Upload
haquynh
View
217
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini semakin banyaknya permasalahan mengenai lingkungan yang
terjadi di sekitar masyarakat Indonesia. Masalah yang mulai disoroti dengan serius
yaitu masalah pembuangan limbah industri maupun limbah rumah tangga yang
mencemari lingkungan. Keberadaan limbah tersebut semakin lama semakin sulit
teratasi karena volume limbah tersebut semakin lama semakin menumpuk.
Industri-industri pada umumnya telah mempunyai tempat limbah tersendiri
yang digunakan untuk mengolah limbah yang dihasilkan dari suatu proses yang
dilakukan pada industri tertentu. Tetapi, ada hal yang sering terlupakan yaitu
limbah rumah tangga, perkantoran, restoran, maupun tempat-tempat lain yang
seringkali menghasilkan limbah yang seharusnya ditangani secara intensif.
Biasanya dilakukan pengumpulan limbah sesuai dengan jenisnya yang
kemudian akan diolah dengan beberapa cara mulai dengan pengambilan kembali
(recovery), daur ulang (recycle), dan penggunaan kembali (recover).
Salah satu limbah yang dapat merusak lingkungan apabila tidak diolah
adalah limbah air bekas cucian yang berasal dari tempat-tempat laundry maupun
dari hasil dari rumah tangga. Limbah tersebut biasanya langsung masuk ke saluran
air yang selanjutnya akan menyatu pada solokan-solokan tanpa ada pengolahan
kembali.
Dalam penelitian kali ini, penulis akan melakukan penelitian terhadap air
buangan bekas cucian agar dapat dibuang dengan aman, tidak mencemari
lingkungan sekitar.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 1 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui pH, kekeruhan, DHL dan, TDS dari air limbah sebelum
dilakukan proses adsorpsi dan setalah dilakukan proses adsorpsi
menggunakan karbon aktif.
2. Menentukan kurva breaktrough fluida yang melalui permukaan karbon
aktif
1.3 Ruang Lingkup
Praktikum dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri (PLI),
Teknik Kimia, POLBAN, pada tahun 2013. Praktikum berlangsung selama satu
hari. dengan bahan-bahan yang digunakan antara lain karbon aktif dan air
buangan bekas cucian pakaian.
1. Air buangan bekas cucian yang digunakan adalah air buangan bekas
cucian yang berasal limbah cucian yang dibuat sendiri, dimana air
yang dihasilkan dari proses pencucian pakaian kotor diambil sebagai
sampel.
2. Adsorben yang digunakan dalam metode adsorpsi ini adalah karbon
aktif.
3. Parameter uji pada praktikum ini meliputi pengukuran pH, DHL,
Kekeruhan, dan TDS.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 2 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat
yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan
lazimnya muncul karena hasil aktivitas manusia terutama aktivitas rumah tangga.
Air limbah yang banyak dihasilkan adalah dari air buangan yang mengandung
detergen, misalnya limbah bekas cucian pakaian. Untuk mengolah air buangan
yang mengandung detergen maka dilakukan penyisihan bahan-bahan tersebut,
yang pada prinsipnya berlangsung melalui penyerapan partikel pada permukaan
zat. Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel
pendispersi pada permukaanya. Daya adsorpsi partikel koloid tergolong besar
Karena partikelnya memberikan sesuatu permukaan yang luas. Sifat ini telah
digunakan dalam berbagai proses seperti penjernihan air.
2.1 Detergen Dan Limbah Bekas Cucian Pakaian
Detergen merupakan suatu senyawa sintetis zat aktif permukaan (surface
active agent) yang dipakai sebagai zat pencuci yang baik untuk keperluan rumah
tangga, industri tekstil, kosmetik, obat-obatan, logam, kertas, dan karet. Detergen
memiliki sigat pendispersi, pencucian, dan pengelmusi. Penyusun utama senyawa
ini adalah Dodecyl Benzena Sulfonat (DBS) yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan busa (Dini et al., 2007).
Detergen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil umumnya C9-C15
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantau panjang dari natrium (RSO3-Na+ dan
ROSO3-Na+) yang berasal dari turunan minyak nabati atau minyak bumi (fraksi
parafin dan olefin).
