Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia merupakan salah satu tolak ukur kualitas
pelayanan kebidanan dan salah satu indikator penting derajat kesehatan
masyarakat. WHO melaporkan 16% penyebab kematian ibu di dunia disebabkan
oleh hipertensi. Di Amerika Serikat sejak 1998 sampai 2005, 12,3% dari 4693 ibu
hamil meninggal karena preeklamsia dan eklamsia (Cunningham, F, G, 2014).
Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding
Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu dan neonatal sebesar 25% (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).
AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan
nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya
tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap
100.000 kelahiran hidup. SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang
signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI
kembali menunjukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Profil
Kesehatan Indonesia, 2016).
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisi ibu hamil itu
sendiri yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat
melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak
kelahiran/paritas (<2 tahun). Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah tahun
2016 sebesar 109,65 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan AKI pada tahun 2015 sebesar 111,16 per 100.000 kelahiran
hidup (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2016).
Kematian ibu juga dipengaruhi baik oleh penyebab langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung kematian ibu terbesar adalah komplikasi obstetric
(90%) yang dikenal dengan Trias Klasik seperti perdarahan, infeksi, dan
preeklamsi, atau komplikasi pada saat kehamilan, kelahiran dan selama nifas yang
tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Angka Kematian Ibu (AKI) di
Kabupaten Banyumas tahun 2017 sebesar 54 per 100.000 kelahiran hidup,
menurun dibanding tahun 2016 sebesar 78 per 100.000 kelahiran hidup (Profil
Kesehatan Kabupaten Banyumas, 2017).
Beberapa tahun yang lalu, penyebab utama kasus kematian ibu adalah
disebabkan oleh perdarahan. Namun beberapa tahun terakhir ini Pre-eklamsia dan
eklamsia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu. Oleh
karena itu, diagnosis dini pre-eklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan bayi (AKB). Preeklamsia ialah penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan,
penyebabnya belum diketahui. Gejala hipertensi dan proteinuria tersebut
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
merupakan gejala yang paling penting dalam menegakkan diagnosis preeklamsia.
Kriteria minimum diagnosis preeklamsia ialah hipertensi dengan tekanan darah
lebih dari sama dengan 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu dan proteinuria
minimal yaitu terdapatnya lebih dari sama dengan 300 mg protein dalam urin per
24 jam (William Obstetric, 2010).
Preeklamsi merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan
janin, menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 angka
kematian ibu di dunia 287.000, WHO memperkirakan ada 500.000 kematian ibu
melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, penyumbang terbesar dari angka
tersebut merupakan negara berkembang yaitu sebesar 99% dari total kematian
yang terjadi.
Menurut Joyce (2014, hlm.223), preeklamsi dikelompokkan dalam 2 tipe,
yaitu preeklamsi ringan dan preeklamsi berat: Preeklamsi ringan adalah serangan
hipertensi kehamilan (GH) bersama dengan proteinuria 1+ hingga 2+ dengan
pertambahan berat badan 2 kg per minggu setidaknya selama dua trimester
terakhir, sedangkan preeklamsi berat terjadi ketika tekanan darah sistol (BP)
mencapai atau melebihi 160/110 mmHg atau lebih tinggi, dengan proteinuria 3+
hingga 4+, defisiensi volume urin (oliguria), gangguan otak atau penglihatan
seperti pusing atau penglihatan kabur, serum kreatinin di atas 1,2 mg/dL,
hiperrefleksi (kontraksi pergelangan kaki kemungkinan dialami), masalah paru
atau jantung, thrombocytopenia, edema peripheral akut, disfungsi hati serta nyeri
di bagian tengah atas perut dan kuadran atas kanan.
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Preeklamsi dapat menimbulkan komplikasi pada ibu berupa eklamsia,
solusio plasenta, pendarahan subkapsula hepar, kelainan pembekuan darah (DIC),
sindrom HELPP (hemolisis, elevated liver enzymes dan low platelet count),
ablasio retina, gagal jantung, hingga syok dan kematian (Padila, 2015, hlm.150).
