Upload
donguyet
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak
Dapat Dikuasainya Bill of Lading oleh Importir dalam Perdagangan
Internasional", dalam rangka mencari tahu, hakikat dari “jalan” yang bernama
Trust Receipt. Lebih jelasnya Penulis ingin mengetahui apakah jalan itu
dimungkinkan oleh hukum untuk mengatasi kendala dalam perdagangan
internasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang telah dipesan
importir sekaligus pengguna jasa pengangkut manakala bank khawatir jika
importir tidak melunasi, L/C (Letter of Credit) yang telah dibukanya guna
kepentingan membayar harga barang yang dipesan importir dari eksportir yang
berada di luar negeri.
Penulis juga menemukan pengertian tentang perdagangan internasional
yaitu dalam Trade as engine of growth menyatakan bahwa perdagangan dapat
menjadi mesin bagi pertumbuhan Jika aktifitas perdagangan internasional adalah
ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya
dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. (Salvatore, 2004)
2
Masalah hukum (legal issue) yang muncul adalah seperti yang telah disinggung di
atas, apa hakikat dari trust receipt1 atau the letter of trust sebagaimana di atas
tersebut? Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Penulis memilih judul
sebagaimana telah dikemukakan di atas untuk melakukan penelitian dan akhirnya
menulis sesuatu hasil penelitian dalam bentuk skripsi kesarjanaan yang
disyaratkan oleh Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Perlu pula dikemukakan di sini bahwa penelitian hukum (Law research)
dalam rangka menemukan hakikat dari sudut pandang hukum surat bukti
perwaliamanatan atau Trust Receipt ini adalah merupakan suatu penelitian yang
original sebab Penulis belum menemukan penelitian dan penulisan yang sama
mengenai Trust Receipt yang pernah dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa FH-
UKSW Salatiga.
1.2. Latar Belakang Permasalahan
Perlu dikemukakan di sini bahwa dokumen atau kontrak pengangkutan
yang bernama bill of lading (B/L) atau konosemen adalah bukti bahwa sebelum
penerbitan konosemen, ada perjanjian pengangkutan yang diterbitkan oleh
pengangkut untuk orang yang menggunakan jasa angkutan laut. Dalam hal ini,
bisa saja kontrak pengangkutan itu dilakukan antara pengangkut dengan importir
1 Trust Receipt atau disamakan dengan Letter of Trust Penulis artikan dengan Surat Bukti
Perwaliamanatan atau suatu akta yang terdapat dalam transaksi perdagangan internasional dimana
Issuing Bank atau Bank Penerbit Letter of Credit (L /C) memberikan kekuasaan kepada importir
sehingga importir dapat mengambil barang yang dibeli oleh the issuing bank atau importir dari
pengangkut yang mengangkut barang import tersebut atas permintaan pengguna jasa angkutan atau
(pengangkutan laut), atau pembeli.
3
atau orang yang membeli barang. Secara konsepsional, dokumen-dokumen itu,
kemudian dibeli oleh Bank Penerbit (the issuing bank).
Alhasil, meskipun suatu bill of lading sudah lama diketahui sebagai suatu
dokumen yang menunjukkan bukti kepemilikan atas barang (a document of tittle),
dan hal itu berarti kepemilikan atas barang yang jenis, nama, jumlahnya sudah
tertentu dan ditulis dalam bill of lading itu dapat beralih hanya dengan
mengalihkan dokumen itu2 meskipun demikian kontrak pengangkutan masih tetap
antara pihak pihak yang asli, dalam hal ini antara pengangkut dan pihak yang
menggunakan jasa pengangkutan laut yang ada. Artinya, kontrak pengangkutan
dengan demikian, dengan penyerahan bill of lading tersebut berubah, antar pihak
pengangkut dengan pihak yang menguasai dokumen.
Secara yuridis suatu bill of lading memiliki setidak-tidaknya tiga fungsi3,
yang dikemukakan di bawah ini.
