Upload
vuongkhanh
View
219
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat
4 menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Untuk itu, langkah-
langkah yang ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat
harus terus mengupayakan terwujudnya prinsip-prinsip yang diamatkan oleh UUD
1945. Sebagai tindak lanjut dari amanat konstitusi tersebut, secara teknis upaya
pengembangan ekonomi masyarakat yang dilakukan/didesain oleh pemerintah
daerah juga diharapkan mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat
ketingkat kualitas kesejahteraan ekonomi yang lebih baik. Perbaikan tingkat
kesejahteraan masyarakat daerah yang diikuti dengan pencapaian stabilitas
ekonomi daerah pada akhirnya diharapkan akan semakin memperkuat kekuatan
dan ketahanan ekonomi nasional. Oleh karena itu, indikator kekuatan ekonomi
dan tingkat kesejahteraan nasional sangat ditentukan pada sejauh mana
pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat daerah.
Subtansi pokok dari tindak lanjut amanat dokumen Rencana Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung 2010-2015 yaitu
mendefinisikan arah pembangunan ekonomi yang ingin dicapai daerah. Urgensi
mendefinisikan arah pembangunan daerah disebabkan adanya kecenderungan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 2
perubahan dinamis kondisi lingkungan perekonomian global, nasional maupun
regional yang sangat cepat dan sulit diprediksi. Perubahan dinamis kondisi
perekonomian, pada satu sisi menuntut adanya respon/tanggapan yang cepat
seluruh stakeholders perekonomian terhadap perubahan kondisi yang terjadi. Di
sisi lain, tantangan komplek pembangunan lokal yang menuntut percepatan
penuntasan masalah yang dihadapi daerah. Untuk itu, dalam kerangka
mendefinisikan arah pembangunan tersebut pada tahap implementasi dibutuhkan
adanya: Pertama, bahan tolak ukur berbagai dokumen perencanaan yang dapat
memudahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun program
serta kegiatan yang terpadu dan terukur sesuai dengan tugas dan fungsinya; dan
Kedua, juga dibutuhkan adanya parameter/indikator yang dapat memudahkan
kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan/program yang telah
diselenggarakan oleh seluruh elemen perangkat daerah. Dengan dukungan
ketersediaan dokumen perencanaan yang dapat memudahkan dalam penyusunan
rancangan program dan kegiatan SKPD serta ditambah sinergi adanya kesamaan
persepsi semua pemangku kepentingan perekonomian, maka akselerasi percepatan
pembangunan ekonomi daerah diharapkan dapat lebih cepat terwujud.
Dalam kerangka mengembangkan dan mewujudkan pencapaian tingkat
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung, pemerintah daerah terus
mengupayakan adanya pembaharuan dan pemutahiran rancangan strategi
pengembangan ekonomi masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai dari
pengembangan ekonomi masyarakat dalam hal ini menyangkut perbaikan kinerja
berbagai elemen penting yang berkaitan dengan seluruh indikator tingkat
kesejahteraan penduduk serta perkembangan aktivitas sektor-sektor
perekonomian. Menyangkut indikator-indikator kesejahteraan masyarakat, upaya
pengembangan ekonomi masyarakat diupayakan melalui berbagai program
strategis yang bersifat/memiliki kemampuan untuk mengangkat tingkat
pendapatan masyarakat serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar/pokok.
Langkah peningkatan pendapatan masyarakat dalam hal ini dapat diupayakan
melalui peningkatan penyerapan lapangan kerja, perkembangan aktivitas sektor-
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 3
sektor ekonomi yang dikelola masyarakat, peningkatan investasi dan pencapaian
stabilitas harga komoditas barang/jasa.
Adapun posisi perekonomian Kabupaten Bandung dalam konstelasi
perekonomian nasional maupun Jawa Barat dipandang sangat strategis.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut merujuk pada beberapa indikator, seperti
kedekatan wilayah perekonomian Kabupaten Bandung dengan pusat
perekonomian dan pemerintahan Jawa Barat. Dilihat dari peran sektoral, peran
sektor industri di Kabupaten Bandung dalam skala regional maupun nasional juga
sangat strategis berkaitan dengan industri tekstil produk tekstil (TPT), industri
alas kaki, industri kerajinan, produk budi daya pertanian dan industri pengolahan
hasil pertanian. Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB Kabupaten
Bandung pada tahun 2010 mencapai 59,60%. Begitu juga dengan sektor pertanian,
kontribusinya terhadap PDRB mencapai 7,53% pada tahun 2010. Peran yang
sangat signifikan dari sektor industri dan pertanian di Kabupaten Bandung dalam
hal ini juga sejalan dengan peran sektoral dalam PDRB Jawa Barat dan PDB.
Adanya pola-pola tersebut mengindikasikan adanya korelasi antara peningkatan
kapasitas perekonomian nasional dan regional dengan peningkatan kapasitas
perekonomian Kabupaten Bandung. Perkembangan aktivitas transaksi
perdagangan masyarakat Kabupaten Bandung juga meningkat dari waktu ke
waktu. Tahun 2010 kontribusi sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran)
mencapai 16,91%. Dengan melihat dinamika perekonomian Kabupaten Bandung
yang terjadi serta memperhatikan potensi dan peluang keunggulan geografi dan
sumber daya yang ada di Kabupaten Bandung, serta mempertimbangkan potensi
pengembangan ekonomi masyarakat, maka pemerintah daerah Kabupaten
Bandung perlu memposisikan dirinya sebagai basis pengembangan industri,
ketahanan pangan, pusat pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan
serta pusat mobilitas logistik perdagangan di Jawa Barat.
Indikator lain yang juga menjadi fokus perhatian dalam penyusunan desain
pengembangan ekonomi masyarakat adalah menyangkut besaran tingkat
kemiskinan. Tahun 2010 tingkat kemiskinan di Kabupaten Bandung mencapai
635.763 orang. Masih relatif tingginya tingkat kemiskinan merupakan salah satu
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 4
persoalan mendasar di Kabupaten Bandung. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Bandung, jumlah penduduk miskin tahun 2011 bahkan
diperkirakan meningkat menjadi 652.031 orang. Masalah perekonomian mendasar
yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat juga terlihat dari dari jumlah
pengangguran. Tahun 2010 tingkat pengangguran di Kabupaten Bandung
mencapai 130.451 orang. Proyeksi BPS tahun 2011, jumlah pengangguran
diperkirakan meningkat menjadi 133.796 orang. Peningkatan jumlah
pengangguran tersebut pada realitasnya secara langsung maupun tidak langsung
akan berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Bandung. Pada satu sisi meningkatnya angkatan kerja dalam jangka menengah
diharapkan mampu diikuti dengan peningkatan penyerapan lapangan kerja. Jika
yang terjadi adalah perlambatan penyerapan lapangan kerja sedangkan dari sisi
supply tenaga kerja terjadi kenaikkan angkatan kerja, maka persoalan tersebut
akan berpotensi meningkatkan tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin
di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, jalur pengembangan ekonomi masyarakat
harus berangkat dari persoalan penciptaan lapangan kerja daerah. Persoalan
peningkatan kesejahteraan masyarakat juga terkait dengan perkembangan
stabilitas harga dalam kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat. Tahun
2011 berdasarkan proyeksi BPS, tingkat pendapatan per kapita (PDRB/kapita)
masyarakat Kabupaten Bandung diperkirakan mencapai Rp.15.554,850. Angka
PDRB per kapita tersebut (2011) diasumsikan mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2010. Tahun 2010 nilai PDRB per kapita masyarakat
Kabupaten Bandung masih sebesar Rp.14.519,530 (atas dasar PDRB harga
berlaku). Peningkatan PDRB per kapita diharapkan dapat sejalan dengan
kenaikkan daya beli masyarakat. Korelasi antara kenaikkan pendapatan per kapita
dengan peningkatan daya beli masyarakat dalam hal ini sangat tergantung kepada
stabilitas harga komoditas barang/jasa di Kabupaten Bandung. Untuk itu, dalam
rangka peningkatan stabilitas harga, perekonomian Kabupaten Bandung juga
membutuhkan adanya peningkatan supply atas kebutuhan-kebutuhan pokok
masyarakat. Peningkatan pasokan kebutuhan pokok yang diikuti dengan
kenaikkan produksi kebutuhan pokok diharapkan tidak saja mampu menekan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 5
instabilitas harga komoditas ditingkat konsumen, tetapi juga mampu mengangkat
penyerapan tenaga kerja, pengurangan tingkat kemiskinan dan peningkatan
mobilitas perekonomian masyarakat Kabupaten Bandung.
Kerangka desain pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung
direkonstruksi dengan merujuk pada hasil potret kondisi aktual pencapaian kinerja
historis indikator perekonomian. Selain melihat kondisi aktual, perkiraan serta
proyeksi perkembangan masing-masing indikator perekonomian juga dilibatkan
sebagai bagian target yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Melalui
langkah-langkah tersebut selanjutnya dapat ditentukan tolak ukur utama (prioritas)
dalam menyusun rencana aksi yang akan digunakan untuk pengembangan
ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, desain pengembangan ekonomi masyarakat
ini selain bersifat memperkuat pencapaian hasil yang sudah diperoleh saat ini,
juga bersifat merespon perkembangan kebutuhan pengembangan ekonomi ke
depan berdasarkan perkembangan dinamika yang terjadi dalam perekonomian.
Target utama pengembangan ekonomi masyarakat memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung dalam arti yang
sangat luas. Luasnya arti pengembangan ekonomi masyarakat diharapkan bisa
diskenariokan melalui transmisi kegiatan-kegiatan spesifik yang dikelola oleh
Pemda, swadaya masyarakat, pelaku ekonomi swasta, dan melalui skema private
public partnership (PPP).
Grand Design : Konsep dan Kegunaan Bagi Kabupaten Bandung
Latar belakang spesifik dari penyusunan Grand Design Pengembangan
Ekonomi Masyarakat Kabupaten Banadung merupakan landasan bagi upaya
memperkuat ketahanan perekonomian Kabupaten Bandung. Selain memperkuat
ketahanan ekonomi masyarakat, disadari bahwa dalam jangka pendek hingga
jangka menengah juga perlu diupayakan langkah-langkah yang dapat mengangkat
kapasitas perekonomian Kabupaten Bandung ke tingkat yang tinggi. Pada sisi
lain, sejalan dengan perkembangan dinamika perekonomian, yang ada saat ini,
maka usaha mendorong perkembangan perekonomian memerlukan adanya desain
dalam upaya merespon berbagai perubahan-perubahan internal maupun eksternal
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 6
yang pada gilirinnya hal-hal tersebut adalah merupakan variabel-variabel yang
tidak mudah untuk diprediksi. Pengembangan ekonomi masyarakat pada
prinsipnya adalah usaha untuk mendorong agar pencapaian kinerja perekonomian
saat ini dapat secara konsisten dan berkelanjutan meningkat di waktu-waktu yang
akan datang. Sejalan dengan perubahan konstelasi perekonomian yang cepat dan
dinamis, maka dinamika aktual aktivitas perekonomian masyarakat sesungguhnya
harus dikawal dengan desain kebijakan yang lebih adaptif dengan perubahan serta
mampu merespon perkembangan dinamika yang terjadi dalam perekonomian.
Tahapan Penyusunan Grand Design
Fokus utama kajian ini diarahkan agar pengembangan ekonomi
masyarakat memiliki arah yang jelas dalam merespon dinamika yang ada saat ini
maupun isu-isu aktual yang dapat diklasifikan sebagai kekuatan, kelemahan,
peluang maupun tantangan pengembangan ekonomi masyarakat. Pengembangan
ekonomi masyarakat yang diinginkan mengarah pada penguatan beberapa elemen
perekonomian, baik itu berbasis penguatan komoditas (barang dan jasa),
penguatan sektoral maupun penguatan kewilayahan. Sinergisitas pengembangan
ekonomi berbasis kekuatan komoditas pada gilirannya diharapkan mampu
memperkuat kinerja sektoral di Kabupaten Bandung. Pada sisi lain, dengan
bentuk-bentuk kewilayahan dengan basis ekonomi yang memiliki karakteristiknya
masing-masing, pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung juga
harus mendapat perhatian spesifik. Karakteristik kombinasi wilayah
perekonomian Kabupaten Bandung dengan aktivitas perekonomian pedesaan
berbasis pertanian serta aktivitas perekonomian perkotaan berbasis sektor industri,
perdagangan-hotel dan restoran, serta sektor jasa adalah merupakan elemen
penting yang pada akhirnya diharapkan dapat bersinergi. Tolak ukur kemajuan
perekonomian Kabupaten Bandung berpijak pada pencapaian optimal indikator-
indikator perekonomian, baik yang sifatnya makro maupun mikro. Pencapaian
kinerja tersebut diharapkan memiliki dampak multiplier terhadap kemajuan
pembangunan ekonomi masyarakat, terutama berkaitan dengan pengentasan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 7
kemiskinan, penyerapan lapangan kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, serta
eliminasi masalah-masalah sosial yang ada di Kabupaten Bandung.
Sebagai bagian dari dokumen perencanaan, substansi mendasar dari kajian
ini adalah bagaimana arah dan perkembangan ekonomi masyarakat mampu
sejalan antara dinamika yang terjadi dengan serangkaian kebijakan/program yang
digagas oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Sinkronisasi antara kebutuhan
pengembangan secara riil dengan arah kebijakan yang ditempuh pemerintah
diharapkan pada akhirnya bisa semakin memperkuat perkembangan ekonomi
masyarakat Kabupaten Bandung. Sebagai salah satu dokumen perencanaan, kajian
ini juga diharapkan mampu menjadi acuan/rujukan dalam desain strategi
kebijakan/progam ditingkat teknis. Jika sinergisitas tersebut mampu diupayakan,
maka akselerasi kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung diharapkan dapat
mencapai hasil dengan percepatan yang lebih tinggi.
Dalam konteks kekinian, sinkronisasi perencanaan pengembangan
ekonomi masyarakat juga merupakan bagian integratif dengan perencanaan
pengembangan ekonomi masyarakat ditingkat regional maupun nasional. Oleh
sebab itu, kajian ini juga berpijak pada sudut pandang yang lebih luas, yaitu
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari terjemahan sektoral dan
kewilayahan dari dokumen perencanaan dingkat Provinsi maupun Pusat.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari kajian penyusunan Grand Design Pengembangan Ekonomi
Masyarakat Kabupaten Bandung 2011-2015 adalah:
(1) Merumuskan rencana komprehensif pengembangan ekonomi Kabupaten
Bandung berbasis pengembangan sektor-sektor ekonomi yang sejalan
dengan perencanaan pengembangan ekonomi nasional dan Provinsi Jawa
Barat.
(2) Merumuskan hasil evaluasi kondisi daya dukung sektor-sektor ekonomi
terhadap rencana pengembangan ekonomi Kabupaten Bandung dalam
jangka pendek maupun proyeksinya dalam jangka panjang terkait stabilitas
indikator-indikator perekonomian nasional, regional dan lokal.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 8
(3) Merumuskan langkah-langkah sistematis yang meliputi tahapan strategi,
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan bidang ekonomi dengan
sasaran akhir tercapainya keberhasilan pembangunan ekonomi dan
peningkatan stabilitas makro ekonomi Kabupaten Bandung.
(4) Merumuskan langkah-langkah sistematis bagi penguatan kapasitas produk
unggulan sektor-sektor ekonomi yang memiliki tingkat daya saing tinggi
dengan daya serap pasar yang terus berkembang.
(5) Menyusun dokumen rencana induk pengembangan ekonomi yang dapat
dijadikan sebagai acuan/pedoman bagi para pemangku kepentingan
ekonomi daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan. Dokumen tersebut dapat menjadi arah kebijakan dan
rencana implementasi bidang ekonomi di Kabupaten Bandung berdasarkan
strategi dan rekomendasi yang diperoleh dari hasil analisis berupa isu
prioritas, indikasi program, kegiatan dan sasaran dan indikator
keberhasilan yang diharapkan dalam pembangunan ekonomi berbasis
produk, kewilayahan dan sektoral.
(6) Memberikan pedoman dan arah dalam meningkatkan koordinasi seluruh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku kepentingan
lainnya yang terkait dalam pembangunan ekonomi masyarakat.
Tujuan penyusunan Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Kabupaten Bandung adalah:
(1) Tersedianya dokumen perencanaan jangka panjang terkait pengembangan
ekonomi masyarakat dalam skema rancangan/desain pembangunan
ekonomi jangka panjang yang intregratif dengan skenario perencanaan
pengembangan ekonomi pusat dan daerah berbasis pengembangan produk
unggulan sektoral serta didukung oleh stabilitas makro ekonomi regional.
(2) Dimiliknya hasil evaluasi kondisi daya dukung sektor-sektor utama
(leading sector) terhadap rencana pengembangan ekonomi Kabupaten
Bandung dalam jangka menengah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 9
(3) Dimilikinya rumuskan langkah-langkah sistematis yang meliputi tahapan
strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan bidang ekonomi
dengan sasaran akhir peningkatan aktivitas ekonomi sektoral dan stabilitas
ekonomi regional.
(4) Dimilikinya rumusan langkah-langkah sistematis bagi penguatan kapasitas
produk unggulan sektor-sektor ekonomi sebagai produk yang memiliki
tingkat daya saing tinggi dengan daya serap pasar yang terus berkembang.
(5) Dimilikinya skenario pengembangan ekonomi masyarakat yang mengarah
kepada strategi perluasan lapangan kerja, pengurangan tingkat kemiskinan,
dan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).
(6) Dimilikinya pedoman dan arah dalam meningkatkan koordinasi seluruh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku kepentingan
lainnya yang terkait dalam pembangunan ekonomi masyarakat.
1.3 Output yang Diharapkan
Output yang diharapkan dari penyusunan dokumen buku perencanaan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung 2011-
2015 yang isinya memuat:
(1) Potret kekuatan, kelemahan, dan peluang dan tantangan makro
perekonomian Kabupaten Bandung saat ini dan ke depan (2011-2015)
(2) Potret kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan mikro perekonomian
Kabupaten Bandung saat ini dan ke depan (2011-2015)
(3) Analisis permasalahan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung yang
mencakup indikator ketenagakerjaan, tingkat kemiskinan, dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
(4) Analisis dampak program/kegiatan Pemerintah Kabupaten Bandung
terhadap pembangunan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung.
(5) Skenario pola pengembangan sinergi pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan pelaku ekonomi
swasta (private sector).
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 10
(6) Analisis pengembagan kawasan pertanian dan industri Kabupaten
Bandung sebagai basis pengembangan ekonomi masyarakat.
(7) Analisis penguatan produksi dan pasar komoditas-komoditas unggulan
Kabupaten Bandcung.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari kajian grand design pengembangan ekonomi
masyarakat Kabupaten Bandung adalah meliputi:
(1) Analisa tentang kondisi historis dan proyeksi indikator-indikator
perekonomian masyarakat Kabupaten Bandung.
(2) Analisis mengenai strategi, kebijakan, program dan kegiatan
pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung.
(3) Analisis faktor internal dan eksternal terkait kekuatan, kelemahan, peluang
dan tantangan pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung.
(4) Analisis skenario dampak kebijakan (program/kegiatan) pemerintah daerah
Kabupaten Bandung terhadap pengembangan ekonomi masyarakat
Kabupaten Bandung.
(5) Analisis bentuk-bentuk sinergi pemerintah daerah Kabupaten Bandung
dengan seluruh stakeholders perekonomian Kabupaten Bandung.
(6) Analisis kerangka desain pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten
Bandung yang meliputi: tujuan, prasyarat dan strategi pengembangan.
(7) Analisis kondisi internal perekonomian Kabupaten Bandung dan
relevansinya dengan kondisi perekonomian Provinsi Jawa Barat dan
kondisi perekonomian Indonesia.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 11
1.5 Tahapan Kajian
Tahapan kajian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Persiapan: melakukan persiapan komprehensif kajian, koordinasi teknis,
kelengkapan administratif, menetapkan indikator, menetapkan alat
analisis, menyusun kerangka analisis, dan pembagian tugas tim analisis.
(2) Pengumpulan Data: meliputi pengumpulan informasi data primer (survei
dan wawancara) maupun sekunder dari BPS, dinas-dinas/SKPD terkait,
Bank Indonesia, Perbankan, dan Bappeda Kabupaten Bandung.
(3) Pengolahan Data: meliputi evaluasi kesesuaian data, tabulasi data,
pengolahan data dan verifikasi data akhir.
(4) Analisis Data: analisa data ekonomi Kabupaten Bandung yang diderivasi
ke dalam kerangka masing-masing poin tujuan kajian. Titik penekanan
analisis data diarahkan pada perencanaan pengembagan kawasan
perekonomian Kabupaten Bandung sebagai kawasan ekonomi yang
berdaya saing dan stabil dalam jangka panjang.
(5) Presentasi Draft Hasil: menyampaikan hasil sementara, mempresentasikan
hasil, mengevaluasi dan menyempurnakan hasil.
(6) Penyampaian Laporan Akhir: menyampaikan hasil kajian analisa dalam
bentuk buku laporan grand design pengembangan ekonomi Kabupaten
Bandung 2011-2015.
1.6 Kerangka Analisis
Metode analisis kajian ini adalah menggunakan pendekatan analisis
deskriptif kuantitatif. Pendekatan deskriptif mengacu kepada kebutuhan alat
analisis perencanaan pengembangan ekonomi masyarakat yang komprehensif
(melibatkan data-data kuantitatif dan dokumen-dokumen analisis deskriptif)
mengenai kondisi masing-masing elemen indikator ekonomi masyarakat,
indikator ekonomi sektoral, dan indikator ekonomi makro regional sehingga
sesuai dengan tujuan kajian yang dilengkapi dengan informasi proses
pembentukan data; metode perhitungan data; dan kegunaan data. Analisa
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 12
kuantitatif meliputi pengolahan data yang menggunakan alat-alat uji statistik
maupun ekonometrik terkait model ekonomi maupun proyeksi indikator ekonomi
masyarakat dalam jangka menengah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 13
BAB II REVIEW
KONSEP PERENCANAAN
DAN DOKUMEN
PERENCANAAN
KABUPATEN BANDUNG
2.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
2.1.1. Konsep Pembangunan Ekonomi
Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil
penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno 1996:13).
Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti
adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat
menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya
proses pembangunan itu di diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil
masyarakat berlangsung untuk jangka panjang.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-
menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan
proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan
merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan
pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling
berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan
pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti
pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.
Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang
mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 14
maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan
pasti ada menurut Todaro (1983:1280) dalam Suryana (2000:6) adalah:
(1) Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan
bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan,
kesehatan dan lingkungan.
(2) Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi
pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik,
dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi,
yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi,
akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu
maupun nasional.
(3) Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu
dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan
ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara
lain,tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.
Ada empat model pembangunan (Suryana, 2000:63) yaitu model pembangunan
ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja,
penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan tersebut,
semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang
dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan
tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian
sampai batas maksimal.
2.1.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga
terjadi proses pertumbuhan (Boediono 1999:2). Menurut Schumpeter dan Hicks
dalam Jhingan (2002:4), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan
pertumbuhan ekonomi.Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 15
dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan
mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan
ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang
terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.Hicks mengemukakan masalah
negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau
belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal.
Sedangkan menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003:57), pertumbuhan
ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara
(daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada
penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan
penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Atas sudut pandang
tersebut, penelitian ini menggunakan istilah pertumbuhan ekonomi yang akan
dilihat dari sudut pandang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu
tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1).
Ahli-ahli ekonomi telah lama memandang beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi (Sukirno 1994:425) yaitu:
(1) Tanah dan kekayaan alam lain:
Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun
perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari
proses pertumbuhan ekonomi. Di dalam setiap negara dimana
pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk
mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu
sektor dimana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan
tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan
terbatasnya pasar bagi berbagai jenis barang kegiatan ekonomi di lain
pihak, sehingga membatasi kemungkinan untuk mengembangkan
berbagai jenis kegiatan ekonomi.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 16
Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat
diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan
akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat
kemungkinannya untuk memperoleh keuntungan tersebut dan menarik
pengusaha pengusaha dari negara-negara/daerah-daerah yang lebih maju
untuk mengusahakan kekayaan alam tersebut. Modal yang cukup,
teknologi dan teknik produksi yang modern, dan tenaga-tenaga ahli yang
dibawa oleh pengusahapengusaha tersebut dari luar memungkinkan
kekayaan alam itu diusahakan secara efisien dan menguntungkan.
(2) Jumlah dan mutu penduduk dan tenaga kerja:
Penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun
penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan
memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan
memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula
perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui perluasan pasar yang diakibatkannya.Besarnya luas pasar dari
barangbarang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung
pendapatan penduduk dan jumlah penduduk.
Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi
dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-
faktor produksi lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan
tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat
produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat
sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.
(3) Barang-barang modal dan tingkat teknologi:
Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi
pertumbuhan ekonomi, barang-barang modal yang sangat bertambah
jumlahnya dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 17
memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan
ekonomi yang tinggi itu.
Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat
teknologi tidak mengalami perkembangan maka kemajuan yang akan
dicapai akan jauh lebih rendah.
(4) Sistem sosial dan sikap masyarakat:
Sikap masyarakat dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan
ekonomi dapat dicapai.Di sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat
yang dapat memberikan dorongan yang besar pada pertumbuhan
ekonomi.Sikap itu diantaranya adalah sikap menghemat untuk
mengumpulkan lebih besar uang untuk investasi, sikap kerja keras dan
kegiatan-kegiatan mengembangkan usaha, dan sikap yang selalu
menambah pendapatan dan keuntungan. Disisi lain sikap masyarakat
yang masih memegang teguh adat istiadat yang tradisional dapat
menghambat masyarakat untuk menggunakan cara-cara produksi yang
modern dan yang produktivitasnya tinggi. Oleh karenanya pertumbuhan
ekonomi tidak dapat dipercepat.
(5) Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan:
Adam Smith (telah) menunjukkan bahwa spesialisasi dibatasi oleh
luasnya pasar, dan spesialisasi yang terbatas membatasi pertumbuhan
ekonomi.Pandangan Smith ini menunjukkan bahwa sejak lama orang
telah lama menyadari tentang pentingnya luas pasar dalam pertumbuhan
ekonomi.Apabila luas pasar terbatas, tidak ada dorongan kepada para
pengusaha untuk menggunakan teknologi modern yang tingkat
produktivitasnya tinggi.Karena produktivitasnya rendah maka
pendapatan para pekerja tetap rendah, dan ini selanjutnya membatasi
pasar.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 18
2.1.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah
Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi
daerah secara komprehensif.Namun demikian, ada beberapa teori yang secara
parsial dapat membantu bagaimana memahami arti penting pembangunan
ekonomi daerah.Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua
hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis
perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor
yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad 1999:114).
Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah
penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang
perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya.
Pengembangan metode analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman
untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat
laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui, menganalisis
perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad 1999:114).
Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis
perekonomian diantaranya:
a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan
berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).
b. Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang
dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara
nasional.
c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab
perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan
perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-
aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 19
d. Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai
kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang
kurangakurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga
menimbulkankesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang
keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.
Adapun beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory):
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973)
yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan
jasa dari luar daerah (Arsyad 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya
dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan
sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor,
akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job
creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan
mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat
menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).
Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan
perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-
sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah.Teori yang paling
sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory).
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor yaitu:
1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-
barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang
bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 20
yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang
bersangkutan.
2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan
barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di
dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor
tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah
pasar terutama adalah bersifat lokal.
Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua
sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian
menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan
basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang
bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya
semakinberkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap
produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang
masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai
peran sebagai penggerak utama.
b. Teori Tempat Sentral:
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki
tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih
kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat
sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa
bagi penduduk daerah yang mendukungnya.Teori tempat sentral
memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industriyang berbeda-beda
terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota. (Prasetyo Supomo
2000:415). Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan
ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah
pedesaaan.Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-
daerah yang bertetangga (berbatasan).Beberapa daerah bisa menjadi wilayah
penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 21
pemukiman.Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu
masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem
ekonomi daerah.
c. Teori interaksi spasial:
Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa
barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya
hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi
antar wilayah maka suatu daerah akan saling melengkapi dan bekerja sama
untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Dalam teori ini
didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa interaksi antar dua
daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang
bersangkutan dengan jarak keduanya.
Dimana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi
spasial ini mempunyai kegunaan untuk:
(1) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu
daerah.
(2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat
pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya. Interaksi antar kelompok
masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai produsen dan
konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya
gerakan. Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat
tertentu dalam ruang geografis, sedangkan para langganannya tersebar
dengan berbagai jarak di sekitar produsen.
2.1.4. Konsep Dasar Pengembangan Ekonomi Lokal
Konsep pembangunan ekonomi antara lain menempatkan pertumbuhan ekonomi
sebagai indikator pembangunan ekonomi. Menurut Syahrir (1986), dalam
dasawarsa 1960-an pertumbuhan (growth) mulai terpisah dengan pembangunan
(development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang dapat dicapai namun
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 22
itu juga dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di
pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural.
Kondisi tersebut menurut Hendra Esmara (1986: 12) memperkuat keyakinan
bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan yang diperlukan (necessary) tetapi tidak
mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan.
Dalam konteks daerah maka pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output
daerah/Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam satu periode tertentu
(umumnya satu tahun). Pembangunan ekonomi daerah diartikan sebagai suatu
proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita penduduk suatu daerah
dalam jangka panjang yang disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan
(Lincolin Arsyad, 1999). Menurut Budiono Sri Handoko (1984) pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor
ekonomi dan faktor non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tergantung pada sumber
daya alam (natural resources), sumber daya manusia (human resources), modal
(capital), teknologi (technology) dan lain-lain yang dimiliki oleh suatu wilayah
baik nasional (negara) maupun regional (propinsi dan kabupaten atau kota). Akan
tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi
politik dan nilai-nilai moral suatu wilayah tidak menunjang. Faktor-faktor tersebut
yang dinamakan sebagai faktor nonekonomi. Dasar pemikiran kewilayahan
(regionalisasi) sebenarnya merupakan sesuatu yang nyata, yaitu setiap kegiatan itu
pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam sebuah
titik yang statis (Budiono Sri Handoko, 1984). Oleh karena itu kondisi struktural
perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi kondisi perekonomian daerah
lain, sehingga akan tergantung pada mobilitas penggunaan faktor produksi dan
aktivitas produksi yang berlangsung, dan untuk melakukan aktivitas produksi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 23
setiap daerah akan menghadapi kendala ketersediaan sumber daya, oleh karena itu
antara satu daerah dengan daerah lain akan saling mempengaruhi. Dengan
demikian, dalam pendekatan tata ruang tersebut, pembangunan yang terjadi di
suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain, demikian pula sebaliknya. Dalam
perkembangan daerah, pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas
hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan dengan pedesaan. Hubungan atau
kontrak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan pedesaan beserta hasil-hasil
hubungannya dalam wujud tertentu diartikan sebagai interaksi (R. Bintarto, 1996).
Status lokasi kota dalam pandangan teori lokasi merupakan tempat sentral (central
place). Tempat sentral menurut Christaller dan Losch (1991) (dalam AR.Karseno
dan Sukanto Resksohadiprojo, 1997), merupakan tempat yang produktif, karena
berbagai jasa penting harus disediakan untuk daerah-daerah di sekitarnya. Oleh
karena itu, peran kota tidak saja bersifat statis dalam wilayahnya, melainkan
menjadi pendorong bagi kemajuan daerah-daerah sekitarnya. Dikatakan sebagai
pendorong daerah sekitarnya, karena kemajuan suatu daerah akan berdampak
pada daerah sekitarnya. Sebagai contoh, kemajuan ekonomi Provinsi DKI Jakarta
akan berdampak pada daerah sekitarnya. Kemajuan perekonomian DKI Jakarta
akan memberikan spread effect, terhadap aktivitas ekonomi di Kab/Kota di sekitar
DKI Jakarta.
Secara garis besar hubungan timbal balik antara desa dan kota dapat
diinterpretasikan berbagai macam hubungan antara kegiatan-kegiatan yang berada
di kota dan di desa, di antaranya ada yang menyamakan hubungan antara desa dan
kota dengan hubungan antara pertanian dan industri. Hubungan timbal balik
itulah yang mengakibatkan munculnya fungsi kota, yaitu antara lain: (1) sebagai
tempat pengumpulan hasil produksi dari daerah-daerah di belakangnya, atau desa-
desa sekitarnya (hinterland); (2) sebagai tempat pengumpulan input yang
diperlukan pedesaan (pupuk, bibit, obat-obatan, dan sebagainya); dan (3) sebagai
pusat administratif (Kadariah, 1989).
Untuk mengetahui sektor-sektor mana saja yang mengalami pergeseran kontribusi
dan layak untuk dikembangkan berdasarkan peranan pertumbuhan ekonomi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 24
nasional, peranan penyebaran sektor-sektor ekonomi nasional dan keunggulan
kompetitif, maka digunakan teknik analisa location quotient (LQ). Teknik analisa
LQ mengambarkan sektor-sektor yang prospektif untuk dikembangkan di suatu
daerah dibandingkan dengan daerah lain diwilayah referensi (Y.Sri Susilo, 2000).
Identifikasi struktur ekonomi dapat dilakukan melalui perhitungan kontribusi
sektor-sektor ekonomi dalam pembentukan agregat PDRB di suatu daerah. Dari
indentifikasi tersebut dapat diperoleh keterangan mengenai sektor-sektor yang
mengalami peningkatan maupun penurunan kontribusi sektoral terhadap total
PDRB. Struktur ekonomi agraris adalah kondisi perekonomian suatu negara atau
daerah yang kegiatan ekonominya terpusat pada sektor pertanian. Artinya bila
dilihat dari kontribusi sektoral, maka sektor ini merupakan sektor yang memiliki
pertumbuhan dan kontribusi sektor yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor
yang lain. Begitu juga dengan struktur ekonomi industri, dimana leading sector
dalam perekonomian daerah didominasi oleh pertumbuhan dan kontribusi sektor
industri yang tinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain. Struktur ekonomi jasa
dan niaga apabila sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang terbesar dalam
kontribusinya terhadap PDRB (Dumairy, 1999). Konsep tentang sektor unggulan
(leading sector) di dasarkan atas kemampuan perekonomian di setiap wilayah
yang tidak sama, baik corak maupun kepemilikan sumber daya-nya. Oleh karena
itu setiap daerah memiliki spesialisasi atas kelebihan kepemilikan sumber daya
yang dimiliki, dan spesialisasi kepemilikan sumber daya tersebut pada akhirnya
akan terlihat dari perkembangan sektor-sektor ekonomi, antara lain dilihat dari
share sektoral terhadap PDRB dan nilai absolut sektoral. Sektor unggulan dalam
hal ini merupakan sektor ekonomi yang menopang pertumbuhan ekonomi di
setiap daerah, atas dasar spesialisasi kepemilikan sumber daya. Konsep sektor
unggulan tidak saja didasarkan pada nilai absolut atau share sektoral dari PDRB,
tetapi dalam penggunaan faktor produksi, seperti tenaga kerja. Spesialisasi dalam
konsep perdagangan disebut dengan keunggulan komparatif, artinya suatu daerah
relatif memiliki kelebihan dibandingkan daerah lain dalam hal sumber daya yang
dimiliki, sedangkan ukuran spesialisasi dilihat dari kemampuan sektor ekonomi
dalam menghasilkan output setinggi mungkin dalam PDRB. Konsep spesialisasi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 25
dapat dilihat dari sejumlah indikator, seperti: (1) besar kecilnya kemampuan
perekonomian dalam meningkatkan output atau PDRB per sektor; dan (2) dilihat
dari besar kecilnya peran sektoral dalam memaksimalkan penggunaan sumber
daya atau faktor produksi, seperti; tenaga kerja, modal, dan teknologi. Perubahan
struktur ekonomi dari basis perekonomian agraris atau sektor-sektor primer ke
arah perekonomian dengan basis sektor-sektor sekunder dan tersier dapat dilihat
dari peran sektoral dalam agregat PDRB, sektor yang nilai share-nya terhadap
PDRB kecil berarti bukan merupakan spesialisasi dan bukan sektor unggulan.
Oleh kerena itu perubahan struktur harus meningkatkan nilai output masing-
masing sektor (yang diunggulkan) dan mampu memperbaiki penyerapan faktor
produksi, seperti menyerap lebih banyak tenaga kerja. Pertumbuhan sektor-sektor
tertentu memiliki keunggulan kompetitif maka analisis tersebut perlu dilengkapi
dengan analisa sektor unggulan, artinya meskipun suatu sektor kompetitif belum
tentu sektor tersebut prospektif untuk dikembangkan menjadi leading sector
(sektor basis) bagi perekonomian kab/kota. Oleh karena itu untuk melihat
keunggulan kompetitif sekaligus keunggulan komparatif suatu sektor tertentu di
daerah kab/kota, maka digunakan analisis LQ, sehingga dari hasil tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa sektor tersebut prospektif untuk dikembangkan atau
tidak dengan melihat kondisi aktualnya.Ukuran yang dipakai untuk melihat
kriteria LQ adalah: bila nilai LQ sektor >1, maka sektor tersebut merupakan
sektor basis, sedangkan bila LQ = 1, maka produk domestik bruto habis
dikonsumsi di daerah tersebut, sedangkan bila LQ sektor < 1, maka sektor tersebut
merupakan sektor non-basis.
Salah satu model gravitasi yang banyak digunakan dalam melihat asesibilitas
antar wilayah adalah model gravitasi Hansen (1959) (dalam Robinson Tarigan,
2004). Model gravitasi digunakan untuk memprediksi potensi suatu daerah
berdasarkan lokasi dari pemukiman penduduk (yang dilihat berdasarkan daya tarik
masing-masing lokasi). Model gravitasi mengasumsikan ketersediaan lapangan
pekerjaan, tingkat aksesibilitas, dan adanya luas lahan kosong (untuk perumahan
dan industri), pada akhirnya akan menarik/mendorong (sebagai bentuk daya tarif
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 26
gravitasi) penduduk untuk masuk ke lokasi tersebut. Model gravitasi ini
menggabungkan jumlah lapangan pekerjaan dan kemudahan untuk mencapai
lokasi (accessibility indeks). Secara umum indeks tersebut menempatkan unsur
daya tarik yang terdapat pada suatu wilayah dan kemudahan untuk mencapai
wilayah tersebut.
Model gravitasi mulai mendapat perhatian sebagai alat analisis interaksi sosial dan
ekonomi setelah penelitian Carey dan Ravenstein (1950), dikembangkan oleh
Lloyd (1977) (dalam Robinson Tarigan, 2004), melakukan penelitian tentang asal
tempat migran yang berdatangan ke berbagai lokasi di Amerika Serikat. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota
dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk yang didatangi, besarnya jumlah
penduduk dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk tempat asal migran, dan
jarak antara kota asal dengan kota yang dituju (destination city). Konsep ini
menunjukkan bahwa kedatangan penduduk (migrasi) yang memasuki suatu kota
bukanlah bersifat acak (random), melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu.
Tingkat aksesibilitas dan potensi yang berbeda akan mendorong tingkat
pertumbuhan ekonomi yang berbeda, sehingga daerah-daerah tersebut dapat
diklasifikasikan. Untuk mengklasifikasikan pertumbuhan ekonomi daerah, dapat
digunakan model Kartesian-Klaassen (1981). Dalam klasifikasi pertumbuhan
ekonomi daerah, digambarkan klasifikasi daerah-daerah serta siklus
perkembangan ekonomi yang terjadi.
2.1.5. Teori Pengembangan Ekonomi Lokal
Pengembangan Ekonomi Daerah atau Local Economic Development (LED) telah
menjadi tumpuan bagi pemulihan ekonomi nasional. Pada tataran konsep dan
pemikiran, ada "ketidakjumbuhan" (ketidaksesuaian) atau "gap" antara teori-teori
LED yang lebih bermakna sistem Dekonsentrasi dengan basis wilayah "luas"
(provinsi-provinsi) versus sistem Desentralisasi (otonomi daerah) dengan basis
kota dan kabupaten. Oleh karena tuntutan LED terus mengemuka, sementara
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 27
belum disepakati konsep yang definitif, maka muncul paradigma-paradigma baru,
unik, dan parsial yang sedang diujicobakan di beberapa daerah (kota dan
kabupaten).
Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim terjadi
pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya disebabkan pada
analisa pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh
perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. (Sjafrizal, 1985:
331)
Richardson (1978) Perbedaan pokok antara pertumbuhan perekonomian nasional
dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang dititik beratkan dalam
analisis pertumbuhan daerah adalah perpindahan faktor movements(Ricardson,
1978). Jadi adanya asumsi “perekononian tertutup” tidak dapat diterapkan pada
daerah [region]. Adanya kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan
tenaga kerja dan modal sangat memperbesar peluang bagi perbedaan tingkat
pertumbuhan regional.Teori Ekonomi Regional memberikan tekanan pada unsur
space, maka faktor-faktor yang menjadi perhatian juga berbeda dengan apa yang
lazim dibahas pada Teori Pertumbuhan Nasional (Growth Theory). Pada Teori
Pertumbuhan Nasional faktor-faktor yang sangat diperhatikan adalah modal,
lapangan pekerjaan, dan kemajuan teknologi yang bisa muncul dalam berbagai
bentuk. Akan tetapi padaTeori Pertumbuhan Regional faktor-faktor yang
mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi, migrasi dan arus
lalulintas modal anrae wilayah.
Gllasson (1977), pertumbuhan regional dapat terjadi akibat faktor endogen (dari
dalam), dan faktor eksogen (dari luar) serta kombinasi dari keduannya. Faktor
endogen adalah distrubusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja,
modal. Faktor eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap
komoditas yang dihasilkan daerah tersebut (Glasson, 1977).
Adanya perubahan sistem pemerintahan, dari Dekonsentrasi dengan kontrol
dominan dari Pusat menjadi Desentralisasi ke daerah dan kabupaten (UU No.
22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 28
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah), maka pemulihan ekonomi
(economic recovery), khususnya dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran
dan memerangi kemiskinan, sudah barang tentu lebih mengandalkan peran daerah
serta menjadi relevan untuk memikirkan bagaimana pengembangan ekonomi di
daerah (LED) di tingkat Kota dan Kabupaten.
Memikirkan pengembangan ekonomi lokal tentu tak bisa dilepaskan dari banyak
teori yang mendasarinya. Malizia dan Feser tahun 1999 dalam bukunya
Understanding Local Economic Development mengompilasi ada 10 teori LED
dan membandingkan bagaimana dasar-dasar teorinya, sasaran pengembangannya,
prosesnya, kelebihan dan kelemahan, serta penerapannya (Info URDI Vol.15: 1-
5).
Menurut kedua penulis tersebut, ke-10 teori dapat dipahami melalui dua cara,
antara lain :
1. Teori dapat dipahami sebagai suatu realitas dari suatu proses pembangunan
ekonomi;
2. Teori dipahami sebagai banyaknya faktor dan aktor yang terlibat di dalamnya.
Tidaklah mengherankan bahwasanya satu teori tidaklah cukup dan teori-teori
yang ada lebih menggambarkan paradigma pada masanya.
Ke-10 teori tentang Local Economic Development dipahami sebagai:
1. Proses pengembangan dan perkembangan ekonomi di daerah-daerah lebih pada
tataran ekonomi makro;
2. Basis wilayah (Regionalisasi) yang digunakan pada teritorial tertentu yang
cukup "luas" sehingga teridentifikasi fungsi "Homogeneity" dan atau
"Functionality/Nodality" (Perroux-1955; Myrdal-1957; Hirschman-1958, dan
Hilhorst-1977).
Sedikit banyak teori-teori tersebut pernah diterapkan di Indonesia dalam
kebijakan-kebijakan pembangunan ekonomi masa lalu (Repelita) dengan basis
wilayah (regionalisasi) berupa provinsi atau gabungan provinsi (Konsep Wilayah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 29
Pembangunan Utama/WPU). Penggunaan basis wilayah provinsi atau gabungan
provinsi memang dimungkinkan dalam mekanisme Dekonsentrasi ketika itu.
Hanya saja penerapannya di Indonesia tidak secara utuh memilih satu teori atau
kombinasi dari berbagai teori, tetapi lebih pada "mencomot" secara "prasmanan"
(buffet) dasar-dasar teorinya sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.
Dengan sistem pemerintahan Desentralisasi, atau lebih sering disebut dengan
Otonomi Daerah yang berbasis wilayah kota dan kabupaten, bagaimana LED
berbasis kota dan kabupaten (bukan provinsi seperti penerapan teori sebelumnya)
mampu menjadi bagian dari pemulihan ekonomi nasional ? Di sinilah muncul
"gap" antara teori atau pemikiran LED yang diterapkan pada masa lalu (sebelum
Otonomi Daerah) dan pemikiran LED pada era Otonomi Daerah sekarang ini.
"Gap" ini menyangkut dua hal yaitu:
1. Basis wilayah "luas" dan fungsional seperti provinsi atau gabungan provinsi
versus wilayah kota dan kabupaten yang relatif tidak luas;
2. Sistem Dekonsentrasi dengan kontrol dari Pusat versus Desentralisasi di
kota dan kabupaten yang masing-masing daerah saling independen.
2.1.6. Faktor Pengembangan Ekonomi Regional
Beberapa hal lain yang mendasari perubahan paradigma pembangunan regional
adalah faktor-faktor internal dan eksternal yang diperkirakan dapat mempengaruhi
jalannya pembangunan regional masa kini dan masa yang akan datang, faktor
yang dimaksud antara lain disebabkan oleh adanya faktor-faktor intern
sebagaimana tersebut di bawah ini.
A. Faktor Internal
Faktor-faktor internal wilayah adalah faktor-faktor yang berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan pembangunan wilayah
yang ada dan ditemukenali serta yang bersumber di dalam wilayah otoritas yang
bersangkutan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 30
- Faktor Sumberdaya Wilayah
Sumberdaya wilayah merupakan anasir penting dalam pelaksanaan otonomi
daerah. Sumberdaya wilayah dimaksud adalah sumberdaya lahan yang terkait
dengan potensi fisik wilayah. Kiat manajemen/pengelolan yang berimbang dan
berkelanjutan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam peningkatan
produktivitasnya. Keberhasilan pengelolaan dengan berpijak pada kaidah
kelestarian lingkungan dan berkelanjutan akan dapat menjamin terhadap
meningkatnya masukan daerah yang telah lama dieksploitasi dengan tanpa
mempertimbangkan kelestarian lingkungan secara optimal. Sebagaimana
diketahui bersama bahwa keadaan daerah saat ini telah banyak yang mengalami
perubahan sebagai akibat kurangnya pelibatan dan pemberdayaan masyarakat
dalam melakukan pembangunan di wilayah yang bersangkutan, sehingga dalam
rangka mengantisipasi terhadap pengaruh negatif berkepanjangan maka perlu
segera diupayakan adanya sinkronosasi dan peningkatan hubungan koordinasi
dan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat, serta daerah dan pusat dalam
rangka peningkatan potensi di wilayah yang bersangkutan, oleh sebab itu, melalui
Undang-Undang No 22 Tahun 1999 diharapkan dapat dibangun sebuah sistem
yang mampu memperkuat institusi pengelolaan sumberdaya daerah. Institusi ini
diharapkan akan menjadi wadah bagi para profesional dalam rangka menerapkan
profesi sumberdaya manusia sebagai pelaku pembangunan di tingkat regional.
Selain itu, persepsi tentang pembangunan daerah yang akan dibangun melalui
kebijakan ini, adalah daerah sebagai satu kesatuan sistem wilayah pembangunan,
bukan saja berkonsentrasi pada kelangsungan hidup manusia dalam kepentingan
sesaat tetapi juga menciptakan habitat bagi tumbuh dan berkembangnya makhluk
lain dalam rangka mempersiapkan sistem yang mendukung kelestarian kehidupan
secara berkesinambungan. Dengan demikian, daerah tidak lagi dipersepsikan
sebagai daerah yang masing-masing terpisah, tetapi tetap memiliki interaksi dan
interdependensi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Keterkaitan sumberdala
lahan atau sumberdaya fisikal antara satu daerah dengan daerah lainya tidak akan
dapat dipisahkan dalam pengelolaannya. Oleh karenanya, diperlukan wadah yang
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 31
berupa institusi untuk mengakomodasikan keterpaduan perencanaan,
pelaksanaannya sampai dengan evaluasi dan monitoring-nya.
- Faktor Sumberdaya Manusia
Manusia adalah kunci keberhasilan pembangunan. Sumberdaya manusia
merupakan kunci sukses dalam setiap pelaksanaan pembangunan baik dalam skala
kecil, menengah maupun sedang. Dalam rangka peningkatan keberhasilan
pelaksanaan pembangunan tersebut maka diperlukan kualitas sumberdaya
manusia yang memadai. Peningkatan kualitas yang dibarengi oleh peningkatan
kuantitas sumberdaya manusia yang berkualitas di tingkat regional untuk masa-
masa sekarang dan yang akan datang perlu dilakukan dan perlu
memperoleh/mendapatkan perhatian yang serius dalam penanganannya sehingga
potensinya dapat dimanfaatkan secara baik dan benar. Pembangunan regional
bukanlah membangun fisik daerah semata-mata, melainkan inti pembangunan
daerah adalah membangun sumberdaya manusia. Oleh sebab itu, dalam
pelaksanaannya, aspek pemberdayaan masyarakat perlu mendapat perhatian yang
serius. Dalam rangka ini pula, diwajibkan kepada daerah untuk mempersiapkan
sarana dan prasarana pendukung bagi pengembangan sumberdaya manusia dan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu memberikan dukungan
terhadap dilaksanakannya paradigma pembangunan berkelanjutan dan mampu
membangun daerah berdasarkan aspirasi daerah yang bersangkutan.
- Faktor Kedudukan Geografis
Letak wilayah secara geografis memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
perkembangan wilayah baik dari segi ekonomi, budaya, social, politik dan fisikal.
Letak geografis memiliki pengaruh pula terhadap letak strategis wilayah dalam
pelbagai aspek kehidupan. Kedudukan strategis wilayah yang bersangkutan dan
dapat menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu pasar produksi
pembangunan baik sektoral maupun non-sektoral dan bahkan mungkin dapat
menjadi salah satu produsen handal yang mampu memasok terhadap daerah lain
disekitarnya, dengan demikian kedudukan geografi memiliki peran yang penting
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 32
dan dapat menjadi factor pengaruha yang sangat kuat terhadap perkembangan
wilayah yang bersangkutan dan sekitarnya. Disamping itu, dengan letak geografi
tersebut dapat dijadikan sebagai dasar “setting” terhadap kegiatan yang prospektif
dimasa depan termasuk penentuan pola konservasi dan preservasi serta pola
eksploatasinya. Rancangan yang didasarkan pada letak geografis akan mampu
memberikan hasil yang optimal termasuk dapat mengakomodasi terhadap jiwa
rancangan pembangunan daerah yang searah (compatible) dengan Undang-
Undang tentang otonomi daerah dan tata lingkungannya, sehingga dalam
pemanfaatan setiap sumberdaya perlu senantiasa mempertimbangkan “where,
what, when, why, how and by whom”?.
Dalam kerangka ini pula, Undang-undang menekankan pentingnya pendekatan
keruangan yang secara geografis akan memberikan dukungan secara lebih detil
melalui pendekatan kewilayahan sehingga persebaran keruangannya dapat
dipertanggung jawabkan secara akademis dan praktis.
- Faktor Perkembangan Penduduk dan Demografi
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dimasa yang akan datang disatu sisi
merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional, sedangkan disisi lain
akan merupakan masalah, hal ini akan besar pengaruhnya terhadap laju dan
kecenderungan pembangunan regional. Sumberdaya daerah akan menanggung
beban yang lebih besar dalam rangka menyediakan lingkunan hidup yang
berkualitas baik. Proyek pembangunan regional dan bersifat lintas administratif
yang pada saat ini sedang dilaksanakan, dibangun dengan kesadaran penuh, akan
pentingnya kualitas lingkungan hidup, oleh sebab itu, salah satu indikator yang
akan dipergunakan dalam mengukur kinerja pengelolaan sumberdaya daerah
adalah neraca sumberdaya daerah.
- Faktor Peningkatan Kebutuhan
Sebagai akibat dari keberhasilan pembangunan maka secara logis kebutuhan
masyarakat akan barang dan jasa yang berasal dari sumberdaya daerah akan
semakin meningkat sehinga perlu didukung dan diantisipasi dalam pengelolaan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 33
sumberdaya alam dan pemanfaatan sumberdaya manusia, sehingga dapat
terjaminnya kebutuhan di masa yang akan datang.
- Faktor Perkembangan Persepsi Masyarakat
Dengan semakin meningkatnya wawasan masyarakat akan arti penting pelestarian
sumberdaya alam, menumbuhkan sikap masyarakat yang kritis tentang
pembangunan daerah sehingga persepsi masyarakat tentang sumberdaya tersebut
mulai bergeser dari aspek ekonomis ke aspek ekologis. Oleh sebab itu, didalam
pelaksanaan SRRP ini, mulai ditekankan perubahan pendekatan dari pendekatan
top down menjadi community base development.
- Faktor Pembangunan Sektoral dan Daerah
Pembangunan daerah dan regional sebagai bagian dari pembangunan nasional
perlu diselaraskan dan dilaksanakan secara terpadu dengan pembangunan sektor
lain dan pembangunan daerah secara holistik. Namun demikian, mengingat bahwa
sumberdaya alam sebagai sistem penyanggga kehidupan yang memiliki
kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan, maka
pembangunan sektor lain yang menyebabkan perubahan peruntukan dan
pemanfaatan sumberdaya yang berdampak penting, bercakupan luas, atau bernilai
strategis, harus dilakukan secara cermat dan koordinatif .
Khusus hubungannya dengan pembangunan daerah, penyelenggaraan otonomi
dibidang pembangunan regional perlu memperoleh perhatian yang semestinya.
Untuk itu perlu dikembangkan kegiatan yang bersifat “local specific” berdasarkan
potensi dan keadaan setempat.
- Faktor Kesenjangan
Pelaksanaan pembangunan daerah khususnya dalam pelaksanaan pembangunan
sektoral, telah menimbulkan ekses terjadinya kesenjangan antara penanam modal
dengan masyarakat. Ekses tersebut tidak jarang menimbulkan kerawanan sosial
yang berdampak negatif terhadap pengelolaan sumberdaya. Oleh karena itu perlu
diusahakan terlaksananya keterlibatan masyarakat di daerah dalam setiap
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 34
pelaksanaan pembangunan daerah melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara
pembangunan kelembagaan yang mendukung.
B. Faktor Eksternal
- Faktor Era Globalisasi
Berkembangnya kerjasama Regional Asia Pasific dan pengaruh globalisasi pada
gilirannya akan mempengaruhi perkembangan pembangunan regional dan
nasional di Indonesia. Pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia bukan semata-
mata menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia tetapi juga sudah dianggap
sebagai tanggung jawab semua umat manusia di dunia. Globalisasi yang terjadi
meliputi globalisasi ekonomi, demokrasi, lingkungan dan globalisasi sosial.
