11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teori Umum Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan – bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B.2007). Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak

BAB-II 2003.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1Teori UmumSediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B.2007).Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B.2007).Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985).Anestesi Spinal (blok subarakhnoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal/subarakhnoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal (Mansjoer, 2000).Larutan anestesi lokal disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid untuk memblok pengiriman impuls saraf-saraf yang berhubungan dengannya walaupun beberapa saraf lebih mudah diblok daripada yang lain. Saraf tersebut digolongkan menjadi 3 yaitu motorik, sensorik dan otonom. Saraf motorik mengantarkan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika saraf ini diblok maka otot akan mengalami paralisis. Saraf sensorik mengirimkan sensasi seperti sentuhan rasa sakit dari medulla spinalis menuju otak, sedangkan saraf otonom mengendalikan lebar pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan fungsi di bawah sadar yang lain (Morgan et al, 2002).Lidokain ialah anestetika lokal tipe amino amida. Lidokain memiliki nama kimia acetamide,2-(diethylamino)-N-(2,6-dimethylphenyl).Pertama kali dikembangkan oleh Nils Lofgren dan Bengt Lundqvist pada tahun 1943 dan pertama kali dipasarkan pada tahun 1948 (Mulroy, 2002).Lidokain HCl adalah obat anestesi lokal yang merupakan golongan amida yang memiliki ikatan amida mudah menjadi tidak aktif oleh enzim hepatic amidase sehingga dibuat dalam sediaan injeksi hiperbarik. Injeksi hiperbarik adalah injeksi yang proses penyebarannya berdasarkan mekanisme hokum gravitasi dimana suatu zat atau larutan yang memiliki berat jenis lebih tinggi daripada larutan disekitarnya, maka akan bergerak cepat ke daerah yang lebih rendah. Efek anestesi lidokain terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain mempunyai kelarutan dalam lemak yang tinggi dan ikatan dengan protein yang kuat (Suwahyono, 2011).

Farmakologi dari lidokain adalah menstabilkan membran saraf dengan menghambat aliran ion yang diperlukan untuk inisiasi dan konduksi impuls sehingga menyebabkan efek anestesi (Brunton, 2011). Lidokain HCl anestesi disuntikan dibagian sumsum tulang belakang tepatnya pada L2-3 agar penyebarannya lebih cepat dibandingkan L4-5. Tipe injeksi ini adalah injeksi intraspinal, dimana disuntikan dibagian sumsum tulang belakang (Anonim, tanpa tahun).

II.2. Rancangan Formula

Tiap 2 mL injeksi hiperbarik mengandung :

Lidokain HCl 5 %Glukosa 7,5 %

Aqua Pro Injeksiad2 mLII.3. Alasan Penambahan

II.3.1Alasan Formulasi

1. Steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup (Lachman, 2008)

2. Sterilisasi adalah suaru proses pembunuhan dan penghilangan bakteri atau mikroorganisme lain3. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan emulsi, atau suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yaitu disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir (FI III, 1979)

4. Anastesi lokal dapat dibuat isobaric, hiperbarik, atau hipobarik terhadap cairan serebrospinal. Barisitas anastesi lokal mempengaruhi penyebaran obat tergantung dari posisi pasien (USU, 2007)

5. Larutan hiperbarik merupakan suatu larutan yang memiliki barisitas lebih besar sehingga akan cepat ke daerah yang lebih rendah karena hiperbarik mengikuti mekanisme hukum gravitasi yaitu suatu zat/larutan yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari larutan disekitarnya akan bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah. Jika larutan isobarik merupakan suatu larutan yang memiliki arah penyebaran lokal pada tempat injeksi. Injeksi anastesi lokal dengan barisitas hiperbarik mempunyai onset yang lebih cepat diandingkan isobarik (Review Bupivacaine Vs Isobarik (USU, 2007), sehingga lidokain HCl ini dibuat injeksi anastesi lokal hiperbarik

