3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahkan sering kali merupakan kecelakaan massal (mass disaster). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajat, 2003). Luka bakar merupakan penyebab trauma yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Insiden luka bakar di dunia berkisar lebih dari 800 kasus per satu juta jiwa tiap tahunnya dan penyebab kematian tertinggi kedua akibat trauma setelah kecelakaan lalu lintas (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2004). Berdasarkan data American Burn Association (ABA) pada tahun 2002, diperkirakan lebih dari 1,1 juta orang menderita luka bakar tiap tahunnya di Amerika Serikat, dengan 50.000 kasus perlu dirawat di rumah sakit dan lebih dari 4500 diantaranya meninggal karena komplikasi dari luka bakar (Klingensmith, 2008). Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 38,59% (2001) di RSCM dan 26,41% (2000) di RS Dr. Soetomo. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka bakar dibagi menjadi fase akut, fase subakut dan fase lanjut. Pada fase akut dapat terjadi cedera inhalasi serta gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik. Pada fase subakut berlangsung setelah syok berakhir yang

BAB I Referat

  • Upload
    kaysa3

  • View
    218

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Luka Bakar

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangLuka bakar merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahkan sering kali merupakan kecelakaan massal (mass disaster). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajat, 2003). Luka bakar merupakan penyebab trauma yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Insiden luka bakar di dunia berkisar lebih dari 800 kasus per satu juta jiwa tiap tahunnya dan penyebab kematian tertinggi kedua akibat trauma setelah kecelakaan lalu lintas (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2004).Berdasarkan data American Burn Association (ABA) pada tahun 2002, diperkirakan lebih dari 1,1 juta orang menderita luka bakar tiap tahunnya di Amerika Serikat, dengan 50.000 kasus perlu dirawat di rumah sakit dan lebih dari 4500 diantaranya meninggal karena komplikasi dari luka bakar (Klingensmith, 2008). Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 38,59% (2001) di RSCM dan 26,41% (2000) di RS Dr. Soetomo.Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka bakar dibagi menjadi fase akut, fase subakut dan fase lanjut. Pada fase akut dapat terjadi cedera inhalasi serta gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik. Pada fase subakut berlangsung setelah syok berakhir yang ditandai dengan keadaan hipermetabolisme, infeksi hingga sepsis serta inflamasi dalam bentuk SIRS (Systemic Inflammatory Respon Syndrome). Fase lanjut berlangsung setelah fase subakut hingga pasien sembuh. Penyulit pada fase ini adalah parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur (Sjamsuhidayat, 2007).Pada kasus luka bakar fase akut dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi syok, ketidak seimbangan cairan elektrolit (inbalance elektrolit) dan masalah distress pernafasan. Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar juga dapat menyebabkan distress emosional (trauma) dan psikologis yang berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka dikemudian hari (Donna, 1991).Pasien luka bakar memerlukan resusitasi cairan dengan volume yang adekuat segera pada fase akut. Tujuan dari resusitasi adalah untuk tetap menjaga perfusi jaringan dan meminimalkan edema interstitial. Resusitasi cairan yang inadekuat menyebabkan berjalannya proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya, bila terjadi kelebihan pemberian cairan (overload), sementara sirkulasi dan perfusi belum berjalan normal, atau pada kondisi syok, cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru.Penanganan pasien luka bakar dengan masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit diharapkan sebelumnya mengetahui perkiraan kehilangan cairan dan elektrolit yang kemudian dilanjutkan dengan mengatur intake cairan dan elektrolit. Diharapkan setelah dilakukan penanganan akan terjadi intake dan output dalam batas normal, elektrolit serum dalam batas normal serta vital sign dalam batas normal. B. Tujuan Referat ini bertujuan untuk membahas perawatan luka bakar fase akut, sehingga diketahui:a. Prosedur penegakan diagnosis luka bakar yang benar.b. Manajemen perawatan luka bakar fase akut.

C. Manfaat Penulisan referat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda mengenai luka bakar dalam hal pelaksanaan anamnesa dan diagnosis serta melakukan perawatan yang benar dan tepat.