- Faktor Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan peningkatan pelayanan yang layak
maka sudah waktunya apabila IPTEK yang semula hanya sebagai pendukung
pembangunan, dimasa yang akan datang harus dapat berfungsi sebagai penggerak
perkembangan pembangunan daerah dan regional.
- Faktor Persepsi Masyarakat Internasional
Perhatian masyarakat Internasional akan arti pentingnya keberadaan dan
kelestarian sumberdaya alam daerah terutama yang mendukung terhadap
kepentingan manusia baik dalam skala lokal, regional, nasional dan bahkan
internasional dalam dasa warsa terakhir semakin meningkat. Hal ini telah
menimbulkan isu global yang dapat mengakibatkan dampak yang bersifat positif
dan negatif. Sehingga terbuka kemungkinan disinformasi yang mangakibatkan
timbulnya isu global yang bersifat negatif semakin deras. Untuk itu, perlu adanya
kehati-hatian dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam tersebut.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 35
2.2. Dokumen Perencanaan Kabupaten Bandung
2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun
2010-2015
A. Visi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Bandung Tahun 2010 - 2015 merupakan bagian dari rencana pembangunan jangka
panjang daerah pada tahap kedua 2011-2015 Kabupaten Bandung Tahun 2005 –
2025. Pada tahap ini perlu perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi
permasalahan yang belum terselesaikan, namun juga untuk mengantisipasi
perubahan yang muncul di masa yang akan datang.
Berbagai isu global dan nasional perlu dipertimbangkan dalam
menyelesaikan isu yang bersifat lokal, dan berimplikasi pada kesejahteraan
masyarakat. Isu yang dihadapi Kabupaten Bandung antara lain : keamanan dan
ketertiban masyarakat, pelayanan publik, lingkungan hidup dan bencana, kualitas
sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan dan keshalehan sosial),
pembangunan perdesaan dan ketahanan pangan, infrastruktur wilayah dan tata
ruang, serta kemiskinan. Dalam menangani isu tersebut diperlukan penguatan
kepemimpinan yang didukung oleh segenap komponen masyarakat dan
penyelenggara pemerintahan.
Dengan mempertimbangkan isu yang ada, maka visi Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung, yang dituangkan dalam RPJMD tahun 2010 – 2015, yang
hendak dicapai adalah :
“Terwujudnya Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya
Saing, melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Pemantapan
Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan
Berwawasan Lingkungan”.
Memperhatikan visi tersebut serta perubahan paradigma dan kondisi yang
akan dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Kabupaten Bandung dapat
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 36
lebih berperan dalam perubahan yang terjadi di lingkup regional, nasional maupun
global.
Perumusan dan penjelasan terhadap visi di maksud, menghasilkan pokok-
pokok visi yang diterjemahkan pengertiannya, sebagaimana Tabel 2.1 di bawah
ini.
Tabel 2. 1
Perumusan Penjelasan Visi RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2011-2015
Visi Pokok-pokok Visi Penjelasan Visi
Terwujudnya Kabupaten
Bandung yang Maju,
Mandiri dan Berdaya Saing,
melalui Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik dan
Pemantapan Pembangunan
Perdesaan, Berlandaskan
Religius, Kultural dan
Berwawasan Lingkungan.
Maju Kondisi sumber daya manusia Kabupaten
Bandung yang memiliki kepribadian baik,
berakhlak mulia dan berkualitas pendidikan
yang tinggi.
Mandiri Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung
yang mampu memenuhi kebutuhan sendiri,
untuk lebih maju serta mampu mewujudkan
kehidupan yang sejajar dan sederajat
dengan daerah lain yang telah maju, dengan
mengandalkan kemampuan dan kekuatan
sendiri.
Berdaya Saing Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung
yang memiliki kemampuan untuk bersaing
dengan sehat dalam lingkup regional
maupun nasional, yang mencakup berbagai
aspek yaitu: aspek kesejahteraan
masyarakat, aspek pelayanan umum dan
aspek daya saing daerah, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan pembangunan
Kabupaten Bandung.
Tata Kelola
Pemerintahan yang
Baik
Kondisi penyelenggaraan Pemerintahan
Kabupaten Bandung yang dilakukan secara
terpadu dan bertanggung jawab, dengan
menjaga sinergitas interaksi yang bersifat
konstruktif diantara tiga domain utama,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 37
Visi Pokok-pokok Visi Penjelasan Visi
yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat,
serta memperhatikan tingkat efisiensi,
efektivitas, partisipatif yang berlandaskan
hukum, menjunjung tinggi keadilan,
demokratisasi, transparan, responsif, serta
berorientasi pada konsensus, kesetaraan dan
akuntabel.
Pemantapan
Pembangunan
Perdesaan
Kondisi pelaksanaan pembangunan di
Kabupaten Bandung memberikan perhatian
yang besar dan sungguh–sungguh terhadap
pengembangan perdesaan, peningkatan
kualitas SDM kelembagaan perdesaan,
peningkatan ketersediaan infrastruktur
perdesaan, penyediaan sistem transportasi
perdesaan yang memadai, peningkatan
produk pertanian yang berdaya saing,
pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat
serta pemberdayaan masyarakat perdesaan.
Religius Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung
yang memiliki nilai-nilai, norma, semangat
dan kaidah agama, khususnya Islam yang
diyakini dan dianut serta menjadi karakter
dan identitas mayoritas Kabupaten
Bandung, yang harus menjiwai, mewarnai
dan menjadi ruh atau pedoman bagi seluruh
aktivitas kehidupan, termasuk
penyelengaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan, dengan tetap
menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan
hidup beragama.
Kultural Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung
yang memiliki nilai-nilai budaya sunda
yang baik, melekat dan menjadi jati diri,
yang harus terus tumbuh dan berkembang
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 38
Visi Pokok-pokok Visi Penjelasan Visi
seiring dengan laju pembangunan, serta
menjadi perekat bagi keselarasan dan
kestabilan sosial. Pengembangan budaya
sunda tersebut dilakukan dengan tetap
menghargai pluralitas kehidupan
masyarakat secara proporsional.
Berwawasan
Lingkungan
Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung
memiliki pengertian dan kepedulian yang
tinggi terhadap keseimbangan alam dan
kelestarian lingkungan yang didasari oleh
kesadaran akan fungsi strategis lingkungan
terhadap keberlangsungan hidup manusia.
Daya dukung dan kualitas lingkungan,
harus menjadi acuan utama segala aktivitas
pembangunan, agar tercipta tatanan
kehidupan yang seimbang, nyaman dan
berkelanjutan.
Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan mendorong efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan potensi yang dimiliki, maka ditetapkan misi RPJMD
Kabupaten Bandung tahun 2010-2015 yang didalamnya mengandung gambaran
tujuan serta sasaran yang ingin dicapai.
B. Misi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Bandung tahun 2010-2015, berorientasi pada pembangunan dan peningkatan
kompetensi segenap sumber daya yang terdapat di Kabupaten Bandung dalam
segala bidang, guna menyiapkan kemajuan, kemandirian dan kemampuan
bersaing.
Dengan memperhatikan isu dan pencapaian visi Kabupaten Bandung yang
maju, mandiri dan mampu bersaing tersebut, maka dirumuskan 7 (tujuh) Misi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 39
Kabupaten Bandung dalam rangka pencapaian Visi Kabupaten Bandung 2010 –
2015, sebagai berikut :
1. Meningkatkan Profesionalisme Birokrasi
Peningkatan profesionalime birokrasi adalah salah satu upaya dalam
mewujudkan Kabupaten Bandung yang “Maju, Mandiri dan Berdaya
Saing”. Hal ini memerlukan proses dan komitmen dari seluruh pemangku
kepentingan. Penyelenggaraan pemerintahan tidak semata-mata bergantung
kepada Pemerintah saja, akan tetapi harus adanya sinergi antara pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat secara proporsional dan bertanggung jawab.
Proporsional dalam hal ini mengandung pengertian bahwa setiap domain
pemerintahan melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan kapasitas
yang dimiliki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bertanggung jawab mengandung pengertian bahwa pelaksanaan peran dan
fungsi setiap domain pemerintahan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
objektif berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.
Secara garis besar terdapat 4 (empat) karakter kepemimpinan Rasulullah SAW
yang harus kita teladani dalam berbagai lingkup kepemimpinan, termasuk
kepemimpinan dalam pemerintahan, yaitu :
- Karekter kepemimpinan pertama : ”siddiq” (benar) yaitu komitmen
terhadap kebenaran. Segala langkah yang ditempuh seorang pemimpin
harus berpijak pada kebenaran, berada dalam kebenaran dan menuju
kebenaran. Kebenaran inilah yang harus menjadi landasan strategi
kebijakan serta acuan utama seluruh aktivitas pemerintahan dan
pembangunan.
- Karekter kepemimpinan kedua : ”tabligh” (menyampaikan). Seorang
pemimpin harus mampu mengkomunikasikan berbagai programnya
dengan baik kepada masyarakat serta mampu mendengar, memperhatikan
dan menyikapi dengan segera apa yang menjadi aspirasi masyarakatnya,
agar kebijakannya senantiasa berorientasi pada kepentingan masyarakat
yang dipimpinnya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 40
- Karekter kepemimpinan ketiga : ”amanah” (jujur). Seorang pemimpin
harus berlaku jujur dan adil disertai dengan keikhlasan dan ketawakalan
dalam mengemban amanah kepemimpinannya. Sekecil apapun yang
menjadi hak rakyat, harus mampu dipenuhinya sebagaimana seharusnya,
serta apa yang diucapkannya harus dapat dibuktikan dengan perbuatan
yang nyata.
- Karekter kepemimpinan keempat : ”fathonah” (cerdas). Seorang
pemimpin harus memiliki kapasitas intelektual yang tinggi serta memiliki
semangat untuk menjadikan berbagai fenomena kehidupan sebagai
pelajaran yang sangat berharga. Kepemimpinan bukan semata-mata
kekuasaan tetapi merupakan kapasitas intelektual yang dikonsepsikan dan
di praktekan dalam berbagai kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang dipimpinnya.
Penyelenggaraan pemerintahan (birokrasi) dari masa ke masa perlu adanya
penyesuaian terhadap perkembangan dan tuntutan masyarakat saat ini.
Tuntutan masyarakat tersebut diantaranya adalah adanya kepastian hukum,
rasa keadilan, demokratis, transparan, responsif, akuntabel dan bebas dari
KKN. Untuk itu diperlukan peningkatan profesionalisme birokrasi.
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme birokrasi menuju masyarakat
Kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing, diperlukan suatu
upaya sebagai berikut : peningkatan kapasitas SDM aparatur sesuai peran dan
fungsinya; penerapan sistem reward and punishment yang berkeadilan;
peningkatan kesejahteraan aparatur; peningkatan kualitas pelayanan publik
dengan pola pendekatan pelayanan prima; peningkatan disiplin kerja aparatur;
peningkatan pemanfaatan teknologi data dan informasi; serta peningkatan
pengawasan internal.
2. Meningkatkan Kualitas Sdm (Pendidikan dan Kesehatan) yang
Berlandaskan Iman dan Takwa Serta Melestarikan Budaya Sunda
SDM berkualitas yang berlandaskan Iman dan takwa merupakan salah satu
tolok ukur menuju keberhasilan pembangunan Kabupaten Bandung yang
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 41
”Maju, Mandiri dan Berdaya Saing”. Keimanan dan ketaqwaan adalah
landasan moral dan etika yang tidak hanya memiliki muatan spiritual, tetapi
juga muatan sosial, sehingga pada prakteknya tidak saja ditunjukan dengan
ketaatan ritual individu, tetapi juga harus diaplikasikan dalam kehidupan
sosial, sehingga tercipta kesalehan kolektif untuk merajut kehidupan bersama.
Kesalehan sosial sebagai perwujudkan sifat masyarakat bertaqwa merupakan
kesatuan utuh dari pengetahuan, sikap serta nilai-nilai yang mempengaruhi
cara berfikir dan bertindak. Dalam perspektif agama, keimanan dan ketakwaan
yang terefleksikan dalam kesalehan sosial, yang merupakan syarat mutlak bagi
tercapainya kesejahteraan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya secara terus
menerus untuk menciptakan SDM yang berkualitas, baik dari aspek
pendidikan maupun aspek kesehatan, yang berlandaskan iman dan taqwa.
Budaya sunda merupakan salah satu sumber nilai yang menunjukan jati diri,
identitas dan kepribadian suatu komunitas masyarakat. Hal ini menjadi
benteng pertahanan yang sangat efektif untuk menghadapi dampak negatif
derasnya arus perubahan. Pada sisi lain, budaya ini juga merupakan modal
utama pembangunan untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan hidup
manusia.
Budaya sunda sangat kaya akan nilai-nilai, hal ini merupakan falsafah hidup
yang sangat menentukan bagi sikap dan karakter masyarakat Sunda dalam
mengambil peran sentral dalam pembangunan. Oleh karenanya perlu digali
dan dikembangkan nilai-nilai budaya sunda yang baik untuk memotivasi
potensi masyarakat. Masyarakat Sunda harus mempunyai kepercayaan diri dan
kemandirian untuk berperan maksimal dalam pembangunan di Kabupaten
Bandung. Oleh karena itu, karakter masyarakat Sunda anu boga wani, wanoh,
wiwaha tur wijaksana harus dikembangkan sebagai bagian dari jati diri
kesundaan.
Dalam budaya sunda dikenal istilah “Sabilulungan”, yang artinya silih asih,
silih asah dan silih asuh. Kinerja pemerintahan dan kehidupan masyarakat
harus dilandasi oleh semangat “Sabilulungan” dengan identitas nyantri,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 42
nyunda, nyantana, nyantika, nyaloka dan sikap yang luhur, luhung, perigel,
gesit binangkit.
Peningkatan kualitas SDM yang berlandaskan Iman dan takwa serta
melestarikan budaya sunda sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui :
peningkatan pendidikan non formal (keaksaraan fungsional); peningkatan
kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan; pencanangan dan
penerapan wajib belajar 12 tahun; fasilitasi kemudahan bagi anak-anak usia
sekolah jenjang SMA/Sederajat; peningkatan sarana prasarana pendidikan
menengah; pemerataan pelayanan kelembagaan satuan pendidikan menengah
dalam rangka rintisan wajib belajar 12 tahun; Peningkatan penyelenggaraan
pendidikan kejuruan; ekstensifikasi kurikulum pendidikan umum ke
pendidikan kejuruan; penguatan dan pendalaman relevansi muatan kurikulum
satuan pendidikan menengah; menyelenggarakan pendidikan usia dini;
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pendidik dan
kependidikan; meyediakan fasilitas pendidikan bagi tenaga pendidik dan
kependidikan; meningkatkan mutu manajemen pendidikan bermuatan lokal;
meningkatkan pembinaan olahraga prestasi dan olahraga rekreasi;
meningkatkan sarana dan prasaran olahraga; meningkatkan peran pemuda
dalam pembangunan; peningkatan rasio sarana kesehatan terhadap jumlah
penduduk; peningkatan sarana prasarana kesehatan; peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan; peningkatan Kualitas SDM Kesehatan; peningkatan
kemitraan dan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan; penguatan
manajemen kesehatan; penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender;
peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan; peningkatan dan
peran serta kesetaraan gender; peningkatan penyediaan fasilitas PONED dan
tenaga medik terlatih di setiap wilayah; meningkatkan pemberdayaan
kelembagaan sosial; meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
penyadang sosial, anak terlantar dan jompo; meningkatkan upaya rehabilitasi
sosial terhadap korban narkoba; peningkatan implemetasi norma-norma
religius dalam kehidupan bermasyarakat; peningkatan pemahaman
keagamaan, melalui pemasyarakatan pemahaman Al-Qur'an bagi pemeluk
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 43
agama Islam; peningkatan penggalian dan pengelolaan potensi umat, seperti
optimalisasi ZIS; peningkatan keberdayaan lembaga keagamaan; peningkatan
pengenalan dan menanamkan kecintaan terhadap Budaya Sunda sejak usia
dini; peningkatan pemasyarakatan penggunaan bahasa dan nilai-nilai budaya
Sunda dalam aktivitas pemerintahan dan kemasyarakatan; peningkatan
keberdayaan seniman dan budayawan sunda; pengembangan dan pelestarian
lembaga-lembaga adat dan tradisi masyarakat; serta pembangunan sarana dan
prasarana pengembangan dan pelestarian keragaman budaya.
Upaya-upaya yang dilakukan harus konsisten dan berkesinambungan, dalam
rangka menghadapi persaingan pada era globalisasi. Era globalisasi ini
memerlukan SDM berkualitas yang mampu mengembangkan karir secara
mandiri dan memenuhi pasar kerja sesuai keahlian yang dibutuhkan di
berbagai bidang, seperti : industri, pertanian, perdagangan/jasa dan
sebagainya, tanpa harus meninggalkan jati diri sebagai orang sunda.
3. Memantapkan Pembangunan Perdesaan
Mayoritas wilayah Kabupaten Bandung adalah perdesaan, oleh karena itu
tumpuan pembangunan, salah satunya diarahkan pada wilayah perdesaan.
Upaya dalam mewujudkan pembangunan perdesaan yang mantap, menuju
Kabupaten Bandung yang “Maju, Mandiri dan Berdaya Saing” adalah
melalui peningkatan keberdayaan lembaga perdesaan; peningkatan kapasitas
dan kapabilitas pemerintahan desa; peningkatan keswadayaan dan
kegotongroyongan masyarakat desa; peningkatan kapasitas dan pemberdayaan
masyarakat; perkuatan lembaga-lembaga keuangan mikro di desa; peningkatan
pendapatan asli daerah desa; peningkatan peran serta kelembagaan masyarakat
dalam kelancaran distribusi, kestabilan harga dan akses pangan; serta
pengembangan teknologi pengolahan pangan non beras.
Perwujudan tersebut akan mengurangi beban dan kewajiban wilayah
perkotaan dalam menyediakan sistem pelayanan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 44
4. Meningkatkan Keamanan dan Ketertiban Wilayah
Kondisi aman dan tertib merupakan harapan masyarakat Kabupaten Bandung
yang ditandai oleh tidak adanya tindak kriminal/kejahatan ataupun kerusuhan,
serta adanya rasa saling percaya dan harmoni dari seluruh komponen
masyarakat. Kondisi ini menjadi landasan bagi kelangsungan kehidupan yang
tenang dan damai, serta merupakan jaminan bagi terselenggaranya
pembangunan sesuai harapan dan cita-cita bersama. Dinamika pemerintahan,
pembangunan dan kehidupan masyarakat akan bergerak selaras dengan
tuntutan perubahan, serta kehendak dan kebutuhan masyarakat berdasarkan
asas demokrasi yang bertanggung jawab, disertai dengan rasa kebersamaan,
persatuan dan kesatuan seluruh komponen masyarakat.
Kondisi yang aman, tertib dan tenteram akan terwujud apabila : terdapat
peningkatan kepatuhan/ketaatan masyarakat terhadap hukum, adanya
pengembangan sistem keamanan lingkungan swakarsa; terlaksananya
penegakan hukum; terlaksananya pembinaan SDM aparat penegak hukum;
adanya peningkatan peran aparat dalam meminimalisir berbagai konflik
kepentingan melalui pendekatan persuasif dan membuka ruang dialog; serta
adanya peningkatan pembinaan politik bagi masyarakat.
5. Meningkatkan Ketersediaan Infrastruktur dan Keterpaduan Tata
Ruang Wilayah
Ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah merupakan
unsur penunjang utama dalam mendukung terciptanya pembangunan
Kabupaten Bandung yang “Maju, Mandiri dan Berdaya Saing”.
Ketersediaan infrastruktur akan mempengaruhi tingkat pendidikan, kesehatan
dan daya beli masyarakat. Selain itu, ketersediaan infrastruktur menjadi
katalisator pencapaian pembangunan pada bidang lainnya.
Dalam rangka mewujudkan Kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan
berdaya saing, pelaksanaan pembangunan infrastruktur, harus bertumpu pada
pengembangan kompatibilitas dan optimalisasi potensi sumber daya alam,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 45
sumber daya manusia dan sumber daya fisik (buatan); serta memperhatikan
keterpaduan dengan tata ruang wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir dampak negatif yang terjadi akibat pembangunan yang kurang
memperhatikan kapasitas sumber daya yang ada.
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan
keterpaduan tata ruang wilayah adalah peningkatan kualitas dan kuantitas
infrastruktur dasar wilayah; pengaturan pola penggunaan lahan pada wilayah
yang berkembang pesat; peningkatkan efektivitas tata ruang wilayah;
pengaturan zonasi rencana pola ruang; pengendalian dan pengawasan
pemanfaatan ruang secara konsisten; penerapan mekanisme dan prosedur
perizinan yang efisien dan efektif; penerapan sistem insentif dan disinsentif
untuk medukung perwujudan tata ruang sesuai rencana; penataan perumahan
sesuai dengan tata ruang wilayah; penataan areal pemakaman; peningkatan
kualitas SDM perhubungan; peningakatan sarana dan prasarana perhubungan;
peningkatan pelayanan jasa angkutan serta peningkatan kelaikan operasional
kendaraan.
6. Meningkatkan Ekonomi Kerakyatan yang Berdaya Saing
Peningkatan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kemampuan daya beli
masyarakat erat kaitannya dengan kemiskinan. Semakin besar daya beli
masyarakat, maka semakin kecil tingkat kemiskinan pada suatu daerah.
Kemiskinan menyebabkan kemampuan masyarakat berkurang secara drastis
dalam mengakses pelayanan dasar.
Salah satu upaya untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing
adalah peningkatan kemampuan kelembagaan UMKM; peningkatan
kemampuan pengelolaan dan permodalan bagi koperasi, usaha mikro, kecil
dan menengah; pengembangan industri produktif berbasis UMKM;
peningkatan keterampilan kewirausahaan; penciptaan iklim investasi yang
mendukung pengembangan potensi lokal; pengembangan model kemitraan
usaha hulu-hilir; memudahkan aksesibilitas pemasaran produk-produk
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 46
unggulan daerah hasil KUMKM; peningkatan posisi tawar dan daya saing
produk unggulan daerah; penataan pedagang kakilima dan asongan;
peningkatan peran dan fungsi lembaga ketenagakerjaan; peningkatan kualitas
SDM pencari kerja; peningkatan sarana dan prasarana pelatihan kerja;
pengembangan potensi agribisnis; memudahkan aksesibilitas pemasaran
produk-produk pertanian dan perikanan; mempermudah akses permodalan;
pengembangan kawasan pertanian dan perikanan penerapan konsep ekonomi
perdesaan melalui One Village One Product (OVOP); pembangunan dan
pengembangan kawasan agropolitan; pembangunan dan pengembangan
kawasan terpadu; serta pembangunan dan pengembangan kawasan wisata.
7. Memulihkan Keseimbangan Lingkungan dan Menerapkan
Pembangunan Berkelanjutan
Rusaknya lingkungan akibat bencana alam merupakan polemik yang tidak
bisa dihindari. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan perubahan pola
berpikir dan bertindak dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan,
yaitu dengan mengacu pada pembangunan berwawasan lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan tidak hanya mengandalkan pada
mekanisme kinerja pemerintahan, tetapi harus mengikutsertakan segenap
lapisan masyarakat melalui penegakan hukum.
Sebagai wilayah yang rawan bencana, baik bencana banjir, longsor/gerakan
tanah dan gempa, perlu dilakukan penyusunan prosedur, tahapan mitigasi serta
penanganan bencana yang sederhana dan mudah diterapkan, sesuai dengan
pengalaman selama ini. Upaya menghindari bencana lebih mudah dilakukan
dan lebih murah dibandingkan setelah terjadi bencana. Pemulihan
keseimbangan lingkungan setelah terjadinya bencana serta penerapan
pembangunan yang berkelanjutan merupakan hal penting yang harus
diperhatikan demi mewujudkan Kabupaten Bandung yang ”Maju, Mandiri
dan Berdaya Saing”.
Faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam mengatasi kerusakan dan
memulihkan keseimbangan lingkungan serta penerapan pembangunan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 47
berkelanjutan, yaitu : peningkatan sinergitas konstruktif dari seluruh
pemangku kepentingan pembangunan dalam manajemen pengelolaan
lingkungan; peningkatan penegakan hukum lingkungan; peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap makna penting bagi kualitas kelangsungan
lingkungan; pembangunan tradisi dan budaya peduli lingkungan sejak dini;
optimalisasi pengelolaan limbah, melalui pengelolaan daur ulang, komposting,
dan konversi energi; reboisasi kawasan hutan, rehabilitasi lahan kritis dan
penanaman pohon di lingkungan pemukiman, lingkungan pendidikan,
lingkungan perkantoran dan lain-lain; pembangunan hutan kota dan ruang
terbuka hijau; penyusunan data dan informasi dalam rangka identifikasi dan
interpretasi daerah potensi bencana; pemetaan dan deliniasi kawasan rawan
bencana; serta pengendalian pembangunan di daerah rawan bencana.
2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bandung 2005-
2025
A. Misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bandung 2005-
2025
Untuk menangani isu/permasalahan dan mewujudkan visi jangka panjang
Kabupaten Bandung yang telah ditetapkan di atas, maka dirumuskan Misi
Kabupaten Bandung 2005-2025 sebagai berikut:
1. Mewujudkan Kabupaten Bandung yang Aman dan Tertib
2. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
3. Meningkatkan Daya Dukung dan Kualitas Lingkungan
4. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
5. Menciptakan Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan
6. Mewujudkan Perekonomian Masyarakat yang Berdaya Saing
Visi Repeh dilaksanakan melalui Misi 1 dan 2, Visi Rapih dilaksanakan
melalui Misi 3 dan 4, sedangkan untuk Visi Kertaraharja dilaksanakan melalui
Misi 5 dan 6.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 48
Penjabaran dari ke 6 (enam) visi tersebut yang berkaitan secara langsung
dengan pengembangan ekonomi masyarakat adalah pada misi ke 5 (lima dan ke 6
(enam):
(1) MISI KE 5 (LIMA) MENCIPTAKAN PEMERATAAN
PEMBANGUNAN DAN BERKEADILAN
Pembangunan wilayah merupakan pembangunan yang bersifat holistic
(menyeluruh). Ada tiga aspek utama terkait pembangunan wilayah yaitu
aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut merupakan
satu keasatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Pertumbuhan ekonomi
merupakan pendorong tumbuh kembangnya perekonomian wilayah secara
menyeluruh tetapi bukan merupakan satusatunya keberhasilan
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti oleh pembangunan
kesejahteraan sosial akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang semu,
artinya ada kesenjangan di tengah masyarakat. Misi kelima merupakan
penjabaran dari visi kertaraharja yang memfokuskan pada pertumbuhan
wilayah di mana masyarakat mempunyai kesamaan terhadap semua
aksesibilitas yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Selain itu,
pembangunan tidak hanya diprioritaskan pada wilayah yang secara
geografis diuntungkan oleh kedekatannya dengan pusat pertumbuhan
nasional (Kota Bandung) tetapi juga wilayah-wilayah tertinggal.
(2) MISI KE 6 (ENAM) MEWUJUDKAN PEREKONOMIAN
MASYARAKAT YANG BERDAYA SAING
Kabupaten Bandung memiliki potensi di bidang pertanian, pariwisata
maupun industri dan bila seluruh potensi sumber daya yang ada
dimanfaatkan secara maksimal dan berkelanjutan serta
menunbuhkembangkan perekonomian yang memiliki daya saing dengan
berbasis sumber daya lokal melalui pemberdayaan masyarakat maka akan
berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Misi keenam
ini merupakan penjabaran dari visi kertaraharja yang memfokuskan pada
pengembangan agribisnis, industri manufaktur, pariwisata, perdagangan,
investasi daerah, pengurangan pengangguran penduduk, pengurangan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 49
kemiskinan dan penyediaan infrastruktur yang mendukung perekonomian
daerah. Dari fokus tersebut diharapkan dapat memperkuat perekonomian
daerah yang berdaya saing global dan berorientasi pada keunggulan
kompetitif dan komparatif dengan berbasis pada potensi lokal.
B. Pencapaian Misi Melalui Pembangunan Ekonomi
Tujuan pembangunan jangka panjang Kabupaten Bandung tahun 2005-
2025 adalah Terwujudnya Kabupaten Bandung yang Repeh, Rapih, Kertaraharja
2025 dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai upaya yang terukur untuk tercapainya masyarakat Kabupaten Bandung
yang Repeh, Rapih, Kertaraharja 2025, sasaran pokok pembangunan di Kabupaten
Bandung dalam 20 tahun mendatang yang berkaitan dengan pengembangan
ekonomi masyarakat adalah sebagai berikut:
Terciptanya Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan, ditandai oleh:
a. Meningkatnya peran serta lembaga masyarakat dalam pembangunan, serta
semakin terbukanya kesempatan masyarakat untuk berorganisasi dan
berpolitik.
b. Meningkatnya indeks daya beli masyarakat, pendapatan perkapita
masyarakat, sehingga mampu menurunkan jumlah penduduk miskin.
c. Terpenuhinya pemerataan pembangunan prasarana jaringan jalan,
kebutuhan air baku dan jaringan irigasi, kebutuhan air bersih, kebutuhan
listrik serta berkurangnya daerah – daerah rawan banjir.
d. Terpenuhinya kebutuhan fasilitas publik di setiap Wilayah Pengembangan
(WP) sehingga mampu menurunkan tingkat kesenjangan pembangunan
antar WP.
Meningkatnya Perekonomian Masyarakat yang Berdaya Saing, ditandai oleh
hal – hal berikut:
a. Terwujudnya industri manufaktur berbasis potensi lokal dicirikan oleh
meningkatnya jumlah penggunaan bahan baku lokal sebagai pendorong
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 50
kegiatan industri manufaktur sehingga mampu menjadi basis ekonomi
masyarakat, serta memberi kontribusi bagi peningkatan PDRB.
b. Terwujudnya pusat-pusat perdagangan produk unggulan lokal dicirikan
oleh meningkatnya jumlah sentra perdagangan produk unggulan,
meluasnya jangkauan pasar ke tingkat internasional serta meningkatnya
prasarana pendukung fasilitas pusat perdagangan produk unggulan.
c. Terwujudnya produk pertanian yang berdaya saing dicirikan dengan
ketahanan pangan mandiri melalui pendorongan diversifikasi usaha tani ke
arah pengembangan agrobisnis dan agroindustri dalam rangka
meningkatkan pendapatan perkapita petani.
d. Meningkatnya penataan dan pembangunan sarana dan prasarana objek
wisata dicirikan dengan meningkatnya pangsa pasar pariwisata lokal di
tingkat internasional, berkembangnya keragaman objek – objek wisata,
serta ditandai oleh peningkatan kontribusi PDRB dari sektor pariwisata.
e. Terwujudnya pelayanan investasi yang mudah, murah, cepat dan pasti
dicirikan oleh meningkatnya pertumbuhan investasi di Kabupaten
Bandung.
f. Mewujudkan penyediaan infastruktur wilayah baik kuantitas maupun
kualitas secara memadai dicirikan oleh meningkatnya kondisi dan kinerja
jaringan jalan dan jembatan, terpenuhinya listrik di setiap kecamatan,
tercapainya cakupan pelayanan dan kualitas air minum, serta terpenuhinya
debit andalan air baku di setiap Daerah Irigasi (DI).
Arah Pembangunan 2005 – 2025 dalam Menciptakan pemerataan
pembangunan dan berkeadilan hendaknya menjadi keniscayaan bagi
penyelenggara pemerintahan. Pemerataan dapat bermakna luas, baik dilihat
dari aspek fisik maupun non fisik. Dalam konteks pembangunan pemerataan
mengandung arti bahwa setiap wilayah mendapatkan porsi yang sama atas
hasil – hasil pembangunan. Ketimpangan atau ketidakmerataan pembangunan
berakibat pada timbulnya rasa ketidakadilan. Sasaran pembangunan kabupaten
Bandung 20 tahun mendatang diarahkan pada upaya penciptaan pemerataan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 51
pembangunan yang berkeadilan. Untuk mewujudkannya dilakukan melalui
peningkatan pembangunan modal sosial secara berkesinambungan,
pemerataan terhadap aksesibilitas perekonomian masyarakat, peningkatan
pemenuhan pembangunan infrastruktur dasar di wilayah–wilayah tertinggal,
serta memberikan keleluasaan bagi masyarakat/swasta untuk berperan serta
dalam pembangunan. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk
mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan adalah:
(1) Meningkatkan hubungan/interaksi horizontal yang seimbang dan
selaras berdasarkan sikap kolektivitas dan integritas sosial dalam
tatanan kemasyarakatan
(2) Menjaga hubungan yang harmonis antara penyelenggara
pemerintahan dengan masyarakat yang dilayani.
(3) Memberikan kemudahan bagi pelaku ekonomi kerakyatan terutama
dalam memberikan akses yang lebih luas terhadap sumber daya
perekonomian seperti modal, bahan baku, pangsa pasar, serta sumber
daya manusia.
(4) Mendorong dan meningkatkan kapasitas pelaku ekonomi kerakyatan.
(5) Meningkatkan pemenuhan infrastruktur dasar pada daerah – daerah
tertinggal, seperti prasarana jalan, transportasi, jaringan irigasi, air
bersih, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas
perekonomian, energi listrik, dan telekomunikasi.
(6) Mendorong keterpaduan pembangunan antar sektor dan antar
wilayah berdasarkan peran yang diembannya.
(7) Mempercepat pemenuhan penyediaan fasilitas dasar di setiap
Wilayah Pengembangan
(8) Meningkatkan peran serta swasta dalam penyediaan infrastruktur dan
fasilitas publik
Arah Pembangunan 2005 – 2025 dalam Meningkatkan perekonomian
masyarakat yang berdaya saing diarahkan pada Pembangunan perekonomian
diarahkan untuk menuju peningkatan perekonomian masyarakat yang mampu
berdaya saing. Perkembangan perekonomian dewasa ini mengarah pada nilai
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 52
kompetitif antar daerah, wilayah, bahkan antar negara. Kecenderungan ini
menjadi titik tolak bagi pengembangan perekonomian daerah agar mampu
bersaing dengan daerah–daerah lainnya. Tantangan dalam membangun
perekonomian di Kabupaten Bandung hendaknya dapat memanfaatkan
keunggulan komparatif maupun kompetitif, dengan memaksimalkan
ketersediaan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia di
kabupaten Bandung. Sektor–sektor perekonomian yang selama ini
memberikan sumbangan terbesar bagi nilai PDRB meliputi sektor industri
pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Ketiga
sektor tersebut, mampu menyerap tenaga kerja hingga 67,7%. Upaya untuk
meningkatkan ekonomi yang berdaya saing dilakukan melalui penguatan dan
pengembangan industri manufaktur yang berbasis potensi sumber daya lokal,
pengembangan sentra–sentra perdagangan produk unggulan lokal,
pengembangan agropolitan, pengembangan kepariwisataan, pengembangan
iklim investasi yang kondusif serta peningkatan kualitas infrastruktur wilayah.
Sasaran pembangunan di bidang ekonomi pada tahun 2025 mendatang
hendaknya mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat sebesar
Rp.45.029.300/tahun atau setara dengan US$ 4.502 (asumsi kurs US Dollar
sebesar Rp.10.000). Pencapaian tersebut dapat dilakukan melalui beberapa strategi
diantaranya:
(1) Meningkatkan kualitas dan mutu hasil produksi industri manufaktur
berbahan baku potensi sumber daya lokal sehingga mampu bersaing di pasar
global
(2) Menumbuhkembangkan sentra–sentra perdagangan produk unggulan lokal
(3) Memfasilitasi perluasan akses pemasaran produk unggulan lokal hingga
pasaran nasional maupun internasional.
(4) Meningkatkan intensifikasi usaha dan diversifikasi produk – produk
pertanian
(5) Memberi kemudahan dalam menyediakan fasilitas pendukung agrobisnis,
agroindustri hingga terbentuknya kawasan agropolitan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 53
(6) Memperkuat daya saing produk – produk pertanian di pasaran regional
maupun nasional. Meningkatkan pengelolaan dan pengembangan pariwisata
daerah.
(7) Mempermudah sistem operasional dan prosedur pelayanan investasi daerah,
dengan prinsip cepat, murah, mudah dan pasti.
(8) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan dan pemeliharaan
infrastruktur yang menunjang bagi percepatan pertumbuhan perekonomian
wilayah.
(9) Membuka peluang dan kesempatan yang luas serta memberikan kemudahan/
insentif bagi swasta untuk berinvestasi baik dalam sektor ekonomi maupun
dalam penyediaan infrastruktur yang menunjang aktivitas perekonomian.
Dari target pencapaian indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks
daya beli pada tahun 2025 maka target IPM Kabupaten Bandung sebesar 92,20.
Lima tahun pertama pembangunan merupakan tahapan dasar yang menentukan
untuk tahapan pembangunan selanjutnya dengan memperhatikan potensi dan
permasalahan pembangunan saat ini. Oleh karena itu dengan memperhatikan hasil
capaian pembangunan sebelumnya, penekanan pembangunan lima tahun pertama
perlu diarahkan ke pembangunan bidang-bidang yang bisa dijadikan fondasi
tahapan pembangunan selanjutnya. Tahap lima tahun pertama diorientasikan
dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat yang berdaya saing
dilakukan secara simultan dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, serta mewujudkan Kabupaten
Bandung yang aman dan tertib.
2.3. Aspek Perencanaan Dalam Pengembangan Ekonomi
Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda
dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu
daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah
itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada
strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah.
Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 54
baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori
pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola
pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup
menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.
Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi
pengembangan ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk
bangun ekonomi daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi
daerah yang terencana, maka semua stakeholders perekonomian akan tergerak
untuk mengupayakan peningkatan ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap,
misalnya, akan membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan
produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja
pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan
pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak
naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah
pada tahun depan.
Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek
dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu
mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan
bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar
pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali
ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang
pro-bisnis.
I. Mengenali Ekonomi Wilayah
Dalam kerangka mengembangkan perekonomian suatu wilayah, maka hal
penting yang harus dilakukan adalah mengenali karakteristik ekonomi wilayah.
Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah
antara lain sebagai berikut.
a. Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi,
yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 55
menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk
terjadi akibat proses pertumbuhan alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami
penduduk menjadi faktor utama yang berpengaruh pada ekonomi wilayah karena
menciptakan kebutuhan akan berbagai barang dan jasa. Penduduk yang bertambah
membutuhkan pangan. Rumah tangga baru juga membutuhkan rumah baru atau
renovasi rumah lama berikut perabotan, alat-alat rumah tangga dan berbagai
produk lain. Dari sini kegiatan pertanian dan industri berkembang.
Urbanisasi dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi mencari
pekerjaan di industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana mereka
berasal. Perpindahan ke wilayah lain dari desa atau kota kecil telah menjadi tren
dari waktu ke waktu akibat pengaruh dari televisi, perusahaan pengerah tenaga
kerja, dan berbagai sumber lainnya. Suatu kajian mengindikasikan bahwa
pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini. Secara umum semakin tinggi
tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin tinggi. Hal ini semakin
meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi, komputer dan aktivitas high
tech lainnya yang memudahkan akses keluar wilayah.
Urbanisasi orang-orang muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran
kebutuhan ekonomi mereka namun merupakan peristiwa yang kurang
menguntungkan bagi wilayah itu bila terjadi dalam jumlah besar. Untuk
mengurangi migrasi keluar ini masyarakat perlu untuk mulai melatih angkatan
kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan memberikan pekerjaan
sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka sebagai tenaga dewasa
yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan bagi mereka untuk
tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai.
Lembaga pendidikan/pelatihan dan dunia usaha perlu menyadari adanya
kebutuhan untuk membangun hubungan kerjasama. Pendidikan mencari cara agar
mereka cukup berguna bagi pengusaha lokal dan pengusaha lokal mengandalkan
pada pendidikan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal. Jika metode
pendidikan yang ada tidak dapat mengatasi tantangan yang dihadapi, maka ada
keperluan untuk mendatangkan tenaga ahli dari wilayah lain untuk memberikan
pelatihan yang dapat mensuplai tenaga kerja terampil bagi pengusaha lokal.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 56
b. Sektor Pertanian
Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan,
namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau
bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas
kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan
pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak
layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi
wilayah itu menjadi semakin lambat.
Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan
dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama
dengan pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan
yang tidak dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian
perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat
diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program
kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi resiko produksi,
memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan
dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan
membuka pasaran yang baru.
Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam
wilayah maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat
menyebabkan merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh,
karena kebijakan AFTA, maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk
pertanian akibat impor dalam jumlah besar dari negara ASEAN yang bisa
merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk tetap dapat bersaing, target
pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan hasil
produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari
adalah bagaimana caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan
melaksanakan proses produksi sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada
bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga murah, akan lebih baik
jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik wilayah tersebut dan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 57
menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian disebarluaskan di
pasaran setempat maupun untuk diekspor.
Apa yang telah terjadi di Pulau Jawa kiranya perlu dihindari oleh daerah-
daerah lain. Pengalihan fungsi sawah menjadi fungsi lain telah terjadi tanpa sulit
dicegah. Hal ini mengurangi pemasukan ekonomi dari sektor pertanian di wilayah
tersebut, disamping itu juga menghilangkan kesempatan untuk menjadikan
wilayah yang mandiri dalam pengadaan pangan, termasuk mengurangi
kemungkinan berkembangnya wisata ekologi yang memerlukan lahan alami.
c. Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu
wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal.
Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan
kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut.
Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang
lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai
sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah
pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah.
Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan
wisata ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat
memberikan landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan
peluang unik untuk menarik pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan
berbagai aktivitas seperti berkuda, berkemah, memancing dll. akan dapat
membantu perluasan pariwisata serta mengurangi kesenjangan akibat
pengganguran.
Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri
pariwisata. Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam
menarik turis. Namun kegiatan pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak
pekerjaan bersifat musiman juga, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat
pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal
dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 58
Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-
ragaman ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan
untuk menstabilkan ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu
bertahan terhadap konjungtur ekonomi.
d. Kualitas Lingkungan
Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik,
merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi
pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting
untuk mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan
investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap:
keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas
untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu
wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan.
Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting.
Pelestarian kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal
seperti keuangan daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan
menciptakan pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi
terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan
ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan
bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat
masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan
developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari
wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah.
Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan
bisnis yang penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada
suatu wilayah dapat dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut.
Sarana umum merupakan kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana
umum ini sangat penting bagi aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling
dasar adalah jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air
bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan
seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 59
banyak fasilitas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari
masyarakat.
Kepadatan, pemanfaatan lahan dan jarak merupakan tiga faktor utama
dalam pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat
penduduk, biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih
murah jika dilihat daya tampung per unitnya. Pola pembangunan yang padat,
kompak dan teratur, berbiaya lebih murah daripada pembangunan yang linier atau
terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan
pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan memperkuat
pembangunan ekonomi wilayah tersebut.
Sarana umum yang baru perlu dibangun sejalan dengan pertambahan
jumlah penduduk. Idealnya fasilitas sarana umum yang ada harus dapat
menampung sesuai dengan kapasitas maksimalnya, sehingga dapat memberikan
waktu untuk dapat membangun sarana umum yang baru. Penggunaan lahan dan
sarana umum haruslah saling berkaitan satu sama lainnya. Perencana
pembangunan seharusnya dapat memprediksikan arah pembangunan yang akan
berlangsung sehingga dapat dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang
kegiatan masyarakat pada wilayah tersebut. Penyediaan sarana dapat juga
dilakukan dengan memberikan potongan pajak dan ongkos kompensasi berupa
pengelolaan sarana umum kepada sektor swasta yang bersedia membangun
fasilitas umum.
Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak
direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada
penggunaan lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana
umum menjadi sangat mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-
tempat lainnya harus ada satu kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola
pengadaan sarana umum di suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama
maupun di wilayah pinggiran.
e. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi
Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan
jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 60
memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang
menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana
utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi
untuk meningkatkan hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan
jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas
penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk
meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan
pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan
tarsnportasi.
Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk
kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama.
Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri
pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan
kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha
(aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil
produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk
menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran
bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke
belakang.
Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin
bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan
kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi.
Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan
tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang
membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan
tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat
kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan
pelatihan/pendidikan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 61
II. Manajemen Pembangunan Daerah yang Pro-Bisnis
Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling
berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah
daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam
hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan
bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama.
Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan,
menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang
banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses
kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan
mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi
kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian
berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah.
Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar
perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.
Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan
ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk
daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat
memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi
yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran
maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka
manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan
dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang pro-bisnis adalah antara
lain sebagai berikut.
a. Menyediakan Informasi kepada Pengusaha
Pemerintah daerah dapat memberikan informasi kepada para pelaku
ekonomi di daerahnya ataupun di luar daerahnya kapan, dimana, dan apa saja
jenis investasi yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang akan datang.
Dengan cara ini maka pihak pengusaha dapat mengetahui arah kebijakan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 62
pembangunan daerah yang diinginkan pemerintah daerah, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan dalam kegiatan apa
usahanya akan perlu dikembangkan. Pemerintah daerah perlu terbuka mengenai
kebijakan pembangunannya, dan informasi yang diterima publik perlu diupayakan
sesuai dengan yang diinginkan.
b. Memberikan Kepastian dan Kejelasan Kebijakan
Salah satu kendala berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang
berubah-ubah sedangkan pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah
serta tujuan kebijakan pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang
baik dapat membuat pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan
keuntungan di kemudian hari. Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab
itu adalah masalah kepastian kebijakan. Pemerintah daerah akan harus
menghindari adanya tumpang tindih kebijakan jika menghargai peran pengusaha
dalam membangun ekonomi daerah. Ini menuntut adanya saling komunikasi
diantara instansi-instansi penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan cara
ini, suatu instansi dapat mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi
lain, sehingga dapat mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan
dukungan yang diperlukan.
Pengusaha juga mengharapkan kepastian kebijakan antar waktu.
Kebijakan yang berubah-ubah akan membuat pengusaha kehilangan kepercayaan
mengenai keseriusannya membangun ekonomi daerah. Pengusaha daerah
umumnya sangat jeli dengan perilaku pengambil kebijakan di daerahnya.
Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan adanya kepercayaan
terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara terencana
dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.
c. Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan
Sektor ekonomi yang umumnya bekembang cepat di kota-kota adalah
sektor perdagangan kecil dan jasa. Sektor ini sangat tergantung pada jarak dan
tingkat kepadatan penduduk. Persebaran penduduk yang berjauhan dan tingkat
kepadatan penduduk yang rendah akan memperlemah sektor jasa dan perdagangan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 63
eceran, yang mengakibatkan peluang kerja berkurang. Semakin dekat penduduk,
maka interaksi antar mereka akan mendorong kegiatan sektor jasa dan
perdagangan. Seharusnya pedagang kecil mendapat tempat yang mudah untuk
berusaha, karena telah membantu pemerintah daerah mengurangi pengangguran.
Pada waktunya pengusaha kecil akan membayar pajak kepada pemerintah daerah.
Dengan menstimulir usaha jasa dan perdagangan eceran, pertukaran ekonomi
yang lebih cepat dapat terjadi sehingga menghasilkan investasi yang lebih besar.
Adanya banyak pusat-pusat pedagang kaki lima yang efisien dan teratur akan
menarik lebih banyak investasi bagi ekonomi daerah dalam jangka panjang.
Sebagian besar lapangan kerja yang ada dalam suatu wilayah diciptakan
oleh usaha kecil dan menengah. Namun usaha kecil juga rentan terhadap
ketidakstabilan, yang terutama berkaitan dengan pasar dan modal, walaupun
secara umum dibandingkan sektor skala besar, usaha kecil dan menengah lebih
tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah daerah perlu berupaya agar
konjungtur ekonomi tidak berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha kecil.
d. Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah
Kualitas strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang
akan dilakukan pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di
daerahnya menghadapi persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan
semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya
perjanjian AFTA, APEC dan lain-lain. Mau tidak mau, siap atau tidak siap
perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di semua
daerah. Upaya untuk menyiapkan pengusaha daerah oleh sebab itu perlu
dilakukan. Pengusaha dari negara maju telah siap atau disiapkan sejak lama.
Pengusaha daerah juga perlu diberitahu konsekuensi langsung dari ketidaksiapan
menghadapi perdagangan bebas. Saat ini, pengusaha lokal mungkin masih dapat
meminta pengertian manajer supermarket untuk mendapatkan tempat guna
menjual produksinya. Tahun depan, bisa tidak ada toleransi untuk produksi lokal
yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas dan tidak lebih tetap pasokannya.
Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu
sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 64
ditiadakan segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah
yang berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha
untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan
internasional harus diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya terencana agar
setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan perdagangan
internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi
pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup
daerah, nasional maupun internasional.
e. Membentuk Ruang yang Mendorong Kegiatan Ekonomi
Membentuk ruang khusus untuk kegiatan ekonomi akan lebih langsung
menggerakkan kegiatan ekonomi. Pemerintah daerah perlu berusaha
mengantisipasi kawasan-kawasan mana yang dapat ditumbuhkan menjadi pusat-
pusat perekonomian wilayah. Kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh
ini dapat berupa kawasan yang sudah menunjukkan tanda-tanda aglomerasi,
seperti sentra-sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan, perikanan; klaster industri, dsb. Kawasan cepat tumbuh
juga dapat berupa kawasan yang sengaja dibangun untuk memanfaatkan potensi
SDA yang belum diolah, seperti yang dulu dikembangkan dengan sistim
permukiman transmigrasi. Kawasan-kawasan ini perlu dikenali dan selanjutnya
ditumbuhkan dengan berbagai upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti
pengadaan terminal agribisnis, pengerasan jalan, pelatihan bisnis, promosi dan
sebagainya. Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh ini
perlu dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan keterampilan,
pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat.
Pentingnya pembangunan ekonomi, terjadi pada semua wilayah yang
masih menghadapi persoalan-persoalan kronis terkait tingkat kemiskinan,
pengangguran, pendapatan per kapita yang relatif rendah. Kebutuhan ini sangat
mendesak mengingat berbagai macam sarana dan prasanaran yang dimiliki harus
disiapkan dalam mendorong keberhasilan pembangunan bisa diupayakan secepat
mungkin dengan pencapaian hasil yang optimal. Pembangunan pada awalnya
diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi, sehingga persepsi ini melahirkan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 65
pemahaman akan perlunya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh
karena itu suatu daerah dikatakan berhasil melaksanakan pembangunan, bila
pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Untuk mengukur tingkat
pertumbuhan ekonomi, maka yang diukur adalah tingkat produktivitas daerah
tersebut setiap tahunnya. Secara ekonomi ukuran produktivitas ini menggunakan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi tidak begitu saja dapat
dilaksanakan, akan tetapi diperlukan beberapa syarat-syarat yang mendukung.
Syarat utama dalam pembangunan adalah adanya kolabori optimal antara
Pemerintahan dan masyarakat. Pembangunan tergantung pada Pemerintah dan
masyarakat. Pembangunan tidak dapat berjalan apabila hanya salah satu yang
menjalankan. Sehingga pembangunan pada dasarnya adalah dari masyarakat
untuk masyarakat.
Oleh karena itu model pembangunan yang seimbang atau ideal adalah
model pembangunan dengan melibatkan dan didukung penuh masyarakat.
Dukungan ini dalam bentuk partisipasi. Jika pembangunan hanya dilakukan oleh
Pemerintah, yaitu mengandalkan sepenuhnya Pemerintah, maka dapat dipastikan
pembangunan tidak akan mencapai sasaran yang diinginkan, oleh karena itu peran
serta masyarakat menjadi sangat penting. Penduduk merupakan aset dalam
pembangunan, mengingat penduduk sebagai suatu agent of development, sehingga
tidaklah berlebihan bila dikatakan berhasil tidaknya pembangunan ditentukan oleh
sikap penduduk selama proses pembangunan berlangsung.
Faktor sosial budaya masyarakat dalam proses pembangunan adalah
sangat penting. Kebiasaan yang ada di dalam masyarakat pada umumnya sudah
terjadi cukup lama, oleh karena itu sangat sulit untuk mengadakan perubahan
begitu saja. Nilai-nilai yang terkandung dan diyakini betul sebagai suatu
kebenaran, sangatlah sulit untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi
dalam masyarakat modern. Faktor kekuatan yang paling penting untuk
menggerakan masyarakat dari kemandekan ekonomi atau stagnasi ekonomi ke
arah proses pembangunan adalah perubahan pada nilai sosial budayanya. Dari
berbagai hasil penelitian jika disimpulkan bahwa kemajaun ekonomi dan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 66
pembangunan ekonomi dijadikan fungsi dari (tergantung dari ) perubahan pada
kombinasi bidang sosiologis, antropologi dan psikologi dalam kehidupan
masyarakat. Sebab utama bagi perubahan masyarakat terlihat secara internal pada
faktor-faktor yang melekat pada tata susunan masyarakat dan dalam tubuh
masyarakat itu sendiri bukan pada sejumlah faktor eksternal. Perkembangan
ekonomi terjadi ditandai dengan akumulasi modal dan kemajaun teknologi hanya
bila ada perubahan nilai-nilai budaya dan perilaku warga masyarakat. Dalam
pendekatan sosial budaya juga juga ditonjolkan segi kelembagaan dan peranan
lembaga-lembaga pergaulan hidup (Social Institutional), termasuk kebiasaan
hidup dalam masyarakat (Social Habits). Faktor budaya yang melekat pada segi
kelembagaan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat dalam
melakukan produksi, distribusi, konsumsi, tabungan dan investasi.
Prinsip dasar dalam proses pembangunan adalah penekanan pada
pertumbuhan ekonomi dengan hasil pembangunan yang tidak semata-mata
bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif. Untuk mencapai hal tersebut,
maka proses pertumbuhan secara serentak mengarahkan kepada tiga prinsip kunci
bagi negara sedang berkembang maupun industri maju, yaitu: (1) Berfokus pada
semua aset : modal fisik, manusia dan alam; (2) Menyelesaikan aspek-aspek
distributif sepanjang waktu; dan (3) Menekankan kerangka kerja institusional bagi
pemerintahan yang baik.