Limbah bekas cucian pakaian yang dihasilkan oleh detergen mengandung
pospat yang tinggi. Pospat ini berasal dari Sodium Tripolyphospate (STPP) yang
merupakan salah satu bahan pembentuk yang kadarnya besar dalam detergen
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 3 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
(Dini et al., 2007). Dalam detergen, STTP ini berfungsi sebagai builder yang
merupakan unsur terpenting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya
menonaktifkan mineral. Selain STTP, pemutih, air softener, surfaktan merupakan
bahan terpenting pada detergen.
Tanpa mengurangi makna manfaat detergen dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada detergen dapat
menimbulkan dampak negative baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua
bahan terpenting dari pembentuk detergen yakni surfaktan dan builder
diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
manusia dan lingkungannya.
2.2 Adsorpsi
Salah satu sifat penting dari permukaan zat adalah adsorpsi. Adsorpsi
adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat
pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada
permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi dimana fluida terserap oleh
fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut
(soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap,
dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya
(Indra, 2008).
Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat diatas permukaan adsorben,
sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat kedalam adsorben dimana
disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut
adsorbat, sedang bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben
(Brady, 1999).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan
oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk
cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi
antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang teradsorpsi
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 4 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan
suhu).
Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam
suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat diketahui dengan
mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi tersebut, dan menganalisis nilai k
(berupa slope/kemiringan) serta memplotkannya pada grafik. Kinetika adsorpsi
dipengaruhi oleh kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat didefinisikan
sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan atau besar
kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
- Macam adsorben
- Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)
- Luas permukaan adsorben
- Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)
- Temperatur
2.3 Karbon Aktif/Arang Aktif/Norit
Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik
cairan maupun gas) pada proses adsorpsi. Umumnya adsorben bersifat spesifik,
hanya menyerap zat tertentu. Dalam memilih jenis adsorben pada proses adsorpsi,
disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yang akan diadsorpsi. Tiap partikel
adsorben dikelilingi oleh molekul yang diserap karena terjadi interaksi tarik
menarik. Zat ini banyak dipakai di pabrik untuk menghilangkan zat-zat warna
dalam larutan. Penyerapan bersifat selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau
pelarut sangat mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat.
Jenis adsorben yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah karbon
aktif/arang aktif/norit. Sejak perang dunia pertama arang aktif produksi dari
peruraian kayu sudah dikenal sebagai adsorben atau penyerap yang afektif
sehingga banyak dipakai sebagai adsorben pada topeng gas arang aktif adalah
bahan berupa karbon bebas yang masing-masing berikatan secara kovalen atau
arang yang telah dibuat dan diolah secara khusus melalui proses aktifasi, sehingga
pori-porinya terbuka dan dengan demikian mempunyai daya serap yang besar
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 5 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
terhadap zat-zat lainnya, baik dalam fase cair maupun dalam fase gas. Dengan
demikian, permukaan arang aktif bersifat non-polar. Struktur pori berhubungan
dengan luas permukaan, dimana semakin kecil pori-pori arang aktif,
mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan
adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan
menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Karbon aktif ini cocok
digunakan untuk mengadsorpsi zat-zat organik. Komposisi arang aktif terdiri dari
silika (SiO2), karbon, kadar air dan kadar debu. Unsur silika merupakan kadar
bahan yang keras dan tidak mudah larut dalam air, maka khususnya silika yang
bersifat sebagai pembersih partikel yang terkandung dalam air keruh dapat
dibersihkan sehingga diperoleh air yang jernih.
Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Untuk
menghilangkan bahan-bahan terlarut dalam air, biasa menggunakan arang aktif
dengan mengubah sifat permukaan partikel karbon melalui proses oksidasi.
Partikel ini akan menyerap bahan-bahan organik dan akan terakomulasi pada
bidang permukaannya. Pada umumnya ion organik dapat diturunkan dengan arang
aktif.
Adsorpsi oleh arang aktif akan melepaskan gas, cairan dan zat padat dari
larutan dimana kecepatan reaksi dan kesempurnaan pelepasan tergantung pada
pH, suhu, konsentrasi awal, ukuran molekul, berat molekul dan struktur molekul.
Penyerapan terbesar adalah pada pH rendah. Dalam Laboratorium Manual
disebutkan bahwa pada umumnya kapasitas penyerapan arang aktif akan
meningkat dengan turunnya pH dan suhu air. Pada pH rendah aktifitas dari bahan
larut dengan larutan meningkat sehingga bahan-bahan larut untuk tertahan pada
arang aktif lebih rendah.
