Upload
iip-sanes-saepudin
View
101
Download
45
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan Matra merupakan upaya kesehatan khusus yang
diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam
lingkungan matra yang serba berubah secara bermakna.
Keperawatan merupakan Suatu bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual
yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga, masyarakat,
baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.
Keperawatan dalam konteks kesehatan matra/ kesehatan lapangan,
merupakan bentuk khusus pelayanan keperawatan yang difokuskan kepada
penanganan masalah keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga,
masyarakat, serta muncul sebagai akibat lingkungan matra yang serba berubah
secara bermakna
B. TUJUAN PENULISAN1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan penanggulangan
bencana dan management dalam bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep biomekanikal
trauma yang mengakibatkan luka, fraktur, ruptur pembuluh darah dan
tendon.
b. Untuk mengetahui tentang resiko gangguna fungsi vital dan ancaman
kematian yang dapat terjadi pada korban bencana.
c. Untuk mengetahui langkah initial assessement pada korban bencana.
d. Agar mahasiswa mampu memberikan penanganan korban di
lapangan.
e. Untuk mengetahui reevaluasi korban setelah dilakukan penanganan.
f. Untuk mengetahui rencana evakuasi dan hospitalisasi
g. Agar mahasiswa dapat menganalisis penyebab bencana dan
dampaknya terhadap kehidupan individu/korban bencana.
h. Untuk dapat mengidentifikasi antemortem dan post mortem.
C. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh bahan atau sumber-
sumber pembahasan dari berbagai media yang ada, antara lain seperti internet,
Jurnal dan beberapa literatur yang ada. Kemudian kami saling
menghubungkan satu sama lain dalam pembahasan sehingga menjadi
karangan lengkap, objektif dan akurat.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Pada penyajian makalah ini akan kami sajikan terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan
2. Bab II yaitu pembahasan mengenai Tinjauan Teori dan pembahasan kasus
simuasi penanggulangan bencana.
3. Bab III Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR
1. Biomekanikal trauma yang mengakibatkan luka, fraktur, ruptur pembuluh
darah dan tendon.
a. Definisi Biomekanik
Menurut Kamus Kesehatan (2010), biomekanik adalah
penggunaan kekuatan mekanik pada organisme hidup
dan penyelidikan efek interaksi-interaksi kekuatan tubuh atau
sistem; termasuk kekuatan yang timbul dari dalam dan luar.
Pate dkk (1984) mengemukakan bahwa; ”biomekanika adalah
suatu subdisiplin ilmu yang berhubungan dengan aplikasi dari prinsip-
prinsip ilmu fisika yang mempelajari gerak pada setiap bagian dari
tubuh manusia (Pate, 1984).
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi
sistem biologi dengan menggunakan pengetahuan dan metode
makanika (Hatze, 2005).
Biomekanik trauma adalah proses/mekanisme kejadian
kecelakaan pada saat sebelum, saat dan sesudah kejadian (BTLS,
2011).
b. Fungsi Biomekanik
Keuntungan mempelajari biomekanik adalah dapat
memprediksi kemungkinan bagian tubuh atau organ yang terkena
cedera. Pengetahuan akan biomekanik trauma penting karena akan
membentu dalam mengerti akibat yang ditimbulkan trauma dan
waspada terhadap jenis perlukaan tertentu.
Biomekanika trauma penting dipelajari karena akan membantu
dalam :
1) Akibat yang ditimbulkan trauma
2) Waspada terhadap jenis perlukaan yang diakibatkan trauma.
c. Klasifikasi Trauma
Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
tumpul, tembus, termal dan ledakan (Blast Injury). Pada semua kasus
diatas terjadi pemindahan energi (Transfer energy) kejaringan, atau
dalam kasus trauma thermal terjadi perpindahan energi (panas /dingin)
kejaringan.