Modal manusia dan alam akan memberikan kontribusi terhadap akumulasi
modal fisik dengan meningkatkan pengembaliannya. Modal fisik meningkatkan
pengembalian terhadap modal manusia dan modal alam serta, bila pasar
mencerminkannya, akumulasinya. Selain itu, investasi yang dilakukan dalam
modal fisik, manusia dan alam secara bersama-sama akan memberikan kontribusi
terhadap kemajuan di bidang teknologi dan pertumbuhan produktivitas faktor
total, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Kondisi perekonomian yang
mengalami distorsi, dapat menempatkan suatu daerah dalam sebuah jalur
akumulasi aset yangn terdistorsi dan tidak seimbang. Keadaan ini dapat
mengakibatkan kondisi daerah dalam keadaan di bawah potensial sehingga pada
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 67
akhirnya dapat mengakibatakan produktivitas total yang rendah sehingga
pernaiakan kesejahteraan menjadi terhambat.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan, sekalipun daerah
tersebut sudah dalam keadaan makmur. Bagaimanapun juga tingkat kemakmuran
ini harus ditingkatkan, minimal dipertahankan, untuk itu pembangunan ekonomi
masih diperlukan. Bagi daerah yang sudah maju, pembangunan ekonomi lebih
banyak ditekankan pada kemajuan di bidang teknologi dan informasi. Hal ini
berbeda dengan pembangunan ekonomi di daerah sedang berkembang, yang pada
umumnya menekankan pada pembangunan secara fisik, seperti pembangunan
jalan raya dan tol, pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Hal ini terjadi
mengingat di daerah sedang berkembang prasarana dan sarana yang ada masih
sangat minim.
Pembangunan ekonomi yang dijalankan oleh suatu daerah dapat
memberikan dampak yang positif maupun negatif. Dampak positif ini tentu akan
sangat menguntungkan, tetapi dampak yang negatif akan sangat merugikan bagi
daerah yang bersangkutan. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah suatu
kebijakan dengan berbagai strategi pilihan. Oleh karena itu kebijakan
pembangunan akan selalu menimbulkan dua sisi yang bertentangan. Kebijakan
yang dipilih adalah suatu resiko yang harus ditanggung. Tidak ada pembangunan
tanpa menimbulkan dampak yang negatif, sehingga bagi pengambil kebijakan
adalah sangat bijaksana bila dalam proses pembangunan selalu meminimalkan
dampak negatif / kerugian bagi masyarakatnya. Sebab pada dasarnya tujuan dari
pembangunan itu sendiri adalah meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan peta potensi dan kendala pembangunan di suatu daerah, maka
dapat disusun suatu model alternatif pembangunan ekonomi. Dengan terbatasnya
sumberdaya maka sebaiknya pemerintah memilih satu atau beberapa sektor
unggulan saja. Sektor-sektor ini sebaiknya yang memiliki keterkaitan ekonomi
dengan sektor lain dan wilayah lain. Di dalam RTRW Kabupaten Bandung
beberapa jenis industri yang diusulkan untuk dikembangkan. Berkaitan dengan hal
tersebut maka perlu juga dikembangkan sektor-sektor pendukung. Sektor-sektor
ini merupakan sektor yang memberikan input bagi perkembangan industri-industri
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 68
tersebut. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor pertanian (terutama perikanan,
perkebunan, dan pertanian pangan), pariwisata, dan industri ringan. Salah satu
subsektor yang dapat menjadi andalan daerah adalah komoditas pertanian. Sektor
ini disamping membutuhkan banyak tenaga kerja juga untuk memanfaatkan
potensi sektor pertanian yang cukup besar.
Dalam penerapan model pembangunan di atas perlu memperhatikan
beberapa hal antara lain:
a. Keterkaitan antar Sektor dan Daerah
Pemilihan sektor yang akan menjadi engine of growth perekonomian daerah
harus didasarkan pada keterkaitan antar sektor dan daerah. Dengan kata
lain, sektor yang dipilih sebaiknya memiliki keterkaitan yang kuat baik
dengan industri hilir maupun hulu serta dengan daerah penunjang
(hinterland).
b. Infrastruktur
Keterkaitan antar sektor dan daerah dapat terjadi apabila didukung dengan
sarana dan prasarana yang baik terutama sarana dan prasarana di bidang
perhubungan dan infrastruktur industri dan pertanian.
c. Sumberdaya Manusia
Penerapan model pembangunan apapun sangat tergantung pada kapasitas
sumberdaya manusia yang melaksanakannya. Pengembangan industri
perikanan, pengolahan pertanian dan pariwisata membutuhkan tenaga-tenaga
dengan keahlian memadai dalam jumlah yang cukup. Kurangnya tenaga
terampil dan ahli dari masyarakat lokal mengakibatkan investor membawa dari
tenaga dari luar. Hal ini merupakan salahsatu sumber potensial untuk
terjadinya konflik sosial antara masyarakat pendatang dengan masyarakat
lokal. Dengan mendidik masyarakat lokal menjadi tenaga terampil dan ahli
maka diharapkan kenaikan pendapatan masyarakat langsung memberikan
dampak positif bagi perekonomian setempat. Sangat perlu diperhatikan bahwa
masalah pendidikan bukan hanya masalah daya fikir dan kreasi, tetapi pada
hakekatnya masalah budaya. Perlu dilakukan upaya perubahan budaya ke arah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 69
budaya produktif dan bekerja keras dan rajin sebagai prasyarat bagi
pembangunan masyarakat secara menyeluruh.
d. Penatagunaan Tanah
Agar pembangunan dapat berkelanjutan, maka diperlukan suatu penatagunaan
tanah (land use zoning) dan manajemen lingkungan yang baik. Penatagunaan
tanah diperlukan agar terdapat pembagian pemanfaatan tanah yang lebih
merata dan saling mendukung. Perlu diadakan pengaturan mengenai lokasi
industri, pertanian, permukiman dan sejenisnya yang jelas serta didukung
dengan upaya penegakan hukum yang kuat. Saat ini terdapat beberapa pulau
yang tidak berpenghuni yang berpotensi untuk menjadi daerah industri. Dengan
dikembangkannya daerah tersebut maka akan terjadi arus migrasi ke wilayah
tersebut, dan ini akan memberikan implikasi kepada masalah sosial dan
budaya. Penatagunaan tanah ini memiliki kaitan yang erat dengan masalah
sosial budaya dalam bidang pertanahan. Berbagai kegiatan investasi
membutuhkan prasyarat kepastian hukum utamanya dalam hal pertanahan,
ruang, dan lingkungan.
e. Manajemen Lingkungan
Manajemen lingkungan dibutuhkan untuk mencegah dan mengeliminasi
dampak negatif dari berbagai kegiatan pembangunan daerah sehingga
pembangunan dapat berkelanjutan. Dengan adanya ketentuan daerah untuk
mengelola kawasan budidaya yang merupakan kawasan yang dominan di
wialayah Kabupaten Bandung, maka eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya
pesisir perlu dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan konservasi
sumberdaya tersebut.
f. Keuangan Daerah
Untuk mendanai kebutuhan rutin dan pembangunannya pemerintah daerah
harus memiliki keinginan dan kemampuan mengelola sumber-sumber
pendapatannya secara efisien dan efektif. Peningkatan PAD bukan berarti
memperluas jenis dan besarnya pungutan tetapi untuk memperluas kesempatan
berusaha dan menarik investasi swasta yang sebesar-besarnya. Rasionalisasi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 70
dan upaya peningkatan yang kontraproduktif dalam penerimaan pendapatan
daerah perlu dihindari.
Prinsip Dasar Keberhasilan Pembangunan
Sebagai suatu dokumen dengan terobosan baru, keberhasilan MP3EI
sangat ditentukan oleh prinsip-prinsip dasar serta prasyarat keberhasilan
pembangunan. Adapun prinsip-prinsip dasar percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi menuju negara maju membutuhkan perubahan
dalam cara pandang dan perilaku seluruh komponen bangsa, sebagai
berikut:
a) Perubahan harus terjadi untuk seluruh komponen bangsa;
b) Perubahan pola pikir (mindset) dimulai dari Pemerintah dengan
birokrasinya;
c) Perubahan membutuhkan semangat kerja keras dan keinginan untuk
membangun kerjasama dalam kompetisi yang sehat;
d) Produktivitas, inovasi, dan kreatifitas didorong oleh Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) menjadi salah satu pilar perubahan;
e) Peningkatan jiwa kewirausahaan menjadi faktor utama pendorong
perubahan;
f) Dunia usaha berperan penting dalam pembangunan ekonomi;
g) Kampanye untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan;
h) Kampanye untuk perubahan pola pikir untuk memperbaiki kesejahteraan
dilakukan secara luas oleh seluruh komponen masyarakat daerah.
2.4. Aspek Historis Perekonomian Kabupaten Bandung
Berdasarkan pengelompokan kategori industri kecil, pola spesifik yang
sangat menonjol di Kabupaten Bandung adalah kelompok industri lokal dan
industri sentra. Kelompok industri lokal umumnya merupakan usaha kerajinan
rumah tangga yang dikerjakan oleh anggota rumah tangga dan lebih merupakan
aktivitas sambilan atau musiman dengan berpangkal tolak pada kultur tani.
Kegiatan ini lebih merupakan manifestasi dari tradisi setempat dan membantu
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 71
kegiatan utama yaitu kegiatan pertanian. Jenis yang diusahakan antara lain
anyaman bambu, anyaman mendong, kripik singkong, kripik pisang, gula aren
dan lain-lain. Ciri utama industri lokal adalah kelompok jenis industri yang
menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas
serta relatif tersebar dari segi lokasinya. Skala usaha umumnya sangat kecil dan
mencerminkan suatu pola pengusahaan yang bersifat subsisten Target
pemasarannya sangat terbatas dan ditangani sendiri. Pada kelompok industri
sentra, terdapat indikasi pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh
terkonsentrasinya bahan mentah bagi suatu produksi di daerahdaerah tertentu. Ciri
utama dari industri sentra adalah kelompok jenis industri yang dari segi satuan
mempunyai skala kecil tetapi membentuk suatu pengelompokan atau kawasan
produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis.
Ditinjau dari target pemasarannya, industri sentra umumnya menjangkau pasar
yang lebih luas sehingga peranan pedagang perantara atau pedagang pengumpul
menjadi cukup menonjol. Jenis industrinya antara lain konveksi di Kecamatan
Soreang, alat rumah tangga di Kecamatan Cileunyi, kerajinan bambu di Pacet,
kerajinan topi di Margaasih dan boneka di Margahayu.
Sektor ekonomi yang kontribusinya paling rendah dalam PDRB
Kabupaten Bandung adalah sektor pertambangan dan penggalian. Keberadaan
kontribusi sektor pertambangan dan penggalian relatif sulit dipertahankan dalam
jangka menengah hingga jangka panjang, mengingat status sumber dayanya yang
tidak dapat diperbaharui. Sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Bandung yang
diperkirakan potensial berkembang antara lain adalah sektor pertanian,
perdagangan-hotel dan restoran, serta sektor-sektor tersier, khususnya sektor jasa.
Kemungkinan perkembangan sektor-sektor tersebut tidak saja didukung oleh
kondisi geografis Kabupaten Bandung yang memungkinkan beberapa sektor
tersebut berkembang, tetapi juga karena faktor peningkatan dampak ekonomi
masyarakat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Posisi Kabupaten
Bandung yang berbatasan dengan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan
Kota Cimahi sangat memungkinkan perkembangan ekonominya sejalan dengan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 72
mobilitas penduduknya di ketiga wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten
Bandung.
Masih banyaknya penduduk di Kabupaten Bandung yang terkategori
”setengah penganggur” bahkan sampai ”setengah penganggur kritis” menunjukan,
kesempatan kerja yang tersedia belum bisa menjamin kehidupan para pekerja.
Sementara peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bukan pekerjaan
yang mudah, sehingga atas dasar ini secara apriori para pekerja dapat berada pada
situasi sebagai berikut : pertama, menjadi putus asa sehingga masuk ke dalam
kategori discouraged workers atau passive unemployment (yaitu kelompok
angkatan kerja yang aktif dalam segmensegmen aktivitas yang secara ekonomis
dapat dikatakan kurang ”layak”, namun tetap bersikap menunggu secara pasif
sampai datangnya pekerjaan yang lebih baik, dan additional worker atau pekerja
sambilan); kedua, berkecenderungan menjadikan anggota keluarga sebagai
pekerja tambahan; dan ketiga, berusaha memperoleh pekerjaan tambahan atau
pekerjaan rangkap.
Perkembangan indikator-indikator makro ekonomi regional Kabupaten
Bandung dilihat dari beberapa indikator menunjukkan perkembangan positif serta
dinamis dalam setahun terakhir. Kondisi tersebut antara lain terlihat dari nilai
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju investasi langsung (direct
investment). Nilai PDRB atas dasar harga berlaku (ADH) diperkirakan mencapai
Rp.51,89 Triliun (proyeksi) pada akhir tahun 2011. Posisi nilai PDRB tersebut
meningkat 12,57% dibandingkan indikator yang sama tahun 2010 (Rp.46,09
Triliun). Peningkatan PDRB (ADH). Peningkatan PDRB tersebut pada satu sisi
menunjukkan kinerja positif aktivitas sektor-sektor ekonomi di Kabupaten
Bandung dalam setahun terakhir (2010-2011). Pada sisi lain, sebagai indikator
makro ekonomi utama, perubahan positif nilai PDRB tersebut diharapkan bisa
mengurangi tekanan meningkatnya jumlah pengangguran dan perubahan jumlah
penduduk miskin. Masih tingginya tekanan kenaikkan tingkat pengangguran dan
jumlah penduduk miskin diperkirakan masih berlanjut di tahun 2011. Jumlah
pengangguran di Kabupaten Bandung (berdasarkan proyeksi) meningkat 2,56%
pada tahun 2011. Peningkatan jumlah pengangguran di Kabupaten Bandung tahun
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 73
2011 menjadi 133 Ribu Jiwa diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti: dampak melambatnya aktivitas produksi sektor-sektor utama yang
berdampak pada kuantitas penyerapan lapangan kerja, seperti untuk sektor
industri manufaktur akibat dampak liberalisasi perdagangan, meningkatnya
jumlah angkatan kerja yang belum sebanding dengan pertambahan lapangan kerja
baru, dan adanya migrasi penduduk baru yang belum terserap oleh lapangan
pekerjaan. Oleh sebab itu, meskipun terjadi kenaikkan kontribusi (share) nilai
output sektor-sektor utama lainnya terhadap PDRB, seperti sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor pertanian, sektor jasa, dan sektor bangunan, akan tetapi
hal tersebut belum optimal mengimbangi tekanan kenaikkan jumlah
pengangguran. Karakteristik sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa
dan sektor bangunan yang dalam beberapa hal memerlukan adanya keahlian
khusus dan tingkat pendidikan spesifik diperkirakan menjadi sumbatan
transformasi penyerapan tenaga kerja diluar sektor industri manufaktur.
Perkembangan jumlah pengangguran tahun 2011 dilihat dari perspektif
jumlah penduduk miskin terlihat berbanding positif. Indikasi positif terlihat dari
kenaikkan jumlah penduduk miskin sebanyak 16 Ribu Jiwa (menjadi 652 Ribu
Jiwa) tahun 2011 dibandingkan posisi jumlah penduduk miskin tahun 2010 (635
Ribu Jiwa). Peningkatan jumlah pengangguran dalam perspektif/terminologi
kemiskinan jelas akan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin,
sebagai akibat hilang/berkurangnya penghasilan tulang punggung pendapatan
keluarga.
Faktor lain yang diperkirakan juga berkontribusi terhadap peningkatan
pengangguran dan tingkat kemiskinan adalah kenaikkan tingkat inflasi 2011.
Tingkat inflasi 2011 diproyeksikan sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2010.
Kenaikkan tingkat inflasi 2011 menjadi 5,83% (year on year) dibanding tahun
2011 berdampak pada penurunan permintaan sekelompok masyarakat (konsumen)
di Kabupaten Bandung. Penurunan permintaan tersebut berdampak pada
perlambatan permintaan komoditas sektoral, sehingga pada akhirnya berdampak
pada perubahan/peningkatan permintaan faktor produksi tenaga kerja sektor-
sektor yang mengalami perlambatan peningkatan output. Dampak peningkatan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 74
tingkat inflasi juga diperkirakan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk
miskin, terutama kelompok penduduk berpendapatan tetap. Peningkatan tingkat
inflasi dalam hal ini berdampak pada kuantitas pengeluaran per kapita penduduk
(sebagai dasar ukuran perhitungan jumlah penduduk miskin). Kelompok
penduduk berpendapatan tetap dengan nilai nominal pendapatan mendekati garis
kemiskinan dalam hal ini adalah kelompok rawan yang setiap saat masuk ke
dalam kelompok masyarakat miskin, jika terjadi tekanan kenaikkan inflasi
(terutama tekanan inflasi pada komoditas makanan, bahan makanan, dan
kelompok sandang).
Faktor pendorong kegiatan ekonomi dan penekan dampak sosial ekonomi
di Kabupaten Bandung diperkirakan berasal dari pencapaian kinerja investasi
langsung (PMA/PMDN). Pertumbuhan investasi di Kabupaten Bandung 2011
diperkirakan bisa mencapai 7,43%. Peningkatan investasi langsung tersebut
diharapkan bisa berkontribusi kuat dalam menekan jumlah pengangguran dan
tingkat kemiskinan, serta disisi lain secara signifikan berdampak terhadap kinerja
pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan.
Dalam hal indikator ketenagakerjaan, perubahan tingkat pengangguran
terkait erat dengan perubahan peningkatan indikator tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK). Pola penyerapan tenaga kerja dilihat dari kondisi TPAK tahun
2010 menunjukkan adanya peningkatan TPAK perempuan, dari 27.46% tahun
2009 menjadi 35,72% tahun 2010. Dilihat dari perbandingannya dengan TPAK
tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki, TPAK tenaga kerja perempuan relatif
masih rendah. Peningkatan TPAK berjenis kelamin perempuan tersebut dalam hal
ini terlihat berdampak cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di
Kabupaten Bandung, terutama jika memperhatikan masih tingginya tingkat
pengangguran angkatan kerja perempuan (19,12%). Kondisi TPAK tersebut
dalam perkembangannya di tahun-tahun mendatang diharapkan dapat lebih
berkontribusi terhadap pengurangan tingkat pengangguran. Upaya meningkatkan
TPAK perempuan dalam hal ini diharapkan bisa meningkat sejalan dengan
bertambahnya persentase kesempatan kerja bagi perempuan di Kabupaten
Bandung. Perkembangan penyerapan tenaga kerja laki-laki maupun perempuan,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 75
diupayakan dapat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan investasi langsung
dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung. Sinyal positif
tersebut terlihat dari perkembangan sektor-sektor ekonomi yang seyogyanya bisa
member ruang partisipasi yang lebih tinggi kepada angkatan kerja perempuan
untuk lebih terlibat, seperti tercermin dari peningkatan kontribusi sektor pertanian;
sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor jasa. Namun demikian,
partisipasi perempuan dalam angkatan kerja cenderung bisa berbeda antar
kelompok umur, menurut status perkawinan dan perbedaan tingkat pendidikan.
Oleh sebab itu secara natural dibandingkan dengan laki-laki, tingkat partisipasi
perempuan cenderung lebih rendah, tidak hanya karena peran ganda mereka
dalam rumahtangga, tetapi juga berkaitan dengan komitmen perempuan untuk
berpartisipasi dalam angkatan kerja selama kehidupannya. Perempuan cenderung
keluar dari pasar kerja ketika mereka memasuki masa perkawinan, melahirkan dan
membesarkan anak, dan kemudian kemungkinan mereka akan kembali ke dunia
kerja ketika anak-anak sudah cukup besar. Meningkatnya pencapaian tingkat
pendidikan perempuan juga biasanya dikiuti oleh meningkatnya tingkat partisipasi
perempuan dalam angkatan kerja. Terlepas dari adanya kemungkinan keterlibatan
faktor-faktor alamiah tersebut, diharapkan kombinasi peningkatan TPAK
angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki maupun sebaliknya terhadap TPAK
perempuan akan semakin positif sejalan menekan tingkat pengangguran sejalan
dengan perubahan maupun transformasi pola-pola produksi dan adaptasi sektoral
terhadap penggunaan tenaga kerja di Kabupaten Bandung. Peningkatan tenaga
kerja perempuan tersebut ke depan diharapkan muncul dari terserapnya mereka ke
sektor-sektor yang secara tradisional banyak menampung tenaga kerja perempuan
seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pertanian. Masuknya
perempuan kelapangan pekerjaan ini lebih dikarenakan dorongan pemenuhan dan
usaha untuk menambah penghasilan keluarga.
Komposisi peranan sektoral terhadap total PDRB Kabupaten Bandung
tahun 2011 diperkirakan sedikit mengalami perubahan, meskipun secara agregat
komposisi alamiahnya tidak mengalami perubahan. Tiga (3) sektor utama yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Bandung 2011 masih
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 76
disumbang oleh sektor industri pengolahan (58,75%), sektor perdagangan, hotel
dan restoran (17,52%) dan sektor pertanian (7,78%). Ketiga sektor tersebut
kontribusinya mencapai 84,05% terhadap total PDRB Kabupaten Bandung. Untuk
itu, pola-pola pengembangan sektoral di Kabupaten Bandung dalam jangka
pendek diarahkan untuk tetap mempertahankan peranan masing-masing sektor
dominan dan untuk selanjutnya secara bertahap diharapkan semakin kokoh
ditopang oleh sektor-sektor lain yang belum dominan tetapi cukup potensial,
seperti: sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Kondisi tahun 2011 ditandai oleh
peningkatan kontribusi 4 (empat) sektor, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan,
sektor PHR dan sektor jasa-jasa. Sektor yang relatif dominan kenaikkan
kontribusinya terhadap total PDRB adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran
(PHR). Perkembangan positif sektor PHR merupakan sinyal yang positif bagi
perkembangan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Bandung, karena hal tersebut
mengindikasikan meningkatnya volume serta mobilitas barang dan jasa yang
diminta oleh masyarakat Kabupaten Bandung. Pola-pola kenaikkan aktivitas di
sektor PHR diharapkan pada tahap selanjutnya bisa ikut meningkatkan permintaan
komoditas komoditas di sektor/lapangan usaha yang lain. Perkembangan positif
juga terlihat dari kenaikkan kontribusi sektor pertanian (meningkat 0,25%).
Peningkatan tersebut terlihat sudah sesuai dengan track perekonomian Kabupaten
Bandung sebagai salah satu kawasan (cluster) Agropolitan di Jawa Barat. Peranan
sektor pertanian diharapkan tidak saja meningkat dari sisi kontribusi sektoral,
tetapi juga diharapkan berdampak luas terhadap peningkatan kualitas
kesejahteraan masyarakat pedesaan di Kabupaten Bandung. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat pedesaan tampaknya sangat terkait erat dengan
perkembangan sektor pertanian, terutama menyangkut indikator pengurangan
tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Potensi perkembangan sektor
pertanian di Kabupaten Bandung juga sangat memungkinkan, mengingat
pemanfaatan lahan-lahan pertanian yang masih mungkin dioptimalkan, serta
potensi kenaikkan permintaan komoditas pertanian oleh konsumen di Kabupaten
Bandung dan wilayah Kabupaten/Kota sekitarnya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 77
Sektor utama yang mengalami tekanan pengurangan kontribusi sektoral
adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan, meskipun
kontribusi totalnya masih tertinggi pada tahun 2011 (58,75%), akan tetapi hal
tersebut terlihat tertekan lebih dalam jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
(59,60%). Pengurangan kontribusi ini paling tidak menunjukkan sinyal adanya
perlambatan peningkatan nilai maupun volume output sektor industri pengolahan.
Perlambatan ini diperkirakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama akibat
dampak liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan diduga tidak saja
mengurangi permintaan regional akan produk-produk industri pengolahan, tetapi
juga ikut menekan permintaan ekspor produk sejenis dari mancanegara. Produk-
produk industri pengolahan di Kabupaten Bandung sebagian besar dikenal
merupakan kelompok produk dengan tingkat persaingan tinggi dengan produk
impor, seperti komoditas Tekstil Produk Tekstil (TPT) dan alas kaki. Tekanan sub
sektoral terhadap produksi komoditas-komoditas tersebut ke depan diharapkan
dapat dikurangi, sejalan dengan adanya indikasi positif dampak dari upaya
program revitalisasi mesin-mesin TPT, perbaikan tingkat pendapatan dan daya
beli masyarakat, dan dukungan stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS.
Target pencapaian indikator-indikator makro ekonomi Kabupaten
Bandung diproyeksikan mengalami sejumlah perubahan berarti untuk beberapa
indikator, seperti untuk indikator IPM dan indeks-indeks kompositnya (indeks
daya beli, indeks kesehatan dan indeks pendidikan). Meskipun belum secara
keseluruhan perbaikan tersebut diproyeksikan sebagaimana yang diharapkan
mengingat kondisi actual saat ini, akan tetapi kalaupun terjadi tekanan
perlambatannya diharapkan/diupayakan tidak sampai terlalu dalam menekan
pencapaian stabilitas makro ekonomi regional Kabupaten Bandung di tahun 2012.
Khusus menyangkut jumlah penduduk, tahun 2011 dan 2012 diproyeksikan
jumlah penduduk Kabupaten Bandung mengalami pertumbuhan 2,63% dan
2,64%. Pertambahan penduduk tersebut bersumber baik dari angka kelahiran
maupun akibat migrasi penduduk dari luar Kabupaten Bandung. Perkembangan
aktivitas perekonomian wilayah sekitar, seperti Kota Bandung dan Kota Cimahi
diperkirakan juga berdampak pada peningkatan jumlah penduduk Kabupaten
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 78
Bandung, mengingat tingginya harga lahan tempat tinggal di kota-kota tersebut
dan faktor kedekatan jaraknya dengan Kabupaten Bandung. Pengendalian jumlah
penduduk di Kabupaten Bandung terus mendapat perhatian khusus, terutama
mengingat efek tingginya jumlah penduduk terhadap besaran distribusi
pendapatan dan indikator-indikator kesejahteraan sosial di Kabupaten Bandung.
Pertumbuhan ekonomi di 2012 diproyeksikan sedikit melambat secara
tahunan dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2011 (5,91%).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana terlihat dari nilai PDRB tersebut
diperkirakan bersumber dari berlanjutnya dampak liberalisasi perdagangan
terhadap industri-industri utama di Kabupaten Bandung (terutama TPT dan alas
kaki), perubahan-perubahan skenario harga komoditas yang diatur oleh
pemerintah (administred price) yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2012.
Jumlah penduduk miskin diperkirakan diproyeksikan meningkat.
Peningkatan tersebut diperkirakan akibat melambatnya penggunaan/permintaan
tenaga kerja di sektor-sektor utama, baik itu terkait dengan penggunaan tenaga
kerja baru maupun akibat pengurangan tenaga kerja lama akibat tekanan produksi
serta permintaan. Peningkatan jumlah penduduk miskin juga diperkirakan akibat
adanya tekanan penurunan harga komoditas-komoditas di sektor pertanian yang
selanjutnya berdampak terhadap tingkat pendapatan masyarakat, terutama di
pedesaan. Perubahan administered price seperti BBM, gas dan lain-lain
diperkirakan akan berpotensi mendorong tingkat inflasi. Dorongan terhadap
tingkat inflasi tersebut diperkirakan juga berdampak terhadap kelompok
masyarakat yang saat ini pendapatannya mendekati garis kemiskinan.
Terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diharapkan posisinya
mengalami peningkatan di tahun 2012, khususnya terkait indeks pendidikan dan
indeks kesehatan. Meningkatnya indeks pendidikan dan kesehatan tersebut
diperkirakan tetap berlanjut sebagai dampak dari perubahan alokasi APBD
maupun APBN terkait komponen belanja bidang pendidikan dan kesehatan.
Untuk daya beli penduduk, secara nominal diperkirakan mencapai Rp.582 ribu di
tahun 2012. Peningkatan nominal angka daya beli tersebut ikut berkontribusi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 79
mengangkat posisi indeks daya beli masyarakat, sehingga diharapkan tingkat
inflasi 2012 bisa lebih terkendali.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 80
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Studi ini dilakukan melalui pengumpulan data sekunder dan primer
terhadap objek-objek ekonomi terkait dengan pengembangan ekonomi di
Kabupaten Bandung. Kemudian ditambah dengan hasil focus group discussion
dengan para pemangku kepentingan juga diharapkan dapat dikumpulkan
informasi data primer sebagai bahan pengkajian ini. Penggunaan data primer
maupun sekunder dalam penelitian ini diharapkan mampu memperkaya hasil studi
sehingga mampu menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Adapun
metode analisis yang digunakan bersifat deskriptif yaitu melalui pengumpulan
informasi data primer maupun sekunder selanjutnya dilakukan analisis
permasalahan penelitian.
3.2. Pendekatan
Merujuk keluaran yang ingin diperoleh, maka dibutuhkan dukungan
kelengkapan dan akurasi data tentang kondisi existing perekonomian dan
kebutuhan tentang pengembangan ekonomi di masa depan. Untuk itu, data dicari,
dikumpulkan dan dianalisis melalui teknik survey dan telaah dokumen, yang
hasilnya dibahas dalam FGD (Focus Group Discussion) dan Uji-Publik. Ada pun
instrumen yang digunakan ialah: (1) Pedoman Observasi (Survey) dan Studi
Dokumen; (2) Pedoman Wawancara; (3) Format-format Analisis. Tahap ahir
perumusan hasil kajian, diarahkan pada penggunaan teknik perencanaan
pembangunan ekonomi masyarakat dengan ditempuh melalui tahapan: (1)
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 81
pengkajian kondisi dan persoalan, (2) analisis kebutuhan, tujuan dan sasaran; (3)
pengembangan model dan asumsi-asumsi strategis, dan (4) pengembangan
alternatif rencana dan program.
Pekerjaan kajian Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat
dilakukan malalui kajian desk research, focus group discussion, kuesioner dan
workshop. Selama masa pekerjaan tim Konsultan akan berhubungan dengan tim
Counterpart yang ditunjuk dari Bappeda Kabupaten Bandung dan seluruh OPD
terkait. Hasil pengumpulan data awal tersebut kemudian dikaji untuk
mendapatkan kesinambungan program pengembangan sumber daya air yang
dimaksud di atas pada level makro sistem dan mikro sistem sehingga nampak
jelas adanya penajaman atau konsep detail dari usaha yang telah ditentukan.
Aspek yang dipelajari dari studi terdahulu meliputi :
Rekomendasi studi terdahulu dan relevansinya terhadap pekerjaan studi
yang akan dilaksanakan.
Pendekatan teknis dari permasalahan yang ada, kemudian diklarifikasi
validitasnya di lapangan.
Rekomendasi pemecahan masalah dan program penangannya baik aspek
teknik maupun skala prioritasnya apakah masih representarif untuk kondisi
saat ini.
Relevansi rekomendasi studi terdahulu terhadap kondisi existing pada saat
ini dengan melakukan komparasi secara visual di lapangan.
Ketersediaan data dari studi terdahulu, referensi dan lain - lain.
Pendakatan analisis pengolahan data dalam penyusunan kajian ini
menggunakan pendekatan (alur) seperti sebagai berikut:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 82
Gambar 3. 1
Kerangka Analisis
Kondisi Variabel Makro Ekonomi Kabupaten Bandung
Kondisi Variabel Mikro Ekonomi Kabupaten Bandung
Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan Perekonomian Kabupaten Bandung
Pendekatan Teoritis dan Hasil-Hasil Kajian Sebelumnya
Identifikasi Poin-Poin (Isu Strategis) Permasalahan Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Analisis Strategi,
Kebijakan, dan
Program/Kegiatan
Pengembangan
Ekonomi
Masyarakat
Pendalaman Masukan Publik: Masyarakat-Tokoh Masyarakat-SKPD-Pelaku Usaha
Road Map
Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
Kabupaten Bandung
Tahun 2011-2015
Kedudukan Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Dalam Konstelasi Perencanaan Jawa Barat dan Pusat
Identifikasi Hubungan Desain Pengembangan Ekonomi Masyarakat Dengan Dokumen Perencanaan Kabupaten Bandung (RPJP-RPJM)
Pengolahan Data Statistik dan Ekonometrik
Sinkronisasi Desain Pengembangan Ekonomi Dengan MP3EI
Saran dan
Rekomendasi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 83
Gambar 3. 2
Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
Persiapan
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisis Data
Presentasi Drat Hasil
Penyampaian Laporan
AKhir
PerPersiapan Komprehensif, Koordinasi
Teknis, Kelengkapan Administratif,
Penetapan Indikator, Penetapan Alat
Analisis, Penyusnsunan Kerangka Analisis,
Pembagian Tim Analisis
TAHAPAN KAJIAN
Pengumpulan Informasi Data Primer dan
Sekunder dari BPS, Dinas terkait, BI, dam
Bappeda Kabupaten Bandung
La
pra
n P
en
da
hu
lua
nL
ap
ora
n A
nta
ra
La
pra
n A
kh
ir
Evaluasi Kesesuaian Datan, Tabulasi Data,
Pengolahan Data, Verifikasi Data
Analisis Data yang Diturunkan pada
Masing-Masing Poin Tujuan Kajian
Penyampaian Hasil Sementara, Evaluas,
dan Penyempurnaan
Laporan Grand Desain Pengembangan
Ekonomi Kabupaten Bandung 2011 - 2015
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 84
Unit analisis dalam penyusunan Grand Design Pengembangan Ekonomi
Masyarakat Kabupaten Bandung meliputi: (1) Unsur Kepala Daerah dan DPRD;
(2) Unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian, Dinas Perindagkop, Dinas Tenaga Kerja,
Dinas Kependudukan, dan SKPD terkait lainnya; (3) Unsur swasta seperti
Asosiasi dan kalangan pelaku usaha; (4) Unsur Masyarakat (stakeholders); (5)
Dokumen-dokumen seperti: (a) Rencana Strategis Ekonomi Kabupaten Bandung;
(b) Rencana Strategis Provinsi Jawa Barat; (c) Rencana Strategis Bappeda
Kabupaten Bandung; (d) Perda RTRW, (e) RPJPD, (f) RPJMD; (g) Renstra
bidang ekonomi Provinsi Jawa Barat; (h) RKPD 2011; (i) Perundang undangan
bidang ekonomi; dan (J) MP3EI.
Dokumen Perencanaan yang sudah diinvetaris tersebut nantinya akan
dijadikan sebagai bahan acuan ketika akan dilakukan sinkronisasi mengenai
pengembangan Grand Design Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung,
sehingga diharapkan akan ada dokumen perencanaan yang menjadi acuan dalam
pengembangan perekonomian Kabupaten Bandung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 85
BAB IV KONDISI
SOSIAL DAN EKONOMI
DI KABUPATEN BANDUNG
4.1. Kondisi Makro Ekonomi di Kabupaten Bandung
Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan
ekonomi adalah melalui pengukuran pencapaian indikator makro ekonomi, yang
masing-masing indikatornya terdiri dari beberapa komponen. Komponen-
komponen Indikator makro tersebut diantaranya adalah : Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), PDRB perkapita dan
tingkat inflasi.
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB Kabupaten Bandung 2009 berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 40,94
triliun dan PDRB berdasarkan harga konstan mencapai Rp 20,53 triliun. Kondisi
PDRB berdasarkan harga konstan mengalami pertumbuhan yang lambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disinyalir karena menurunnya tingkat
produksi industri pengolahan terutama industri tekstil. Industri tekstil mempunyai
kontribusi cukup besar terhadap perekonomian di Kabupaten Bandung, sehingga
bergolaknya sektor ini cukup memberi pengaruh significant terhadap kinerja
perekonomian di Kabupaten Bandung.
Dari ke-9 sektor lapangan usaha, sektor industri pengolahan berperan paling besar
bagi PDRB Kabupaten Bandung (60 %). Sektor lainnya yang mempunyai peranan
cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel, restoran; dan sektor pertanian;
yaitu masing-masing berperan 16,56 % dan 7,36 %.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 86
Tabel 4. 1
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 sampai dengan 2010
atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006
Kabupaten Bandung
No Sektor
Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %
1 Pertanian/Agriculture 1.338.248,71 7,59 1.371.807,74 7,34 1.424.992,98 7,24 1.502.003,39 7,32 1.602.050,01 7,37
2 Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying
234.570,64 1,33 245.205,27 1,31 255.888,73 1,30 269.782,12 1,31 282.922,47 1,30
3 Industry Pengolahan/Manufacturing Industry
10.838.753,39 61,44 11.478.643,51 61,44 12.110.396,65 61,56 12.519327,64 60,98 13.173.587,93 60,61
4 Listrik, Gas dan Air Bersih/Electricity Gas and Water Supply
323.121,39 1,83 344.912,14 1,85 361.439,39 1,84 376.034,30 1,83 396.026,30 1,82
5 Bangunan/Konstruksi/Construction 312.842,65 1,77 327.475,13 1,75 339.547,36 1,73 355.614,56 1,73 381.103,63 1,75
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran/Trade, Hotel and Restourant
2.625.092,43 14,88 2.819.715,80 15,09 2.994.763,36 15,22 3.211.263,99 15,64 3.474.795,78 15,99
7 Pengangkutan dan Komunikasi /Transport and Communication
717.582,16 4,07 765.192,41 4,10 795.218,84 4,04 843.661,61 4,11 892.448,05 4,11
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan/
393.169,22 2,23 419.515,28 2,25 436.277,89 2,22 451.138,21 2,20 474.864,56 2,18
9 Jasa-jasa/Services 856.789,53 4,86 911.462,79 4,88 955.207,67 4,86 1.000.817,32 4,87 1.056.862,46 4,86
Total 17.640.170,12 100 18.683.930,07 100 19.673.732,87 100 20.529.643,24 100 21.734.661,19 100
Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 87
Tabel 4. 2
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 sampai dengan 2010 atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Bandung
No. Sektor
Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %
1 Pertanian/Agriculture 2.228.624,62 7,57 2.465.321,20 7,40 2.753.632,27 7,19 3.013.007,10 7,36 3.471.661,92 7,53
2 Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying
368.568,14 1,25 419.179,42 1,26 468.303,79 1,22 526.035,13 1,28 580.783,81 1,26
3 Industry Pengolahan/Manufacturing Industry
17.876.119,11 60,74 20.154.147,70 60,49 23.275.745,49 60,79 24.565.562,89 60,00 27.471.535,02 59,60
4 Listrik, Gas dan Air Bersih/Electricity Gas and Water Supply
524.707,23 1,78 588.412,88 1,77 642.658,73 1,68 674.520,69 1,65 741.188,33 1,61
5 Bangunan/Konstruksi/Construction 506.056,81 1,72 571.271,13 1,71 648.394,06 1,69 696.720,83 1,70 764.990,68 1,66
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran/Trade, Hotel and Resto
4.432.799,58 15,06 5.112.043,54 15,34 6.005.197,92 15,68 6.780.385,10 16,56 7.796.200,55 16,91
7 Pengangkutan dan Komunikasi/Transport and Comm
1.360.838,71 4,62 1.566.528,90 4,70 1.766.609,79 4,61 1.795.161,77 4,38 1.933.148,22 4,19
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan/
634.303,86 2,16 721.566,11 2,17 792.877,54 2,07 820.502,95 2,00 898.354,49 1,95
9 Jasa-jasa/Services 1.499.027,98 5,09 1.721.159,87 5,17 1.936.315,52 5,06 2.069.321,52 5,05 2.434.375,72 5,28
Total 29.431.046,04 100 3.319.630,75 100 38.289.735,11 100
40.266.697,29
100 46.092.238,74 100
Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 88
b. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
LPE Kabupaten Bandung mencapai 4,35 %. Jika dilihat dari pertumbuhan
masing-masing sektor ekonomi (9 sektor), sektor perdagangan, hotel dan restoran
mengalami pertumbuhan yang paling besar dibanding sektor ekonomi lainnya,
yaitu mencapai 7,23 %. Sektor ekonomi lainnya yang mengalami pertumbuhan
cukup besar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor pertambangan
dan penggalian; serta sektor pertanian; yaitu masing-masing mengalami
pertumbuhan sebesar 6,16 %; 5,43 % serta 5,31 %.
Sektor ekonomi lainnya seperti : sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan
air bersih; sektor bangunan/konstruksi; sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan; serta sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan di bawah 5 %.
Tabel 4. 3
Laju Pertumbuhan EKonomi Kabupaten Bandung per tahun
2007-2010
Indikator Tahun 2007 Tahun
2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Laju Pertumbuhan
Ekonomi 5,92% 5,30% 4,35% 5,31%
c. PDRB per Kapita
PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku meningkat sebesar 5,01 % yaitu dari
Rp 12.242.428,00 menjadi Rp 12.856.303,00, sedangkan PDRB per kapita
berdasarkan harga konstan meningkat sebesar 0,69 %, yaitu dari Rp 6.402.393,00
menjadi Rp 6.446.689,00. Hal ini dapat dikatakan bahwa pendapatan riil
penduduk Kabupaten Bandung belum menunjukan peningkatan yang cukup
berarti. Kemudian jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita Provinsi Jawa
Barat, tingkat pendapatan yang diterima penduduk Kabupaten Bandung tidak jauh
berbeda dengan pendapatan rata-rata penduduk Provinsi Jawa Barat.
Pendapatan/PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat tahun 2008 berdasarkan harga
berlaku mencapai Rp 14.309.520,00.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 89
Tabel 4. 4
Pendapatan Perkapita Kabupaten Bandung per tahun
2007-2010
Indikator Tahun
2007
Tahun
2008
Tahun
2009 Tahun 2010
Pendapatan Perkapita
pertahun (Rp) 6.149.904 12.242.428 12.985.731 14.274.059
d. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi di Kabupaten Bandung tahun ini cukup rendah yaitu 2,49 %
dibandingkan tahun lalu yang mencapai 9,11 %. Penurunan tingkat inflasi terjadi
hampir di seluruh sektor perekonomian. Penurunan tingkat inflasi terbesar terjadi
pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mana pada tahun ini mengalami
deflasi hingga 5,21 %. kondisi ini merupakan dampak dari pemberlakuan
kebijakan penurunan tarif interkoneksi layanan seluler pada tahun 2008. Akibat
dari kebijakan tersebut adalah terjadinya perang tarif telekomunikasi pada tahun
2009 yang membawa Indonesia sebagai Negara dengan industri telekomunikasi
yang memiliki jumlah operator terbanyak dan tarif terendah.
Tabel 4. 5
Tingkat Inflasi Kabupaten Bandung per tahun
2007-2010
Indikator Tahun 2007 Tahun
2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Inflasi PDRB 6,89% 9,11% 3,15% 5,78%
Tabel 4. 6
Kondisi Perekonomian Kabupaten Bandung
(PDRB, Peranan NTB, LPE dan Tingkat Inflasi) Tahun 2009
No. Sektor
PDRB (juta rupiah) Kontribusi/
Peranan NTB
(%)
LPE ADH
Konstan
(%)
Tingkat
Inflasi (%) ADH
Berlaku
ADH
Konstan
1. Pertanian 3.013.007,10 1.502.003,49 7,36 5,31 4,85
2. Pertambangan dan
Penggalian 526.035,13 269.782,12 1,28 5,43 6,54
3. Industri Pengolahan 24.565.562,89 12.519.327,64 60,00 3,38 2,09
4. Listrik, Gas dan Air 674.520,69 376.034,30 1,65 4,04 0,88
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 90
No. Sektor
PDRB (juta rupiah) Kontribusi/
Peranan NTB
(%)
LPE ADH
Konstan
(%)
Tingkat
Inflasi (%) ADH
Berlaku
ADH
Konstan
5. Bangunan 696.720,83 355.614,56 1,70 4,73 2,60
6. Perdagangan, Hotel &
restoran 6.780.385,10 3.211.263,99 16,56 7,23 5,30
7. Angkutan dan
Komunikasi 1.795.161,77 843.661,61 4,38 6,16 -5,21
8. Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan 820.502,95 451.138,21 2,00 3,41 0,08
9. Jasa-jasa 2.069.321,52 1.000.817,32 5,05 4,77 2,00
PDRB 40.941.217,98 20.529.643,24 99,98 4,35 2,49
Sumber : BPS Kabupaten Bandung, PDRB Semesteran 2009.
Secara umum indikator makro di Kabupaten Bandung 2007-2010 dapat
tergambarkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4. 7
Indikator Makro Kabupaten Bandung
Tahun 2007-2010
No Indikator Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
1 Jumlah Penduduk (jiwa) 4.399.482 3.038.000 3.127.008 3.172.860 3.215.548
2 Laju Pertumbuhan Penduduk 3,20% 2,97 % 2,93 % 1,47 % 1,35 %
3 Laju Pertumbuhan Ekonomi 5,92 % 5,30% 4,35% 5,31%
4 Inflasi PDRB 7,39% 6,89% 9,11% 3,15% 5,78%
5 PDRB atas Dasar Harga Berlaku (juta
rupiah) 33.320.000 38.290.000 40.940.000 43.962.226
6 PDRB atas Dasar Harga Konstan (juta
rupiah) 22.058.759 18.684.000 19.670.000 20.530.000 21.402.977
7 Jumlah Keluarga Miskin 184.638 185.064 185.064 185.064
8 Laju Pertumbuhan Investasi
3,69% 4,73% 7,14 %
9 Pendapatan Perkapita pertahun (Rp) 6.149.904 12.242.428 12.985.731 14.274.059
10 IPM 70,11 71,88 72,5 73,39 74,36
11 Indeks Pendidikan 84,44 84,9 85,58 85,62 86,67
12 Rata-rata Lama Sekolah (thn) 8,39 8,58 8,86 8,87 9,08
13 Angka Melek Huruf 98,70 98,75 % 98,84 % 98,87% 99,74 %
14 Angka Harapan Hidup (tahun) 66,96 67,33 68,42 68,94 69,44
15 Indeks AHH 70,56 72,36 73,23 74,67
16 Indeks Daya Beli 59,25 59,55 61,31 62,35
17 Daya Beli (ribuan rupiah) 541,930 556,39 557,68 565,32 569,78
Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Dalam Angka.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 91
4.2. Kondisi APBD Kabupaten Bandung
Kondisi APBD Kabupaten Bandung dari tahun ke tahun meningkat sejalan
dengan kebutuhan pembangunan dan pembiayaan rutin. Untuk tahun 2012 (PPAS
2012), jumlah pendapatan APBD Kabupaten Bandung direncanakan mencapai
Rp.1,7 Triliun. Pos pendapatan APBD 2012 direncanakan bersumber dari PAD
sebesar Rp.236 Milyar, dari dana perimbangan sebesar Rp.1,3 Triliun dan dari
sumber-sumber lain PAD yang sah sebesar Rp.129 Milyar.
Prioritas belanja APBD 2012 diarahkan kepada 14 prioritas: (1) pelayanan
publik yang profesional; (2) peningkatan dan perluasan kualitas pelayanan
pendidikan; (3) peningkatan dan perluasan kualitas pelayanan kesehatan; (4)
peningkatan perluasan kesempatan kerja; (5) peningkatan ketahanan pangan dan
kesejahteraan pelaku pertanian; (6) peningkatan kuantitas dan kualitas
infrastruktur wilayah; (7) peningkatan kualitas pengelolaan dan pelaku UMKM;
(8) perluasan pelayanan air bersih dan air baku; (9) penanggulangan terpadu
bencana; (10) perbaikan kualitas lingkungan dan pengendalian tata ruang; (11)
pemantapan pembangunan daerah dan pedesaan; (12) penguatan budaya lokal dan
peningkatan destinasi wisata terpadu; (13) pemantapan stabilitas keamanan dan
ketertiban masyarakat; dan (14) peningkatan sarana prasarana perekonomian
kerakyatan.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas
umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Menurut
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, pasal 157 dan Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah Kabupaten Bandung pasal 20 (1) terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Yaitu :
a. Hasil Pajak Daerah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 92
Hasil pajak daerah di Kabupaten Bandung terdiri dari: Pajak Hotel,
Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Gol. C, dan Pajak
Parkir.
b. Hasil Retribusi Daerah.
Hasil retribusi daerah di Kabupaten Bandung terdiri dari: Pelayanan
Kesehatan, RSD Majalaya, RSD Soreang, Pelayanan Persampahan/
Kebersihan, Penggantian Biaya Cetak KTP, Penggantian Biaya
Cetak Akte Catatan Sipil, Pelayanan Pemakaman, Parkir di Tepi
Jalan Umum, Pelayanan Pasar, Pengujian Kendaraan Bermotor,
Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Fatwa Pengarahan Rencana
Pemanfaatan Lokasi, Ijin Pemanfaatan Tanah, Ijin Pemanfaatan
Hutan, Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah, Perijinan
Perdagangan, Jasa Usaha Terminal, Perijinan Industri, Jasa Ijin
Usaha Kebudayaan dan Pariwisata, Jasa Usaha Penyedotan Kakus,
Jasa Usaha RPH, Pemeriksaan Hewan Ternak, Hasil Ternak dan
Hasil Ikutannya, Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan OR, Izin
Pembuangan Limbah Cair, Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha
Daerah, Ijin Mendirikan Bangunan, Ijin Gangguan, Perijinan
Transportasi, Ijin Pelayanan Ketenagakerjaan, Perijinan
Penyelenggaraan Koperasi.
c. Bagian Laba Usaha Daerah.
Hasil Bagian Laba Usaha Daerah di Kabupaten Bandung terdiri dari:
PDAM, Bank Pembangunan Daerah, Perusahaan Daerah Tanah dan
Bangunan, Bank Karya Produksi Desa.
d. Lain-lain PAD yang Sah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 93
Hasil Lain-lain PAD yang Sah di Kabupaten Bandung terdiri dari:
Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan, Penerimaan
Jasa Giro, Penerimaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan,
Penerimaan Lainnya, Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan,
Penerimaan Ganti Rugi atas Kekayaan Daerah (TP/TGR).
2. Dana Perimbangan, Terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak.
1) Bagi Hasil Pajak.
Bagi hasil pajak di Kabupaten Bandung terdiri dari: Pajak Bumi
dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Termasuk PPh 21).
2) Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam.
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam di Kabupaten
Bandung terdiri dari: Iuran Provisi Sumber Daya Alam, Iuran
Tetap/Landrent, Iuran Eksploitasi (Royalti), Penerimaan
Pungutan Pengusahaan Perikanan, Penerimaan Pungutan Hasil
Perikanan, Penerimaan dari Sektor Minyak Bumi, Penerimaan
dari Sektor Pertambangan Gas Alam.
b. Dana Alokasi Umum (DAU).
c. Dana Alokasi Khusus.
d. Dana Perimbangan dari Propinsi.
Dana Perimbangan dari Propinsi di Kabupaten Bandung terdiri dari:
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 94
(PBBKB), Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah,
Bantuan Keuangan dari Propinsi, Penerimaan Pemanfaatan Hutan.
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Berdasar pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan
Daerah, selain unsur PAD yang telah disebut di atas, pasal 6(2)
menjelaskan tentang lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yaitu
penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan
bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan
komisi, potongan, atau pun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
Pendapatan Daerah tersebut setiap tahun harus dioptimalkan
penerimaannya, khususnya PAD yang sepenuhnya merupakan
tanggungjawab pemerintah daerah.
Kinerja pelaksanaan APBD khususnya mengenai Pendapatan Daerah pada periode
tahun 2006 -2010 yaitu:
Pertumbuhan rata-rata Pendapatan Asli Daerah sebesar 10,22%.
Penerimaan terbesar dari PAD terjadi pada tahun 2010, hal ini
disebabkan adanya kenaikan kontribusi dari Pajak Daerah, Retribusi
Daerah dan Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang Dipisahkan
dibandingkan tahun lainnya pada periode ini. Namun Lain-lain PAD
yang Sah, justru mengalami penurunan di tahun 2010.
Pertumbuhan rata-rata Dana Perimbangan sebesar 4,72%. Penerimaan
terbesar dari Dana Perimbangan terjadi pada tahun 2007, hal ini
disebabkan adanya kenaikan kontribusi dari Dana Alokasi Umum;
sedangkan penerimaan terbesar dari Dana Bagi Hasil Pajak /Bagi Hasil
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 95
Bukan Pajak terjadi pada tahun 2009; dan penerimaan terbesar dari Dana
Alokasi Khusus terjadi pada tahun 2010.
Pertumbuhan rata-rata Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar
23,40%. Penerimaan terbesar dari Lain-Lain Pendapatan Daerah yang
Sah terjadi pada tahun 2010, hal ini disebabkan adanya kenaikan
kontribusi dari Dana bagi hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah
Daerah lainnya, dan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus; sedangkan
penerimaan terbesar Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
Daerah lainnya terjadi pada tahun 2006.
Secara lengkap perincian mengenai alokasi penerimaan pendapatan periode tahun
2006-2010 disajikan dalam tabel di bawah ini:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 96
Tabel 4. 8
Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah
Tahun 2006 s/d Tahun 2010 Kabupaten Bandung
No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
Pertumbuhan (%)
1 PENDAPATAN 1.595.635.586.333,23 1.851.603.232.494,05 1.467.678.537.174,08 1.955.142.904.011,00 2.042.977.659.292,00 8,25%
1.1. Pendapatan Asli Daerah 137.532.499.196,23 147.630.987.490,05 144.660.409.277,08 153.271.649.974,00 198.658.826.439,00 10,22%
1.1.1. Pajak daerah 57.334.770.599,51 54.391.453.802,20 51.654.333.709,60 47.951.110.528,00 59.385.578.062,00 1,63%
1.1.2. Retribusi daerah 40.907.499.229,32 44.750.349.784,97 36.067.479.245,10 41.592.879.257,00 60.254.329.366,00 12,54%
1.1.3. Hasil pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan
19.173.811.516,00 24.386.963.267,00 35.674.088.462,00 43.280.145.688,00 52.790.345.015,00 29,19%
1.1.4. Lain-lain PAD yang sah 20.116.417.851,40 24.102.220.635,88 21.264.507.860,38 20.447.514.501,00 26.228.573.996,00 8,12%
1.2. Dana Perimbangan 1.294.064.416.457,00 1.519.650.675.014,00 1.132.888.252.124,00 1.444.122.553.979,00 1.436.030.033.073,00 4,72%
1.2.1. Dana bagi hasil pajak 93.714.268.191,00 153.249.020.498,00 112.566.362.458,00 123.122.062.283,00 150.591.707.804,00 17,17%
1.2.2. Dana bagi hasil bukan pajak 10.885.148.266,00 5.001.554.516,00 7.767.820.666,00 210.157.050.696,00 80.252.415.269,00 636,23%
1.2.3. Dana alokasi umum 1.168.636.000.000,00 1.351.912.000.000,00 1.001.542.069.000,00 1.080.215.507.000,00 1.086.282.210.000,00 -0,45%
1.2.4. Dana alokasi khusus 20.829.000.000,00 9.488.100.000,00 11.012.000.000,00 30.627.934.000,00 118.903.700.000,00 106,99%
1.3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
164.038.670.680,00 184.321.569.990,00 190.129.875.773,00 357.748.700.058,00 408.288.799.780,00 23,40%
1.3.1 Hibah
1.3.2 Dana darurat
3.000.000.000,00
44.266.548.000,00 - 0,00%
1.3.3 Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya ***)
109.693.954.850,00 108.748.711.214,00 112.040.363.851,00 118.058.122.758,00 26,32%
1.3.4 Dana penyesuaian dan otonomi khusus****)
8.703.546.800,00 10.570.533.600,00 53.130.359.000,00 172.051.700.400,00 70,38%
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 97
No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
Pertumbuhan (%)
1.3.5 Bantuan keuangan dari provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya
164.038.670.680,00 62.924.068.340,00 70.696.897.479,00 148.311.429.207,00 118.178.976.622,00 -10,16%
1.3.5 Pendapatan Lainnya
113.733.480,00
0,00%
Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 98
4.3. Kondisi IPM di Kabupaten Bandung
Gambaran keberhasilan pembangunan manusia/kualitas sumber daya
manusia baik fisik maupun non fisik dapat terlihat dari Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). IPM mencakup 3 (tiga) komponen dasar yang digunakan untuk
merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen dasar tersebut
berkaitan dengan pengetahuan (pendidikan), peluang hidup (kesehatan), dan hidup
layak (kemampuan daya beli/purchasing power parity). Kesehatan dan
kemampuan daya beli dapat mencerminkan kondisi fisik manusia, sedangkan
pendidikan dapat mencerminkan kondisi non fisik manusia.
