Upload
dangliem
View
215
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pergeseran paradigma pemasaran jasa menuju pemasaran pengalaman
berimplikasi pada strategi pemasaran dan riset-riset empiris pemasaran. Namun,
kajian tentang konsep pengalaman biasa dan luar biasa relatif terbatas diungkap
dalam studi-studi empiris pemasaran, terutama pada konteks wisata petualangan
alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguji faktor-faktor
yang mempengaruhi dan indikator-indikator pengalaman biasa dan luar biasa pada
konteks wisata petualangan alam kemah dan arung jeram dengan subjek individu
berkelompok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman biasa dan luar biasa
tersebut adalah keselarasan alam, komunitas, pengembangan pembaharuan diri,
kenikmatan hidup, pengalaman baru, motivasi, dan harapan. Sementara, indikator-
indikator pengalaman biasa meliputi kenangan mudah dilupakan, kenyamanan,
kemudahan, dan kedamaian. Indikator pengalaman luar biasa meliputi kenangan
sulit dilupakan, kekaguman, kebahagiaan batin, dan kegairahan. Identifikasi
indikator-indikator pengalaman biasa dan luar biasa dilakukan melalui studi
eksplorasi, sedangkan pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-
indikator pengalaman biasa dan luar biasa wisata petualangan kemah dan arung
jeram menggunakan model pengujian multiple indicator multiple causes
(MIMIC).
2
Dalam penelitian ini telah dilakukan dua studi pendahuluan untuk
menentukan produk wisata petualangan yang memberikan pengalaman biasa dan
luar biasa. Hasil studi pendahuluan pertama menunjukkan bahwa produk wisata
petualangan yang memberikan pengalaman biasa adalah kemah, sedangkan
produk wisata petualangan yang memberikan pengalaman luar biasa adalah arung
jeram. Sementara, studi pendahuluan kedua menghasilkan indikator-indikator
pengalaman biasa dan luar biasa. Bab ini menyajikan latar belakang, isu,
perumusan masalah, pertanyaan, tujuan, dan kontribusi penelitian.
1.1. Latar Belakang
Penelitian tentang pengalaman konsumen merupakan salah satu isu
penting di ranah perilaku konsumen. Paradigma pariwisata telah merubah dan
memperkaya pengalaman konsumen dalam pariwisata. Hoolbrook dan Hirchman
(1982) menjelaskan bahwa kebutuhan individu yang memperhatikan pada
kesenangan dalam mengkonsumsi produk. Kebutuhan ini diasosiasikan dengan
pengalaman konsumsi yang melibatkan perasaan dan kesenangan ketika
mengkonsumsi produk. Sehingga, terjadi pergeseran fokus penelitian dari
utilitarian, yaitu produk atau jasa yang dipandang sebagai fungsi, ke hedonis,
yaitu produk dan jasa dinilai sebagai simbolis.
Sementara, Hirschman (1984) mengungkapkan bahwa pengalaman
meliputi kognitif, sensasi, dan kebaruan. Perpektif pengalaman menjadi fenomena
dengan memfokuskan konsumsi sebagai subyektifitas yang didalamnya terdapat
keberagaman makna simbolik, respon hedonik, dan kriteria aestetik. Selanjutnya,
3
studi Mannell dan Ahola (1987) menjelaskan bahwa pengalaman menjadi bagian
penting dari wisata. Tinjauan tersebut membahas mengenai bagaimana individu
memikirkan dan merasakan pengalaman, kenangan di masa mendatang, dan
kontribusi bagi aktivitas berwisata. Konsep makna simbolis juga diungkap oleh
studi Thompson, William, dan Howard (1989) yang menyatakan bahwa fokus
penelitian pengalaman konsumen telah mengalami pergeseran, yaitu dari
pengolahan informasi produk ke pengalaman menggunakan produk yang bersifat
subjektif meliputi fantasi, kesenangan, kenikmatan, dan simbolis. Peran simbolis
tersebut terlihat dominan pada konteks hiburan, seni, dan wisata.
Dalam kajian penelitian terdahulu (Abraham, 1986; Bruner, 1986; Arnould
dan Price, 1993; LeDoux, 1996; Schmitt,1999; Pine dan Gilmore 1999; Wang
1999; Aho, 2001; Addis dan Holbrook, 2001; MacCannell, 2002; Caru dan Cova,
2003,2007; LaSalle dan Britton, 2003; Prahalad dan Ramaswamy, 2004; Uriely,
2005; Holbrook, 2006; Schouten, McAlexander, dan Koenig, 2007; Verhoef,
Lemon, Parasuraman, Roggeveen, Tsiros, dan Schlesinger, 2009; Ritchie dan
Hudson, 2009) terdapat berbagai pendapat yang membahas mengenai
pengalaman. Abraham (1986) mengungkapkan bahwa pengalaman meliputi biasa
dan luar biasa. Pengalaman biasa menerima aktivitas atau peristiwa secara pasif,
sedangkan, pengalaman luar biasa menerima aktivitas atau peristiwa secara aktif
dengan membentuk interaksi antarindividu. Bruner (1986) menyatakan bahwa
pengalaman biasa hanya dianggap oleh individu sebagai kesadaran, sedangkan
pengalaman luar biasa sebagai aliran yang mempunyai permulaan sesuai dengan
4
subyektifitas diri yang mencerminkan ekspresi. Pengalaman luar biasa
mempunyai makna yang terjadi di waktu sekarang, kenangan di waktu lalu, dan
harapan di waktu mendatang.
Arnould dan Price (1993) mengungkapkan bahwa karakteristik-
karakteristik individu ketika mengkonsumsi pengalaman luar biasa adalah terjadi
interaksi dan kolaborasi partisipasi positif antarindividu, mempunyai rasa saling
berbagi antarindividu tanpa ada individualitas yang tinggi, dan pengalaman
merupakan kesucian yang berasal dari alam. Sementara, LeDoux (1996)
menjelaskan bahwa pengalaman individu mencangkup fungsi dan emosi. Pertama,
fungsi dievaluasi oleh bagian logis dari pikiran. Kedua, emosi melalui individu.
Fungsi dan emosi merupakan bagian dari pengalaman individu dalam mengkaji
proses keputusan pembelian. Sedangkan, Schmitt (1999) menjelaskan bahwa
pengalaman merupakan aktifitas individu yang dilakukan karena adanya stimulus
tertentu dan memperhatikan interaksi antarindividu.
