26
BAB I KONSEP MEDIS A. DEFINISI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Aslinar, 2010). B. ELEKTROFISIOLOGI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran rangsang. 1. Gangguan pembentukan rangsang Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti). a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan fenomena reentry. b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai pada waktu 1

Bab i Takikardi Supraventrikel

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab i Takikardi Supraventrikel

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai

dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara

150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem

konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai

kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan

gagal jantung (Aslinar, 2010).

B. ELEKTROFISIOLOGI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan

pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta

penghantaran rangsang.

1. Gangguan pembentukan rangsang

Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang

terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali

menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering

menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).

a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan

fenomena reentry.

b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau

belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian

jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara

otomatis untuk mengeluarkan rangsangan instrinsik yang memacu jantung

berkontraksi.

c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan

kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang

melebihi keadaan normal.

d. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional

(blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah

lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami

blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan

1

Page 2: Bab i Takikardi Supraventrikel

rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-

ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan

keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.

2. Gangguan konduksi

Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran

(konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut

mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard

yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini

dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA

atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada

percabangan purkinye dalam miokard.

3. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan

Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan

rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.

C. KLASIFIKASI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:

1) Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)

Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati.

Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena

pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada

takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang “p” yang agak berbeda

dengan gelombang p pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval

PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras

abnormal (jaras tambahan).

2) Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)

Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic,

konduksi antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan

konduksi retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang

tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan

gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis

yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan

konduksi retrograd terjadi pada jaras his-purkinye. Kelainan pada EKG yang

2

Page 3: Bab i Takikardi Supraventrikel

tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p

yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah kompleks QRS.

3) Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)

Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan

mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit

tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad

terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat

(fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic.

Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit

dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan

terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p tersebut terbenam

di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan

konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-

slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan

kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang

cukup jauh setelah komplek QRS.

D. PENYEBAB TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien.

Tipe idiopatik ini biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.

2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi

hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu

sindrom dengan interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang

disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras

tambahan.

3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)

E. TANDA DAN GEJALA TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit

nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat,

sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun

berat.

Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan

pupil.

3

Page 4: Bab i Takikardi Supraventrikel

2. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,

gelisah.

3. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas

tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi

pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena

tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

4. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis

siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.

F. PATOFISIOLOGI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme

terjadinya takikardi supraventrikular yaitu Otomatisasi (automaticity) dan Reentry.

Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang

mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-

V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi

sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh

takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan

sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering

berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia,

hipomagnesemia, dan asidosis. Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai

penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan

elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah Adanya dua jalur

konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga

membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus

memiliki blok searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang

tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi

yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara

retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.

G. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan segera

a. Pemberian adenosin.

Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik

negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan

4

Page 5: Bab i Takikardi Supraventrikel

berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik

sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah

(sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit.

Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan

memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek

yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.

Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi

TSV karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya

dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus

intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 µg/kg dan

dinaikkan 50 µ/kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 µ/kg). Dosis

yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada sebagian pasien

diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.

Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing,

dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan

disfungsi sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian

obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium

channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan

bronkokonstriksi pada pasien asma.

b. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif.

Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada

konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV.

Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan.

c. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada

anak. Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan

sebaiknya dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom

karena ada risiko percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi

dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif. Penelitian oleh Wren

dkk tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif dengan

digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh

inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus.

d. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung

kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia,

dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan

5

Page 6: Bab i Takikardi Supraventrikel

kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup

efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak

gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat

memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan

digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah

kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi

ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila

DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan

invasif.

e. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat

digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama

adalah sebesar ½ dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan

¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.

f. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa

digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa

dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat

meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi

dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine)

sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek

vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan

propanolol. Metode ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF

karena dapat meningkatkan afterload sehingga merugikan pada bayi

dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam

200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan pengawasan doketr

terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-170

mmHg.

g. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide

dan sotalol untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari

1 tahun. Flecainide dan sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman

dan efektif untuk mengontrol TSV yang refrakter.

h. Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif

pada 55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga

berhasil pada 71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan

propanolol. Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga

6

Page 7: Bab i Takikardi Supraventrikel

amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena

hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan

amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3

bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam

memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.

2. Penanganan Jangka Panjang

Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang

TSV. Di antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih

sepertiganya akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien

dengan takikardi atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan

gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan

penting untuk pengobatan.

Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena

umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis

ringan dan serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi.

Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan simptomatik akan membutuhkan

obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun

pertama kehidupan. Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya

diberikan terapi propanolol jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan

takikardi resisten digunakan procainamid, quinidin, flecainide, propafenone,

sotalol dan amiodarone.

Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun,

radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang

menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak

mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya

kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dilakukan pada usia 2

sampai 5 tahun bila TSV refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi

efek samping obat pada pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun

sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang refrakter dan

mengancam kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace maker atau ablasi

pembedahan.

7

Page 8: Bab i Takikardi Supraventrikel

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan

tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.

2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk

menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di

rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu

jantung/efek obat antidisritmia.

3. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan

dengan disfungsi ventrikel atau katup.

4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard

yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding

dan kemampuan pompa.

5. Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang

menyebabkan disritmia.

6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat

mnenyebabkan disritmia.

7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat

jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.

8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat

menyebabkan.meningkatkan disritmia.

9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh

endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.

10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi

disritmia.

8

Page 9: Bab i Takikardi Supraventrikel

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian primer :

a. Airway

Apakah ada peningkatan sekret ?

Adakah suara nafas : krekels ?

b. Breathing

Adakah distress pernafasan ?

Adakah hipoksemia berat ?

Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?

Apakah ada bunyi whezing ?

c. Circulation

Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?

Apakah ada takikardi ?

Apakah ada takipnoe ?

Apakah haluaran urin menurun ?

Apakah terjadi penurunan TD ?

Bagaimana kapilery refill ?

Apakah ada sianosis ?

2. Pengkajian sekunder

a. Riwayat penyakit

1) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi

2) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup

jantung, hipertensi

3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya

kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi

4) Kondisi psikososial

b. Pengkajian fisik

1) Aktivitas : kelelahan umum

2) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak

teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut

menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,

9

Page 10: Bab i Takikardi Supraventrikel

berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun

berat.

3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,

menolak,marah, gelisah, menangis.

4) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap

makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban

kulit

5) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,

letargi, perubahan pupil.

6) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang

atau tidak dengan obat antiangina, gelisah

7) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan

kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,

mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada

gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik

pulmonal; hemoptisis.

8) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,

edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.

B.DIAGNOSA DAN INTERVENSI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung,

perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard.

Tujuan: Penuruanan curah jantung teratasi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:

Pasien tidak mengeluh pusing

Pasien tidak mengeluh sesak

EKG normal

Kulit elastis BB normal

C/axilaSuhu: 36-37

Pernapasan 12-21x/mnt

Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

Nadi 60-100x/mnt

Intervensi :

10

Page 11: Bab i Takikardi Supraventrikel

1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.

R/mengetahui keadaan pasien.

2) Monitor bunyi napas, bunyi jantung

R/mengetahui perubaha napas /bunyi jantung.

3) Monitor edema

R/mengetahui keadaan pasien .

4) Batasi garam sesuai program

R/menghindari penimbunan cairan .

5) Anjurkan untuk bed rest

R/mempercepat pemulihan kondisi.

6) Beri posisi semi fowler

R/memenuhi kebutuhan oksigen.

7) Kolaborasi/lanjutkan program EKG

R/mengetahui kelainan jantung

8) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

R/mencukupi kebutuhan oksigen

9) Kolaborasi/lanjutkan terapi obat

R/mempercepat proses penyembuhan.

2. Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri

terhambat.

Tujuan : Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24jam dengan kriteria hasil :

Pasien tidak mengeluh pusing

Pasien tidak mengeluh sesak napas

Pernapasan 12-21x/mnt

Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

Nadi 60-100x/mnt

CRT : <3 detik

Intervensi:

1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi

R/mengetahui kondisi pasien

11

Page 12: Bab i Takikardi Supraventrikel

2) Monitor capillary refill time

R/mengetahui status keadaan pasien

3) Monitor kemampuan aktivitas pasien

R/mengetahui kemampuan pasien

4) Anjurkan untuk cukup istirahat

R/mempercepat pemulihan kondisi

5) Beri posisi semi fowler

R/memenuhi kebutuhan oksigen

6) Bantu aktivitas pasien secara bertahap

R/mengurangi beban kerja pasien

7) Cegah fleksi tungkai

R/menghindari penurunan staus kesadaran pasien

8) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

R/mencukupi kebutuhan pasien

9) Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet

R/mempercepat pemulihan kondisi

10) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

R/mencukupi kebutuhan oksigen

11) Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi

R/mempercepat pemulihan kondisi pasien

12) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi

R/mempercepat proses penyembuhan

3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas, sekresi

di bronkus, eksudat di alveoli, sekresi yang tertahan, benda asing di jalan napas.