Untuk mengetahui nilai IPM digunakan indeks pendidikan, indeks
kesehatan dan indeks daya beli sebagai acuan untuk mengukur indeks
pembangunan manusia (IPM). Tahun 2009 IPM Kabupaten Bandung mencapai
73,39; yaitu kontribusi dari indeks pendidikan 85,61; indeks kesehatan 73,23 dan
indeks daya beli 61,31.
a. Pendidikan
Indikator pendidikan yang digunakan untuk mengukur kemajuan
pembangunan manusia (IPM) adalah angka melek huruf (AMH) dan rata-rata
lama sekolah (RLS). Indikator-indikator tersebut dapat menggambarkan mutu
sumber daya manusia/SDM dan jumlah tahun yang dihabiskan dalam menempuh
semua jenis pendidikan formal. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke
atas) yang melek huruf mencapai 98,87 %, dengan rata-rata lama sekolah
mencapai 8,87 tahun.
Jika dilihat dari penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang
ditamatkan (ijazah tertinggi yang dimiliki) dan jenis kelamin, jumlah penduduk
perempuan yang tamat SD dan SLTP lebih baik dibandingkan dengan penduduk
laki-laki. Namun tidak demikian pada jenjang pendidikan SLTA dan Perguruan
tinggi. Dari 2.532.526 penduduk usia 10 tahun ke atas, sebanyak 39,47 % hanya
mempunyai ijazah SD/setara SD; 23,28 % mempunyai ijazah SLTP/setara SLTP;
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 99
21,55 % mempunyai ijazah SLTA/setara SLTA; 5,45 % mempunyai ijazah
perguruan tinggi dan 10,25 % tidak/belum mempunyai ijazah.
Tabel 4. 9
Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas berdasarkan Jenjang Pendidikan yang
Ditamatkan
(Ijazah Tertinggi yang Dimiliki) di Kabupaten Bandung Tahun 2010
No Jenjang Pendidikan Jenis Kelamin
Jumlah % Laki-laki Perempuan
1 Tdk/blm punya Ijazah 127.124 132. 578 259.702 10,25%
2 SD / setara SD 484.222 515.443 999.665 39,47%
3 SLTP / setara SLTP 295.192 294.330 589.522 23,28%
4 SLTA / setara SLTA 306.693 239.027 545.720 21,55%
5 Perguruan tinggi 74.670 63.247 137.917 5,45%
Jumlah 1.287.901 1.244.625 2.532.526 100%
Sumber : Suseda Kabupaten Bandung, BPS 2010.
b. Kesehatan
Keberhasilan pembangunan bidang kesehatan salah satunya dapat dilihat
dari indikator : angka harapan hidup saat dilahirkan (AHH), angka kematian bayi
(AKB), angka kematian kasar (AKK) dan status gizi. AHH merupakan salah satu
indikator kesehatan yang digunakan sebagai acuan untuk mengukur kemajuan
pembangunan manusia (IPM). AHH berbanding terbalik dengan angka kematian
(bayi lahir mati, kematian bayi di bawah 1 tahun, kematian anak di bawah 5 tahun
dan kematian ibu). Makin tinggi kualitas kesehatan, makin rendahnya angka
kematian sehingga meningkatnya harapan untuk hidup.
Saat ini AHH Kabupaten Bandung mencapai 68,94 artinya perkiraan lama
hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas
menurut umur adalah selama lk. 68-69 tahun. Sedangkan AKB mencapai 36,02
artinya rata-rata dari setiap 1000 kelahiran hidup terdapat 36 bayi diperkirakan
meninggal. Kematian bayi tersebut lebih banyak dialami oleh ibu yang mengidap
infeksi/penyakit, berat bayi lahir rendah, pertolongan kelahiran yang kurang aman
dan perawatan bayi yang kurang baik.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 100
c. Daya Beli ( purchasing power parity/PPP)
Indikator daya beli yang digunakan sebagai acuan untuk mengukur
kemajuan pembangunan manusia adalah konsumsi/pengeluaran riil perkapita
berdasarkan paritas daya beli dalam rupiah.
Kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Bandung tahun ini masih
terhambat oleh lesunya sektor usaha sebagai dampak dari krisis global yang
terjadi. Namun demikian kestabilan sektor moneter cukup membantu
mempertahankan kemampuan daya beli yang berada pada kisaran Rp 565.320,00
(lima ratus enam puluh lima ribu tiga ratus dua puluh rupiah).
4.4. Kondisi Kependudukan di Kabupaten Bandung
Jumlah penduduk Kabupaten Bandung adalah sebanyak 3.215.548 jiwa,
terdiri atas: laki-laki 1.638.623 jiwa (50,95 %) dan perempuan 1.576.925 jiwa
(49,05 %). Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur,
maka jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) mencapai 64,89
%, jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) mencapai 31,17 % dan
jumlah penduduk kelompok umur tua (65 tahun ke atas) mencapai 3,94 %. Dari
hal tersebut di atas, dapat diketahui angka beban ketergantungan (dependency
ratio) mencapai 54.09 artinya pada setiap 100 penduduk produktif harus
menanggung 54 penduduk tidak produktif.
Tabel 4. 10
Jumlah Penduduk dan Indikator Kependudukan Lainnya di Kabupaten
Bandung Tahun 2010
No Kelompok Umur (Thn) Jenis Kelamin
Jumlah % Laki-laki Perempuan
1 Muda (0-14) 513.714 488.483 1.002.197 31,17%
2 Produktif (15-64) 1.065.575 1.021.119 2.086.694 64,89%
3 Tua (65+) 59.334 67.323 126.657 3,94%
Jumlah 1.638.623 1.576.925 3.215.548 100%
Indikator Kependudukan Lainnya
4 Laju Pertumbuhan Penduduk 2,63 (2011) 2,64 (Proyeksi 2012)
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 101
No Kelompok Umur (Thn) Jenis Kelamin
Jumlah % Laki-laki Perempuan
(%)
5 Rata-Rata Laju Pertumbuhan Penduduk Nasional (%)
1,49
6 Kualitas Bangunan Rumah Penduduk
21,09% Tidak Permanen
25,41% Semi Permanen
53,50% Rumah Permanen
7 3 Sektor Utama Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Bandung
Industri Pengolahan (356.940 jiwa)
Pertanian (231.945 jiwa)
Perdagangan Besar dan Eceran (231.567 jiwa)
8 Kepadatan Penduduk (2010) 1.754 jiwa/KM2
Sumber: BPS Kabupaten Bandung (2011)
Relatif tingginya dependency ratio menunjukkan masih tingginya
ketergantungan penduduk yang kurang produktif, sehingga kondisi tersebut
memunculkan banyak persoalan sosial ekonomi dalam rumah tangga di
Kabupaten Bandung. Persoalan tingginya penduduk yang kurang produktif dapat
disebabkan oleh beberapa hal: (1) komposisi umur penduduk (usia produktif
dengan usia belum/tidak produktif); dan (2) pengaruh tingkat pengangguran dalam
rumah tangga.
Persoalan kependudukan mendasar lainnya di Kabupaten Bandung adalah
masih tingginya pertumbuhan jumlah penduduk. Tingginya pertumbuhan jumlah
penduduk tersebut dilihat dari perbandingannya dengan rata-rata pertumbuhan
penduduk nasional (1,49%). Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bandung
diperkirakan mencapai 2,64% pada tahun 2012. Persentase pertumbuhan
penduduk tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk
tahun 2011 (2,63%). Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk dipengaruhi oleh:
(1) tingkat migrasi penduduk ke Kabupaten Bandung; dan (2) pengaruh tingkat
kelahiran jangka panjang yang berdampak pada jumlah penduduk dalam jangka
panjang. Tingginya jumlah penduduk mengandung konsekuensi tingginya
kebutuhan penyerapan lapangan kerja dan penciptaan aktivitas-aktivitas usaha
ekonomi produktif. Disisi lain, kemungkinan tingginya pertumbuhan jumlah
penduduk juga mengandung konsekuensi adanya peningkatan eksternalitas sosial
ekonomi di Kabupaten Bandung di tahun-tahun mendatang.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 102
Sebagian besar penduduk Kabupaten Bandung bekerja di sektor industri
pengolahan (356.940). Sektor ke dua dan ke tiga yang menjadi sektor penyerap
lapangan kerja penduduk adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan, masing-
masing sebanyak 231.945 jiwa dan 231.567 jiwa. Tingginya jumlah penduduk
yang bekerja di ketiga sektor tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas
sektoral-nya menjadi jaminan kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung.
Konsekuensi lainnya, perkembangan sektor tersebut sangat sensistif bagi
kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung, termasuk kaitannya dengan
penyerapan lapangan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan.
Komposisi jumlah penduduk dilihat dari kelompok umur adalah sebagai
berikut (Tabel 3.2):
Tabel 4. 11
Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2008-2009
Kelompok Umur 2008 (Jiwa) 2009 (Jiwa) Pertumbuhannya (%)
0-14 Thn 868.572 979.271 12,74
15-64 Thn 1.917.840 1.977.706 3,12
65+ Thn 135.281 185.216 36,91
Total 2.921.693 3.142.193
Sumber: BPS Kabupaten Bandung 2010
Dilihat dari komposisi jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur,
maka dalam 2 tahun terakhir terjadi kenaikkan jumlah penduduk di semua
kelompok umur. Namun demikian, kenaikkan tersebut (dilihat dari
pertumbuhannya) menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk kelompok 65
tahun ke atas lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk kelompok umur
15-64 tahun (produktif). Relatif tingginya pertumbuhan penduduk kelompok umur
65 tahun ke atas (kelompok umur tua) mengindikasikan peningkatan kebutuhan
untuk sarana-sarana kesehatan di Kabupaten Bandung.
4.5. Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung
Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan urusan ketenagakerjaan salah
satunya dapat dilihat dari indikator kinerja sebagai berikut :
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 103
Rasio daya serap tenaga kerja
Rasio daya serap tenaga kerja pada perusahaan penanaman modal asing
(PMA) dan perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN)
mencerminkan besar kecilnya daya tampung proyek investasi PMA/PMDN
dalam menyerap tenaga kerja di suatu daerah. Semakin besar rasio daya
serap PMA/PMDN semakin besar pula jumlah tenaga kerja suatu daerah
yang dapat terserap pada perusahaan tersebut.
Pada tahun 2009 jumlah tenaga kerja yang terserap pada 528 PMA/PMDN
berjumlah sebanyak 201.646 orang. Penyerapan tenaga kerja ini lebih tinggi
0,06 % bila dibandingkan dengan tahun 2008. Namun rasio penyerapan
tenaga kerja terhadap jumlah PMA/PMDN pada tahun 2009 lebih kecil bila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2006-2008), di mana rasio
penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006 mencapai 397 : 1, pada tahun
2007 mencapai 426 : 1 , pada tahun 2008 mencapai 383 : 1 dan pada tahun
2009 mencapai 381 :1. Hal ini berarti pada tahun 2006 jumlah tenaga kerja
terserap sebanyak 397 orang per PMA/PMDN, pada tahun 2007 terserap
sebanyak 426 orang per PMA/PMDN, tahun 2008 terserap 383 orang per
PMA/PMDN dan tahun 2009 terserap 381 per PMA/PMDN. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 12
Rasio Daya Serap Tenaga Kerja di Kabupaten Bandung
Tahun 2006 s.d. 2009
No. Uraian 2006 2007 2008 2009
1
Jumlah tenaga kerja yang
berkerja pada perusahaan
PMA/PMDN
227.015 200.187 201.525 201.646
2 Jumlah seluruh PMA/PMDN 572 469 525 528
3 Rasio daya serap tenaga kerja 397 : 1 426 : 1 383 : 1 381 : 1
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung tahun 2010.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 104
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk
dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu : tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia
15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun.
Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah
bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja).
Angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap
masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan
potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Sedangkan, bukan angkatan
kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun mencari
kerja.
Tabel 4. 13
Penduduk Usia 15 Tahun Keatas di Kabupaten Bandung Dirinci Menurut
Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja serta Jenis Kelamin
Tahun 2006 s.d 2009
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung tahun 2010.
Pada tahun 2008 TPAK laki-laki di Kabupaten Bandung mencapai 60,22 % dan
perempuan mencapai 53,50 %. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan
tahun 2007, namun lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun 2006. Adapun
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 105
tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2008 mencapai 16,72 %. Angka ini
lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2006.
Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja merupakan peluang atau keadaan yang menunjukkan
tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan
sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai
dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan
Kerja dapat menggambarkan ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja) untuk
para pencari kerja.
Kesempatan kerja di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 menurut
lapangan usaha mencapai 1.324.930 orang. Angka ini lebih besar bila
dibandingkan dengan tahun 2008, namun lebih kecil bila dibandingkan
dengan tahun 2007 dan 2006. Kesempatan kerja terbesar berada pada
lapangan usaha pertanian, disusul dengan lapangan usaha industri
pengolahan serta perdagangan, restoran dan hotel.
Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai jumlah penduduk yang
memperoleh kesempatan kerja di Kabupaten Bandung selama kurun waktu
tahun 2006-2009 menurut lapangan usaha.
Tabel 4. 14
Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2009
No. Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009
1 Pertanian 731.205 278.455 267.455 425.031
2 Industri pengolahan 494.056 318.816 308.418 373.763
3 Bangunan 19.540 88.475 85.596 64.537
4 Perdagangan, Restoran dan Hotel
167.202 237.968 230.212 211.794
5 Angkutan, Pergudangan, Komunikasi
62.156 101.970 98.643 87.590
6 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan
10.944 11.617 11.226 11.262
7 Jasa Kemasyarakatan 161.913 133.065 128.734 141.237
8 Lainnya (Pertambangan, Listrik,
19.242 5.045 4.861 9.716
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 106
No. Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009
dan Air Minum)
Jumlah 1.666.258 1.175.411 1.135.145 1.324.930
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung tahun 2010.
Dalam hal indikator ketenagakerjaan, perubahan tingkat pengangguran
terkait erat dengan perubahan peningkatan indikator tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK).
Pola penyerapan tenaga kerja dilihat dari kondisi TPAK tahun 2010
menunjukkan adanya peningkatan TPAK perempuan, dari 27.46% tahun
2009 menjadi 35,72% tahun 2010. Dilihat dari perbandingannya dengan
TPAK tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki, TPAK tenaga kerja
perempuan relatif masih rendah. Peningkatan TPAK berjenis kelamin
perempuan tersebut dalam hal ini terlihat berdampak cukup signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bandung, terutama jika
memperhatikan masih tingginya tingkat pengangguran angkatan kerja
perempuan (19,12%). Kondisi TPAK tersebut dalam perkembangannya di
tahun-tahun mendatang diharapkan dapat lebih berkontribusi terhadap
pengurangan tingkat pengangguran. Upaya meningkatkan TPAK
perempuan dalam hal ini diharapkan bisa meningkat sejalan dengan
bertambahnya persentase kesempatan kerja bagi perempuan di Kabupaten
Bandung. Perkembangan penyerapan tenaga kerja laki-laki maupun
perempuan, diupayakan dapat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan
investasi langsung dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Bandung. Sinyal positif tersebut terlihat dari perkembangan sektor-sektor
ekonomi yang seyogyanya bisa member ruang partisipasi yang lebih tinggi
kepada angkatan kerja perempuan untuk lebih terlibat, seperti tercermin
dari peningkatan kontribusi sektor pertanian; sektor perdagangan, hotel
dan restoran; dan sektor jasa. Namun demikian, partisipasi perempuan
dalam angkatan kerja cenderung bisa berbeda antar kelompok umur,
menurut status perkawinan dan perbedaan tingkat pendidikan. Oleh sebab
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 107
itu secara natural dibandingkan dengan laki-laki, tingkat partisipasi
perempuan cenderung lebih rendah, tidak hanya karena peran ganda
mereka dalam rumahtangga, tetapi juga berkaitan dengan komitmen
perempuan untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja selama
kehidupannya.
Perempuan cenderung keluar dari pasar kerja ketika mereka memasuki
masa perkawinan, melahirkan dan membesarkan anak, dan kemudian
kemungkinan mereka akan kembali ke dunia kerja ketika anak-anak sudah
cukup besar. Meningkatnya pencapaian tingkat pendidikan perempuan
juga biasanya dikiuti oleh meningkatnya tingkat partisipasi perempuan
dalam angkatan kerja. Terlepas dari adanya kemungkinan keterlibatan
faktor-faktor alamiah tersebut, diharapkan kombinasi peningkatan TPAK
angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki maupun sebaliknya terhadap
TPAK perempuan akan semakin positif sejalan menekan tingkat
pengangguran sejalan dengan perubahan maupun transformasi pola-pola
produksi dan adaptasi sektoral terhadap penggunaan tenaga kerja di
Kabupaten Bandung.
Tabel 4. 15
Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung Tahun 2010
No. Jenis Kelamin
2010 (%)
TPAK TPAK Kesempatan Kerja
Pengangguran 2009 2010
1. Laki-laki 76,32 70,56 94,16 5,84
2. Perempuan 27,46 35,72 80,88 19,12
Jumlah 52,00 53,44 89,80 10,20
Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM Tahun 2010.
Peningkatan tenaga kerja perempuan tersebut ke depan diharapkan muncul
dari terserapnya mereka ke sektor-sektor yang secara tradisional banyak
menampung tenaga kerja perempuan seperti sektor perdagangan, hotel dan
restoran dan sektor pertanian. Masuknya perempuan kelapangan pekerjaan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 108
ini lebih dikarenakan dorongan pemenuhan dan usaha untuk menambah
penghasilan keluarga.
4.6. Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Bandung
Persentase Rumah Tangga (RT) Miskin
Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang sangat berpengaruh
terhadap masyarakat di dalam mengakses pelayanan dasar yaitu pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemampuan daya beli. Jumlah rumah
tangga miskin di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 sebanyak 186.631
rumah tangga atau 21,07 % terhadap total jumlah rumah tangga. Jumlah ini
menurun bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2007-2008), di
mana pada tahun 2007 jumlah rumah tangga miskin mencapai 184.638
rumah tangga (23,60 %) dan pada tahun 2008 mencapai 186.631 rumah
tangga (22,65 %).
Tabel 4. 16
Persentase Rumah Tangga (RT) Miskin di Kabupaten Bandung
Tahun 2007 s.d. 2009
No. Uraian 2007 2008 2009
1. Jumlah RT Miskin 184.638 185.064 186.631
2. Total RT 782.127 816.832 885.674
3. Angka Kemiskinan 2233,,6611 2222,,6666 2211,,0077
4. Persentase RT di atas Garis
Kemiskinan 76,39 77,34 78,93
Sumber : BPS Kabupaten Bandung Tahun 2007-2009.
Selanjutnya, presentase rumah tangga di atas garis kemiskinan pada tahun
2009 mencapai 78,93 %. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan
tahun 2007-2008, di mana pada tahun 2006 presentase rumah tangga di atas
garis kemiskinan mencapai 76,39 % dan pada tahun 2008 mencapai 77,34
%.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 109
4.7. Kondisi Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Bandung
Pembangunan manusia sebagai insan dan sumberdaya pembangunan
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dilakukan pada seluruh siklus
hidup manusia yaitu sejak dalam kandungan hingga lanjut usia. Upaya tersebut
dilandasi oleh pertimbangan bahwa kualitas manusia yang baik ditentukan oleh
pertumbuhan dan perkembangannya sejak dalam kandungan, pembangunan
manusia yang baik merupakan kunci bagi tercapainya kemakmuran bangsa.
Selama periode 2006 – 2009 berbagai program yang telah dilaksanakan dapat
meningkatkan sember daya manusia Kabupaten Bandung yang ditandai dengan
meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dan taraf pendidikan penduduk yang
berangsur meningkat.
Gambaran capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan atas fokus
kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator angka melek huruf, angka rata-
rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan,
angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan
hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yang
bekerja.
a. Angka Melek Huruf
Peningkatan kualitas SDM ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia yang dapat terlihat dari tiga indikator utama, yaitu
kesehatan, pendidikan dan daya beli. Dalam indikator pendidikan dapat diukur
dari Angka Melek Huruf penduduk dewasa serta rata-rata lama sekolah. Faktor
lain yang berpengaruh terhadap kualitas pendidikan adalah belum idealnya rasio
siswa terhadap guru, rasio siswa terhadap daya tampung sekolah dan rasio guru
terhadap sekolah. Pencermatan atas data sebaran RLS dan AMH menunjukkan
bahwa ketersediaan sarana prasarana, aksesibilitas, serta kondisi sosial ekonomi,
berpengaruh pada peningkatan RLS dan AMH. Peningkatan signifikan AMH dan
RLS terjadi di daerah/wilayah yang berkarakter urban, sementara kondisi di
wilayah rural, akibat berbagai sebab mengalami perlambatan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 110
Perkembangan Angka Melek Huruf di Kabupaten Bandung dari Tahun
2006 sampai dengan 2010 mempunyai kecenderungan trend yang
meningkat, walaupun rata-rata kenaikannya masih relatif kecil.
Tabel 4. 17
Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2006 s.d. 2010
Kabupaten Bandung
No Uraian 2006 2007 2008 2009 2010
1 Jumlah penduduk usia diatas
15 tahun yang bisa membaca
dan menulis
3.545.469 2.220.802 2.173.926 2.243.466 2.494.907
2 Jumlah penduduk usia 15
tahun keatas
3.100.533 3.170.135 2.199.414 2.269.104 2.532.526
3 Angka Melek Huruf 98,70 98,75 98,84 98,87 98,51
Sumber: Suseda BPS Kabupaten Bandung
Sementara gambaran angka melek huruf per kecamatan selama tahun 2010, dapat
tergambarkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4. 18
Angka Melek Huruf tahun 2010
Kabupaten Bandung
No Kecamatan
Jumlah penduduk usia
diatas 15 tahun yang
bisa membaca dan
menulis
Jumlah
penduduk usia
15 tahun keatas
Angka Melek
Huruf
1 ARJASARI 68.858 71.081 96.87%
2 BALEENDAH 172.421 174.157 99.00%
3 BANJARAN 88.449 89.937 98.35%
4 BOJONGSOANG 80.897 81.740 98.97%
5 CANGKUANG 50.283 50.873 98.84%
6 CICALENGKA 84.480 85.384 98.94%
7 CIKANCUNG 62.424 63.458 98.37%
8 CILENGKRANG 36.066 36.898 97.75%
9 CILEUNYI 128.285 129.304 99.21%
10 CIMAUNG 55.724 57.711 96.56%
11 CIMENYAN 81.981 83.360 98.35%
12 CIPARAY 116.382 118.385 98.31%
13 CIWIDEY 57.339 58.374 98.23%
14 DAYEUHKOLOT 91.398 91.816 99.54%
15 IBUN 57.167 58.853 97.14%
16 KATAPANG 85.648 86.306 99.24%
17 KERTASARI 50.231 51.565 97.41%
18 KUTAWARINGIN 69.263 70.672 98.01%
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 111
No Kecamatan
Jumlah penduduk usia
diatas 15 tahun yang
bisa membaca dan
menulis
Jumlah
penduduk usia
15 tahun keatas
Angka Melek
Huruf
19 MAJALAYA 116.354 118.334 98.33%
20 MARGAASIH 105.354 106.361 99.05%
21 MARGAHAYU 97.870 98.093 99.77%
22 NAGREG 36.626 37.244 98.34%
23 PACET 76.385 78.439 97.38%
24 PAMEUNGPEUK 54.357 54.839 99.12%
25 PANGALENGAN 105.670 108.431 97.45%
26 PASEH 90.040 92.210 97.65%
27 PASIRJAMBU 62.413 63.106 98.90%
28 RANCABALI 37.105 37.841 98.06%
29 RANCAEKEK 132.363 133.348 99.26%
30 SOLOKANJERUK 61.006 61.778 98.75%
31 SOREANG 82.158 82.718 99.32%
Sumber: Suseda BPS Kabupaten Bandung, 2010
b. Angka Rata-rata Lama Sekolah
Tingginya kontribusi indeks pendidikan dipengaruhi oleh dua komponen
yaitu Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Hurup, setiap tahunnya ada
peningkatan. Hal ini dapat dilihat bahwa RLS pada tahun 2006 sebesar sebesar
8.41 , tahun 2007 sebesar 8.58 atau naik 0.17 dari tahun sebelumnya , tahun 2008
sebesar 8.87 atau naik 0.29, tahun 2009 sebesar 9,28 atau naik 0.41 dan pada
tahun 2010 proyrksi sebesar 9.47 atau naik 0,19, demikian pula AMH pada tahun
2006 sebesar 98.68 , tahun 2007 sebesar 98.71 atau ada kenaikan sebesar 0.03,
tahun 2008 sebesar 98.84 atau ada kenaikan sebesar 0,13, pada tahun 2009 sebesar
98,87 atau ada kenaikan sebesar 0.03. Berikut gambaran rata-rata lama sekolah
dari tahun 2006 sampai dengan 2009 per Kecamatan di Kabupaten Bandung:
Tabel 4. 19
Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2006 s.d Tahun 2009
Kabupaten Bandung
No Kecamatan 2006 2007 2008 2009
1 ARJASARI 9,43 9,47 9,51 9,52
2 BALEENDAH 9,14 9,21 9,28 9,29
3 BANJARAN 7,92 8,05 8,09 8,10
4 BOJONGSOANG 10,62 10,73 10,77 10,77
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 112
No Kecamatan 2006 2007 2008 2009
5 CANGKUANG 7,37 7,57 7,59 7,59
6 CICALENGKA 9,36 9,40 9,45 9,46
7 CIKANCUNG 7,87 7,90 7,93 7,93
8 CILENGKRANG 7,98 8,05 8,06 8,06
9 CILEUNYI 10,09 10,18 10,23 10,24
10 CIMAUNG 8,10 8,10 8,12 8,13
11 CIMENYAN 9,16 9,19 9,22 9,22
12 CIPARAY 9,15 9,20 9,27 9,28
13 CIWIDEY 7,42 7,97 8,00 8,00
14 DAYEUHKOLOT 10,39 10,49 10,54 10,54
15 IBUN 8,45 8,50 8,53 8,54
16 KATAPANG 9,83 9,99 10,05 10,06
17 KERTASARI 6,66 6,74 6,76 6,76
18 KUTAWARINGIN 7,24 7,27 7,27
19 MAJALAYA 8,94 9,03 9,08 9,09
20 MARGAASIH 9,94 9,99 10,04 10,04
21 MARGAHAYU 10,98 11,03 11,08 11,09
22 NAGREG 8,91 8,94 8,96 8,97
23 PACET 8,51 8,62 8,67 8,67
24 PAMEUNGPEUK 9,51 9,56 9,58 9,59
25 PANGALENGAN 8,05 8,09 8,13 8,14
26 PASEH 7,83 7,96 8,00 8,00
27 PASIRJAMBU 7,49 7,64 7,66 7,67
28 RANCABALI 7,40 7,46 7,48 7,48
29 RANCAEKEK 10,11 10,16 10,23 10,24
30 SOLOKANJERUK 7,72 7,76 7,79 7,79
31 SOREANG 7,88 8,09 8,13 8,13
Sumber: IPM BPS Kabupaten Bandung
c. Angka Partisipasi Murni
Angka Partisipasi Murni di Kabupaten Bandung dari tiap jenjang
pendidikan meningkat setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2008 terjadi penurunan
terutama pada jenjang Perguruan Tinggi. Hal tersebut terjadi, karena adanya krisis
ekonomi yang berpengaruh pada tingginya angka drop out (DO). Kondisi tersebut
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 113
didukung oleh kurang meratanya kesempatan penduduk di pedesaan dalam
mengakses pendidikan. Hal ini kemungkinan karena gencarnya promosi program
pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah di berbagai daerah secara luas
dengan disertai oleh bermacam-macam kucuran dana bantuan pendidikan mulai
terbatas pada kelompok masyarakat miskin hingga yang sifatnya menyeluruh
seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Gambaran mengenai angka partisipasi murni (APM) di Kabupaten
Bandung, tersajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4. 20
APM SD,SMP, SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2009
TAHUN Jenjang Pendidikan
SD SMP SMA PT
2006 91.01 63.27 35.91 5.24
2007 90.96 66.02 34.73 6.62
2008 85.54 64.97 34.41 1.49
2009 93.17 72.63 43.27 6.20
Sumber: DInas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung
Selain APM, Angka Partisipasi Kasar (APK) sering digunakan untuk
menunjukan berapa besar anak usia menurut tingkat pendidikan tertentu berada
dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap
penduduk usia sekolah. APK di Kabupaten Bandung dari tiap jenjang pendidikan
selalu meningkat tiap tahunnya. Berikut ini gambaran mengenai APK di
Kabupaten Bandung:
Tabel 4. 21
APK SD,SMP, SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2009
TAHUN Jenjang Pendidikan
SD SMP SMA PT
2006 125.91 80.25 45.79 7.78
2007 101.99 84.27 46.72 8.88
2008 96.18 80.06 40.79 13.59
2009 105.69 88.2 59.61 8.24
Sumber: DInas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 114
d. Ketenagakerjaan
Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap
pada lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah secara
langsung dapat menggerakan perekonomian daerah tersebut. Hal sebaliknya dapat
mengakibatkan timbulnya masalah sosial. Gambaran kondisi ketenagakerjaan
seperti persentase angkatan kerja yang bekerja dan distribusi lapangan pekerjaan
sangat berguna dalam melihat prospek ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh produksi yang
melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh faktor lain. Banyaknya
penduduk yang bekerja akan berdampak pada peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendapatan penduduk sangat menentukan pemenuhan kebutuhan
hidup yang layak (peningkatan kemampuan daya beli).
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bandung
mencapai 52 %. Jika dilihat berdasarkan perspektif jender, TPAK perempuan
hanya mencapai 27,46 % relatif jauh dibandingkan laki-laki yang mencapai 76,32
%. Perempuan cenderung kurang memiliki akses untuk memasuki dunia kerja, hal
ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar perempuan usia produktif
berada pada posisi sebagai ibu rumah tangga.
Berkaitan hal di atas, kesempatan kerja mencapai 87,49 % dan tingkat
pengangguran terbuka mencapai 12,51 % yang pada umumnya didominasi oleh
perempuan sebesar 17,86 %.
Tabel 4. 22
Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung Tahun 2009
No Jenis Kelamin
Capaian (%)
TPAK Kesempatan
Kerja Pengangguran
1 Laki-laki 76,32 89,39 10,61
2 Perempuan 27,46 82,14 17,86
Jumlah 52,00 87,49 12,51
Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM 2009.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 115
Lapangan pekerjaan di Kabupaten Bandung umumnya bergerak pada sektor:
pertanian, industri, perdagangan, jasa dan lainnya (pertambangan, listrik gas dan
air, angkutan dan komunikasi, koperasi dan lembaga keuangan). Penyerapan
tenaga kerja (usia 10 tahun ke atas) pada sektor pertanian mencapai 21,87 %, pada
sektor industri 29,87 %, perdagangan 18,75 %, jasa 12,49 % dan pada sektor
lainnya menyerap tenaga kerja 17,02 %.
4.8. Kondisi Sektor Pertanian di Kabupaten Bandung
Perbedaan kondisi geografis wilayah mengakibatkan perbedaan sumber
daya alam yang dimiliki, sehinga berdampak pada perbedaan komoditi unggulan
yang diusahakan di setiap wilayah. Oleh karena itu Kabupaten Bandung memiliki
banyak komoditi unggulan yang dihasilkan oleh masing-masing wilayah, baik dari
sektor petanian maupun dari sektor industri pengolahan yang memanfaatkan
bahan baku hasil pertanian.
Diantara komoditi-komoditi unggulan yang dimiliki masing-masing
wilayah di Kabupaten Bandung, terdapat beberapa komoditi yang menjadi
unggulan tidak hanya di tingkat kabupaten tetapi sampai ke tingkat propinsi dan
nasional. Komoditi-komoditi tersebut dapat dikategorikan sebagai komoditi khas
Kabupaten Bandung. Khasnya komoditi unggulan tersebut dapat dilihat dari jenis
komoditinya yang hanya dihasilkan atau sebagian besar produksinya terpusat di
Kabupaten Bandung, dan juga dapat dilihat dari cita rasa yang dimiliki berbeda
dengan komodtit yang sama yang dihasilkan daerah lain.
Komoditi-komoditi khas yang menjadi unggulan di Kabupaten Bandung
diantaranya dari sektor pertanian yaitu stroberi, kopi, sapi perah dan produk
turunannya. Sementara dari sektor industri diantaranya industri peralatan
pertanian dan industri kerajinan wayang golek. Komoditi-komoditi tersebut
menjadi unggulan baik untuk tingkat propinsi maupun tingkat nasional, bahkan
beberapa komoditi telah dapat bersaing di pasar internasional.
1. Pertanian
Pertanian telah mempengaruhi kehidupan masyarakat di wilayah ini,
baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Berdasarkan pada besarnya
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 116
potensi yang dimiliki, Pemerintah Kabupaten Bandung telah
menetapkan Sektor Pertanian sebagai salah satu core bussiness dan
leading sector di samping industri manufaktur dan pariwisata, serta
merupakan andalan pada pembangunan bidang ekonomi.
Kabupaten Bandung memiliki kondisi iklim, lahan dan sumberdaya
hayati yang sangat mendukung pengembangan usaha aneka jenis
komoditas pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan kehutanan. Kawasan ini juga telah memiliki akses
pasar yang cukup baik ke Kota Bandung dan JABODETABEK dengan
penduduk berdaya beli cukup baik, sehingga sangat berpeluang untuk
memposisikan diri sebagai pemasok utama produk agribisnis bagi
masyarakat di wilayah tersebut.
Keragaman sosial ekonomi di Kawasan Metropolitan Bandung menjadi
sasaran pasar lokal pengembangan komoditas hortikultura. Secara
umum, Kabupaten Bandung sampai saat ini masih merupakan daerah
sentra produksi sayuran terbesar di Jawa Barat. Dari 79.065 hektar
pertanaman sayuran di Jawa Barat pada tahun 2006, seluas 27.606
hektar di antaranya (atau 35%) adalah pertanaman sayuran di
Kabupaten Bandung. Setelah pemekaran Kabupaten Bandung, maka
budidaya hortikultura dipusatkan pengembangannya di kawasan
Bandung Selatan dengan komoditas unggulan kentang, kubis, paprika,
tomat, wortel, bawang merah dan cabe merah.
Kondisi budidaya Hortikultura di Kawasan Bandung Selatan walau pun
telah mempunyai tujuan pemasaran yang jelas, tetapi masih dirasakan
belum optimal. Hal ini, dikarenakan penjualan komoditas hortikultura
masih didominasi oleh produk segar, sedangkan produk olahan
hortikultura belum banyak berkembang sehingga nilai tambah produk
masih terbatas, produktivitas, kualitas dan diversifikasi produk belum
optimal, sehingga kurang memiliki daya saing.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 117
2. Peternakan dan Perikanan
Berdasarkan potensi perikanan, pengembangan sektor ini diarahkan di
Kecamatan Ibun, Majalaya, Ciparay, Pacet dan Bojongsoang dan
pemanfaatan/pengelolaan situ-situ di Kecamatan Pangalengan,
Rancabali, Ibun dan Kertasari. Sementara untuk perikanan,
pengembangan dan intensifikasi difokuskan di Kecamatan
Pangalengan, Kertasari, Ciwidey, Pasirjambu, Arjasari, Cikancung,
Ibun, Pacet, Paseh dan Cimaung.
Tabel 4. 23
Kawasan/Sentra Unggulan Perikanan di Kabupaten Bandung
NO KECAMATAN
KOMODITAS UNGGULAN
Kolam
Sawah
Jaring Kolam PENANGKAPAN
IKAN
Air
Tenang Terapung
Air
Deras
DI PERAIRAN
UMUM
1 Cileunyi X X
2 Cimenyan X X
3 Cilengkrang X
4 Bojongsoang X X
5 Margahayu X X
6 Margaasih X
7 Katapang X X
8 Dayeuhkolot X X
9 Banjaran X X X
10 Pameungpeuk X X
11 Pangalengan X X
12 Arjasari X X
13 Cimaung X X
14 Cicalengka X X
15 Cikancung X X
16 Rancaekek X X
17 Ciparay X X
18 Pacet X X X
19 Kertasari X X
20 Baleendah X X
21 Majalaya X X X
22 Paseh X X
23 Ibun X X X X
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 118
NO KECAMATAN
KOMODITAS UNGGULAN
Kolam
Sawah
Jaring Kolam PENANGKAPAN
IKAN
Air
Tenang Terapung
Air
Deras
DI PERAIRAN
UMUM
24 Soreang X X X
25 Pasirjambu X X X
26 Ciwidey X X X
27 Rancabali X
28 Cangkuang X X X
29 Nagreg
30 Solokanjeruk
KETERANGAN :
X : Potensi
Sumber: PERDA NOMOR 3 TAHUN 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung 2007-2027
Sementara untuk potensi peternakan, dapat tergambarkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 24
Kawasan/Sentra Unggulan Peternakan di Kabupaten Bandung
NO KECAMATAN
POTENSI YANG ADA/KOMODITAS UNGGULAN
Sapi
Perah
Sapi
Potong Kerbau Domba Kuda Ayam Ras
Petelur
Ayam Ras
Pedaging
Itik
1 Cileunyi X X X X X X X X
2 Cimenyan X X X X X
3 Cilengkrang X X X X X X X X
4 Bojongsoang X X
5 Margahayu X X X
6 Margaasih X X X X X
7 Katapang X X X X X
8 Dayeuhkolot X X X
9 Banjaran X X X X X
10 Pameungpeuk X X X X
11 Pangalengan X X X X X X
12 Arjasari X X X X X X
13 Cimaung X X X X X X
14 Cicalengka X X X X X X X
15 Cikancung X X X X X X X
16 Rancaekek X X X X X X X
17 Ciparay X X X X X X X X
18 Pacet X X X X X X X
19 Kertasari X X X X X
20 Baleendah X X X X
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 119
NO KECAMATAN
POTENSI YANG ADA/KOMODITAS UNGGULAN
Sapi
Perah
Sapi
Potong Kerbau Domba Kuda Ayam Ras
Petelur
Ayam Ras
Pedaging
Itik
21 Majalaya X X X X X X
22 Paseh X X X X X X X
23 Ibun X X X X X X
24 Soreang X X X X X X
25 Pasirjambu X X X X X X X X
26 Ciwidey X X X X X X X
27 Rancabali X X X X X
28 Cangkuang X X X X X X
29 Nagreg
30 Solokanjeruk
KETERANGAN :
X : Potensi
Sumber: PERDA NOMOR 3 TAHUN 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung 2007-
2027
4.9. Kondisi Sektor Industri di Kabupaten Bandung
Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan urusan perindustrian salah
satunya dapat dilihat dari indikator kinerja sebagai berikut :
Pertumbuhan Industri
Kecenderungan membaiknya perekonomian nasional dan regional merupakan
salah satu faktor pendorong pertumbuhan sektor industri. Sektor industri di
Kabupaten Bandung mempunyai kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten
Bandung, terutama indutsri olahan. Total jumlah industri di Kabupaten
Bandung pada tahun 2010 secara keseluruhan mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu dari 701 industri menjadi 751 industri
pada tahun 2010. Peningkatan ini terjadi pada industri kecil, di mana pada
tahun 2009 berjumlah sebanyak 535 industri, dan pada tahun 2010 berjumlah
580 industri.
Apabila dilihat dari table pertumbuhan industri, mengalami kenaikan setiap
tahunnya pada industry kecil dari tahun 2006 sampai tahun 2010 dengan
kenaikan yang signifikan yaitu sebanyak 144 industri kecil. Pada industry
menengah juga mengalamikenaikan sebanyak 38 industri, sedangkan industry
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 120
besar naik sebanyak 16 industri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 4. 25
Pertumbuhan Industri di Kabupaten Bandung
Tahun 2006 s.d 2010
Tabel Industri Aglomika
No Tahun
Industri Agro Industri Kimia Industri Elekronik Jml
Indust.
Besar
Jml
Indust
Menengh
Jml
Indust
kecil. Besar Mengah Kecil Besar Mengah Kecil Besar Mengah Kecil
1 2006 16 13 51 4 19 67 2 7 28 22 36 146
2 2007 18 21 61 6 24 92 4 8 39 28 53 192
3 2008 18 21 65 6 30 99 4 8 41 28 59 205
4 2009 19 22 69 9 30 103 4 9 42 32 61 214
5 2010 19 22 69 10 30 106 5 9 43 34 61 218
Tabel Industri Aneka
No Tahun
Industri tekstil dan produk
tekstil
Industri kulit dan produk
kulit
Industri kerajinan dan
aneka Jml
Indust.
Besar
Jml
Indust
Menengh
Jml
Indust
kecil. Besar Mengah Kecil Besar Menga
h Kecil Besar Mengah Kecil
1 2006 26 30 250 2 1 15 - - 25 28 31 290
2 2007 27 32 260 2 1 16 - 1 26 29 34 302
3 2008 28 34 265 2 2 17 - 2 27 30 36 309
4 2009 29 36 275 2 3 17 - 3 29 31 42 321
5 2010 30 37 300 2 3 30 - 4 32 32 44 362
Tabel Total Pertumbuhan Industri
No Uraian Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
1 Industri Besar 50 57 58 63 66
2 Industri Menengah 67 87 101 103 105
3 Industri Kecil 436 494 514 535 580
Jumlah total industri 553 638 673 701 751
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Tahun 2010
dan LKPJ Bupati Bandung Tahun 2009.
Kontribusi Sektor Perindustrian terhadap PDRB
Sektor perindustrian di Kabupaten Bandung berkontribusi paling besar
terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten Bandung. Pada tahun 2010
persentase kontribusi sektor perindustrian terhadap PDRB Kabupaten Bandung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 121
berdasarkan harga berlaku mencapai 59,601 % dan berdasarkan harga konstan
mencapai 60,610 %. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2006-
2009) persentase kontribusi sektor ini mengalami penurunan baik berdasarkan
harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Persentase kontribusi sector
perindustrian pada tahun 2006-2009 berdasarkan harga berlaku masing-masing
sebesar 60,739 %; 60,487 %, 60,788 %, dan 60,002% dan berdasarkan harga
konstan mencapai 61,444 %; 61,436 %, 61,556 %, dan 60,982%.
Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai persentase kontribusi sektor
perindustrian terhadap PDRB Kabupaten Bandung selama kurun waktu tahun
2006-2010.
Tabel 4. 26
Kontribusi Sektor Perindustrian terhadap PDRB
Kabupaten Bandung Tahun 2006 s.d 2010
No. Uraian
Dalam Jutaan Rupiah
2006 2007 2008 2009 2010
1. Kontribusi Sektor Perin-
dustrian :
- ADH Berlaku 17.876.119,11 20.154.147,70 23.275.745,49 24.565.562,89 27.471.535,02
- ADH Konstan 10.838.753,39 11.478.643,51 12.110.396,65 12.519.327,64 13.173.587,93
2. Jumlah PDRB :
- ADH Berlaku 29.431.046,06 33.319.630,76 38.289.735,12 40.941.217,98 46.092.238,72
- ADH Konstan 17.640.170,09 18.683.930,04 19.673.732,61 20.529.643,24 21.734.661,19
3. Persentase Kontribusi
Sektor Perindustrian thd
PDRB
- ADH Berlaku 60,739 60,487 60,788 60,002 59,601
- ADH Konstan 61,444 61,436 61,556 60,982 60,610
Sumber : BPS Kabupaten Bandung (PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2006-
2010).
4.10. Kondisi Investasi di Kabupaten Bandung
Meningkatnya daya saing perekonomian dapat terlihat dari peningkatan
investasi langsung di Kabupaten Bandung. Disisi lain, hubungan antara daya saing
ekonomi dengan peningkatan investasi diduga bersifat hubungan dua arah (sebab-
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 122
akibat). Oleh sebab itu, dalam kerangka mendorong kenaikkan investasi
dibutuhkan adanya pra kondisi dimana faktor-faktor yang dapat menjadi daya
tarik investasi harus mampu dikelola sedemikian rupa sehingga menarik bagi
investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Bandung. Beberapa faktor
yang menjadi daya tarik investasi di suatu wilayah/negara adalah sebagai berikut
(Tabel 3.18):
Daya tarik investasi antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
seperti faktor bisnis, faktor pendukung, faktor tenaga kerja, faktor biaya, dan
faktor infrastruktur. Faktor bisnis direpresentasikan melalui pertimbangan adanya
daya tarik investasi karena alasan kedekatan dengan pasar. Bila dicermati
kondisinya saat ini, sebagian besar investasi di Kabupaten Bandung adalah
investasi di sektor sekunder dan tersier, seperti di sektor industri manufaktur dan
sektor jasa perdagangan. Melihat kondisi tersebut, posisi Kabupaten Bandung
Bandung jelas sangat mendukung karena pertimbangan utama investor adalah
melihat/mempertimbangkan kedekatan dengan pasar. Jumlah penduduk
Kabupaten Bandung saat ini sudah mencapai 3 juta jiwa lebih, ditambah
bertambahnya tingkat kunjungan warga dari luar ke Kabupaten Bandung, maka
hal tersebut jelas sangat mendukung. Wilayah perekonomian Kabupaten Bandung
merupakan pasar eksisting dan pasar potensial dalam memasarkan produk barang
dan jasa tertentu, mengingat tingginya jumlah penduduk dan pengunjung ke
Kabupaten Bandung. Tingginya kunjungan masyarakat luar Kabupaten Bandung
ke depan akan semakin banyak, sejalan dengan pengembangan sejumlah ruas
jalan dan peningkatan infrastruktur lainnya.
Faktor bisnis sangat memungkinkan menjadi daya tarik utama investasi ke
Kabupaten Bandung, selain dekat dengan pasar, wilayah perekonomian
Kabupaten Bandung juga memiliki ketersediaan bahan mentah yang cukup.
Berkembangnya investasi di Kota Bandung juga didukung dengan kedekatan
dengan konsumen. Satu-satunya pertimbangan yang memungkinkan daya saing
investasi di Kabupaten Bandung ke depan akan mengalami persoalan adalah
kesiapan lokasi. Kesiapan lokasi, terutama mengingat mulai tingginya harga tanah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 123
dan tingginya tingkat persaingan penggunaan lahan (di sejumlah kawasan
tertentu) di Kabupaten Bandung menyebabkan pengembangan investasi ke depan
kurang bisa bergerak secara leluasa. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan
berbagai hal, diantaranya mengembangkan kawasan-kawasan investasi ke
pinggiran Kabupaten Bandung, sehingga tidak terkonsentari di hanya kawasan
tertentu. Disisi lain, upaya menata secara baik perencanaan dan pola penggunaaan
lahan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang baik sangat
dibutuhkan dan menjamin keselarasan pengembangan investasi dengan daya
dukung lokasi investasi di Kabupaten Bandung Bandung. Untuk itu, jalur
transportasi/aksesibilitas dari Kabupaten Bandung ke Kabupaten/Kota di
sekitarnya harus lebih baik, sehingga masalah lokasi bisa diantasi dengan adanya
sinergi di wilayah-wilayah sekitar.
Tabel 4. 27
Faktor Daya Tarik Investasi
Faktor Pertimbangan
Bisnis Kedekatan Dengan Pasar
Ketersedian Bahan Mentah
Kedekatan Dengan Konsumen
Kesiapan Lokasi
Pendukung Dukungan Perbankan
Dukungan Pemerintah
Dukungan Bahasa dan Karakteristik Lokal
Tingkat Pajak Perusahan (Insentif)
Tenaga Kerja Ketersedian Buruh
Keterampilan Buruh
Karakteristik Perburuhan
Biaya Harga dan Sewa Tanah
Upah Buruh
Infrastruktur Kualitas Infratruktur Transportasi
Kedekatan Dengan Pelabuhan dan Bandar Udara
Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia, BI (2009)/World Competitiveness
Report (2009)
sampai saat ini baru mencapai 30 investor, yaitu terdiri dari 5 investor dalam
negeri dan 25 investor asing. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana jumlah investor yang
menanamkan modalnya di Kabupaten Bandung pada tahun 2006 sebanyak 8
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 124
investor, tahun 2007 sebanyak 22 investor dan tahun 2008 sebanyak 17
investor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. 28
Jumlah Investor PMDN/PMA
di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2009
No. Uraian Jumlah Investor
2006 2007 2008 2009
1. PMDN 2 3 5 5
2. PMA 6 19 12 25
3. Total 8 22 17 30
Sumber : BPMP Kabupaten Bandung, Tahun 2010.
Semakin banyak nilai realisasi investasi PMDN dan PMA maka semakin
menggambarkan ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah
berupa ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di daerah.
Dan semakin banyak realisasi proyek maka akan semakin menggambarkan
keberhasilan daerah dalam memberi fasilitas penunjang pada investor untuk
merealisasikan investasi yang telah direncanakan.
Tabel 4. 29
Jumlah Investasi PMDN/PMA di Kabupaten Bandung
Tahun 2007 s.d. 2009
Tahun
Persetujuan Realisasi
Jumlah
Proyek Nilai Investasi
Jumlah
Proyek Nilai Investasi
2007 28 1.151.199.749,00 21 308.486.784,80
2008 34 877.033.716,00 16 343.628.770,00
2009 22 682.269.594,00 13 89.634.094,00
Indikator Investasi Lainnya (Kondisi Tahun 2011)
Januari-Juni Tahun 2011 jumlah kegiatan investasi PMA di Kabupaten Bandung
sebanyak 9 LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) dengan nilai sebesar
Rp.32,5 Milyar
Januari-Juni Tahun 2011 jumlah kegiatan investasi PMDN di Kabupaten Bandung
sebanyak 5 LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) dengan nilai sebesar
Rp.84,5 Milyar
Untuk PMA, Kabupaten Bandung menempati urutan ke 6 dari 26 Kabupaten/Kota di
Jabar dan untuk PMDN menempati urutan ke 7 dari 26 Kab/Kota di Jabar
Untuk dampak PMA dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja: PMA di
Kabupaten Bandung menyerap 1.892 tenaga kerja dan PMDN sebanyak 1.136 tenaga
kerja. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peringkat penyerapan tenaga kerja dari
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 125
Tahun
Persetujuan Realisasi
Jumlah
Proyek Nilai Investasi
Jumlah
Proyek Nilai Investasi
PMA di Kabupaten Bandung menempati urutan ke 11 (dari 26 kab/Kota di Jabar) dan
untuk penyerapan tenaga kerja oleh PMDN menempati urutan ke 3
Sumber : BPMP Kabupaten Bandung Tahun 2010 dan BKPPMD Jabar 2011
Jumlah realisasi proyek PMDN/PMA yang berinvestasi di Kabupaten
Bandung pada tahun 2009 sebanyak 13 proyek, dengan jumlah investasi
sebesar Rp 89.634.094,00. Jumlah realisasi ini lebih kecil bila dibandingkan
dengan jumlah investasi yang disetujui, yaitu 22 proyek sebesar Rp
682.269.594,00. Bila dibandingkan dengan investasi pada tahun-tahun
sebelumnya, jumlah investasi pada tahun 2009 menurun sebesar 73,92 %
bila dibandingkan dengan tahun 2008 dan menurun 70,94 % bila
dibandingkan dengan tahun 2007. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
4.11. Kondisi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
di Kabupaten Bandung
Sektor perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) mempunyai
kontribusi cukup signifikan terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten Bandung,
yaitu berkontribusi kedua paling besar setelah sector perindustrian. Pada tahun
2010 kontribusi sektor perdagangan terhadap capaian PDRB Kabupaten Bandung
berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 7.796.200.550 dan berdasarkan harga
konstan mencapai Rp 3.474.795.780. Adapun jumlah PDRB Kabupaten Bandung
tahun 2010 berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 46.092.238.720 dan
berdasarkan harga konstan mencapai Rp 21.734.661.190. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa persentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB
Kabupaten Bandung tahun 2009 sebesar 16,914 % berdasarkan harga berlaku dan
15,987 % berdasarkan harga konstan. Persentase kontribusi ini meningkat bila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2006-2009), yaitu persentase
konstribusi sektor perdagangan pada tahun 2006 berdasarkan harga berlaku
mencapai 15,062 %, pada tahun 2007 mencapai 15,342 %, pada tahun 2008
mencapai 15.684 %, dan pada tahun 2009 mencapai 16,561 %. Persentase
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 126
konstribusi sektor perdagangan pada tahun 2006 berdasarkan harga konstan
mencapai 14,881 %, pada tahun 2007 mencapai 15,092 %, pada tahun 2008
mencapai 15,222 %, dan pada tahun 2009 mencapai 15,642 %.
Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai kontribusi sektor
perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) terhadap PDRB Kabupaten
Bandung selama kurun waktu tahun 2006-2010.
Tabel 4. 30
Kontribusi Sektor Perdagangan (Perdagangan, Hotel dan Restoran)
terhadap PDRB Kabupaten Bandung
Tahun 2006 s.d 2010
No. Uraian
Dalam Jutaan Rupiah
2006 2007 2008 2009 2010
1. Kontribusi Sektor
Perdagangan
(PPerdagangan,
Hotel dan
Restoran) :
- ADH Berlaku 4.432.799,58 5.112.043,54 6.005.197,92 6.780.385,10 7.796.200,55
- ADH Konstan 2.625.092,39 2.819.715,77 2.994.763,36 3.211.263,99 3.474.795,78
2. Jumlah PDRB :
- ADH Berlaku 29.431.046,06 33.319.630,76 38.289.735,12 40.941.217,98 46.092.238,72
- ADH Konstan 17.640.170,09 18.683.930,04 19.673.732,61 20.529.643,24 21.734.661,19
3. Persentase
Kontribusi Sektor
Perdagangan
(Perdagangan,
Hotel dan
Restoran) thd
PDRB
- ADH Berlaku 15,062 15,342 15,684 16,561 16,914
- ADH Konstan 14,881 15,092 15,222 15,642 15,987
Sumber : BPS Kabupaten Bandung (PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2006-2010).
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 127
4.12. Kondisi Sektor Pariwisata di Kabupaten Bandung
Dalam pengembangan sektor pariwisata, Kabupaten Bandung mempunyai
cukup banyak potensi dan sebagian besar merupakan wisata alam dan agro.