Preeklamsi atau yang biasa disebut kehamilan dengan hipertensi, tidak seperti
hipertensi pada umumnya, tetapi mempunyai kaitan erat dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi baik pada janin maupun ibu.
Preeklamsia adalah gangguan hipertensi kehamilan khusus yang secara
signifikan mempengaruhi morbiditas dan kematian ibu di seluruh dunia. Hal ini
terjadi dalam 5-7% dari seluruh kehamilan, dan merupakan penyebab utama
kematian ibu di negara berkembang. Preeklampsia juga merupakan faktor penting
morbiditas dan mortalitas perinatal, karena berhubungan dengan kelahiran
prematur dan pembatasan pertumbuhan dalam rahim (Fang, 2009).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia)
adalah salah satu dari tiga penyebab utama kematian ibu disamping perdarahan
dan infeksi (Cunningham FG, 2005). Ada sekitar 85% preeclampsia terjadi pada
kehamilan pertama. Preeklamsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan
janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada
ibu yang mengalami hipertensi kronis, penyakit ginjal, insiden mencapai 25%
(Bobak, 2005). Menurut WHO terdapat sekitar 585.000 ibu meninggal per tahun
saat hamil atau bersalin dan 58,1% diantaranya dikarenakan oleh preeklampsia
dan eklampsia. Di Indonesia, preeklampsi dan eklampsi merupakan penyebab
kematian ibu yang berkisar 15% - 25%. Ada beberapa penyakit ibu yang dapat
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia, yaitu riwayat hipertensi kronis,
preeklampsia, diabetes mellitus, ginjal kronis dan hioperplasentosis (mola
hidatidosa, kehamilan multipel, bayi besar).
Preeklampsia adalah gangguan yang dapat terjadi setelah dua puluh
minggu kehamilan, selama persalinan dan hingga 48 jam postpartum. Ini
mempengaruhi sekitar 5-8% dari semua kehamilan dan merupakan kondisi yang
cepat berkembang, ditandai oleh peningkatan ketegangan tekanan darah (BP) dan
adanya proteinuria. Beberapa tanda mungkin bersifat indikatif kondisi ini, seperti
edema - terutama pada wajah, di sekitar mata dan tangan; peningkatan berat badan
berakselerasi; mual dan/atau muntah; rasa sakit di daerah epigastrium itu
memancar ke ekstremitas atas; sakit kepala dan gangguan visual (penglihatan
kabur dan/atau mendung); hyperreflexia, tachypnea dan kecemasan. Namun,
penyakit ini sering berkembang diam-diam, yaitu, tanpa sinyal indikatif
(Organização Mundial da Saúde (OMS), 2013).
Faktor resiko penyebab preeklampsia antara lain adalah pekerjaan, interval
pernikahan dengan kehamilan, penambahan berat badan selama hamil, usia
kehamilan, usia ibu, pendidikan ibu, paritas, penyakit keturunan, stress, aktivitas
fisik, riwayat preeklampsia dan eklampsia dikehamilan sebelumnya, kehamilan
dengan DM, Mola hidatidosa, penyakit ginjal dan kehamilan ganda (Cunningham,
2010; Prawirohardjo, 2010; Yusrawati, 2014; Wulandari, 2012; Julianti.N, 2014;
Elsanti. et al, 2016; Khayati 2018).