Pemindahan energi (transfer energy) digambarkan sebagai
suatu gelombang kejut yang bergerak dengan kecepatan yang
bervariasi melalui media yang berbeda-beda. Teori ini berlaku untuk
semua jenis gelombang seperti gelombang suara, gelombang tekanan
arterial, seperti contoh shock wave yang dihasilkan pada hati atau
korteks tulang pada saat terjadi benturan dengan suatu objek yang
menghasilkan pemindahan energi. Apabila energi yang dihasilkan
melebihi batas toleransi jaringan, maka akan terjadi disrupsi jaringan
dan terjadi suatu trauma.
1) Trauma Tumpul
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan
lalu lintas. Namun, pada kasus ini yang terjadi adalah kecelakaan
pesawat yang menabrak gedung FIKES di kampus UPNVJ Limo,
maka penderita yang berada didalam pesawat akan mengalami
beberapa benturan (collision) berturut-turut sebagai berikut :
a) Primary Collision
Terjadi pada saat pesawat baru menabrak, dan penderita masih
berada pada posisi masing-masing. Tabrakan dapat terjadi
dengan cara :
a. Tabrakan depan (frontal)
b. Tabrakan samping (T-Bone)
c. Tabrakan dari belakang
d. Terbalik (roll over)
b) Secondary Collision
Setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam
pesawat. Perlukaan yang mungkin timbul akibat benturan akan
sangat tergantung dari arah tabrakan.
c) Tertiary Collision
Setelah penderita menabrak bagian dalam pesawat, organ yang
berada dalam rongga tubuh akan melaju kearah depan dan
mungkin akan mengalami perlukaan langsung ataupun terlepas
(robek) dari alat pengikatnya dalam rongga tubuh tersebut.
d) Subsidary Collision
Kejadian berikutnya adalah kemungkinan penumpang pesawat
yang mengalami tabrakan terpental kedepan atau keluar dari
mobil. Selain itu barang- barang yang berada dalam mobil
turut terpentan dan menambah cedera pada penderita.
2) Trauma ledakan (Blast Injury)
Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari
suatu bahan dengan volume yang relatif kecil, baik padat, cairan atau
gas, menjadi produk-produk gas. Produk gas ini yang secara cepat
berkembang dan menempati suatu volume yang jauh lebih besar dari
pada volume bahan aslinya. Bilamana tidak ada rintangan,
pengembangan gas yang cepat ini akan menghasilkan suatu
gelombang tekanan (shock wave). Trauma ledakan dapat
diklasifikasikan dalam 3 mekanisme kejadian trauma yaitu primer,
sekunder dan tersier.
a) Trauma ledak primer
Merupakan hasil dari efek langsung gelombang tekanan dan
paling peka terhadap organ – organ yang berisi gas. Membrana
timpani adalah yang paling peka terhadap efek primer ledak dan
mungkin mengalami ruptur bila tekanan melampaui 2 atmosfir.
Jaringan paru akan menunjukan suatu kontusi, edema dan
rupture yang dapat menghasilkan pneumothoraks.
Ruptur alveoli dan vena pulmonaris dapat menyebabkan emboli
udara dan kemudian kematian mendadak. Pendarahan intraokuler
dan ablasio retina merupakan manifestasi okuler yang biasa terjadi,
demikian juga ruptur intestinal.
b) Trauma ledak sekunder
Merupakan hasil dari objek-objek yang melayang dan kemudian
menmbentur orang disekitarnya.
c) Trauma ledak tersier
Terjadi bila orang disekitar ledakan terlempar dan kemudian
membentur suatu objek atau tanah. Trauma ledak sekuder dan
tertier dapat mengakibatkan trauma baik tembus maupun tumpul
secara bersamaan.
3) Trauma Tembus (Penetrating Injury)
a) Senjata dengan energi rendah (Low Energy)
Contoh senjata dengan energi rendah adalah pisau dan alat
pemecah es. Alat ini menyebabkan kerusakan hanya karena ujung
tajamnya. Karena energi rendah, biasanya hanya sedikit
menyebabkan cidera sekunder. Cedera pada penderita dapat
diperkirakan dengan mengikuti alur senjata pada tubuh. Pada luka
tusuk, wanita mempunyai kebiasaan menusuk kebawah, sedangkan
pria menusuk keatas karena kebiasaan mengepal.