Rincian wisata dan lokasi adalah sebagai berikut:
Kawasan Pariwisata Alam, meliputi : Gunung Patuha/Kawah Putih, Ranca
Upas, Cimanggu, Walini, Situ Patengan, Kawah Cibuni, Curug Cisabuk
(Kecamatan Rancabali), Gunung Puntang (Kecamatan Cimaung), Cibolang,
Punceling, Situ Cileunca, Kawah Gunung Papandayan, Arung Jeram
Palayangan (Kecamatan Pangalengan), Situ Cisanti (Kecamatan Kertasari),
Kawah kamojang, Situ Ciarus (Kecamatan Ibun), Gunung Keneng
(Kecamatan Ciwidey), Curug Cinulang (Kecamatan Cicalengka), Curug Eti
(Kecamatan Majalaya), Situ Sipatahunan (Kecamatan Baleendah), Oray
Tapa (Kecamatan Cimenyan), Batukuda (Kecamatan Cilengkrang), Curug
Cilengkrang (Kecamatan Cilengkrang), Curug Simandi Racun (Kecamatan
Pacet);
Kawasan Pariwisata Budaya, meliputi : Gunung Padang (Kecamatan
Ciwidey), Rumah adat Cikondang, Rumah Hitam (Kecamatan
Pangalengan), Rumah Adat Bumi Alit (Kecamatan Banjaran), Situs
Kampung Mahmud (Kecamatan Margaasih), Situs Karang Gantung
(Kecamatan Pacet), Situs Bojonmenje (Kecamatan Rancaekek), Sentra Seni
Jelekong (Kecamatan Baleendah), Sentra Seni Cimenyan (Kecamatan
Cimenyan), Sentra Kerajinan (Kecamatan Pasirjambu), Sentra wisata seni
Benjang (Kecamatan Cileunyi).
Kawasan Pariwisata Agro, meliputi :
1. Agrowisata Strawberry : Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan
Rancabali, Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Pacet, Kecamatan
Arjasari, Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Ibun, Kecamatan
Paseh;
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 128
2. Agrowisata Teh : Kertamanah, Malabar (Kecamatan Pangalengan),
Rancabali (Kecamatan Rancabali), Gambung (Kecamatan
Pasirjambu);
3. Agrowisata Sayuran : Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Rancabali,
Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Pacet, Kecamatan Kertasari,
Kecamatan Arjasari, Kecamatan Pangalengan;
4. Agrowowisata Herbal : Kecamatan Rancabali, Kecamatan
pasirjambu, Kecamatan Ciwidey.
Kawasan Pariwisata Terpadu dan Olahraga, meliputi : Stadion Si Jalak Harupat
(Kecamatan Kutawaringin), Arena Golf Margahayu/BIG (Kecamatan
Margahayu), arena Dago Golf (Kecamatan Cimenyan), Kawasan Wisata Terpadu
Cimenyan (Kecamatan Cimenyan), Arena Golf (Kecamatan Cikancung), serta
Kawasan Pariwisata Terpadu Sekitar Situ Cileunca (Kecamatan Pengalengan).
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 129
BAB V ANALISIS KETERKAITAN
ANTAR SEKTOR EKONOMI
DAN ANTAR DAERAH
DI WILAYAH
KABUPATEN BANDUNG
5.1. Analisis Sektor Basis Kabupaten Bandung
Salah satu tujuan dari pada kebijaksanaan pembangunan adalah
mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan atau pembangunan dan
kemakmuran antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Setelah otonomi
daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menentukan
sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah
daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan dan kelemahan di
wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan,
memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat
mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.
Location Quotient (LQ) adalah suatu perbandingan tentang besarnya
peranan suatu sektor ekonomi di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor
ekonomi tersebut secara nasional. Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya
keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah
berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang
selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat dipergunakan karena produk
totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut.
Keterkaitan perekonomian Kabupaten/Kota di Wilayah Kabupaten
Bandung dengan wilayah yang lebih luas seperti Jawa Barat dapat diidentifikasi
dari penghitungan analisis Location Quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat
dideskripsikan dampak perbandingan relatif sumbangan sektor suatu daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 130
dengan daerah yang lebih luas. Indikator yang digunakan untuk melihat kondisi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jika nilai LQ > 1 berarti sektor tersebut dapat memenuhi konsumsi daerahnya
sendiri, juga konsumsi daerah lain (potensi eksport).
2. Jika nilai LQ = 1 berarti sektor tersebut hanya dapat memenuhi konsumsi
daerahnya sendiri.
3. Jika nilai LQ < 1 berarti sektor tersebut tidak cukup untuk memenuhi
konsumsi daerahnya sendiri bahkan cenderung mengimpor dari daerah lain.
Selanjutnya dari kemungkinan nilai-nilai LQ yang diperoleh, dapat
diperlihatkan adanya sumbangan sektor yang mempunyai nilai LQ lebih besar dari
satu (>1). Kondisi ini sekaligus menunjukkan sektor ekonomi yang strategis dan
merupakan sektor basis.
Sektor basis atau sektor unggulan merupakan sektor yang apabila
dikembangkan akan mempunyai dampak relatif lebih besar terhadap
perekonomian suatu wilayah, karena sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan
dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor
basis dikatakan juga sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap
kegiatan- kegiatan ekonomi sektor-sektor lainnya, ditambah lagi kemampuan
sektor basis untuk mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh kemampuan
surplus produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.
Untuk memberikan gambaran yang lebih teliti terhadap kondisi tiap sektor
pada masing-masing Kabupaten/Kota, maka dilihat pula bagaimana kondisi rata-
rata pertumbuhan tiap sektor dalam kurun waktu 4 (empat) tahun. Rata-rata
pertumbuhan tiap sektor tersebut kemudian dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan tiap sektor di Jawa Barat. Jika nilai perbandingan tersebut lebih
besar dari 1 (satu), maka sektor dimaksud memiliki potensi untuk dikembangkan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 131
sebaliknya jika nilai perbandingan kurang dari 1 (satu), maka sektor dimaksud
kurang potensial untuk dikembangkan.
Sektor basis di Kabupaten Bandung berdasarkan perhitungan LQ adalah
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Namun yang masih mendominasi adalah
Sektor Industri Pengolahan, hal ini bisa dilihat dari kontribusi sektor ini terhadap
PDRB yaitu sebesar 42,20%. Sektor perdagangan, hotel dan restoran, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan juga merupakan sektor yang cukup maju di
Kabupaten Bandung. Adapun sektor pengangkutan dan komunikasi, jasa-jasa,
pertanian, listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan dan konstruksi walaupun
memiliki kontribusi yang tidak begitu besar terhadap PDRB, namun mampu
memberikan outputnya ke wilayah lain.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor
basis dan sektor-sektor yang potensial untuk dikembangkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5. 1
Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Bandung
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,00 0,99 1,00 1,00
2 Pertambangan dan Galian 1,00 0,99 1,00 0,99 3 Industri Pengolahan 1,00 1,00 0,99 0,99
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,00 1,00 0,99 0,99
5 Bangunan dan Konstruksi 1,00 0,98 0,99 1,00 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,00 1,01 1,04 1,06
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,00 0,99 1,00 1,00
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,00 0,99 0,98 0,97
9 Jasa-Jasa 1,00 1,00 1,00 1,00
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 132
Analisis Sektor Basis per Kecamatan di Kab. Bandung
(1) Kecamatan Ciwidey
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Ciwidey dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan
Penggalian; dan Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan
bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap
perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke
depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor lain.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ antara 3,30 sampai
3,25 dan dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan
dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Namun nilai
LQ tersebut turun dari tahun ke tahunnya sehingga dapat dikatakan bahwa
telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari Sektor Pertanian ke sektor
lainnya.
Tabel 5. 2 Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ciwidey
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,30 3,27 3,25 3,25
2 Pertambangan dan Galian 0,23 0,23 0,22 0,23
3 Industri Pengolahan 0,32 0,32 0,32 0,32
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,14 1,14 1,13 1,13
5 Bangunan dan Konstruksi 2,05 2,02 2,00 2,00
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,17 2,20 2,22 2,21
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,79 1,78 1,80 1,80
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,78 1,77 1,74 1,74
9 Jasa-Jasa 1,25 1,24 1,23 1,22
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 133
(2) Kecamatan Rancabali
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Rancabali
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada dua sektor, yaitu Sektor Pertanian dan Sektor Industri
Pengolahan. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi
sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena
pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah
lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang
disebabkan oleh kemampuan surplus produksi di wilayah yang
bersangkutan yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 1,99 sampai
1,96 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.
Tabel 5. 3
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Rancabali
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,99 1,96 1,97 1,96
2 Pertambangan dan Galian 0,01 0,01 0,01 0,01 3 Industri Pengolahan 1,02 1,03 1,02 1,02
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,67 0,67 0,67
5 Bangunan dan Konstruksi 0,73 0,73 0,73 0,73 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,85 0,86 0,87 0,88
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,68 0,67 0,68 0,68
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,56 0,55 0,55 0,54
9 Jasa-Jasa 0,63 0,63 0,63 0,61
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 134
(3) Kecamatan Pasirjambu
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pasirjambu
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada hampir sebagian sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor
Bangunan dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran;
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Hal ini megindikasikan bahwa
sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap
perekonomian wilayah ini.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 3,02 sampai
2,98 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.
Namun nilai LQ tersebut turun dari tahun ke tahunnya sehingga dapat
dikatakan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari Sektor
Pertanian ke sektor lainnya.
Tabel 5. 4
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pasirjambu
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,02 2,99 2,99 2,98
2 Pertambangan dan Galian 0,15 0,15 0,15 0,15 3 Industri Pengolahan 0,60 0,61 0,60 0,61
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,66 0,65 0,65
5 Bangunan dan Konstruksi 1,31 1,29 1,28 1,28
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,43 1,44 1,45 1,45
7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,46 2,44 2,46 2,46
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,83 0,82 0,81 0,80
9 Jasa-Jasa 0,73 0,73 0,72 0,72
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 135
(4) Kecamatan Cimaung
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cimaung dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan
Penggalian; dan Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan
bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap
perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke
depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor lain.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ antara 3,28 sampai
3,20 dan dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan
dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Namun nilai
LQ tersebut turun dari tahun ke tahunnya sehingga dapat dikatakan bahwa
telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari Sektor Pertanian ke sektor
lainnya.
Tabel 5. 5
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cimaung
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,28 3,24 3,21 3,20
2 Pertambangan dan Galian 0,25 0,25 0,24 0,25 3 Industri Pengolahan 0,30 0,30 0,30 0,30
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,20 1,20 1,18 1,17
5 Bangunan dan Konstruksi 2,37 2,35 2,31 2,31
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,95 1,97 1,99 2,00
7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,64 2,63 2,65 2,66
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,60 1,59 1,55 1,51
9 Jasa-Jasa 1,48 1,49 1,48 1,48
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 136
(5) Kecamatan Pangalengan
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pangalengan
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada lebih dari sebagian sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor
Pertambangan dan Penggalian; Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; dan Sektor Jasa-Jasa. Hal ini
megindikasikan bahwa mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai LQ
sebesar 12,13 sampai 12,06 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Bandung.
Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-
sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 6
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pangalengan
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,50 3,48 3,48 3,49
2 Pertambangan dan Galian 12,13 12,07 12,18 12,06 3 Industri Pengolahan 0,32 0,32 0,32 0,32
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7,73 7,72 7,63 7,56
5 Bangunan dan Konstruksi 0,58 0,57 0,56 0,56
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,80 0,81 0,82 0,82
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,07 1,06 1,08 1,09 8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,71 0,71 0,69 0,69
9 Jasa-Jasa 1,11 1,12 1,11 1,11
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 137
(6) Kecamatan Kertasari
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Kertasari dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada tiga sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan
Penggalian; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Hal ini
megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut
berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan sektor ini
memberikan multiplier effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan
ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah lagi kemampuan sektor
unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh
kemampuan surplus produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan dan
Penggalian dengan nilai LQ yang sama sebesar 3,77 sampai 3,75 sehingga
dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.
Tabel 5. 7
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Kertasari Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,77 3,74 3,75 3,75
2 Pertambangan dan Galian 3,77 3,74 3,75 3,75 3 Industri Pengolahan 0,76 0,76 0,76 0,76
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,75 0,74 0,73
5 Bangunan dan Konstruksi 0,96 0,95 0,94 0,94 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,04 1,05 1,06 1,06
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,88 0,88 0,89 0,89
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,63 0,62 0,61 0,60
9 Jasa-Jasa 0,36 0,36 0,36 0,36
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 138
(7) Kecamatan Pacet
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pacet dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada hampir seleuruh sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan
Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air
Bersih. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor
basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak
relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini
mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas rata-rata
sektor-sektor ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar antara 2,54
sampai 2,52 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan
yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.
Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-
sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 8
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pacet Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,54 2,52 2,53 2,53
2 Pertambangan dan Galian 0,68 0,68 0,67 0,69 3 Industri Pengolahan 0,59 0,59 0,59 0,59
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,86 0,85 0,83 0,82
5 Bangunan dan Konstruksi 1,61 1,59 1,57 1,58 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,52 1,54 1,56 1,56
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,27 1,25 1,26 1,27
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,20 1,19 1,17 1,15
9 Jasa-Jasa 1,83 1,81 1,79 1,77
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 139
(8) Kecamatan Ibun
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Ibun dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada 3 sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan
Penggalian; Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih. Hal ini megindikasikan
bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier
effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor
lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai LQ
sebesar 12,14 sampai 11,55 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk
dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 9
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ibun
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,87 1,85 1,86 1,88
2 Pertambangan dan Galian 12,14 11,99 11,89 11,55 3 Industri Pengolahan 0,61 0,61 0,61 0,61
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7,71 7,67 7,63 7,60
5 Bangunan dan Konstruksi 0,71 0,70 0,70 0,71
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,68 0,70 0,73 0,74
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,66 0,65 0,66 0,67
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,73 0,72 0,71 0,69
9 Jasa-Jasa 0,61 0,61 0,61 0,58
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 140
(9) Kecamatan Paseh
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Paseh dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada empat sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Bangunan dan
Konstruksi; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan,
Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang
menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena
memberikan dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah
ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 2,15 sampai
2,13 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.
Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-
sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 10
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Paseh Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,15 2,13 2,14 2,15
2 Pertambangan dan Galian 0,07 0,07 0,07 0,07 3 Industri Pengolahan 0,90 0,90 0,90 0,90
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,66 0,66 0,65
5 Bangunan dan Konstruksi 1,16 1,15 1,15 1,16 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,94 0,95 0,97 0,97
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,08 1,07 1,08 1,08
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,03 1,02 1,00 0,99
9 Jasa-Jasa 0,95 0,94 0,94 0,93
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 141
(10) Kecamatan Cikancung
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cikancung
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada lebih dari sebagian sektor yang ada, yaituSektor
Pertambangan dan Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;
Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa
sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier
effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor
lain.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang pada awalnya
tidak memiliki nilai LQ lebih dari satu (>), namun pada dua tahun terakhir
mengalami perubahan sehingga sektor tersebut dapat dikategorikan sektor
basis, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Agar memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-
sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 11
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cikancung Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,69 0,68 0,68 0,69
2 Pertambangan dan Galian 1,10 1,11 1,11 1,16 3 Industri Pengolahan 1,08 1,08 1,08 1,07
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,52 0,52 0,51 0,51
5 Bangunan dan Konstruksi 0,94 0,92 0,92 0,92 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,99 0,99 1,01 1,01
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,22 1,21 1,23 1,23
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,20 1,18 1,17 1,16
9 Jasa-Jasa 0,41 0,41 0,42 0,42
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 142
(11) Kecamatan Cicalengka
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cicalengka
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada empat sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;
Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa
sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap
perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke
depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi
lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan nilai
LQ sebesar 1,74 sampai 1,77 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Bandung.
Tabel 5. 12
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cicalengka
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,79 0,77 0,77 0,77
2 Pertambangan dan Galian 0,52 0,52 0,52 0,53 3 Industri Pengolahan 0,89 0,89 0,89 0,89
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,64 0,63 0,63 0,62
5 Bangunan dan Konstruksi 1,27 1,25 1,25 1,25
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,39 1,40 1,42 1,43
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,76 1,74 1,76 1,77
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,28 1,26 1,25 1,24
9 Jasa-Jasa 0,90 0,89 0,89 0,88
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 143
(12) Kecamatan Nagreg
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Nagreg dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada lebaih dari sebagian sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi;
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal
ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut
berpotensi untuk dikembangkan karena kemampuan sektor basis untuk
mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh kemampuan surplus
produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 3,77 sampai
3,73 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis
ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5. 13
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Nagreg Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,74 0,73 0,73 0,72
2 Pertambangan dan Galian 0,36 0,36 0,36 0,36 3 Industri Pengolahan 0,69 0,69 0,69 0,69
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,60 0,60 0,59 0,58
5 Bangunan dan Konstruksi 1,86 1,84 1,85 1,87 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,31 1,32 1,32 1,35
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,46 1,44 1,47 1,48
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,45 1,43 1,41 1,38
9 Jasa-Jasa 3,77 3,77 3,77 3,73
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 144
(13) Kecamatan Rancaekek
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Rancaekek
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada lima sektor, yaitu Sektor Sektor Pertanian; Sektor Bangunan
dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa.
Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis
tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak
relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Nilai LQ dari sektor-sektor basis
tersebut hampir sama, yaitu sekitar angka 1,2 sampai 1,4 sehingga dapat
dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung dibandingkan dengan
sektor-sektor lain yang non-basis. Agar memberikan gambaran yang lebih
jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk
dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 14
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Rancaekek
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,29 1,28 1,29 1,31
2 Pertambangan dan Galian 0,01 0,01 0,01 0,01 3 Industri Pengolahan 0,90 0,90 0,89 0,89
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 0,67 0,66 0,66
5 Bangunan dan Konstruksi 1,25 1,24 1,24 1,25
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,27 1,28 1,31 1,32
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,43 1,41 1,44 1,44
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,31 1,29 1,28 1,27
9 Jasa-Jasa 0,75 0,75 0,75 0,75
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 145
(14) Kecamatan Majalaya
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Majalaya dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolangan dengan nilai LQ
sebesar 1,40 sampai 1,39. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor
yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena
pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah
lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang
disebabkan oleh kemampuan surplus produksi di wilayah yang
bersangkutan yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang
lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan
untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 15
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Majalaya
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,20 0,20 0,20 0,21
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 1,40 1,40 1,40 1,39
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,23 0,23 0,23 0,23
5 Bangunan dan Konstruksi 0,29 0,29 0,29 0,30 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,50 0,48 0,49 0,49
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,53 0,53 0,54 0,54
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,57 0,57 0,57 0,57
9 Jasa-Jasa 0,18 0,18 0,18 0,19
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 146
(15) Kecamatan Solokanjeruk
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Solokanjeruk
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolangan dengan nilai
LQ sebesar 1,17 sampai 1,19. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor
yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena
pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah
lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang
disebabkan oleh kemampuan surplus produksi di wilayah yang
bersangkutan yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang
lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan
untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 16
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Solokanjeruk
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,71 0,72 0,73 0,74
2 Pertambangan dan Galian 0,02 0,02 0,02 0,02 3 Industri Pengolahan 1,17 1,19 1,19 1,19
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,44 0,44 0,44 0,45
5 Bangunan dan Konstruksi 0,89 0,90 0,91 0,93 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,90 0,79 0,78 0,76
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,74 0,74 0,75 0,75
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,93 0,93 0,93 0,93
9 Jasa-Jasa 0,40 0,40 0,41 0,41
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 147
(16) Kecamatan Ciparay
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Ciparay dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan
Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air
Bersih. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor
basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena kemampuan surplus
produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ
sebesar lebih dari dua, sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki
peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten
Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-
sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 17
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ciparay
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,49 2,47 2,48 2,50
2 Pertambangan dan Galian 0,03 0,03 0,03 0,03 3 Industri Pengolahan 0,52 0,52 0,52 0,52
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,87 0,88 0,87 0,86
5 Bangunan dan Konstruksi 1,61 1,58 1,57 1,58
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,50 1,52 1,54 1,55
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,76 1,74 1,74 1,67
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,63 1,61 1,58 1,55
9 Jasa-Jasa 2,48 2,45 2,41 2,39
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 148
(17) Kecamatan Baleendah
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Baleendah
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada lima sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;
Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal ini
megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut
berpotensi untuk dikembangkan.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 2,98 sampai
2,94 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis
ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5. 18
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Baleendah
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,48 0,47 0,47 0,47
2 Pertambangan dan Galian 0,79 0,79 0,78 0,80 3 Industri Pengolahan 0,76 0,76 0,76 0,76
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,72 0,72 0,71 0,70
5 Bangunan dan Konstruksi 1,58 1,55 1,56 1,59 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,39 1,40 1,43 1,43
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,21 1,19 1,20 1,19
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,83 1,81 1,79 1,79
9 Jasa-Jasa 2,98 2,96 2,96 2,94
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 149
(18) Kecamatan Arjasari
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Arjasari dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada tiga sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Industri Pengolahan;
Sektor Bangunan dan Konstruksi. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-
sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan
karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah
lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 1,52 sampai
1,58 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis
ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5. 19
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Arjasari
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,54 1,52 1,53 1,58
2 Pertambangan dan Galian 0,14 0,14 0,14 0,15 3 Industri Pengolahan 1,03 1,04 1,03 1,02
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,54 0,54 0,53
5 Bangunan dan Konstruksi 1,41 1,39 1,38 1,38
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,94 0,94 0,96 0,96
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,85 0,84 0,85 0,85
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,93 0,91 0,90 0,89
9 Jasa-Jasa 0,38 0,38 0,39 0,39
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 150
(19) Kecamatan Banjaran
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Banjaran dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada empat sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;
Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa
sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap
perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke
depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi
lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Ke-empat sektor yang menjadi
sektor basis tersebut terbilang memiliki nilai LQ yang cukup merata, yaitu
di antara angka 1,3 sampai 1,7 serta dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan dalam kontribusinya terhadap PDRB. Agar memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-
sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 20
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Banjaran Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,70 0,69 0,69 0,69
2 Pertambangan dan Galian 0,08 0,08 0,08 0,08 3 Industri Pengolahan 0,85 0,85 0,84 0,84
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,69 0,69 0,68 0,67
5 Bangunan dan Konstruksi 1,36 1,34 1,35 1,37 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,61 1,63 1,65 1,66
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,60 1,57 1,60 1,62
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,71 1,70 1,67 1,67
9 Jasa-Jasa 0,85 0,84 0,84 0,83
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 151
(20) Kecamatan Cangkuang
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cangkuang
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan
Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air
Bersih. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor
basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan
sektor ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap kegiatan-
kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah lagi kemampuan
sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai LQ
sebesar 2,96 sampai 2,80 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk
dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 21
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cangkuang Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,70 1,67 1,64 1,63
2 Pertambangan dan Galian 0,04 0,04 0,04 0,04 3 Industri Pengolahan 0,50 0,49 0,49 0,48
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,80 0,79 0,77 0,75
5 Bangunan dan Konstruksi 2,96 2,91 2,84 2,80 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,33 2,39 2,45 2,50
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,39 1,35 1,35 1,34
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,65 1,61 1,55 1,49
9 Jasa-Jasa 1,17 1,16 1,14 1,12
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 152
(21) Kecamatan Pameungpeuk
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pameungpeuk
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan dengan nilai
LQ sebesar 1,24 sampai 1,23. sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Bandung. Hal ini megindikasikan bahwa sektor yang menjadi
sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan
dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga
sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas
rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang
lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan
untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 22
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pameungpeuk
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,68 0,67 0,69 0,70
2 Pertambangan dan Galian 0,11 0,11 0,11 0,11
3 Industri Pengolahan 1,24 1,24 1,23 1,23
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,28 0,28 0,28 0,28
5 Bangunan dan Konstruksi 0,64 0,63 0,65 0,66 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,73 0,74 0,76 0,77
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,62 0,61 0,63 0,63 8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,84 0,83 0,83 0,83
9 Jasa-Jasa 0,29 0,29 0,29 0,30
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 153
(22) Kecamatan Katapang
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Katapang dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan dengan nilai LQ sebesar
1,36 sampai 1,35. sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki
peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten
Bandung. Hal ini megindikasikan bahwa sektor yang menjadi sektor basis
tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak
relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini
mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas rata-rata
sektor-sektor ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang
lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan
untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 23
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Katapang
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,23 0,23 0,23 0,23
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 1,36 1,36 1,36 1,35
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,28 0,28 0,28 0,28
5 Bangunan dan Konstruksi 0,53 0,52 0,53 0,53 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,45 0,46 0,47 0,49
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,52 0,51 0,52 0,51 8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,70 0,69 0,68 0,67
9 Jasa-Jasa 0,57 0,56 0,56 0,55
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 154
(23) Kecamatan Soreang
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Soreang dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada lima sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;
Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal ini
megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut
berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih
besar terhadap perekonomian wilayah ini..
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 2,83 sampai
2,85 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis
ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5. 24
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Soreang
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,67 0,66 0,66 0,66
2 Pertambangan dan Galian 0,19 0,19 0,19 0,19 3 Industri Pengolahan 0,84 0,83 0,81 0,80
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,54 0,53 0,53
5 Bangunan dan Konstruksi 1,27 1,25 1,26 1,28
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,12 1,18 1,25 1,30
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,23 1,21 1,23 1,24
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,82 1,80 1,76 1,76
9 Jasa-Jasa 2,84 2,83 2,85 2,84
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 155
(24) Kecamatan Kutawaringin
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Kutawaringin
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada dua sektor, yaitu Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-Jasa. Hal
ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut
berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan sektor ini
memberikan multiplier effect ditambah lagi kemampuan sektor unggulan
untuk mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh kemampuan
surplus produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 1,80 sampai
1,76 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis
ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5. 25
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Kutawaringin Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,56 1,55 1,55 1,55
2 Pertambangan dan Galian 0,56 0,56 0,55 0,56 3 Industri Pengolahan 0,98 0,97 0,96 0,95
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,70 0,69 0,68 0,67
5 Bangunan dan Konstruksi 0,77 0,76 0,78 0,79 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,75 0,79 0,84 0,90
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,85 0,84 0,84 0,83
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,70 0,69 0,67 0,65
9 Jasa-Jasa 1,80 1,80 1,80 1,76
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 156
(25) Kecamatan Margaasih
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Margaasih
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada lebih dari saparuh sekto yang ada, yaitu Sektor Bangunan
dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa;
Sektor Jasa-Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang
menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena
memberikan dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah
ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dengan nilai
LQ sebesar 1,80 sampai 1,86 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Bandung. Serta segi positif lainnya adalaha meningkatnya nilai
LQ dari tahun ke tahunnya.
Tabel 5. 26
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Margaasih Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,22 0,22 0,22 0,22
2 Pertambangan dan Galian 0,27 0,27 0,27 0,28 3 Industri Pengolahan 0,88 0,89 0,88 0,87
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,44 0,44 0,44 0,43
5 Bangunan dan Konstruksi 1,20 1,17 1,17 1,18 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,80 1,81 1,84 1,86
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,10 1,09 1,11 1,11
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,29 1,28 1,26 1,26
9 Jasa-Jasa 1,27 1,25 1,25 1,24
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 157
(26) Kecamatan Margahayu
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Margahayu
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada empat sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa;
Sektor Jasa-Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang
menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena
pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 2,35 sampai
2,40 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang
dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis
ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5. 27
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Margahayu
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,03 0,03 0,03 0,03
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 0,88 0,89 0,88 0,88
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,40 0,40 0,40 0,40
5 Bangunan dan Konstruksi 1,08 1,06 1,06 1,07
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,66 1,64 1,66 1,67
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,87 0,86 0,88 0,88
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,26 1,26 1,25 1,26
9 Jasa-Jasa 2,35 2,36 2,39 2,40
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 158
(27) Kecamatan Dayeuhkolot
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Dayeuhkolot
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan dengan nilai
LQ sebesar 1,47 tidak ada perubahan dari tahun ke tahunnya. sehingga
dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Hal ini
megindikasikan bahwa sektor yang menjadi sektor basis tersebut
berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih
besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor
ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang
lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan
untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 28
Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Bandung Kecamatan
Dayeuhkolot Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,01 0,01 0,01 0,01
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 1,47 1,47 1,47 1,47 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,15 0,15 0,15 0,15
5 Bangunan dan Konstruksi 0,25 0,24 0,25 0,25 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,27 0,27 0,28 0,29
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,28 0,27 0,28 0,29 8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
0,44 0,43 0,44 0,44
9 Jasa-Jasa 0,50 0,50 0,52 0,53
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 159
(28) Kecamatan Bojongsoang
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Bojongsoang
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada lima sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan; Sektor
Bangunan dan Konstruksi; 6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran;
Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal ini
megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut
berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan sektor ini
memberikan multiplier effect yang besar.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang mengalami
perubahan dari yang pada awalnya tidak dikategorikan sektor basis namun
pada tahun tahun terakhir mengalami peningkatan nilai LQ, yaitu pada
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; sehingga dapat dinyatakan
sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya
terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang
lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan
untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 29
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Bojongsoang Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,69 0,68 0,69 0,69
2 Pertambangan dan Galian 0,10 0,10 0,10 0,10 3 Industri Pengolahan 1,08 1,08 1,07 1,05
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,43 0,43 0,43 0,42
5 Bangunan dan Konstruksi 1,19 1,17 1,16 1,14 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,96 0,97 1,00 1,12
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,90 0,89 0,90 0,87
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,02 1,01 1,01 0,99
9 Jasa-Jasa 1,06 1,05 1,04 1,02
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 160
(29) Kecamatan Cileunyi
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cileunyi dapat
dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat
pada lebah dari separuh sektor yang ada, yaitu Sektor Bangunan dan
Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa;
Sektor Jasa-Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang
menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena
memberikan dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah
ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor ~ dengan nilai LQ sebesar ^ sehingga dapat
dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-
sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 30
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cileunyi Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,44 0,42 0,40 0,39
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 0,57 0,56 0,54 0,52
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,73 0,69 0,66
5 Bangunan dan Konstruksi 2,22 2,12 2,03 1,96 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,15 2,30 2,47 2,62
7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,57 3,42 3,30 3,15
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,58 1,52 1,45 1,39
9 Jasa-Jasa 1,16 1,12 1,07 1,03
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 161
(30) Kecamatan Cilengkrang
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cilengkrang
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan
Penggalian; Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan bahwa
sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier
effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor
lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai LQ
sebesar 6,75 sampai 6,60 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut
memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB
Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk
dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 31
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cilengkrang
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,56 1,54 1,54 1,53
2 Pertambangan dan Galian 0,10 0,10 0,10 0,10 3 Industri Pengolahan 0,51 0,51 0,51 0,51
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,28 1,29 1,26 1,25
5 Bangunan dan Konstruksi 6,75 6,66 6,60 6,60
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,47 1,49 1,51 1,53
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,49 1,49 1,50 1,47
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
3,34 3,30 3,24 3,19
9 Jasa-Jasa 1,48 1,48 1,48 1,45
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 162
(31) Kecamatan Cimenyan
Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cimenyan
dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini
terdapat pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan
Penggalian; Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan bahwa
sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk
dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier
effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor
lainnya.
Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai LQ
sebesar 4,03 sampai 4,13 fluktuatif setiap tahunnya, sehingga dapat
dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-
sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 32
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cimenyan
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,85 2,82 2,80 2,70
2 Pertambangan dan Galian 0,23 0,23 0,22 0,23 3 Industri Pengolahan 0,05 0,05 0,05 0,05
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,43 1,43 1,39 1,33
5 Bangunan dan Konstruksi 4,13 4,07 4,03 4,10
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,90 2,94 2,99 3,10
7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,02 2,00 1,98 1,87
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Prsh
1,72 1,69 1,64 1,54
9 Jasa-Jasa 2,01 1,99 1,94 1,89
Sumber: Hasil Pengolahan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 163
5.2. Analisis Shift-Share Kabupaten Bandung
Analisis Shift-Share untuk perekonomian Kabupaten Bandung dilakukan dengan
menggunakan variabel regional PDRB sektoral Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa
Barat tahun 2008 dan 2009. Hasil analisis Shift-Share tersebut dapat dilihat pada
tabel 5.33 sebagai berikut:
Tabel 5. 33
Hasil Analisis Shift-Share Kabupaten Bandung (juta Rp)
No. Lapangan Usaha
Pertumbuhan
Prov. JABAR
(Nij)
Bauran
Industri (Mij)
Keunggulan
Kompetitif
(Cij)
Pertumbuhan
Kab. Bandung
(Dij)
1 Pertanian 227.301,44 261.610,47 -229.537,08 259.374,83
2 Pertambangan dan Penggalian 38.656,62 -135.346,26 154.420,97 57.731,33
3 Industri Pengolahan 1.921.320,61 -1.524.425,97 892.922,76 1.289.817,40
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 53.048,93 69.514,62 -90.701,60 31.861,95
5 Bangunan/Konstruksi 53.522,36 10.092,20 -15.287,79 48.326,77
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 495.705,31 410.673,03 -131.191,16 775.187,18
7 Pengangkutan dan Komunikasi 145.826,64 115.216,25 -232.490,92 28.551,98
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 65.448,90 7.027,27 -44.850,76 27.625,41
9 Jasa-Jasa 159.835,18 127.206,67 -154.035,85 133.006,00
3.160.666,00 -658.431,73 149.248,59 2.651.482,85
119,20 -24,83 5,63 100,00
Jumlah
Persentase terhadap Pertumbuhan Kab. Bandung (Dij)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Hasil analisis Shift-share menunjukkan bahwa nilai PDRB sektoral
Kabupaten Bandung telah mengalami perubahan atau perkembangan. Nilai PDRB
tersebut tumbuh sebesar 2.651.482,85 juta Rupiah. Perkembangan tersebut
dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan Provinsi Jawa Barat (Nij), bauran
industri (Mij), dan keunggulan kompetitif (Cij).
Menurut perhitungan komponen pertumbuhan Provinsi Jawa Barat (Nij),
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat telah mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bandung sebesar 3.160.666 juta Rupiah atau 119,20 persen.
Namun, sebenarnya perkembangan PDRB Kabupaten Bandung hanyalah sebesar
2.651.482,85 juta Rupiah. Hal ini dikarenakan masih ada dua komponen lain yang
memberikan pengaruh, yaitu bauran industri dan keunggulan kompetitif.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 164
Komponen bauran industri (Mij) menyatakan besar perubahan
perekonomian wilayah akibat adanya bauran industri. Hasil analisis menunjukkan
bahwa bauran industri memberikan pengaruh yang negatif bagi perkembangan
perekonomian Kabupaten Bandung, yaitu sebesar -658.431,73 juta Rupiah atau -
24,83 persen. Nilai negatif mengindikasikan bahwa komposisi sektor pada PDRB
Kabupaten Bandung cenderung mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh
relatif lambat. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat sektor-sektor yang mendapat pengaruh
negatif bauran industri tersebut, yaitu Sektor Pertambangan dan Penggalian dan
Sektor Industri Pengolahan.
Perhitungan komponen keunggulan kompetitif menghasilkan nilai
keunggulan kompetitif (Cij) sebesar 149.248,59 juta Rupiah atau 5,63 persen.
Nilai tersebut mengindikasikan bahwa keunggulan kompetitif yang dihasilkan
akan menambah perkembangan perekonomian Kabupaten Bandung. Namun
demikian bukan berarti bahwa perekonomian Kabupaten Bandung kompetitif
secara sepenuhnya. Hal ini dikarenakan meskipun secara agregat nilainya positif,
terdapat mayoritas sektor yang mempunyai nilai negatif, yaitu hanya 2 sektor
yang positif sementara 7 sektor lainnya negatif.
5.3. Interaksi Ekonomi Kabupaten Bandung
Interaksi ekonomi wilayah merupakan wujud keterkaitan antar sektor
ekonomi dalam suatu wilayah. Interaksi ekonomi di wilayah Kabupaten Bandung
dapat dilihat dalam Tabel Koefisien Input Wilayah Kabupaten Bandung yang
merupakan turunan dari Tabel Input-Output Wilayah Jawa Barat dengan
menggunakan metode Location Quotient (LQ). Koefisien input adalah besarnya
input yang dibutuhkan dari sektor lainnya agar sektor tersebut dapat menghasilkan
produk senilai 1 (satu). Tabel tersebut mengambarkan hubungan dinamis antar
sektor produksi ekonomi melalui penyebaran input maupun output sektor-sektor
ekonomi tersebut.
Tabel Input-Output mempunyai manfaat untuk kegiatan perencanaan
pembangunan maupun analisis, sebab perencanaan sektoral dengan menggunakan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 165
model yang diturunkan dari tabel Input-Output dapat dilakukan secara simultan
dan memperlihatkan aspek keterkaitan antar sektor.
Pembacaan tabel ke bawah (kolom) menunjukkan bahwa jumlah masukan
masing-masing sektor diperoleh dari masukan (input) antara dan masukan (input)
primer. Masukan antara berupa masukan dari tiap sektor dalam proses produksi
(kode 190), sedangkan masukan primer berupa balas jasa atas pemakaian faktor
produksi yang terdiri dari upah tenaga kerja, keahlian, pemilik tanah/peralatan dan
penyertaan modal (kode 209). Sehingga jumlah masukan antara dan masukan
primer menunjukkan jumlah total input (kode 210). Pembacaan tabel ke samping
(baris) menunjukkan bahwa jumlah keluaran masing-masing sektor
didistribusikan sebagai permintaan antara dan permintaan akhir.
Permintaan antara yaitu permintaan yang dipakai dalam proses produksi
(kode 180) sedangkan permintaan akhir adalah permintaan yang digunakan oleh
masyarakat sebagai barang konsumsi (kode 309). Sehingga jumlah permintaan
antara dan permintaan akhir menunjukkan jumlah total output (kode 310).
Pembacaan Tabel, menurut kolom menunjukkan bahwa untuk
menghasilkan produknya, sektor Pertanian membutuhkan input terbesar dari
sektor Industri dan sektor Pertanian sendiri. Sektor Pertambangan memerlukan
input terbesar dari sektor Industri dan sektor Perdagangan, sektor Industri
memerlukan input terbesar dari sektor Industri itu sendiri dan sektor
pertambangan, sektor Listrik memerlukan input terbesar dari sektor Pertambangan
kemudian sektor Bangunan memerlukan input terbesar dari sektor Industri dan
sektor Perdagangan. Adapun sektor perdagangan untuk menghasilkan produknya
memerlukan input terbesar dari sektor Industri dan sektor Perdagangan itu sendiri,
sektor Pengangkutan memerlukan input terbesar dari sektor Industri dan
Perdagangan, sektor Keuangan memerlukan input terbesar dari sektor
Perdagangan dan sektor Industri sedangkan sektor Jasa memerlukan input terbesar
dari sektor Industri dan sektor Perdagangan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 166
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sektor Industri
merupakan sektor pemberi input terbesar bagi semua sektor kecuali sektor Listrik,
Gas dan Air Bersih serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
Penerimaan input sektoral yang cukup besar tersebut menunjukkan adanya
keterkaitan antar sektor yang cukup besar pula.
Tabel 5. 34
Koefisien Input Output Kabupaten Bandung 2007 (34x34 Sektor)
Sektor 180 309 310 Sektor
1 0.01727 0.04982 0.04197 1
2 0.04843 0.00321 0.03519 2
3 0.03460 0.02279 0.03753 3
4 0.00087 0.00272 0.00224 4
5 0.00984 0.01471 0.01565 5
6 0.01905 0.00485 0.01601 6
7 0.01324 0.12854 0.08678 7
8 0.25313 0.50172 0.47704 8
9 0.00357 0.00685 0.00695 9
10 0.00750 0.01458 0.01397 10
11 0.03504 0.03258 0.04375 11
12 0.00209 0.00249 0.00293 12
13 0.00492 0.01514 0.01253 13
14 0.01217 0.02139 0.02128 14
15 0.00259 0.00259 0.00334 15
16 0.00134 0.00679 0.00502 16
17 0.04284 0.01239 0.03690 17
18 0.00040 0.00027 0.00044 18
19 0.00400 0.03126 0.02164 19
20 - - - 20
21 0.00163 0.00159 0.00208 21
22 0.00276 0.02295 0.01577 22
23 0.00021 0.00051 0.00045 23
24 0.01020 0.02061 0.01946 24
25 0.00390 0.00048 0.00297 25
26 0.00475 0.00314 0.00516 26
27 0.00821 0.00045 0.00591 27
28 0.01589 0.00611 0.01460 28
29 0.00520 0.00079 0.00405 29
30 0.00066 0.04824 0.02961 30
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 167
Sektor 180 309 310 Sektor
31 0.00098 0.01475 0.00959 31
32 0.00012 0.00069 0.00050 32
33 0.00748 0.00453 0.00787 33
34 0.00128 0.00047 0.00117 34
190 0.57616 1.00000 1.00000 190
209 0.42384 209
210 1.00000 210
Sumber : Tabel I-O Kabupaten Bandung
5.4. Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang
Pengaruh sektor ekonomi terhadap sektor ekonomi lainnya dapat juga
dilihat dengan menjumlahkan koefisien input baik menurut baris maupun kolom.
Penjumlahan koefisien input sektor ke kanan atau elemen kolom akan
menunjukkan keterkaitan langsung ke depan (forward linkage). Keterkaitan
langsung ke depan menggambarkan dampak sektor tertentu terhadap sektor-sektor
lainnya yang menggunakan keluaran sektor tersebut sebagai masukan antara untuk
setiap unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke depan
menggambarkan daya tarik terhadap pasar.
Penjumlahan koefisien input sektor ke bawah atau menurut elemen baris
akan menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang (backward linkage).
Keterkaitan langsung ke belakang menggambarkan dampak sektor tertentu
terhadap sektor-sektor lain yang keluarannya digunakan sebagai masukan antara
untuk setiap unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke belakang
menggambarkan daya tarik terhadap bahan baku. Tabel dibawah menjelaskan
tentang keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung ke belakang.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 168
Tabel 5. 35
Input Output Kabupaten Bandung 2007
Keterkaitan Ke Depan dan Keterkaitan Ke Belakang (34 Sektor)
Sektor Keterkaitan Ke Depan
Keterkaitan Ke Belakang
Sektor
1 0.99858 1.03099 1
2 0.62305 0.78343 2
3 0.82200 0.95567 3
4 0.65853 0.87716 4
5 1.05862 0.75278 5
6 0.62392 2.27628 6
7 1.06311 1.30737 7
8 1.30119 1.09724 8
9 1.09579 0.81411 9
10 1.21158 1.10822 10
11 1.02618 2.48497 11
12 0.94002 0.67647 12
13 1.20767 1.08112 13
14 1.42815 1.21583 14
15 1.13034 0.93478 15
16 0.98904 0.59347 16
17 1.06335 1.30784 17
18 0.75158 0.59649 18
19 1.23817 0.85657 19
20 0.79724 1.42872 20
21 1.00574 0.57136 21
22 0.94521 0.67776 22
23 2.24922 1.23719 23
24 0.99905 1.55465 24
25 0.76788 0.67535 25
26 0.78245 0.80259 26
27 0.95679 1.17375 27
28 0.97174 0.72920 28
29 0.73233 0.97157 29
30 0.96905 0.62088 30
31 1.03453 0.62498 31
32 0.91299 0.56022 32
33 0.66025 0.96933 33
34 0.98464 0.65168 34
jumlah 34.00000 34.00000
Sumber : Tabel I-O Kabupaten Bandung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 169
Tabel di atas menunjukkan bahwa keterkaitan ke belakang maupun ke
depan terbesar dimiliki oleh sektor Industri Pengolahan, hal tersebut
mengindikasikan bahwa sektor Industri Pengolahan memiliki peran yang besar
dalam menarik sektor lain untuk berkembang, yaitu meminta output sektor lain
sebagai input kegiatan produksinya maupun menyediakan input bagi kegiatan
produksi sektor lain. Adapun posisi tiap sektor dalam keterkaitan langsung ke
depan maupun ke belakang dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) kelompok.
Dengan melihat pengelompokan sektor, nampak bahwa sektor Industri
Pengolahan merupakan sektor unggulan, karena memiliki nilai Keterkaitan ke
Depan dan Keterkaitan ke Belakang yang cukup tinggi. Selain sektor Industri
Pengolahan terdapat sektor lain yang merupakan sektor unggulan di wilayah
Kabupaten Bandung yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor
Pertambangan dan Penggalian, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi serta sektor Bangunan.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Pertambangan dan
Penggalian mempunyai keterkaitan langsung kedepan (forward linkage) cukup
besar, artinya perubahan output sektor ini akan memberi dampak yang cukup
besar terhadap sektor-sektor lainnya yang menggunakan keluaran sektor tersebut
sebagai masukan antara untuk setiap unit kenaikan permintaan akhir. Adapun
sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta
sektor Bangunan mempunyai keterkaitan langsung ke belakang (bacward linkage)
cukup besar, artinya perubahan permintaan input sektor ini akan memberi dampak
dampak yang cukup besar bagi sektor tertentu yang keluarannya digunakan
sebagai masukan antara untuk setiap unit kenaikan permintaan akhir.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 170
BAB VI Kekuatan, Kelemahan, Peluang,
Tantangan dan
Isu Strategis Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
Kabupaten Bandung
Untuk mencermati perkembangan dinamika kondisi perekonomian Kabupaten
Bandung secara historis dan berdasarkan kondisi eksisting saat ini, diperlukan adanya
evaluasi terhadap kondisi indikator-indikator utama perekonomian Kabupaten Bandung.
Evaluasi tersebut menyangkut indikator-indikator makro maupun mikro ekonomi
Kabupaten Bandung yang berhubungan dengan evaluasi kondisi perekonomian
masyarakat Kabupaten Bandung.
6.1. SWOT Sektoral Kabupaten Bandung
Nilai PDRB Kabupaten Bandung tahun 2010 (atas dasar harga konstan)
meningkat menjadi Rp.21,7 Triliun, atau meningkat Rp.1,2 Triliun dibandingkan
nilai PDRB tahun 2009 (Tabel 4.1). Peningkatan tersebesar peran sektoral
terhadap PDRB 2010 disumbang oleh sektor industri manufaktur yang
meningkat sebesar Rp.654 Milyar. Sektor lainnya yang juga signifikan
menopang kenaikkan PDRB tahun 2010 adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PHR) sebesar Rp.263 Milyar dan sektor pertanian sebesar Rp.100
Milyar. Peran sektoral yang relatif cukup besar dari ketiga sektor tersebut
menyebabkan pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian Kabupaten
Bandung menjadi sangat strategis.
Secara umum, kondisi SWOT sektoral PDRB dilihat dari keterkaitannya dengan
berbagai aspek perekonomian di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut:
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 171
Identifikasi Kekuatan
Dominasi sektor ekonomi antara lain dari sektor industri pengolahan,
pertanian, dan perdagangan.
Tingginya jumlah penduduk yang bekerja di ketiga sektor tersebut
menyebabkan peningkatan aktivitas sektoralnya menjadi jaminan kemajuan
perekonomian Kabupaten Bandung.
Sektor perdagangan, hotel, dan restauran memiliki kontribusi terbesar kedua
setelah industri serta memiliki peningkatan kontribusi terhadap PDRB.
Memiliki banyak komoditi unggulan pertanian baik dari sektor petanian
maupun dari sektor industri pengolahan yang memanfaatkan bahan baku
hasil pertanian diantaranya dari sektor pertanian yaitu stroberi, kopi, sapi
perah dan produk turunannya. Sementara dari sektor industri diantaranya
industri peralatan pertanian dan industri kerajinan wayang golek.
Kabupaten Bandung mempunyai cukup banyak potensi dan sebagian besar
merupakan wisata alam dan agro.
Jumlah UKM di Kabupaten Bandung mencapai sebanyak 5.392 UKM.
Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
(2006-2008).
Identifikasi Kelemahan
Masih tingginya dependency ratio yang menunjukkan tingginya
ketergantungan penduduk kurang produktif.
Perkembangan sektor dominan sangat sensistif bagi kemajuan
perekonomian Kabupaten Bandung, termasuk kaitannya dengan penyerapan
lapangan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan.
Menurunnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB 2010.
Identifikasi Peluang
Meningkatnya arus investasi pada beberapa sektor unggulan (meningkatnya
PMA dan PMDN).
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 172
Meningkatnya kesempatan kerja.
Adanya pola kemitraan antara industri kecil dan menengan dengan industri
besar
Sebagian besar investasi di Kabupaten Bandung adalah investasi di sektor
sekunder dan tersier, seperti di sektor industri manufaktur dan sektor jasa
perdagangan.
Wilayah perekonomian Kabupaten Bandung juga memiliki ketersediaan
bahan mentah yang cukup
Kabupaten Bandung memiliki kondisi iklim, lahan dan sumberdaya hayati
yang sangat mendukung pengembangan usaha aneka jenis komoditas
pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
kehutanan.
Keragaman sosial ekonomi di Kawasan Metropolitan Bandung menjadi
sasaran pasar lokal pengembangan komoditas hortikultura.
Tersedia potensi untuk mengembangkan industri tekstil dan produk tekstil
(TPT)
Tersedia potensi untuk mengembangkan perdagangan dan Industri kreatif.
Tersedia sumber daya untuk berbagai bidang industri seperti makanan dan
minuman.
Identifikasi Ancaman
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Semakin kecilnya daya serap tenaga kerja dibandingkan jumlah PMA dan
PMDN yang meningkat.
Strategi Kekuatan terhadap Peluang
Deregulasi kebijakan dan peraturan yang terkait dengan penanaman modal
(asing maupun dalam negeri)
Peningkatan pola kemitraan antara industri kecil dan menegah dengan
industry besar di sektor ekonomi yang lebih luas
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 173
Pengembangan dan pemberdayaan UKM pada sektor-sektor dominan di
Kabupaten Bandung.
Peningkatan kemampuan masyarakat yang bekerja pada sektor dominan di
Kabupaten Bandung.
Strategi Kelemahan terhadap Peluang
Pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk guna menekan tingginya
dependency ratio.
Peningkatan kapasitas kemampuan penduduk produktif guna dapat
menopang lebih terhadap penduduk kurang produktif
Strategi Kekuatan terhadap Ancaman
Peninjauan kembali pengalihan fungsi lahan sesuai dengan kebijakan
RTRW Kabupaten Bandung.
Pemberdayaan tenaga kerja lokal dengan adanya penanaman modal baru di
Kabupaten Bandung (baik dari dalam negeri maupun asing)
Strategi Kelemahan terhadap Ancaman
Meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan calon tenaga kerja agar
memiliki keahlian sesuai dengan yang dispesifikan oleh sektor-sektor
unggulan di Kabupaten Bandung.
