39
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang majemuk. Hal ini dibuktikan dengan wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari kumpulan beribu ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat Indonesia terdiri dari beribu ribu pulau, suku, bangsa, maka kebudayaan yang dimiliki setiap suku maupun wilayahpun berbeda beda. Menurut Ranjabar Jacobus ( 2013 : 41) budaya pada hakikatnya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan cipta (akal) manusia menghasilkan suatu ilmu pengetahuan. Kemampuan rasa manusia melalui alatalat indranya, menghasilkan beragam seni dan bentuk-bentuk kesenian. Karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kebahagiaan, sehingga menghasilkan berbagai aktivitas hidup manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Hasil cipta atau karya sendiri terbagi menjadi dua macam yakni, berupa karya seni dan karya sastra. Karya seni dan karya sastra yang ada saat ini, tidak hanya hasil pemikiran masyarakat masa kini saja, akan tetapi ada pula yang merupakan warisan kebudayaan zaman terdahulu. Hal ini juga sebagai bukti kejayaan bangsa Indonesia zaman dahulu. Bentuk konkrit karya seni dan sastra yang masih bisa dinikmati hingga saat ini antara lain candi, artefak, bangunan-bangunan kuna, ragam pola batik, lagu daerah, tarian daerah, bahasa daerah dan aksara daerah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang majemuk. Hal ini dibuktikan dengan

wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari

kumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara

kepulauan. Mengingat Indonesia terdiri dari beribu – ribu pulau, suku, bangsa,

maka kebudayaan yang dimiliki setiap suku maupun wilayahpun berbeda – beda.

Menurut Ranjabar Jacobus ( 2013 : 41) budaya pada hakikatnya adalah hasil cipta,

rasa, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan cipta

(akal) manusia menghasilkan suatu ilmu pengetahuan. Kemampuan rasa manusia

melalui alat–alat indranya, menghasilkan beragam seni dan bentuk-bentuk

kesenian. Karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan

kebahagiaan, sehingga menghasilkan berbagai aktivitas hidup manusia untuk

memenuhi kebutuhannya. Hasil cipta atau karya sendiri terbagi menjadi dua macam

yakni, berupa karya seni dan karya sastra.

Karya seni dan karya sastra yang ada saat ini, tidak hanya hasil pemikiran

masyarakat masa kini saja, akan tetapi ada pula yang merupakan warisan

kebudayaan zaman terdahulu. Hal ini juga sebagai bukti kejayaan bangsa Indonesia

zaman dahulu. Bentuk konkrit karya seni dan sastra yang masih bisa dinikmati

hingga saat ini antara lain candi, artefak, bangunan-bangunan kuna, ragam pola

batik, lagu daerah, tarian daerah, bahasa daerah dan aksara daerah.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

2

Berbagai materiil masa lampau seperti yang telah disebutkan di atas, dapat

memberikan informasi mengenai suatu keadaan dan budaya yang hidup dan

berkembang pada masa lampau di suatu wilayah tertentu. Dahulu masyarakat

Indonesia berkomunikasi menggunakan simbol, bahasa, dan istilah. Seperti yang

terukir pada dinding-dinding candi, atau bangunan kuno lainnya. Pahatan tidak

hanya sebagai hiasan untuk menciptakan nilai estetika saja, akan tetapi juga memuat

makna yang tersimpan di dalamnya. Hal ini dapat terungkap melalui penerapan

ilmu-ilmu dalam bidang khusus. Misalnya paleografi, antropologi, sosiologi, dan

filologi.

Masyarakat lebih mengenal candi, prasasti, artefak dalam mengkatagorikan

karya peninggalan zaman terdahulu, padahal ada peninggalan masa lampau yang

mampu memberikan informasi yang lebih lengkap dan lebih jelas yaitu naskah atau

manuskrip/handskrip. Naskah adalah sebuah dokumen masa lampau yang ditulis

menggunakan tulisan tangan, isinya berupa pemikiran orang-orang terdahulu.

Naskah merupakan karya sastra hasil dari pemikiran nenek moyang terdahulu yang

kemudian dituang dan terekam dalam bentuk tulisan tangan menggunakan bahasa

dan aksara kuna. Pembuatan naskah sesuai dengan kebudayaan suatu wilayah

tertentu. Di wilayah Jawa, mayoritas naskah ditulis dalam aksara Jawa.

Kekayaan intelektual nenek moyang berupa naskah ini, biasanya ditulis

pada media yang beragam misalnya, daun lontar (rontal ‘daun tal’ atau ‘daun

siwalan’), dluwang, yaitu kertas Jawa yang terbuat dari kulit kayu, bambu, hingga

kertas Eropa. Pada abad ke-18 dan ke-19, kertas Eropa yang didatangkan dari Eropa

menggantikan peran dluwang, rontal, dan bambu karena kualitasnya dianggap lebih

baik sebagai bahan pembuatan naskah di Indonesia (Siti Baroroh Baried,dkk,1994).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

3

Kertas Eropa memiliki kualitas yang lebih baik untuk pembuatan naskah, akan

tetapi untuk keawetan kertas ditentukan oleh masa. Kertas akan bertahan kurang

lebih seratus tahun dan selebihnya akan mengalami kerusakan seiring keberjalanan

waktu. Kerusakan naskah dapat mengakibatkan bacaan korup dan sulit dibaca.

Naskah – naskah kuna yang kini sudah berumur puluhan bahkan ratusan

tahun sebagian besar sudah mengalami kerusakan baik fisik maupun tulisannya.

Naskah – naskah warisan nenek moyang terdahulu seperti ini, tidak lagi tersebar

secara umum, akan tetapi disimpan menjadi koleksi perpustakaan atau museum.

Contohnya di wilayah Surakarta, yaitu Perpustakaan Sana Pustaka yang ada di

Keraton Kasunanan Surakarta, Perpustakaan Reksa Pustaka yang bertempat di Pura

Mangkunegara, Perpustakaan Museum Radya Pustaka, Yayasan Sastra,

Perpustakaan Institut Seni Indonesia di Surakarta, juga disimpan sebagai koleksi

pribadi seseorang.

Isi naskah bermacam-macam, menurut Nancy K. Florida (2000:5)

klasifikasi naskah kuna dikelompokkan menjadi 17 jenis, yaitu:

1. Sejarah : Jawa, Eropa, Islam 2. Religi: Islam, kejawen

3. Roman Islam 4. Piwulang

5. Roman Sejarah 6. Roman Sejarah China 7. Wayang

8. Lakon Wayang 9. Sastra

10. Linguistik dan sastra 11. Syair puisi 12. Sains Jawa

13. Keris dan Mpu-nya 14. Musik dan tari

15. Upacara adat, hukum, adat, dan lainnya 16. Hukum 17. Keraton, Mangkunegaran: arsip dan administrasi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

4

Klasifikasi naskah di atas berfungsi untuk memberikan informasi kepada

peneliti mengenai jenis naskah yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian. Dari

informasi itu, kemudian peneliti tertarik untuk mengkaji naskah jenis Sains Jawa

berjudul Buku Makripating Kapal, yang kemudian disingkat dengan naskah BMK.

Sebelum melakukan pengkajian naskah, peneliti melakukan inventarisasi naskah

untuk mengetahui kedudukan naskah BMK dalam peta pernaskahan dengan cara

melakukan penelusuran dengan bantuan berbagai katalog, yaitu :

1. Descriptive Catalogue of the Javanese manuscripts and Printed Book in the

Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet – Sutanto, 1983).