Studi Pine dan Gilmore (1999) mengungkapkan bahwa pengalaman
merupakan peristiwa yang terjadi pada individu yang mempunyai ikatan secara
pribadi. Selanjutnya, Wang (1999) menjelaskan bahwa konsep keaslian
mempunyai hubungan dengan pengalaman. Konsep keaslian meliputi keaslian
obyektif, yaitu keaslian mengacu pada kenyataan aslinya; Keaslian eksistensial,
yaitu keaslian mengacu pada keadaan eksistensial potensi aktifitas wisata; dan
keaslian konstruktif, yaitu keaslian pada obyek penyedia jasa. Studi Aho (2001)
menjelaskan bahwa karakteristik utama dari pengalaman adalah kombinasi
5
proses-proses yang bersifat spontanitas dan sukarela ditujukan untuk memperoleh
pengalaman. Pengalaman mempunyai komponen dominan, misalnya: hiburan,
emosi, pembelajaran, relaksasi, dan berbagai jenis kegiatan. Elemen inti
pengalaman adalah emosional, pembelajaran, praktis, dan transformasi.
Pengalaman menjadi fenomena individu atau antarindividu yang
mempunyai kemampuan melakukan aktifitas berbeda sesuai dengan waktu, uang,
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan identitas sosial untuk memperoleh
pengalaman. Proses pengalaman mempunyai tahapan, sehingga membentuk
pengalaman baru yang terbentuk dari pengalaman sebelumnya. Setiap tahap
melibatkan proses dasar yang mempunyai perbedaan antarindividu. Individu
mempunyai perbedaan dalam kemampuan pribadi, sumber daya untuk
mendapatkan, dan menikmati pengalaman. Sumber daya yang dimaksud adalah
waktu, uang, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan sosial.
Studi Addis dan Holbrook (2001) mengungkapkan bahwa pengalaman
terjadi melalui akal, perasaan, kognitif, identitas sosial, gaya hidup, dan fisik.
Namun, rerangka ini tidak cukup menjelaskan dampak dari konteks pengalaman,
misalnya kelompok sosial yang secara fundamental dapat memengaruhi
pengalaman. Sementara, studi lainnya yang dilakukan oleh MacCannell (2002)
mengungkapkan bahwa keaslian dalam pengalaman dapat berdasarkan bentuk-
bentuk budaya dan perubahan pengalaman wisata.
Selanjutnya, studi Caru dan Cova (2003) menggungkapkan bahwa
pengalaman merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kejadian pribadi
6
yang disertakan dengan emosi ketika mengkonsumsi produk dan jasa. Adanya
definisi pengalaman berdasarkan sosiologi, psikologi, antropologi, etnologi, dan
pemasaran. Menurut pandangan sosiologi dan psikologi, pengalaman adalah
sebuah aktivitas subjektif dan kognitif yang memungkinkan individu untuk
berkembang. Sedangkan, menurut pandangan antropologi dan etnologi,
pengalaman adalah kesadaran individu dalam memperoleh budaya. Berdasarkan
ilmu pemasaran, pengalaman adalah tindakan konsumen sebagai proses kognisi,
afeksi, dan perilaku yang menunjukkan keterlibatan pengalaman masa lalu,
sekarang, dan masa depan.
Pengalaman merupakan rangkaian proses penilaian berdasarkan asumsi
individu yang mempunyai ketersediaan informasi untuk membuat arahan pilihan,
mengevaluasi alternatif, dan menentukan tindakan. Pengalaman merupakan
kejadian-kejadian yang bersifat pribadi, mudah diingat, dan memberikan
kenangan. Konsep pengalaman merupakan elemen kunci dalam memahami
perilaku konsumen dan pemasaran produk jasa. Pengalaman merupakan
serangkaian interaksi penyedia produk jasa untuk berbagai aktifitas individu.
Pengalaman mempunyai beberapa komponen meliputi komponen perasaan,
pikiran, dan tindakan. Komponen perasaan mempunyai hubungan dengan hiburan
dan estetika. Sementara, komponen pikiran mempunyai hubungan dengan
pendidikan. Selanjutnya, komponen tindakan mempunyai hubungan dengan
pelarian diri (Caru dan Cova, 2003).
7
Studi LaSalle dan Britton (2003) menyatakan bahwa pengalaman
merupakan hubungan dari tiga komponen, yaitu kognisi, emosi, dan perilaku.
Ketiga komponen tersebut merupakan faktor utama dalam pembelajaran individu.
Sedangkan, penelitian Prahalad dan Ramaswamy (2004) mengungkapkan bahwa
pengalaman melibatkan antar individu untuk berinteraksi secara aktif menurut
caranya sendiri dengan penyedia jasa wisata petualangan. Peran penyedia jasa
wisata dapat beragam, yaitu mulai dari keterlibatan aktif dalam pengalaman,
antara lain dengan menyediakan konteks dan proses yang membantu pelanggan
menciptakan pengalamannya sendiri. Penyedia jasa wisata petualangan dapat
meningkatkan proses pembelajaran individu dan mengembangkan pengalaman
yang mencangkup kognisi, emosi, dan perilaku. Penyedia jasa wisata petualangan
dapat secara aktif memfasilitasi keterlibatan pelanggan dengan menyediakan
petunjuk-petunjuk, seperti referensi, panduan, dan ritual.
Berdasarkan Uriely (2005) menjelaskan bahwa pemahaman individu
mengenai pengalaman dikembangkan melalui aktifitas keseharian, keragaman
wisata, manfaat memperoleh waktu dalam kehidupan. Sehingga, mempunyai
kesempatan untuk mengubah pengalaman hidup dan memberikan potensi
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Sedangkan, studi Holbrook (2006)
menyatakan bahwa pengalaman berfokus pada proses kognitif yang bersifat
personal bawah sadar dan menunjukkan ketertarikan berpusat pada keinginan
konsumsi yang melibatkan fantasi, kenikmatan, dan perasaan senang. Dengan
8
demikian, segala bentuk konsumsi produk dapat menjadi pengalaman jika dapat
menggali makna simbolis yang bersifat subjektif dari suatu produk.
Menurut Caru dan Cova (2007), empat tahapan pengalaman, yaitu tahapan
sebelum konsumsi, meliputi pencarian, perencanaan, pengkhayalan, dan
pengimajinasian; Tahapan konsumsi, meliputi pemilihan, pembayaran,
pengemasan, dan pelayanan; Tahapan utama, meliputi sensasi, aliran, dan
kepuasan atau ketidakpuasan; Tahapan kenangan, meliputi ingatan berdasarkan
gambar, cerita masa lalu, dan kejadian yang tidak terlupakan. Sedangkan, studi
Schouten et al., (2007) mengemukakan bahwa pengalaman luar biasa dapat
meninggalkan dampak mendalam pada ingatan individu. Pengalaman melibatkan
interaksi langsung maupun interaksi tidak langsung dengan penyedia jasa.