Pertama, konosemen adalah suatu dokumen bukti kepemilikan hak atas
barang-barang impor yang dicantumkan dalam dokumen tersebut. Hal inilah yang
menyebabkan sangat sering, dokumen tersebut kemudian dikirimkan melalui pos
kilat, atau pos udara ke pelabuhan tujuan.
Apabila si pengguna jasa pengangkutan laut, dalam hal ini si pengirim
adalah pembeli (importir) maka ia akan mengirimkan dokumen tersebut kepada
2 Dengan karakteristik dapat dialihkannya Bill of Lading tersebut secara demikian maka ilmu
hukum telah mengategorikan Bill of Lading atau konosemen sebagai surat berharga (negotiable
instrument).
3 Hasil penelitian individual Jeferson Kameo, SH, LLM, PhD tidak dipublikasikan.
4
dirinya sendiri4, tidak lain maksudnya agar dia, si importir, dapat mengklaim
barang tersebut di pelabuhan tujuan ketika barang - barang itu tiba.
Banyak masalah (dalam pengertian issues hukum) dalam perdagangan
internasional yang berkaitan dengan B/L tidak dapat diselesaikan secara efektif
misalnya bagaimana apabila bank khawatir jika importir tidak melunasi, L/C
(Letter of Credit) yang telah diterbitkan oleh bank penerbit guna kepentingan
membayar harga barang yang dipesan importir yang secara konseptual sebetulnya
adalah bank penerbit itu sendiri dari eksportir.
Dalam kaitan yang baru saja Penulis kemukakan di atas, pembayaran
(financing) adalah sebagai suatu kewajiban kontraktual yang harus dipenuhi oleh
pihak pembeli dalam jual beli, termasuk jual beli di perdagangan internasional.
Penulis berinisiatif untuk memahami Trust Receipt sebagai suatu metode
penyelesaian masalah, atau mengatasi permasalahan seperti di atas sebagaimana
tuntutan hukum (the dictate of law) memberikan kontribusi kepada para pihak
dalam transaksi perdagangan internasional, antara lain dengan mencermati
berbagai issues hukum yang tersurat maupun tersirat dalam kasus pada Putusan
Reg. No. 1887 K/PDT/19865.
Kaitan dengan pembayaran (financing) yang baru saja Penulis kemukakan
di atas, Bank akan membayar harga pembelian import yang seolah-olah dilakukan
4 Dimaksudkan dengan dirinya sendiri adalah Kantor Pusat si Pengirim di negara tujuan barang.
Penelitian Individual Jeferson Kameo SH,LLM,Ph.D, Faculty of Law and Financial Studies
University of Glasgow 2001 – 2005, Glasgow, Scotland the UK. 5 Untuk selanjutnya, skripsi ini, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut Penulis
singkat dengan Putusan 1887.
5
oleh Bank atas nama importir melalui pinjaman yang disebut letter of credit.
Importir akan dapat menjual isi kargo, dan menggunakan uang hasil penjualan
untuk membayar kembali kredit yang dipinjam dari Bank. Kaitan dengan itu,
hukum berpendapat bahwa hal ini akan menguntungkan importir dalam transaksi
bisnis, juga menguntungkan Bank, dan melancarkan peralihan atau transaksi
barang sampai ke tangan konsumen.6
Sementara itu apabila orang yang menyewa kapal untuk mengapalkan
barang yang ada dicatat dalam konosemen tersebut adalah pihak penjual, maka ia
si penjual akan mengirimkan (bill of lading) tersebut kepada pembeli, atau bisa
juga, mengirimkan bill of lading itu kepada suatu bank untuk diberikan kepada
pembeli apabila si pembeli membeli (L/C) dari bank yang menerbitkan (the
issuing bank) L/C tersebut, bersama-sama dengan dokumen-dokumen lainnya
yang tergabung dalam satu paket bernama documentary credit.
Kedua, bill of lading juga berfungsi sebagai suatu bukti atau surat atau
akta tanda terima (a receipt) hak penguasaan atas barang-barang yang diimpor dan
diangkut oleh pengangkut. Hal ini telah dikemukakan secara singkat di atas.