Proses adsorpsi arang aktif dapat digambarkan sebagai molekul yang
meninggalkan zat pengencer yang terjadi pada permukaan zat padat melalui ikatan
kimia maupun fisika. Molekul tersebut digunakan sebagai adsorbat dan zat padat
disebut adsorben arang aktif. Adapun adsorpsi yang terjadi pada arang aktif dapat
bersifat adsorpsi Fisik dan adsorpsi Kimia
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 6 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
2.4 Parameter-Parameter
2.4.1 Kekeruhan (Turbidity)
Turbiditas atau kekeruhan di dalam air disebabkan oleh adanya zat yang
tersuspensi seperti lumpur, plangton, zat organik dan zat halus lainya. Turbiditas
tidak memiliki hubungan langsung dengan zat padat tersuspensi, karena turbiditas
tergantung dari ukuran dan bentuk butir partikel, sedangkan zat padat tersuspensi
tergantung dengan zat yang tersuspensi tersebut. Ada beberapa metoda
pengukuran turbiditas yatu :
- Nefelometri
- Hellige turbiditymetri (kekeruhan silika)
- Metode visual/candle turbiditymetri (kekeruhan jackson)
- Metode spektrofotometri
Metode yang sering dipakai adalah metode nefelometri dengan satuan
NTU (Nefelometric Turbidity Units). Prinsip analisa dengan metode nefelometri
ini adalah pengukuran terhadap intensitas cahaya yang dihamburkan oleh partikel-
partikel yang ada di dalam air. Semakin tinggi intensitas cahaya yang
dihamburkan semakin tinggi pula turbidity atau kekeruhannya. Pengukuran
dilakukan dengan membandingkan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh
sampel dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh larutan standar dalam
keadaan yang sama. Sebagai larutan standar untuk penentuan kekeruhan
digunakan larutan suspensi polimer formazin. Maka satuannya juga sering disebut
FTU (Formazin Turbidity Units).
Untuk standar kekeruhan pada alat tubiditas di lapangan sebaiknya
menggunakan standar turbiditas yang berbentuk padat, yaitu kaca buram yang
sudah distandarisasikan dengan larutan standar turbiditas.
Gangguan yang dapat terjadi dalam pengukuran turbiditas antara lain:
- Warna sampel dapat memepengaruhi nilai kekeruhan, karena adanya
penyerapan cahaya sehingga nilai turbiditasnya akan turun.
- Alat gelas yang buram atau retak mempengaruhi hasil pengukuran.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 7 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah tingkat representatif sampel,
terutama pada sampel yang banyak mengandung zat padat tersuspensi.
2.4.2 pH
pH menunjukan derajat asam-basa suatu cairan, melalui konsentrasi
(aktifitas) ion Hidrogen. Peranan ion hidrogen dalam air dapat mempengaruhi
aktifitas manusia, binatang, nikroorganisme serta proses-proses lainya. Ion
hidrogen sangat berperan dalam air, namun tidak begitu berperan dalam pelarut
organik seperti alkohol dan lain-lain. Oleh karena itu, derajat asam basa hanya
dapat diukur di dalam pelarut air. Asam dianggap sebagai suatu molekul yang
memisahkan diri menjadi ion H+ dan sisa asam, misalnya HCl → H + + Cl − .
Belakangan ini timbul anggapan baru tentang asam, sehubungan dengan adanya
senyawa yang bila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion hidrogen (H+)
yaitu: CO2 dan Al2(SO4)3.
CO2 + 2H2O H3O+ HCO3-
pH dalam bentuk logaritma memiliki definisi sebagai berikut
pH = - log [H+]
Air murni memiliki kesetimbangan yang dinamis, antara H2O,H+ dan OH,
H2O
H+ + OH Kw = [H+] [OH-]
[H2O] Kw = [H+] [OH-]
Kw = 10-4
Karena air memiliki konsentrasi ion H+ dan OH- yang sama maka H2O
memiliki pH = 7.
Kw = [H+] [OH-]
10-4 = 10-7.10-7
Ada dua metode pengukuran pH
- Metode kolorimetri
- Metode potensiometri
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 8 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
Metode potensiometri adalah metode pengukuran pH yang didasarkan atas
perbedaan tegangan pada kedua ujung potensial. Yang dimaksud dengan ujung
potensial disini adalah elektroda (elektroda kerja dan elektroda pembanding).