2. Javanese Literature in Surakarta Manuscrips Volume 2 Manuscripts of The

Mangkunegaran Palace (Nancy K. florida, 2000).

3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sonobudoyo

Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990).

4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-A dan B Fakultas Sastra

Universitas Indonesia (T.E. Behrend dan Titik Pujiastuti,1997).

5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta

(Jennifer Lindsay, R.M. Soetanto, dan Alan Feinstein,1994).

6. Katalog Lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran.

Informasi dari katalog-katalog tersebut, naskah berjudul BMK ini hanya

terdapat satu buah, yaitu terdapat pada katalog Girardet – Sutanto (1983:384)

dengan nomor kodek 25565. Naskah BMK juga terdapat pada katalog Nancy K.

Florida (2000:388) dengan nomor kodek MN 579. Adapun pada katalog lokal

Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran katagori fauna flora halaman 23,

dengan nomor kodek N6.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

5

Langkah kedua untuk menentukan naskah BMK merupakan jenis naskah

jamak atau tunggal, peneliti kembali melakukan inventarisasi lanjutan yaitu dengan

cara melacak naskah dengan judul yang unsurnya hampir sama. Ditemukan

sebanyak lima buah naskah, mulai dari Katurangganing Kapal, Katuranggan Kuda,

Layang Katuranggan, Primbon, Lakon Kuda. Dari berbagai judul, isi, maupun

bentuk teks, penulis menemukan banyak manuskrip yang berisi ilmu pengetahuan

tentang kuda. Akan tetapi, tidak ada yang sama dengan isi naskah BMK. Dapat

disimpulkan bahwa, naskah BMK merupakan naskah tunggal.

Klasifikasi naskah BMK menurut sistem katalogus hampir sama. Pada

katalog Girardet – Sutanto (1983) termasuk ke dalam jenis ensiklopedi tentang

hewan. Sementara itu, pada katalog Nancy K. Florida (2000) termasuk pada

katagori Sains Jawa. Adapun dalam katalog lokal termasuk ke dalam naskah fauna

dan flora.

Penentuan jenis naskah dilanjutkan dengan pembacaan uraian singkat yang

tertulis dalam katalog Nancy K. Florida (2000) yang telah menyebutkan bahwa

naskah ini berisi petunjuk bergambar untuk menentukan umur, kualitas, dan sifat

kuda dengan cara mengamati giginya. Bentuk teks adalah prosa, dan penjelasan

menggunakan istilah mistik Islam.

Uraian tersebut di atas memberikan gambaran secara umum mengenai isi

naskah BMK. Dalam penindaklanjuti jenis naskah, dilanjutkan pembacaan teks

BMK secara keseluruhan, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa naskah BMK

membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan kuda dari lahir hingga tua dan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

6

tenaganya tidak dapat dimanfaatkan lagi. Dalam penjabaran isinya, teks ditulis

dengan istilah – istilah mistik Islam.

Secara harfiah, kata makripat atau makrifat berasal dari kata arafa, yaitu

ya’rifu, irfan, makrifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dapat berarti

pengetahuan tantang suatu hal, yaitu ilmu tertinggi yang tidak bisa dirasakan oleh

semua orang. Makrifat adalah pengetahuan yang objeknya bersifat abstrak, dan

hanya dapat dikethui dengan pemikiran yang lebih mendalam, tidak hanya sekedar

wujud yang menampilkan pesan tersurat akan tetapi juga paham makna yang

tersirat. Pemikiran yang seperti ini, disebutkan dalam konsep mistisme dan

merupakan pemikiran yang paling tinggi. Dimulai dari pemikiran secara syariat,

tarekat, hakikat, dan makrifat.

Istilah kapal sendiri dalam kamus Bausastra Jawa memiliki dua arti yaitu,

kapal yang merupakan perahu besar dan kapal yang mempunyai arti kuda. Dalam

naskah BMK, kapal yang dimaksud adalah kuda. Akan tetapi mengingat BMK

merupakan naskah mistik dan piwulang, maka peneliti dituntut cermat terhadap

amanat maupun makna tersirah yang ada di dalam naskah. Jadi Makripating kapal

dapat disimpulkan suatu ilmu yang membahas secara mendalam mengenai kuda.

Ilmu yang membahas perkembanan kehidupan kuda, dan dapat dihubungkan

dengan perkembangan hidup manusia menyatu dengan Tuhannya.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

7

Gambar 1: Judul Naskah Buku Makripating Kapal

“Buku makripating kapal”

Gambar 2: Judul naskah terdapat dalam teks (Naskah BMK hlm.1)

“punika makripat dhateng kapal, pambuka katrangan …”

Terjemahan: ini makrifat tentang kuda, keterangan awal …

Naskah BMK adalah koleksi dari Perpustakaan Reksa Pustaka Pura

Mangkunegaran. Kondisi naskah secara umum masih baik, hanya ada beberapa

tulisan dengan tinta tebal yang sudah mulai luntur dan membayang di belakang

halaman, menyebabkan pembacaan naskah sedikit terganggu.

Gambar 3: Tinta mulai luntur dan membayang di belakang halaman

(Naskah BMK hlm.27)

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

8

Naskah BMK disajikan dalam bentuk prosa, dengan beberapa bagian teks

dilengkapi gambar ilustrasi. Akan tetapi, walaupun berbentuk prosa, setiap paragraf

pertama pembahasan selalu diawali dengan penanda bait pada.

.

Gambar 4: Penanda bait pada diawal paragraph (Naskah BMK hlm.1)

Ditemukan penggunaan tanda koma pada lingsa ( ) dan tanda titik ( )

pada lungsi yang disamping digunakan sebagaimana mestinya, pada lingsa ( )

juga digunakan untuk penanda angka. Contohnya seperti penggalan paragraf seperti

di bawah ini:

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

9

… ,punika tanpa mawi cêmêng saha lêkok. tuwin warni alit-alit pêthak.

manawi sampun kalampahan umur ,1000, dintên. dados kirang langkung kapal bêlo umur ,3, taun. punika wiwit poèl. têgêsipun awit angrêntahakên

untu bêlo, amung sajodho kang têngah, ngantos dumugi umur ,2000, dintên. dados kirang langkung kapal bêlo umur ,6, taun. … (hml. 3)

Terjemahan: … Gigi-gigi ini tidak berwarna hitam dan berlekuk-lekuk, akan tetapi berbentuk kecil-kecil berwarna putih. Apabila kuda sudah

memasuki umur 1000 hari, jadi kurang lebih anak kuda telah berumur 3 tahun ini mulai poèl. Poèl artinya merontokan gigi anak kuda dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah, hal ini terjadi sampai umur 2000 hari.

Jadi kurang lebih anak kuda telah berusia 6 tahun ini… (hlm. 3)

Gambar 5: Penggunaan tanda koma pada lingsa dan tanda titik pada lungsi

(Naskah BMK hlm.3)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

10

Naskah BMK tidak memiliki nomor halaman, tetapi ada penambahan

penulisan angka arab oleh tangan ketiga menggunakan pensil di pojok setiap

halaman. Setelah dicermati penomoran ini pun ada yang terlewatkan sehingga ada

penomoran halaman yang tidak sesuai dengan urutan halaman yang seharusnya.