6. Vertebrata lumbalis merupakan vertebrata yang paling penting dalam spinal anastesi, karena sebagian besar perusakan pada spinal anastesi dilakukan pada daerah ini. Makin tinggi tempat penyuntikan, maka analgesia yang dihasilkan makin tinggi. Penyuntikan ke daerah L2-3 lebih memudahkan penyebaran obat ke kranial dari pada penyuntikan pada L4-5 (USU, 2007)7. Lidokain merupakan obat anastesi lokal yang merupakan golongan amida yang memiliki ikatan amida, mudah menjadi tidak aktiff oleh hepatic amidase, sehingga dibuat dalam sediaan injeksi (USU, 2007).

8. Lidokain juga berhasil mampu dibeberapa negara unutk injeksi. Lidokain termasuk dalam beberapa injeksi untuk mencegah nyeri, gatal, dan iritasi lokal lain (Martindale, 2009)9. Lidokain HCl dibandingkan prokain khasiatnya lebih kuat dan lebih cepat kerjanya (setelah beberapa menit), juga bertahan lebih lama (plasma t1/2 = 1,5 - 2 jam) lama kerjanya 60 90 menit (OOP, 2007)10. Kelarutan lidokain dalam lemak tinggi dan ikatan dengan protein kuat (protein -asam glikoprotein) sehingga berhubungan dengan lama kerja anastesi lokal (Suwahyono, 2001)11. PKa dari lidokain yaitu 7,7, dimana jika pKa lebih tinggi sehingga akan lebih mudah berdifusi melalui membran, dengan demikian onsetnya lebih cepat (Jurnal local anesthetic, 2004 ; USU, 2007)

12. Koefisien partisi lidokain adalah 366. Koefisien partisi menunjukan kelarutan lidokain dengan lemak yang tinggi sehingga semakin lama kerja obat tersebut (Suwahyono, 2001)13. Inkompatibel lidokain HCl dalam larutan amfoterisin , sulfadiazin natrium, methohexital natrium, cefazoline natrium (Martindale, 2009)14. Lidokain HCl ini memiliki indikasi sebagai anastesi lokal (Martindale, 2009) dan anastesi permukaan dan infiltrasi (OOP, 2007)

15. Lidokain HCl merupakan anastesi lokal yang memblok konduksi dengan mengurangi atau mencegah peningkatan dalam permeabilitas membran Na+ yang biasanya secara normal diproduksi oleh depolarisasi membran. Suatu tindakan anastesi lokal terjadi karena interaksi langsung yang terjadi antara Na+ saluran kanal. Sebagai tindakan anastesi semakin berkembang disaraf. Ambang batas untuk rangsangan listrik secara bertahap meningkat, laju kenaikan dan potensi aksi. Konduksi impuls melambat dan faktor keamanan untuk konduksi menurun. Faktor-faktor ini mengurangi potensial aksi dan konduksi saraf akhirnya gagal (GG, 2009)16. Konsentrasi lidokain HCl sebagai injeksi 0,5 5%. Konsentrasi yang digunakan dalam formula ini yaitu 5%, karena menurut martindale (2009) untuk larutan injeksi hiperbarik 5% dan dengan penambahan glukosa 7,5% (Martindale, 2009)

17. Lidokain HCl injeksi hiperbarik dibuat dalam wadah ampul sebanyak 2 mL untuk injeksi anastesi spinal (DOEN, 2009)18. Lidokain HCl injeksi merupakan injeksi anastesi lokal ke dalam ruang intratekal/ rute intratekal atau ruang subaraknoid di region lumbal antara vertebrata L2-3, L3-4, L4-5 untuk menghasilkan onset anastesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi (USU, 2007)

19. Formula lidokain injeksi hiperbarik tidak ditambahkan pengawet karena dibuat dalam satu ampul dosis tunggal (satu kali pemakaian). Yang membutuhkan tambahan pengawet yaitu penggunaan injeksi dengan dosis berulang (Parrot, 1971)II.3.2 Alasan Penambahan Zat Tambahan