Peranan interaksi menjadi penting bagi pengalaman individu mencapai
pengalaman luar biasa.
Penelitian Verhoef et al., (2009) menyatakan bahwa fenomena
pengalaman mulai banyak diminati untuk diteliti oleh akademisi dan praktisi.
Pengalaman telah dikaji dari beragam perspektif, yaitu sosial, layanan, merek, dan
pelanggan. Pengalaman berasal dari satu set interaksi antara pelanggan, produk,
perusahaan. Pengalaman ini bersifat pribadi yang melibatkan rasional, emosional,
sensorik, fisik, dan spiritual. Pengalaman mempunyai kontak langsung yang
terjadi dalam proses pembelian, penggunaan, dan layanan. Ragam konsep
pengalaman terbagi dalam tiga kategori, yaitu isi, proses, dan praktik konsep
pengalaman. Isi merangkum aliran literatur yang menjelaskan ragam konsep
9
pengalaman. Proses menjelaskan ragam perspektif tentang bagaimana pengalaman
terjadi dan mempunyai peran untuk melakukan interaksi dengan konsumen.
Sedangkan, praktik konsep pengalaman menjelaskan praktik-praktik pengalaman
konsumen dan literatur manajemen. Pengalaman terbentuk secara langsung dari
rutinitas keseharian tanpa adanya persiapan yang eksplisit, namun individu akan
menghargai aktivitas yang terjadi secara spontan.
Ritchie dan Hudson (2009) menyatakan bahwa pengalaman adalah
evaluasi subjektif dari individu pada kejadian yang berhubungan dengan aktifitas
sebelum, selama, dan setelah melakukan wisata yang hasil akhirnya memberikan
kenangan yang sulit dilupakan atau mudah dilupakan. Pengalaman memfokuskan
pada perilaku eksplorasi, yaitu mengeksplorasi arti simbolik dan karakteristik
subjektif seperti kesenangan, pergaulan, dan fantasi. Produk-produk yang
ditawarkan memberikan peran simbolik seperti wisata dan hiburan. Secara
teoretis, produk-produk pengalaman merupakan produk yang membutuhkan
tingkat ketertarikan lebih dari konsumen. Properti stimulus berupa atribut-atribut
produk atau stimuli verbal tidak lagi menjadi suatu dasar bagi konsumen untuk
memilihnya.
Pengalaman harus memiliki lima elemen, yakni akal, rasa, pikiran,
tindakan, dan hubungan. Akal mengacu pada bagaimana kesan keseluruhan. Rasa
lebih pada bagaimana setiap individu menghasilkan emosi. Pikiran mengacu pada
usaha seberapa jauh individu dilibatkan secara kognitif. Ketiga elemen biasanya
berhubungan dengan elemen yang sifatnya individu. Tindakan dan hubungan
10
terdapat pada komunitas dan gaya hidup individu, tindakan mengarah pada
seberapa jauh pengalaman membantu individu menjadikan sebagai kebiasaan.
Sedangkan, hubungan mengarah pada bagaimana pengalaman menghubungkan
antar individu dalam komunitas sehingga terjadi keterikatan. Produk-produk yang
menggunakan karakteristik menjadi pilihan tersendiri (Ritchie dan Hudson, 2009).
Berdasarkan penjelasan ragam perspektif pengalaman di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep pengalaman berakar pada berbagai disiplin ilmu.
Walaupun minat pada isu pengalaman mulai meningkat, namun perkembangan
konsep ini secara teoretis dan empiris terbatas pada masing-masing perspektif.
Oleh karena itu, pengembangan konsep pengalaman pada konteks wisata
petualangan merupakan upaya untuk meningkatkan kontribusi teoretis dan empiris
dari disiplin ilmu manajemen pemasaran. Studi empiris yang mengonfirmasi
konsep pengalaman tersebut masih relatif terbatas dalam bidang perilaku
konsumen selama tiga dekade terakhir.
Studi-studi empiris terdahulu tentang pengalaman tersebut hanya berfokus
pada pengujian konsep pengalaman luar biasa dan menghasilkan ragam faktor-
faktor yang mempengaruhi pengalaman luar biasa. Keterbatasan dan fragmentasi
studi-studi empiris terdahulu yang mengkaji konsep pengalaman, khususnya
konsep pengalaman biasa dan luar biasa di ranah perilaku konsumen menjadi
peluang untuk mengkaji kembali konteks wisata petualangan alam.
11
Ragam kajian mengenai definisi pengalaman berdasarkan penelitian
terdahulu dapat dijelaskan dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Definisi Pengalaman
Peneliti dan Tahun Definisi Pengalaman
Cohen (1979) Hubungan individu pada perasaan dan
lingkungannya
Turner (1986) Peristiwa-peristiwa yang diterima oleh individu
melalui kesadaran
Abraham (1986) Perilaku yang dipelajari dan diinterpretasikan
secara kultural sehingga dipahami individu lainnya
Carbone dan Haeckel (1994) Persepsi individu ketika melakukan pengolahan
informasi
Beeho dan Prentice (1997) Perilaku individu melakukan konsumsi tertentu
Otto dan Ritchie
(1996)
Kondisi mental subjektif yang dirasakan individu
Pine dan Gilmore
(1999)
Peristiwa yang melibatkan perilaku individu
Oh, Fiore, dan Jeoung (2007) Perilaku konsumsi individu yang menyenangkan,
menarik, dan mengesankan
Hanefors dan Mossberg (2003) Perilaku individu dalam aktivitas konsumsi
Verhoef, Parasuraman,
Roggeveen, Tsiros, dan
Schlesinger (2009)
Bersifat menyeluruh, dan melibatkan tanggapan
kognitif, afektif, emosi, sosial, dan fisik pelanggan
pada perusahaan.
Poulson dan Kale
(2004)
Perilaku penciptaan bersama yang melibatkan
penyedia jasa dan konsumen sehingga dapat
menjadi kenangan
Larsen (2007) Penilaian masa lalu yang terkait dengan perilaku
masa kini dan mempunyai kenangan jangka
panjang.