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Salah satu faktor risiko terjadinya preeklamsia adalah kebiasaan
hidup/gaya hidup salah satunya yaitu merokok, pola makan, olahraga/aktivitas,
dan istirahat (Manuaba, 2012). Aktivitas fisik selama kehamilan tentunya akan
terbatas, karena kondisi tubuh yang harus memapah makhluk hidup lain didalam
tubuh. Akan tetapi, ibu hamil masih perlu melakukan aktifitas fisik selama
kehamilan. Berdasarkan pertimbangan fisiologis kehamilan menekan tubuh lebih
banyak dibandingkan dengan kejadian fisiologis lain pada kehidupan wanita sehat
dan membutuhkan pertimbangan adaptasi kardiovaskular, metabolik, hormonal,
respirasi dan musculoskeletal. Hal ini dikarenakan adaptasi yang terjadi selama
kehamilan berfungsi untuk memberi makanan dan melindungi janin, dan hal ini
terjadi selama dilakukannya latihan untuk menjaga homeostatis maternal, maka
aktivitas fisik selama kehamilan akan menciptakan konflik kebutuhan antara
maternal dan janin serta risiko untuk hasil kehamilan seperti preeklamsia
(Almatsier, 2010).
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya preeklampsia.
Ibu hamil yang tidak pernah melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami
peningkatan tekanan darah. Aktivitas fisik pada ibu hamil merupakan salah satu
cara pencegahan terjadinya peningkatan tekanan darah yang merupakan salah satu
gejala preeklampsia (Chobanian, 2004). Di beberapa negara, rekomendasi untuk
wanita hamil telah berubah ke arah merekomendasikan lebih banyak aktivitas
fisik dalam kehamilan. Misalnya, di Amerika Serikat, Denmark dan Norwegia,
rekomendasi saran ibu hamil untuk menjadi aktif secara fisik setidaknya 30 menit
per hari. Padahal tidak spesifik jumlah latihan dianjurkan di Britania Raya, dan itu
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
ditekankan bahwa harus ada informasi tentang potensi bahaya kegiatan tertentu,
hal tersebut dikemukakan oleh National Collaborating Centre for Women’s and
Children’s Health (2008). Diantara efek menguntungkan itu adalah aktivitas fisik
dilaporkan dalam kehamilan adalah perlindungan terhadap preeklamsia.
Pertentangan ini terutama didasarkan pada analogi dengan keadaan tidak hamil
dan pertimbangan fisiologis. Jadi, bersama dengan proteinuria, tekanan darah
meningkat adalah salah satu dari dua gejala utama preeklampsia, dan itu relatif
baik didokumentasikan dari studi di hamil subyek yang meningkatkan tingkat
latihan mengarah pada penurunan risiko hipertensi. Karena faktor-faktor ini
diketahui meningkat pada wanita preeklampsia, tampaknya masuk akal bahwa
peningkatan aktivitas fisik selama kehamilan dapat menyebabkan pengurangan
risiko preeklamsia (Osterdal, 2008).
Menurut Kurniati (2009), stres merupakan faktor resiko terhadap
terjadinya preeklampsia. Stres memicu kejadian preeklampsia melalui beberapa
mekanisme yaitu, Stres akan mengaktifkan hipotalamus, kemudian melepaskan
rantai peristiwa biokimia yang mengakibatkan desakan adrenalin dan non
adrenalin ke dalam sistem, dan setelah itu diikuti oleh hormon kortisol. Apabila
stress dibiarkan berkepanjangan, tubuh tetap dalam keadaan aktif secara
psikologis dengan hormon stress adrenalin dan kortisol yang berlebihan, Naiknya
kortisol akan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh ibu hamil
menjadi rentan terhadap berbagai penyakit dan gangguan seperti, preeklampsia.
Sehingga pada ibu hamil dengan stress dapat cenderung meningkatkan risiko
terjadinya preeklampsia.
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Ibu dengan tingkat pengetahuan
tinggi, lebih mudah memperoleh informasi tentang kesehatan sehingga
pengetahuan ibu tentang kesehatan dirinya meningkat. Ibu yang memiliki
pengetahuan tentang preeklamsia yang tinggi akan segera mengetahui dan
mengatasi masalah kesehatan yang menyertai kehamilannya, sehingga ibu tidak
cemas dalam menghadapi kehamilannya dan segera datang ke petugas kesehatan.
Sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam mengidentifikasi penyulit dalam
kehamilannya. Penyulit tersebut dapat segera ditangani dengan tepat oleh tenaga
kesehatan. Sehingga diharapkan tidak terjadi kematian ibu yang disebabkan
karena preeklamsia (Situmorang dkk, 2016).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Purwokerto
Selatan, angka kematian ibu (AKI) di Kecamatan Purwokerto Selatan dalam
kurun waktu 2014 - 2018 telah terjadi 30 kasus kematian ibu yang disebabkan
oleh preeklamsi. Kasus kematian ibu terbanyak yang disebabkan oleh preeklamsi
yaitu pada tahun 2014 terjadi 10 kasus dan 2018 terjadi 10 kasus. Preeklamsi
merupakan salah satu faktor penyebab kematian ibu dan bayi yang diantaranya
disebabkan faktor aktivitas fisik dan tingkat stess.
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, maka penulis tertarik
mengambil judul “Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dan Tingkat Stress Dengan
Kejadian Preeklamsi Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto
Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah “Adakah hubungan antara aktivitas fisik dan tingkat stress dengan
kejadian preeklamsi pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto
Selatan?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan tingkat stress
dengan kejadian preeklamsi pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwokerto Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklamsi di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan (berdasarkan usia, paritas,
pendidikan, dan pekerjaan)
b. Untuk mengetahui aktivitas fisik pada ibu hamil dengan kejadian
preeklamsi
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Untuk mengetahui tingkat stress pada ibu hamil dengan kejadian
preeklamsi
d. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian preeklamsi
pada ibu hamil
e. Untuk mengetahui hubungan tingkat stress dengan kejadian preeklamsi
pada ibu hamil
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
memperbanyak referensi tentang hubungan antara aktivitas fisik dan tingkat
stress dengan kejadian preeklamsi pada ibu hamil.
2. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan
pengetahuan dan menambah pengalaman dalam menganalisa hasil penelitian.
3. Bagi Responden
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi, menambah
wawasan dan manfaat bagi ibu hamil terutama yang beresiko preeklamsia
tentang aktivitas fisik dan tingkat stress dalam pencegahan terjadinya
komplikasi.
4. Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan penelitian ini menambah informasi dari hasil penelitian
tentang hubungan antara aktivitas fisik dan tingkat stress dengan kejadian
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
preeklamsi pada ibu hamil, sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan
penanggulangan kasus preeklamsia.
E. Penelitian Terkait
1. Osterdal (2008). Penelitian yang berjudul “Does leisure time physical activity
in early pregnancy protect against pre-eclamsia? Prospective cohort in Danish
women”. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian Cohort. 85
orang dari 139 wanita hamil di Danish diambil. Data dikumpulkan dari tahun
1996 sampai 2002. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan olahraga sebanyak 270 menit / minggu dan wanita dengan tingkat
aktivitas fisik sebanyak 420 menit / minggu memiliki OR = 1,78 memiliki
peningkatan resiko preeklamsia.
Perbedaan : metode penelitian, tahun penelitian, tempat penelitian
Persamaan : subjek yaitu ibu hamil dan tentang preeklamsi
2. Khayati (2018). Penelitian yang berjudul “hubungan stress dan pekerjaan
dengan preeklamsia di wilayah kabupaten semarang”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan case control. Sampel penelitian 110 responden. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ibu dengan stress sedang dan ringan
memiliki hubungan terhadap kejadian preeklamsia saat hamil.
Perbedaan : metode penelitian, waktu dan tempat penelitian
Persamaan : sama-sama meneliti tentang kejadian preeklamsi
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3. Rachma (2017). Penelitian yang berjudul “hubungan aktivitas fisik selama
kehamilan dengan kejadian pre-eklamsia pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas 1 Cilongok Kabupaten Banyumas”. Penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian 64 responden. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa ibu dengan aktivitas fisik ringan dan sedang memiliki
hubungan terhadap kejadian preeklamsi saat hamil.
Perbedaan : waktu dan tempat penelitian
Persamaan : sama-sama meneliti tentang kejadian preeklamsi
Hubungan Antara Aktivitas..., PUJI WIJAYANTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019