42
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kurikulum Kurikulum merupakan kajian yang sangat luas, banyak sekali pengertian-pengertian kurikulum yang diungkapkan oleh para ahli, dari mulai pengertian kurikulum secara sempit sampai kepada pengertian kurikulum secara luas. Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. (Sukmadinata, 2005 : 4). Beauchamp (Zais, 1976: 3) mengemukakan pengertian kurikulum yang lebih luas yang digunakan oleh para ahli biasanya istilah kurikulum mengacu pada dua penggunaan cakupan (1). Untuk mengindikasikan rencana untuk pembelajaran bagi pembelajar, dan (2). Untuk mengidentifikasi sebuah cakupan studi. Menurut Zais, komponen dan kurikulum terdiri atas : (1). Tujuan (aims, goals, and Objectivies); (2). Isi atau materi (content); (3) Proses belajar mengajar (learning); (4). Evaluasi. Beauchamp (Sukmadinata, 2005 : 5), menyatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisi beberapa unsur.

BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kurikulum

Kurikulum merupakan kajian yang sangat luas, banyak sekali

pengertian-pengertian kurikulum yang diungkapkan oleh para ahli, dari mulai

pengertian kurikulum secara sempit sampai kepada pengertian kurikulum

secara luas.

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan

praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan

yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan

mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa.

(Sukmadinata, 2005 : 4).

Beauchamp (Zais, 1976: 3) mengemukakan pengertian kurikulum yang

lebih luas yang digunakan oleh para ahli biasanya istilah kurikulum mengacu

pada dua penggunaan cakupan (1). Untuk mengindikasikan rencana untuk

pembelajaran bagi pembelajar, dan (2). Untuk mengidentifikasi sebuah

cakupan studi. Menurut Zais, komponen dan kurikulum terdiri atas : (1).

Tujuan (aims, goals, and Objectivies); (2). Isi atau materi (content); (3) Proses

belajar mengajar (learning); (4). Evaluasi. Beauchamp (Sukmadinata, 2005 :

5), menyatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisi beberapa

unsur.

Page 2: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

20

Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang

kurikulum, yaitu: They defined curriculum as “a set of intentions about

opportunities for engagement of person to-be-educated with other person and

with things (all bearers of information, process, techniques, and values) in

certain arrangements of time and space”. Mereka mendifinisikan kurukulum

sebagai sebuah set yang bermaksud atau bertujuan pada sekumpulan

kesempatan aktifitas pengajaran bagi individu agar menjadi terdidik dengan

segala sesuatu yang terdapat pada seluruh proses, tekhnik dan nilai dalam

rangkaian waktu dan tempat tertentu.

Menurut pandangan paling mutakhir terhadap kurikulum adalah yang

menekankan pada bentuk kata kerja kurikulum itu sendiri, yaitu curere.

Sebagai ganti interpretasinya dari etimologi arena berpacu / berlomba (race

course) kurikulum, curere menunjuk pada arena perlombaan dan menekankan

kapasitas individu sendiri dalam merekonseptualisasikan otobiografinya

sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Schubert (1986 : 33) sebagaimana dalam

kutipan berikut ini: Instead of taking to the interpretation from the race course

etimology of curriculum, curere refers to the running of the race and

emphasize the individual’s own capacity it reconceptualize his or her

otobiography.

Hamalik juga mengemukakan pendapatnya tentang kurikulum, yaitu

sebagai program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan

(sekolah) bagi siswa (Hamalik, 2001 : 65). Berdasarkan program pendidikan

tersebut siswa melakukan kegiatan pembelajaran sehingga mendorong

Page 3: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

21

perkembangan dan pertumbuhannya yang sesuai dengan tujuan pendidikan

yang telah ditetapkan.

Selanjutnya Saylor (Nasution, 1982 : 10), mengemukakan bahwa

“kurikulum merupakan seluruh upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa

(belajar), yang dilaksanakan baik di dalam ruangan kelas, di halaman maupun

di luar sekolah”.

UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan, banyak

sekali pemahaman tentang kurikulum dari yang sempit kepada pengertian

kurikulum secara luas. Terlepas dari pengertian kurikulum menurut Sisdiknas

pula, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurikulum dapat dikatakan

kurikulum sebagai rencana (dokumen), kurikulum sebagai pengalaman belajar,

dan kurikulum sebagai hasil belajar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

yang pelaksanaannya dapat diselenggarakan di dalam kelas maupun di luar

kelas.

B. Komponen Kurikulum

Menurut Zais (1976), bahwasanya kurikulum terdiri dari komponen:

(1). Tujuan (aims, goals, and Objectivies); (2). Isi atau materi (content); (3)

Proses belajar mengajar (learning); (4). Evaluasi.