Saat menilai penderita dengan luka tusuk, jangan diabaikan
kemungkinan luka tusuk multipel. Inspeksi dapat dilakukan
dilokasi, dalam perjalanan ke rumah sakit atai saat tiba di rumah
sakit, tergantung pada keadaan disekitar lokasi dan kondisi pasien.
b) Senjata dengan energi menengah dan tinggi (medium and high
energy)
Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol,
sedangkan senjata dengan energi tinggi seperti senjata militer dan
senjata untuk berburu. Semakin banyak jumlah mesiu, maka akan
semakin meningkat kecepatan peluru dan energi kinetiknya.
Kerusakan jaringan tidak hanya daerah yang dilalui peluru tetapi
juga pada daerah disekitar alurnya akibat tekanan dan regangan
jaringan yang dilalui peluru. Peluru akibat senjata energi tinggi dan
menengah juga menyebabkan kavitasi / rongga yang lebih besar
dari lubang masuknya. Untuk senjata dengan energi menengah
biasanya menyebabkan kavitasi 3-6 kali dari ukuran frontal peluru,
sedangkan untuk energi tinggi akan lebih besar lagi, demikian juga
kerusakan jaringan yang ditimbulkannya akan lebih besar lagi.
Hal-hal lain yang mempengaruhi keparahan cidera adalah
hambatan udara dan jarak. Tahanan udara akan memperlambat
kecepatan peluru. Semakin jauh jarak tembak, akan semakin
mengurangi kecepatan peluru, sehingga kerusakan yang
ditimbulkannya akan berkurang. Sebagian kasus penembakan
dilakukan dari jarak dekat dengan pistol, sehingga memungkinkan
cedera serius cukup besar.
d. Biomekanikal trauma yang mengakibatkan luka, fraktur, ruptur
pembuluh darah dan tendon.
1) Tabrakan Kendaraan
a) Tabrakan depan / Frontal
Benturan frontal adalah tabrakan / benturan dengan
benda didepan kendaraan, yang secara tiba-tiba mengurangi
kecepatannya, sehingga secara tiba-tiba kecepatannya
berkurang. Pada suatu tabrakan frontal dengan penderita
tanpa sabuk pengaman, penderita akan mengalami beberapa
fase sebagai berikut :
Fase 1
Bagian bawah penderita tergeser kedepan, biasanya lutut
akan menghantam dash board dengan keras yang
menimbulkan bekas benturan pada dashboard tersebut.
Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
a. Patah tulang paha karena menahan beban berlebihan
b. Dislokasi sendi panggul karena terdorong kedepan
sehingga lepas dari mangkuknya.
c. Dislokasi lutut atau bahkan Patah tulang lutut karena
benturan yang keras pada dash board
Fase 2
Bagian atas penderita turut tergeser kedepan sehingga dada
dan atau perut akan menghantam setir.
Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
a. Cedera abdomen sampai terjadinya perdarahan dalam
karena terjadinya perlukaan/ruptur pada organ seperti
hati, limpa, lambung dan usus.
b. Cedera dada seperti patah tulang rusuk dan tulang dada.
c. Selain itu ancaman terhadap organ dalam rongga dada
seperti paru-paru, jantung, dan aorta.
Kepala hiperfleksi fraktur servikal
Fase 3
Tubuh penderita akan naik, lalu kepala membentur kaca
mobil bagian depan atau bagian samping.
Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
a. Cedera kepala (berat, sedang, ringan)
b. Patah tulang leher (fraktur servikal)
Fase 4
Setelah muka membentur kaca, penderita kembali terpental
ketempat duduk. Perlu mendapat perhatian khusus apabila
kursi mobil tidak tersedia head rest karena kepala akan
melenting dibagian atas sandaran kursi. Kondisi akan
semakin parah apabila penderita terpental keluar dari
kendaraan
Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
a. Patah tulang belakang (servikal-koksigis) karena proses
duduk yang begitu cepat sehingga menimbulkan beban
berlebih pada tulang belakang.
b. Patah tulang leher karena tidak ada head rest
c. Multiple trauma apabila penderita terpental
d. keluar dari kendaraan.
b) Tabrakan dari belakang (Rear Collition)
Tabrakan dari belakang mempunyai biomekanik
tersendiri. Biasanya tabrakan seperti ini terjadi ketika
kendaraan berhenti atau pada kendaraan yang kecepatannya
lebih lambat. Kendaraan tersebut berikut penumpangnya
mengalami percepatan (akselerasi) kedepan oleh perpindahan
energi dari benturannya. Badan penumpang akan
terakselerasi kedepan sedangkan kepalanya seringkali tidak
terakselerasi sehingga akan mengakibatkan hiperekstensi
leher. Hal ini akan diperparah apabila sandaran kursi
kendaraan tidak memiliki head rest sehingga struktur penunjang
leher mengalami peregangan yang berlebihan dan menyebabkan
terjadinya whiplash injury (gaya pecut).
Gambar : Scenario of Whiplash Injury
Kemungkinan cedera yang akan terjadi : Fraktur Servical
c) Tabrakan dari samping (Lateral
Collition)
Tabrakan samping
seringkali terjadi diperempatan
yang tidak memiliki rambu-rambu
lalulintas. Benturan lateral adalah
tabrakan / benturan pada bagian
samping kendaraan, yang
mengakselerasi penumpang
menjauhi titik benturan. Benturan seperti ini adalah penyebab
kematian kedua setelah
benturan frontal . 31 %
dari kematian karena
tabrakan kendaraan
terjadi sebagai akibat
dari tabrakan / benturan
lateral. Banyak tipe
trauma yang terjadi pada
tabrakan lateral sama dengan yang terjadi pada ttabrakan
frontal. Selain itu trauma kompreasi pada tubuh dan felvis juga
sering terjadi. Trauma internal terjadi pada sisi yang sama
dimana lokasi yang tertabrak, seberapa dalam posisi melesaknya
kabin penumpang, posisi penumpang / pengemudi, dan
lamanya. Pengemudi yang tertabrak pada posisi pengemudi
kemungkinan terbesar mengalami trauma pada sisi kanan
tubuhnya demikian juga sebaliknya pada penumpang.
Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
a. Fraktur servical
b. Fraktur iga
c. Trauma paru
d. Trauma hati / limpa
e. Trauma pelvis
f. Trauma skeletal
d) Terbalik (Roll Over)
Pada kendaraan yang terbalik, penumpangnya dapat
mengenai / terbentur pada semua bagian dari kompartemen
penumpang. Jenis trauma dapat diprediksi dengan mempelajari
titik benturan pada kulit penderita.sebagai hukum yang umum,
dalam kejadian terbaliknya kendaraan maka terjadi beberapa
gerakan yang dahsyat, dapat menyebabkan trauma yang serius.
Ini lebih berat bagi penumpang yang tidak memakai sabuk
pengaman. Dalam menangani kasus seperti ini harus lebih
berhati-hati karena semua bagian bisa mengalami cedera baik
yang kelihatan atau tidak kelihatan.
Kemungkinan cedera yang akan terjadi:
a. Multiple trauma
b. Waspadai kemungkinan cedera tulang belakang dan fraktur
servikal
e) Terlempar keluar (ejeksi)
Trauma yang dialami penumpang dapat lebih berat bila
terlempar keluar dari kendaraan. Kemungkinan terjadinya
trauma meningkat 300 % kalau penumpang terlempar keluar.
Petugas gawat darurat yang
memeriksa penderita yang
terlempar keluar harus lebih
teliti dalam mencari trauma
yang tidak tampak.