Tujuan: Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil :

Pasien tidak mengeluh sesak

Pernapasan 12-21x/mnt

Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

Nadi 60-100x/mnt

Tidak ada buyi napas tambahan

Intervensi :

12

Page 13: Bab i Takikardi Supraventrikel

1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi

R/mengetahui keadaan pasien

2) Kaji fungsi pernapasan: frekuensi, bunyi, irama, jenis

R/mengetahui pola napas pasien

3) Beri posisi semi fowler

R/memenuhi kebutuhan oksigen

4) Suction bila perlu

R/membersihkan jalan napas

5) Ajarkan teknik batuk efektif

R/mengeluarkan sekret yang tertahan

6) Anjurkan minum air hangat

R/mengurangi sekret

7) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

R/mencukupi kebutuhan oksigen

8) Kolaborasi/lanjutkan pemberian mukolitik; nama, dosis, waktu, cara,

indikasi

R/mengurangi sekret

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.

Tujuan : Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24

jam dengan kriteria hasil :

Pasien tidak mengeluh nyeri

Pasein tidak mengeluh sesak

Pernapasan 12-21x/mnt

Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

Nadi 60-100x/mnt

Intervensi :

1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi

R/mengetahui kondisi pasien

2) Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?

R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan

3) Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam

R/mengurangi rasa nyeri

13

Page 14: Bab i Takikardi Supraventrikel

4) Beri posisi nyaman

R/untuk mengurangi rasa nyeri

5) Beri posisi semifowler

R/memenuhi kebutuhan oksigen

6) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

R/memenuhi kebutuhan pasien

7) Anjurkan untuk cukup istirahat

R/mempercepat proses penyembuhan

8) Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara,

indikasi

R/mengurangi rasa nyeri

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar

dengan sumber informasi.

Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x45 menit dengan kriteria hasil :

Pasien bisa menjelaskan pengertian

Bisa menyebutkan penyebab

Bisa menyebutkan tanda dan gejala

Bisa menyebutkan perawatan

Bisa menyebutkan pencegahan

Intervensi :

1) Kontrak waktu, tempat, dan topik dengan pasien

R/menetapkan waktu, tempat, dan topik untuk pendidikan kesehatan

2) Berikan pendidikan kesehatan

R/meningkatkan pengetahuan pasien

3) Evaluasi pengetahuan pasien

R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan

4) Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam

pendidikan kesehatan

R/mengingatkan kembali pada pasien

14

Page 15: Bab i Takikardi Supraventrikel

6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas,

kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.

Tujuan : pola napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24jam dengan kriteria hasil :

Pasien tidak mengeluh pusing

Pasien tidak mengeluh sesak napas

Pernapasan 12-21x/mnt

Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

Nadi 60-100x/mnt

CRT : <3 detik

Intervensi :

1) Ukur tanda-tanda vital : Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi

R/mengetahui keadaan pasien

2) Monitor kemampuan aktivitas pasien

R/mengetahui kemampuan pasien

3) Anjurkan untuk bedrest

R/mempercepat pemulihan kondisi

4) Beri posisi semifowler

R/mencukupi kebutuhan oksigen

5) Bantu aktivitas pasien secara bertahap

R/mengurangi beban kerja pasien

6) Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet

R/mempercepat pemulihan kondisi

7) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

R/mencukupi kebutuhan oksigen

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen.

Tujuan : Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24jam dengan kriteria hasil :

Pasien tidak mengeluh lemas

Pasien tidak mengeluh pusing

15

Page 16: Bab i Takikardi Supraventrikel

Pasien tidak mengeluh sesak napas

Pernapasan 12-21x/mnt

Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

Nadi 60-100x/mnt

CRT : <3 detik

Intervensi :

1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.

R/mengetahui keadaan pasien

2) Monitor kemampuan aktivitas pasien

R/mengetahui kemampuan pasien

3) Anjurkan untuk cukup istirahat

R/mempercepat pemulihan kondisi

4) Beri posisi semi fowler

R/memenuhi kebutuhan oksigen

5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

R/mencukupi kebutuhan pasien

6) Bantu aktivitas pasien secara bertahap

R/mengurangi bebar kerja pasien

7) Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet

R/mempercepat pemulihan kondisi

8) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

R/mencukupi kebutuhan oksigen

9) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, rute

R/mempercepat penyembuhan

8. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur

invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.

Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan

selama 2x24jam dengan kriteria hasil :

Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan

Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb)

16

Page 17: Bab i Takikardi Supraventrikel

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda peradangan

R/untuk melihat tanda-tanda peradangan

2) Monitor pemeriksaan Laboratorium darah

R/untuk melihat kandungan darah

3) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

R/untuk menghindari inos

4) Anjurkan untuk bed rest

R/mempercepat pemulihan kondisi

5) Batasi pengunjung

R/untuk mencegah inos

6) Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril

R/mencegah infeksi

7) Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C

R/untuk membantu proses penyembuhan luka

8) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara

R/mempercepat penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

Hudak, C.M, Gallo B.M. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta :

EGC.1997

17

Page 18: Bab i Takikardi Supraventrikel

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit.

Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta :

EGC ; 1994.

Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;

1996

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk.

Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I

Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta

: Balai Penerbit FKUI ; 2001

18