Page 4: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

22

1. Tujuan

Komponen tujuan berkaitan dengan sasaran yang akan dicapai dalam

penyelenggaraan pendidikan. Tujuan sebagai komponen pertama yang harus

diperhatikan dalam kurikulum dan tujuan sebagai pedoman bagi guru dalam

pelaksanaan pembelajaran di kelas. Berkenaan dengan tujuan ini ada

beberapa istilah yaitu: Aims, Goals dan Objective (Zais, 1976 : 297). Ketiga

istilah tersebut mempunyai arti yang sama yaitu tujuan yang hendak dicapai

dari pendidikan / kurikulum itu sendiri. Namun dalam istilah khusus,

ketiganya memiliki tempat atau posisi dan sifat yang berbeda antara yang

satu dengan yang lainnya. Selain itu ketiganya juga memiliki hubungan dan

atau kesinambungan yang akurat antara Aims dengan Goals, antara Goals

dengan Objective, dan antara Objective dengan Aims.

Aims adalah tujuan pendidikan/kurikulum ideal secara umum atau

luas dan bersifat jangka pandang serta berada pada level nasional. Aims ini

memiliki cakupan yang luas yang harus ditempuh melalui tujuan pada level

institusional dan level implementasi di kelas. Artikulasi yang terletak pada

Aims ini harus bisa dimaknai dan diterjemahkan pada level institusional

sehingga penyelenggaraan institusi pendidikan dapat melaksanakan tugas

dan kewajibannya sebagaimana mestinya dengan mengacu pada Aims

tersebut.

Goals adalah tujuan pendidikan/kurikulum ideal yang sifatnya

berjangka menengah / sedang dan berada pada level institusional. Biasanya

Goals ini tersirat dalam visi dan misi dari lembaga pendidikan atau satuan

Page 5: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

23

pendidikian itu sendiri. Masing-masing satuan pendidikan memiliki visi dan

misi yang hendak dicapai dengan seperangkat program atau kurikulum yang

disediakan. Tentu saja, program yang disediakan sudah dengan sendirinya

mengacu pada Aims.

Objectives adalah tujuan pendidikan / kurikulum yang bersifat

jangka pendek dan berada pada level kelas yang tertuang dan terjabarkan

dalam tujuan mata pelajaran (program). Tujuan yang terdapat dalam

Objective ini mengacu dan bersandar pada Goals dan Aims. Biasanya istilah

yang lazim dipergunakan adalah kompetensi.

Dari ketiga penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa antara

Aims, Goals dan Objective ini memiliki hubungan yang erat yang harus

mampu diterjemahkan dan diimplementasikan secara utuh dan menyeluruh.

Tujuan yang tersebut dalam objective tidak boleh lepas dari Goals dan Aims

sebagai perwujudan dan kerangka dari pencapaian tujuan pendidikan.

Tujuan kurikulum memiliki tiga kategori yang kita kenal dengan

istilah ranah atau domain (wilayah garapan) yaitu kognitif, afektif dan

psikomotor. Dalam konteks kognitif, Bloom (Hamalik, 2006: 123) membuat

taksonomi sebagai berikut:

Knowledge : kemampuan mengingat kembali materi yang baru dipelajari (recall). Contoh : mengulang kembali, mendefinisi. Comprehension : kemampuan untuk menangkap makna materi belajar. Contoh : mengilustrasikan, menggambarkan. Application : kemampuan memanfaatkan materi belajar dalam situasi yang baru / konkrit. Contoh: menggunakan, mempraktekkan. Analysis : kemampuan untuk memilah/membagi materi ke dalam komponen-komponen sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. Contoh : membandingkan, mendeteksi. Synthesis : kemampuan untuk membentuk satu kesatuan yang baru. Contoh : memformulasikan, memprediksi. Evaluation :

Page 6: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

24

kemampuan mempertimbangkan aspek nilai (value) dalam materi belajar. Contoh: mempertimbangkan, memutuskan.

Sementara itu, Krathwol (Hamalik, 2006: 124) membuat pentahapan

dalam konteks afektif adalah sebagai berikut:

Receiving : merujuk kepada kepekaan siswa terhadap stimulus, kemauan untuk menerima. Contoh: memperhatikan, menerima Responding : merujuk kepada perhatian aktif siswa terhadap stimulus, kemauan untuk merespon atau memberi perhatian. Contoh: menikmati, memberi kontribusi, kerjasama Valuing : merujuk kepada keyakinan dan sikap, komitmen. Contoh: menghormati, mempertimbangkan Organization : merujuk kepada internalisasi nilai dan keyakinan yang melibatkan konseptualisasi nilai dan organisasi sistem nilai. Contoh : mengklarifikasi, menguji Characterization : merujuk kepada internalisasi dan perilaku yang merefleksikan seperangkat nilai dan karakteristik filosofi kehidupan (penjatidirian). Contoh : menyimpulkan, menetapkan