Mossberg (2007) Aliran pikiran dan perasaan yang konstan yang
terjadi melalui kesadaran
Pengalaman umumnya dihubungkan dengan pengalaman biasa dan
pengalaman luar biasa. Penelitian ini mengeksplorasi pengalaman biasa dan luar
biasa sebagai studi yang terbatas dalam literatur penelitian sebelumnya. Dalam
penelitian sebelumnya, pengalaman mempunyai beberapa definisi. Berdasarkan
12
ilmu filsafat, pengalaman berasal dari individu dan tidak universal artinya masing-
masing individu dapat merasakan melalui generalisasi fakta objektif. Berdasarkan
ilmu antropologi dan ilmu etnologi, pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan
setiap individu karena merupakan artikulasi, formulasi, dan representasi individu.
Pengalaman adalah sesuatu yang tunggal dan terjadi pada individu. Pengalaman
adalah jalan kehidupan masing-masing individu melalui budaya, artinya
bagaimana peristiwa diterima oleh kesadaran diri. Berdasarkan ilmu sosiologi dan
ilmu psikologi, pengalaman adalah kegiatan subjektif dan kognitif yang
memungkinkan individu untuk pengembangan diri. Pengalaman adalah kejadian
tunggal yang terjadi pada individu melalui kesadaran untuk mengembangkan diri.
Pengalaman mempunyai beberapa definisi berdasarkan kamus bahasa
inggris. Berdasarkan kamus bahasa inggris Longman of Contemporary (1987),
pengalaman adalah pengetahuan dalam aktifitas dan mempunyai dampak pada
pikiran dan perasaan. American Heritage (2000) pengalaman adalah pengertian
dari peristiwa atau aktivitas yang mendorong ke arah akumulasi pengetahuan atau
ketrampilan. The Cambridge Advanced Learner’s (2008) menyatakan pengalaman
merupakan proses mendapatkan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh
dari melakukan, melihat atau merasakan sesuatu. Menurut Oxfort (2008)
pengalaman berhubungan dengan pemahaman yang diperoleh dari kejadian
sehingga meninggalkan kenangan.
Menurut Holbrook dan Hirschman (1982), pengalaman merupakan
aktifitas individu yang membentuk emosi akibat dari interaksi melalui rangsangan
13
produk atau jasa yang dikonsumsi. Individu yang memperoleh pengalaman
mempunyai fantasi, emosi, simbolis, kenyamanan, keamanan, keterlibatan,
kontrol, pengakuan, dan subyektifitas dalam mengolah informasi. Selanjutnya,
Pine dan Gilmore (1999) menyatakan bahwa pengalaman dapat dibedakan
berdasarkan aspek pembelajaran, aspek pelarian, aspek hiburan, dan aspek
estetika. Aspek pembelajaran dan aspek pelarian memerlukan partisipasi aktif dari
individu karena memainkan bagian penting dalam pengalaman. Aspek hiburan
dan aspek estetika tidak memerlukan partisipasi aktif karena tidak mempengaruhi
hasil pengalaman. Individu memperoleh pengalaman melalui proses pembelajaran
dari pengalaman masa lampau dan saat melakukan pengalaman (Ryan, 2000).
Menurut Aho (2001), pengalaman terdiri dari faktor fisik, faktor mental,
dan faktor sosial. Faktor fisik meliputi kenyamanan dan keamanan. Faktor mental
meliputi makna, koneksi dan konotasi. Faktor sosial meliputi status dan kontak
sosial. Komponen pengalaman meliputi komponen perasaan, komponen pikiran
dan komponen tindakan. Komponen perasaan mempunyai hubungan dengan
hiburan, komponen pikiran mempunyai hubungan dengan pendidikan dan
komponen tindakan berhubungan dengan pelarian diri (Caru dan Cova, 2003).
Menurut Schmitt (1999), komponen utama pengalaman adalah perasaan individu
yang terjadi sebagai tanggapan rangsangan. Individu memperoleh pengalaman
melalui partisipasi atau pengamatan langsung dengan melibatkan diri pada
aktifitas. Keterlibatan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor pribadi meliputi
rasional, emosional, sensorik, fisik, dan spiritual (Mossberg, 2007).
14
Dalam penelitian sebelumnya (Arnould dan Price, 1993; Celsi, Randall
dan Thomas, 1993; Abraham, 1986; Caru dan Cova, 2003) menyatakan
pengalaman luar biasa dan pengalaman biasa mempunyai perbedaan yaitu.
Pertama, pengalaman luar biasa terjadi akibat intensitas emosi yang dirasakan
oleh individu meningkat. Peningkatan emosi terjadi karena individu melakukan
aktifitas yang tidak biasa, spontanitas dan mempunyai ekspektasi yang tidak jelas.
Pengalaman biasa tidak terdapat spontanitas dan keaslian karena mempunyai
karakteristik umum dan mudah dilupakan. Intensitas rendah pada aktifitas
keseharian mempunyai signifikansi yang rendah dan dapat terlupakan.
Pengalaman biasa mempunyai karakteristik meliputi kebutuhan rutinitas atau
aktifitas keseharian (Abraham, 1986; Bruner, 1986).
Kedua, perbedaan pada tingkatan penyerapan aliran dalam melakukan
pengalaman. Individu memperoleh pengalaman luar biasa bila merasakan aliran
maksimal. Individu menyerap aliran ketika kemampuan dan tantangan pada
tingkat yang maksimal sehingga mendapatkan kenikmatan dan mempunyai
kenangan yang tidak terlupakan (Arnould, Price, dan Zinkhan, 2002). Pengalaman
biasa merupakan pengalaman yang hanya sedikit menyerap aliran sehingga tidak
dapat atau hanya sedikit atau bahkan tidak memperoleh kenangan (Caru dan
Cova, 2003). Ketiga, pengalaman luar biasa mempunyai keunikan dan aktif
menerima aktifitas (Celsi, Rose, dan Leigh, 1993; Arnould dan Price, 1993;
Arnould, Price dan Zinkhan, 2002; Farber dan Hall, 2007). Pada pengalaman
15
biasa mempunyai ketenangan dan kenyamanan dan pasif menerima aktifitas
(Abrahams, 1986; Bruner, 1986; Caru dan Cova, 2003).
Salah satu tantangan utama bagi pemasaran jasa untuk mengembangkan
penelitian pengalaman individu adalah mengeksplorasi dan membuat penelitian
pengalaman dengan cara empiris. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
menyajikan dukungan empiris tentang pengalaman pada konteks wisata
petualangan, terutama pengukur-pengukur konstruk pengalaman biasa dan luar
biasa. Pengalaman wisata merupakan fenomena individu atau kelompok. Namun,
dukungan pengujian empiris tentang konsep pengalaman relatif terbatas. Oleh
karena itu, terdapat urgensi untuk mengkaji konsep pengalaman pada konteks
wisata petualangan.
