
menghitung penjumlahan tanpa teknik menyimpan pada pertemuan ke-1 sudah
menunjukkan perubahan yang berarti, karena nilai rata-rata kelasnya 73,84
dan siswa yang dapat mencapai KKM sebanyak 12 siswa (92,30%) dari 13
siswa kelas III.
Pembelajaran berhasil apabila nilai rata-rata kelas mencapai 65 dan
siswa yang dapat mencapai KKM persentasenya 75%. Dengan demikian data
nilai rata-rata kelas yang mencapai 73,84 dan siswa yang dapat mencapai
KKM sebanyak 12 (92,30%) menunjukkan bahwa pembelajaran yang
menggunakan media abakus yang dilakukan sudah berhasil.
Pertemuan : ke-2 (dua)
Indikator : Melakukan operasi penjumlahan bilangan dengan satu kali teknik
menyimpan.
Media : Abakus
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru dan menjawab
pertanyaan guru, namun kurang inisiatif. Kemampuan siswa dalam
menghitung penjumlahan dengan satu kali teknik menyimpan pada pertemuan
ke-2 sudah menunjukkan perubahan yang berarti, karena nilai rata-rata
kelasnya 66,92 dan siswa yang memperoleh nilai lebih dari KKM sebanyak 9
(69,23%) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media
abakus yang dilakukan berhasil.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila mencapai nilai rata-rata kelas
mencapai 65 dan siswa yang dapat mencapai KKM persentasenya 70%.
Dengan demikian data nilai rata-rata kelas yang mencapai 66,92 dan siswa
yang dapat mencapai KKM sebanyak 9 (69,23%) menunjukkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan media abakus yang dilakukan berhasil.
Pertemuan : 3 (Tiga)
Indikator : Melakukan operasi pengurangan bilangan tanpa teknik
meminjam.
Media : Abakus
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru dan menjawab
pertanyaan guru, rasa ingin tahu dan keberanian siswa meningkat. Begitu pula
perasaan senang siswa terhadap pembelajaran matematika. Sedangkan
pemantauan hasil belajar diperolah nilai rata-rata kelasnya mencapai 70,76
dan siswa yang dapat mencapai KKM sebanyak 11 siswa (84,61%) dari 13
siswa kelas III.
Pembelajaran berhasil apabila nilai rata-rata kelas mencapai 65 dan
siswa yang dapat mencapai KKM persentasenya 75%. Dengan demikian data
nilai rata-rata kelas yang mencapai 70,76 dan siswa yang dapat mencapai
KKM sebanyak 11 (84,61%) menunjukkan bahwa pembelajaran yang
menggunakan media abakus yang dilakukan sudah berhasil.
Pertemuan : Ke-4
Indikator : Melakukan operasi pengurangan bilangan dengan satu kali teknik
meminjam.
Media : Abakus
Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung
siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru, namun dalam pengurangan
yang dipinjam siswa sering lupa untuk meminjam bilangan sebelumnya,
sehingga berpengaruh pada kemampuan menyelesaikan soal pengurangan
dengan meminjam. Akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa pada siklus I
pertemuan ke-4 sudah menunjukkan perubahan yang berarti, karena nilai rata-
rata kelasnya mencapai 66,15 dan siswa yang memperoleh nilai lebih dari
KKM sebanyak 10 (76,92%) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan media abakus yang dilakukan sudah berhasil.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila mencapai nilai rata-rata kelas
mencapai 65 dan siswa yang dapat mencapai KKM persentasenya 75%.
Dengan demikian data nilai rata-rata kelas yang mencapai 66,15 dan siswa
yang dapat mencapai KKM sebanyak 10 (76,92%) menunjukkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan media abakus yang dilakukan sudah
berhasil.
Berdasarkan prestasi belajar yang dicapai siswa pada siklus I dapat
diketahui bahwa nilai rata-rata setiap siklus sudah mencapai KKM sehingga
siklus I sudah berhasil. Sebagai catatan untuk siswa yang memperoleh nilai
kurang dari rata-rata KKM harus diperbaiki dengan latihan-latihan supaya
prestasi belajarnya meningkat. Pembelajaran dilanjutkan pada siklus II untuk
materi penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dan pengurangan
dengan dua kali teknik meminjam.
2. Tindakan Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan selama 1 minggu, perencanaan kegiatan
dilaksanakan 2 kali pertemuan. Tiap-tiap pertemuan lamanya 2 x 35 menit yaitu
dilaksanakan pada tanggal 4 September 2009 sampai 8 September 2009. Adapun
tahapan yang dilakukan pada siklus II meliputi :
a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan pada siklus I
diketahui bahwa sudah menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar yang
cukup signifikan, namun indikator-indikator yang lain belum menunjukkan
peningkatan prestasi yang diinginkan. Oleh karena itu peneliti mengulang
kembali pembelajaran materi matematika dengan indikator penjumlahan
dengan dua kali teknik menyimpan dan pengurangan dengan dua kali tehnik
meminjam.
Pada tahapan perencanaan ini peneliti membuat perencanaan sebagai
berikut :
1) Menyusun kembali rencana pelaksanaan pembelajaran.
2) Lebih mengoptimalkan penggunaan media abakus dalam pembelajaran.
3) Memberikan materi tentang penjumlahan dengan dua kali teknik
menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik meminjam.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran matematika dengan penggunaan media abakus sesuai
dengan rencana pembelajaran 2 kali pertemuan.
Pertemuan : Ke-1
Indikator : Melakukan operasi penjumlahan bilangan dengan dua kali teknik
menyimpan.
Media : Abakus
Pada pertemuan indikator menjumlahkan bilangan dengan dua kali
teknik menyimpan. Guru mengawali pembelajaran dengan memberi salam,
berdoa bersama, mengabsen siswa. Guru membimbing siswa untuk
membentuk kelompok dan membagi abakus untuk masing-masing kelompok.
Guru memberikan apersepsi dengan bertanya jawab seputar pelajaran yang
telah diajarkan pada minggu sebelumnya.
Kegiatan inti, guru menjelaskan kembali penjumlahan dengan
menggunakan media abakus. Contoh : 946 + 125 = . . .
Pengerjaan menggunakan abakus
Ambil 9 biji abakus warna hijau, masukkan ke tempat ratusan. Ambil 4 biji
abakus warna biru, masukkan ke tempat puluhan dan ambil 6 biji abakus
warna merah, masukkan ke tempat satuan. Kemudian ambil lagi 1 biji warna
hijau dan masukkan pada tempat ratusan. Ambil 2 biji abakus warna biru dan
tambahkan pada tempat puluhan. Ambil 5 biji abakus warna merah dan
tambahkan ke tempat satuan. Kemudian untuk mengetahui hasilnya hitung
jumlah biji abakus pada masing-masing tiang.