Ketiga, bill of lading juga mencantumkan dengan rinci semua hak dan
kewajiban para pihak yang membuat kontrak atau perjanjian pengangkutan (the
contract of carriage).
6 Sejalan dengan fungsi-fungsi dalam Kontrak, hukum kontrak dan perikatan yang berkaitan
dengannya adalah untuk memfasilitasi, atau melancarkan, atau memudahkan transaksi bisnis
perdagangan. Lihat Buku Jeferson Kameo SH.LLM.Ph.D, Fakultas Hukum Satya Wacana
Salatiga, hal.5.
6
Memerhatikan uraian fungsi-fungsi bill of lading sebagaimana telah
dikemukakan di atas, maka khusus mengenai fungsi bill of lading yang pertama
dalam hal apabila pihak yang menyewa perusahaan pengangkutan (pengirim),
menjual bill of lading tersebut kepada bank (issuing bank), maka penguasaan bill
of lading tersebut oleh pihak bank penerbit akan menyulitkan pihak importir atau
pembeli barang apabila si pembeli barang (importir) tersebut belum melunasi
kreditnya kepada the issuing bank 7 Dia (importir) tidak dapat mengambil
barangnya dari pengangkut. Sehingga, persoalannya adalah apakah dengan
demikian bill of lading menjadi semacam “fidusia”8 bagi bank? Memahami legal
karakteristik yang demikian juga merupakan latar belakang penelitian dan
penulisan karya tulis kesarjanaan ini.
Dalam situasi seperti itulah Trust Receipt atau The Letter of Trust dapat
dipergunakan. Mengingat, hal itu memang diijinkan oleh hukum, untuk
memecahkan kebuntuan sebagaimana telah dikemukakan di atas, yaitu keadaan
buntu si importir tidak dapat mengambil barang yang telah dibelinya, dari
perusahaan pengangkutan laut yang mengangkut barang-barang tersebut.
Mengingat belum adanya suatu kajian ilmiah yang mendetail mengenai asas-asas
dan kaedah-kaedah yang mengatur mengenai Trust Receipt inilah yang telah
memicu rasa ingin tahu Penulis untuk mengadakan penelitian dalam rangka
7 Penulis berpendapat bahwa sejatinya the issuing bank dalam kasus pada Putusan 1887 adalah The
Chartered Bank, bukan PT Bank Sejahtera Umum.
8 Apabila jawaban tersebut hendak ditemukan, maka suatu kajian terhadap UU No. 42 tahun 1999
tentang jaminan Fidusia harus dilakukan. hanya saja, ketentuan mengenai Fidusia tersebut adalah
hukum positif Indonesia yang bisa jadi kurang terlalu relevan dalam konteks hukum perdagangan
internasional.
7
mencari kembali prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah di balik Trust Receipt tersebut
dan pada akhirnya menulis suatu skripsi kesarjanaan menyangkut hal itu.
Suatu contoh problematika yuridis yang perlu ditemukan asas-asas atau
prinsip-prinsip dan kaedah tersebut misalnya di dalam hukum, mengingat bill of
lading yang adalah bukti kepemilikan, apabila telah diserahkan kepada pihak lain,
maka si pemegang bill of lading yang menyerahkan bill of lading tersebut menjadi
kehilangan status kepenguasaan atas barang-barang yang diangkut oleh
pengangkut.
Munculnya Trust Receipt dalam hubungan hukum antara the Issuing Bank
dengan pihak pengirim, apakah dengan demikian (memastikan) prinsip atau
kaedah hukum yang mengesahkan bahwa the Issuing Bank adalah pemilik atas
barang-barang yang telah di impor oleh importir9? Latar belakang seperti ini
adalah contoh permasalahan yang akan Penulis temukan dalam penelitian
penjelasan ilmiah / yuridisnya.
Berikut ini, suatu skenario perhubungan hukum, dalam mana telah terjadi
suatu kendala yaitu kesulitan bagi pihak pengirim mengambil barangnya dari
pihak pengangkut, dan yang disebabkan oleh karena ada penguasaan atas bill of
lading oleh bank yang dianggap telah menerbitkan letter of credit dapat diatasi
dengan mengambil “jalan” sebagaimana dikemukakan di atas sebagai Trust
Receipt.