Gambar 6: Catatan tangan ketiga berupa sistem penomoran halaman naskah

(Naskah BMK hlm.4)

Pemberian nomer halaman yang tidak urut ini, tidak disebabkan oleh

kesalah penulisan. Akan tetapi, karena adanya satu lembar teks yang rapuh, terlepas

dari jilidannya dan hilang. Hal ini menyebabkan penomoran seakan tidak runtut

karena tidak adanya halaman 5 dan 6. Hilangnya teks ini, dibuktikan dengan

lanjutan kalimat yang tidak sesuai. Kemudian ketika dilakukan pengecekan melalui

bantuan ketiga katalog yang memuat keterangan tentang naskah BMK,

menyebutkan jumlah halaman adalah 31. Padahal ketika naskah diperoleh oleh

peneliti, hanya mempunyai 29 halaman.

Pengarang dalam menjaga kerapian penulisan dengan menggunakan garis

bantu pensil tipis untuk membuat margin kanan dan kiri teks. Bahasa yang

digunakan adalah bahasa Jawa Baru ragam bahasa krama, dan juga terdapat

beberapa kata serapan dari Bahasa Arab. Berikut terdapat istilah bahasa Arab yang

digunakan dalam teks BMK :

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

11

Gambar 7: Sisipan kata Berbahasa Arab, dengan penulisan aksara rekan

( Naskah BMK hlm.23)

“… kadunungan wiradad ing dzad awon”

Adanya kreatifitas penulis dalam menulis suatu kata. Misalnya dalam

penulisan manusa yang berarti manusia, dan penulisan santasa yang berarti santosa.

Gambar 8: Penulisan manusa dan santasa

(Naskah BMK hlm.24 dan hlm.18)

Penulisan pasangan ha, sa, pa yang selalu ditarik memanjang

Gambar 9: Penulisan pasangan ha, sa, dan pa

(Naskah BMK hlm.1 dan hlm.3)

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

12

Sejalan dengan keunikan yang terdapat pada naskah tersebut, maka peneliti

ingin melakukan mengkajian. Naskah BMK dipilih sebagai objek penelitian karena

dilatarbelakangi oleh dua alasan yaitu :

1. Segi Filologis

Terdapat varian – varian penulisan pada naskah BMK. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pengkajian secara filologis untuk mendapatkan suntingan teks yang

bersih dari kesalahan. Varian penulisan berupa lacuna, adisi, dan hypercorrect,

a. Lacuna adalah huruf, suku kata, kata, kelompok kata atau kalimat, bait yang

terlewati.

Gambar 10: Lakuna a (Naskah BMK hlm.18)

… bilih katupakan tansah …

Terjemahan: … apabila ditunggangi akan selalu …

Kekurangan huruf “m” pada kata “katumpakan”, mengalami pembetulan

kata berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi “katumpakan”. Berasal dari kata

dasar tumpak yang telah mendapat panambang (konfiks) yaitu, imbuhan yang

terjadi pada suatu kata secara bersamaan. Imbuhan ka- -an. ka + tumpak + an yang

artinya ditunggani.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

13

Gambar 11: Lakuna b (Naskah BMK hlm. 20)

… mung sumangga ing pagalih

Terjemahan: … hanya mempersilahkan berfikir ulang …

Kekurangan “ng” pada kata “pagalih”, mengalami pembetulan

berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi “panggalih”. Berasal dari kata

“galih” yang telah mendapat awalan (prefik) berupa ater-ater anuswara “pa”. pa +

galih. Kadang kala awalan “pa” ini diganti “pe”. Artinya pikiran.

b. Adisi yaitu bagian dari kata, suku kata, maupun kelompok kata yang

kelebihan.

Gambar 12. Adisi a (Naskah BMK hlm.13)

...sêpuh lungseng boten kangge… Terjemah: … tua lungse tidak berguna …

Kelebihan “ng” pada kata “lungseng”, mengalami pembetulan berdasarkan

pertimbangan linguistik menjadi “lungse”. Artinya sangat tua.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

14

Gambar 13: Adisi b (Naskah BMK hlm. 24)

… bilih dangweg ing … Terjemhan : … apabila sudah cukup pada …

Kelebihan “ng” pada kata “lungseng”, mengalami pembetulan berdasarkan

pertimbangan linguistik menjadi “lungse”. Artinya sudah cukup.

c. Hypercorrect merupakan perubahan ejaan karena pergeseran lafal.

Gambar 14: Hypercorrect a (Naskah BMK hlm.18)

… kapal wau manawi têgsih …

Terjemahan: … kuda tadi apabila masih … Tertulis kata “têgsih”. Mengalami pembetulan yang disesuaikan

berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi “ taksih”. Artinya masih.

Gambar 15. Hypercorrect b (Naskah BMK hlm.16)

… manah, lantib dhatêng pangajaran, mila wau …

Terjemahan: … pikiran cerdas pada pelajaran, sehingga tadi …

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

15

Tertulis kata “lantib”. Mengalami pembetulan yang disesuaikan berdasarkan

pertimbangan linguistik menjadi “ lantip”. Artinya cerdas.

Penjelasan di atas adalah beberapa kesalahan tulis yang terdapat dalam

naskah BMK. Berdasarkan kesalahan tulis yang ditemukan, maka BMK perlu

diadakan suntingan teks dengan mengkritisi naskah secara ilmiah yang dapat

dipertanggungjawabkan.

2. Segi isi

Naskah BMK merupakan jenis naskah sains Jawa. Dilihat dari judul naskah

sudah memiliki daya tarik untuk dikupas isinya lebih mendalam.

Istilah makrifat dalam mistisme Jawa selalu dihubungkan dengan perjalanan

mistik dalam upaya individual menyatu dengan Tuhan. Perjalan mistik acap kali

dianggap mesti melakukan empat tahap, mulai dari sarengat atau syari’ah, tarekat,

hakekat, dan makripat atau makrifat (Neils Mulder 2007). Akan tetapi untuk

mengetahui ilmu maupun pesan tersirat dari pengarang, seharusnya terlebih dahulu

paham pesan tersurat dalam naskah BMK tersebut. Pesan tersurat dalam naskah

adalah memahami tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan kuda melalui

giginya. Secara garis besar BMK memuat pedoman yang dapat digunakan dalam

menentukan umur kuda melalui giginya. Keadaan gigi dari lahir, menjadi anak

kuda, hingga kuda tua dan tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Kuda dalam kehidupan masyarakat Jawa merupakan salah satu hewan

klangenan. Bahkan masyarakat Jawa dianggap sempurna apabila memiliki lima hal

yang salah satunya yaitu turangga atau kuda. Selain itu, banyaknya penggunaan

kata majemuk yang berunsur kuda membuktikan bahwa kuda merupakan hewan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

16

yang istimewa. Istilah menggunakan unsur kata kuda misalnya kuda lumping

(properti yang digunakan pada tari tradisional jaranan maupun jathilan), jaranan

(tarian tradisional Jawa Timur), dokar (kereta kuda), kavaleri (prajurit berkendara

kuda), pegasus (kuda terbang dalam mitologi Yunani kuno), hour per horse (satuan

daya pada bidang otomotif) dan lain sebagainya.

Dalam kehidupan sehari – hari, kuda memegang peranan yang sangat

penting. Mulai dari hewan piaraan, hewan ternak, dan juga sebagai alat transportasi.