Kemungkinan cedera yang
akan terjadi :
a. Multiple trauma
b. Trauma kepala
c. Trauma organ dalam
d. Fraktur servikal
2) Tabrakan / benturan organ (perlukaan organ)
Ketika terjadi tabrakan / benturan selain tubuh yang
membentur /menabrak, organ bagian dalam pun turut menabrak
dinding tubuh dan sebagian mengalami kompresi.
Organ dalam tubuh dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a) Organ solid, seperti : Otak, hati, limpa, jantung dan paru-paru
b) Organ berrongga, seperti : usus dan lambung
Ketika terjadi benturan / tabrakan organ-organ tersebut dapat
mengalami perlukaan. Perlukaan organ dalam dapat terjadi melalui
mekanisme :
a) Benturan langsung
Trauma organ dalam terjadi ketika terjadi benturan
langsung terhadap pelindung
organ tersebut. Misalnya
benturan terhadap kepala dapat
mengakibatkan perlukaan pada
otak berupa memar atau
robekan. Pada kasus lain otak
menghantam dinding / tulang
tengkorak yang mengakibatkan
terjadinya perdarahan pada otak.
b) Decceleration dan acceleration injury
Pada decceleration injury ketika terjadi benturan organ
dalam melaju kedepan (pada
tabrakan frontal) dan robek
pada ikatan yang
mengikatnya. Sebagai contoh
jantung akan terlepas dari
ikatannya dan terjadi ruptur
aorta. Sedangkan pada
acceleration injury contohnya
adalah wiplash injury pada benturan / tabrakan dari belakang.
c) Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan
berhenti bergerak, sedangkan
bagian dalam tetap bergerak
kedepan. Organ-organ terjepit
dari belakang oleh bagian
belakang dinding
torakoabdominal dan kulumna
vetrebralis, dan didepan oleh
struktur yang terjepit.
Pada organ yang berongga
dapat terjadi apa yang disebut dengan efek kantong kertas (paper
bag effect) yaitu seperti mainan anak-anak dimana kantong kertas
ditiup dan ditutup lalu dipukul untuk mendapat efek ledakan.
Organ berongga tersebut usus dan lambung.
d) Trauma karena sabuk pengaman
Sabuk pengaman sudah terbukti dalam memberikan
pertolongan menyelamatkan
penumpang. Jika digunakan
dengan benar sabuk pengaman
mengurangi kematian sampai 65-
75 % dan mengurangi trauma berat
sampai dengan sepuluh kali.
Tekanan safety belt pada
perut bisa mengakibatkan rupture
organ dalam perut. Oleh karena itu dalam melepas sabuk
pengaman harus hati-hati, jangan melepas secara mendadak.
Karena sabuk pengaman bisa berfungsi sebagai tampon. Apabila
dibuka secara mendadak artinya tampon dibuka sehingga akan
terjadi perdarahan hebat.
e) Trauma pada pejalan kaki
Di Amerika Serikat lebih dari 7000 pejalan kaki meninggal
setiap tahun setelah tertabrak kendaraan bermotor, 110.000 korban
lainnya mengalami trauma serius setelah tabrakan tersebut. Trauma
yang dialami pejalan kaki pada umumnya meliputi kepala, thorak,
dan ekstremitas bawah. Terdapat 3 fase benturan yang dialami pada
saat pejalan kaki tertambrak :
a. Benturan dengan bemper
Tinggi bemper versus ketinggian penderita merupakan faktor
kritis dalam trauma yang terjadi. Pada orang dewasa dengan
posisi berdiri, benturan awal dengan bemper biasanya mengenai
tungkai, lutut dan pelvis. Anak – anak lebih mungkin terkena
pada bagian abdomen dan dada.
b. Benturan dengan kaca depan dan tutup mesin
Pada fase ini pejalan kaki melayang diatas mobil dan kemudian
membentur tutup mesin dan kaca depan kendaraan. Kejadian ini
mengakibatkan trauma dada dan kepala dengan tingkat
keparahan sesuai dengan kerasnya benturan.
c. Benturan dengan tanah / ground
Benturan dengan tanah mengakibatkan beberapa truma yaitu
fraktur servikal dan tulang belakang, trauma kepala dan
kompresi organ.