Isu sentral penelitian pengalaman adalah apakah ada perbedaan
pengalaman biasa dan luar biasa (Abraham, 1986; Bruner, 1986). Penelitian untuk
memahami pengalaman biasa dan luar biasa merupakan penelitian yang penting
untuk penelitian selanjutnya (Verhoef et al., 2009). Penelitian sebelumnya yang
diawali oleh Abraham (1986); Bruner (1986), telah menjelaskan pengalaman
biasa dan luar biasa namun tidak melakukan kajian empiris mengenai pengalaman
biasa dan luar biasa. Selanjutnya, beberapa peneliti melakukan kajian empiris
mengenai pengalaman luar biasa (Arnould dan Price, 1993; Celsi, Randall, dan
Thomas, 1993; Lee dan Crompton, 1992; Dunman dan Mattila, 2005; Fluker dan
Turner, 2000).
16
Secara umum, studi-studi tentang pengalaman dapat dikategorikan
pengalaman biasa dan luar biasa. Meskipun kedua konsep pengalaman biasa dan
luar biasa bersumber dari konsep yang sama, yaitu pengalaman, namun studi
kedua konsep tersebut berkembang secara parsial dan pengalaman biasa diungkap
secara terbatas. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi dan indikator-indikator pengalaman biasa dan luar biasa wisata
petualangan.
Studi terdahulu yang dilakukan oleh Abraham (1986) menjelaskan bahwa
pengalaman mempunyai makna yang dapat diterapkan dalam keseharian masing-
masing individu. Pengalaman terbentuk secara langsung dari perjalanan hidup
keseharian individu secara spontanitas atau tanpa adanya persiapan yang eksplisit.
Pengalaman meliputi pengalaman biasa dan luar biasa. Pengalaman biasa
diperoleh dari aktivitas individu keseharian atau rutinitas pada umumnya,
sehingga, aktifitas dilakukan secara pasif, sedangkan pengalaman luar biasa
diperoleh dari interaksi antarindividu yang mengikat kebersamaan ketika
melakukan aktivitas secara aktif, mempunyai aliran, dan memberikan kenangan.
Abrahams (1986) menegaskan bahwa pengalaman luar biasa terjadi secara
langsung dari rutinitas keseharian, dengan sedikit atau tanpa persiapan eksplisit,
perencanaan, dan pemenuhan harapan. Pengalaman merupakan konsep dasar pada
bidang keilmuan, khususnya sosiologi dan antropologi. Pengalaman memberikan
kebersamaan dalam keseharian, melalui tindakan dapat menafsirkan pengalaman
yang terjadi pada masing-masing individu atau antarindividu. Selanjutnya, Turner
17
(1986) menyatakan bahwa pengalaman biasa diperoleh individu tanpa adanya
aliran dan respon emosi yang rendah, sedangkan pengalaman luar biasa diperoleh
individu secara khusus, adanya penyerapan aliran dan respon emosi melebihi
pengalaman biasa.
Studi Abraham (1986) dan Turner (1986) menjadi inspirasi bagi peneliti
lainnya (Martin dan Priest, 1986; Fluker dan Turner, 2000; Millington, Locke, dan
Locke, 2001; Sussman dan Adam, 2012; Ratner, Barbara, dan Daniel, 1999) untuk
mengkaji perbedaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman biasa dan
luar biasa. Berdasarkan penelitian sebelumnya, terdapat pandangan yang
mendukung dan berbeda mengenai pengalaman biasa dan luar biasa.
Menurut Martin dan Priest (1986), individu tidak membutuhkan
pengalaman sebelumnya, kesempatan bersosilisasi dalam lingkungan, dan hanya
risiko fisik yang sedikit, ketika memperoleh pengalaman biasa wisata petualangan
Sedangkan, pengalaman luar biasa wisata petualangan membutuhkan komitmen,
keahlian menghadapi tantangan, dan risiko yang melebihi pengalaman biasa.
Sementara, Fluker dan Turner (2000), mengungkapkan bahwa individu akan
memperoleh pengalaman biasa bila individu hanya mencari kenyamanan dan
risiko fisik yang rendah. Pengalaman luar biasa identik dengan individu yang
mempunyai kesehatan fisik, mental, pengalaman, dan keahlian untuk mengatasi
risiko. Individu mempunyai motivasi dan harapan yang akan memengaruhi
pengalaman luar biasa.
18
Selanjutnya, Millington, Locke, dan Locke (2001) menyatakan bahwa
individu memperoleh pengalaman biasa wisata petualangan melakukan tanpa
tuntutan fisik yang berlebihan. Sedangkan, pengalaman luar biasa wisata
petualangan berhubungan dengan tingkat resiko yang tinggi, dimana individu
harus mempunyai fisik dan mental untuk berpartisipasi aktif. Hasil penelitian
terdahulu mengenai perbedaan pengalaman biasa dan luar biasa ditunjukkan pada
Tabel 1.2. berikut ini
Tabel 1.2. Perbedaan Pengalaman Biasa dan Luar Biasa
Peneliti Pengalaman Biasa Pengalaman Luar Biasa
Abraham (1986) Umum Khusus
Turner (1986) Pasif Aktif
Martin dan Priest (1986) -Tidak membutuhkan aliran
dan pengalaman sebelumnya
-Motivasi oleh diri sendiri
- Risiko fisik yang sedikit
-Menawarkan kenyamanan
-Membutuhkan
komitmen
-Keahlian menghadapi
tantangan dan risiko
lebih besar
Priest (1992) -Kenyamanan beraktivitas,
-Menghindari risiko,
-Tantangan yang rendah,
-Tanpa tuntutan fisik yang
berlebihan
-Keterampilan pribadi,
-Tantangan situasional,
-Berisiko tinggi
Ratner, Barbara, dan Daniel,
(1999)
-Aliran tidak berpengaruh
-Tidak memberikan kontribusi
pada hasil pengalaman
-Aliran berpengaruh
-Berkontribusi pada
evaluasi hasil
pengalaman
Fluker dan Turner (2000) -Kenyamanan
-Risiko fisik yang rendah
-Kesehatan fisik
-Keahlian untuk
mengatasi risiko yang
tinggi
Millington, Locke, dan
Locke (2001)
-Tanpa tuntutan fisik yang
berlebihan
-Partisipasi pasif
-Tingkat resiko yang
tinggi
- Partisipasi aktif
Sussman dan Adam (2012) -Dilakukan dengan intensitas
tinggi
-Menjadi rutinitas
-Dilakukan dengan
intensitas rendah
-Melampaui ranah
kehidupan sehari-hari
19
Menurut Sussman dan Adam (2012), pengalaman biasa dilakukan oleh
individu sebagai rutinitas kehidupan sehari-hari, karena dilakukan dengan
intensitas yang tinggi dan kemudahan untuk melakukan. Sedangkan, pengalaman
luar biasa jarang dilakukan dan melampaui ranah kehidupan keseharian individu.