Gambar 17. Peragaan Tentang Penjumlahan dengan Dua Kali Teknik Menyimpan
Pengerjaan menggunakan penjumlahan bersusun
1
9 4 6
1 2 5 +
10 7 1
Satuan + satuan (6 + 5 = 11, ditulis 1 menyimpan 1
ditempat puluhan)
Puluhan + puluhan + 1 (4 + 2 +1)
Ratusan + ratusan (9 + 1), ditulis 0 masih menyimpan 1
ditempat ribuan
Kegiatan itu diulang-ulang sampai siswa paham. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, kemudian guru membagikan
lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara kelompok. Setelah lembar
tersebut selesai dikerjakan kemudian dikumpulkan dan dibahas bersama-
sama.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang
materi yang telah dipelajari untuk mengulang pelajaran. Kegiatan ini diakhiri
dengan evaluasi. Guru memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh
nilai baik.
Pertemuan : Ke-2
Indikator : Melakukan operasi pengurangan bilangan dengan dua kali
teknik meminjam.
Media : Abakus
Pada pertemuan ke-2 indikator yang akan dipelajari adalah
mengurangkan bilangan dengan teknik dua kali meminjam. Kegiatan awal
dimulai dengan berdoa bersama, mengabsen siswa, mengatur tempat duduk
dan apersepsi dengan bertanya jawab dengan siswa seputar materi yang telah
diajarkan pada pertemuan yang telah lalu. Guru membimbing siswa
membentuk kelompok dan membagi abakus untuk masing-masing kelompok.
Kegiatan inti guru menjelaskan kembali pengurangan dengan
meminjam menggunakan media abakus . Contoh: 753 – 559 = . . .
Gambar 18. Pengurangan Bilangan dengan Dua Kali Teknik
Meminjam
Pengerjaan menggunakan abakus
Ambil 7 biji abakus warna hijau dan masukkan pada tempat ratusan, 5 biji
abakus ke tempat puluhan dan 3 biji abakus ke tempat satuan. Karena 3 tidak
bisa dikurangi 9 maka pinjam 1 biji abakus pada tempat puluhan dan
ditukarkan dengan 10 biji abakus yang bernilai satuan dan dimasukkan ke
tempat satuan, jadi 13 diambil 9 biji tinggal 4. Karena 1 biji pada tempat
puluhan sudah dipinjam jadi sisanya tinggal 4, Karena 4 tidak bisa dikurangi 5
maka pinjam 1 biji abakus pada tempat ratusan, jadi 14 diambil 5 tinggal 9.
Pada tempat ratusan diambil 5 biji. Hasilnya dapat diketahui dengan
menghitung jumlah biji yang masih tersisa pada tiang (gambar 18).
Kegiatan ini diulang-ulang sampai siswa paham. Kemudian guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, jika tidak ada yang
bertanya kegiatan dilanjutkan dengan pengerjaan soal yang telah dibagikan
guru secara kelompok. Setelah selesai lembar tersebut dikumpulkan dan
dibahas bersama dengan siswa.
Kegiatan akhir, siswa mengerjakan soal evaluasi yang sudah
disediakan guru, setelah selesai dikumpulkan pada guru.
c. Observasi
Peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan media abakus pada masing-masing pertemuan.
Observasi ini ditujukan pada kegiatan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, dan suasana kelas saat pembelajaran. Keseluruhan data yang
diperoleh dalam kegiatan ini termasuk pencatatan hasil tes akan digunakan
sebagai bahan atau masukan untuk menganalisis perkembangan kemampuan
menghitgung penjumlahan dan pengurangan dengan media abakus selama 2
kali pertemuan diperoleh hasil observasi berdasarkan (lampiran 11)
dipaparkan sebagai berikut :
1) Hasil observasi bagi guru
Dari data observasi dalam siklus 2 selama 2 kali pertemuan
diperoleh hasil observasi sebagai berikut :
a) Penampilan guru di depan kelas baik
b) Cara penyampaian materi pelajaran baik
c) Cara penggunaan alat dan media pelajaran cukup
d) Cara pengelolaan kelas baik
e) Cara merespon pertayaan dan pendapat siswa cukup baik
f) Memberi pujian dan perayaan keberhasilan siswa sangat baik
g) Interaksi dengan siswa cukup baik
h) Dalam memotivasi siswa cukup baik
i) Saat memberi bimbingan individu/kelompok cukup baik
j) Pengelolaan waktu masih baik
2) Hasil observasi siswa.
Dari data observasi pada siklus II diperoleh data hasil belajar
afektif siswa sebagai berikut:
a) Siswa memperhatikan pelajaran dengan sungguh-sungguh.
b) Kemauan untuk menerima pelajaran dari guru meningkat.
c) Perhatian, minat, dan motivasi terhadap penjelasan guru meningkat.
d) Siswa aktif dalam pembelajaran.
e) Sudah banyak siswa yang berani mengajukan pertanyaan.
f) Kerjasama dalam kelompok meningkat.
g) Seluruh siswa mengerjakan tugas baik tugas individu atau tugas
kelompok.
h) Kemauan dalam berdiskusi dengan teman kelompok sangat baik
Nilai menghitung penjumlahan dan pengurangan siklus II dapat dilihat
pada lampiran 23. adapun hasilnya terlibat pada tabel 5 sebagai berikut :
Tabel 5. Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa pada Siklus II
PERTEMUAN NO NAMA SISWA 1 2
Rata-rata
1. Farid Aji Nuridwan 50 40 45 2. Yulia Ari Sholaikah 40 50 45 3. Anik Sri Ernawati 80 70 75 4. Anna Wahyuningsih 70 80 75 5. Devita Desti Nur Safitri 20 40 30 6. Dwi Novita Sari 50 60 55 7. Erawati Ana S. 60 80 70 8. Putik Prameidya 70 60 65 9. Roy Taruna Jaya 50 50 50
10. Riqo Adhi N. 60 60 60 11. Tutik 60 50 55 12. Winna Aisy Daeng R. 50 50 50 13. Yoga Rifky M. I 40 30 35
Jumlah 700 640 710 Rata-rata 53,84 55,38 54,61
d. Refleksi
Hasil analisis data balikan terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan media abakus pada siklus II, secara umum telah menunjukkan
perubahan yang signifikan, dimana guru dalam melaksanakan pembelajaran
semakin mantap dan luwes dengan kekurangan-kekurangan kecil diantaranya
kurang kontrol waktu dan belum memberikan tindak lanjut. Persentase
aktifitas siswa dalam pembelajaran meningkat. Mereka lebih banyak
memperhatikan dan menjawab pertanyaan guru, lebih berinisiatif dan kreatif.
Kemampuan dan keterampilan penjumlahan dan pengurangan lebih
meningkat, yang tentunya berpengaruh terhadap kemampuan dalam
menyelesaikan soal penjumlahan dengan teknik menyimpan dan pengurangan
dengan teknik meminjam. Dengan partisipasi siswa dalam pembelajaran yang
semakin meningkat, suasana kelaspun menjadi hidup dan lebih
menyenangkan.
Dari analisis hasil tes pada siklus II ini diketahui bahwa pertemuan
pertama nilai rata-rata kelasnya mencapai 53,84 dan siswa yang memperoleh
nilai lebih dari KKM sebanyak 6 siswa (46,15%). Pertemuan ke-2 nilai rata-
rata kelas mencapai 55,38 dengan jumlah siswa yang mendapat nilai di atas
KKM adalah sebanyak 5 siswa (38,46%).