Meningkatkan permberdayaan sektor-sektor unggulan dengan pemanfaatan
lahan sesuai dengan peruntukkannya.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 174
Tabel 6. 1
SWOT sektoral PDRB Kabupaten Bandung
Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL
Pertanian Luas Lahan/Kawasan Masih
Memungkinkan Untuk di
Kembangkan Budi Daya
Pertanian
Ketersedian Tenaga Kerja
Mencukupi
Dekat Dengan Pasar Lokal dan
Wilayah Sekitar
Kondisi Lingkungan (Iklim)
Yang Cocok Untuk Banyak
Budidaya Tanaman
Secara historis Kawasan
Bandung Selatan dikenal sejak
lama sebagai kawasan
perkebunan dan pertanian
Tidak Stabilnya Harga Jual
Komoditas
Ketidakstabilan Harga Input
Produksi
(Pupuk/Bibit/Pestisida)
Diversifikasi Komoditas
Masih Rendah
Kuatnya pengaruh
ketidakstabilan iklim/cuaca
terhadap kinerja produksi
Masih rendahnya kualitas
dan perawatan infrastruktur
pertanian
Ancaman krisis pangan
menyebabkan permintaan produk
pertanian tinggi
Defisit beras dan daging
Pertambahan jumlah penduduk luar
Kabupaten Bandung berdampak
terhadap permintaan produk
pertanian
Menyusutnya lahan pertanian diluar
wilayah Kabupaten Bandung
Komitmen pemerintah pusat dan
Provinsi cukup kuat mendorong
perkembangan produksi pertanian
Membajirnya barang pertanian
impor
Tingginya persaingan pasokan
produk pertanian regional ke
pasar lokal, regional dan
nasional
Tertekannya aktivitas
pemasaran produk-produk
pertanian di pasar-pasar
tradisional
Pertambangan
dan Penggalian
Komoditas tambang dan
penggalian memiliki nilai jual
tinggi
Permintaan produk penggalian
meningkat sejalan dengan
perkembangan sektor properti
dan infrastruktur
Kedekatan pemasaran produk
dengan akses pasar
Potensinya semakin
menurun (tidak terbarukan)
Eksploitasi semakin terbatas
karena terkait pengendalian
lingkungan dan status
kawasan dalam RTRW
Permintaan pasar eksternal terus
meningkat
Dekat dengan pasar
Tingginya tingkat persaingan
pasar produk antar wilayah
Permintaan semakin kritis
terhadap kualitas produk
Ongkos logistik yang
cenderung meningkat
Industri Kemampuan pasar lokal Variasi produk yang kurang Permintaan eksternal Ketidakstabilan harga bahan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 175
Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL
Pengolahan menopang permintaan terus
meningkat
Biaya input relatif rendah
Dekat dengan akses pasar
Kestabilan politik dan ekonomi
Ketersediaan bahan baku,
tenaga kerja, dan lahan masih
mencukupi
berkembang
Harga bahan baku kurang
stabil
Masih rendahnya akumulasi
permodalan dan teknologi
Eksternalitas kondisi cuaca
mempengaruhi kinerja
produksi
Masih rendahnya inovasi
Dukungan infrastruktur
masih terbatas
(Regional/Nasional/Internasional)
meningkat dinamis
Kesepakatan-kesepakatan
perdagangan dapat dijadikan peluang
mengakses pasar internasional
Meningkatnya insentif pemerintah
pusat dan regional terhadap sektor
industri (semacam revitalisasi mesin
TPT)
baku kandungan impor (import
content)
Persaingan semakin ketat
sejalan dengan liberalisasi
perdagangan kawasan
Konsumen eksternal semakin
kritis terhadap kualitas
Ketidakstabilan kurs dan harga
komoditas energi
Ongkos logistic yang
cenderung meningkat
Listrik, Gas dan
Air Bersih
Permintaan lokal cenderung
meningkat
Perkembangan sektor-sektor
bisnis mendorong kenaikkan
permintaan
Sektor Listrik, Gas dan Air
Bersih masuk ke dalam
indikator pembangunan dan
berhubungan dengan
infrastruktur strategis
Potensi sumber daya dimiliki
Terkait erat denan
pembiayaanpemerintah
Investasi besar
Keterlibatan swasta masih
minim
Peluang sinergi dengan program
ketahanan energi pemerintah pusat
Perkembangan sektor ekonomi
diluar Kabupaten Bandung
berdampak terhadap
pengendalian potensi sumber
daya air
Bangunan/Kons
truksi
Permintaan meningkat sejalan
dengan perkembangan
penduduk dan aktivitas
ekonomi
Luas lahan yang mencukupi
Mensinergikannya dengan
RTRW
Dukungan infrastruktur
pendukung kawasan masih
Letak strategis Kabupaten Bandung
sebagai satelit Kota Bandung
mendorong permintaan sektoral
bangunan dan konstruksi (terkait
mobilitas dan tempat tinggal
Harga bahan baku bangunan
dan konstruksi cenderung
kurang stabil
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 176
Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL
Dukungan sektor keuangan dan
perbankan kuat terhadap sektor
bangunan dan konstruksi
Perkembangan sektor industri
dan perdagangan mendorong
aktivitas sektor bangunan dan
konstruksi
rendah
penduduk)
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
Sektor PHR terkait dinamis
dengan perkembangan sektor
yang lain
Perkembangannya sejalan
dengan peningkatan jumlah
penduduk dan peningkatan
pendapatan masyarakat
Kawasan Bandung Selatan
potensial berkembang menjadi
kawasan wisata
Perkembangan usaha restoran
potensial karena kedekatan
dengan bahan baku dan cultural
Perkembangan sub sektor
pariwisata belum diikuti
dengan perkembangan sub
sektor hotel
Lama tinggal wisatawan
masih rendah
Clustering pasar moderen
sebagai pusat perdagangan
belum berjalan dan bersifat
destruktif terhadap pasar
tradisional
Meningkatkan konsistensi
terhadap RTRW
Kualitas infrastruktur yang
masih minim
Peluang kunjungan wisatawan ke
Kabupaten Bandung cukup besar
(faktor geografis)
Dampak perubahan kesejahteraan
wilayah sekitar berdampak positif
terhadap perkembangan sektor PHR
di Kabupaten Bandung
Investasi di bidang PHR berkembang
pesat dan berdampak kepada
investasi PHR di Kabupaten
Bandung
Tingkat inflasi regional
berdampak terhadap daya beli
lokal
Tingkat persaingan sektor
PHR antar Kabupaten/Kota
cukup ketat
Pengangkutan
dan
Komunikasi
Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi berkembang
dinamis sejalan dengan
perkembangan penduduk dan
pendapatan
Perbaikan infrastruktur
masih lambat
Mobilitas penduduk luar wilayah ke
Kabupaten Bandung meningkat
Perkembangan sub sektor
komunikasi pesat secara nasional dan
regional berdampak ke dalam
Potensi ketidakstabilan harga
bahan bakar kendaraan
Biaya logistik yang cenderung
naik
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 177
Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL
Sub sektor pengangkutan
meningkat sejalan dengan
perbaikan sarana infrastruktur
Permintaan terus meningkat
perekonomian Kabupaten Bandung
Peluang investasi secara nasional dan
regional pesat berdampak terhadap
investasi di Kabupaten Bandung
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
Perkembangan sektor
keuangan, persewaan dan jasa
terkait dengan perkembangan
sektor lainnya
Kebutuhan modal dan jasa
sektoral terus meningkat
Jumlah lembaga keuangan dan
perbankan cukup banyak
Meningkatkan kualitas
bankable sektor usaha
Meningkatkan kemudahan
investasi di sektor
keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan
Ekspansi sektoral secara nasional dan
regional tinggi
Penurunan tingkat suku bunga secara
nasional
Ketidakstabilan inflasi
Berkembangnya bentuk
investasi keuangan skala
nasional
Jasa-jasa Mengikuti perkembangan
sektor-sektor yang lain
Meningkatkannya kebutuhan
sektor jasa sejalan dengan
perkembangan tingkat
kesejahteraan dan pertambahan
jumlah penduduk
Sektor sensitif terhadap
perubahan stabilitas makro
dan kesejahteraan
Kesesuaian investasi di
bidang jasa dengan
kebutuhan/permintaan
masyarakat lokal
Mobilitas penduduk luar daerah ke
Kabupaten Bandung berdampak
terhadap permintaan
Tingginya tingkat persaingan
sektoral di tingkat regional
dan nasional
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 178
6.2. SWOT Produk Unggulan Kabupaten Bandung
Perkembangan produk unggulan di Kabupaten Bandung secara makro terefleksi
dari perkembangan sektoral. Sektor utama penggerak perekonomian di Kabupaten
Bandung secara eksisting adalah sektor industri manufaktur, sektor perdagangan,
hotel dan restoran; dan sektor pertanian. Perkembangan sektor-sektor lain, juga
meningkat (kecuali sektor yang berbasis primer dengan komoditas tidak
terbarukan seperti sektor pertambangan dan penggalian). Perkembangan sektor-
sektor unggulan tersebut tercermin dari perkembangan kontribusi sektoral
masing-masing sektor terhadap PDRB.
Identifikasi produk unggulan sektoral di Kabupaten Bandung mengacu pada
kondisi-kondisi sebagai berikut (sumber identifikasi sektoral berdasarkan sektor
unggulan PDRB Kecamatan):
1. Peternakan dan Perikanan Komoditas unggulan pada sektor peternakan yang
dikembangkan di Kabupaten Bandung adalah sapi baik sapi perah maupun
sapi potong dan produk turunannya, tetapi jenis komoditas peternakan lain
juga berkembang di Kabupaten Bandung seperti domba, ayam ras pedaging
dan itik. Hampir di seluruh kecamatan kecuali di kecamatan Margahayu,
Margaasih dan Katapang merupakan daerah peternakan di Kabupaten
Bandung. Pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Bandung diarahkan
di Kecamatan Ibun, Majalaya, Ciparay, Pacet dan Bojongsoang dan
pemanfaatan/pengelolaan situ-situ di Kecamatan Pangalengan, Rancabali,
serta kecamatan lainnya kecuali Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang,
Margaasih dan Kertasari. Secara agregat sektoral, daerah yang memiliki
potensi sangat besar dalam sektor pertanian adalah Kecamatan Cilengkrang,
Pasirjambu, Ciwidey, Kertasari. Cikancung, Cimenyan dan Rancabali.
2. Daerah yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor Pertambangan dan
Penggalian adalah Kecamatan Ibun dan Kecamatan Baleendah.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 179
3. Dalam sektor Industri Pengolahan kecamatan Dayeuhkolot, Majalaya,
Katapang, Pameungpeuk, dan Solokanjeruk memiliki nilai potensi terbesar
dalam sektor Industri Pengolahan.
4. Di Kabupaten Bandung kecamatan yang memiliki potensi ekonomi besar
dalam sektor listrik, gas dan air bersih hanya kecamatan Cilengkrang dan
Cimenyan.
5. Kecamatan yang memiliki potensi besar dalam sektoe Bangunan/Kosntruksi
adalah Kecamatan Cilengkarang, Cimenyan, Ciwidey, Ciparay, Cangkuang,
Pacet, dan Cileunyi. Besarnya potensi tersebut diakibatkan pada daerah
tersebut telah banyak berdiri perumahan-perumaan dan industri untuk
bangunan.
6. Sekitar 19 kecamatan di Kabupaten Bandung memiliki potensi dalam sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Kecamatan-kecamatan tersebut meliputi
Kecamatan Pacet, Ciparay, Banjaran, Pengalengan, Cangkuang, Cimaung,
Arjasari, Beleendah, Ciwidey, Pasirjambu, Margahayu, Margasih, Cileunyi,
Rancaekek, Cilengkrang, Cimenyan, Cicalengka, Nagreg dan Cikancung. Hal
ini bisa disimpulkan jika Kabupaten bandung memiliki potensi dalam sektor
perdagangan, hotel dan restoran.
7. Kecamatan yang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar dalam sektor
Pengangkutan dan Komunikasi adalah kecamatan Cileunyi, Ciwidey, Ciparay,
Cangkuang, Cicalengka. Sedangkan kecamatan pangalengan, Cimaung,
Nagreg, Cimenyan, Rancaekek, Paseh, Cilengkarang, Pacet, Banjaran,
Kertasari, Baleendah, dan Cikancung.
8. Daerah yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan adalah Kecamatan Baleendah, Cileunyi, Cilengkrang,
Ciparay, Banjaran, Margahayu, dan Cimenyan.
9. Daerah yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor Jasa-jasa adalah
Kecamatan Soreang, Baleendah, Ciparay, Pacet, Margaasih, dan Cilengkrang
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 180
Selain melihat pola unggulan berbasis sektoral, dari penelusuran data primer yang
diperoleh dari hasil focus group discussion, teridentifikasi sejumlah komoditas
(berdasarkan informasi nara sumber), seperti sebagai berikut:
Tabel 6. 2
Identifikasi Produk Potensial Kecamatan di Kabupaten Bandung
Sub Sektor Potensial Produk Potensial Kecamatan
Tanaman Bahan Makanan Padi Majalaya
Peternakan Ayam buras dan ras, domba;
Perikanan Pembenihan ikan
Industri pengolahan Makanan, konveksi, percetakan
Jasa Pertukangan
Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu Paseh
Tanaman Perkebunan Tembakau, murbey
Peternakan Sapi, domba, Ayam pedaging, kokon
Kehutanan Bambu, aren
Perikanan Ikan Nila, ikan mas
Industri pengolahan Kapas kecantikan
Tanaman Bahan Makanan Padi, Solokanjeruk
Perkebunan Sayur mayur
Peternakan Ayam buras dan ras
Industri pengolahan Lap piring, pakaian,
Tanaman Bahan Makanan Padi ketan, ubi jalar, ubi kayu Ibun
Peternakan Sapi, domba, Ayam pedaging
Kehutanan Bambu hitam
Perikanan Ikan Nila, ikan mas
Industri pengolahan Konveksi, Alat rumah tangga
Jasa Wisata alam
Tanaman Perkebunan Tanaman holtikultura, Kertasari
Peternakan Sapi Perah
Tanaman Bahan Makanan Padi Pacet
Tanaman Perkebunan Bawang merah, bawang daun, cabe merah, kacang merah,
tembakau
Kehutanan Bambu, kayu
Perikanan Bibit ikan,
Industri pengolahan Makanan, konveksi, rajut, kerajinan
Tanaman Bahan Makanan Beras, beras ketan, ubi kayu Ciparay
Perkebunan Sayur mayur
Peternakan Domba, ayam buras dan ras; kambing, sapi perah
Kehutanan Bambu; kayu albasiah;
Industri pengolahan Kulit, tapioka, makanan
Tanaman Bahan Makanan padi sawah, ketela pohon Banjaran
Perkebunan Kedele; Kacang tanah, Bawang merah
Peternakan Ayam pedaging, itik, ayam buras, domba
Kehutanan Bambu, kayu,
Industri pengolahan Tepung tapioka; Ikan pindang; tahu; krupuk, Kulit domba
Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar Pengalengan
Tanaman Perkebunan Tomat, alpukat, pisang, bawang merah, bawang daun, cabe,
ketang , jeruk
Peternakan Ayam buras, sapi perah, itik, domba
Industri pengolahan Susu caramel, kripik kentang, dodol susu, yoghurt, krupuk,
kerajinan miniatur
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 181
Sub Sektor Potensial Produk Potensial Kecamatan
Jasa Objek wisata
Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar Cimaung
Tanaman Perkebunan Tomat, alpukat, pisang, bawang merah, bawang daun, cabe,
kentang , jeruk , kacang merah, alpukat, nangka
Kehutanan Bambu, kayu
Perikanan Lele dumbo
Industri pengolahan Kripik, oven arnet, konveksi, kerajinan bambu, sepatu,
pembuatan baud,
Jasa Objek wisata, bumi perkemahan
Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu, jagung Arjasari
Tanaman Perkebunan Tanaman holtukultura, pisang, alpukat, jambu, nenas
Peternakan Itik, domba, ayam buras, sapi perah, sapi potong,
Perikanan Pembenihan ikan
Penggalian Batu pondasi, batu alam
Industri pengolahan Peuyeum, tahu, keramik keset, inkra bambu
Tanaman Bahan Makanan Padi, Pameungpeuk
Tanaman Perkebunan Jeruk, pisang
Peternakan Itik, domba, ayam buras,
Industri pengolahan Opak, kerajinan
Jasa Pertukangan
Tanaman Bahan Makanan beras ketan, ubi kayu Balendah
Perkebunan pisang
Peternakan Ayam Buras dan ras, itik
Industri pengolahan Kripik, sale pisang, tahu, kerupuk, pakaian, makanan,
Lukisan; pigura, Tutup botol
Tanaman Bahan Makanan Padi, kacang kedelai/tauge; Dayeuhkolot
Perikanan Perikanan
Industri pengolahan Tepung tapioca, baso, penggilingan padi, Mebeler, Sandal,
Sepatu, sandal sepatu, tas, konpeksi, kulit.
Tanaman Bahan Makanan Padi sawah Bojongsoang
Perkebunan Pisang,
Peternakan Ayam Pedaging dan Petelur; ayam buras, Itik, domba
Perikanan Perikanan
Kehutanan Bambu, kayu,
Industri pengolahan Batu bata, mebeler, krupuk, pemindangan, telur asin
Tanaman Bahan Makanan Padi Soreang
Tanaman Perkebunan Anggrek, tanaman holtikultura, pisang
Peternakan Itik, domba
Industri pengolahan Bata merah, makanan, inkra bambo, mebeuler
Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ketela pohon; ketela rambat, sayuran, Ciwidey
Tanaman Perkebunan Teh, cengkeh, tembakau; kopi buah-buahan
Peternakan Susu sapi, Ayam buras, Susu kambing
Bangunan Bahan bangunan
Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi jalar, bawang merah, Tanaman holtikultura Pasirjambu
Tanaman Perkebunan Strawbery, anggrek, jeruk, Pepaya, pisang
Peternakan Ayam buras, itik, kambing
Kehutanan Bambu
Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu dan ubi jalar Katapang
Tanaman Perkebunan jagung; sosin; kacang panjang; tomat; terung;
Peternakan Kambing, domba, ayam buras,itik, kerbau, kuda
Industri pengolahan Makanan, tepung beras, kayu, bambu, assesoris, tinta
komputer
Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi jalar, bawang merah, Tanaman holtikultura Rancabali
Tanaman Perkebunan Strawbery, anggrek, jeruk, Pepaya, pisang
Peternakan Ayam buras, Domba
Bangunan Bahan bangunan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 182
Sub Sektor Potensial Produk Potensial Kecamatan
Tanaman Bahan Makanan Jagung: ubi jalar; Padi, Margahayu
Perikanan perikanan
Industri pengolahan Krupuk, tepung, coklat, Boneka, mebeler, rajut,
konveksi; sepatu; tas
Garment; tas; sepatu; kesed
Industri pengolahan Topi, jaket, Margasih
Tanaman Bahan Makanan Padi, Jagung; Ubi Jalar; Ubi Kayu, Cileunyi
Perkebunan Pisang, nangka, mangga, Kentang, tomat, ketimun bawang
daun, Sawi, kacang merah, nangka
Peternakan Ayam buras petelur; pedaging
Perikanan Pembenihan ikan; perikanan
Kehutanan Bambu, kayu,
Industri pengolahan Kompor, oven, langseng, Pakaian, alat rumah tangga,
Makanan, senapan angin;
Tanaman Bahan Makanan Padi, Ubi-ubian Rancaekek
Tanaman Perkebunan Wortel, Kentang
Peternakan Ayam buras dan ras, domba, susu sapi
Industri pengolahan Makanan, besi tempa kerajinan, konveksi
Tanaman Bahan Makanan Padi Cilengkrang
Tanaman Perkebunan Tanaman holtukultura, jambu biji, pisang, papaya
Peternakan Itik, domba, ayam buras, sapi perah, sapi potong,
Perikanan Pembenihan ikan, ikan mas
Industri pengolahan Dendeng, inkra bamboo, mebeuler, rak kursi
Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu, jagung Cimenyan
Tanaman Perkebunan Tanaman holtukultura, pisang, alpukat, jambu, nenas
Peternakan Itik, domba, ayam buras, sapi perah, sapi potong,
Perikanan Pembenihan ikan
Penggalian Batu pondasi, batu alam
Industri pengolahan Peuyeum, tahu, keramik keset, inkra bambu
Tanaman Bahan Makanan Padi, singkong, jagung Cicalengka
Tanaman perkebunan Kedelai, cengkeh
Peternakan Ayam buras dan ras, itik
Kehutanan Kayu, bambu
Industri pengolahan Mebeuler
Bangunan Pengeringan kayu
Tanaman Bahan Makanan Jagung, kopi Nagreg
Peternakan Ikan lele, ayam buras
Kehutanan Kayu, bambu
Industri pengolahan Makanan, tas, boneka, arang, bata merah, kerajinan,
konveksi
Penggalian Kaolin
Tanaman Bahan Makanan Padi Cikancung
Peternakan Sapi, domba, ayam buras
Industri pengolahan Genting, bata merah, makanan, konveksi, alat rumah tangga,
setir mobil, kerudung
Bangunan Pengeringan kayu
Sumber: Konsultan data diolah
Secara umum, kondisi SWOT sektoral produk unggulan dilihat dari
keterkaitannya dengan berbagai aspek perekonomian di Kabupaten Bandung
adalah sebagai berikut:
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 183
Identifikasi Kekuatan
• Banyaknya kegiatan ekonomi (UKM) berbasis masyarakat
• Prosedur untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan cukup sederhana
• Adanya konsep pengembangan OVOP (One Village One Product)
• Sumber daya alam yang melimpah sebagai bahan baku.
• Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan
• Wilayah perekonomian Kabupaten Bandung juga memiliki ketersediaan
bahan mentah yang cukup
Identifikasi Kelemahan
• Rendahnya akses terhadap lapangan kerja
• Lemahnya SDM untuk meningkatkan produktifitas
• Aksesibilitas terhadap modal dan pasar masih rendah
• Aksesibilitas dan informasi terhadap pasar masih rendah
• Kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan
• Produk olahan hortikultura belum banyak berkembang sehingga nilai tambah
produk masih terbatas, produktivitas, kualitas dan diversifikasi produk belum
optimal, sehingga kurang memiliki daya saing.
• Kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Bandung tahun ini masih
terhambat oleh lesunya sektor usaha sebagai dampak dari krisis global yang
terjadi.
Identifikasi Peluang
• Sumber daya alam masih banyak tersedia
• Sektor usaha kepariwisataan cenderung meningkat
• Pasar yang masih terbuka luas
• Minat swasta dalam berinvestasi di bidang agropolitan cukup tinggi
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 184
• Keragaman sosial ekonomi di Kawasan Metropolitan Bandung menjadi
sasaran pasar lokal pengembangan komoditas hortikultura.
Identifikasi Ancaman
• Pola pekerjaan masyarakat yang memiliki kecenderungan urbanisasi.
• Perilaku masyarakat yang semakin permisif.
• Masih dominannya industri besar dalam perekonomian daerah.
• Produk sejenis dari wilayah lain.
• Ketatnya standar terhadap produk hasil pertanian
• Baku mutu air sungai kelas II, 96-99% berstatus mutu “cemar berat” dan
hanya 1-4% berstatus “cemar sedang”.
Strategi Kekuatan terhadap Peluang
• Pengembangan produk unggulan pada skala UKM dengan pola pemanfaatan
sumber daya alam secara optimal.
• Pengembangan produk unggulan berdasar pada keunggulan sumber daya per
area.
• Pemasaran produk hortikultura dengan memanfaatkan potensi pasar di
kawasan Kota Bandung sebagai pasar terdekat dari Kabupaten Bandung.
• Pengembangan kawasan agropolitan dengan memberikan tawaran investasi
kepada swasta untuk turut serta membangun kawasan unggulan per produk
tertentu.
Strategi Kelemahan terhadap Peluang
• Peningkatan pemberdayaan penduduk lokal dalam mengembangkan kawasan
unggulan per produk.
• Peningkatan kemampuan masyarakat lokal terhadap produk unggulan di
daerahnya.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 185
• Sosialisasi pemberian bantuan modal dari lemabaga keuangan bank dan non
bank kepada petani maupun pengusaha lokal.
• Pembinaan terhadap petani dan pengusaha lokal khususnya dalam pemasaran
produk-produk unggulan setiap area.
• Pemanfaatan produk-produk mentah hortikultura menjadi produk setengah
jadi maupun jadi yang dapat memberikan peningkatan nilai tambah produk.
Strategi Kekuatan terhadap Ancaman
• Peningkatan kemampuan penduduk lokal terhadap produk unggulan
daerahnya guna mengurangi pola urbanisasi.
• Sinergitas industri besar dengan industri kecil dan menengah guna
memberikan dampak positif dari dominasi industry bersar dalam
perekonomian daerah.
• Peningkatan kualitas hasil pertanian guna memenuhi standar kelayakan
produk pertanian.
• Penindakan terhadap industri-industri yang memberikan pencemaran
lingkungan yang cukup tinggi
Strategi Kelemahan terhadap Ancaman
• Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan produk
unggulan daerahnya serta mengurangi permasalahan urbanisasi
• Peningkatan kemampuan SDM lokal dalam upayanya untuk meningkatkan
produktifitas
• Sosialisasi bantuan permodalan serta pembinaan pemasaran produk-produk
unggulan.
• Aksesibilitas dan informasi terhadap pasar masih rendah
• Kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 186
• Produk olahan hortikultura belum banyak berkembang sehingga nilai tambah
produk masih terbatas, produktivitas, kualitas dan diversifikasi produk belum
optimal, sehingga kurang memiliki daya saing.
• Peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan khususnya
dalam turut serta mengawasi pencemaran lingkungannya.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 187
Tabel 6. 3
SWOT Produk Unggulan Kabupaten Bandung
No Komoditas Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL
1 Tanaman Pangan Tenaga kerja dan lahan yang masih
memungkinkan
Dekat dengan pasar
Permintaan konsisten meningkat
Ketidakstabilan harga
Value added produk yang
rendah
Persaingan dengan
komoditas impor tinggi
Infrastruktur pendukung
kurang mendukung
Hambatan permodalan tinggi
Permintaan luar wilayah
Kabupaten Tinggi tinggi
Lahan di wilayah lain
cenderung berkurang
Pengembangan pasar lebih
terbuka
Persaingan harga jual dengan
komoditas impor
Perubahan harga-harga input
(pupuk dan pestisida)
2 Perkebunan Tenaga kerja dan lahan yang masih
memungkinkan
Harga jual meningkat stabil
Dekat dengan pasar
Variasi komoditas rendah
Pengembangan lahan
terbatas
Persaingan pemanfaatan
lahan tinggi
Kurang terhubungan dengan
industri pengolahan (hilir)
Permintaan luar wilayah
Kabupaten Tinggi tinggi
Lahan di wilayah lain
cenderung berkurang
Pengembangan pasar lebih
terbuka
Persaingan harga jual dengan
komoditas impor
Perubahan harga-harga input
(pupuk dan pestisida
3 Kerajinan Permintaan meningkat sejalan
dengan pertambahan penduduk dan
pendapatan
Pelaku usaha terus berkembang
Variasi jenis produk lebih variatif
Kurang ada inovasi
Pengembangan pasar rendah
Penggunaan teknologi
rendah
Permintaan eksternal
meningkat
Dekata dengan pasar
eksternal potensial
Persaingan dengan produk
impor tinggi
Pengembangan pasar
eksternal bergerak lamban
4 Perikanan Permintaan lokal meningkat
Wilayah pengembangan mendukung
Permodalan rendah
Ketidakstabilan harga jual
Produksi bibit ikan terbatas
Harga pakan tidak stabil
Pengembangan pasar
eksternal terbuka
Persaingan produk dengan
wilayah sekitar meningkat
5 Peternakan Permintaan tinggi
Kondisi produksi dibandingkan
Permodalan
Rendah produksi
Permintaan eksternal
cenderung naik
Pengembangan pasar
Pengembangan investasi luar
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 188
No Komoditas Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL
dengan pasar masih defisit bibit/bakalan
Kurang terhubung dengan
sektor hilir
Persaingan dengan produk
impor
ke Kabupaten Bandung
masih minim
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 189
6.3. SWOT Kewilayahan Kabupaten Bandung
Perkembangan ekonomi masing-masing wilayah (Kecamatan/kawasan) di
Kabupaten sangat menentukan keberhasilan pencapaian kinerja ekonomi dan
pembangunan di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, pada bagian ini
dipresentasikan peta masalah yang ada di setiap kecamatan dalam pengembangan
ekonomi masyarakat. Profil masalah dianalisis di tiap kecamatan berdasarkan
sembilan sektor aktvitias ekonomi, yaitu sektor:
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Bangunan / Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
Berdasarkan analisis masalah yang dihadapi setiap kecamatan, diperoleh suatu
profil masalah yang dihadapi berdasarkan sektor aktivitas ekonomi. Namun, tidak
semua kecamatan memiliki permasalah yang sama, sebagaimana terlihat dari
Tabel di bawah ini.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 190
Tabel 6. 4
Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan
Sektor Majalaya Ibun Kertasari Pacet Ciparay Solokanjeruk
Pertanian
Peternakan :
Harga murah pada saat panen
Sulitnya mendapat induk ternak unggul, peternak
kurang terampil, dan
sulitnya pengawasan kesehatan ternak
Adanya isu flu burung
menyebabkan permintaan naik, maka harga pun
menjadi naik.
Kebutuhan bibit unggas unggul sangat tinggi,
namun sampai saat ini
tidak tersedia. Metode penanggulangan bibit
unggul ada, hanya dana
minim.
Perikanan
Membutuhkan penguatan
modal usaha, khususnya
bagi perusahaan besar atau usaha yang sudah
berjalan.
Bagi usaha yang sudah berjalan terbentur syarat-
syarat bank. Dibutuhkan
dana/modal dengan tingkat bunga murah dan
jaminan/agunan ringan.
Harus ada grass period di
bank.
Ada lembaga yang sudah
berjalan yang memberikan bimbangan
bagi kegiatan usaha
perikanan, yaitu PROKSIDATANI
sebagai konsultan
Rendahnya pendapatan
petani akibat sarana dan prasarana pertanian
kurang Belum memadainya
ketrampilan dan
pengetahuan SDM pertanian
Peran Bandar dalam
pemasaran produk pertanian
Belum optimalnya upaya
pengembangan peternakan
Belum memadainya
pemasaran produk peternakan
Sarana pendukung
produksi peternakan kurang
Belum tertatanya lokasi
peternakan Bibit unggul (Sapi Perah
dan potong) sudah tidak
sesuai dengan kebutuhan Adanya bakteri penyakit
yang belum ada solusi
obatnya Sanitasi lingkungan
kurang khususnya untuk
pengolahan limbah ternak
Populasi tanam
menurun dengan adanya penutupan
lahan kehutanan yang mengakibatkan
produksi menurun
Sulitnya mendapat induk ternak unggul,
peternak kurang
terampil, dan sulitnya pengawasan
kesehatan ternak
Masih banyaknya lahan kritis
Sulitnya pemasaran
produks pertanian Sistim pengairan sawah-
sawah belum merata
Waktu panen harga
gabah murah Sulitnya mendapat
induk ternak unggul, peternak kurang
terampil, dan sulitnya
pengawasan kesehatan ternak
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 191
Sektor Majalaya Ibun Kertasari Pacet Ciparay Solokanjeruk
keuangan mitra bank. Ada dana yang bisa
dimanfaatkan seperti DKP
hanya pelaksanaannya seperti bank sehingga
memberatkan pengusaha.
Pertambangan
dan Penggalian
Kurangnya lapangan
kerja di sektor industri
sehingga banyak pengangguran
Industri Pengolahan
Penguasaan 3 industri :
hulu, budidaya, dan hilir
yang belum terintegrasi Menghadapi kendala
bahan baku karena harga
bahan baku berfluktuasi Membutuhkan bantuan
pemerintah terutama
untuk alat (mesin dan obras).
SDM rendah, dibutuhkan
pelatihan padahal BLKD ada.
Bantuan modal usaha
Penguasaan 3
industri : hulu,
budidaya, dan hilir yang belum
terintegrasi
Belum optimalnya upaya
pengembangan industri
kecil Rendahnya bahan baku
agro industri
Terbatasnya pemasaran dan permodalan industri
kecil
Penguasaan 3 industri : hulu, budidaya, dan hilir
yang belum terintegrasi
Penguasaan 3
industri : hulu,
budidaya, dan hilir yang belum
terintegrasi
Pengadaan mesin-mesin murah untuk
menunjang produksi
Penguasaan 3 industri : hulu,
budidaya, dan hilir yang
belum terintegrasi
Penguasaan 3 industri : hulu,
budidaya, dan hilir yang
belum terintegrasi
Listrik, Gas, dan Air Minum
Masih rendahnya fasilitas
air bersih.
Masih rendahnya
fasilitas air bersih.
Bangunan dan
Konstruksi
Kurang memadainya
sarana dan prasarana
pendidikan
Belum memadainya
sarana dan prasarana
pendidikan
Belum optimalnya
kegiatan belajar
mengajar karena sarana dan prasarana
pendidikan kurang
memadai
Masih kurangnya sarana
pertanian untuk
meningkatkan produksi Masih banyaknya
kondisi fisik bangunan
pemerintah dan mebelair yang rusak
Belum memadainya
sarana dan prasarana
pendidikan
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Sarana jalan
masih minim
Banyaknya jalan-jalan
yang rusak karena
banyak mobil yang tidak sesuai dengan tonasenya
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
Kurangnya bantuan modal
usaha
Perlu adanya bantuan
Bantuan
modal usaha
dengan bunga
Modal terbatas
sedangkan untuk
tanaman sayuran
Perlunya bantuan modal
usaha
Kurangnya bantuan
modal usaha dengan
bunga rendah
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 192
Sektor Majalaya Ibun Kertasari Pacet Ciparay Solokanjeruk
permodalan dengan bunga rendah
rendah memerlukan biaya yang tinggi.
Perlu adanya
bantuan permodalan dengan bunga rendah
Pembinaan bantuan modal usaha
Jasa-Jasa
Banyaknya usia tenaga
kerja yang menganggur terutama laki-laki
Perlu adanya bantuan
pelatihan dan pemasaran Kebutuhan Pelatihan bagi
para pengusaha,
pengadaan Pusdiklat di Kabupaten Bandung
cukup penting.
SDM rendah terutama
kemampuan dalam
mengelola usaha (manajemen)
Perlu ada
program pelatihan
Kebutuhan
Pelatihan bagi para
pengusaha,
pengadaan Pusdiklat di
Kabupaten
Bandung cukup
penting.
Masih berkurangnya
bidan desa yang berdomisili di desa
Kualitas SDM masih
rendah Masih tingginya
pengangguran
Kebutuhan Pelatihan bagi para pengusaha,
pengadaan Pusdiklat di
Kabupaten Bandung cukup penting.
SDM rendah terutama kemampuan dalam
mengelola usaha
(manajemen)
Perlu adanya
pelatihan Rendahnya
penanganan sampah,
kurangnya penanaman pohon
pelindung pada
bantaran sungai, sedikitnya sumur
resapan,
Kebutuhan Pelatihan bagi para pengusaha,
pengadaan Pusdiklat
di Kabupaten Bandung cukup
penting.
SDM rendah terutama
kemampuan dalam
mengelola usaha (manajemen)
Tidak adanya petugas
khusus di kecamatan yang menangani masalah
sosial
Masih kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan dan
pemeliharaan dengan melakukan penebangan
liar
Kebutuhan Pelatihan bagi para pengusaha,
pengadaan Pusdiklat di
Kabupaten Bandung cukup penting.
SDM rendah terutama kemampuan dalam
mengelola usaha
(manajemen)
Banyaknya usia tenaga
kerja yang menganggur
Perlu adanya bantuan
pelatihan dan pemasaran
Wilayah solokan jeruk
sering dilanda banjir Kebutuhan Pelatihan
bagi para pengusaha,
pengadaan Pusdiklat di Kabupaten Bandung
cukup penting.
SDM rendah terutama
kemampuan dalam
mengelola usaha (manajemen)
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 193
Tabel 6. 5
Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan (lanjutan)
Sektor Kecamatan:
Banjaran Pengalengan Cangkuang Cimaung Arjasari Pamengpek Baleendah Bojongsoang Dayeuhkolot
Pertanian Perlu Bantuan Bibit
Peternakan,
Seperti Sapi,
Kelinci,
Domba
Kampung
Memerlukan Bantuan
Alat/Teknoloigi
Sarana
Penunjang
Produksi
Pertanian
Perlu Perhatian
Terhadap Usaha
Pertanian
Khususnya Dalam Produk
Sayuran, Kopi,
Kentang dan Susu dan Teh
Perbaikan Kualitas SDM
Pertanian
Melalui
Pelatihan dan
Pendidikan
Perlu Mesin Pembuat Pelet
Ikan
Perlu
Digalakkan
Pembentukan Kelompok
Usaha
Perikanan (Sistem
Kerjasama
Lahan Perikanan,
Atau
Kerjasama Penyediaan
Benih Ikan)
Dikembangkan Sistem Penjualan
Hasil Pertanian
Melalui Sistem
Tunda Jual Melalui
Dana Talangan
Pembenahan Irigasi, Penggunaan
Berimbang Antara Organik dan
Anorganik
Bantuan Pembuatan
Sumur Air
Artesis dan
Air Baku
Bagian
Pertanian
Perlu Bantuan
Bibit Domba Yang
Berkualitas
Pemerintah Mencarikan
Jaringan nformasi
pasar untuk
Produksi Lokal,
Misalnya
Pemasaran Ketan
Pembangunan Sentra
Produksi
Sektor
Pertanian,
Seperti
Sentra Agribisnis
Pembinaan Pelaku Usaha
Pertanian
Dalam Bidang
Pemasaran,
Produksi dan Teknologi
Perlu Pembanguna
n Sentra
Agribisnis
Terpadu
Perlu Pembanguna
n Jalan
Menuju Daerah-
Daerah
Pertanian Terpecil
Perlindungan Alih
Fungsi
Lahan
Pertanian
Perlu Dibangun
Showroom
Untuk Pemasaran
Produk
Agribisnis Yang Mudah
Diakses
(Misalnya Di Sekitar
Soreang)
Industri
Pengolahan Perlu
Didirikan Asosiasi
Untuk
Berbagai Kelompok/Jen
is Produk
UMKM
Memerlukan
Bantuan Alat/Teknolo
gi Sarana
Peningkatan Produksi
Kerajinan
Bambu, Boneka,
Pemkab
Mengupayakan Penggunaan
Produk Lokal
Dengan Menyelengga
rakan
Pameran, Pekan
Promosi
Bantuan Pemasaran
Agar Tidak Dikuasai Tengkulak
Pemberian
Insentif Terhadap
Pengembangan
Home Industry, Terutama Pada
Industri
Kerajinan Bambu dan
Olahannya,
Opak, Peci
Didirikan Pusat
Informasi Pendukung
Industri,
Misalnya Dalam Hal
Informasi
Bahan Baku Industri Kecil
Yang Ada
Ditempat Lain, Agar Pelaku
UMKM Tidak
Mengalami Kesulitan
Mendapatkan
Bahan Baku
Perlu
Pembinaan Pelaku Usaha,
Khususnya
Dalam Hal Kualitas
Produk dan
Pemasaran
Bantuan
Manajemen Usaha Untuk
Industri Kecil
Olahan Bambu,
Produk Tas
dan Sepatu
Bangunan dan
Konstruksi
Perbaiki
Infrastruktur Jalan Sampai Ke Wilayah
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 194
Sektor Kecamatan:
Banjaran Pengalengan Cangkuang Cimaung Arjasari Pamengpek Baleendah Bojongsoang Dayeuhkolot
Pelosok, Agar Hasil Produksi Bisa Cepat
Dipasarkan
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
Perlu Pengembanga
n Lokasi-Lokasi Wisata
Di Kabupaten
Bandung Agar Menjadi Daya
Tarik Orang
Datang
Difasilitasi Usaha
Kemitraan UMKM
Dengan
Industri Besar Dilingkungan
Setempat
Maupun Ditempat Lain
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Prsh
Keperdulian
Bank Terhadap
UMKM
Supaya Ditingkatkan
Skim Kredit
Agar Diringankan
Syaratnya,
Seperti: Bunga, dan
Persyaratan
Lainnya
Jaminan
Untuk Kredit Agar
Diringankan
Bantuan Kepada
Pelaku Usaha Langsung, Tidak
Melewati Perantara
Bantuan Modal
Untuk Industri Sepatu
Bantuan Pemasaran
Untuk Hasil
Produksi Lokal
Masukan-
Masukan
Lainnya
Perlu Sinergi
Penguatan
Kelembagaan Melalui
Koordinasi
Dalam Merencanakan
Program/Proye
k Secara Partisipatif
(Melibatkan Warga)
Perbaiki Data Sosial
Ekonomi Kecamatan
Agar Program/Proyek Tepat Sasaran (Tidak
Asal Terlaksana)
Diperlukan
Sistem
Pengolahan Sampah
Organik Agar
Bisa Dijadikan Pupuk
Ditetapkan
Oleh
Pemerintah Upah Standar
Untuk Sektor
Pertanian
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 195
Tabel 6. 6
Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan (lanjutan)
Sektor Kecamatan:
Marga Asih Margahayu Soreang Katapang Ranca Bali Pasirjambu Ciwideuy
Pertanian
-Perlu optimalisasi
dan sosialisasi
kelompok usaha tani atau koperasi
(strawberry)
-Masih adanya tengkulak
-Masih adanya hama
dan penyakit tanaman
- Masih sulitnya
pupuk (tingginya
harga) - sulitnya
permodalan
- kesulitan memperoleh bibit
sapi perah (perlu
kredit dalam bentuk sapi)
- Produk-produk hasil
pertanian yang mulai
menjadi produk unggulan, belum
menarik pihak bank
umum -suku bunga tinggi
untuk peminjaman
modal kerja
Industri Pengolahan
Industri yang ada
memiliki permasalah utama yakni modal
dan pemasaran.
Industri Boneka :
-Fluktuasi harga bahan baku,
-Masih sulitnya
melakukan penetrasi ke pasar
Belum memiliki
sentra industri
Industri konveksi
(pakaian) yang ada memiliki permasalah
utama yakni modal
dan pemasaran.
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Belum memiliki
outlet untuk hasil
industri konveksi
Pengangkutan dan
Komunikasi
Akibat prasarana
jalan kurang
memadai, maka pengangkutan
menjadi kurang
optimal, terutama untuk mendukung
wisata alam
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan
- Pihak perbankan
belum menunjukkan perhatian serius ke
produk sektor
pertanian - tingkat bunga kredit
masih tinggi
Jasa-Jasa
Kurangnya infrastruktur yang
disediakan
pemerintah (jalan)/aksesibilitas
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 196
Tabel 6. 7
Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan (lanjutan)
Sektor Kecamatan
Cikancung Cicalengka Nagreg Cilengkrang Cimenyan Rancaekek Cileunyi
Bahan tanaman pangan sarana pengairan masih kurang
sulitnya memperoleh
benih & bibit unggul
pertanian
sulitnya
memperoleh
benih & bibit unggul
pertanian
Peternakan Kurangnya pasokan bahan pakan
ternak dari kab. Bandung kepada peternak
Pengetahuan Sanitasi lingkungan
kandang masih rendah perkembangan plasma usaha
ternak kurang berjalan lancar, hanya diperuntukan untuk
masyarakat di sekitar perusahaan
ternak Pengetahuan, keterampilan dan
teknik peternak kelinci masih
minim pengetahuan budi daya ternak
masih tradisional
Kesulitan memperoleh
bibit unggul ayam buras
peningkatan kelompok usaha
ternak swadaya
masyarakat
kesulitan memperoleh
bibit unggul ayam buras "arab"
pengetahuan budi daya ternak masih
tradisional
Pengetahuan Sanitasi lingkungan kandang
masih rendah
Perikanan pengetahuan budi daya ternak ikan lele
masih tradisional
kesulitan memperoleh
bibit unggul ikan lele
Industri non migas bahan baku yang berkualitas sulit diperoleh pengrajin
peralatan rumah tangga, makanan
pengetahuan pengelolaan
pupuk kandang masih minim
Kurangnya bahan baku untuk
pengrajin mebeul
Kurangnya bahan baku untuk pengrajin
boneka
perkembangan
industri kerudung
masih terhambat
permasalahan
kekurangan modal
Fluktuasi harga
bahan baku pembuatan boneka
Fluktuasi harga bahan
baku
pembuatan kerudung,
tahu
Fluktuasi harga bahan baku
pembuatan
kerudung, tahu
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 197
Tabel 6. 8
SWOT Kewilayahan di Kabupaten Bandung
Variabel Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL
Permodalan Sumber
permodalan
tersedia
Lembaga
permodalan
tersedia
Kedekatan
dengan pasar
pengguna
tersedia
Kelayakan
usaha perlu
ditingkatkan
Kurang
bankable
Informasi dan
aksesibilitas
permodalan
kurang
Pengembangan
sektor
keuangan dan
perbankan ke
dalam Kab
Bandung tinggi
Skim
permodalan
yang
dikeluarkan
pemerintah
pusat dan
regional
semakin
beragam
Tingkat suku
bunga kurang
kompetitif
Alternatif
investasi sektor
keuangan dan
perbankan
diluar kredit
Teknologi Kedekatan
dengan sumber
teknologi
Koneksi
sektoral dengan
pengembangan
teknologi
minim
Kandungan
peningkatan
value added
melalui
pengembangan
teknologi
masih rendah
Perkembangan
teknologi
secara nasional
mulai
berkembang
Dekat dengan
perguruan
tinggi
Akses terhadap
pengembangan
teknologi
Infrastruktur Anggaran
infrastruktur
meningkat
Keterlibatan
swasta mulai
nampak
Ada rencana
pengembangan
jaringan
infrastruktur
strategis
(jaringan jalan
tol)
Pembebasan
lahan
Perawatan
infrastruktur
kurang
memadai
Dampak
bencana dan
perubahan
cuaca tinggi
terhadap
kualitas
infrastruktur
Sinergisitas
dengan
program
pemerintah
pusat dan
Pemprov
Keterlibatan
swasta
eksternal dalam
pengembangan
infrastruktur
lokal
Kependudukan Jumlah
penduduk
meningkat
menjadi pasar
yang potensial
Meningkatnya
penduduk
Ancaman
pengangguran
dan kemiskinan
Peningkatan
ketersediaan
lahan
perumahan dan
Perkembanga
n ekonomi
wilayah
sekitar Kab
Bandung
berdampak
terhadap
Mengendalikan
migrasi
penduduk
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 198
Variabel Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL
dengan kualitas
SDM yang
lebih tinggi
aktivitas bisnis
Munculnya
masalah-
masalah sosial
pengentasan
masalah
ekonomi dan
sosial
Secara umum, kondisi SWOT sektoral kewilayahan dilihat dari
keterkaitannya dengan berbagai aspek perekonomian di Kabupaten Bandung
adalah sebagai berikut:
Identifikasi Kekuatan
• Kondisi jaringan jalan kabupaten yang relatif baik
• Tersedianya sumber air bersih
• Tersedianya sarana transportasi yang memadai
• Nilai ekonomi lahan yang cenderung semakin meningkat
• Pola penggunaan lahan berkembang pesat
• Tingginya tingkat pembangunan perkotaan di Kabupaten Bandung
Identifikasi Kelemahan
• Belum meratanya penyebaran infrastruktur di wilayah
• Belum efisiennya pembangunan sarana dan prasarana
• Sarana dan prasarana pendukung wiayah kurang memadai
• Administrasi, sertifikasi dan pemetaan terhadap lahan masih lemah
• Tidak ada batas yang jelas antara kawasan perkotaan dan perdesaan
• Masih rendahnya pengembangan wilayah di wilayah perdesaan
• Masih kurangnya peta yang memadai.
Identifikasi Peluang
• Tingginya minat swasta untuk membangun sarana dan prasarana
• Perkembangan wilayah yang cukup pesat
• Pengembangan jaringan listrik dan energi alternatif terbarukan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 199
• Minat investasi terhadap lahan yang cukup tinggi
• Tingginya tingkat investasi
• Pangsa penyaluran kredit perbankan di Kabupaten Bandung yang baru
mencapai 1,82% terhadap total realisasi kredit di Jawa Barat.
Identifikasi Ancaman
• Topografi wilayah merupakan daerah pegunungan yang rentan terjadinya
gerakan tanah/longsor
• Curah hujan yang tinggi hampir sepanjang tahun
• Pola dan penggunaan lahan yang tidak sesuai ketentuan
• Tingginya tingkat alih fungsi lahan
• Terjadinya pembangunan yang tidak memiliki ijin
• Baku mutu air sungai kelas II, 96-99% berstatus mutu “cemar berat” dan
hanya 1-4% berstatus “cemar sedang”.
• Jumlah total timbunan sampah yang dihasilkan adalah sebanyak lk 6.983 m3
per hari. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang
mencapai lk 6.452 m3 per hari. Dari jumlah tersebut, yang tertangani/terangkut
ke TPSA hanya sebesar 560 m3 per hari (8,02 %). Dengan demikian masih
tersisa sampah sebesar 6.423 (81,98 %) yang belum terangkut/terbuang ke
TPSA.
Strategi Kekuatan terhadap Peluang
• Penawaran kerja sama pembangunan sarana dan prasarana bagi swasta di
Kabupaten Bandung
• Deregulasi kebijakan investasi di Kabupaten Bandung
• Peningkatan penyaluran kredit produktif bagi industry kecil dan menengah
Strategi Kelemahan terhadap Peluang
• Peningkatan distribusi/penyebaran pembangunan infrastruktur di wilayah
Kabupaten Bandung
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 200
• Peningkatan efisiennya pembangunan sarana dan prasarana
• Penawaran kerjasama dengan swasta dalam pembangunan sarana dan
prasarana pendukung wilayah yang saat ini masih kurang memadai.
• Peningkatan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan terhadap lahan
• Peningkatan pembangunan wilayah pedesaan
Strategi Kekuatan terhadap Ancaman
• Penertiban pembagunan pada lahan yang tidak sesuai peruntukan dan polanya.
• Peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana tanah longsor dengan
tetap mempertahankan kaidah pembangunan yang ramah lingkungan.
• Penertiban dan peninjauan kembali alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan
kaidah ramah lingkungan.
• Penertiban dan sosialisasi perijinan terkait dengan pembangunan baik pada
sekal kecil maupun besar.
• Penertiban terhadap industri-industri yang melakukan pencemaran lingkungan.
• Penawaran kerjasama dengan pihak swasta terkait dengan penanganan sampah
agar tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap penampungan akhir
sampah.
Strategi Kelemahan terhadap Ancaman
• Pembangunan infrastruktur di wilayah tidak saja memperhatikan distribus
penyebaran namun juga tetap memperhatikan kaidah ramah lingkungan.
• Pembangunan sarana dan prasarana pendukung wilayah sesuai dengan fungsi
lahannya.
• Peningkaan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan terhadap lahan
masih lemah
• Pemberian batas yang jelas antara kawasan perkotaan dan perdesaan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 201
6.4. Evaluasi Kebijakan dan Program
Dalam menjabarkan strategi dan agenda pembangunan yang telah
ditetapkan maka diperlukan arah kebijakan agar dapat menjadi pedoman bagi
pemerintah maupun stakeholder dalam melaksanakan pembangunan serta sebagai
dasar untuk menentukan pilihan program dan kegiatan, sesuai tugas dan
kewenangannya.
Terdapat beberapa permasalahan yang harus mendapat prioritas evaluasi,
diantaranya sebagai berikut:
Belum meratanya kualitas sumber daya manusia pada Pemerintahan,
terutama pada unit kerja yang melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat. Sumber Penilaian masyarakat pada dasarnya terhadap
aparatur yang melayani dan berhadapan secara langsung pada masyarakat
baik di tingkat Kabupaten, Kecamatan maupun Desa/Kelurahan. Oleh
karena itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan sesuai
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan prima, dan mungkin sebaiknya
lembaga/instansi tersebut harus memiliki standar tertentu dalam pelayanan
publik dan penilaian kinerja.
Masih adanya pandangan negatif akan kinerja yang dilakukan pemerintah,
hal ini terjadi karena adanya ketidakkonsistenan baik dalam proses
perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Selain itu belum adanya
penertiban dan penegakan hukum terhadap pelanggar hukum.
Belum adanya standar prosedur terpadu dalam menghadapi permasalahan
yang mendesak seperti: bencana, ketertiban dan pelayanan kepada
masyarakat.
Arah kebijakan dimaksudkan untuk peningkatan pemantapan penegakan
hukum dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah serta
meningkatkan profesionalisme birokrasi, peningkatan kualitas SDM (pendidikan
dan kesehatan), dan perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, drainase, irigasi)
dalam rangka memantapkan pembangunan perdesaan, pemeliharaan sarana dan
prasarana kota serta peningkatan ekonomi masyarakat melalui ekonomi
kerakyatan yang berdaya saing.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 202
Secara umum arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bandung
adalah sebagai berikut:
1. Menegakkan supremasi hukum dengan meningkatkan kapasitas
kelembagaan, meningkatkan kualitas individu aparat, menumbuhkan
kesadaran masyarakat akan peraturan, membangun mentalitas penegak
hukum yang profesional, jujur dan tegas untuk mendukung tercapainya
kepastian, keharmonisan kehidupan hukum di tengah-tengah masyarakat
sehingga tercipta keadaan wilayah yang aman, tertib dan tenteram.
2. Mengembangkan sistem manajemen kepegawaian, struktur organisasi,
dan administrasi pelayanan publik yang efisien, efektif, transparan,
akuntabel dan profesional dengan menjunjung tinggi nilai-nilai good
governance dan clean goverment untuk meningkatkan kualitas fungsi
pelayanan pemerintah kepada masyarakat
3. Mengembangkan sistem manajemen keuangan yang mendukung
peningkatan potensi penerimaan daerah, pengelolaan, dan pemanfaatan
keuangan daerah yang digunakan sebesar-besarnya bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan aspek-aspek
tertib, efektif, efisien, transparan dan bertanggung jawab yang tercipta
melalui sistem pengawasan keuangan yang ketat.
4. Mengembangkan sistem database yang bersifat informatif, aktual, dan
mudah diakses oleh masyarakat untuk mencapai terciptanya
pembangunan yang berbasis pada profesionalisme, terstruktur, sistematis
dan akuntabel.
5. Mengalola Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup yang Serasi,
Seimbang Menuju Pembangunan Berkelanjutan dan Mitigasi Bencana
6. Menciptakan pemerataan pendidikan dengan membuka kesempatan
sebesar-besarnya, terutama pada program pendidikan 9 tahun dengan
memanfaatkan secara optimal sarana dan prasarana fisik/non fisik
pendidikan, meningkatkan kuantitas dan kualitas pengajar, serta
menjalin kerjasama dengan pemerintah pusat dan swasta.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 203
7. Meningkatkan mayarakat yang sehat melalui pengembangan olahraga
dan kepemudaan
8. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan menyediakan dan
memanfaatkan secara optimal sarana dan prasarana kesehatan, agar
tercapai standar minimum pelayanan kesehatan.
9. Memperkuat kearifan lokal masyarakat dalam kehidupan social d an
budaya
10. Mengatasi permasalahan sosial seperti penggunaan narkoba dan masalah
sosial lainnya.
11. Memantapkan arah dan tujuan pembangunan sosial dengan
mengoptimalkan peranan pemerintah, swasta dan dukungan masyarakat
untuk menghindari terjadinya penurunan moral pemerintah dan
masyarakat dengan mengoptimalkan pemahaman, penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
12. Mendorong, mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya
Sunda dan antar masyarakat yang bersifat heterogen dengan
memperhatikan akar budaya masing-masing daerah sehingga seminimal
mungkin dapat menekan terjadinya konflik-konflik horizontal.
13. Meningkatkan penghasilan dan daya beli masyarakat terhadap pangan
melalui peningkatan peranserta pemerintah daerah dan masyarakat
dalam mewujudkan desa yang mandiri, memelihara dan meningkatkan
kapasitas produksi pangan daerah, mengatur perdagangan dan sistem
akses pangan daerah, serta mengembangkan konsumsi pangan beragam,
bergizi dan berimbang.
14. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana fisik sehingga mampu
mengatasi persoalan-persoalan seperti kemacetan, banjir, pemukiman
kumuh, air bersih, ledakan pedagang kaki lima dan lain-lain.
15. Meningkatkan peran serta masyarakat dalan penyediaan infrastruktur
dasar wilayah.
16. Mengendalikan Pemanfaatan Ruang
17. Meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan perhubungan.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 204
18. Peningkatan keberpihakan pemerintah daerah kepada pelaku KUMKM
melalui pengembangan usaha-usaha pembangunan ekonomi yang
berbasis masyarakat dengan membangun kemitraan bersama usaha besar
untuk menciptakan jaringan usaha yang kuat, tahan terhadap globalisasi
dan liberalisasi ekonomi serta mampu memacu peningkatan kualitas dan
produktifitas tenaga kerja.
19. Meningkatkan perluasan lapangan kerja
20. Meningkatkan produksi pertanian dan peternakan.
21. Meningkatkan nilai tambah ekonomi yang berkelanjutan dengan
membangun sektor-sektor unggulan dan meningkatkan peranan
sektorsektor yang non unggulan dengan memperhatikan dampaknya
pada kehidupan sosial dan lingkungan hidup serta sebesar-besarnya
bermanfaat dalam menciptakan lapangan kerja.
Terkait dengan arah kebijakan tersebut, maka pencapaian kebijakan dan
program pemerintah terkait pengembangan ekonomi masyarakat diupayakan
mengacu kepada beberapa target:
Perencanaan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan masyarakat,
sehingga akselerasi hasil Musrenbang dapat terefleksi dalam kebijakan dan
program pemerintah.
Pelaksanaan program diupayakan bersifat tematik dan berorientasi pada
hasil/pencapaian. Orientasi tersebut akan memudahkan dalam melakukan
evaluasi dan memperkuat intensitas kebijakan (strategi dan pembiayaan)
ke depan.
Terhadap upaya pengentasan kemiskinan mendapat prioritas penting
karena dapat menyebabkan kemampuan masyarakat berkurang dalam
mengakses pelayanan dasar. Kemiskinan mempunyai sifat menurun
sehingga perlu memotong jalur regenerasi kemiskinan.
Sistem pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan dari pola bantuan ke
sistem perguliran yang bertanggung jawab. Pengembangan lembaga mikro
terutama terkait dengan pemberdayaan komunitas dan pemuda dalam
melakukan inovasi dan revitalisasi sistem keuangan mikro, sehingga dapat
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 205
diterima dan diadaptasi secara mudah dan mandiri oleh masyarakat miskin
dan tidak bermodal.
Pengembangan sistem pertanian terpadu di perdesaan dan industri kecil
terpadu di perkotaan diharapkan mampu menjadi sistem yang dapat
melindungi masyarakat lemah.
Sarana dan prasarana dasar wilayah merupakan unsur penunjang utama
dalam mendukung terciptanya tingkat keberhasilan pembangunan.
Ketersediaan dan kualitas infrastruktur akan mempengaruhi tingkat
pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur seperti jalan, jembatan, penyediaan air baku
serta air bersih merupakan kebutuhan yang dapat dirasakan manfaat dan
akibatnya secara langsung oleh masyarakat. Infrastruktur harus dapat
menjadi katalisator pencapaian pembangunan pada bidang lainnya
terutama perwujudan infrastruktur strategis dan sistem yang dapat diadopsi
dalam rangka pemerataan pembangunan bidang infrastruktur.