9 Penulis berpendapat bahwa sejatinya the issuing bank dalam kasus pada Putusan 1887 adalah The
Chartered Bank, bukan PT Bank Sejahtera Umum.
8
Skenario ini Penulis ambil dari suatu Putusan Pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Pengadilan No. 1887/K/Pdt atau Putusan 1887.
Adapun duduk perkara Putusan 188710, kurang lebih sebagai berikut: Pada
akhir 1982/permulaan tahun 1983, PT. Gespamindo mengimpor/membeli pupuk
dari Phosphate Mining Co., Canberra, Australia, sebanyak 3000 metric ton.
Nilai uang 3000 metric ton pupuk tersebut adalah seharga seluruhnya US.$
195.000,-. Pupuk tersebut sebetulnya adalah pesanan PT. Patra Buana, PT.
Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana, masing-masing memesan 1000
metric ton pupuk. Kemungkinan11, ketiga PT. yaitu PT. Patra Buana, PT. Kapuas
Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana tidak memiliki izin impor sehingga mereka
menggunakan jasa PT. Gaspamindo sebagai importir atau pembeli.
Ada kesan setelah Penulis membaca Putusan 1887, bahwa untuk
membayar harga 3000 metric ton pupuk impor tersebut kepada penjualnya di
Australia, PT. Gespamindo membuka 3 buah L/C (Letter of Credit) di PT. Bank
Sejahtera Umum (the issuing bank) melalui The Chartered Bank (corresponding
bank) di Jakarta.
Ketiga buah L/C (Letter of Credit) tersebut dibuka untuk dibayarkan
kepada penjual pupuk (Phosphate Mining Co.) tersebut, yang keseluruhannya
10 Gambaran lengkap duduk Perkara Putusan 1887 sebagai suatu Hasil Penelitian Beserta Analisis,
Penulis kemukakan dalam Bab III Karya Tulis Kesarjanaan (Skripsi) ini.
11 Seperti yang juga pernah disinggung oleh Penulis terdahulu yang menjadikan putusan 1887
sebagai objek kajian.
9
berjumlah US.$ 195.000,- dapat dipandang merupakan bukti-bukti12 perjanjian
kredit antara the issuing bank dengan PT. Gespamindo?13
Pupuk impor yang dibeli dari Phosphate Mining Co Ltd. Australia tersebut
telah dikirim dan diangkut oleh PT. Samudera Indonesia, sesuai Bill of Lading
(B/L) atau Konosemen. Pengiriman dilakukan dari Melbourne tertanggal 24 Maret
1983, menuju pelabuhan (port) tujuannya, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta.
PT. Bank Sejahtera Umum yang oleh mereka yang awam terhadap hukum
memandang seolah–olah padahal sesungguhnya dialah yang telah membayar
harga pupuk impor tersebut kepada Phosphate Mining Co. Ltd di Australia
melalui The Chartered Bank di Jakarta.
Dengan demikian otomatis wajar apabila PT. Bank Sejahtera Umum ingin
merasa dapat menguasai documentary credit yang mungkin saja dianggap oleh
sementara pihak yang awam telah terjadi di antara dirinya sendiri sebagai the
issuing bank dan PT. Gespamindo, termasuk di dalam paket documentary credit
12 Masalahnya apabila ada perjanjian kredit maka umumnya harus ada perjanjian jaminan yang
mengikutinya (perhatikan ketentuan UU Perbankan yang mengharuskan adanya jaminan).
13 Dalam hubungan dengan itu, UU membenarkan bahwa “dalam rangka memelihara dan
meneruskan pembangunan yang berkesinambungan para pelaku pembangunan baik pemerintah
maupun badan hukum memerlukan dana yang besar seiring dengan meningkatnya kegiatan
pembangunan maka meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam -
meminjam (Penjelasan atas UU RI No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, umum, Angka (1).