Dari penelitian ini pembelajaran dikatakan berhasil apabila partisipasi
siswa dalam pembelajaran meningkat. Selain itu hasil yang dicapai siswa
melalui tes akhir pembelajaran mencapai nilai rata-rata kelas diatas 65 dan
persentase siswa yang memperoleh nilai lebih dari KKM mencapai 75%. Atas
dasar ketentuan tersebut dan melihat hasil yang diperoleh pada masing-
masing pertemuan, maka pembelajaran penjumlahan yang menggunakan
media abakus yang dilaksanakan pada siklus II dikatakan berhasil.
Berdasarkan hasil belajar yang dicapai siswa pada siklus II dapat
diketahui bahwa pada pertemuan ke-1 pertemuan ke-2 belum menunjukkan
perubahan hasil belajar siswa yang cukup signifikan, sehingga pembelajaran
dilanjutkan pada siklus III untuk materi penjumlahan dan pengurangan.
3. Tindakan Siklus III
Tindakan siklus II dilaksanakan dalam waktu satu minggu mulai 10
September sampai 12 September 2009. Adapun tahapan yang dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
a. Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada
siklus II dapat diketahui bahwa, pada siklus II pertemuan ke-1 dan ke-2
belum berhasil. Oleh karena itu, guru kembali menyusun rencana
pembelajaran (RPP) dengan lebih cermat dan lebih teliti lagi untuk siklus III.
Pembelajaran dengan indikator penjumlahan dengan dua kali teknik
menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik meminjam. Langkah-
langkah penyusunan rencana pembelajaran seperti pada siklus II yaitu
mempersiapkan media abakus dan melakukan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (lampiran 8).
Mengingat hasil analisis terhadap pekerjaan siswa pada siklus II
sebagian siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tentang
penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dan pengurangan dengan
dua kali teknik meminjam. Maka rencana kegiatan belajar mengajarnya
menekankan pada pemahaman konsep penjumlahan dengan dua kali teknik
menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik meminjam. Hal ini
merupakan pengulangan dari kegiatan pada pertemuan ke-1 dan ke-2 pada
siklus II yang telah dilaksanakan. Kegiatan tersebut dilakukan guru dengan
mempertimbangkan agar siswa mampu memecahkan masalah serta
mnyelesaikan soal-soal baik secara pribadi maupun kelompok sehingga
mereka mempunyai kemampuan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Implementasi Rencana Tindakan
Pada pembelajaran ini yang akan diajarkan adalah penjumlahan
dengan dua kali teknik menyimpan dan pengurangan bilangan dengan dua
kali teknik meminjam.
Pertemuan : Ke-1
Indikator : Melakukan operasi penjumlahan bilangan dengan dua kali teknik
menyimpan.
Media : Abakus
Pada pertemuan indikator penjumlahan bilangan dengan dua kali
teknik menyimpan. Guru mengawali pembelajaran dengan memberi salam,
berdoa bersama, mengabsen siswa. Guru membimbing siswa untuk
membentuk kelompok dan membagi abakus untuk masing-masing kelompok.
Guru memberikan apersepsi dengan bertanya jawab seputar pelajaran yang
telah diajarkan pada minggu sebelumnya. Kegiatan inti, guru menjelaskan
kembali penjumlahan dengan menggunakan media abakus. Contoh : 764 +
628 = . . .
Pengerjaan menggunakan penjumlahan bersusun :
1
7 6 4
6 2 8 +
13 9 2
Satuan + satuan (6 + 8 = 12, ditulis 2 menyimpan 1
ditempat puluhan)
Puluhan + puluhan + 1 (6 + 2 +1 = 9)
Ratusan + ratusan (7 + 6), ditulis 3 masih menyimpan 1
ditempat ribuan
Pengerjaan menggunakan abakus
Ambil 6 biji abakus warna hijau, masukkan ke tempat ratusan. Ambil 6 biji
abakus warna biru, masukkan ke tempat puluhan dan ambil 46 biji abakus
warna merah, masukkan ke tempat satuan. Kemudian ambil lagi 6 biji warna
hijau dan masukkan pada tempat ratusan. Ambil 2 biji abakus warna biru dan
tambahkan pada tempat puluhan. Ambil 8 biji abakus warna merah dan
tambahkan ke tempat satuan. Kemudian untuk mengetahui hasilnya hitung
jumlah biji abakus pada masing-masing tiang.
Kegiatan itu diulang-ulang sampai siswa paham. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, kemudian guru membagikan
lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara kelompok. Setelah lembar
tersebut selesai dikerjakan kemudian dikumpulkan dan dibahas bersama-
sama. Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang
materi yang telah dipelajari untuk mengulang pelajaran. Kegiatan ini diakhiri
dengan evaluasi. Guru memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh
nilai baik.
Pertemuan : Ke-2
Indikator : Melakukan operasi pengurangan bilangan dengan dua kali
teknik meminjam.
Media : Abakus
Pada pertemuan ke-2 indikator yang akan dipelajari adalah
pengurangan bilangan dengan dua kali teknik meminjam. Kegiatan awal
dimulai dengan berdoa bersama, mengabsen siswa, mengatur tempat duduk
dan apersepsi dengan bertanya jawab dengan siswa seputar materi yang telah
diajarkan pada pertemuan yang telah lalu. Guru membimbing siswa
membentuk kelompok dan membagi abakus untuk masing-masing kelompok.
Kegiatan inti guru menjelaskan kembali pengurangan dengan dua kali
meminjam menggunakan media abakus. Contoh: 813 – 556 = . . .
Pengerjaan menggunakan pengurangan bersusun :
Pengerjaan menggunakan abakus
Ambil 8 biji abakus warna hijau dan masukkan pada tempat ratusan, 1 biji
abakus ke tempat puluhan dan 3 biji abakus ke tempat satuan. Karena 3 tidak
bisa dikurangi 6 maka pinjam 1 biji abakus pada tempat puluhan dan
ditukarkan dengan 10 biji abakus yang bernilai satuan dan dimasukkan ke
tempat satuan, jadi 13 diambil 6 biji tinggal 9. Karena 1 biji pada tempat
puluhan sudah dipinjam jadi sisanya tinggal 0, Karena 0 tidak bisa dikurangi 5
maka pinjam 1 biji abakus pada tempat ratusan, jadi 10 diambil 5 tinggal 5.
Pada tempat ratusan diambil 5 biji. Hasilnya dapat diketahui dengan
menghitung jumlah biji yang masih tersisa pada tiang.