Perbedaan pengalaman biasa dan luar biasa tidak disebabkan superioritas dari
pengalaman luar biasa yang melekat, meskipun definisi pengalaman luar biasa
yang dikemukakan oleh LaSalle dan Britton, (2003); Zauberman, Rebecca, dan
Kim, (2009) menyatakan bahwa pengalaman luar biasa mempunyai keunggulan
dibandingkan pengalaman biasa karena mempunyai kekhususan. Perbedaan
lainnya dari pengalaman biasa dan luar biasa yaitu, menenangkan dibandingkan
menarik (Arnould, Price, dan Otnes, 1999), tertentu dibandingkan berisiko
(Ratner, Barbara, dan Daniel, 1999), umum dibandingkan khusus (Caprariello dan
Harry, 2012), dan kesenangan dibandingkan nostalgia (Wildschut, Constantine,
Jamie, dan Clay, 2006). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya,
yaitu penelitian ini menjelaskan pengalaman biasa dan luar biasa wisata
petualangan yang dilakukan individu secara berkelompok melalui studi eksplorasi
dan identifikasi yang belum pernah dilakukan oleh penelitian terdahulu. Proses
identifikasi dan menguji secara simultan seluruh konstruk yang teridentifikasi
sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-indikator pengalaman
biasa dan luar biasa pada wisata petualangan diharapkan dapat mengembangkan
ukuran-ukuran yang lebih valid dan dapat menjelaskan konstruk dengan baik.
20
Wisata petualangan menjadi sektor yang berkembang pesat dari industri
pariwisata. Perkembangan ini disebabkan keinginan kalangan individu untuk
melakukan liburan yang tidak biasa dan terjadi peningkatan peluang yang tersedia
sebagai akibat perkembangan komersialisasi industri wisata. Kajian wisata
petualangan mempunyai dampak positif bagi individu untuk memperoleh
pengalaman luar biasa (Arnould dan Price, 1993), proses penemuan diri dan
wawasan (Beedie, 2003), pelarian diri dari rutinitas keseharian dengan melakukan
petualangan berisiko tinggi, mengembangkan keterampilan, melakukan
pengawasan diri atas risiko, kebebasan, dan mengatasi tantangan (Ewert dan
Hollenhorst, 1994).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, pengalaman dalam wisata
petualangan mempunyai karakteristik yaitu memfokuskan pada alam sebagai
objek atau tempat petualangan (Arnould dan Price, 1993; Celsi, Rose dan Leigh,
1993), memfokuskan pada pengaruh emosi (Bigne, Mattila, dan Andreu, 2008),
memfokuskan pada risiko (Ewert dan Hollenhorst, 1994), memfokuskan pada
konsekuensi dari petualangan (Hattie, Marsh, Neill dan Richards, 1997),
Memfokuskan pada suasana hati (Hull dan Michael, 1995), dan memfokuskan
pada kompleksitas variabilitas (Ryan, 2000; Aho, 2001; Caru dan Cova, 2003).
Perbandingan penelitian-penelitian terdahulu mengenai perbedaan pengalaman
biasa dan luar biasa wisata petualangan dijelaskan pada Tabel 1.3 di bawah ini.
21
Tabel 1.3. Perbandingan Penelitan Sebelumnya
Peneliti Konteks Produk
Arnould dan Price
(1993)
Keselarasan alam, komunitas,
dan pengembangan
pembaharuan diri pada
aktifitas wisata petualangan
Wisata petualangan
arung jeram
Celsi, Randall, dan
Thomas (1993)
Kenikmatan dan
pengembangan diri pada
aktifitas wisata petualangan
Wisata petualangan
paralayang
Lee, Dattilo, dan
Howard (1994)
Komunitas dan keselarasan
alam, pada aktifitas wisata
petualangan
Wisata petualangan kapal pesiar
Farber dan Hall
(2007)
Pengembangan diri pada
aktifitas wisata petualangan
Wisata petualangan pendakian
gunung
Carothers, Vaske,
dan Donnelly
(2001)
Konflik pada aktifitas wisata
petualangan
Wisata petualangan sepeda
gunung
Nathanson, Haynes,
dan Galanis (2002)
Cedera pada aktifitas wisata
petualangan
Wisata petualangan selancar
Bentley, Page, dan
Laird (2003)
Kecelakaan pada aktifitas
wisata petualangan
Wisata petualangan berkuda
Ewert dan Jamieson
(2003)
Tingkat partisipasi pada
aktifitas wisata petualangan
Wisata petualangan sepeda
gunung
Thapa dan Graefe
(2003)
Tingkat kemampuan dan
konflik pada aktifitas wisata
petualangan
Wisata petualangan ski
Bourdeau,
Corneloup, dan
Mao (2002)
Tantangan pada aktifitas
wisata petualangan
Wisata petualangan pendakian
gunung
Fave, Bassi, dan
Massimini (2003)
Kualitas pengalaman dan
persepsi risiko pada aktifitas
wisata petualangan
Wisata petualangan panjat tebing
Setiawan (2016) Keselarasan alam, komunitas,
pengembangan pembaharuan
diri, kenikmatan hidup,
pengalaman baru, motivasi,
dan harapan
Wisata petualangan kemah dan
arung jeram
22
Beberapa studi terdahulu (Swarbrooke, Beard, Leckie, dan Pomfret, 2003;
Page, Bentley, dan Walker, 2005; Jennings dan Weiler, 2005; Williams dan
Soutar, 2009) mendukung wisata petualangan sebagai salah satu produk yang
dapat memberikan manfaat positif bagi pengalaman luar biasa. Studi Swarbrooke
et al., (2003) mengungkapkan bahwa individu yang melakukan wisata
petualangan memperoleh pengembangan diri ketika melibatkan fisik dan mental
untuk mengatasi tantangan sehingga dapat mengatasinya. Tingkat intelektual,
fisik, risiko, emosional, dan tantangan bervariasi antar individu, namun tujuan
untuk setiap individu adalah untuk mendorong batas-batas pribadi dan menyerap
pengalaman-pengalaman sehingga memperoleh kesempatan untuk kesenangan,
belajar, dan pengembangan diri.