2. Resiko gangguan fungsi vital dan ancaman kematian yang dapat terjadi
pada korban bencana.
3. Langkah initial assessement pada korban bencana.
4. Penanganan korban di lapangan.
5. Reevaluasi korban setelah dilakukan penanganan.
6. Rencana evakuasi dan hospitalisasi
7. Analisis penyebab bencana dan dampaknya terhadap kehidupan
individu/korban bencana.
8. Mengidentifikasi antemortem dan post mortem.
a) Ante Mortem
Dilakukan pembatasan area dengan menggunakan garis batas polisi
sehingga area TKP tidak terganggu dan dapat dilakukan labelling pada
korban dan dokumen misalnya dengan menggunakan nomor. (fase
scene of incident).
Ante mortem adalah data-data fisik khas korban sebelum
meninggal misalnya dari akaian atau aksesoris yang terakhir kali di
gunakan, barang bawaan, tanda lahir, tato, bekas lukka, cacat tubuh,
foto iri, berat badan, tinggi badan, serta sempel DNA. Data ini
biasanya di dapat dari keluarga, ataupun dari instansi dimana korban
pernah berhubungan selama hidup, misalnya keluarga memberikan
data fisik korban yang meliputi umur, warna kulit, ciri fisik, seperti
sidik jari, tanda lahir atau susunan gigi berdasarkan data dari dokter
gigi jika yang bersangkutan pernah melakukakan pemeriksaan gigi .
semua data ini akan di bandingkan dengan data pos mortem.
b) Post Mortem
Data pos mortem adalah data data fisik yang di peroleh melalui
personal identifikasi setelah korban meninggal misalnya sidik jari,
golongan darah, konstruksi gigi, dan foto diri korban pada saat di
temukan lengkap dengan barang-barang yang melekat di tubuhnya dan
sekitarnya termasuk isi kantong. Selain foto diri ada juga foto rontgen
ini untuk mengetahui apakah ada ciri khusus misalnya berupa pen
penyambung tulang. Ciri fisik yang spesifik akan sangat membantu
identifikasi korban.
Kemudian data – data dari ante dan post mortem di cocokan,
apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi
dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai
di temukan data ante mortem yang sesuai, sebaliknya bila data yang
dibandingkan cocok maka identifikasi dikatakan positif
( reconcilliation) selanjutnya jenazah deserahkan pada pihak keluarga
untuk segera dimakamkan (returning to the family).
B. KASUS/SKENARIO SIMULASI PENANGGULANGAN BENCANA
1. Tinjauan Kasus
Pada hari senin, 15 September 2015, jam 09.00WIB terjadi becana
kecelakaan pesawat yang menimpa gedung FIKES di kampus UPNVJ
Limo degan posisi jatuhnya pesawat meukik. Pesawat merupakan pesawat
latihan degan jenis pesawat cassa yag diterbangkan olerh seorang siswa
penerbang, pada saat kejadian mahasiswa tingkat 2 sedang dalam kegiatan
tutorial di lantai 2, sementara siswa ada yang sedang bermain futsal di
lapanga dan berdiskusi di gazebo. Kejadian begitu cepat da tiba – tiba
sehingga personil tidak siap dan panik. korban jatuh berhamburan
terutama mahasiswa yang ada di lapangan , mahasiswa yang sedang tutor
di lantai 2, staf dosen yang sedang berada diruangan lantai 1. Petugas yang
selamat melaporkan kepada petugas bencana FIKES sehingga tim segera
datang dengan ambulance. Pada saat pendataan korban ditemukan:
1) 10 korban dilantai 2 dari mahasiswa yang sedang kuliah ( 5 orang luka
berat, 5 orag luka ringan)
2) Kemungkinan sekitar 20 korban mengalami luka baik luka berat, ringan
maupun yang meninggal dilapangan
3) Semua korban belum mendapat pertolongan
Dari hasil triage di lapangan di dapatkan: 5 orang meninggal, 9 orang luka
berat ( patah tulang dan cidera kepala), tidak sadarkan diri 3 orang, 8 orang
luka sedang dan 5 orang luka berat.