2.4.3 Padatan Total
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal
2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah
lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS
umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS
memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi
cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan
tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran
sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya
partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik.
Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran
dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg/L
dari fine talcum powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan
dari sampel yang mengandung 1.000 mg/L coarsely ground talc . Kedua sampel
juga akan memiliki pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung
1.000 mg/L ground pepper. Meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai
TSS yang sama.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total
(TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai
berat kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari
kesalahan yang disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan
akibat penguapan atau oksidasi.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 9 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
BAB III
METODOLOGI
Dalam mengolah air limbah cucian pakaian, dilakukan proses adsorpsi
menggunakan karbon aktif sebagai adsorben. Pada prosesnya limbah air limbah
cucian pakaian dialirkan melalui kolom adsorben sehingga terjadi proses adsorpsi.
Dari proses yang terjadi dihasilkan effluen dengan konsentrasi organik yang
rendah serta warna yang lebih jernih. Percobaan yang dilakukan ini merupakan
percobaan skala laboratorium, yang dilaksanakan di laboratorium PLI
(Pengolahan Limbah Industri) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung.
3.1. Diagram Alir Proses3.1.1 Persiapan
Air hasil backwash
Diagram 3.1 Diagram Alir Proses Backwash Pada Kolom Karbon Aktif
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 10 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
Pembukaan keran outlet dari menara, dan penghubungan dengan selang air
Pembukaan air keran hingga memenuhi menara
backwash selama 15 menit
Pengaliran air keran dari bawah kolom ke atas kolom pada kolom K-01
Ukur pH air yang keluar hingga pH air yang keluar = pH air keran
3.1.2 Proses Pengolahan air limbah
Limbah Cucian Pakaian
Diagram 3.2 Diagram Alir Proses Pengolahan Air limbah cucian pakaian dengan
Proses Adsorpsi Karbon Aktif
3.2. Tahapan Persiapan
3.2.1. Pengadaan Peralatan Penelitian dan Analisa
Pengadaan Peralatan Penelitian dan Analisa dari laboratorium
pengolahan limbah industri Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Bandung. Peralatan yang diperlukan diantaranya adalah
menara adsorpsi, gelas ukur, gelas kimia, stopwatch, turbidimeter,
penggaris, pH Meter, TDS Meter.
3.2.2. Pengadaan Bahan Adsorpsi, Bahan Kimia, dan Sampel
Limbah
Adsorben yang digunakan pada pengolahan limbah air cucian
pakaian ini adalah karbon aktif. Karbon aktif yang digunakan dari
laboratorium Pengolahan Limbah Industri Politeknik Negeri
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 11 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
Bak Umpan
Ukur volume filtrat (efluen) pH, DHL Laju Alir (awal) Kekeruhan TDS
Pengaliran air limbah kedalam Kolom K-01 bagian atas
Kran dalam keadaan terbuka
Penampungan efluen setiap 15 menit selama 60 menit
Bandung. Pada percobaan kali ini sampel yang dipakai adalah
sampel air bekas cucian pakaian yang dibuat sendiri.
3.3. Tahap Pelaksanaan Percobaan
3.3.1. Sampling
Sampel yang digunakan adalah air limbah bekas cucian
pakaian yang berasal limbah cucian yang dibuat sendiri, dimana air
yang dihasilkan dari proses pencucian pakaian kotor diambil
sebagai sampel.
3.3.2 Prosedur Backwash
Backwash dilakukan sebelum dilakukan proses adsorpsi pada
sampel limbah air cucian pakaian. Backwash dilakukan dengan
mengalirkan air keran dari bagian bawah kolom keatas kolom. Air
yang telah dialirkan akan kembali kebawah dan keluar dari kolom.
Proses backwash dilakukan selama 15 menit hingga air yang keluar
dari kolom memiliki pH yang sama dengan pH air keran.
Pengecekan pH air yang keluar dari kolom dan air keran dilakukan
dengan menggunakan PH meter.
3.3.3. Prosedur Adsorpsi Menggunakan Karbon aktif
Prosedur adsorpsi dilakukan dengan mengalirkan sampel air
limbah cucian pakaian kedalam kolom karbon aktif dengan laju alir
tertentu. Effluen yang dihasilkan ditampung dan diukur volumenya
setiap 15 menit selama 60 menit. Effluen yang dihasilkan
kemudian diukur TDS, kekeruhan, DHL, dan PH.