7 10 13
8 1 3
5 5 4 -
2 5 9
Satuan dikurangkan dengan satuan
3 – 4 = (karena tidak bisa pinjam puluhan 1), jadi 13 – 4 = 9
Puluhan dikurangi puluhan
1 – 5 = (karena puluhan sudah dipinjam 1 masih sisa 0 dan
pinjam satuan), 10 – 5 = 5
Ratusan dikurangi ratusan
8 – 5 = (8 sudah dipinjam 1 jadi masih sisa 7), 7 – 5 = 2
Kegiatan ini diulang-ulang sampai siswa paham. Kemudian guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, jika tidak ada yang
bertanya kegiatan dilanjutkan dengan pengerjaan soal yang telah dibagikan
guru secara kelompok. Setelah selesai lembar tersebut dikumpulkan dan
dibahas bersama dengan siswa.
Kegiatan akhir, siswa mengerjakan soal evaluasi yang sudah
disediakan guru, setelah selesai dikumpulkan pada guru.
c. Observasi dan Implementasi
Guru melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan media abakus pada masing-masing pertemuan.
Observasi ini ditujukan pada kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran,
aktifitas atau partisipasi siswa dalam pembelajaran dan suasana kelas saat
pembelajaran. Keseluruhan data yang diperoleh dalam kegiatan ini termasuk
pencatatan hasil tes akan digunakan sebagai bahan atau masukan untuk
menganalisis perkembangan prestasi belajar matematika siswa.
Nilai menghitung penjumlahan dan pengurangan siklus III dapat
dilihat pada lampiran 24. adapun hasilnya terlibat pada tabel 6 sebagai berikut
:
Tabel 6. Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa pada Siklus III
PERTEMUAN NO NAMA SISWA
1 2
Rata-rata
1. Farid Aji Nuridwan 60 50 55
2. Yulia Ari Sholaikah 100 40 70
3. Anik Sri Ernawati 90 100 95
4. Anna Wahyuningsih 70 90 85
5. Devita Desti Nur Safitri 50 70 60
6. Dwi Novita Sari 70 60 65
7. Erawati Ana S. 60 70 65
8. Putik Prameidya 70 70 70
9. Roy Taruna Jaya 70 50 60
10. Riqo Adhi N. 60 90 75
11. Tutik 80 80 60
12. Winna Aisy Daeng R. 50 70 60
13. Yoga Rifky M. I 80 60 70
Jumlah 910 900 890
Rata-rata 70 69,23 68,48
d. Analisis dan Refleksi
Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan media abakus pada siklus III, secara umum telah menunjukkan
perubahan yang signifikan, dimana guru dalam melaksanakan pembelajaran
semakin mantap dan luwes dengan kekurangan-kekurangan kecil diantaranya
kurang kontrol waktu dan kurang memberikan pujian, penghargaan kepada
siswa. Persentase aktivitas atau partisipasi siswa dalam pembelajaran
meningkat. Mereka lebih banyak memperhatikan dan menjawab pertanyaan
guru, lebih berinisiatif dan kreatif. Kemampuan dan ketrampilan penjumlahan
dan pengurangan meningkat, yang tentunya berpengaruh berpengaruh terhadap
kemampuan dalam mnyelesaikan soal penjumlahan dengan menyimpan dan
pengurangan dengan meminjam.
Dari analisis hasil tes pada siklus III ini diketahui bahwa pertemuan
pertama mencapai nilai rata-rata kelas 70 dan siswa yang memperoleh nilai di
atas KKM sebanyak 11 siswa (84,61%). Sedangkan pada pertemuan kedua
nilai rata-rata kelasnya mencapai 69,23 dengan jumlah siswa yang mendapat
nilai di atas KKM sebanyak 10 siswa (76,92%) dari 13 siswa kelas III.
Dari penelitian ini pembelajaran dikatakan berhasil apabila
kemampuan menghitungpenjumlahan dan pemgurangan siswa dalam
pembelajaran meningkat. Selain itu hasil yang dicapai siswa melalui tes akhir
pembelajaran mencapai nilai rata-rata kelas di atas 65 dan persentase siswa
yang memperoleh nilai lebih dari KKM mencapai 75%. Atas dasar dasar
tersebut dan melihat hasil yang diperoleh pada masing-masing pertemuan,
maka pembelajaran yang menggunakan media abakus yang dilaksanakan pada
siklus III dikatakan berhasil, sehingga tidak perlu dilanjutkan pada siklus
berikutnya. Namun guru harus tetap melaksanakan bimbingan belajar untuk
perbaikan prestasi belajar siswa yang mendapatkan dibawah KKM dan
melaksanakan pengayaan untuk siswa yang memperoleh nilai diatas rata-rata
kelas sebagai tindak lanjut.
C. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam mengolah data yang dilaksanakan pada lampiran dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
1. Data Nilai Matematika Siswa Kelas III sebelum tindakan
Dari daftar nilai matematika yang ada di lampiran dapat diketahui
bahwa penjumlahan tanpa menyimpan:
a. Jumlah nilai penjumlahan, siswa yang mendapat nilai 40 ada 3 siswa; nilai
50 ada 4 siswa; nilai 60 ada 3 siswa; nilai 70 ada 2 siswa, nilai 80 ada 1
siswa. Sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 80 dan nilai
terendah adalah 40 dengan demikian rata-rata yang diperoleh siswa adalah
47,69. Siswa yang mendapat nilai di atas KKM sebanyak 6 siswa dari 13
siswa atau 46,15%, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 7 siswa
dari 13 siswa atau 53,84%.
b. Jumlah nilai pengurangan, siswa yang mendapatkan nilai 30 ada 1 siswa
nilai 40 ada 1 siswa; nilai 50 ada 5 siswa; nilai 60 ada 4 siswa; nilai 70 ada
1 siswa. nilai 80 ada 1 siswa. Sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa
adalah 80 dan nilai terendah adalah 30 dengan demikian nilai rata-rata
yang diperoleh siswa sebesar 58,46. Siswa yang mendapat nilai antara
diatas KKM sebanyak 6 siswa. Siswa yang mendapat nilai kurang dari
KKM sebanyak 7 siswa. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan
belajar sebanyak 6 siswa dari 13 siswa atau 46,15%, sedangkan anak yang
belum tuntas sebanyak 7 siswa dari 13 siswa atau 53,84%.
c. Jumlah nilai penjumlahan teknik menyimpan, siswa yang mendapat nilai
90 ada 1 siswa, dan nilai 80 ada 1 siswa 70 ada 0 siswa, nilai 60 ada 2
siswa, nilai 50 ada 4 siswa, nilai 40 ada 3 siswa, nilai 30 ada 2 siswa.
Sehingga nilai yang tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90 dan nilai
terendah adalah 30 dengan demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa
sebesar 51,53. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar
sebanyak 4 siswa dari 13 siswa atau 30,77%, sedangkan siswa yang belum
tuntas sebanyak 9 siswa dari 13 siswa atau 69,23%.
d. Jumlah nilai pengurangan dengan satu kali teknik meminjam, siswa yang
mendapatkan nilai 70 ada 2 siswa, nilai 60 ada 3 siswa, nilai 50 ada 4
siswa, nilai 40 ada 3 siswa, nilai 30 ada 1 siswa. Sehingga nilai tertinggi
yang diperoleh siswa adalah 70 dan nilai terendah adalah 30 dengan
demikian nilai rata-rata yang dapat dicapai siswa sebesar 51,53. Siswa
yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar sebanyak 5 siswa dari
13 siswa atau 38,46%, sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 8
siswa atau 61,54%.