2. Skenario Penanggulangan Bencana Oleh Kelompok II
Saat mendengar laporan dari petugas yang selamat Satgas bencana
FIKES segera datang dengan ambulance, tim melakukan koordinasi
dengan Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat. Petugas Satgas yang
berjumlah 25 orang membuat menjadi 3 tim yaitu tim TKP, tim posko dan
tim evakuasi. Dari 25 orang mahasiswa di bagi menjadi: 3 orang triage, 6
orang TKP, 9 orang evakuasi, dan 7 orang di posko.
Tiba di tempat kejadian tim Satgas becana FIKES mendirikan posko.
Petugas triage segera memasang bedera trige merah,kuning, hijau dan
hitam. Petugas triage segera memanggil korban degan cara” Bapak Ibu
yang masih bisa mendengar suara saya, harap berjalan menuju saya”
korban yang masih bisa merespon dan berjalan kearah petugas
dikategorikan bendera hijau.
Dari hasil triage didapat:
1. 12 orang mengalami henti nafas, luka berat cidera kepala berat, fraktur
servikal, patah tulang terbuka dengan perdarahan hebat, luka terbuka
pada daerah dada dan beberapa orang tidak sadarkan diri. (merah)
2. 8 orang luka sedang: patah tulang tertutup dan terbuka tanpa
perdarahan hebat (kuning)
3. 5 orang luka ringan: luka lecet, memar (hijau)
4. 5 orang meninggal (hitam)
Initial assesment
Penolong memakai pelindung diri (masker, hadscoon), Waktu
penanganan pasien di TKP bervariasi tergantung dari kondisi korban .
Rata-rata untuk korban dengan bendera merah petugas memerlukan waktu
sekitar 15 menit sampai dengan stabil dibawa ke posko, korban dengan
bendera kuning petugas memerlukan waktu 5 menit, untuk korban dengan
bendera hijau, korban bisa langsung menuju sendiri ke posko atau di
bopong petugas, sehingga penanganan dilakukan langsung diposko,
korban meninggal dilakukan pendataan di ruang post mortem di posko
sampai dengan ada data ante mortem dari keluarga, sehingga fase dari
mulai korban ditemukan sampai dengan fase debriefing memerlukan
waktu yang tidak sama antara satu korban dengan korban yang lain.
Pada triage merah untuk pasien dengan heti nafas tindakan yang
dilakukan adalah memindahkan korban pada area yang aman dari
reruntuhan dan datar. Kami menemukan beberapa korban yang megalami
cidera kepala dan fraktur servikal. Kami terlebih dahulu menilai ABC
setelah itu kami mengamankan daerah servikal dengan menggunakan
neckcollar kemudian di sebelah kiri dan kanan kepala kami letakan bantal
pasir. mengecek kesadaran dengan cara kualitatif (Alert, verbal. Paint,
Unrespon), lakukan penilaian pasien terhadap airway, breathing dan
circulation untuk pasien-pasien yang mengalami henti napas dan henti
jantung dilakukan CPR dengan diawali kompresi 30:2 di daerah
midsternum dengan kedalaman 5cm dengan kecepatan 100x/menit
dilakukan selama 5 siklus sekitar 2 menit, setelah 5 siklus dievaluasi
ulang, apabila nadi karotis tidak ada napas tidak ada, maka teknik diulangi
dimulai dengan kompresi, apabila nadi karotis ada napas tidak ada maka
lanjutkan ventilasi, 1 ventiasi selama 6 detik, dan apabila nadi karotis
teraba napas ada posisikan pasien dengan posisi mantap.