Pembangunan Jalan tol, jalan lingkar, jalan poros/penghubung utama
diharapkan menjadi faktor yang dapat memecahkan permasalahan yang
ada. Pemenuhan kebutuhan air besih untuk permukiman perlu terus
ditingkatkan, demikian pula dalam penyediaan air baku. Di sisi lain,
diperlukan peningkatan kemampuan pengendalian dan pengawasan
pembangunan infrastruktur terutama melaui perizinan yang konsisten dan
mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku baik pada tingkat
pusat maupun daerah.
Terkait produk unggulan daerah, penerapan prinsip-prinsip efisiensi,
efektivitas usaha, penerapan sistem kemasan, standarisasi produk serta
sertifikasi secara kolektif. Diversifikasi produk dan penciptaan produk
unggulan melalui penciptaan industri kreatif diharapkan dapat menjadi
pendorong iklim usaha yang tahan terhadap krisis.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 206
6.5. Isu-Isu Strategis Kabupaten Bandung
Isu strategis merupakan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena
atau belum dapat diselesaikan pada periode lima tahun sebelumnya dan memiliki
dampak jangka panjang bagi keberlanjutan pelaksanaan pembangunan, sehingga
perlu diatasi secara bertahap. Isu strategis Kabupaten Bandung Tahun 20011-2015
didasari pada pertimbangan masih berlanjutnya sejumlah agenda terkait
pengembangan ekonomi masyarakat, yaitu:
1) Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi yang disebabkan oleh
tingginya tingkat pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan dan
tingginya LPP.
2) Koordinasi, integrasi, simplikasi, sinkronisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, dan belum optimalnya aplikasi konsep pembangunan
partisipatif.
3) Kualitas pelayanan publik belum optimal disebabkan antara lain oleh
terbatasnya kualitas sumberdaya manusia aparatur, kinerja birokrasi,
SPM, dan sarana prasarana yang belum memadai.
4) Masih rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang kota, seperti terminal,
pasar dan sistim transportasi sehingga menyebabkan kesemrawutan kota
dan kemacetan lalu lintas.
5) Menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan ditandai dengan
meningkatnya pencemaran air dan udara serta masalah lingkungan
lainnya seperti banjir dan longsor, yang disebabkan oleh rendahnya
kesadaran, perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan, aktivitas
pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, rendahnya efektivitas
penataan ruang dan lemahnya pengawasan dan pengendalian.
6) Rendahnya kinerja pembangunan desa disebabkan kualitas SDM, sarana
infrastruktur perdesaan, pemanfaatan ruang kawasan pedesaan,
lemahnya kelembagaan desa dan belum teralokasikannya sumber
keuangan desa secara memadai.
Adapun isu strategis pembangunan daerah Kabupaten Bandung yang
terkait dengan pengembangan ekonomi masyarakat adalah, yaitu:
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 207
1. Pelayanan publik
2. Kualitas sumber daya manusia
3. Pembangunan Perdesaan dan ketahanan pangan
4. Infrastruktur wilayah dan tata ruang
5. Kemiskinan
Dengan penjabaran sebagai berikut:
1) Dalam arti luas pelayanan publik adalah usaha untuk memenuhi
kebutuhan atau kepentingan masyarakat umum yang sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku. Penyelenggara pelayanan publik
dilakukan oleh institusi pemerintahan (birokrasi) yang meliputi pelayanan
dasar (substantif) dan pelayanan administrasi. Belum meratanya kualitas
sumber daya manusia pada Pemerintahan, terutama pada unit kerja yang
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat menyebabkan perbaikan dan
peningkatan kapasitas aparatur dan lembaga publik perlu terus diperbaiki.
2) Sektor pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
menentukan tingkat kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia
yang diharapkan yaitu yang mampu melakukan inovasi, kreasi serta
memiliki karakter dan budi pekerti. Beberapa peningkatan dan akselerasi
program diperlukan dalam mengatasi belum optimalnya partisipasi
masyarakat yang mampu secara ekonomi untuk mengakses layanan
pendidikan, belum memadainya kualitas dan kuantitas sarana prasarana
pendidikan, belum memadainya jumlah guru tetap dan jumlah guru yang
berpendidikan keguruan, masih kurang baiknya distribusi tenaga
pengajar. Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga berbicara
mengenai kesehatan yang secara kontinyu diintervensi melalui
program/kegiatan yang bersifat kuratif, preventif maupun promotif.
Akselerasi dan perbaikan perlu dilakukan dalam mengantisipasi sarana
dan prasarana pelayanan kesehatan yang masih belum memadai serta
kurang dan belum meratanya jumlah dan persebaran tenaga medis.
3) Walaupun Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah yang
mengalami surplus pangan terutama padi, tetapi Pemerintah Kabupaten
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 208
Bandung perlu melakukan langkah-langkah yang terstruktur dalam
mempertahankan dan meningkatkan iklim usaha yang kondusif dalam
meningkatkan nilai investasi serta memperkuat ekonomi lokal melalui
peningkatan peran UKM yang menunjang usaha pertanian dan
peternakan. Di samping itu, permasalahan pangan yang perlu menjadi
perhatian utama, ialah Penerapan Sistem Kewaspadaan serta Keamanan
Pangan dan Gizi yang belum berjalan secara optimal sehingga masih
ditemukan kasus bahan makanan yang mengandung bahan-bahan
berbahaya seperti Rhodamin B, Formalin di beberapa pasar tradisional.
4) Infrastruktur merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam
mendukung sektor prioritas bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Sektor infrastruktur terdiri atas : prasarana transportasi, sumber daya air,
dan prasarana permukiman, yang berperan sebagai pembentuk struktur
ruang, pemenuhan kebutuhan wilayah, pemacu pertumbuhan wilayah,
serta pengikat antar-wilayah. Peningkatan dan pemeliharaan infrastruktur
harus terus dilakukan dalam mendukung perekonomian. Keterpaduan
pembangunan dan saling keterkaitan antar wilayah yang terangkum
dalam dokumen ketataruangan masih perlu ditingkatkan efektivitas dan
pelaksanaannya, begitu pun dengan pengendaliannya. Beberapa masalah
yang masih perlu langkah penangangan lanjutan, di antaranya ialah perlu
adanya perda tentang RDTR sebagai tindak lanjut penyusunan dokumen
RDTR Baleendah-Dayeuhkolt, Soreang, Kutawaringin dan Tegalluar. Hal
ini menyebabkan terhambatnya rencana dan pelaksanaan pembangunan
baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat umum,
karena beberapa dokumen harus mengacu terhadap RDTR dan Peraturan
Zonasinya.
5) Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang sangat berpengaruh
terhadap masyarakat dalam mengakses pelayanan standar terkait dengan
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemampuan daya beli.
Berbagai program dari beberapa sektor yang telah dilaksanakan belum
mampu/tidak signifikan dalam mengurangi jumlah keluarga miskin di
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 209
Kabupaten Bandung. Hal tersebut, terutama karena belum terpadunya
berbagai program penanggulangan kemiskinan (ego sektor) serta belum
terukur secara jelas mengenai upaya pengurangan kemiskinan pada setiap
program, hal ini dikarenakan belum adanya keseragaman data jumlah
keluarga miskin sehingga target yang ingin dicapai setiap sektor belum
jelas.
Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat
menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk
melengkapi tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Identifikasi
isu yang tepat dan bersifat strategis meningkatkan akseptabilitas prioritas
pembangunan, dapat dioperasionalkan dan secara moral dan etika birokratis
dapat dipertanggungjawabkan.
Pemetaan isu strategis Kabupaten Bandung mengacu kepada sumber-
sumber evaluasi dan dokumen sebagai berikut:
Tabel 6. 9
Matrik Identifikasi Isu Strategis Yang Terkait Dengan Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
No Jenis
Dokumen
Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
1 RPJMD 2010-
2015
1. Peningkatan kualitas administrasi pertanahan
2. Peningkatan kualitas tenaga kerja
3. Peningkatan penyerapan lapangan kerja
4. Peningkatan kualitas infrastruktur transportasi
5. Ketersediaan energi listrik
6. Kualitas air dan lingkungan
7. Peningkatan peran Koperasi
8. Meningkatkan investasi langsung
9. Ketahanan pangan
10. Pemutahiran informasi dan variasi data statistik
11. Peningkatan kesejahteraan petani
12. Pengendalian bencana
13. Peningkatan produk perikanan,peternakan dan perkebunan
14. Ekspor daerah
15. Penataan pasar
16. Peningkatan kinerja sektor industri
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 210
No Jenis
Dokumen
Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
2 RTRW 1. Sinergi rencana struktur ruang antara Kab/Kota berbatasan di
Metropolitan Bandung (peran dan fungsi kota)
2. Rencana Pola Pemanfaatan ruang menyangkut kaw lindung dan
budidaya (contoh: pengembangan zona industri Kab. Sumedang
dengan rencana tata ruang Kec Rancaekek/Kab. Bandung karena
pencemaran S. Cikijing)
3. Pengembangan Kawasan skala besar (contoh: Pengembangan
Kota Baru Gede Bage dengan rencana Kota Baru Tegalluar)
4. Terjadinya urban sprawl dan spill over perkembangan Kota
Bandung yang menyebabkan kemacetan di wilyah perbatasan,
khususnya Kab. Bandung dengan Kota Bandung yang disebabkan
adanya commuter yang sangat cepat berkembang.
5. Belum terwujudnya sistem angkutan massal yang didukung
dengan prasarana jalan yang memadai yang menghubungkan
antar Kabupaten dan Kota
Permasalahan Drainase yaitu belum adanya sistem drainase dan
sistem sewerage terpadu yang mampu menangani persoalan
terjadinya genangan banjir khususnya pada kawasan-kawasan
permukiman padat di perbatasan Kab dengan Kota Bandung serta
persoalan drainase lainnya yang bersifat lintas Kab/kota
Permasalahan Air Bersih
Pengelolaan Lingkungan Limbah
Konservasi Sumber Daya Alam
No Indikator
Formulasi
2011-2015
Formulasi Isu 2011-2015 Dengan Memperhatikan
Kondisi Eksis dan Isu Strategis Dokumen Perencanaan
1 Grand Design
Pengembangan
Ekonomi
Masyarakat
2011-2015
1. Penataan Pasar Moderen: penataan pasar moderen
memperhatikan faktor jarak dengan pasar tradisional, jumlah
penduduk sebagai konsumen dan tingkat persaingan yang sehat
2. Pengembangan Produk Unggulan Daerah: memperhatikan
faktor peningkatan inovasi, pengembangan teknologi, promosi
dan kemasan, kaitannya dengan sumber bahan baku lokal
3. Wirausaha Daerah: memperhatikan faktor terbatasnya
penyerapan lapangan kerja, pertambahan angkatan kerja,
potensi eksploitasi sumber daya daerah, minimnya penyaluran
kredit, penumbuhan entitas ekonomi baru, peningkatan produk
daerah, dan skala ekonomi perekonomian daerah
4. Peningkatan Infrastruktur: mempertimbangkan kelancaran
arus transportasi barang, arus mobilitas penduduk, peningkatan
kualitas infrastruktur pertanian, dan akses terhadap kelistrikan,
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 211
No Jenis
Dokumen
Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
pengendalian dampak bencana
5. Pengembangan Pusat Perdagangan: memperhatikan kualitas
fisik pasar tradisional dan ekspansi pemasaran produk lokal
6. Pengembangan Investasi Langsung: memperhatikan kinerja
PMA dan PMDN, potensi investasi di Kabupaten Bandung,
relaksasi kemudahan perijinan, dukungan sektor
perbankan/keuangan, ekses investasi dari Kab/Kota sekitar, dan
pengembangan investasi dari unit usaha yang sudah ada
7. Pemanfaatan Ruang: memperhatikan konsistensi dan
dukungan peruntukan tata ruang/kawasan dan skenario wilayah
pengembangan
8. Peningkatan Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat:
memperhatikan peningkatan kinerja koperasi dan lembaga
keuangan mikro, peran koperasi dan lembaga keuangan mikro
terhadap masyarakat ekonomi sekitar, pola bisnis koperasi, dan
sinergi koperasi dengan program pemerintah
9. Peningkatan Taraf Kesejahteraan Petani: memperhatikan
akses petani terhadap input (pupuk dan pestisida), ketersediaan
dan kestabilan harga kebutuhan pokok petani, jalur pemasaran
produk pertanian, pembinaan mekanisme tanam dan adaptasi
teknologi, variasi produk pertanian, dan pengembangan nilai
tambah produk pertanian
10. Akses Terhadap Sumber Permodalan: memperhatikan
variabel pembinaan terhadap standar usaha bankable,
mendorong intermediasi, skenario modal bergulir, akses
terhadap skim kredit penjaminan pemerintah, pengembangan
data base sektor usaha
11. Jejaring Informasi Peranserta Masyarakat: memperhatikan
penggalian informasi kebutuhan pengembangan ekonomi
masyarakat, peningkatan partisipatif masyarakat dalam
pembangunan daerah, serta kegiatan/program APBD yang lebih
tepat sasaran
12. Konetivitas Sektor Parwisata Dengan Produk Daerah:
memperhatikan perkembangan kawasan-kawasan wisata dalam
relevasinya dengan peningkatan perdagangan produk daerah
dan promosi produk unggulan daerah
13. Pengembangan Pelatihan Masyarakat: memperhatikan
peningkatan kemampuan teknis aplikatif SDM daerah yang
relevan dengan perkembangan ekonomi produktif terkait
otomotif, TPT, teknologi informasi, teknologi pertanian,
kerajinan, budidaya pertanian
14. Pengembangan Teknologi Daerah: memperhatikan kebutuhan
teknologi bagi pengembangan ekonomi masyarakat,
konevitasnya dengan perguruan tinggi, kebutuhan peningkatan
inovasi (kreativitas)
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 212
No Jenis
Dokumen
Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
15. Perlindungan Kawasan Budidaya Pertanian: memperhatikan
faktor ketahanan pangan, kestabilan harga pangan,
perlindungan eksistensi petani
16. Konektivitas Sektor Usaha Terhadap Pengembangan
Ekonomi Masyarakat: memperhatikan CSR perusahaan,
tanggung jawab sosial ekonomi entitas bisnis, penggunan
sumber daya lokal oleh sektor usaha menengah-besar
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 213
BAB VII ARAHAN PENGEMBANGAN
SEKTOR EKONOMI
PRODUKTIF
7.1. Arahan Umum
A. Prinsip Penjelasan
Pengembangan pada sektor produktif harus menjadi perhatian dan
fokus dalam pembangunan investasi dan memiliki keterkaitan dengan
aspek ketataruangan, ekonomi wilayah dan infrastruktur sehingga
memerlukan konsep yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan
supaya tidak terjadi overlaped antara aspek yang satu dengan aspek yang
lainnya.
Penanaman modal dalam sektor produktif memiliki keterkaitan antara
aspek-aspek tersebut diperlukan pula keterkaitan antar sektor-sektor
ekonomi, yaitu keterkaitan antar sektor primer, sekunder dan tersier.
Keterkaitan tersebut bisa dilihat dari faktor endowment (basis SDA)
maupun dari faktor kestrategisan lokasi (basis jasa).
Dalam konteks penanaman modal sektor produktif bisa dijadikan sebagai
sektor andalan untuk menarik investor masuk dan menanamkan modalnya
di Kabupaten Bandung. Karena sektor Sektor atau subsektor produktif
merupakan sektor atau subsektor ekonomi yang memiliki kemampuan
tinggi dalam menggerakkan pertumbuhan wilayah dan dapat diandalkan
sebagai landasan atau basis bagi terwujudnya struktur perekonomian
wilayah yang kuat dan tangguh, serta memiliki day a saing di era pasar
bebas.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 214
Sektor produktif dapat berperan menjadi sektor basis dan menjadi
penopang pertumbuhan wilayah dan dalam konteks perencanaan
dinyatakan dalam terminologi sektor potensial, sektor unggulan dan
klaster pengembangan sektoral.
B. Indikator Masalah
Terganggunya kinerja investasi sektor unggulan berbasis factor
endowment karena faktor lingkungan/pola eksploitas dan lemahnya
linkage pada sektor pendukungnya semantara sektor investasi yang
berbasis keuntungan lokasi belum dikembangkan dan belum menjadi
sektor yang kuat dalam menopang ekonomi Kabupaten Bandung masa
depan.
Untuk mengubah pola keterkaitan yang memiliki trend kurangnya linkage
tersebut maka melalui arahan penanaman modal diharapkan terbentuknya
pola hubungan positif antara pertumbuhan sektor dan wilayah yang
produktif dan berkelanjutan sehingga seluruh sektor dapat dikembangkan
secara optimal dan menjadi prospek investasi yang juga berkelanjutan.
C. Konsep Sektor Unggulan dan Sektor Potensial
Sektor unggulan adalah sektor yang telah memberikan kontribusi besar
terhadap pembentukan pendapatan masyarakat, memiliki rantai produksi
yang panjang di daerah, serta berdaya saing.
Sektor Potensial adalah sektor yang berpotensi untuk dikembangkan
karena adanya peluang baik dari sisi pasokan maupun dari sisi permintaan.
Sektor potensial dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan. Demikian pula,
sektor unggulan dapat dikembangkan terutama dalam tingkat daya saingnya
terhadap sektor sejenis yang dihasilkan dari daerah lain.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 215
Sektor Pertanian
- Input Benih
- Sarana & Prasarana
- Produksi
- Budidaya
- Teknologi
- Pembina pelatihan SDM
- Pengolahan
- Pemasaran
- Pengelolaan Lahan
- Air
Sektor Industri
- Sarana & Prasarana
- Pengolahan
- Teknologi
- Pembinaan pelatihan SDM
Sektor Perdagangan
- Pengembangan pasar
- Informasi jaringan pasar
- Pembinaan SDM
SEKTOR/
PRODUK
UNGGULAN
Pemerintah Daerah
Kebijakan
Perda
Penjaminan Kepada Bank
Insentif
FASILITASI PEMERINTAH
Sektor Pekerjaan Umum
- Sarana & Prasarana (untuk
menunjang program
Agropolitan)
- Infrastruktur pengairan
-Infrastruktur jalan
Sektor Koperasi dan UKM
- Pelatihan SDM
pengembangan usaha
-Pendampingan modal
Fasilitasi modal usaha
- Penyiapan Kelembagaan
Lembaga Riset
- Pelatihan
- Informasi
- Teknologi
SWASTA DAN MASYARAKAT
Lembaga Pengelolaan Bisnis
- Distribusi dan pengadaan input
- Pengolahan
- Pemasaran
- Riset
- Informasi dan promosi
Koperasi dan Petani
Penyediaan dana bergulir/kredit bagi
petani dan anggota Koperasi serta
UKM
Bank/Lembaga Keuangan
Penyediaan Permodalan
Bank/Lembaga Keuangan
Penyediaan Permodalan
Petani
Kegiatan produksi dan budidaya
Pengusaha Lokal
Pengolahan dan pemasaran
Asosiasi dan Kadinda
- Kemitraan dan Informasi jaringan
pasar
LSM/Perguruan Tinggi
Pemberdayaan dan Pendampingan
Batasan Sektor Unggulan dan Sektor Potensial
Kriteria Sektor Unggulan :
1. Resource-Based, artinya adanya ketersediaan pasokan yang
berkesinambungan.
2. Market-Based, artinya adanya daya serap pasar, kesinambungannya, daya
tawar dalam penetapan harga pasar. Termasuk didalamnya pertimbangan-
pertimbangan:
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 216
Jangkauan pasar regional.
Jangkauan pasar nasional.
Jangkauan pasar internasional.
Kondisi persaingan.
Dukungan infrastruktur pemasaran.
3. Kontribusi Terhadap Perekonomian Regional Secara Umum, dengan
indikator sebagai berikut :
Peranan dalam penciptaan nilai tambah bruto (NTB).
Kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja.
Keterkaitan dengansektor-sektor dalam daerah.
Kontribusi terhadap PAD.
Peranan dalam penciptaan pendapatan rumah tangga.
Dampak multiplier bagi perekonomian daerah.
4. Nilai Tambah Sosial, dengan indikator sebagai berikut :
Peranan terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat.
Peranan terhadap tingkat kesehatan masyarakat.
Peranan terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Kriteria Sektor Potensial
1. Adanya potensi dari Resource-Based saja, artinya adanya ketersediaan
pasokan yang berkesinambungan. Termasuk dalam jenis ini adalah
pengembangan industri pengolahan sayuran dan produk susu, dikarenakan
berlimpahnya hasil olahan sektor primer. Artinya ada potensi untuk
mengembangkan industri pengolahan sayuran dan susu tersebut.
2. Adanya potensi dari Market-Based saja, artinya market membutuhkan
barang dan jasa yang (spesifikasinya) belum ada. Termasuk dalam contoh
ini adalah tingginya minat sebagian masyarakat untuk berlibur dan
menikmati wisata kuliner yang berkembang di Bandung. Jasa rumah
makan maupun tempat penginapan yang saat ini banyak bermunculan
disekitar kawasan wisata, belum memenuhi spesifikasi kebutuhan mereka.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 217
Artinya ada potensi untuk mengembangkannya dengan spesifikasi yang
diiginkan oleh market.
C. Klaster pengembangan
Klaster industri merupakan jaringan produksi antara perusahaan-
perusahaan yang saling bergantung satu sama lain yang terhubung dalam
rantai nilai produksi nilai tambah. Pengaplikasian sistem klaster dalam
roadmap pengembangan sektor produktif di Kabupaten Bandung guna
diperoleh keterkaitan antara industri hulu dan hilir serta komponen sektor-
sektor yang termasuk didalamnya.
Konsep klaster digunakan agar terdapat keterpaduan antara sektor kunci,
sektor pendukung dan sektor terkait yang akan memberikan nilai tambah
optimal bagi pengembangan ekonomi daerah. Konfigurasi ketiga sektor ini
dapat berbeda antar kota/kabupaten yang ada di Kabupaten Bandung,
tergantung dari sektor apa yang menjadi sektor kuncinya (sektor basis atau
sektor unggulannya). Definisi ketiga sektor tersebut adalah :
o Sektor kunci merupakan sektor utama atau basis yang menjadi
acuan terhadap pengembangan sektor lainnya dalam konteks
pembangunan perekonomian Kabupaten Bandung. Sektor kunci
dapat berupa sektor primer (pertanian), sektor sekunder (industri
manufaktur), dan sektor tersier (jasa perdagangan dan pariwisata).
o Sektor Pendukung merupakan sektor yang menjadi pendukung
dalam rangakaian rantai nilai tambah produksi. Sektor pendukung
dapat berupa sektor primer, sekunder (terutama sektor bangunan
dan LAG) dan tersier (terutama sektor pengangkutan dan
telekomunikasi, serta Jasa Keuangan).
o Sektor Terkait merupakan sektor yang perkembangannya dipasok
dari perkembangan. Tergantung dari linkage yang ada dengan
sektor kuncinya, sektor terkait dapat berasal pula dari sektor
sekunder atau sektor tersier.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 218
D. Tahapan-tahapan Pengembangan dalam keterpaduan sektor dan lokasi
Kerangka Berpikir Logis keterkaitan sektoral Kabupaten Bandung
A. Bila sektor kunci berasal dari sektor primer (pertanian) :
- Sektor pendukung adalah:
i. Sektor Sekunder (misalkan sektor bangunan dan sektor
listrik, gas dan air minum)
ii. Sektor Tersier (misalkan sektor pengangkutan dan
telekomunikasi, serta jasa keuangan)
- Sektor terkait adalah berdasarkan hubungan dari sektor sekunder
dan sektor tersier
B. Bila sektor kunci berasal dari sektor sekunder (Industri Manufaktur):
- Sektor pendukung adalah:
i. Sektor Sekunder (misalkan sektor bangunan dan sektor
listrik, gas dan air minum)
ii. Sektor Tersier (misalkan sektor pengangkutan dan
telekomunikasi, serta jasa keuangan)
- Sektor terkait adalah berdasarkan hubungan dari sektor sekunder
dan sektor tersier
C. Bila sektor kunci berasal dari Sektor Tersier (Jasa perdagangan dan
Pariwisata) :
- Sektor pendukung adalah :
i. Sektor Sekunder (misalkan sektor bangunan dan sektor
listrik, gas dan air minum)
ii. Sektor Tersier (misalkan sektor pengangkutan dan
telekomunikasi, serta jasa keuangan)
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 219
- Sektor terkait adalah berdasarkan hubungan dari sektor sekunder
dan sektor tersier
Kerangka Berpikir Logis Keterkaitan Pengembangan Sektoral-
Kewilayahan
Dibutuhkannya sinergitas antara sektoral dan kewilayahan, sehingga dari hal
tersebut bisa dilihat adanya keterkaitan dalam pengembangan antara sektor
kunci, sektor pendukung dan sektor terkait,
- Sebagai contoh, secara faktual Kabupaten Bandung merupakan
penghasil pertanian (sayuran), beberapa kecamatan memiliki sektor
kunci yang sama dalam sektor pertanian. Jika letaknya berdekatan
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dan daerah-daerah
tersebut memiliki sektor kuncinya sama maka untuk sektor pendukung
dalam hal industri pengolahan. Demikian pula serta sektor terkaitnya
seperti jasa angkutan, tidak semuanya harus memiliki atau
membangunnya, tetapi di pilih di salah satu daerah yang letaknya
strategis diantara daerah-daerah tersebut, sehingga selain terjadinya
pengembangan klaster. Hal ini akan meningkatkan efisiensi dalam segi
biaya, sehingga produk yang dihasilkan menjadi kompetitif dari sisi
harga bila dibandingkan dengan masingmasing daerah membangun
sektor pendukung dan sektor terkaitnya tersebut.
Tahapan-tahapan pengembangan sektor dalam lingkup Provinsi dan
tahapan dalam lingkup Kabupaten
Dalam tahapan pengembangan sektor dalam lingkup provinsi dan tahapan
kabupaten/kota, harus diperkuat dulu sektor kunci yang berupa sektor basis
atau sektor unggulan yang menjadi fundamental perekonomian dari tiap-tiap
daerah tersebut. Tahap selanjutnya adalah membangun infrastruktur yang
menunjang dalam pembentukan subuah klaster tersebut, seperti
pengembangan sektor terkait dan sektor pendukung.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 220
7.2. Sektor Primer
Prinsip. Sektor Primer merupakan sektor yang memanfaatkan kekayaan
alam secara langsung, baik sektor pertanian maupun sektor pertambangan.
Dalam konteks Kabupaten Bandung sektor ini diharapkan memiliki
keterkaitan dengan sektor lainnya yaitu industri pengolahan yang akan
mengolah hasil dari kedua sektor tersebut, bahkan hingga sektor tersier
yang masuk kedalam perdagangannya.
Arahan Pengembangan. Arahan yang dilakukan untuk sektor primer
dengan cara mengoptimalkan sektor pertanian dan memperkecil
ketergantungan terhadap sektor industri, karena saat ini sektor industri di
Kabupaten Bandung, didominasi oleh Sektor Indutri TPT, maka perlu
dikembangakan industri yang berbasis kepada sektor pertanian.
Selanjutnya bila fase I dari pertumbuhan ekonomi telah terlewati dimana
pada fase I lebih bergantung kepada sektor primer, maka fase selanjutnya
akan terjadi pergesaran dari sektor primer kepada sektor sekunder (fase II
atau industrialisasi). Diharapkan terdapat linkage antara pengembangan
sektor manufaktur dengan pembangunan (dan penanaman modal) di sektor
primer.
Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi
cukup besar bagi Kabupaten Bandung, berdasarkan data publikasi pada
tahun 2011, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 7.37%
terhadap struktur PDRB Kabupaten Bandung, dengan nilai Rp. 1.37
triliun, meningkat sebesar 6.7% dibandingkan tahun 2009 yakni sebesar
Rp. 1.59 triliun.
TAHUN 2007 2008 2009 2010
1. PERTANIAN 7.34% 7.25% 7.32% 7.37%
a. Tanaman Bahan Makanan 5.16% 5.10% 5.15% 5.20%
b. Tanaman Perkebunan 1.11% 1.10% 1.11% 1.11%
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.85% 0.83% 0.84% 0.85%
d. Kehutanan 0.04% 0.03% 0.03% 0.03%
e. Perikanan 0.18% 0.18% 0.18% 0.18% Sumber : BPS Kabupaten Bandung 2011
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 221
Berdasarkan tabel diatas, dapat diperoleh informasi, bahwa sub sektor
pertanian yang memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten
Bandung yaitu : (i) Tanaman bahan makanan; (ii) tanaman perkebenunan;
(iii) peternakan, (iv) perikanan dan (v) kehutanan. Sehingga jika dilakukan
identifikasi mengenai sektor produktif yang akan dikembangkan di
Kabupaten Bandung, maka sub sektor tersebut antara lain :
1. Sub sektor Tanaman Bahan Makanan.
2. Tanaman Perkebunan
3. Peternakan dan hasilnya
4. Perikanan
Agar pengembangan sektor produktif menjadi lebih optimal, maka
pengembangannya dilakukan dengan mengitrgrasikan dengan wilayah
lainnya yang memiliki karakteristik sama, sehingga pengembangan sektor
yang dilakukan akan berdasarkan kepada kawasan atau wilayah yang
memiliki karakteristik yang sama.
Arahan Kawasan (Koridor). Dengan salah satu pertimbangan bahwa
sektor basis adalah sektor kunci bagi Kecamtan yang ada di Kabupaten
Bandung, maka gambar berikut menggambarkan sektor kunci yang ada di
Kabupaten Bandung sebagai berikut :
7.2.1. Kawasan Berbasis Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan
a. Fokus
Berdasarkan kontribusi sektor terhadap PDRB, dan perhitungan LQ
kecamatan di Kabupaten Bandung, serta ketersedian lahan yang dimiliki,
sub sektor Pertanian tanaman bahan makanan dengan komoditas padi,
jagung dan ubi jalar menjadi salah satu lumbung pangan di Provinsi Jawa
Barat.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 222
Gambar 6. 1
Wilayah Kecamatan dengan Sub Sektor Basis Pertanaian Tanaman
Bahan Makanan
Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Bandung memiliki potensi pada
sub sektor pertanian tanaman bahan makanan, namun ada 13 Kecamatan
yang memiliki sub sektor basis pada pertanian tanaman bahan makanan
dengan metode perhitungan LQ.
Bila dilihat dari pola sub sektor kawasan, maka untuk pertanian tanaman
bahan makanan, pola yang terbentuk adalah ke arah utara yang memiliki
kontur dataran rendah.
b. Industri Penunjang
Dalam rangka peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan di Kabupaten
Bandung, maka upaya yang bisa dilakukan adalah dengan membangun
industri penunjang atau dengan kata lain, tidak menjual komoditas yang
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 223
dihasilkan dalam bentuk bahan baku atau tidak melalui proses pengolahan
terlebih dahulu.
Industri yang dikembangkan bisa dalam skala besar maupun skala kecil
(IKM). Industri penunjang bagi sub sektor pertanian bahan makanan
adalah industri makanan, diketahui bersama dalam 5 tahun terakhir
industri makanan dan minuman di Indonesia cukup meningkat.
c. Target Pasar
Walaupun mempunyai bahan baku cukup banyak dan berpotensi ekspor ke
luar wilayah Kabupaten Bandung, strategi pemasaran bagi sub sektor
tanaman bahan makanan belum tersusun, karena masih didominasi oleh
tengkulak, bukan oleh kelompok tani.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, padi dan jagung serta ubi jalar
menjadi salah satu pilihan dalam pengembangan perekonomian Kabupaten
Bandung.
Keberadaan potensi komoditas dan industri olahannya diharapkan dapat
memberi dampak berganda yang positif terhadap kegiatan sektor
perdagangan dan sektor industri.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan kelompok tani
atau koperasi yang dibina oleh pemerintah daerah, dengan tujuan agar
masyarakat bisa mengatur tata kelola dan tata niaga untuk komoditas
tersebut, selain itu juga perlu dikembangkan IKM untuk pengolahan
makanan pada salah satu titik strategis yang akan mengolah komoditas
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 224
padi, jagung dan ubi jalar, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah pada
komoditas padi, jagun dan ubi jalar.
f. Strategi Pengembangan Komoditas
Agar memberikan hasil produksi yang optimal, maka diperlukan strategi
pengembangan untuk komoditas padi, jagung dan ubi jalar, diantaranya :
1. Bekerjasama dengan instansi pemerintah (SKPD terkait) dalam rangka
pengembangan komoditas
2. Mengembangkan pusat atau balai besar untuk penyediaan bibit ungul
3. Mensinergikan dan melakukan pembinaan kepada kelompok tani
maupun koperasi tani, untuk mengembangkan tata kelola pertanian
dan mengembangkan aspek pasar.
4. Memberikan stimulus secara berkala kepada kelompok tani maupun
koperasi untuk pengembangan nilai tambah.
5. Memfasilitasi antara kelompok tani atau koperasi dalam rangka
kerjasama pengadaan bahan baku untuk industri makanan (PT. Sari
Nabati) di wilayah Rancaekek.
7.2.2. Kawasan Berbasis Sub Sektor Perkebunan
a. Fokus
Sama halnya dengan penilaian sub sektor sebelumnya, untuk penentuan
fokus pengembangan kawasan ditentukan berdasarkan kontribusi sektor
terhadap PDRB, dan perhitungan LQ kecamatan di Kabupaten Bandung,
untuk sub sektor holtikultura dengan komoditas sayur-mayur dan buah-
buahan, maka Kabupaten Bandung dengan topografi pegunungan
merupakan salah satu daerah yang menjadi penyuplai sayuran (kentang)
dan buah-buahan (strawbery dan jambu biji) di Provinsi Jawa Barat.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 225
Gambar 6. 2
Wilayah Kecamatan dengan Sub Sektor Basis Perkebunan
b. Industri Penunjang
Seperti diketahui, beberapa wilayah di Kabupaten Bandung telah di
identifikasi melalui kajian One Village One Product (OVOP) oleh
Kementerian Perindustrian sebagai penghasil strawberry untuk wilayah
Jawa Barat. Selain itu juga untuk sub sektor perkebunan, wialayah
Kabupaten Bandung bagian selatan memiliki potensi teh yang cukup besar
pula, sehingga jika terus dikembangkan, maka potensi tersebut bisa
berubah menjadi komoditas unggulan Kabupaten Bandung.
Kemudian dalam rangka peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan di
Kabupaten Bandung, maka upaya yang bisa dilakukan adalah dengan
membangun industri penunjang dengan cara membentuk suatu lembaga
yang akan mengolah terlebih dahulu komoditas tesebut, lembaga tersebut
bisa dalam bentuk Industri dengan skala kecil (IKM).
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 226
c. Target Pasar
Walaupun mempunyai bahan baku cukup banyak dan berpotensi ekspor ke
luar wilayah Kabupaten Bandung, selain itu, bisa dijadikan sebagai bahan
baku untuk industri makanan dan minuman yang ada di sekitar Jawa Barat.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan. Keberadaan potensi komoditas dan
industri olahannya diharapkan dapat memberi dampak berganda yang
positif terhadap kegiatan sektor lainnya terutama sektor perdagangan dan
sektor pariwisata.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan UKM di
Kecamatan Pasir Jambu yang akan mengolah komoditas sayuran
(Kentang) dan buah-buahan (strawberry dan jambu biji), pengembangan
UKM untuk pengolahan makanan tersebut nantinya bisa diinisiasi dan
dibina oleh pemerintah daerah.
f. Strategi Pengembangan Komoditas
strategi pengembangan komoditas sayuran bisa dikembangan dengan
menelusuri pohon industri yang bisa terbangun dari komoditas yang telah
teridentifikasi antara lain :
1. Mengembangkan industri selai untuk strawberry
2. Mengembangkan industri minuman untuk jambu biji dan strawberry
3. Mengembangkan industri kemasan untuk produk sayuran
4. Membantu mengembangkan kemitraan dengan sektor industri
makanan dan minuman, serta dengan sektor perhotelan dalam rangka
pengadaan bahan baku minuman untuk jambu biji dan strawberry.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 227
5. Pemerintah daerah memfasilitasi pemasaran produk-produk tersebut
kepada pasar-pasar (Giant, Griya atau Yogya) modern yang ada di
wilayah Kabupaten Bandung.
7.2.3. Kawasan Berbasis Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya
a. Fokus
Wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan terkenal dengan wilayah
peternakan sapi dan menjadi salah satu penghasil susu perah dengan
kualitas baik yang dijadikan bahan baku untuk industri-industri makanan
dan minuman di wilayah Jawa Barat.
Gambar 6. 3
Wilayah Kecamatan dengan Sub Sektor Basis Peternakan
b. Industri Penunjang
Kondisi sub sektor peternakan di Kabupaten Bandung saat ini, masih
memberikan angka nilai tambah yang kecil dalam proses produksinya,
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 228
padahal tingginya potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung untuk
sub sektor tersebut.
Sama halnya dengan sub sektor sebelumnya, pola pengembangan industri
penunjang untuk sektor ini bisa diinisiasi oeh pemerintah daerah dengan
membentuk industri dengan skala kecil.
c. Target Pasar
Target pasar yang bisa dicapai yakni melakukan ekspor ke luar wilayah
Kabupaten Bandung untuk peternakan ayam dan itik, sedangkan untuk
peternakan sapi dan hasilnya yang saat ini telah mendapatkan pasar utama
yakni industri-industri pengolahan makanan dan minuman di sekitar
wilayah Jawa Barat.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri
pengolahan makanan diharapkan dapat memberi dampak berganda yang
positif terhadap kegiatan sektor lainnya. selain itu juga perlu
dikembangkan keterkaitan dengan sektor pariwisata, karena tingginya
minat wisatawan untuk mengetahui proses pemerahan sapi perah.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan UKM pada salah
satu titik strategis yang akan mengolah komoditas sapi perah.
pengembangan UKM untuk pengolahan makanan tersebut nantinya bisa
dibina olehh pemerintah daerah.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 229
f. Strategi Pengembangan Komoditas
Pengembangan komoditas peternakan saat ini bisa diarahkan kepada
peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan dalam proses produksi
tersebut antara lain :
1. Meningkatkan kapasitas produksi melaui intesifikasi (peningkatan
kualitas bibit unggul) maupun ekstensifikasi (penambahan jumlah
peternak sapi).
2. Balai besar sapi untuk wilayah pangalengan dan sekitarnya, dalam
rangka peningkatan kapasitas produksi sapi.
3. Bekerjasama dengan SKPD terkait dalam rangka monitoring kualitas
produksi ayam dan itik di wilayah Kabupaten Bandung.
4. Melakukan sinergitas dengan UKM pengolahan hasil sub sektor
tanaman bahan makanan untuk dijadikan sebagai pakan ternak.
5. Memfasilitasi pengembangan kemitraan dengan restoran di wilayah
Kabupaten Bandung untuk memasarkan bahan baku hasil peternakan.
7.2.4. Proyeksi Sektor Pertanian
Dengan mengacu kepada asumsi-asumsi yang telah ditetapkan, yakni
dijalankannya strategi pengembangan komoditas untuk sektor pertanian,
maka bisa diprediksi bahwa dalam kurun waktu 5 tahun kedepan sektor
pertanian Kabupaten Bandung akan terus berkembang.
TAHUN PERTANIAN Tanaman
Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan dan Hasil-hasilnya
2007 1,371,807.74 964,613.57 208,135.54 158,625.37
2008 1,426,244.50 1,003,335.18 217,140.10 164,117.38
2009 1,502,003.49 1,057,171.63 228,775.99 172,980.14
2010 1,602,050.01 1,130,485.87 241,385.29 184,669.31
2011* 1,667,147.89 1,176,764.90 251,705.52 191,846.69
2012* 1,743,796.47 1,231,910.24 262,844.03 200,546.15
2013* 1,820,445.05 1,287,055.57 273,982.54 209,245.61
2014* 1,897,093.63 1,342,200.91 285,121.06 217,945.06
2015* 1,973,742.21 1,397,346.24 296,259.57 226,644.52
* Angka Proyeksi
Sumber : BPS, Data Diolah
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 230
Pengembangan kawasan (koridor) berdasarkan sektor kunci yang dimiliki
setiap wilayah di Kabupaten Bandung, untuk mengembangkan klaster
dengan sektor kunci sektor primer, maka untuk membangun sektor
pendukung dan terkait hendaknya dilakukan sinergitas antar wilayah
terdekat guna memperoleh manfaat dari efisiensi biaya produksi.
7.3. Sektor Sekunder
Prinsip. Sektor sekunder merupakan sektor manufaktur (industri), dimana
pada tahapan ini sudah melakukan proses pengolahan dari sektor primer
(bahan baku) atau proses industrialsasi. Dalam konteks Kabupaten
Bandung perkembangan sektor ini diharapkan memiliki linkage
kebelakang dengan pengembangan sektor primer. Dengan demikian
penanaman modal di sektor ini juga terkait dengan penanaman modal di
sektor primer.
Arahan Pengembangan. Sektor sekunder dalam konteks pertumbuhan
ekonomi berada pada fase II, dimana pada fase ini sektor industri sangat
dominan. Arahan yang dilakukan untuk sektor sekunder adalah dengan
cara memperpanjang rantai nilai produksi yang berada di Kabupaten
Bandung dengan mengembangkan metode klaster industri. Dengan
demikian, output yang dihasilkan dari Kabupaten Bandung tidak hanya
produk setengah jadi, melainkan produk jadi yang siap di pasarkan baik
pada skala lokal, regional maupun ekspor dengan nilai tambah bagi
Kabupaten Bandung menjadi lebih besar. Peran kestrategisan wilayah bisa
lebih dikembangakan.
Arahan Klaster. Dengan salah satu pertimbangan bahwa sektor basis
adalah sektor kunci bagi kabupaten/kota yang ada di Kabupaten Bandung,
maka tabel berikut menggambarkan sektor kunci yang ada di Kabupaten
Bandung.
Pengembangan klaster dengan sektor kunci sektor sekunder (manufaktur),
dengan tujuan untuk memperpanjang rantai nilai dan nilai tambah yang
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 231
dihasilkan oleh Kabupaten Bandung. Besarnya potensi yang dimiliki oleh
Kabupaten Bandung dengan sumberdaya berbasis factor endowment yang
tersedia cukup banyak, selain itu klaster industri yang dibangun harus
memperhatikan kestrategisan wilayah dan sinergitas antar wilayah serta
faktor keseimbangan dengan lingkungan.
Untuk pengembangan sektor pendukung bagi sektor sekunder
(manufaktur), maka sektor yang akan dikembangkan adalah sektor listrik,
gas dan air minum.
Untuk sektor terkait yang dikembangkan adalah sektor pengangkutan,
komunikasi dan jasa keuangan.
7.3.1. Kawasan Berbasis Sektor Industri Pengolahan
a. Fokus
Gambar 6. 4
Wilayah Kecamatan dengan Sektor Basis Industri Pengolahan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 232
Seperti diketahui bersama, bahwa Kabupaten Bandung merupakan salah
satu sentra industri tekstil di Provinsi Jawa Barat, namun seiring dengan
berjalannya waktu dan beberapa krisis yang menerpa Negara Indonesia,
maka hal tersebut langsung memberikan dampak negatif terhadap
perkembangan sektor industri tekstil dan produk tekstil di wilayah
Kabupaten Bandung.
Wilayah Majalaya, Dayeuh Kolot dan sekitarnya memang dahulu sebagai
pusat pengembangan sektor industri, namun dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir pasca krisis yang menerpa, tidak sedikit perusahaan yang
bangkrut, walaupun demikian sektor industri masih memberikan kontribusi
terbesar, yakni lebih dari 50% disumbang oleh sektor industri pengolahan.
Sehingga kedepannya, sektor industri yang akan dikembangkan di
Kabupaten Bandung untuk lebih diarahkan kepada industri yang
memanfaatkan pengembangan nilai tambah dari sektor pertanian
(Agroindustri)
b. Sektor Penunjang
Kondisi sektor pertanian yang menjadi sektor basis di Kabupaten Bandung
saat ini, harus terus dioptimalkan, sehingga seluruh produk atau komoditas
pertanian yang diekspor keluar Kabupaten Bandung tidah hanya sebatas
bahan baku (raw material), namun telah mengalami proses pengolahan
terlebih dahulu, sehingga tercipta nilai tambah baru dalam setiap proses
produksi yang dilakukannya.
Di sisi lain, sektor industri yang saat ini ada, seperti industri tekstil harus
lebih ditingkatkan lagi dari sisi produktivitasnya, kemudian diharapkan
adanya pekembangan industri kreatif akhir ini juga bisa menjadi sebuah
peluang yang harus dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten
Bandung, yakni dengan cara, bekerjasama dengan sektor industri tekstil,
untuk dilakukan proses kerjasama dalam rangka pengembangan indsutri
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 233
olahan dari limbah (kain-kain yang tidak terpakai) untuk dijadikan bahan
baku dalam pengembangan industri kreatif tersebut.
c. Target Pasar
Target pasar yang saat ini telah dilakukan yakni ekspor kebeberapa negara,
baik di asia, eropa maupun amerika.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri
sektor indsutri kreatif dalam mengembangan rantai nilai pada sektor
industri pengolahan.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan IKM yang
difasilitasi oleh pemerintah dalam pengembangan industri kreatif tersebut..
f. Strategi Pengembangan Komoditas
Pengembangan komoditas peternakan saat ini bisa diarahkan kepada
peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan dalam proses produksi
tersebut antara lain :
1. Meningkatkan kapasitas produksi.
2. Meningkatkan kualitas infrasruktur
3. Memberikan insentif-insentif (pajak dan/atau retribusi) bagi
perusahaan yang mengembangkan local content
4. Melakukan sinergitas dengan UKM untuk mengembangkan rantai
nilai dalam pengembangan produk turunan.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 234
7.3.2. Proyeksi Sektor Industri Pengolahan
TAHUN INDUSTRI
PENGOLAHAN Industri Migas
Industri Tanpa Migas **)
2007 11,478,643.51 - 11,478,643.51
2008 12,110,396.65 - 12,110,396.65
2009 12,517,223.97 - 12,517,223.97
2010 13,173,587.93 - 13,173,587.93
2011* 13,692,878.16 13,692,878.16
2012* 14,242,044.22 14,242,044.22
2013* 14,791,210.27 14,791,210.27
2014* 15,340,376.33 15,340,376.33
2015* 15,889,542.39 15,889,542.39 * Angka Proyeksi
Sumber : BPS, Data Diolah
Berdasarkan hasil proyeksi pada tabel diatas, sektor industri pengolahan di
Kabupaten Bandung memberikan sumbangan terhadap PDRB Kabupaten
Bandung pada tahun 2015 sebesar Rp. 15,889 milar rupiah, dengan
asumsi, bahwa sektor pertanian yang menjadi sektor hulu (bahan baku),
kemudian dikembangkan produk turunan yang diolah melalui proses
produksi di Kabupaten bandung untuk mengoptimalkan rantai nilai dalam
suatu proses produksi tersebut.
7.4. Sektor Tersier
Prinsip. Sektor Tersier atau deindustrialisasi adalah tahapan suatu daerah
berada pada fase III dari pertumbuhan ekonomi. Pada fase ini daearah
tersebut telah mengurangi fokus pertumbuhannya pada sektor sekunder
maupun sektor primer, tetapi lebih terfokus pada pengembangan sektor
tersier, dimana banyak tumbuh sektor-sektor jasa. Dalam konteks
Kabupaten Bandung sektor tersier berarti sektor perdagangan dan sektor
pariwisata. Sektor perdagangan dapat muncul bukan saja karena adanya
linkage dengan sektor primer dan sekunder tapi juga dari kestrategisn
wilayah. Di sisi lain sektor pariwisata juga muncul karena adanya potensi
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 235
objek dan atraksi wisata (keindahan alam, budaya, dll) selain dari
kestrategisan wilayah juga.
Arahan Pengembangan. Pada sektor tersier (fase III), dimana suatu
daerah telah bergeser dari daerah industri, menjadi daerah yang lebih
mengandalakan sektor jasa pelayanan, baik itu perdagangan maupun
pariwisata. Bila suatu daerah telah berada pada fase ini, maka struktur
perekonomiannya sudah berubah, mulai dari tata kota yang semakin
teratur, tingkat polutansi sangat diperhitungkan, karena yang ditawarkan
kepada masyarakat adalah jasa pelayanan.
Arahan Klaster. Dengan salah satu pertimbangan bahwa sektor basis
adalah sektor kunci bagi kabupaten/ kota yang ada di Kabupaten Bandung,
maka tabel berikut menggambarkan sektor kunci yang ada di Kabupaten
Bandung.
Pengembangan klaster dengan sektor kunci sektor tersier (jasa
perdagangan dan pariwisata). Untuk pengembangan klaster dengan sektor
kunci berdasarkan kepada sektor tersier, maka harus dibangun suatu
kawasan yang saling terintegrasi antara segala aspek-aspek pelayanan
umum dan perdagangan. Pada fase ini peran kestrategisan wilayah sangat
berdampak poostitf pada perkembagannya, disamping dari tata kelola dari
daerah terebut.
Sektor pendukung yang dikembangkan guna mendukung sektor tersier
(jasa perdagangan dan pariwisata), maka dikembangkan sektor bangunan,
konstruksi serta sektor listrik, gas dan air minum
Sedangkan untuk sektor terkait, maka sektor yang dikembangkan adalah
sektor jasa angkutan dan komunikasi serta jasa keuangan dan persewaan.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 236
7.4.1. Kawasan Berbasis Sektor Industri Pengolahan
Gambar 6. 5
Wilayah Kecamatan dengan Sektor Basis Industri Pengolahan
a. Fokus
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir peranan kontribusi sektor jasa
(pariwisata) di Kabupaten Bandung dalam struktur PDRB terus meningkat,
hall ini tidak terlepas pasca dibukanya tol cipularang pada tahun 2004,
sehingga aksesibilitas menuju ke Bandung (baik kota maupun kabupaten)
menjadi lebih mudah.
Untuk itu dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, tren prekembangan sektor
jasa bisa terus dikembangkan, dengan cara mensinergikan keunggulan
wilayah-wilayah yang memiliki potensi wisata dengan peningkatan
kualitas infrastruktur.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 237
Selain itu juga, ada beberapa desa wisata yang telah ditetapkan oleh pihak
pemerintah Kabupaten Bandung yang saat ini telah menjadi daerah tujuan
wisata.
Target Pasar
Target pasar dari sektor jasa (PHR) adalah para wisatawan domestik dan
mancanegara, selain itu juga tren perkembangan dalam 5 tahun terakhir
pihak pnyelengga sering mengadakan acara Meeting, Incentive,
Convention and Exhibition (MICE) di sekitar Bandung (kota dan
kabupaten)
b. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri
sektor industri kreatif dan sektor pertanian.
c. Strategi Pengembangan
Pengembangan komoditas peternakan saat ini bisa diarahkan kepada
peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan dalam proses produksi
tersebut antara lain :
1. Meningkatkan kualitas infrasruktur
2. Meningkatkan promosi daerah wisata yang masih belum
tersosialisakan kepada masyarakat umum
3. Bekerasama dengan agen-agen pariwisata
4. Merevitalisasi sentra-sentra kerjinan khas Kabupaten Bandung
5. Melakukan sinergitas dengan UKM untuk mengembangkan industri
kreatif.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 238
7.4.2. Proyeksi Sektor Jasa (PHR)
Dengan menggunakan asumsi-asumsi pengembangan klaster dengan
sektor kunci sektor tersier (jasa perdagangan, hotel, restoran dan
pariwisata). Untuk pengembangan klaster dengan sektor kunci berdasarkan
kepada sektor tersier, maka harus dibangun suatu kawasan yang saling
terintegrasi antara segala aspek-aspek pelayanan umum dan perdagangan,
hotel, restoran dan pariwisata, serta peran kestrategisan wilayah sangat
berdampak posititf pada perkembagannya, disamping dari tata kelola dari
daerah terebut.
untuk itu dalam 5 tahun kedepan bisa diprediksi perkembangan sektor jasa
(PHR) akan terus meningkatkan peranananya dalam struktur PDRB
Kabupaten Bandung, dan diperkirakan pada tahun 2015 sektor PHR akan
memberikan kontribusi kepada PDRB sebesar Rp. 4, 543 miliar, seperti
pada tabel dibawah ini.
TAHUN
PERDAGANGAN, HOTEL &
RESTORAN
Perdagangan Besar & Eceran
Hotel Restoran
2007 2,819,715.76 2,338,657.77 2,726.94 478,331.05
2008 2,994,763.36 2,480,600.77 2,888.40 511,274.19
2009 3,211,277.00 2,675,061.64 3,053.38 533,161.98
2010 3,474,808.55 2,888,561.75 3,275.02 582,971.78
2011* 3,670,589.17 3,056,763.69 3,438.24 610,387.24
2012* 3,888,768.37 3,241,180.97 3,619.16 643,968.24
2013* 4,106,947.57 3,425,598.25 3,800.08 677,549.23
2014* 4,325,126.77 3,610,015.53 3,981.00 711,130.23
2015* 4,543,305.97 3,794,432.82 4,161.92 744,711.23 * Angka Proyeksi
Sumber : BPS, Data Diolah
Sektor pendukung yang dikembangkan guna mendukung sektor tersier
(jasa perdagangan dan pariwisata), maka dikembangkan sektor bangunan,
konstruksi serta sektor listrik, gas dan air minum, Sedangkan untuk sektor
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 239
terkait, maka sektor yang dikembangkan adalah sektor jasa angkutan dan
komunikasi serta jasa keuangan dan persewaan.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 240
BAB VIII ANALISIS KEBUTUHAN
INVESTASI
8.1. Analisis Incremental Capial Output Ratio (ICOR)
Perhitungan ICOR pada kajian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat
investasi yang dilakukan dan berapa persenkah dampaknya terhadap total output
yang dihasilkan.
Tabel 8. 1
ICOR Kabupaten Bandung
TAHUN INVESTASI PDRB PDRB INVESTASI ICOR
2007 308,468.78 18,339,017.89
2008 343,628.77 19,674,494.54 1,335,476.65 35,159.99 9.77
2009 89,634.09 20,529,643.24 855,148.70 (253,994.68) (0.35)
2010 162,752.20 21,734,661.00 1,205,017.76 73,118.10 2.23
2011 123,643.98 23,012,659.00 1,277,998.00 (39,108.22) (3.16)
RATA-RATA ICOR 2.12
Sumber : BPS data diolah
Berdasarkan hasil perhitungan ICOR dengan membandingkan nilai realisasi
investasi yang tercatat di BKPMD Kabupaten Bandung dengan Output yang
dihasikan dalam bentuk Produk Domsetik Bruto (PDRB). Untuk Kabupaten
Bandung diperoleh rata-rat ICOR dari tahun 2007-2011sebesar 2.12. Hal tersebut
berarti untuk meningkatkan Rp. 1 triliun output yang ingin dihasilkan, maka
dibutuhkan investasi sebanyak Rp. 2.12 triliun, cukup besarnya nilai investasi
yang harus ditanamkan agar bisa mentriger angka pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bandung
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 241
8.2. Analisis Kebutuhan Investasi
Analisis kebutuhan investasi ini dihitung dengan mengkomparasikan nilai ICOR
yang diperoleh pada daerah tertinggal dengan tingkat outputnya, hasil dari
perhitungan tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar kebutuhan investasi
untuk pengembangan komoditas dan pada akhirnya menjadi dasar pertimbangan
untuk melakukan mobilisasi tenaga kerja.