2. Data Nilai Matematika Siswa Kelas III Siklus I
a. Dari tabel daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
penjumlahan pada pertemuan ke-1:
Jumlah siswa yang mendapat nilai 50 ada 1 siswa nilai 60 ada 3
siswa; nilai 70 ada 4 siswa; nilai 80 ada 2 siswa, mendapat nilai 90 ada 1
siswa dan nilai 100 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi adalah 100 dan
nilai terendah adalah 50 dengan demikian nilai rata-rata kelas adalah
73,84. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar (dengan
nilai 60 ke atas) sebanyak 12 siswa dari 13 siswa atau 92,30%, sedangkan
anak yang belum tuntas sebanyak 1 siswa dari 13 siswa atau 7,69%.
Menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media abakus yang
dilakukan pada siklus I pertemuan 1 berhasil.
b. Dari daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
penjumlahan dengan menyimpan pada pertemuan ke-2
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai 40 ada 1 siswa; nilai 50 ada
3 siswa; nilai 60 ada 3 siswa; nilai 70 ada 1 siswa, nilai 80 ada 3 siswa,
nilai 90 ada 1 siswa dan nilai 100 ada 1 siswa. Sehingga nilai tertinggi
adalah 100 dan terendah adalah 40 , dengan demikian nilai rata-rata kelas
adalah 66,92. Siswa yang telah dinyatakan tuntas sebanyak 9 siswa dari 13
siswa atau 69,23%, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 4 siswa
dari 13 siswa atau 30,76%. Menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan media abakus pada siklus I pertemuan ke-2 sudah berhasil.
c. Dari daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
pengurangan pada pertemuan ke-3
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai 40 ada 1 siswa; nilai 50 ada
1 siswa; nilai 60 ada 3 siswa; nilai 70 ada 4 siswa; nilai 80 ada 1 siswa,
nilai 90 ada 1 siswa dan nilai 100 ada 2 siswa. Sehingga nilai tertinggi
adalah 100 dan nilai terendah adalah 40 dengan demikian nilai rata-rata
kelas adalah 70,76. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan
belajar sebanyak 11 siswa dari 13 siswa atau 84,61%, sedangkan anak
yang belum tuntas sebanyak 2 siswa dari 13 siswa atau 15,38%.
Menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media abakus yang
dilakukan pada siklus I pertemuan ke-3 berhasil.
d. Dari daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
pengurangan dengan meminjam pada pertemuan ke-4
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai 40 ada 1 siswa; nilai 50 ada
3 siswa; nilai 60 ada 2 siswa nilai 70 ada 5 siswa; nilai 80 ada 2 siswa, dan
nilai 90 ada 1 siswa. Sehingga nilai tertinggi adalah 90 dan terendah
adalah 40, dengan demikian nilai rata-rata kelas adalah 66,15. Siswa yang
telah dinyatakan tuntas sebanyak 10 siswa dari 13 siswa atau 76,92%,
sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 3 siswa dari 13 siswa atau
23,07%. Menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media abakus
pada siklus I pertemuan ke-4 sudah berhasil.
3. Daftar Nilai Matematika Siswa Kelas III Siklus II
a. Dari daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
penjumlahan dengan menyimpan pada pertemuan ke-1:
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai 20 ada 1 siswa; nilai 40 ada
2 siswa nilai 50 ada 4 siswa; nilai 60 ada 3 siswa; nilai 70 ada 2 siswa;
nilai 80 ada 1 siswa. Sehingga nilai tertinggi adalah 80 dan terendah
adalah 20 , dengan demikian nilai rata-rata kelas adalah 53,84. Siswa yang
telah dinyatakan tuntas sebanyak 6 siswa dari 13 siswa atau 46,15%,
sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 7 siswa dari 13 siswa atau
53,84%. Menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media abakus
pada siklus II pertemuan ke-1 belum berhasil.
b. Dari daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
pengurangan dengan meminjam pada pertemuan ke-2:
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai 20 ada 1 siswa; nilai 40 ada
2 siswa; nilai 50 ada 4 siswa; nilai 60 ada 3 siswa; nilai 70 ada 1 siswa dan
nilai 80 ada 2 siswa. Sehingga nilai tertinggi adalah 80 dan terendah
adalah 20 , dengan demikian nilai rata-rata kelas adalah 55,38. Siswa yang
telah dinyatakan tuntas sebanyak 5 siswa dari 13 siswa atau 38,46%,
sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 8 siswa dari 13 siswa atau
61,54%. Menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media abakus
pada siklus II pertemuan ke-2 belum berhasil.
4. Daftar Nilai Siswa Kelas III siklus III
a. Dari daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
penjumlahan dengan menyimpan pada pertemuan ke-1:
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai 50 ada 2 siswa; nilai 60 ada
3 siswa; nilai 70 ada 4 siswa; dan nilai 80 ada 2 siswa; nilai 90 ada 1 siswa
dan nilai 100 ada 1 siswa. Sehingga nilai tertinggi adalah 100 dan terendah
adalah 40 , dengan demikian nilai rata-rata kelas adalah 70. Siswa yang
telah dinyatakan tuntas sebanyak 11 siswa dari 13 siswa atau 84,62%,
sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 2 siswa dari 13 siswa atau
15,38%. Menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media abakus
pada siklus III pertemuan ke-1 berhasil.
b. Dari daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa nilai
penjumlahan dengan menyimpan pada pertemuan ke-2:
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai 40 ada 1 siswa; nilai 50 ada
2 siswa; nilai 60 ada 2 siswa; nilai 70 ada 4 siswa; nilai 80 ada 1 siswa,
nilai 90 ada 2 siswa, nilai 100 ada 1 siswa. Sehingga nilai tertinggi adalah
100 dan terendah adalah 40 , dengan demikian nilai rata-rata kelas adalah
69,23. Siswa yang telah dinyatakan tuntas sebanyak 10 siswa dari 13 siswa
atau 76,92%, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 3 siswa dari 13
siswa atau 23,08%. Menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan
media abakus pada siklus III pertemuan ke-2 berhasil.