Pada kasus cidera kepala berat dan fraktur servikal maka pasie
dilakukan penanganan pemasagan neck collar, terdahulu jelaskan kepada
pasien tentang kegunaan dari pemasangan neck collar, kemudian siapkkan
neck collar sesuai ukuran leher pasien, hindari posisi tengkurap dan
trendelenburg, posisikan pasien dalam keadaan terlentang, dengan posisi
leher segaris atau anatomi, pemasangan harus dilakukan oleh 2 orang,
dengan cara pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian
kanan kepala mulai dari mandibula kearah temporal, demikian juga bagian
sebelah kiri dengan tangan yang lain dengan cara yang sama, kemudian
petugas lainnya memasukkan neck collar secara perlahan kebagian
belakang leher dengan sedikit melewati leher, letakkan bagian neck collar
yang bertekuk tepat pada dagu, kemudian rekatkan 2 sisi neck collar satu
sama lain, bila ada bantal pasir pasang bantal pasir dikedua sisi kepala
pasien. cara dan alat untuk mengevakuasi korban.
Untuk korban yang mengalami luka terbuka dan perdarahan hebat
kami lakukan balut tekan dengan cara cek pulse, motorik, sensorik terlebih
dahulu. Kemudian letakkan kassa pada daerah perdarahan, letakan benda
keras diatas kassa kemudian balut kembali dengan elastis perban
kemudian cek kembali pulse, motorik, sensorik, bila terdapat tanda
nekrosis longgarkan balutan selama 5-10 menit dan biarkan terjadi
perdarahan, korban fraktur yang kami temukan cukup banyak yaitu 8
orang, 4 orang degan fraktur terbuka dan 4 orang dengan fraktur tertutup,
kami melakukan pembidaian dengan meggunakan prisip pembidaian yaitu
memeriksa pulsasi,motorik, sensorik sebelum memasang bidai, melakukan
traksi (menarik) manual secara perlahan, menutup luka terbuka dengan
kassa atau kain steril, memasang bidai dengan memfiksasi 2 sendi yang
berdekatan (sendi atas dan sendi bawah) memeriksa kembali pulse,
motorik, sensorik.
Pada triage hitam korban-korban yang meninggal dunia (bendera
hitam) dibawa keposko untuk didata. Data post mortem adalah data yang
didapatkan dari korban setelah meninggal, diantaranya adalah sidik jari,
DNA, kontuksi gigi, dan properti yang dipakai korban saat kejadian. Data
tersebut dicocokan dengan antemortem yang didapatkan dari keluarga
ataupun perusahaan yang berhubungan dengan korban yang meliputi: foto,
tanda lahir, cacat fisik, tato, bekas luka, BB, TB.
Sementara tim yang berada diposko berkoordinasi untuk menyiapkan
membangun posko pengungsian dan fasilitas sanitasi, dapur sehat. Setelah
korban tiba diposko dilakukan reevaluasi dengan prinsip penilaian
meliputi airway, berathing, circulation, disability, esprosure bila tindakan
dilapangan yang masih perlu ditangani dilanjutkan penanganan diposko
sampai pasien benar-benar stabil dan aman untuk dievakuasi, evakuasi
dilakukan dengan cara koordinasi dengan puskesmas atau rumah sakit
terdekat yang mempunyai fasilitas untuk melakukan penanganan tindakan
lanjut seperti operasi dan perawatan intensif. Dengan teknik komunikasi
sesuai prosedur yang meliputi situasi latar belakang analisa dan
rekomendasi. Cara mengevakuasi korban yang dilakukan menggunakan
tandu dan ambulance ke rumah sakit pemerintah terdekat di daerah Limo
dan sekitarnya.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Mahasiswa diharapkan dengan mudah memahami problema bencana yang di
hadapi oleh para tim medis, dan dapat menagulangi bencana dengan upaya –
upaya pencegahan dan pertolongan. Sehingga dapat meminimalisir korban
dalam suatu bencana.