Beberapa sejarah juga menyebutkan begitu pentingnya kuda pada zaman

penjajahan Belanda. Salah satu bukti adalah, penjajah Belanda sadar bahwa kuda

merupakan sarana yang efektif untuk menumpas lawan – lawannya, hingga merasa

perlu membentuk pasukan kavaleri yang berarti suatu pasukan berkuda yang

mampu mendukung logistik di medan pertempuran bagi tentaranya (Teuku

Nusyirwan Jacoeb 1994). Salah satu ide tersebut kemudian diterapkan pada tradisi

kemiliteran Pura Mangkunegara yang biasa disebut Legiun Mangkunegara. Secara

resmi, gubernur Jenderal Deandels mengeluarkan surat keputusan (besluit) pada

hari Jumat tanggal 29 Juli 1808 yang menetapkan keberadaan Legiun

Mangkunegara dalam pasukan gabungan Perancis-Belanda-Jawa dalam perang

melawan Inggris. Pasukan kavaleri (berkuda) dan pasukan artileri (meriam)

Mangkunegara umumnya terdiri masing – masing atas 44 orang. Terdapat pula

perempuan dalam tentara Mangkunegara (Korps Prajurit Estri) yaitu kavaleri estri

yang pertama kali dipimpin oleh Bandara Raden Ajeng Siti Nurul Kamaril

Ngasarati atau yang biasa dikenal sebagai Gusti Nurul (Iwan Santosa 2011).

Pengembangan pemanfaatan tenaga kuda tidak hanya sebagai alat angkut

atau transportasi dalam jarak jauh saja yang biasa disebut dengan kuda tarik, bahkan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

17

dewasa ini di daerah perkotaan kuda dimanfaatkan sebagai hobi dan olahraga atau

yang biasa disebut dengan kuda pacu. Semakin banyak orang – orang yang tertarik

untuk memelihara kuda sehingga, sangat penting untuk mengerti bagaimana cara

merawat kuda dengan baik dan benar. Lebih – lebih seseorang yang memelihara

kuda harus memiliki kepahaman dalam hal keadaan fisik dan sifat kuda sesuai

dengan umurnya.

Isi naskah BMK mendiskripsikan fisik dan sifat kuda sesuai dengan

umurnya. Fisik kuda yang dibahas dalam naskah ini tidak secara keseluruhan, tetapi

hanya khusus pada bagian gigi kuda. Mulai kuda lahir dari induknya, hingga kuda

tua dan tenaganya tidak dapat dimanfaatkan lagi. Melalui perkembangan gigi kuda,

orang dapat mengetahui usia kuda dan dari usia kuda tersebut, orang akan mampu

mengetahui bagaimana keadaan sifat kuda. Dengan mengetahui keadaan dan sifat

kuda sesuai dengan umurnya, maka orang akan bisa merawat kuda dengan baik dan

benar. Berikut adalah kutipan bagian dari teks naskah BMK tentang gigi kuda.

punika untu kapal bêlo umur 4 taun tumindak. Wiwit angrêntahakên untu bêlo sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 6 taun. Punika anggènipun angrêntahakên

untu bêlo têlas… (hlm. 15-16)

Terjemahan: ini gigi anak kuda berumur 4 tahun. Anak kuda ini mulai merontokkan gigi-giginya dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah,

sampai berumur 2000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 6 tahun, peristiwa gigi lepas semua … (hlm. 15-16)

Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa gigi kuda juga mengalami

perkembangan. Mulai dari anak-anak hingga menjadi kuda dewasa. Pada umur

tertentu gigi anak kuda akan mulai rontok secara berangsur – angsur dan digantikan

dengan gigi-gigi yang baru yang permanen.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

18

Kuda merupakan hewan yang mempunyai sifat unik. Kuda bisa menjadi

jinak, akan tetapi kadang kala juga bisa berubah galak. Ada banyak faktor yang

mempengaruhi perubahan sifat kuda yaitu, faktor eksternal berupa keadaan

lingkungan dan cara perawatan, juga keadaan internal kuda yakni sifat kuda sesuai

dengan umurnya. Berikut adalah kutipan teks BMK yang menjelaskan tentang

keadaan internal kuda sesuai dengan umurnya.

punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 3000 dintên. Dados

kirang langkung kapal umur 9 taun. Punika kadunungan wiradat ing dzat birahi. Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah, sura tanpa duga, mangkrak murkangkara, nir baya wiweka, tan langgêng lana.

Ingkang makatên ing saèstonipun wau kapal tansah awon.

Amila sami sumêrêpa, sadaya putra wayah kula ingkang sami rêmên ngingah kapal, tuwin rêmên nitih jaran, manawi kapal dawêg wanci umur

sumantên, tamtu kadunungan ingkang makatên. Punika ing panggalih sampun ngantos gêla tuwin cuwa, bilih ngantos gêla cuwa, mangka kapal kalampahan ngantos kabucal. (hlm. 21– 22)

Terjemahan: ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 3000

hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 9 tahun ini, ketepatan masa kuda dalam sifat birahi. Yang menyebabkan keadaan sifat dan sifatini adalah serba tanpa

dugaan, hanya teriak-teriak, tanpa bisa berhati-hati tidak lestari selamanya. Keadaan seperti ini sebenarnya ketika kondisi kuda senantiasa galak. Sehingga ketahuilah anak cucu saya semua yang menyukai memelihara

kuda, juga menyukai menunggang kuda, apabila kuda genap umur sekian ini, pasti dalam keadaan seperti ini. Sehingga jangan sampai kecewa dan

menyesal karena apabila sampai kecewa maka kuda bisa-bisa akan kalian buang. (hlm. 21 – 22)

Cuplikan teks diatas telah menjelaskan keadaan watak kuda. Orang akan

mengetahui keadaan kuda dengan cara melihat tingkah laku dan sifatnya. Jika orang

tidak paham tentang fase–fase perkembangan kuda, ditakutkan akan merasa kecewa

bahkan mengakibatkan kemungkinan terburuk kuda dibuang oleh pemiliknya.

Akan tetapi jika pemiliknya paham, maka diharapkan kuda bisa mendapatkan

perhatian yang baik dan benar.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

19

Dari uraian di atas, maka naskah BMK penting untuk diteliti baik secara

filologis maupun secara isi. Tinjauan filologis digunakan untuk membahas

permasalahan filologis yang ada dalam naskah, sedangkan kajian isi digunakan

untuk mengungkap kandungan isi naskah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah

dalam penelitian naskah BMK adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana suntingan teks BMK yang bersih dari kesalahan setelah melalui cara

kerja filologi?

2. Bagaimana kandungan isi dan ajaran mistik dalam BMK?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menyajikan suntingan teks BMK yang bersih dari kesalahan setelah melalui

cara kerja filologi.

2. Mengungkapkan kandungan isi dan ajaran mistik dalam BMK.

D. Pembatasan Masalah

Adanya berbagai bentuk permasalahan dalam naskah BMK memungkinkan

naskah tersebut untuk diteliti dari berbagai sudut pandang. Sehingga, diperlukan

pembatasan masalah lebih ditekankan pada dua analisis, yaitu tinjauan filologis dan

kajian isi. Tinjauan filologis digunakan untuk mengupas permasalahan yakni

uraian-uraian di dalam naskah sesuai dengan langkah kerja filologis, mulai dari

deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, dan terjemahan. Adapun kajian isi

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

20

digunakan untuk mengungkap kandungan isi naskah yang berhubungan dengan

bentuk gigi dan sifatkuda sebagai penunjuk umur kuda dalam naskah serta

menafsirkan makna tersirat yang terkandung dalam naskah BMK.