Secara rinci perkembangan kemampuan menghitung siswa kelas III SD
N 1 Butuh dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 7. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas III Sebelum dan Sesudah Tindakan Siklus I
Rata-rata Nilai Tes
Hasil Belajar No Materi Matematika
Sebelum Sesudah
Keterangan
1. Penjumlahan tanpa menyimpan 47,69 73,84 Berhasil 2. Penjumlahan dengan satu kali
teknik menyimpan 51,53 66,92 Berhasil
3. Pengurangan tanpa meminjam 58,46 70,76 Berhasil 4. Pengurangan dengan satu kali
meminjam 51,53 66,15 Berhasil
Rata-rata
52,30 69,41
Tabel 8. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Lebih dari atau Sama dengan KKM Sebelum dan Sesudah Tindakan Siklus I
Jumlah Siswa yang memperoleh nilai lebih dari KKM
Prosentase No Materi Matematika
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Keterangan
1. Penjumlahan tanpa menyimpan
6 12 46,15% 92,30% Meningkat
2. Penjumlahan Dengan satu kali menyimpan
4 9 30,77% 69,23% Meningkat
3. Pengurangan tanpa menyimpan
6 11 46,15% 84,61% Meningkat
4. Pengurangan dengan satu kali meminjam
5 10 38,46% 76,92% Meningkat
Dari tabel 7 dan 8 dapat dilihat bahwa pembelajaran dengan
menggunakan media abakus yang dilaksanakan pada siklus I sudah
memperlihatkan hasil peningkatan prestasi belajar matematika pada siswa kelas
III, karena secara klasikal baik perolehan nilai rata-rata kelas maupun persentase
siswa mendapat nilai lebih dan sama dengan KKM sudah mengalami peningkatan,
meskipun ada dua materi yang belum menunjukkan peningkatan sesuai dengan
ketentuan penelitian ini. Pembelajaran dengan menggunakan media abakus pada
keempat materi ini sudah dinyatakan berhasil, sedangkan materi yang belum
sesuai dengan ketentuan penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus ke II. Materi
tersebut adalah penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dan pengurangan
dengan dua kali teknik meminjam.
Setelah dilaksanakan tindakan untuk materi penjumlahan dengan dua kali
teknik menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik meminjam pada
siklus II yang belum sesuai dengan KKM terlihat adanya perkembangan prestasi
belajar antara sebelum dan sesudah tindakan siklus II. Adapun hasilnya terlihat
pada tabel 9, berikut :
Tabel 9. Nilai Rata-rata Kelas Mata Pelajaran Matematika Sebelum dan Sesudah Tindakan Siklus II.
Rata-rata Nilai Tes
Hasil Belajar No Materi Matematika
Sebelum Sesudah
Keterangan
1. Penjumlahan dengan dua kali tgeknik menyimpan.
51,53 53,84 Meningkat
2. Pengurangan dengan dua kali teknik meminjam.
51,53 55,38 Meningkat
Rata-rata
51,53 54,61 Sama
Selanjutnya dari perhitungan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas
rata-rata pada siklus II, dapat peneliti paparkan dalam tabel berikut :
Tabel 10. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Lebih dari atau Sama dengan KKM Sebelum dan Sesudah Tindakan Siklus II.
Jumlah Siswa yang memperoleh nilai lebih dari KKM
Prosentase No
Materi Matematika
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Keterangan
1. Penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan
4 6 30,77% 46,15% Meningkat
2. Pengurangan dengan dua kali teknik meminjam
5 5 38,46% 38,46% tetap
Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata kelas pada tabel 9 dan jumlah
siswa yang mendapat nilai di atas KKM pada tabel 10, menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan media abakus yang dilaksanakan pada siklus
II untuk materi penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan dinyatakan
belum berhasil, karena secara klasikal belum menunjukkan adanya peningkatan
prestasi belajar matematika siswa kelas III. Sedangkan materi pengurangan
dengan dua kali teknik meminjam juga belum menunjukkan peningkatan yang
berarti, dengan demikian penelitian dilanjutkan pada siklus III.
Setelah dilaksanakan tindakan untuk materi penjumlahan dengan dua kali
teknik menyimpan dan pengurangan dengan dua kali teknik meminjam pada
siklus III yang belum sesuai dengan KKM terlihat adanya perkembangan prestasi
belajar antara sebelum dan sesudah tindakan siklus III. Adapun hasilnya terlihat
pada tabel 11, berikut :
Tabel 11. Nilai Rata-rata Kelas Mata Pelajaran Matematika Sebelum dan Sesudah Tindakan Siklus III.
Rata-rata Nilai Tes
Hasil Belajar
No Materi Matematika
Sebelum Sesudah
Keterangan
1. Penjumlahan dengan dua kali teknik
menyimpan
51,53 70 Meningkat
2 Pengurangan dengan dua kali teknik
meminjam.
51,53 69,23 Meningkat
Tabel 12. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Lebih dari atau Sama
dengan KKM Sebelum dan Sesudah Tindakan Siklus III.
Jumlah Siswa yang memperoleh nilai lebih dari KKM
Prosentase No
Materi Matematika
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Keterangan
1. Penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan
4 11 30,77% 84,61% Meningkat
2 Pengurangan dengan dua kali teknik meminjam
5 10 38,46% 76,92% Meningkat
Berdasarkan tabel 11 dan 12 pembelajaran pada siklus III menunjukkan
adanya peningkatan nilai prestasi belajar matematika siswa kelas III SD N 1
Butuh Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali dengan menggunakan media
abakus. Hal ini tampak jelas dengan adanya peningkatan-peningkatan nilai yang
diperoleh siswa baik perorangan maupun klasikal pada setiap siklus sebagaimana
terlihat pada tabel7, tabel 8, tabel 9, tabel 10, tabel 11 dan tabel 12.
Dengan demikian dapat diajukan rekomendasi bahwa pembelajaran
dengan media abakus efektif untuk meningkatkan kemampuan menghitung
penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas III SD N 1 Butuh Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2009/2010.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil pelaksanaan pada siklus I, II dan III dapat dinyatakan
bahwa pembelajaran Matematika menggunakan madia abakus dapat
meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan siswa
kelas III SDN I Butuh, baik hasil belajar kognitif, afektif maupun psikomotorik.
1. Perkembangan hasil belajar afektif siswa sebagai berikut :
a. Siswa memperhatikan pelajaran dengan sungguh-sungguh.
b. Kemauan untuk menerima pelajaran dari guru meningkat.
c. Perhatian, minat, dan motivasi terhadap penjelasan guru meningkat.
d. Siswa aktif dalam pembelajaran.
e. Siswa aktif mengajukan pertanyaan dan pendapat.
f. Kerjasama dalam kelompok meningkat.
g. Tugas individu atau tugas kelompok terlaksana dengan baik.
h. Siswa sudah berani mempresentasikan hasil observasi ke depan kelas.
2. Perkembangan hasil belajar psikomorik siswa sebagai berikut :
a. Tidak ada siswa yang terlambat masuk kelas.
b. Menyiapkan kebutuhan belajar tanpa disuruh.
c. Mau mencatat dan merangkum bahan pelajaran dengan baik dan
sistematis.
d. Siswa sudah berani bertanya dan meminta saran kepada guru mengenai
bahan pelajaran yang masih belum jelas.
e. Banyak siswa yang mengangkat tangan mengajukan pertanyaan.
f. Segera membentuk kelompok diskusi.
g. Akrab dan mau berkomunikasi dengan guru.