Selanjutnya, Page et al., (2005) menjelaskan bahwa wisata petualangan
dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara komersial dengan
melibatkan kombinasi petualangan dan kegembiraan dari kegiatan petualangan
dengan risiko tinggi dan rendah. Kegiatan berisiko tinggi yang terkait dengan
wisata petualangan tidak diakui sebagai risiko tinggi oleh para individu karena
mencari risiko merupakan kombinasi ketakutan, kegembiraan, sensasi, dan bagian
dari pengalaman.
Studi Jennings dan Weiler (2005) mengungkapkan individu lebih memilih
melakukan wisata petualangan di tempat yang tidak lazim, eksotis, dan terpencil.
Sehingga dapat melakukan wisata petualangan dengan aktifitas fisik yang memicu
adrenalin untuk memperoleh pengalaman baru dan menjauhkan diri dari rutinitas
23
keseharian. Sedangkan, Williams dan Soutar (2009) menyatakan wisata
petualangan sebagai sarana individu melakukan spontanitas untuk memperoleh
tantangan dan dapat memfasilitasi hubungan antara penyedia jasa, individu, dan
lingkungan alam.
Penelitian terdahulu yang menyatakan pandangan berbeda dilakukan oleh
Weber, (2001); Millington et al., (2001); Beedie, (2003). Studi yang dilakukan
Weber (2001) menyatakan bahwa wisata petualangan sebagai aktivitas yang
dilakukan oleh individu untuk mencari risiko dan memperoleh hasil yang tidak
pasti. Wisata petualangan bukanlah aktivitas ringan, sehingga diharuskan
mempunyai keterampilan dan kompetensi untuk mengatasi risiko. Sementara,
studi Millington et al., (2001) menjelaskan bahwa wisata petualangan merupakan
aktivitas waktu luang yang terjadi di luar ruangan dan mempunyai tingkat
aktivitas yang tinggi untuk mencari tantangan.
Beberapa studi terdahulu (Hardy, Ogunmokun, dan Winter, 2005; Gibson,
2005; Priest, 1992) mengungkapkan bahwa wisata petualangan juga memberikan
manfaat bagi individu untuk memperoleh pengalaman biasa. Menurut Hardy et
al., (2005), individu melakukan wisata petualangan untuk memperoleh aktifitas
fisik yang lebih ringan, kesejukan alam, interaksi dengan individu lainnya, keluar
dari kehidupan perkotaan, dan melepaskan diri dari rutinitas keseharian.
Selanjutnya, Priest (1992) mengungkapkan bahwa ketika melakukan wisata
petualangan, individu menunjukkan kemampuan untuk mengendalikan aktivitas
dan tantangan. Namun, individu yang melakukan wisata petualangan untuk
24
kenyamanan beraktivitas, menghindari risiko, tantangan yang rendah, dan tanpa
tuntutan fisik cenderung memperoleh pengalaman biasa.
Berdasarkan ragam studi-studi yang telah dijelaskan maka dapat
disimpulkan bahwa wisata petualangan dapat menjadi objek individu memperoleh
pengalaman biasa dan luar biasa. Menurut studi-studi sebelumnya menjelaskan
bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman biasa dan luar biasa
pada konteks wisata petualangan. Ragam faktor yang mempengaruhi tersebut
mengindikasikan peluang untuk mengeksplorasi dan menguji lebih lanjut konsep
pengalaman biasa dan luar biasa pada konteks wisata petualangan.
Studi ini mengidentifikasi konsep pengalaman biasa dan luar biasa pada
konteks wisata petualangan, yaitu kemah dan arung jeram. Pemilihan kedua
konteks penelitian tersebut disebabkan kedua jenis wisata petualangan alam
tersebut memiliki kombinasi karakteristik yang sesuai dengan pengalaman biasa
dan luar biasa. Dengan adanya kombinasi karakteristik pengalaman pada kedua
jenis wisata petualangan alam tersebut diharapkan proses identifikasi dan
pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-indikator pengalaman
biasa dan luar biasa dapat dikaji secara tepat.
Selain itu, secara praktis, wisata petualangan kemah dan arung jeram
merupakan salah satu industri jasa yang pertumbuhannya cukup tinggi dan
menjadi salah satu tren hidup masyarakat perkotaan dalam menghadapi
kompleksitas kehidupan perkotaan. Pertumbuhan industri wisata petualangan
kemah mengalami perkembangan yang ditandai dengan munculnya wisata
25
petualangan kemah dengan pelayanan khusus menyerupai layanan hotel
berbintang. Demikian halnya, wisata petualangan arung jeram mengalami
pertambahan di tiap daerah.
Peningkatan tren pertumbuhan industri wisata petualangan kemah dan
arung jeram tersebut merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji.
Pengidentifikasian dan pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-
indikator pengalaman biasa dan luar biasa dapat menyajikan penjelasan ilmiah
yang sahih kepada para penyedia jasa layanan wisata petualangan kemah dan
arung jeram dalam memahami konsep pengalaman biasa dan luar biasa.
Pemahaman tersebut mengarahkan fokus penyedia jasa layanan wisata
petualangan pada segmentasi pasar dan pengembangan jasa produk-produk
layanan yang tepat dalam menciptakan pengalaman yang sesuai dengan keinginan
konsumen.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Studi ini memfokuskan pada pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi
dan mengidentifikasi ukuran-ukuran yang valid dan reliabel melalui pengujian
secara simultan dengan menggabungkan pengalaman biasa dan luar biasa.
Pertanyaan penelitian ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dan
indikator-indikator pengalaman biasa dan luar biasa wisata petualangan, sehingga
dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan pengalaman biasa dan luar biasa.
Hal itu disebabkan kedua konsep tersebut berperan penting dalam pengembangan
26
perilaku konsumen pada konteks wisata petualangan. Selain itu, dukungan studi
empiris kedua konsep pengalaman biasa dan luar biasa relatif masih terbatas.
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan penjelasan yang lebih
komprehensif tentang pengalaman biasa dan luar biasa wisata petualangan yang
dilakukan individu secara berkelompok melalui studi eksplorasi yang belum
pernah dilakukan oleh penelitian terdahulu. Proses identifikasi ini diharapkan
dapat mengembangkan ukuran-ukuran yang lebih valid dan dapat menjelaskan
konstruk dengan baik. Studi ini juga menguji secara simultan seluruh konstruk
yang teridentifikasi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-
indikator pengalaman biasa dan luar biasa pada wisata petualangan. Adapun
pertanyaan-pertanyaaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini sebagai berikut.
a. Apakah keselarasan alam mempengaruhi positif pengalaman biasa dan
luar biasa?
b. Apakah komunitas mempengaruhi positif pengalaman biasa dan luar
biasa?
c. Apakah pengembangan pembaharuan diri mempengaruhi positif
pengalaman biasa dan luar biasa?
d. Apakah kenikmatan hidup mempengaruhi positif pengalaman biasa
dan luar biasa?
e. Apakah pengalaman baru mempengaruhi positif pengalaman biasa dan
luar biasa?