3.4. Tahap Analisis
Tahap analisis kekeruhan, pH, DHL dan TDS dilakukan pada air limbah air
limbah cucian pakaian sebelum proses adsorpsi dan pada efluen setelah
proses adsorpsi.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 12 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
3.4.1 Prosedur Pemeriksaan pH
3.4.1.1. Prinsip Pengujian
Pengukuran pH air pada prinsipnya mengukur aktifitas
hidrogen yang terdapat dalam air dengan menggunakan
potensiometri. Dimana yang diukur adalah perubahan
tegangan yang diakibatkan oleh aktivitas ion Hidrogen sebesar
59,1 mV/pH unit pada 250C.
3.4.1.2. Alat dan Bahan
1. pH meter
2. Stirer Magnetik
3. Gelas Kimia
4. Kertas Tissue
3.4.1.3. Cara Kerja
1. Membilas Elektroda dengan air suling kemudian
keringkan dengan kertas tissue.
2. Membilas Elektroda dengan sampel uji.
3. Mencelupkan elektroda kedalam sampel uji sampai pH
meter menunjukkan pembacaan yang tetap.
4. Mencatat hasil pembacaan skala atau rangka pada tampilan
dari pH meter.
3.4.2. Prosedur Pemeriksaan DHL dan TDS
3.4.2.1. Prinsip Pengujian
Pada percobaan ini alat yang digunakan adalah
turbidimeter. Konduktivity meter ini berdasarkan hubungan
antara konduktansi listrik dan konsentrasi larutan. Sel terdiri dari
sepasang elektroda berupa logam yang dilapisi dengan logam
untuk menahan efektivitas permukaan elektroda. Sementara untuk
TDS hubungan antara konduktivitas dengan TDS yang
dikemukakan oleh Victorian Salinity Program and the Murray
Darling Basin Commission adalah mikrosiemens per sentimeter
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 13 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
(µS/cm pada 25oC) sehingga TDS berbanding lurus dengan DHL.
Sehingga untuk pengukuran TDS dan DHL menggunakan alat
yang sama yaitu konduktometer.
3.4.2.2. Alat
Konduktometer
3.4.2.3. Cara Kerja
1. Masukkan ± 50 mL sampel uji kedalam gelas kimia,
kemudian periksa dengan alat konduktometer.
2. Baca dan catat nilai yang tertera.
3.4.3. Prosedur Pemeriksaan Kekeruhan
3.4.3.1. Prinsip Pengujian
Untuk pengukuran kekeruhan digunakan alat turbidimeter.
Prinsip umum dari alat turbidimeter adalah sinar yang datang
mengenai suatu partikel ada yang diteruskan dan ada yang
dipantulkan, maka sinar yang diteruskan digunakan sebagai dasar
pengukuran.
3.4.3.2. Alat
Turbidimeter
3.4.3.3. Cara Kerja
3. Menuangkan atau mengisi botol/tabung turbidimeter
dengan sampel hingga penuh
4. Memasukan tabung/botol yang berisi sampel kedalam alat
turbidimeter
5. Membaca angka yang tertera pada alat turbidimeter
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 14 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah air bekas cucian pakaian
dengan menggunakan adsorben yaitu karbon aktif. Dengan penggunaan karbon
aktif ini, adsorbat akan diserap oleh adsorben dimana akan terjadi suatu ikatan
kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Partikel-partikel kecil zat
penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang merupakan ikatan kuat antara
penyerap dan zat yang diserap sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-
balik. Limbah yang digunakan adalah limbah bekas cucian pakaian dengan
kekeruhan awal yaitu 90,34 NTU, pH awal sebesar 8,18, DHL awal sebesar 3,17,
dan TDS sebesar 215.
4.1 Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap Kekeruhan Limbah Bekas Cucian
Pakaian
Lamanya waktu pengolahan limbah bekas cucian pakaian oleh partikel
adsorben dalam proses adsorpsi akan mempengaruhi kekeruhan dari effluent.