1. Glukosa Glukosa adalah bahan tambahan untuk larutan anastesi lokal untuk meningkatkan barisitas berat jenis lidokain HCl. Pada hewan dan manusia berdasarkan studi bahwa glukosa pada rute intratekal glukosa kadar yang aman digunakan 7,5% (Local anesthetic, 2004) Glukosa digunakan sebagai penambahan berat jenis larutan injeksi hiperbarik. Dimana larutan hiperbarik melalui mekanisme hukum gravitasi, yaitu suatu larutan yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari larutan sekitarnya akan bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah dengan cepat (USU, 2007) Glukosa atau dekstrose selain sebagai bahan untuk meningkatkan barisitas suatu larutan, dapat pula sebagai penambah pengisotonis suatu larutan

Injeksi hiperbarik dari 1,5% atau 5% lidokain HCl ke dalamnya dimasukkan larutan glukosa 7,5% yang cocok untuk anastesi spinal, tidak bisa menggunakan adrenalin (Martindale, 2009 ; DOEN, 2009) II.4. Uraian Bahan

1. Lidokain HCl (FI III, 1979 ; Martindale, 2009)Nama resmi : Lidokain HidrokloridaNama lain : Lignokain, 2-(dietylamino)-2, 6-acetoxylidie monohidrat cloride monohydrateRM/BM : C14 H22 N2O.HCl.H2O / 288,82Pemerian :Serbuk hablur, tidak berbau, rasa agak pahit disertai rasa tebalKelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam eter PStabilitas :Lidokain harus disimpan pada wadah suhu lenih kecil dari 40 0C, lebih baik antara 15 300C, hindari penyimpanan pada pendinginan Inkompatibilitas :dalam larutan inkompatibel dengan amfoterisin , sulfadiazine sodium, methohexital sodium, cefazolin sodium, dan fenitoin sodium

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Anastetikum lokalDM : 0,5 - 5%2. Glukosa (FI IV, 1995 ; Excipient, 2009)

Nama resmi : DextrosumNama lain : Dekstrosa, glukosaRM/BM : C6H12H6.H2O / 198,17Pemerian :Hablur tidak berwarna, serbuk hablur, atau serbuk granul putih, tidak berbau, rasa manis

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidihStabilitas : Perubahan temperatur akan menyebabkan perubahan warna Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi kuatPenyimpanan : Dalam wadah tertutup baikKegunaan : Sebagai penambah bobot dan pengisotonis3. Aqua Pro Injeksi (FI III, 1979)Nama resmi:Aqua steril pro injection

Nama lain:Aqua steril untuk injeksi

Pemerian:Cairan jerni, tidak berwarna, tidak berbau

Kegunaan:Pelarut

Penyimpanan:Dalam wadah tertutup rapatDapusAnonim, 2004. Jurnal Local Anastesi dan Bahan Tambahan Obat. The Medicine Publiching: USA

Anonim, 2007. Usp 30-NF25 Pharmacopea the Standar of Quality. The united states Pharmacopla convention: Twinbook parkway

Ansel, H.C, 2011. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesi Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesi Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Hadioetomo, R. S., 1985, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, PT. Gramedia, Jakarta.Lachman, 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta: UI Press

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J. 2002. Clinical Anesthesiology. (3rd ed). New York: McGraw-Hill Companies Inc.Mulroy, Michael F. 2002. Regional Anesthesia: An Illustrated Procedural Guide. (3rd ed). Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins.Parrot, E.I. 1971. Pharmaceutical Technology Funfamental Pharmaceutics edition III. Minneopolis: Burger Publishing Company

Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.Rowe, R.C, 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition .London: Pharmaceutical Press

Suwahyono, 2001. Perubahan lama analgesic blok subaraknoid lidokain 5% hiperbarik dengan premedikasi verampamin oral. Semarang: Universitas Diponegoro

Tjay, T.H, 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Computindo

Tsweetman, S.C, 2009. Martidale the complete drug reference 33nd edition: Pharmaceutical Prees