27
f. Apakah motivasi mempengaruhi positif pengalaman biasa dan luar
biasa?
g. Apakah harapan mempengaruhi positif pengalaman biasa dan luar
biasa?
h. Apakah kenangan mudah dilupakan, kenyamanan, kemudahan, dan
kedamaian merupakan indikator pengalaman biasa?
i. Apakah kenangan sulit dilupakan, kekaguman, kebahagiaan batin, dan
kegairahan merupakan indikator pengalaman luar biasa?
1.3. Motivasi Penelitian
Studi ini penting untuk dilakukan karena terbatasnya atau masih sedikitnya
penelitian yang menguji pengalaman biasa. Penelitian terdahulu sebagian besar
memfokuskan pada pengalaman luar biasa. Studi ini menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi pengalaman biasa dan luar biasa pada wisata petualangan meliputi
keselarasan alam, komunitas, pengembangan pembaharuan diri, kenikmatan
hidup, pengalaman baru, motivasi, dan harapan. Studi ini juga mengindentifikasi
indikator-indikator pengalaman biasa yang belum pernah dilakukan pada
penelitian terdahulu meliputi kenangan mudah dilupakan, kenyamanan,
kemudahan, dan kedamaian. Sedangkan indikator-indikator pengalaman luar
biasa meliputi kenangan sulit dilupakan, kekaguman, kebahagiaan batin, dan
kegairahan.
Penelitian ini diharapkan lebih integratif daripada model-model konseptual
dan empiris studi terdahulu yang masih terbatas. Selain itu, pengujian faktor-
28
faktor yang mempengaruhi dan indikator-indikator pengalaman biasa dan luar
biasa diharapkan akan menambah referensi akademik tentang model-model
penelitian pada wisata petualangan, khususnya pada konteks pengalaman biasa.
Selain itu, pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-indikator
pengalaman biasa dan luar biasa pada wisata petualangan melalui pengujian
simultan yang menggabungkan pengalaman biasa dan luar biasa. Sehingga,
diharapkan dapat menghasilkan model empiris dengan pengukur-pengukur yang
valid, reliabel, dan dapat direplikasi oleh studi-studi empiris selanjutnya.
Pengembangan dan pengujian secara integratif model empiris yang mencakup
faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-indikator pengalaman biasa dan
luar biasa memberi sudut pandang ilmiah yang lebih komprehensif tentang
fenomena wisata petualangan yang dilakukan individu secara berkelompok.
1.4. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan
menguji model pengalaman biasa dan luar biasa, yaitu individu yang melakukan
wisata petualangan secara berkelompok. Model penelitian mencakup faktor-faktor
yang mempengaruhi pengalaman biasa dan luar biasa serta indikator-indikator
pengalaman biasa dan luar biasa. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk
menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman biasa dan luar biasa yang
meliputi keselarasan alam, komunitas, pengembangan pembaharuan diri,
pengalaman baru, kenikmatan hidup, motivasi, dan harapan.
29
Berdasarkan studi ini terindentifikasi indikator-indikator pengalaman
biasa, meliputi kenangan mudah dilupakan, kenyamanan, kemudahan, dan
kedamaian, sedangkan indikator-indikator pengalaman luar biasa meliputi
kenangan sulit dilupakan, kekaguman, kebahagiaan batin, dan kegairahan.
Pengujian empiris diharapkan dapat menghasilkan sebuah model faktor-faktor
yang memengaruhi dan indikator-indikator pengalaman biasa dan luar biasa yang
integratif tentang perilaku individu secara berkelompok pada wisata petualangan.
1.5. Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji model pengalaman biasa dan luar biasa
yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-indikator
pengalaman biasa dan luar biasa wisata petualangan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengalaman biasa dan luar biasa meliputi keselarasan alam,
komunitas, pengembangan pembaharuan diri, kenikmatan hidup, pengalaman
baru, motivasi, dan harapan. Adapun indikator-indikator pengalaman biasa
meliputi kenangan mudah dilupakan, kenyamanan, kemudahan, dan kedamaian.
Sedangkan indikator-indikator pengalaman luar biasa meliputi kenangan sulit
dilupakan, kekaguman, kebahagiaan batin, dan kegairahan.
Subjek penelitian adalah individu pelaku wisata petualangan di Provinsi
Bali. Provinsi Bali sebagai tempat wisata petualangan karena memiliki daya tarik
luar biasa dengan keindahan alam yang unik. Keanekaragaman produk wisata
petualangan yang telah tersedia juga menjadi daya tarik tersendiri bagi individu
yang melakukan wisata petualangan sehingga sangat menarik untuk dieksplorasi.
30
Pemilihan subjek tersebut diharapkan mampu menjelaskan hubungan faktor-faktor
yang mempengaruhi dan indikator-indikator pengalaman biasa dan luar biasa
wisata petualangan yang dilakukan oleh individu secara berkelompok. Namun,
disadari bahwa subjek kajian yang terbatas pada wisata petualangan membatasi
generalisasi hasil penelitian ini pada ragam wisata yang lain.
1.6. Keaslian Penelitian
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan studi-studi terdahulu. Pertama,
penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi dan indikator-indikator
pengalaman biasa dan luar biasa wisata petualangan secara integratif dengan
melibatkan faktor keselarasan alam, komunitas, pengembangan pembaharuan diri,
kenikmatan hidup, pengalaman baru, motivasi, dan harapan yang belum pernah
diuji dalam studi-studi terdahulu.
Kedua, penelitian ini mengidentifikasi dan menguji indikator pengalaman
biasa yang belum pernah diuji secara simultan dalam studi-studi terdahulu
meliputi kenangan mudah dilupakan, kenyamanan, kemudahan, dan kedamaian
serta indikator pengalaman luar biasa yang meliputi kenangan sulit dilupakan,
kekaguman, kebahagiaan batin, dan kegairahan. Pelibatan indikator-indikator
tersebut bertujuan untuk menghasilkan model empiris yang dapat menjelaskan
pengalaman biasa dan luar biasa secara lebih integratif dibandingkan studi-studi
empiris terdahulu.
Ketiga, penelitian ini membangun ukuran-ukuran yang valid dan reliabel
melalui serangkaian proses penelitian yang sistematis bagi pengembangan ukuran-