3. Perkembangan hasil belajar kognitif siswa.
Pada siklus I setelah diadakan tes kemampuan awal dilanjutkan dengan
siswa menerima materi penjumlahan dan pengurangan dengan indikator : (a)
melakukan operasi penjumlahan tanpa teknik menyimpan, (b) melakukan
operasi penjumlahan dengan teknik menyimpan, (c) melakukan operasi
pengurangan tanpa teknik meminjam, (d) melakukan operasi pengurangan
dengan teknik meminjam. Proses pembelajaran disampaikan dengan strategi
dan terencana dimulai dari kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan ini
terfokus mengaktifkan siswa mulai dari memperhatikan penjelasan,
melakukan pengamatan untuk memperoleh kesimpulan, mendemonstrasikan,
tugas kelompok, berdiskusi, tugas individual yang diakhiri dengan LKS.
Setelah dilaksanakan siklus I dan dievaluasi dapat dilihat adanya peningkatan
hasil belajar siswa yaitu masih ada 3 siswa memperoleh nilai kurang dari 60,
namun masih ada beberapa siswa yang masih keliru memasukkan manik-
manik atau tidak sesuai dengan warnanya, guru memberi bimbingan langsung
kepada anak tersebut agar tidak terjadi kesalahan lagi saat menghitung dengan
abakus.
Siklus II merupakan lanjutan dari siklus sebelumnya untuk
memantapkan dan mencapai tujuan penelitian. Pada siklus ini guru membuat
media nilai tempat dengan kertas karton yang di pajang di papan tulis.
Pembelajaran yang disampaikan tentang penjumlahan dan pengurangan
dengan indikator : (a) melakukan operasi penjumlahan dengan dua kali teknik
menyimpan, (b) melakukan operasi pengurangan dengan dua kali teknik
meminjam. Pada siklus II siswa sering kali lupa menambahkan maupun
mengurangkan manik-manik saat proses menyimpan maupun meminjam,
sehingga pada siklus ke III guru lebih menekankan tentang menyimpan dan
meminjam dengan membuat tulisan himbauan jangan lupa menyimpan
maupun meminjam pada kertas karton yang di pajang di papan tulis agar anak
tidak lupa lagi saat menyimpan maupun meminjam. kemudian dilanjutkan ke
siklus III dengan indikator yang sama untuk lebih memantapkan dan mencapai
tujuan penelitian sehingga hasil belajar mencapai KKM. Kegiatan belajar
mengajar disampaikan dengan strategi terencana sebagaimana siklus I dan
kegiatan pembelajaran dilaksanakan lebih optimal. Hasil siklus II belum
menunjukkan peningkatan. Hasil siklus III sudah menunjukkan peningkatan
kemampuan menghitung siswa yaitu pada pertemuan pertama nilai rata-rata
siswa 70 dan pada pertemuan ke-2 nilai rata-rata siswa 69,23. Siswa belajar
tuntas mencapai 100%.
Kemampuan menghitung siswa meningkat pada siklus III, baik hasil
belajar kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan demikian penggunaan
media abakus pada pembelajaran matematika konsep penjumlahan dan
pengurangan dapat meningkatkan kemampuan menghitung siswa kelas III SD N I
Butuh Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan media abakus pada siswa kelas III
SDN I Butuh tahun ajaran 2009 / 2010, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kemampuan menghitung siswa kelas III SD Negeri I Butuh pada materi
penjumlahan dan pengurangan meningkat dengan menerapkan media abakus
baik dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata kelas terjadi peningkatan yaitu pada tes awal sebesar
53,23. Siklus I pada penjumlahan maupun pengurangan nilai rata-rata sudah
mencapai 75% atau lebih dari KKM dan pada siklus II hasil belajar siswa
belum memenuhi KKM, sehingga dilanjutkan pada siklus III nilai rata-rata
meningkat dan mencapai 75%. setelah dilakukan refleksi terdapat 3 siswa yang
tidak tuntas (nilai ulangan dibawah 60), namun secara keseluruhan sudah
meningkat hasil belajarnya bila dilihat dari presentase ketuntasan siswa, dan
pada tes siklus III semua siswa sudah mencapai ketuntasan.
2. Cara mengatasi kendala penerapan media abakus untuk meningkatkan hasil
belajar matematika pada siswa kelas III SD Negeri 1 Butuh Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010 adalah guru harus
terampil dalam menerapkan media abakus diantaranya : (1) mengkaji konsep
dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa, (2) memahami latar
belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara
seksama, (3) mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa,
selanjutnya memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang
akan dibahas dalam proses pembelajaran dengan media abakus, (4) merancang
pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dilingkungan kehidupan
mereka, (5) melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk
mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan / pengalaman
yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan
81
fenomena kehidupan sehari-hari, (6) melakukan penilaian terhadap
pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi
terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaan.
B. Implikasi
Penerapan pembelajaran dan prosedur dalam penelitian ini didasarkan
pada pembelajaran dengan menerapkan media abakus dalam pelaksanaan
pembelajaran Matematika. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model
siklus. Prosedur penelitiannya terdiri dari 3 siklus. Siklus I dilaksanakan pada hari
Senin tanggal 24 Agustus 2009, Jum’at 28 Agustus 2009, Senin 31 Agustus 2009,
dan Rabu 2 September 2009. Siklus II dilaksanakan pada hari Jum’at 4 September
2009 dan Selasa 8 September 2009. siklus III dilaksanakan pada hari Kamis, 10
September 2009 dan Sabtu 12 September 2009. Adapun indikatornya adalah : (1)
Penjumlahan tanpa teknik menyimpan, (2) Penjumlahan dengan satu kali teknik
menyimpan, (3) pengurangan tanpa teknik menyimpan, (4) pengurangan dengan
teknik satu kali meminjam, (5) penjumlahan dengan dua kali teknik menyimpan,
(6) pengurangan dengan dua kali teknik meminjam.
Dalam setiap pelaksanaan siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu perencanaan
tindakan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Kegiatan ini dilaksanakan berdaur
ulang.
Berdasarkan pada kajian teori dan hasil penelitian ini, maka dapat diajukan
implikasi yang berguna dalam upaya meningkatkan hasil belajar materi
penjumlahan dan pengurangan baik secara teoretis maupun secara praktis.
1. Implikasi Teoretis
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menerapkan media abakus dapat meningkatkan kemampuan menghitung siswa
pada materi pokok penjumlahan dan pengurangan dan mendapatkan respon
positif dari siswa, hal tersebut dapat ditinjau dari hal berikut :
a. Pembelajaran dengan menggunakan media abakus meningkatkan
kemampuan menghitung siswa karena media abakus melibatkan interaksi
antara siswa dan lingkungan, kebebasan bertanya dan berpendapat, pujian
dan perayaan dari guru saat siswa berhasil melakukan kegiatan dengan
baik.
Secara umum telah menunjukkan perubahan yang signifikan. Guru
dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes dengan
kekurangan-kekurangan kecil diantaranya kontrol waktu.