10
tersebut adalah dokumen/kontrak pengangkutan, dalam hal ini Bill of Lading yang
diterbitkan oleh pengangkut.14
Ternyata, seluruh pupuk impor yang oleh PT. Gespamindo merasa telah
dibeli dari Phospate Mining Co.Ltd., telah diserahkan kepada pemesannya melalui
pengangkut.
Diduga penyerahan dilakukan tanpa Bill of Lading (B/L) atau Konosemen
asli. Padahal L/C (Letter of Credit)15 tersebut di atas belum dilunasi oleh PT.
Gespamindo kepada PT. Bank Sejahtera Umum yang telah membeli
(negotiate)16dokumen itu dari The Chartered Bank di Jakarta senilai total sisa
seluruhnya US.$ 169.000,-.
Berhubung PT. Gespamindo terbukti tidak melakukan pembayaran atas
sisa kewajibannya, maka dalam pandangan PT. Bank Sejahtera Umum, PT.
Gespamindo telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pengacara PT. Bank Sejahtera Umum juga ”menyeret” pengangkut, dalam
hal ini PT. Samudera Indonesia ke dalam sengketa mereka. Tuduhan pihak PT.
Bank Sejahtera Umum adalah bahwa PT. Samudera Indonesia sebagai pengangkut
terikat dalam perikatan tanggung-menanggung dengan PT. Gespamindo untuk
pelunasan kewajiban mereka kepada PT. Bank Sejahtera Umum.
14 Ada masalah di sini, apakah dengan dimasukkannya dokumen B/L dalam paket documentary
credit tersebut dapat dimaknai sebagai dimulainya kontrak atau perikatan jaminan yang melibatkan
pengangkut dan artinya dimaknai pula sebagai dimulainya suatu perikatan tanggung menanggung.
15 Perjanjian kredit.
16 Menebus kepada.
11
Hakim yang berhasil diyakinkan oleh penggugat, kemudian menghukum
untuk bertanggung jawab secara renteng PT. Gespamindo dan PT. Samudera
Indonesia. Kedua pihak tersebut oleh hakim dipaksa untuk membayar kepada PT.
Bank Sejahtera Umum secara tunai dan sekaligus, masing-masing setengah bagian
dari US.$ 169.000,- + bunga sebesar US.$ 36.378.72.
Menurut hakim, “adil apabila resiko atas gagal bayar PT. Gespamindo itu
dipikul oleh PT. Gespamindo dan PT. Samudera Indonesia secara bersama-sama.
Kedua belah pihak itu oleh hakim, masing-masing dihukum untuk membayar
kepada PT. Bank Sejahtera Umum uang sejumlah US.$ 84.500,-.”
Penulis berpendapat, seandainya pihak the issuing bank memahami “jalan”
yang tersedia di dalam hukum dalam hal ini Trust Receipt, maka sengketa tersebut
di atas mungkin dapat dihindari.
Pihak PT. Gespamindo tidak harus dihukum karena melakukan perbuatan
melawan hukum. Sebaliknya justru PT. Gespamindo bisa mengambil barang yang
dia beli dari perusahaan ekspor di Australia itu kemudian barang tersebut dijual
atas nama PT. Bank Sejahtera Umum dan hasil penjualan tersebut dapat
dipergunakan oleh PT. Gespamindo untuk melunasi L/C yang dibukanya dari PT.
Bank Sejahtera Umum.
Namun demikian, apakah “jalan” tersebut di atas dapat dibenarkan oleh
prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku dalam sistem hukum
(Perdagangan Internasional)?
12
Rasa ingin tahu Penulis itulah yang juga menjadi alasan mengapa Penulis
memilih judul sebagaimana telah dikemukakan di atas untuk penelitian dan
penulisan karya tulis kesarjanaan (skripsi) ini.
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Trust Receipt atau Akta Kepercayaan antara Importir dan
Bank dalam mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh
importir dalam perdagangan internasional ?