E. Landasan Teori

1. Pengertian Filologi

Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang

berupa gabungan kata dari philos yang berarti ‘cinta’ dan logos yang berarti ‘kata’.

Filologi dapat diartikan sebagai ‘cinta kata’ atau ‘ senang bertutur’, yang kemudian

berkembang menjadi ‘senang belajar’, ‘senang ilmu’, dan ‘senang kesastraan’ atau

‘senang kebudayaan’ (Baried, 1983:1).

Filologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata

cara, dan bagaimana menangani suatu dokumen kuna dan penting warisan nenek

moyang terdahulu. Filologi hampir sama dengan antropologi. Perbedaan antara

filologi dan antropologi terletak pada objek fisik kajian. Objek fisik antropologi

adalah artefak, candi, patung, arca atau bahan yang terbuat dari bahan batuan atau

logam. Sementara itu, filologi memiliki objek fisik kajian yang lebih khusus yaitu

naskah atau manuskrip yang terbuat dari bahan lontar, dluwang, bambu, atau kertas.

Sebagai istilah, kata ‘filologi’ mulai dipakai pada kira-kira abad ke 3 SM

oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah, yaitu untuk menyebut keahlian yang

diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun berates-

ratus tahun sebelumnya. Ahli dari Iskandariyah yang pertama kali melontarkan

istilah ‘filologi’ bernama Eratosthenes. Pada waktu itu, mereka harus berhadapan

dengan sejumlah peninggalan tulisan yang menyimpan suatu informasi dengan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

21

bentuk yang bermacam-macam: dalam pada itu, pada fisik peninggalan tulisan itu

terdapat sejumlah bacaan yang rusak atau korup (Siti Baroroh Baried, 1994).

2. Objek Penelitian Filologi

Suatu penelitian tentu mempunyai metode dan objek. Dari sejarah lahirnya

filologi sebagai istilah, dapat diketahui bahwa filologi mempunyai sasaran kerja

atau objek penelitian yang berupa naskah atau manuskrip.

Ilmu yang berkaitan dengan naskah dan pernaskahan disebut kodikologi,

yaitu ilmu tentang kodeks (kata lain untuk naskah). Dalam itu, objek kajian filologi

berupa teks, yaitu informasi yang terkandung dalam naskah, yang sering disebut

juga muatan naskah (Siti Baroroh Baried, 1994). Menurut Hartini (2012:10), objek

penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan

pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan

tangan tersebut adalah naskah. Dalam filologi istilah naskah merujuk pada wujud

fisik sementara teks adalah wujud abstrak atau ilmu yang dikandung dalam naskah

tersebut.

3. Pengertian Naskah dan Teks

Naskah yang biasa disebut manuskrip/handskrip merupakan hasil karya

pemikiran nenek moyang yang dituang ke dalam tulisan tangan. Menurut Siti

Baroroh Baried (1994), naskah merupakan ungkapan perasaan sebagai hasil budaya

bangsa masa lampau.

Ketika peneliti dihadapkan pada proses membaca naskah, maka sebenarnya

peneliti dihadapkan pada dua hal yang saling berhubungan yaitu naskah dan teks.

Naskah merupakan bentuk fisik dari karya itu sendiri, mulai dari bahan atau media

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

22

penulisan, bentuk tulisan, hingga keadaan naskah secara kasat mata. Sementara itu

hal yang lain adalah teks. Teks merupakan bentuk abstrak yang terdapat di dalam

naskah itu. Bentuk abstraksi bisa juga merupakan ilmu yang terkandung, amanat,

pesan, dan suatu ajaran yang terkandung di dalamnya. Menurut Hartini (2012;19),

teks itu sendiri adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang

hanya dapat dibayangkan saja. Dalam menemukan teks, dan memahaminya,

seorang peneliti tidak bisa hanya melihat, melainkan harus membaca dan menelaah

terlebih dahulu.

Naskah dan teks merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat

dipisahkan. Di dalam naskah pasti terdapat teks, sedangkan teks pasti berada di

dalam naskah.

4. Langkah Kerja Filologi

Secara umum, penelitian akan selalu memiliki langkah kerja secara

terperinci. Langkah kerja filologi mulai dari pencarian data berupa naskah atau

manuskrip, pengolahan dan penggarapan data, hingga penyajian hasil penelitian

dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu meliputi invetarisasi naskah, deskripsi naskah,

singkatan naskah, kritik teks, suntingan teks yang dilengkapi dengan aparat kritik,

dan terjemahan.

Naskah yang dikaji dalam penelitian ini adalah naskah tunggal. Cara kerja

penelitian filologi sesuai dengan metode edisi naskah tunggal. Metode edisi naskah

tunggal meliputi dua metode yaitu edisi diplomatik dan edisi standar. Edisi

diplomatik adalah menyajikan hasil alih aksara apa adanya. Edisi standar

menyajikan hasil alih aksara yang telah melalui edisi kritik teks. Artinya

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

23

memberikan atau membetulkan yang dianggap tidak memiliki keteraturan dalam

kata, kumpulan kata, frase ataupun kalimat. Penelitian ini menggunakan metode

kritik edisi standar dengan pendekatan kritik teks. Cara kerja filologi dalam

naskah tunggal ini mengacu pada teori filologi dan cara kerja filologi

Menurut Edwar Djamaris (2002:9), langkah kerja filologi meliputi

pengumpulan data (inventarisasi naskah), deskripsi naskah, pertimbangan dan

pengguguran naskah (recentio dan elimination), dasar-dasar penentuan naskah yang

asli (autograf), mendekati asli (arkhetip), atau naskah autoritatif, ringkasan isi

cerita, transliterasi naskah, suntingan teks, glosari, dan komentar teks.

Penanganan naskah BMK ini mengacu pada tahapan langkah kerja

penelitian filologi menurut Edwar Djamaris. Akan tetapi mengingat bahwa naskah

ini merupakan naskah tunggal, sehingga tidak menyertakan langkah pertimbangan

dan pengguguran naskah (recentio dan elimination), dasar-dasar penentuan naskah

yang asli (autograf), mendekati asli (arkhetip), atau naskah autoritatif, di dalam

penggarapannya.

Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi yang diterapkan dalam

penggarapan naskah BMK adalah sebagai berikut

a. Inventarisasi Naskah

Iventarisasi naskah adalah langkah peneliti dalam mencari informasi,

sumber data, dan data yang akan dijadikan sebagai objek kajian, yang pada

penelitian ini berupa naskah atau manuskrip. Inventarisasi merupakan langkah awal

untuk mendapatkan data secara menyeluruh.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

24

Inventarisasi naskah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendata

dan mengumpulkan naskah yang berjudul sama dan sejenis melalui katalog-katalog

umum. Setelah di dapatkan informasi judul, dan tempat penyimpanan naskah maka

dilakukan inventarisasi lanjutan berupa pendataan naskah melalui katalog lokal.

Setelah inventarisasi dengan bantuan katalog selesai, dilakukan mengecek data

secara langsung ke tempat penyimpanan naskah sesuai dengan informasi yang

diperoleh. Setelah mendapatkan data yang dicari, kemudian dilanjutkan dengan

deskripsi atau identifikasi naskah.