Prosentase hasil belajar kognitif afektif dan psikomotorik siswa
meningkat. Hal ini terbukti adanya peningkatan siswa mencetuskan
pendapat, mengeluarkan pendapat, berinteraksi dengan guru, mampu
medemonstrasikan, kerjasama dengan kelompok meningkat, dan
menyelesaikan soal-soal latihan. Dengan partisipasi siswa yang aktif dan
kreatif siswa dalam pembelajaran yang semakin meningkat, suasana
kelaspun menjadi lebih hidup dan menyenangkan dan pada akhirnya hasil
belajar menghitung penjumlahan dan pengurangan siswa kelas III SD N I
Butuh meningkat.
b. Penerapan media abakus secara tepat dan optimal sehingga kemampuan
menghitung meningkat.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan
calon guru untuk meningkatkan keefektifan strategi guru dalam mengajar dan
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sehubungan dengan prestasi
dan hasil belajar siswa yang akan dicapai. Hasil belajar siswa dapat
ditingkatkan dengan menerapkan metode pembelajaran dan media yang tepat
bagi siswa.
Berdasarkan kriteria temuan dan pembahasan hasil penelitian seperti
yang diuraikan pada bab IV, maka penelitian ini dapat digunakan peneliti
untuk membantu guna dalam menghadapi permasalahan yang sejenis. Di
samping itu, perlu penelitian lanjut tentang upaya guru untuk mempertahankan
atau menjaga dan meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan
menggunakan media abakus pada hakikatnya dapat digunakan dan
dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan yang sejenis,
terutama untuk mengatasi masalah peningkatan kemampuan menghitung
siswa, yang pada umumnya dimiliki oleh sebagian besar siswa. Adapun
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penelitian ini harus diatasi
semaksimal mungkin.
Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran abakus antara lain, siswa
sering kali lupa meletakkan manik-manik yang sesuai dengan warnanya pada
nilai tempat, sehingga guru mengatasinya dengan memberikan kata-kata atau
himbauan pada siswa agar tidak lupa meletakkan manik-manik dan membuat
media nilai tempat dengan kertas karton yang di pajang di papan tulis. Pada
saat proses pembelajaran anak sering kali lupa menambahkan maupun
mengurangkan manik-manik saat proses menyimpan maupun meminjam.
Biasanya ketika siswa melaksanakan diskusi, siswa pun mengobrolkan hal lain
karena siswa menganggap guru kurang memperhatikan. Untuk itu guru harus
kreatif dalam mengatasi hal tersebut. Guru mengatasinya, misalnya dengan
menempatkan siswa yang sering ramai di dekat guru, guru harus sering
mendekati siswa-siswa tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan media abakus pada kelas
III SD N I Butuh tahun ajaran 2009 / 2010, maka saran-saran yang diberikan
sebagai sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan pada
umumnya dan meningkatkan kompetensi peserta didik SD N I Butuh pada
khususnya sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah
Penelitian dengan class-room action research membantu dalam
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
2. Bagi Guru
a. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika (materi penjumlahan dan
pengurangan siswa) diharapkan menggunakan media abakus.
b. Untuk meningkatkan keaktifan, kreativitas siswa dan keefektifan
pembelajaran diharapkan menerapkan media abakus.
c. Untuk memperoleh jawaban yang tepat, sesuai dengan tujuan penelitian
disarankan untuk menggali pendapat atau tanggapan siswa dengan kalimat
yang lebih mengarah pada proses pembelajaran dengan media abakus.
d. Adanya tindak lanjut terhadap penggunaan media abakus pada materi
penjumlahan dan pengurangan
3. Bagi Siswa
a. Peserta didik hendaknya dapat berperan aktif dengan menyampaikan ide
atau pemikiran pada proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran
dapat berjalan dengan lancar sehingga memperoleh hasil belajar yang
optimal.
b. Siswa dapat mengaplikasikan hasil belajarnya kedalam kehidupan sehari
hari.
DAFTAR PUSTAKA
Arif S. Sadiman, dkk . 2009. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan,
dan Pemanfaatannya. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada.
Basuki Wibawa, Farida Mukti.2001. Media Pengajaran. Bandung : CV Maulana.
Didik Junaedi. 2008. Mengenal Bilangan. Jakarta: PT. Gading Inti Prima.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
bekerjasama dengan Depdikbud.
Endyah Murniati. 2007. Kesiapan Belajar Matematika di Sekolah Dasar.
Surabaya: `Surabaya Intelectual Club (SIC).
Gail A. Williams. 1983.”My Changing Perception Of Mathematics”. The
mathematics Teacher, 3, 170-172.
Gatot Muhsetyo, dkk. 2008. Pembelajaran matematika SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Glover, David. 2006 . Seri Ensiklopedia Anak A-Z Matematika. Bandung:
Grafindo Media Pratama.
I.G.A.K. Wardani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Ibnu Rohmatulloh Al Hamid. 2008. Penggunaan Media Dekak-Dekak untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas II SD Negeri
Ngombakan 02 Kecamatan Polokarto Sukoharjo Tahun Pelajaran
2008/2009.Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta. UNS Surakarta.
KTSP SD/ MI 2007
Lexy J. Moleong. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moch Ichsan. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika Di Sekolah Dasar.
Semarang : BPG.
Mulyani Sumantri. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nyimas Aisyah, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD.
Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional.
_____. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta : BP. Cipta Jaya.
_____.2007, Kurikulum KTSP. Jakarta : Dirjen Pendasmen Direktorat Menengah
Umum.
_____.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
_____.2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Oemar Hamalik. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Poerwadarminta. 1983. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Ruseffendi. 1997 . Pendidikan Matematika 3. Jakarta. Universitas Terbuka.
Sarwiji Suwandi. 2008. Modul PLPG. PTK dan penulisan Karya Ilmiah.
Surakarta: Panitia Sertivikasi Guru Rayon 13.
Murray R. Spiegel. 1999. Matematika Dasar. Jakarta: Erlangga.
ST. Negoro dan B. Harahap. 1998. Mahir Aritmatika Metode Cerdas. Jakarta: Gp
Press.
Sugianto. 2007. Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Media Dekak-
dekak. (Studi Kasus Siswa Kelas III SD Negeri Tlogolele 2 Kecamatan
Selo Kabupaten Boyolali tahun 2006/2007). Skripsi tidak diterbitkan.
Surakarta : UNS Surakarta.
Suharsimi Arikunto dan Sugiarto. 2009. Peningkatan Profesi Ilmiah Guru melalui
Penelitian Tindakan Kelas. Makalah disampaikan dalam Seminar
Nasional. Surakarta: UNS.
Sulis. 2007. Studi Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan
Berhitung, Sumber Bahan Ajar dan Suasana Kelas di SLTP Negeri I
Ngrompol Sragen. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta. UMS Surakarta.
Syaifudin dan Muhtadi. 2009. Strategi Math Master SI Jago Matematika. Solo :
PT. Bahana Wirayuda.
Wan, Guofang. 2006."Integrating media literacy into the curriculum". Academic
Exchange Quarterly, 10.3,174-177.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Wulandari, Fibrianti. 2007. Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning-CTL dalam Pemecahan Masalah Matematika terhadap
Prestasi Belajar Siswa. Skripsi tidak ditebitkan. Surakarta. UMS
Surakarta.
(http://ms.wikipedia.org/wiki/Sempoa/23/05/2009)
(http://www.google.co.id/17/105/2009)