Pengaruh lamanya waktu proses adsorpsi terhadap kekeruhan ditunjukkan pada
gambar 4.1
0 10 20 30 40 50 60 7078808284868890929496
Waktu (menit)
Keke
ruha
n (N
TU)
Gambar 4.1 Kurva pengaruh waktu adsorpsi terhadap kekeruhan
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 15 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa kekeruhan terhadap waktu
semakin menurun seiring berjalannya waktu. Namun pada awal proses terjadi
kenaikan kekeruhan terlebih dahulu hal ini disebabkan karena tidak konstannya
pengadukan pada sampel. Kecepatan pengadukan yang rendah menyebabkan
kurang efektifnya tumbukan yang terjadi antar adsorben dengan adsorbat sehingga
daya serap yang ada bernilai kecil. Untuk kondisi sebaliknya dengan kecepatan
pengadukan yang terlalu cepat, maka kemungkinan yang terjadi struktur adsorben
cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal (Alimatun dalam Mulyatna,
2003). Maka dari itu pada waktu 0-20 menit terjadi kenaikan kekeruhan dan
penurunan kekeruhan pada menit selanjutnya.
Penurunan kekeruhan pada dasarnya terjadi apabila penyerapan dilakukan
dalam jangka waktu yang lama dan debit yang keluar tidak terlalu besar, maka
hasil dari adsorban akan terlihat lebih jernih dan nilai kekeruhan akan lebih kecil
dibandingkan sampel awal sebelum diserap oleh adsorbat. Hal itu dikarenakan
proses interaksi tarik-menarik antara adsorben dan adsorbat akan semakin lama
sehingga nilai kekeruhan pun akan semakin turun. Namun, pada waktu tertentu
nilai kekeruhan akan mengalami peningkatan kembali dikarenakan karbon aktif
yang digunakan sebagai adsorben telah jenuh sehingga proses penyerapannya pun
akan berkurang sehingga dapat diketahui seberapa besar penyerapan maksimum
yang dapat dilakukan oleh karbon aktif. Tetapi pada grafik menunjukkan sebelum
adsorben mengalami penjenuhan, proses telah berhenti. Pada grafik terlihat dari
menit ke-20 hingga menit ke-50 grafik terlihat menurun sedangkan pada menit ke
60 nilainya meningkat hanya sedikit yaitu 84,7 NTU, dikarenakan kenaikan grafik
hanyalah sedikit atau tidak signifikan sehingga kemungkinan jika grafik
diteruskan maka akan masih mengalami penurunan, sehingga dari kurva ini belum
didapatkan breaktrough. Hal itu dikarenakan debit yang digunakan pada saat
proses berlangsung terlalu besar sehingga volume effluen tidak cukup untuk
sampai mendapatkan hasil penyerapan maksimum karbon aktif.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 16 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
4.2 Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap pH Air Limbah Bekas Cucian
Pakaian
Lamanya waktu pengolahan air limbah bekas cucian pakaian oleh partikel
adsorben dalam proses adsorpsi akan mempengaruhi effluent. Pengaruh lamanya
waktu proses adsorpsi terhadap pH ditunjukkan pada Gambar 4.2
0 10 20 30 40 50 60 707.4
7.5
7.6
7.7
7.8
7.98
8.1
8.2
8.3
Waktu (menit)
pH
Gambar 4.2 Kurva pengaruh waktu adsorpsi terhadap pH
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa effluent hasil proses
adsorpsi air limbah menggunakan karbon aktif mengalami kenaikan dan
penurunan pH seiring dengan bertambahnya waktu adsorpsi. Menurut Bai &
Abraham dalam Afrianita (2001), pH adsorbat mempengaruhi gaya elektrostatik
ion untuk berhubungan dengan gugus fungsi pada adsorben (Bai & Abraham
dalam Afrianita 2001). Pada pH rendah, anion akan muncul ke permukaan yang
disebabkan banyaknya ion H+ yang muncul pada permukaan adsorben. Hal ini
akan mengganggu penyerapan adsorbat. Maka dari itu terjadi ketidakstabilan pH
seiring dengan bertambahnya waktu. Selain itu, semakin bertambahnya waktu
adsorpsi maka semakin meningkat juga proses penyerapan senyawa - senyawa