Menurut Edwar Djamaris (2006: 11), apabila peneliti ingin meneliti suatu

cerita berdasarkan naskah menurut cara kerja filologi, pertama-tama hendaklah

didaftarkan semua naskah yang terdapat diberbagai perpustakaan universitas atau

museum yang biasa menyimpan naskah melalui katalogus naskah yang tersedia.

Langkah tersebut dilakukan mengetahui jumlah naskah, tempat penyimpanan,

maupun penjelasan lain mengenai keadaan naskah yang akan dijadikan objek

penelitian.

b. Deskripsi Naskah

Objek penelitian, ketika sudah didapatkan langkah penggarapan pertama

adalah membuat deskripsi. Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah secara

terperinci, yang terdiri dari poin-poin khusus guna pengetahuan awal sebelum orang

melihat naskahnya. Deskripsi naskah diperlukan untuk mengetahui kondisi naskah

dan sejauh mana isi dan kondisi mengenai naskah yang akan diteliti.

Adapun sebelum melakukan tindakan deskripsi atau identifikasi naskah,

biasanya terlebih dulu peneliti melakukan alih media bahan penelitian ke dalam

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

25

bentuk foto atau digital. Hal ini dilakukan untuk mengurangi sedikit mungkin

kontak langsung peneliti terhadap bahan penelitian yang asli. Sebagai salah satu

cara menjaga kelestarian dan menghindari kerusakan setelah dilakukan penelitian.

Pengambilan gambar menggunakan kamera hendaknya juga

memperhatikan dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku pada intansi maupun

yayasan terkait. Biasanya suatu intansi maupun yayasan pengelola naskah,

melarang pemotretan naskah menggunakan blitz yaitu kilatan cahaya yang

dihasilkan kamera pada saat proses pemotretan. Efek cahaya dan panas yang

ditimbulkan, ditakutkan akan lebih cepat merusak tinta dan kertas naskah.

Emuch Herman Sumantri (1986:2) menguraikan bahwa deskripsi naskah

merupakan sarana untuk memberikan informasi atau data mengenai: judul naskah,

nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah , keadaan naskah, ukuran

naskah, tebal naskah, jumlah baris tiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara

penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, pengarang atau

penyalin, asal-usul naskah, fungsi sosial naskah, serta ikhtisar teks.

c. Transliterasi Naskah

Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari

abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi ini sebaiknya peneliti

tetap menjaga kemurnian bahasa dalam naskah, khususnya penulisan kata (Edwar

Djamaris, 2002:19).

Transliterasi biasanya juga disebut dengan alih aksara. Kegiatan ini tidak

hanya serta merta mengubah huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain,

yang dalam penelitian ini berarti mengubah huruf Jawa ke dalam tulisan Latin, akan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

26

tetapi seorang peneliti juga harus mempunyai bekal pengetahuan memahami

konvensi maupun aturan yang ada dalam abjad atau huruf yang menjadi sasaran.

Konvensi tranliterasi atau proses alih aksara pada naskah Jawa harus

mencermati konvensi linguistik dan ketentuan dalam paramasastra Jawa.

Adakalanya pada huruf Jawa sebuah kata ditulis dengan pasangan atau huruf

konsonan dobel, akan tetapi pada saat kata itu diubah dalam huruf latin, konsonan

hanya satu.

d. Kritik Teks

Kritik teks menurut Siti Baroroh Barried (1983:97), kata kritik berasal dari

bahasa Yunani krites yang artinya seorang hakim, krinein berarti menghakimi,

kriterian berarti dasar penghakiman. Kritik teks memberikan evaluasi terhadap

teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik

teks bertujuan untuk mengembalikan teks ke bentuk aslinya (constutio textus)

sebagaimana diciptakan oleh penciptanya.

Kritik teks ini dilakukan dengan mengacu pada konvensi-konvensi tertentu.

Dalam penelitian ini, kritik teks mengacu pada konvensi linguistic, dan konteks

kalimat dalam naskah.

e. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih

dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.

Suntingan teks ini berasal dari hasil alih aksara yang telah dikritik. Adapun bentuk

suntingan teks biasanya bait untuk naskah jenis tembang, dan paragraf untuk naskah

prosa.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

27

Adapun dalam penelitian ini, suntingan teks dilengkapi dengan aparat kritik.

Aparat kritik ini berwujud catatan kaki yang ada pada luar teks. Hal ini merupakan

suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks

dan merupakan kelengkapan kritik teks. Dalam aparat kritik juga ditampilkan

kelainan bacaan yang merupakan kata-kata atau bacaan salah di dalam naskah

(Edwar jamaris, 2006:8).

f. Terjemahan

Terjemahan adalah pemindahan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa

sasaran. Pemindahan bahasa ini tidak bisa terlepas dari unsur makna. Makna yang

ada dalam bahasa sumber seharusnya juga sama dengan makna dalam bahasa

sasaran. Hasil terjemahan yang baik adalah kesesuaian makna dari bahasa sumber

ke bahasa sasarannya.

Proses terjemahan tidak hanya mengubah atau memindahkan sebuah teks

dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, akan tetapi juga memindahkan kandungan

isi, pengetahuan sesuai dengan makna dalam bahasa asalnya. Secara garis besar,

Catford (1974) membagi terjemahan menjadi tiga jenis :

1. Terjemahan kata per kata : terjemahan yang tiap-tiap kata teks bahasa

sumber diikuti oleh kata-kata yang sepadan dalam bahasa sasaran. Jenis

terjemahan ini terikat oleh bentuk. Kata kerja dalam bahasa sumber juga

harus diikuti kata kerja dalam bahasa sasaran, jika dalam bahasa sumber

berupa kata benda terjemahannya juga kata benda, dan semacamnya.

2. Terjemahan harfiah : terjemahan antara terjemahan kata per kata dan

terjemahan bebas, berada di antara terjemahan kata per kata dan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

28

terjemahan bebas. Menerjemahkan secara harfiah dimulai dari

menerjemahkan kata per kata kemudian gramatikanya disesuaikan

dengan bahasa sasaran

3. Terjemahan bebas : terjemahan yang tidak terikat oleh bentuk satuan-

satuan kebahasaan. Satuan kata dalam teks sumber terjemahannya tidak

harus berupa kata, tetapi boleh berupa frase atau kalimat.

Dari ketiga jenis terjemahan di atas, untuk memperoleh interpretasi isi yang

terkandung dalam naskah, maka digunakan jenis terjemahan bebas. Dalam

penelitian naskah Jawa, hasil alih aksara akan diterjemahkan ke dalam bahasa

nasional atau Bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memperluas sasaran

pembaca. Diharapkan hasil penelitian ini, tidak hanya bisa dinikmati oleh

masyarakat yang menguasai Bahasa Jawa saja, akan tetapi juga masyarakat yang

menguasai Bahasa Indonesia.

5. Pengetian Mistik

Pengetahuan mistis adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio,

pengetahuan yang irasional. Maksudnya, hubungan sebab akibat yang terjadi tidak

dapat dipahami rasio. Rasio adalah pemikiran manusia yang didasarkan pada

pemikiran akal sehat yang biasa disebut nalar. Pengetahuan ini kadang-kadang

mempunyai bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.

Pengetahuan mistis ini bersifat mistik.

Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang

artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen),

gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Mistik

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

29

jika dihubungkan dengan spiritualitas yaitu pengetahuan (ajaran atau keyakinan)

tentang Tuhan yang diperoleh melalui latihan meditasi atau latihan spiritual, bebas

dari ketergantungan indera atau rasio. Pada dasarnya, mistik selalu ada pada suatu

agama dalam bentuk kerohanian. Kerohanian ini bersifat subjektif, yang paling tahu

penggunaannya adalah pemiliknya. Adapun di kalagan sufi, kegunaan mistik yaitu

dapat menentramkan jiwa mereka (Ahmad Tafsir: 2006)

Mistisme dalam Islam biasa disebut dengan Tasawuf. Tasawuf adalah

adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan

akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.

Adapun dalam perkembangannya, tasawuf terbagi menjadi 4 tahap yaitu syariat,

hakekat, tarekat, makrifat.

Tujuan Tasawuf adalah sampai kepada Dzat yang Haqq atau Mutlak, atau

bahkan bersatu dengan Dia (Simuh 2002: 32). Para sufi tidak akan sampai kepada

tujuannya kecuali dengan laku dan usaha berupa mujahadah yang membutuhkan

waktu lama untuk memusatkan perhatian dan mematikan keinginan keduniawian.

Bersatunya jiwa manusia dengan Zat yang Haqq merupakan tingkatan yang paling

tinggi di dalam ilmu Tasawuf yang disebut dengan makrifat.

Syariat merupakan tahapan paling rendah dari tasawuf. Hal ini biasa

dilakukan dengan cara mengindahkan dan hidup menurut pranata hukum agama.

Pada agama Islam, syariat ditunjukan pada ketaatan seseorang dalam menjalankan

perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam pencapaian kemakrifatan, tidak

hanya mencari ridla Allah dengan ibadah dan taqwa seperti yang dianjurkan pada

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

30

tahapan syariat. Dengan demikian, maka perlu menciptakan langkah baru yang

disebut dengan tarekat.

Tarekat menurut ijtihad para sufi bermacam-macam. Akan tetapi, pada

dasarnya menurut Al- Ghazali dalam kitab al-Mungidz min al Dlalal terdiri dari

tiga jenjang, yaitu penyucian hati (mawas diri dan penguasaan terhadap nafsu),

konsentrasi dalam berzikir, dan fana’ fil’lah alu mukasyafah (pemikiran alam gaib).

Dengan menjalankan tiga jenjang ini, para sufi merujuk pada satu tujuan yaitu

kesadaran leburnya diri dalam samudera ilahi.

Tahap ketiga dalam tasawuf adalah hakekat, yaitu perjumaan dengan

kebenaran. Seseorang yang berada pada tingkatan hakekat ini, memiliki

pemahaman mendalam dalam mengabdikan diri kepada Dzat yang Maha Kuasa.

Kemudian dilanjutkan dengan tahap terakhir berupa makrifat.

Secara harfiah, kata makrifat berasal dari kata arafa, yaitu ya’rifu, irfan,

makrifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dapat berarti pengetahuan

tantang suatu hal, yaitu ilmu tertinggi yang tidak bisa dirasakan oleh semua orang.

Makrifat adalah pengetahuan yang objeknya bersifat abstrak, dan hanya dapat

diketahui dengan pemikiran yang lebih mendalam, tidak hanya sekedar wujud yang

menampilkan pesan tersurat akan tetapi juga paham makna yang tersirat. Pemikiran

yang seperti ini, disebutkan dalam konsep mistisme dan merupakan pemikiran yang

paling tinggi. Dimulai dari pemikiran secara syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.

Dalam konsep mistisme kontemporer atau kebatinan, makrifat merupakan

salah satu tingkatan laku menyatukan diri dengan Tuhan. Pada dasarnya, praktek

mistisme adalah upaya yang dilakukan secara individual. Dalam mitologi Jawa,

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

31

perjalanan mistik banyak disimbolkan melalui penggambaran dalam kisah

pewayangan misalnya lakon Dewa Ruci, Begawan Ciptoning, dan Arjunawiwaha

(Niels Mulder, 2007;67-68).

6. Struktur Gigi Kuda

Menurut bentuknya, gigi terbagi menjadi dua jenis yaitu Homodontal dan

Heterodontal. Homodontal merupakan bentuk gigi geligi yang sama dalam satu

rongga mulut. Bentuk gigi tersebut terdapat pada makhluk hidup seperti ikan dan

burung. Sedangkan gigi geligi manusia termasuk jenis Heterodontal, karena

memiliki gigi geligi dengan berbagai bentuk dan fungsi (Donna Pratiwi:2009).

Kuda mempunyai geligi Homodontal. Berbeda dengan gigi pada manusia,

selain tumbuh dan bertambah panjang, gigi kuda juga menjadi aus seiring

pertambahan umur kuda. Hal tersebut menjadi petunjuk dalam penentuan umur

kuda.

Umur kuda dapat diketahui dari gigi seri yang terdiri dari dua jenis yaitu

gigi sementara dan gigi permanen. Gigi sementara berukuran kecil dan berwarna

putih. Sementara itu gigi permanen ukurannya lebih besar dan kuat, warnanya lebih

kuning dan panjang.

Secara garis besar, gigi kuda terbagi menjadi dua jenis yaitu gigi seri dan

geraham. Gigi seri terletak di depan berfungsi untuk memotong rerumputan,

sementara gigi geraham terletak di bagian belakang berfungsi untuk mengunyah

makanan. Kuda dikatakan mempunyai gigi lengkap ketika mulut telah dipenuhi

oleh enam gigi pada rahang atas dan enam gigi pada harang bawah, yang kemudian

dapat dibedakan menjadi dua central, dua lateral, dan dua croner.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

32

Gambar 16: Bentuk dan jumlah gigi kuda sesuai umurnya (penampang atas)

Sumber : upperegypt.com

1 year, 2 years, 3 years, 4 years, 5 years, 6 years, 8 years, 10 years, 12 years, 15

years, 19-20 years, 20-25 years

Terjemahan : 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun, 8 tahun, 10

tahun, 12 tahun, 15 tahun, 19-20 tahun, 20-25 tahun

Berikut adalah fase pertumbuhan gigi:

Pertumbuhan gigi ternak dibagi menjadi 3 fase yaitu : fase tumbuh gigi (gigi

susu), fase pergantian gigi dan fase keausan gigi.

a) Fase gigi susu : Terjadi pada ternak mulai lahir sampai dengan gigi seri bertukar

dengan yang baru.

b) Pergantian gigi : masa awal dari pergantian gigi sampai dengan selesai

c) Keausan gigi : gigi sudah tidak berganti-ganti lagi, melainkan sedikit demi sedikit

aus.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

33

Gambar 17: Perubahan gigi kuda sesuai dengan umurnya (penampang depan dan

samping) Sumber : horsegroomingsupplies.com

Canine teeth, may urupt in the space between the incisors and molars in, teeth of a

one year old horse, teeth of a two year old horse, teeth of a six year old horse, teeth of a six year old horse showing beginning of seven year horse, teeth of a eight year old horse clearly showing seven year hook, teeth of a fifteen year old horse

Terjemahan: gigi taring, mungkin meletus di ruang antara gigi seri dan geraham,

gigi kuda berumur satu tahun, gigi kuda berusia dua tahun, gigi kuda berusia enam tahun, gigi kuda berusia enam tahun menunjukkan awal tujuh tahun kuda, gigi kuda

berusia delapan tahun menunjukan dengan jelas gigi pemauk saat kuda berumur tujuh tahun, gigi kuda berusia lima belas tahun.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

34

F. Metodologi Penelitian

1. Sumber Data dan Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lokasi,

tempat, atau keberadaan sehingga peneliti bisa mendapatkan data. Sumber data dari

penelitian ini adalah Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran, Rumah Bapak

Mujiono di Laweyan Surakarta, dan lapangan stadion Bantul Jogyakarta.