Penulis akan menambahkan terlebih dahulu sedikit tentang proses umum
perdagangan internasional, dalam hal ini adalah tentang proses pembiayaan L/C
oleh Bank Penerbit.
Mekanisme Perdagangan Internasional dalam proses pembiayaan jenis L/C
Importir
PT.Gespamindo
Eksportir
Phospate Mining
Cp., Canberra,
Australia
Bank Importir
(Issuing Bank)
PT. Bank Sejahtera
Umum
Bank Koresponden The Chartered
Bank
Indonesia Australia
1
5
8 2
3
7
6 4
PT. Patra Buana
PT. Sinar Mulia Buana
PT. Kapuas Dua Belas
9
13
Keterangan :
1. Penandatanganan kontrak jual beli barang antara importir Indonesia (PT.
Gespamindo) dengan eksportir Australia (Phospate Mining Cp., Canberra,
Australia.
2. Permohonan L/C oleh importir disertai dengan setoran jaminan.
3. Permintaan pembukuan L/C oleh issuing bank kepada The Chartered Bank.
4. Pemberitahuan dari The Chartered Bank kepada PT. Bank Sejahtera Umum
kepada eksportir mengenai L/C importir dan jaminan pembayaran.
5. Pengiriman barang kepada importir.
6. Penyerahan dokumen ekspor. Selanjutnya The Chartered Bank melakukan
verifikasi dokumen dan pemeriksaan syarat syarat lain.
7. Pengiriman dokumen dan permintaan pembayaran L/C kepada PT. Bank
Sejahtera Umum.
8. PT. Bank Sejahtera Umum memberitahukan kedatangan dokumen kepada
importir dan permintaan pelunasan L/C.
9. 3 (tiga) PT yang disinyalir tidak mempunyai ijin impor dapat mengambil
barang tanpa mempunyai Bill of Lading atau konosemen (bukti dokumen
kepemilikan).
Ketika PT. Gespamindo sebagai importir ternyata belum melunasi L/C
seharusnya PT. Gespamindo belum bisa mengambil barang pesanan terlebih
dahulu (pengambilan barang melalui 3 (tiga) PT yang disinyalir tidak mempunyai
ijin impor yaitu : PT. Patra Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia
Buana). Namun dengan fasilitas Trust Receipt Penulis melihat peluang untuk
dapat terselesaikannya permasalahan belum dikuasainya B/L karena belum
terlunasinya L/C.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan bagaimanakah Trust Receipt
dalam mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh importir
dalam perdagangan internasional. Perlu Penulis tambahkan disini bahwa konsep
“bagaimana”, baik yang Penulis gunakan dalam perumusan masalah maupun
14
tujuan penelitian ini adalah suatu konsep yang memayungi berbagai macam aspek
hukum, dalam hal ini kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang
Trust Receipt.
1.5. Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum yaitu bahwa apa yang selalu dicari
dalam setiap penelitian hukum adalah kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip hukum.
Oleh sebab itu maka sama dengan penelitian hukum pada umumnya namun
penelitian hukum ini hanya akan meneliti dan hanya akan menemukan prinsip-
prinsip dan kaedah hukum yang mengatur menguasai Trust Receipt sebagai sarana
dalam mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh importir
dalam perdagangan internasional.
Adapun satuan amatan dalam penelitian ini adalah dokumen 17 Trust
Receipt yang dikenal dalam perdagangan internasional, bill of lading dan
dokumen-dokumen terkait dengan Trust Receipt serta peraturan perundang-
undangan dan keputusan Pengadilan Republik Indonesia dalam putusan 1887 dan
peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Sedangkan satuan analisis dari penelitian ini adalah hakikat Trust Receipt
yang dipergunakan oleh pihak the issuing bank dengan pihak importir dalam
rangka mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh importir
dalam perdagangan internasional.
17 Yang dimaksud dengan dokumen di sini dapat juga mengandung pengertian institusi atau
semangat “spirit” hukum yang ada, misalnya dapat ditemukan dalam Putusan 1887 seperti dapat
dilihat dalam Analisis pada Bab III karya tulis ini.