kimia yang terlarut dalam air limbah tersebut, sehingga ion-ion logam dalam air
limbah juga akan terserap. Ion-ion logam tersebut melepas pasangan anion-
anionnya sehingga effluent mengandung banyak anion yang menyebabkan pH
effluent menjadi bertambah basa. Tetapi pada menit tertentu effluent mengalami
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 17 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
kenaikan pH. Didalam air limbah bekas cucian pakaian, dikarenakan terdapat
detergen yang bersifat basa didalamnya maka pH air limbah pada awalnya adalah
basa yaitu 8,18, sehingga pengolahan air yang baik adalah pH air dapat
menurunkan pH hingga pH yang dihasilkannya adalah mendekati netral agar hasil
proses pengolahan dapat dibuang ke lingkungan. Sehingga kurva yang didapat
seharusnya pH akan turun hingga pada titik tertentu kemudian akan naik kembali
dimana titik pH terendah yang mendekati netral adalah penurunan optimum pH
pada waktu tertentu. Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada proses awal pH
terlihat menurun sehingga pH mendekati pH netral yaitu pada menit ke 20 hingga
pH mencapai 7,72, akan tetapi pada menit ke-40 kurva nilai pH meningkat dan
turun kembali hingga pH akhir mencapai 7,74. Nilai pH yang meningkat
disebabkan karena adsorben sudah mencapai kondisi jenuh sehingga kemampuan
adsorben menyerap partikel kimia atau pengotor dalam air limbah bekas cucian
pakaian mengalami penurunan. Kemudian setelah pH meningkat, nilai pH
kembali turun hingga 7,74. Naik turunnya kurva ini diakibatkan proses adsorpsi
menunjukan bahwa hasil proses adsorpsi belum stabil, dimana bila grafik terus
dilanjutkan maka kurva masih akan terus turun mendekati pH netral 7. Sehingga
untuk penentuan breaktrough pada kurva ini belum dapat ditentukan dikarenakan
bila diambil titik pada menit ke 20 dengan pH 7,72, kurva pada menit ke 40 pH
turun kembali sehingga kemungkinan kurva belum mendapatkan titik optimum
untuk penurunan pH yang mendekati netral, dikarenakan sampel air limbah yang
telah habis sehingga tidak dapat melanjutkan proses. Dari data yang dihasilkan
didapatkan pH awal sebesar 8,18 dan pH akhir sebesar 7,74. Dan berdasarkan PP
no. 82 tahun 2001 air yang baik berada pada kisaran pH sekitar 6-9. Dari data
tersebut bisa diketahui bahwa kisaran pH pada proses yang telah dilakukan
memenuhi syarat sebagai kualitas air yang baik. Sehingga aplikasinya air hasil
pengolahan ini dapat dibuang ke lingkungan bila ditinjau dari segi kisaran pH
yang memenuhi syarat sebagai kualitas air yang baik.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 18 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
4.3 Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap TDS dan DHL Limbah Air Bekas
Cucian Pakaian
Berdasarkan data yang diperoleh, lamanya proses adsorpsi akan
berpengaruh terhadap perubahan nilai TDS dan DHL pada effluen yang
ditunjukkan pada Gambar 4.3.1
0 10 20 30 40 50 60 702.7
2.8
2.9
3
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
Waktu (menit)
DHL
Gambar 4.3.1 Kurva pengaruh waktu adsorpsi terhadap DHL
Prinsip daya hantar listrik yaitu semakin lama waktu alir maka daya hantar
listriknya akan semakin tinggi dikarenakan waktu alir yang lama dapat dipastikan
menghasilkan adsorbat yang jernih (Udin, 2011). Tinggi rendahnya daya hantar
listrik pada air dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam yang terlarut dalam air.
Semakin banyak garam-garan terlarut terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL.
Asam, basa dan garam merupakan penghantar listrik yang baik sedangkan bahan
organic merupakan penghantar listrik yang buruk.