Setelah mendapatkan sumber data, peneliti akan mendapatkan data. Data

adalah sesuatu yang diperoleh atau dihasilkan dari sumber data itu sendiri. Dalam

penetitian ini, data berupa naskah, suntingan teks naskah BMK yang bersih dari

kesalahan dan hasil wawancara.

Data pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data utama yang dibutuhkan dalam penelitian.

Pada penelitian ini, data primer adalah naskah BMK dengan nomor kodek 25565 di

katalog (Girardet – Sutanto, 1983), MN 579 pada (Nancy K. florida, 1996), dan

nomor N6 Katalog lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegara. data kedua

berupa suntingan teks naskah BMK yang bersih dari kesalahan dan hasil

wawancara. Kemudian data sekunder adalah data pendukung yang mampu

menunjang penelitian. Dalam hal ini, data sekunder berupa bahan pustaka tentang

kuda, buku tasawuf dan sumber informasi penunjang lainnya yang dapat membantu

memberikan informasi penelitian.

2. Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologi, yang objek kajian

mendasarkan pada menuskrip atau naskah yang menggunakan bahasa dan aksara

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

35

Jawa yang masih ditulis tangan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang

artinya penelitian dilaksanakan melalui pendekatan kualitatif yang bersifat

deskriptif.

Pada dasarnya penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu

pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Data yang dibutuhkan pada

metode kualitatif adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan

demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data sebagai gambaran

penyajian laporan (Lexy J.Moleong, 2013)

Jenis penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka atau library research

dan penelitian lapangan atau field research. Library research yaitu penelitian yang

dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang perpustakaan, yaitu tempat peneliti

memperoleh data dan informasi tentang objek penelitiannya lewat buku-buku atau

alat-alat audiovisual lainnya (Attar Semi, 1990:8). Kemudian, field research yaitu

penelitian yang berangkat dari hasil observasi lapangan untuk mengadakan

pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan ilmiah (Lexy J.Moleong,

2013).

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan adalah secara

bertahap,yaitu:

1. Mencari informasi dengan bantuan katalog Girardet-Soetanto1964

yang merangkum seluruh judul dan gambaran umum naskah-naskah

yang dikoleksi perpustakaan atau intansi yang ada di wilayah Surakarta

dan Yogyakarta. Kemudian dari pencarian itu ditemukan naskah

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

36

berjudul Buku Makripating Kapal yang disimpan di Perpustakaan

Reksapustaka Pura Mangkunegara Surakarta.

2. Pengumpulan data dilanjutkan dengan mencari informasi melalui

bantuan katalog-katalog lainnya, yaitu Javanese Language Manuscrips

of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level

II (Nancy K. florida, 1996), Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara

Jilid I Museum Sonobudoyo Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990), Katalog

Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-A dan B Fakultas Sastra

Universitas Indonesia (T.E. Behrend dan Titik Pujiastuti,1997), Katalog

Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta (Jennifer

Lindsay, R.M. Soetanto, dan Alan Feinstein,1994), dan Katalog Lokal

Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran. Dari berbagai

katalog di atas, ditemukan satu judul naskah dengan tiga nomor kodek

pada tiga katalog yang berbeda, akan tetapi dari ketiganya hanya

mengarah pada satu naskah dan satu tempat penyimpanan naskah, yaitu

Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran.

3. Mengunjungi dan memastikan secara langsung keberadaan naskah pada

tempat penyimpanannya yaitu Perpustakaan Reksa Pustaka

Mangkunegaran.

4. Mengambil dan meminjam naskah BMK.

5. Untuk mempermudah penggarapan penelitian, juga demi mengurangi

kontak langsung terhadap naskah yang dapat mempercepat kerusakan

naskah, maka dilakukan pemotretan sesuai dengan syarat yang

ditentukan oleh intansi terkait.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

37

6. Setelah data yang didapatkan cukup, dilanjutkan penelitian sesuai

dengan langkah- langkah filologis.

7. Setelah pelaksanaan penelitian, diperoleh suntingan teks yang bersih

dari kesalahan. Hal ini, menjadi data dalam pengkajian isi.

8. Melakukan wawancara terhadap narasumber yang berkompeten dalam

bidang pemeliharaan dan perawatan kuda, yaitu Bapak Mujiono

peternak kuda tarik, Bapak Wempi pelatih kuda balap, dan Mas Nur joki

kuda balap.

9. Melalui data berupa suntingan teks BMK yang bersih dari kesalahan dan

hasil wawancara tersebut, kemudian dilakukan pengkajian isi terhadap

naskah BMK.

Pencaraian data sekunder dapat diperoleh melalui jurnal, buku-buku umum,

makalah, serta transkip hasil wawancara dan hasil diskusi.

4. Teknik Analisis Data

Analis data adalah mengolah data sesuai dengan cara kerja filologi. Proses

analisis data diolah sesuai dengan teori langkah kerja penelitian filologi. Dalam

penelitian ini digunakan analisis filologis dan analisis isi. Analisis isi dilakukan

setelah terjemahan, karena isi dan kandungan naskah dapat diketahui secara lebih

jelas setelah langkah kerja filologi diselesaikan, maka analisis yang digunakan

adalah metode kritik teks naskah tunggal yaitu edisi standar. Menurut Edwar

Djamaris, metode standar adalah metode yang biasa digunakan dalam penyuntingan

teks naskah tunggal. Metode standar digunakan pada naskah yang dianggap sebagai

cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting (2002:24).

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

38

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar antara lain:

a. Mentranliterasikan teks.

b. Membetulkan kesalahan teks.

c. Membuat catatan perbaikan/perubahan.

d. Memberi komentar, tafsiran.

e. Membagi teks dalam beberapa bagian.

Tahap kedua dari analisis data adalah pengungkapan isi yang terkandung

dalam teks dengan menggunakan metode content analisys atau analisis isi. Analisis

isi adalah suatu metode yang bisa digunakan pada penelitian kualitatif maupun

kuantitatif. Pengertian analisis isi adalah pembahasan secara mendalam terhadap isi

yang ada pada sutau informasi, baik berupa lisan maupun tertulis yang tedapat pada

objek penelitian.

G. Sistematika Penyajian

Sistematika yang akan disajikan dalam laporan hasil penelitian ini

dimaksudkan untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai laporan hasil

penelitian. Sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab pendahuluan ini didahului oleh latar belakang, perumusan masalah, tujuan

pembahasan, pembatasan masalah, teori, metode penelitian, sistematika penyajian.

BAB II Tinjauan Filologis

Pembahasan pada bab ini, dibatasi mengenai tinjauan filologis. Isi pembahasan

yaitu, deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, dan terjemahan.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112054_bab1.pdfkumpulan beribu – ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat

39

BAB III Kajian Isi

Pembahasan pada bab ini dibatasi mengenai kajian isi, yaitu bentuk dan sifat kuda

sesuai umurnya dalam naskah BMK, serta ajaran mistik yang terkandung dalam

naskah BMK

BAB IV Penutup

Berisi simpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar pustaka, dan

lampiran naskah BMK

Daftar Pustaka

Lampiran