Tabel 8. 2
Analisis Kebutuhan Investasi
Pertumbuhan ekonomi 5.87 %
selisih penduduk mengganggur (140,779) orang
Angka Penyerapan Tenaga Kerja setiap 1%
pertumbuhan ekonomi 23,984 orang
Rata-rata Nilai ICOR 2.12
Target peunurunan Pengangguran (di asumsikan
setengahnya dari jumlah penduduk menganggur
tahun terakhir)
130,451 orang
Target Pertumbuhan Ekonomi yang ingin dicapai 5.44 %
Kebutuhan investasi 2,269,866,529,670 Rupiah
Sumber : BPS data diolah
Dengan mengacu kepada hasil ICOR dan total output di Kabupaten Bandung,
maka diperoleh hasil kebutuhan investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670
Kebutuhan investasi tersebut telah memperhatikan kepada asums-asumsi yang
telah ditetapkan, seperti angka pengangguran yang ingin diturunkan dari total
angka pengangguran terakhir di Kabupaten Bandung. Sedangkan target
pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai, merupakan hasil dari pencapaian yang
ingin diperoleh dari tingkat pengangangguran yang ingin diturunkan.
8.3. Analisis Kebutuhan Tenaga kerja
Perhitungan analisis Kebutuhan tenaga kerja sangat erat kaitannya dengan
kebutuhan investasi dalam kajian mobilisasi tenaga kerja untuk daerah tertiggal,
dimana setalah diperoleh hasil mengenai kebutuhan investasi dengan
mempertimbangkan jumlah pengangguran yang ingin diturunkan, kegiatan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 242
selanjutnya adalah memperhatikan tingkat kebutuhan tenaga kerja di daerah
tersebut.
Tabel 8. 3
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja
Indikator Satuan 2011 2012* 2013* 2014* 2015*
Jumlah Angkatan
Kerja orang 1,349,059 1,094,283 983,252 872,221 761,190
Jumlah Penduduk
Menganggur orang 133,796 52,104 26,052 13,026 6,513
Sumber : BPS
Untuk Kabupaten Bandung, berdasarkan tabel diatas, jumlah penduduk
menganggur sebanyak 133,796 orang, sedangkan jumlah angkatan kerja sebanyak
1,349,059 orang, sehingga persentase penduduk yang menganggur pada tahun
2012 diproyeksi sebanyak 52,104 orang. Bila megacu kepada asumsi yang
digunakan dalam pertumbuhan ekenomi yang ingin dicapai itu memperhatikan
tingkat pengangguran penduduk yang ingin dikurangi sebanyak setengahnya dari
jumlah yang ada, maka jumlah penduduk yang akan diserap dengan nilai
kebutuhan investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670, diharapkan akan menyerap
tenaga kerja sebanyak 130,451 orang. Tenaga kerja yang akan diserap nantinya
akan disesuaikan dengan strategi yang akan dikembangkan guna mendukung
pengembangan Kabupaten Bandung
8.4. Implikasi Investasi Kabupaten Bandung
Tabel 6. 10
Implikasi Investasi Kegiatan Grand Design Ekonomi
Kabupaten Bandung
NO Pengembangan
Sektor Potensial
Implikasi Investasi Investasi
Peran
Pelaku Konteks
Mewujudkan
Kebijakan
Potensi &
Prospek
Investasi
Infrastruktur Sektor
Produktif
1. Pengembangan
Sektor Pertanian
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 243
NO Pengembangan
Sektor Potensial
Implikasi Investasi Investasi
Peran
Pelaku Konteks
Mewujudkan
Kebijakan
Potensi &
Prospek
Investasi
Infrastruktur Sektor
Produktif
Pengembangan
Pengolahan hasil
pertanian
Regulasi yang
jelas dan tegas.
Koordinasi
dengan semua
pihak terkait.
Teknologi
yang tepat
guna.
Pembiayaan
yang jelas.
Promosi yang
real dan lokasi
siap pakai.
Pengembangan
industri
pengolahan
hortikultura dan
produk
turunannya
Penyediaan
infrastruktur
pendukung
Penyediaan
pabrik
pengolahan hasil
pertanian
Sektor terkait
dalam
pengembangan
pertanian
Pemerintah
Swasta
Pengembangan
industri hasil buah-
buahan (Straberry)
Menjadi
komoditas
unik dan
potenisl bagi
Pengembangan
industri makanan
dan minuman
berbasis pada
straberry
Idem Idem Pemerintah
Swasta
Peningkatan
produktivitas
peternakan
Idem Pengembangan
Industri
pengolahan
makanan dan
produk
turunannya
berbasis pada
produk
peternakan.
Idem Idem Pemerintah
Swasta
2. Pengembangan
Sektor Perkebunan
Pengembangan
industri
pengolahan hasil
perkebunan utama
seperti teh
Regulasi yang
jelas dan tegas.
Koordinasi
dengan semua
pihak terkait.
Teknologi
yang tepat
guna.
Pembiayaan
yang jelas.
Pengembangan
Industri
Pengolahan dan
produk turunan
yang berbasis
hasil perkebunan
Infrastruktur
pendukung
berupa jaringan
jalan
Pembangunan
pabrik
pengolahan hasil
teh
Pembangunan
pabrik
pengolahan
produksi turunan
Semua sektor
terkait
Pemerintah
Swasta
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 244
NO Pengembangan
Sektor Potensial
Implikasi Investasi Investasi
Peran
Pelaku Konteks
Mewujudkan
Kebijakan
Potensi &
Prospek
Investasi
Infrastruktur Sektor
Produktif
Promosi yang
real dan lokasi
siap pakai.
teh
3. Sektor Industri
Pengembangan
Kawasan industri
terpadu
Regulasi yang
jelas dan tegas.
Koordinasi
dengan semua
pihak terkait.
Teknologi
yang tepat
guna.
Pembiayaan
yang jelas.
Pengembangan
Industri berbasis
endowment factor
dan kestrategisan
wilayah dengan
mengembangkan
dan meningkatkan
kawasas-kawasan
industry yang
telah disediakan
Penyediaan
infrastruktur
jaringan jalan
dan
kelengkapannya
Kemudahan
aksesibilitas ke
semua
Pemerintah
Swasta
3. Sektor Jasa
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 245
BAB IX PENTAHAPAN
PELAKSANAAN
GRAND DESIGN EKONOMI
KABUPATEN BANDUNG
9.1 Pentahapan Grand Design Ekonomi Kabupaten
Bandung
Penyusunan tahapan pelaksanaan Masterplan Investasi Kabupaten Bandung
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut :
1. Konsep dan Tujuan Pengembangan Kabupaten Bandung
Tujuan pengembangan Kabupaten pada dasarnya merupakan penjabaran dari
visi dan misi Kabupaten Bandung, yaitu
Terwujudnya masyarakat kabupaten bandung yang maju, mandiri dan
berdaya saing, melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan
pemantapan pembangunan perdesaan, berlandaskan religius, kultural dan
berwawasan lingkungan.
Sedangkan, misi Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut:
Adapun misi-misi pembangunan Kabupaten Bandung tersebut yang secara
khusus berkaitan dengan pengembangan penanaman modal/investasi di
Kabupaten Bandung, yaitu misi pertama (Mewujudkan Kabupaten Bandung
sebagai Pusat Kegiatan Perekonomian) dan misi kedua (Mewujudkan
Perekonomian yang Berkelanjutan dan Bersaing). Arahan kebijakan
pembangunan jangka panjang Kabupaten Bandung tahun 2005-2025 yang
menjabarkan misi-misi tersebut adalah sebagai berikut:
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 246
A. Mewujudkan Perekonomian yang Berkelanjutan dan Bersaing
1) Mendorong pertumbuhan sektor ekonomi unggulan, yakni industri
pengolahan, pertanian, pertambangan, dan jasa untuk meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dengan dukungan sektor-
sektor prospektif yang secara agregatif akan memberikan kontribusi
terhadap laju pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor perikanan, peternakan
dan pariwisata.
2) Meningkatkan upaya eksplorasi dan penerapan teknologi eksploitasi migas
untuk peningkatan produksi; pelibatan pemangku kepentinngan di daerah
dalam produksi migas; perkuatan aspek hukum; dan kelembagaan bagi
hasil yang lebih adil.
3) Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian tanaman pangan
melalui penyiapan lahan pertanian, pengembangan riset dan penyuluhan
untuk peningkatan mutu bibit dan produk yang tahan hama dan penyakit,
dan penyediaan sarana produksi pertanian secara kontinyu.
4) Meningkatkan produksi perkebunan melalui pola-pola pengelolaan yang
pernah diterapkan yang menunjukkan kinerja positif sekaligus untuk
pemulihan lahan-lahan kritis.
5) Mendorong tumbuhnya industri hilir produk tanaman pangan dan
perkebunan berbasis teknologi maju untuk tujuan konsumsi, industri
pangan, serta mendorong tumbuhnya agrobisnis dengan memanfaatkan
potensi pasar regional melalui diversifikasi, jumlah, dan mutu produk
dalam rangka pertambahan nilai dan perluasan lapangan kerja.
6) Meningkatkan usaha perikanan dan peternakan rakyat dan usaha skala
besar melalui pemanfaatan bioteknologi dalam penyediaan bibit unggul
dan peningkatan mutu produk serta mengembangkan industri
pengolahannya dengan memanfaatkan teknologi pasca panen untuk
menjamin mutu dan ketersediaan produk dalam jangka panjang.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 247
7) Meningkatkan pengelolaan perkebunan rakyat, pertanian tanaman pangan,
perikanan, dan peternakan yang bersifat subsisten secara lebih profesional
dan terintegrasi dengan kegiatan off-farm serta kegiatan bisnis lainnya.
8) Membangun obyek dan destinasi pariwisata, menyediakan prasarana dan
sarana penunjang, dan meningkatkan pelayanan jasa kepariwisataan,
termasuk pengembangan wisata minat khusus dan agrowisata yang
terintegrasi dengan perlindungan plasma nutfah dan spesies dilindungi.
9) Membina kegiatan usaha berskala kecil dan menengah agar menjangkau
persyaratan dan standar internasional untuk mutu produk dan jasa
pelayanan.
10) Menciptakan iklim investasi melalui pembenahan kebijakan, regulasi, dan
perijinan; pemberian insentif bagi sektor unggulan; penyiapan lokasi
kegiatan; promosi potensi daerah; dan menjaga stabilitas politik, sosial,
keamanan dan ketertiban umum dan kepastian hukum.
11) Meningkatkan peran Pemerintah Daerah sebagai regulator, katalisator, dan
fasilitator pembangunan ekonomi melalui penghapusan ekonomi biaya
tinggi; penciptaan akses terhadap permodalan dan pasar; dan peningkatan
kualitas dan produktifitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing
yang tinggi.
12) Meningkatkan upaya intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi potensi
sumber keuangan daerah untuk meningkatkan kemampuan pendanaan
daerah dalam pembangunan infrastruktur eksternal penunjang kegiatan
ekonomi, seperti jaringan jalan, sumber air, sumber energi, dan
telekomunikasi.
13) Membangun pola kemitraan dalam pembangunan ekonomi antara
Pemerintah Daerah, swasta, UKM, dan koperasi sebagai wadah
pengembangan kegiatan usaha produktif, pemberdayaan masyarakat
golongan ekonomi lemah, dan mengembangkan lembaga keuangan mikro
dalam rangka ekonomi kerakyatan.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 248
14) Mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam untuk
menjaga keberlanjutan perkembangan perekonomian daerah dan
perlindungan lingkungan guna penyelarasan terhadap entry barrier pasar
dunia.
2. Karakteristik Struktur Ruang
Indikasi program jangka menengah (15 tahun) Kabupaten Bandung
mempertimbangkan karakteristik struktur ruang yang dituju, dan perumusan
programnya diarahkan untuk mendorong terbentuknya struktur ruang dengan
karakteristik hirarki fungsional yang bersifat lebih merata terutama ke daerah
pengembangan setiap kecamatan di kabupaten Bandung, yang didukung oleh
jaringan jalan dan prasarana yang proporsional.
3. Skenario Tahapan Pengembangan
Untuk mewujudkan struktur ruang yang diinginkan, maka diperlukan jangka
waktu perencanaan yang sesuai dengan waktu selama masa perencanaan.
Skenario dan tahapan pengembangan telah ditetapkan sebagai dasar bagi
kerangka waktu pencapaian tujuan pengembangan tata ruang yang diharapkan.
Kerangka waktu bagi pelaksanaan program pembangunan dilakukan dengan
mempertimbangkan hirarki tingkat pelayanan untuk masing-masing sektor
pembangunan.
Tahapan pengembangan merupakan arahan mengenai tahapan implementasi
pembangunan fungsi-fungsi utama dalam rangka mewujudkan arahan alokasi
penanaman modal yang akan dituju pada masa mendatang (2011-2015)
berdasarkan skala prioritas.
4. Kemampuan Pemerintah dalam hal pembiayaan pembangunan
Pelaksanaan strategi penanaman modal menuntut dukungan dana dan
pembiayaan. Pembiayaan pembangunan tergantung pada kemampuan
pemerintah daerah dalam menghimpun dana untuk pelaksanaan program
penanaman modal dalam mewujudkan masterplan yang dituju. Dengan adanya
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 249
keterbatasan dana yang mampu dihimpun oleh pemerintah daerah, maka
disusun prioritas pengembangan.
Beberapa alternatif sumber pendanaan yang bisa diambil antara lain:
APBN
APBD Propinsi Jawa Barat
APBD Kabupaten Bandung
Sumber lainnya, seperti kemitraan, Sistem BOT, BOO, BOL, joint venture
dan swadaya masyarakat.
Dalam hal masalah pembiayaan untuk mendukung penanaman modal tidak
terlepas dari besarnya dana yang diperoleh oleh Kabupaten Bandung. Oleh
karena itu sumber dana bagi pengembangan penamanan modal dapat
diusahakan dari pemerintah pusat, provinsi, kota, bahkan dari swasta dan
masyarakat.
5. Konsep Pengembangan Grand Design Ekonomi Kabupaten Bandung
Dalam konteks koordinasi Grand Design Kabupaten Bandung diserahkan
kepada Bappeda bekerjasama dengan BKPM sebagai agen dan koordinator
dalam mengatur perekonomian dengan berkoordianasi dengan instansi-
instansi terkait. Pola pengembangan tersebut tidak terlepas dari pelaku yang
akan menanamkan modalnya, para pelaku tersebut berasal dari pemerintah,
masyarakat maupun dari swasta. Oleh karena itu dibutuhkan keterkaitan
(linkage) dan koordinasi antara aspek-aspek tersebut sebagai pemangku
kepentingan (stakeholder) dalam penanaman modal.
Pada umumnya untuk masyarakat (PMDN) dan sektor swasta (PMA dan
PMDN) selalu memperhitungkan faktor keuntungan dan biaya sebagai salah
satu faktor utama dalam menentukan keputusannya dalam menanamkan
modalnya, sehingga untuk beberapa sektor yang bersifat sosial dan penunjang
bagi sektor produktif (infrastruktur) penanaman modalnya dilakukan oleh
pemerintah.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 250
INVESTASI
REGULASI DAN
KELEMBAGAAN
SEKTOR
STRATEGIS
LOKASI
SPASIAL
TATA RUANG
INFRASTRUKTUR
PEMERINTAH
SWASTA MASYARAKAT
Selanjutnya, selain sebagai pelaku investasi untuk sektor-sektor sosial dan
penunjang (infrastruktur) yang memberikan keuntungan relatif rendah,
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 251
pemerintah berperan dalam kelembagaan dan regulasi dalam konteks
penanaman modal.
Beberapa permasalahan yang muncul setelah dilakukan pengidentifikasian
sektor-sektor yang ditawarkan kepada para pelaku penanaman modal,
terutama kepada masyarakat (PMDN) dan swasta (PMA dan PMDN)
menunjukan rendahya minat terhadap penanaman modal untuk pengembangan
sektor infrastruktur (energi listrik, air bersih, terminal dan jalan toll), padahal
sektor tersebut bisa menjadi pendorong bagi berkembangnya sektor-sektor
produktif, sehingga untuk sektor tersebut harus dikembangkan oleh
pemerintah.
Banyak skema yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam pengembangan
sektor tersebut, mulai dari pemerintah sebagai pelaku utama penanaman
modal tersebut hingga dilakukan sharing dengan pihak swasta melalui konsep
Public-Private Partnership dengan pembagian yang proporsional antara kedua
belah pihak.
Dari permasalahan tersebut, bila mengacu kepada konsep pertumbuhan maka
untuk konteks Kabupaten Bandung, konsep yang cocok untuk dikembangkan
adalah mengikuti pola Unbalanced Growth (Pertumbuhan Tidak Berimbang),
dimana fokus untuk pengembangan lebih diprioritaskan kepada pembagunan
sektor infrastruktur yang pada akhirnya akan mendorong berkembangnya
sektor produktif (Ship Follow The Trade), kemudian untuk prioritas pada
jangka menengah dan jangka panjang proporsi untuk pengembangan sektor
produktif lebih besar dibandingkan sektor infrastruktur, sehingga pada jangka
menengah dan jangka panjang peran dari sektor swasta lebih besar dalam
pengembangan penanaman modal daripada peranan pemerintah, pada tahapan
ini pemerintah lebih bersifat sebagai regulator bukan sebagai pelaku dari
penanaman modal.
Tahapan-tahapan dalam pengembangan Grand Design Ekonomi Kabupaten
Bandung untuk lima tahun kedepan, sehingga untuk mencapai tujuan akhir
dibutuhkan Tahapan-tahapan pengembangan antara lain :
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 252
Prinsip. Perencanaan pengembangan investasi tidak terlepas dari peran
instansi-instansi pemerintah dan sektor swasta maupun masyarakat,
sehingga dalam penentuan pengembanganya dibutuhkan sinergitas
diantara para pemangku kepentingan (stakeholders) tersebut supaya terjadi
keterpaduan dalam perencanaan pengembangan penanaman modal di
Kabupaten Bandung. Selain itu perlu ditunjuknya koordinator dalam
penanaman modal, jika dilihat dari peran dan fungsinya, maka instansi
yang bertugas untuk mengkoordinir, yakni Bapppeda dan BKPMD sangat
cocok untuk dijadikan sebagai koordinator dalam penanaman modal, pada
akhirnya akan bertugas dalam melakukan koordinasi dengan instansi-
instansi terkait dan selalu berinteraksi dengan investor (penanam modal),
karena salah satu peran dari instansi tersebut adalah sebagai pembuka
pintu bagi masuknya investor yang akan menanamkan modalnya di
Kabupaten Bandung.
Tabel 8. 4
Tahapan Umum Pengengembangan Grand Design Kabupaten Bandung
No RENCANA AKSI 2011 2012 2013 2014 2015 INSTANSI
1. Konsolidasi BAPPEDA
2.
Pembangunan
Infrastruktur utama
(Jalan highway,
Terminal, Listrik,
Air bersih)
\
Dinas Bina
Marga, Dinas
Perhubungan,
Dinas SDA &
Tamben
3. Penguatan sektor
industri produktif
berbasis endowment
Dinas
Koperasi,
UKM dan
Perindag
4. Pengembangan
Kualitas SDM
Dinas
Koperasi,
UKM dan
Perindag
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 253
Prinsip. Pada tahapan ini dimana proporsi pengembangan investasi diarahkan
kepada sektor produktif. Pola pengembangan yang digunakan menggunakan
pendekatan klaster industri, karena dengan pola pengembangan tersebut
diharapkan Kabupaten Bandung akan mendapatkan nilai tambah yang lebih
besar dari rantai nilai produksi yang dihasilkan oleh industri produktif
tersebut. sehingga upaya yang dilakukan adalah membangun dan
memperbanyak downstream industry sebagai indutri penunjang dan terkait.
Selain itu upaya-upaya yang sebelumnya harus dilakukan adalah memperkuat
industri hulu yang berbasiskan endowment yang dijadikan sebagai industri
utama (inti).
Pada tahapan akhir dari pengembangan Grand Design Ekonomi Kabaupaten
Bandung adalah dilakukannya pemantapan, dimana terlebih dahulu telah
melalui tahapan konsolidasi dan tahapan pengembangan. Pada tahapan
pemantapan ini diharapkan sudah terbangunnya industri yang tangguh dengan
pendekatan klaster industri, selain itu sudah terbangunnya keterkaitan antar
sektor dan antar wilayah, kemudian pada tahapan ini sektor industri sudah
melakukan ekspansi pasar dan lebih berorientasikan ekspor.
Tahapan pengembangan penanaman modal di Kabupaten Bandung
berdasarkan kepada pengembangan sektor industri produktif dengan
pendekatan klaster industri, disertai dengan pengembangan industri penunjang
dan industri terkaitnya. Kerangka pengembangan untuk jangka menengah dan
jangka panjang tampak pada tabel berikut :
Tabel 9. 5
Tahapan Pengembangan Industri Inti , Penunjang dan Industri Terkait
Industri Inti Industri Penunjang Industri Terkait
Meningkatnya produktifitas petani
Meningkatknya utilitas IKM
pengolahan hasil alam (perkebunan
dan peternakan)
Mendorong industri terkait untuk
memproduksi produk turunan.
Penggunaan komoditi yang bisa
memberikan nilai tambah terbesar
Meningkatnya jumlah IKM dan
industri pengolahan
Terwujudnya diversifikasi produk
Mewujudkan industri kecil menengah
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 254
Industri Inti Industri Penunjang Industri Terkait
Meningkatnya kapasitas produk
pengolahan
Mendorong peningkatan nilai
tambah termasuk pengolahan dan
pemanfaatan industri pengolahan
berbasiskan endowment
yang tangguh sebagai penyedia
sekaligus pengelola bahan baku
industri bebasis endowment.
Perluasan jaringan pasar baik untuk
pasar Lokal, Regional, Nasional
maupun Internasional
Strategi
Pengembangan sektor produktif dengan konsep pengembangan klaster industri
dan memperpanjang downstream industry di Kabupaten Bandung yang
berbasiskan teknologi dan menyerap tenaga kerja, mulai dari pengolahan bahan
baku hingga ekspansi pasar yang lebih luas.
Optimalisasi pemanfaatan areal
lahan
Penelitian dan pengembangan
teknologi bagi industri pengolahan
Peningkatan produktifitas melalui
intensifikasi dan rehabilitasi
Meningkatkan Uniqueness product
yang bisa dijadikan ciri khas yang
akan membedakan dengan produk
yang sama dari daerah lain.
Penguatan SDM
Pengembangan riset dan teknologi
Mengembangkan industri berbasis
endowment dan dindustri jasa.
Kerjasama lebih lanjut antar
wilayah
Pengembangan infrastruktur
pendukung budidaya dan industri
pengolahan berbasis endowment
Penguatan kelembagaan
Unsur Penunjang
Pasar
Meningkatkan jaringan pemasaran
ekspor
Meningkatkan kualitas produk
Meningkatkan promosi dan ekspansi
ekspor serta efisiensi rantai
pemasaran
Membangun pola kemitraan
Kelembagaan
Memfasilitasi pengembangan
kawasan industri
Membangun kepercayaan buatan
daerah di pasar regional, nasional
maupun internasional
SDM
Pelatihan manajemen mutu
Peningkatan keahlian dan
kemampuan SDM.
Peningkatan kemampuan teknologi
budidaya
Optimalisasi kompetensi SDM
Infrastruktur
Meningkatkan peran Litbang
Pembangunan sarana dan prasarana
penunjang
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 255
8.2 Indikasi Program
Grand Design Ekonomi Kabupaten Bandung memiliki fungsi sebagi acuan bagi
Pemerintah Kabupaten Bandung dalam menyusun program lima tahunan ataupun
program tahunan. Indikasi program-program akan diarahkan kepada penanaman
modal sebagai bagian dari penjabaran kebijakan dan rencana penanaman modal
yang telah ditetapkan kedalam program-program sektoral. Indikasi program dalam
Masterplan Penanaman Modal ini dijabarkan secara sektoral untuk kawasan atau
bagian wilayah Provinsi. Jangka waktu perencanaan program selama 5 tahun
mengingat masa jabatan kepala daerah adalah 5 ahun. Dalam kurun waktu
tersebut diharapkan seluruh rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan
sehingga tujuan dan sasaran pengembangan penanaman modal Kabupaten
Bandung yang telah ditetapkan dapat dicapai pada akhir tahun perencanaan.
Berdasarkan tingkat kepentingannya, sektor/sub sektor yang akan disusun indikasi
program pembangunannya adalah sektor/sub sektor yang langsung terkait dengan
penanaman modal (sebagai bentuk dari penjabaran dari masterplan yang telah
disusun), beserta lokasi realisasi program dalam kurun waktu 5 tahun perencanaan
dari tahun 2010 – 2015, instansi pengelola dan kemungkinan sumber dana yang
bisa diperoleh.
Pada dasarnya program-program yang disusun masih bersifat indikatif, namun
diharapkan dapat memberikan indikasi bagi penyusunan program penanaman
modal sektoral serta penanaman modal pada wilayah kota/kabupaten yang
diprioritaskan pengembangannya baik dalam jangka lima tahun pertama, lima
tahun kedua, dan dua tahun terakhir.
Secara umum indikasi program yang dilaksanakan sampai 15 tahun mendatang
akan dikaitkan pula dengan sektor/sub sektor yang secara langsung dan banyak
terkait dengan penanaman modal, sebagai implikasi dari masterplan yang telah
dirumuskan.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 256
Tabel Indikasi Program
No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan
Sumber
Dana
Instansi
Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015
1 KONSOLIDASI
1.1 Regulasi dan
Kelembagaan
1. Sinronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
2. Penetapan GDE Kabupaten Bandung sebagai arahan Kebijakan utama
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
3. Penguatan SDM APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
1.2 Tata Ruang 4. Penyesuaian RTRW Kabupaten Bandung
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Secara Masif
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
1.3 Sektor Produktif 6. Identiufikasi Sektor-sektor Produktif Kunci
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 257
No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan
Sumber
Dana
Instansi
Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015
7. Koordinasi Pengembangan Sektor dengan pihak terkait
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
8. Membuka kawasan industri strategis yang terintegrasi
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
9. Penguatan sektor industri berbasiskan endownment (SDA).
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
1.4 Infrastruktur 10. Pembangunan Jalan Tol Seroja
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
11. Pemantapan Supply Listrik dengan membangun pembangkit untuk pengembangan industri
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
12. Pembangunan Infrastruktur Air Bersih
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
13. Pengaturan dan Pengembangan Jaringan Gas untuk industri
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
2 PENGEMBANGAN Kabupaten
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 258
No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan
Sumber
Dana
Instansi
Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015
Bandung
2.1 Regulasi dan
Kelembagaan
14. Penetapan Kebijakan Pendukung Investasi yang berkelanjutan
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
15. Penguatan SDM APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
2.2 Tata Ruang 16. Pelaksanaan RTRW APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
17. Pengendalian RTRW APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
18. Optimalisasi pemanfaatan areal lahan
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
2.3 Sektor Produktif 19. Pembangunan Industri Downstream (peningkatan rantai nilai)
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
20. Pengembangan klaster industri
APBD
Kabupaten,
Kabupaten
Bandung,
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 259
No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan
Sumber
Dana
Instansi
Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015
Swasta Swasta
21. Penelitian dan pengembangan teknologi bagi industri pengolaan
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
22. Peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan rehabilitasi
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
23. Meningkatkan produk unik dan unggulan Kabupaten Bandung
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
3 PEMANTAPAN APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
3.1 Regulasi dan
Kelembagaan
24. Penetapan Kebijakan Pendukung Investasi yang berkelanjutan
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
25. Kerjasama lebih lanjut antar wilayah
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 260
No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan
Sumber
Dana
Instansi
Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015
26. Penguatan Kelembagaan
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
3.2 Tata Ruang 27. Pelaksanaan RTRWP
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
28. Pengendalian RTRWP
APBD
Kabupaten
Kabupaten
Bandung
3.3 Sektor Produktif 29. Pengembangan Kawasan AgroIndustri terpadu
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
30. Pengembangan Riset dan teknologi
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
31. Pengembangan industri berbasis endownment dan diindustri jasa
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
3.4 Infrastruktur 32. Pengembangan infrastruktur pendukung budidaya dan industri pengolahan berbasis
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 261
No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan
Sumber
Dana
Instansi
Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015
endownmwent
33. Pengembangan Jalan Lingkar Selatan Kabupaten Bandung
APBD
Kabupaten,
Swasta
Kabupaten
Bandung,
Swasta
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 262
BAB X KESIMPULAN DAN SARAN
Arah dan perkembangan ekonomi masyarakat diharapkan dapat sejalan antara
dinamika yang terjadi dengan serangkaian kebijakan/program yang digagas oleh
Pemerintah Kabupaten Bandung. Sinkronisasi antara kebutuhan pengembangan
secara riil dengan arah kebijakan yang ditempuh pemerintah diharapkan pada
akhirnya dapat memperkuat perkembangan ekonomi masyarakat Kabupaten
Bandung. Sinergisitas tersebut diharapkan mampu memberikan akselerasi
kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung dalam mencapai hasil dengan
percepatan yang lebih tinggi.
10.1 Kesimpulan
Kondisi makro ekonomi secara historis menunjukkan bahwa penurunan
tingkat produksi industri pengolahan terutama tekstil memiliki dampak
cukup besar terhadap perekonomian di Kabupaten Bandung. Selain itu,
sektor yang memiliki peranan cukup besar dalam membentuk PDRB
antara lain sektor perdagangan, hotel, dan pertanian. Laju Pertumbuhan
Ekonomi (LPE) Kabupaten Bandung dari pertumbuhan masing-masing
sektor ekonomi, sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami
pertumbuhan yang paling besar dibanding sektor ekonomi lainnya. Sektor
lain yang mengalami pertumbuhan cukup besar adalah sektor
pengangkutan dan komunikasi; pertambangan dan penggalian; serta
pertanian.
Dari kondisi kependudukan, persoalan mendasar yang ada hingga saat ini
adalah masih tingginya pertumbuhan jumlah penduduk dan relatif
tingginya dependency ratio yang menunjukkan masih tingginya
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 263
ketergantungan penduduk yang kurang produktif, sehingga kondisi
tersebut memunculkan banyak persoalan sosial ekonomi dalam rumah
tangga di Kabupaten Bandung.
Dari kondisi ketenagakerjaan, kesempatan kerja terbesar berada pada
lapangan usaha pertanian, disusul dengan lapangan usaha industri
pengolahan serta perdagangan, restoran dan hotel. Selanjutnya Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tenaga kerja perempuan relatif masih
rendah terutama jika memperhatikan masih tingginya tingkat
pengangguran angkatan kerja perempuan.
Dari kondisi pertanian, Kabupaten Bandung memiliki kondisi iklim, lahan
dan sumberdaya hayati yang sangat mendukung pengembangan usaha
aneka jenis komoditas pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan kehutanan. Kabupaten Bandung memiliki banyak
komoditi unggulan yang dihasilkan oleh masing-masing wilayah yaitu
stroberi, kopi, sapi perah dan produk turunannya.
Berdasarkan potensi perikanan, pengembangan sektor ini diarahkan di
Kecamatan Ibun, Majalaya, Ciparay, Pacet dan Bojongsoang dan
pemanfaatan/pengelolaan situ-situ di Kecamatan Pangalengan, Rancabali,
Ibun dan Kertasari. Sementara untuk pengembangan dan intensifikasi
difokuskan di Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Ciwidey, Pasirjambu,
Arjasari, Cikancung, Ibun, Pacet, Paseh dan Cimaung.
Sektor industri di Kabupaten Bandung mempunyai kontribusi besar
terhadap PDRB Kabupaten Bandung, terutama indutsri olahan yang
didominasi oleh peningkatan pertumbuhan pada industri kecil.
Dari kondisi investasi, sebagian besar investasi di Kabupaten Bandung
adalah investasi di sektor sekunder dan tersier, seperti di sektor industri
manufaktur dan sektor jasa perdagangan. Hal tersebut didukung oleh
kedekatan dengan pasar dengan jumlah penduduk sudah mencapai 3 juta
jiwa lebih. Faktor lain yang menjadi daya tarik adalah ketersediaan bahan
mentah yang cukup. Satu-satunya pertimbangan yang memungkinkan daya
saing investasi di Kabupaten Bandung ke depan akan mengalami persoalan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 264
adalah kesiapan lokasi. Kesiapan lokasi, terutama mengingat mulai
tingginya harga tanah dan tingginya tingkat persaingan penggunaan lahan.
Sektor perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) memiliki kontribusi
cukup signifikan terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten Bandung,
yaitu berkontribusi kedua paling besar setelah sektor perindustrian.
Dalam pengembangan sektor pariwisata, Kabupaten Bandung mempunyai
cukup banyak potensi dan sebagian besar merupakan wisata alam dan
agro.
Berdasarkan perhitungan sektor unggulan, sektor basis di Kabupaten
Bandung adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Namun yang
masih mendominasi adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusi
sektor sebesar 42,20% terhadap PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga merupakan sektor
yang cukup maju di Kabupaten Bandung. Adapun sektor pengangkutan
dan komunikasi, jasa-jasa, pertanian, listrik, gas dan air bersih dan sektor
bangunan dan konstruksi walaupun memiliki kontribusi yang tidak begitu
besar terhadap PDRB, namun mampu memberikan outputnya ke wilayah
lain.
PDRB sektoral Kabupaten Bandung telah mengalami perubahan atau
perkembangan. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen
pertumbuhan Provinsi Jawa Barat, bauran industri, dan keunggulan
kompetitif. Bauran industri memberikan pengaruh yang negatif bagi
perkembangan perekonomian Kabupaten Bandung. Nilai negatif
mengindikasikan bahwa komposisi sektor pada PDRB Kabupaten
Bandung cenderung mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh
relatif lambat. Sedangkan keunggulan kompetitif yang dihasilkan akan
menambah perkembangan perekonomian Kabupaten Bandung.
Dari segi interaksi ekonomi wilayah, sektor Industri merupakan sektor
pemberi input terbesar bagi semua sektor kecuali sektor Listrik, Gas dan
Air Bersih serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 265
Penerimaan input sektoral yang cukup besar tersebut menunjukkan adanya
keterkaitan antar sektor yang cukup besar pula.
Dari sisi pengaruh sektor ekonomi terhadap sektor ekonomi lainnya,
keterkaitan ke depan dan ke belakang terbesar dimiliki oleh sektor Industri
Pengolahan, hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor Industri
Pengolahan memiliki peran yang besar dalam menarik sektor lain untuk
berkembang, yaitu meminta output sektor lain sebagai input kegiatan
produksinya maupun menyediakan input bagi kegiatan produksi sektor
lain. Selain sektor Industri Pengolahan terdapat sektor lain yang
merupakan sektor unggulan di wilayah Kabupaten Bandung yaitu sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pertambangan dan Penggalian,
sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor Pengangkutan dan Komunikasi
serta sektor Bangunan.
Dalam arahan pengembangan sektor ekonomi produktif, terdapat tahapan
pengembangan sektor dalam lingkup provinsi dan tahapan kabupaten/kota
yang harus diperkuat dulu yang berupa sektor basis atau sektor unggulan
yang menjadi fundamental perekonomian dari tiap-tiap daerah tersebut.
Pada tahap selanjutnya adalah membangun infrastruktur yang menunjang
dalam pembentukan sebuah klaster tersebut, seperti pengembangan sektor
terkait dan sektor pendukung.
Pada sektor primer dimana pemanfaatan kekayaan alam secara langsung
sebagai sektor kunci. Arahan yang dilakukan dengan cara mengoptimalkan
sektor pertanian dan memperkecil ketergantungan terhadap sektor industri,
karena saat ini sektor industri di Kabupaten Bandung, didominasi oleh
Sektor Indutri TPT, maka perlu dikembangakan industri yang berbasis
kepada sektor pertanian. Dalam pengembangan klaster, perlu dibangun
sektor pendukung terkait dan sinergitas antar wilayah terdekat guna
memperoleh manfaat dari efisiensi biaya produksi.
Pada sektor sekunder dimana proses pengolahan dari sektor primer (bahan
baku) atau proses industrialsasi sebagai sektor kuncinya. Maka arahan
yang dilakukan adalah dengan cara memperpanjang rantai nilai produksi
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 266
yang berada di Kabupaten Bandung dengan mengembangkan metode
klaster industri. Dengan demikian, output yang dihasilkan dari Kabupaten
Bandung tidak hanya produk setengah jadi, melainkan produk jadi yang
siap di pasarkan baik pada skala lokal, regional maupun ekspor dengan
nilai tambah bagi Kabupaten Bandung menjadi lebih besar.
Pada sektor tersier (sektor perdagangan dan sektor pariwisata) atau
deindustrialisasi sebagai sektor kuncinya. Maka dalam arahan
pengembangannya ditandai dengan struktur perekonomian yang ada sudah
berubah, mulai dari tata kota yang semakin teratur, tingkat polutansi
sangat diperhitungkan, karena yang ditawarkan kepada masyarakat adalah
jasa pelayanan. Dalam arahan klaster, maka harus dibangun suatu kawasan
yang saling terintegrasi antara segala aspek-aspek pelayanan umum dan
perdagangan. Pada fase ini peran kestrategisan wilayah sangat berdampak
postitf pada perkembagannya, disamping dari tata kelola dari daerah
terebut.
Dalam analisis kebutuhan investasi dengan mengacu kepada hasil ICOR
dan total output di Kabupaten Bandung, maka diperoleh hasil kebutuhan
investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670 Kebutuhan investasi tersebut
telah memperhatikan kepada asumsi-asumsi yang telah ditetapkan, seperti
angka pengangguran yang ingin diturunkan dari total angka pengangguran
terakhir di Kabupaten Bandung. Sedangkan target pertumbuhan ekonomi
yang ingin dicapai, merupakan hasil dari pencapaian yang ingin diperoleh
dari tingkat pengangangguran yang ingin diturunkan.
Dalam analsis kebutuhan tenaga kerja dengan jumlah penduduk yang akan
diserap dengan nilai kebutuhan investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670,
diharapkan akan menyerap tenaga kerja sebanyak 130,451 orang. Tenaga
kerja yang akan diserap nantinya akan disesuaikan dengan strategi yang
akan dikembangkan guna mendukung pengembangan Kabupaten
Bandung.
Dalam tahapan pelaksanaan grand design ekonomi, diarahkan untuk
mendorong terbentuknya struktur ruang dengan karakteristik hirarki
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 267
fungsional yang bersifat lebih merata terutama ke daerah pengembangan
setiap kecamatan di kabupaten Bandung, yang didukung oleh jaringan
jalan dan prasarana yang proporsional. Pada skenario tahapan
pengembangan, diperlukan jangka waktu perencanaan yang sesuai dengan
waktu selama masa perencanaan. Kerangka waktu bagi pelaksanaan
program pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan hirarki
tingkat pelayanan untuk masing-masing sektor pembangunan.
Dari sisi kemampuan pemerintah dalam hal pembiayaan pembangunan,
perlu disusun alternatif sumber pendanaan yang ada tidak saja terbatas dari
APBN ataupun APBD, bahkan dari swasta dan masyarakat.
Dalam konsep pengembangan grand design ekonomi, konteks koordinasi
diserahkan kepada Bappeda bekerjasama dengan BKPM sebagai agen dan
koordinator dalam mengatur perekonomian dengan berkoordianasi dengan
instansi-instansi terkait. Selain itu dibutuhkan keterkaitan (linkage) dan
koordinasi antara aspek-aspek tersebut sebagai pemangku kepentingan
(stakeholder) dalam penanaman modal.
Perlu diantisipasi beberapa permasalahan yang muncul setelah dilakukan
pengidentifikasian sektor-sektor yang ditawarkan kepada para pelaku
penanaman modal, terutama kepada masyarakat (PMDN) dan swasta
(PMA dan PMDN) yang menunjukkan rendahya minat terhadap
penanaman modal untuk pengembangan sektor infrastruktur. Diantaranya
melalui skema Public-Private Partnership dengan pembagian yang
proporsional antara pihak pemerintah dan swasta.
Dari permasalahan tersebut, bila mengacu kepada konsep pertumbuhan
maka untuk konteks Kabupaten Bandung, konsep yang cocok untuk
dikembangkan adalah mengikuti pola Unbalanced Growth (Pertumbuhan
Tidak Berimbang), dimana fokus untuk pengembangan jangka pendek
lebih diprioritaskan kepada pembagunan sektor infrastruktur yang pada
akhirnya akan mendorong berkembangnya sektor produktif (Ship Follow
The Trade), kemudian untuk prioritas pada jangka menengah dan jangka
panjang proporsi untuk pengembangan sektor produktif lebih besar
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 268
dibandingkan sektor infrastruktur, sehingga pada jangka menengah dan
jangka panjang peran dari sektor swasta lebih besar dalam pengembangan
penanaman modal daripada peranan pemerintah, pada tahapan ini
pemerintah lebih bersifat sebagai regulator bukan sebagai pelaku dari
penanaman modal.
Dalam tahapan pelaksanaan grand design, tahapan awal jangka pendek
(2011 – 2015) yang merupakan tahapan konsolidasi dibutuhkan sinergitas
diantara para pemangku kepentingan (stakeholders) tersebut supaya terjadi
keterpaduan dalam perencanaan pengembangan penanaman modal di
Kabupaten Bandung. Selain itu perlu ditunjuknya koordinator dalam
penanaman modal, jika dilihat dari peran dan fungsinya, maka instansi
yang bertugas untuk mengkoordinir, yakni Bapppeda dan BKPMD sangat
cocok untuk dijadikan sebagai koordinator dalam penanaman modal, pada
akhirnya akan bertugas dalam melakukan koordinasi dengan instansi-
instansi terkait dan selalu berinteraksi dengan investor (penanam modal),
karena salah satu peran dari instansi tersebut adalah sebagai pembuka
pintu bagi masuknya investor yang akan menanamkan modalnya di
Kabupaten Bandung.
Pada jangka menengah (2015 – 2020) atau tahap pengembangan, proporsi
pengembangan investasi diarahkan kepada sektor produktif. Pola
pengembangan yang digunakan menggunakan pendekatan klaster industri,
karena dengan pola pengembangan tersebut diharapkan Kabupaten
Bandung akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar dari rantai nilai
produksi yang dihasilkan oleh industri produktif tersebut. sehingga upaya
yang dilakukan adalah membangun dan memperbanyak downstream
industry sebagai indutri penunjang dan terkait.
Pada jangka panjang (2020 – 2025) atau tahap pemantapan, diharapkan
sudah terbangunnya industri yang tangguh dengan pendekatan klaster
industri, selain itu sudah terbangunnya keterkaitan antar sektor dan antar
wilayah, kemudian pada tahapan ini sektor industri sudah melakukan
ekspansi pasar dan lebih berorientasikan ekspor.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 269
10.2 Saran
Dari hasil analisis sektoral, beberapa strategi yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Deregulasi kebijakan dan peraturan yang terkait dengan
penanaman modal (asing maupun dalam negeri)
2. Peningkatan pola kemitraan antara industri kecil dan menegah
dengan industry besar di sektor ekonomi yang lebih luas
3. Pengembangan dan pemberdayaan UKM pada sektor-sektor
dominan di Kabupaten Bandung.
4. Peningkatan kemampuan masyarakat yang bekerja pada sektor
dominan di Kabupaten Bandung.
5. Pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk guna menekan
tingginya dependency ratio.
6. Peningkatan kapasitas kemampuan penduduk produktif guna dapat
menopang lebih terhadap penduduk kurang produktif
7. Peninjauan kembali pengalihan fungsi lahan sesuai dengan
kebijakan RTRW Kabupaten Bandung.
8. Pemberdayaan tenaga kerja lokal dengan adanya penanaman modal
baru di Kabupaten Bandung (baik dari dalam negeri maupun asing)
9. Meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan calon tenaga kerja
agar memiliki keahlian sesuai dengan yang dispesifikan oleh
sektor-sektor unggulan di Kabupaten Bandung.
10. Meningkatkan permberdayaan sektor-sektor unggulan dengan
pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukkannya.
Dari analisis produk unggulan, beberapa strategi yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Pengembangan produk unggulan pada skala UKM dengan pola
pemanfaatan sumber daya alam secara optimal.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 270
2. Pengembangan produk unggulan berdasar pada keunggulan sumber
daya per area.
3. Pemasaran produk hortikultura dengan memanfaatkan potensi
pasar di kawasan Kota Bandung sebagai pasar terdekat dari
Kabupaten Bandung.
4. Pengembangan kawasan agropolitan dengan memberikan tawaran
investasi kepada swasta untuk turut serta membangun kawasan
unggulan per produk tertentu.
5. Peningkatan pemberdayaan penduduk lokal dalam
mengembangkan kawasan unggulan per produk.
6. Peningkatan kemampuan masyarakat lokal terhadap produk
unggulan di daerahnya.
7. Sosialisasi pemberian bantuan modal dari lemabaga keuangan bank
dan non bank kepada petani maupun pengusaha lokal.
8. Pembinaan terhadap petani dan pengusaha lokal khususnya dalam
pemasaran produk-produk unggulan setiap area.
9. Pemanfaatan produk-produk mentah hortikultura menjadi produk
setengah jadi maupun jadi yang dapat memberikan peningkatan
nilai tambah produk.
10. Peningkatan kemampuan penduduk lokal terhadap produk
unggulan daerahnya guna mengurangi pola urbanisasi.
11. Sinergitas industri besar dengan industri kecil dan menengah guna
memberikan dampak positif dari dominasi industry bersar dalam
perekonomian daerah.
12. Peningkatan kualitas hasil pertanian guna memenuhi standar
kelayakan produk pertanian.
13. Penindakan terhadap industri-industri yang memberikan
pencemaran lingkungan yang cukup tinggi
14. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan
produk unggulan daerahnya serta mengurangi permasalahan
urbanisasi
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 271
15. Peningkatan kemampuan SDM lokal dalam upayanya untuk
meningkatkan produktifitas
16. Sosialisasi bantuan permodalan serta pembinaan pemasaran
produk-produk unggulan.
17. Aksesibilitas dan informasi terhadap pasar masih rendah
18. Kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan
19. Produk olahan hortikultura belum banyak berkembang sehingga
nilai tambah produk masih terbatas, produktivitas, kualitas dan
diversifikasi produk belum optimal, sehingga kurang memiliki
daya saing.
20. Peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan
khususnya dalam turut serta mengawasi pencemaran
lingkungannya.
Dari analisis kewilayahan, beberapa strategi yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Penawaran kerja sama pembangunan sarana dan prasarana bagi
swasta di Kabupaten Bandung
2. Deregulasi kebijakan investasi di Kabupaten Bandung
3. Peningkatan penyaluran kredit produktif bagi industry kecil dan
menengah
4. Peningkatan distribusi/penyebaran pembangunan infrastruktur di
wilayah Kabupaten Bandung
5. Peningkatan efisiennya pembangunan sarana dan prasarana
6. Penawaran kerjasama dengan swasta dalam pembangunan sarana
dan prasarana pendukung wilayah yang saat ini masih kurang
memadai.
7. Peningkatan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan
terhadap lahan
8. Peningkatan pembangunan wilayah pedesaan
9. Penertiban pembagunan pada lahan yang tidak sesuai peruntukan
dan polanya.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 272
10. Peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana tanah
longsor dengan tetap mempertahankan kaidah pembangunan yang
ramah lingkungan.
11. Penertiban dan peninjauan kembali alih fungsi lahan yang tidak
sesuai dengan kaidah ramah lingkungan.
12. Penertiban dan sosialisasi perijinan terkait dengan pembangunan
baik pada sekal kecil maupun besar.
13. Penertiban terhadap industri-industri yang melakukan pencemaran
lingkungan
14. Penawaran kerjasama dengan pihak swasta terkait dengan
penanganan sampah agar tidak memiliki ketergantungan yang
tinggi terhadap penampungan akhir sampah.
15. Pembangunan infrastruktur di wilayah tidak saja memperhatikan
distribus penyebaran namun juga tetap memperhatikan kaidah
ramah lingkungan.
16. Pembangunan sarana dan prasarana pendukung wilayah sesuai
dengan fungsi lahannya.
17. Peningkaan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan
terhadap lahan masih lemah
18. Pemberian batas yang jelas antara kawasan perkotaan dan
perdesaan
Dari sisi evaluasi kebijakan dan program, terdapat beberapa permasalahan
yang harus mendapat prioritas evaluasi, diantaranya sebagai berikut:
o Belum meratanya kualitas sumber daya manusia pada
Pemerintahan, terutama pada unit kerja yang melaksanakan
pelayanan kepada masyarakat.
o Masih adanya pandangan negatif akan kinerja yang dilakukan
pemerintah, hal ini terjadi karena adanya ketidakkonsistenan baik
dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan.
Selain itu belum adanya penertiban dan penegakan hukum terhadap
pelanggar hukum.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 273
o Belum adanya standar prosedur terpadu dalam menghadapi
permasalahan yang mendesak seperti: bencana, ketertiban dan
pelayanan kepada masyarakat.
Terkait dengan kebijakan yang telah digulirkan oleh pemerintah
Kabupaten Bandung, maka pencapaian kebijakan dan program pemerintah
terkait pengembangan ekonomi masyarakat diupayakan mengacu kepada
beberapa target:
o Perencanaan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan
masyarakat, sehingga akselerasi hasil Musrenbang dapat terefleksi
dalam kebijakan dan program pemerintah.
o Pelaksanaan program diupayakan bersifat tematik dan berorientasi
pada hasil/pencapaian. Orientasi tersebut akan memudahkan dalam
melakukan evaluasi dan memperkuat intensitas kebijakan (strategi
dan pembiayaan) ke depan.
o Terhadap upaya pengentasan kemiskinan mendapat prioritas
penting karena dapat menyebabkan kemampuan masyarakat
berkurang dalam mengakses pelayanan dasar. Kemiskinan
mempunyai sifat menurun sehingga perlu memotong jalur
regenerasi kemiskinan.
o Sistem pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan dari pola
bantuan ke sistem perguliran yang bertanggung jawab.
Pengembangan lembaga mikro terutama terkait dengan
pemberdayaan komunitas dan pemuda dalam melakukan inovasi
dan revitalisasi sistem keuangan mikro, sehingga dapat diterima
dan diadaptasi secara mudah dan mandiri oleh masyarakat miskin
dan tidak bermodal.
o Pengembangan sistem pertanian terpadu di perdesaan dan industri
kecil terpadu di perkotaan diharapkan mampu menjadi sistem yang
dapat melindungi masyarakat lemah.
o Sarana dan prasarana dasar wilayah merupakan unsur penunjang
utama dalam mendukung terciptanya tingkat keberhasilan
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 274
pembangunan. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur akan
mempengaruhi tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli
masyarakat. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur seperti
jalan, jembatan, penyediaan air baku serta air bersih merupakan
kebutuhan yang dapat dirasakan manfaat dan akibatnya secara
langsung oleh masyarakat. Infrastruktur harus dapat menjadi
katalisator pencapaian pembangunan pada bidang lainnya terutama
perwujudan infrastruktur strategis dan sistem yang dapat diadopsi
dalam rangka pemerataan pembangunan bidang infrastruktur.
Pembangunan Jalan tol, jalan lingkar, jalan poros/penghubung
utama diharapkan menjadi faktor yang dapat memecahkan
permasalahan yang ada. Pemenuhan kebutuhan air besih untuk
permukiman perlu terus ditingkatkan, demikian pula dalam
penyediaan air baku. Di sisi lain, diperlukan peningkatan
kemampuan pengendalian dan pengawasan pembangunan
infrastruktur terutama melaui perizinan yang konsisten dan
mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku baik pada
tingkat pusat maupun daerah.
o Terkait produk unggulan daerah, penerapan prinsip-prinsip
efisiensi, efektivitas usaha, penerapan sistem kemasan, standarisasi
produk serta sertifikasi secara kolektif. Diversifikasi produk dan
penciptaan produk unggulan melalui penciptaan industri kreatif
diharapkan dapat menjadi pendorong iklim usaha yang tahan
terhadap krisis.
Beberapa isu penting dan strategis yang perlu mendapatkan perhatian
khusus pemerintah saat ini antara lain:
o Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi yang disebabkan oleh
tingginya tingkat pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan dan
tingginya LPP.
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 275
o Koordinasi, integrasi, simplikasi, sinkronisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dan belum optimalnya aplikasi
konsep pembangunan partisipatif.
o Kualitas pelayanan publik belum optimal disebabkan antara lain
oleh terbatasnya kualitas sumberdaya manusia aparatur, kinerja
birokrasi, SPM, dan sarana prasarana yang belum memadai.
o Masih rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang kota, seperti
terminal, pasar dan sistim transportasi sehingga menyebabkan
kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas.
o Menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan ditandai dengan
meningkatnya pencemaran air dan udara serta masalah lingkungan
lainnya seperti banjir dan longsor, yang disebabkan oleh rendahnya
kesadaran, perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan, aktivitas
pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, rendahnya
efektivitas penataan ruang dan lemahnya pengawasan dan
pengendalian.
o Rendahnya kinerja pembangunan desa disebabkan kualitas SDM,
sarana infrastruktur perdesaan, pemanfaatan ruang kawasan
pedesaan, lemahnya kelembagaan desa dan belum teralokasikannya
sumber keuangan desa secara memadai.
Formulasi isu 2011 – 2015 dengan memperhatikan kondisi eksis dan isu
strategis dokumen perencanaan antara lain:
o Penataan Pasar Modern
o Pengembangan Produk Unggulan Daerah
o Wirausaha Daerah
o Peningkatan Infrastruktur
o Pengembangan Pusat Perdagangan
o Pengembangan Investasi Langsung
o Pemanfaatan Ruang
o Peningkatan Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat
o Peningkatan Taraf Kesejahteraan Petani
Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 276
o Akses Terhadap Sumber Permodalan
o Jejaring Informasi Peranserta Masyarakat
o Konetivitas Sektor Parwisata Dengan Produk Daerah
o Pengembangan Pelatihan Masyarakat
o Pengembangan Teknologi Daerah
o Perlindungan Kawasan Budidaya Pertanian
o Konektivitas Sektor Usaha Terhadap Pengembangan Ekonomi
Masyarakat
Adapun prayarat pengembangan ekonomi masyarakat antara lain:
o Perubahan mindset
o Peningkatan mutu modal manusia
o Pembiayaan pembangunan
o Anggaran dan kekayaan daerah
o Transformasi sektor yang berkualitas
o Jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan
o Ketahanan pangan dan air
o Ketahanan energi
o Reformasi birokrasi