Adsorbat yang jernih, sedikit mengandung bahan-bahan terlarut didalamnya
sehingga pergerakan elektrolit atau ion-ion dalam larutan dapat bergerak dengan
cepat sehingga menyebabkan daya hantar listriknya menjadi besar, berbeda
dengan larutan yang mengandung berbagai macam bahan-bahan terlarut
didalamnya, pergerakan ion akan terganggu dan lebih lambat sehingga
menyebabkan daya hantar listrik menjadi kecil. Maka semakin besar DHL maka
semakin besar nilai daya hantar listriknya maka dapat disimpulkan kualitas air
tersebut semakin baik. Untuk pengaruh DHL terhadap waktu, seharusnya grafik
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 19 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
terus meningkat hingga pada satu waktu tertentu, nilai DHL kemudian menurun
dimana nilai DHL tertinggi adalah kenaikan DHL optimum pada proses
pengolahan menggunakan proses adsorpsi karbon aktif. Akan tetapi pada kurva
4.3.1 pada proses awal terjadi penurunan DHL kemudian DHL naik. Pada kurva
ini belum dapat ditentukan breaktrough dikarenakan DHL masih meningkat dan
belum terjadi penurunan yang tajam. Sementara itu, pada hubungan antara
pengaruh waktu adsorpsi terhadap TDS dapat terlihat dari Gambar 4.3.2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65102030405060708090
100110120130140150160170180190200210220230240
Waktu (menit)
TDS
Gambar 4.3.2 Kurva pengaruh waktu adsorpsi terhadap TDS
Nilai TDS akan menurun dengan bertambahnya waktu. Penurunan nilai
TDS menunjukkan bahwa ukuran kandungan dari bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terdapat pada limbah air bekas cucian pakaian mengecil. Namun,
pada waktu tertentu nilai TDS akan mengalami peningkatan kembali. Pada
Gambar 4.3.2 dapat terlihat bahwa nilai TDS pada awal proses mengalami
penurunan hingga 91,97 dan 94,48 kemudian kurva meningkat dengan
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 20 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
bertambahnya waktu. Dari kurva ini didapat breaktrough pada menit ke 15
dengan nilai TDS sebesar 82 NTU. Dikarenakan pada menit ke 15 ini merupakan
penurunan TDS optimum, sehingga proses adsorpsi dapat menurunkan TDS
hingga 85 NTU dengan waktu 15 menit. Nilai TDS itu sendiri menunjukan ukuran
kandungan gabungan semua bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam
cairan dalam: (sol koloid) molekul, terionisasi atau mikro-butiran bentuk
ditangguhkan. Pada saat nilai TDS meningkat kembali menunjukkan bahwa
ukuran kandungan bahan anorganik maupun bahan anorganik yang berasal dari
limbah air bekas cucian pakaian membesar. Hal ini dikarenakan karbon aktif yang
digunakan sebagai adsorben telah jenuh sehingga proses penyerapannya pun akan
berkurang sehingga dapat diketahui seberapa besar penyerapan maksimum yang
dapat dilakukan oleh karbon aktif.
TDS yang dihasilkan pada awal sebesar 215 mg/l. Sedangkan pada menit ke
15 menghasilkan TDS sebesar 82 mg/L. Menurut PP no. 85 tahun 2001 standar
besarnya TDS pada air berkisar antara 3 – 2000 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa
air limbah bekas cucian pakaian tersebut masuk kedalam rentang yang telah
ditentukan.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 21 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari data percobaan hasil penelitian pengolahan air limbah cucian pakaian dengan
proses adsorpsi menggunakan karbon aktif sebagai adsorben yang telah
dilaksanakan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dalam penelitian ini.
Kesimpulan yang didapat sebagai hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya agar mencapai hasil yang terbaik.
5.1. Kesimpulan
Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa:
1. Titik optimum proses adsorpsi dapat menurunkan pH dalam pengolahan
belum dapat diketahui karena kurva breaktrough belum tercapai
2. Titik optimum proses adsorpsi dapat menurunkan kekeruhan dalam
pengolahan air limbah bekas cucian pakaian adalah pada menit ke 15
hingga kekeruhan sebesar 82 NTU
3. Titik optimum proses adsorpsi dapat menurunkan TDS dalam
pengolahan air limbah bekas cucian pakaian belum dapat diketahui
karena kurva breaktrough belum tercapai
4. Titik optimum proses adsorpsi dapat meningkatkan DHL dalam
pengolahan air limbah bekas cucian pakaian belum dapat diketahui
karena kurva breaktrough belum tercapai
5.2. Saran
Disarankan apabila dilakukan penelitian lebih lanjut untuk proses adsorpsi
untuk pengolahan air limbah cucian pakaian, maka dapat dilakukan penelitian
untuk pengolahan lebih lanjut mengenai variasi laju alir yang digunakan sehingga
pH, TDS, DHL dan kekeruhan nilainya dapat masuk batasan yang diperbolehkan
untuk dibuang kelingkungan serta dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai dosis optimum karbon aktif untuk penggunaan proses adsorpsi dalam
mengolah air limbah.
Pengolahan Limbah Bekas Cucian Pakaian dengan Proses Adsorpsi 22 Menggunakan Karbon Aktif sebagai Adsorben