Sedangkan dalam ranah psikomotorik, oleh Anita Harrow (Hamalik,

2006: 125) diklasifikasikan sebagai berikut:

Reflex movements : refleks yang melibatkan satu segmen otot dan memungkinkan keterlibatan lebih dari satu segmen otot Fundamental movements : keterampilan gerak yang berhubungan dengan berjalan, berlari, melompat, menekan Perceptual abilities : ditujukan kepada keterampilan yang berhubungan dengan koordinasi pergerakan tubuh, visual, auditori Physical abilities : berkenaan dengan daya tahan, fleksibilitas, ketangkasan, kekuatan, kecepatan Skilled movements : merujuk kepada ketangkasan permainan, olahraga Nondiscursive communication : merujuk kepada ekspresi gerakan yang disesuaikan dengan postur, ekspresi wajah, gerakan-gerakan kreatif (nondiscursive = tidak menyimpang)

Dalam perumusan tujuan pendidikan juga tidak terlepas pada prinsip

yang berkenaan dengan tujuan pendidikan (Sukmadinata, 2005 : 152-153),

yaitu:

Page 7: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

25

Ketentuan / kebijakan pemerintah; arah pembangunan nasional Survey persepsi orang tua; beberapa perkembangan pola hidup yang mempengaruhi generasi di bawahnya Survey pandangan para ahli; adanya beberapa landasan yang akurat.

2. Materi / isi

Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan

pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu

menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau

materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran

yang diberikan maupun aktifitas dan kegiatan-kegiatan siswa.

Sebelum kita melakukan pengembangan materi, menurut Hamalik

(2006 : 98) ada beberapa hal yang harus dipahami bersama, bahwa:

1) Materi merupakan isi pembelajaran, berupa pengetahuan, nilai-sikap, dan keterampilan.

2) Pengembang kurikulum harus menentukan kerangka konseptual ketika memilih materi kurikulum

3) Kerangka konseptual digunakan untuk menentukan kategori pengetahuan, ide pokok, dan esensi materi

4) Kriteria seleksi materi; validitas, signifikansi, menarik, mudah dipelajari, konsisten dengan realita sosial, berguna.

a. Pengorganisasian Materi

Pengorganisasian materi tidaklah mudah, kadangkala dalam

konteks ini menjadi tidak tepat sasaran akibat tidak adanya kesepahaman

dalam merumuskan. Oleh karenanya, Hamalik (2006) menyatakan

bahwa kita harus memahami hal-hal:

Organisasi materi berkenaan dengan skope dan sekuensi (urutan) materi. Skope materi menunjuk pada makna keluasan dan kedalaman materi yang diajarkan. Sekuensi materi menunjuk pada urut-urutan

Page 8: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

26

penyajian materi, berupa simpel ke kompleks, prerekuisit, kronologis, keseluruhan ke bagian-bagian. Teori belajar dan pembelajaran dapat mempengaruhi skope dan sekuensi materi.

b. Kriteria Menilai Materi Pembelajaran

Dalam menilai materi pembelajaran, kita harus memperhatikan

kriteria. Kriteria ini kita gunakan agar materi pembelajaran nantinya

menjadi akurat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Menurut Brady

(1990) bahwa materi pembelajaran harus memiliki kriteria ”Signifikan,

Valid, Menarik, Mudah dipelajari, Konsisten dengan realita sosial,

Berguna”.

c. Struktur Materi

Pada hakikatnya terdapat beberapa cara dalam membuat struktur

materi antara lain yaitu: Hirarkial, Prosedural, pengelompokan materi

dan kombinasi (Hamalik, 2006: 108).

1) Hirarkhial Susunan beberapa materi di mana satu/beberapa kompetensi menjadi prasyarat bagi kompetensi berikutnya.

2) Prosedural Kedudukan beberapa materi yang menunjukkan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan, tetapi antar materi tersebut tidak menjadi prasyarat untuk materi lainnya.

3) Pengelompokan Beberapa materi yang satu dengan lainnya tidak memiliki ketergantungan, tetapi harus dimiliki secara lengkap untuk menunjang materi berikutnya.

4) Kombinasi Beberapa materi yang susunannya terdiri dari bentuk hirarkhial, prosedural maupun pengelompokan.

Page 9: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

27

3. Proses / Pembelajaran

Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran sangat

penting, oleh sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum.

Bagaimanapun bagus dan idealnya tujuan yang harus dicapai tanpa strategi

yang tepat untuk mencapainya, maka tujuan kurikulum itu tidak mungkin

dapat dicapai.

Agar tercipta pembelajaran yang efektif, perlu digunakan model atau

metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode pembelajaran

hendaknya didasarkan atas beberapa pertimbangan (Hamalik, 2006: 83):

a. Tujuan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran diarahkan pada pencapaian tujuan belajar.Tujuan memberikan arah terhadap semua kegiatan dan bahan yang akan disajikan.setiap bahan dan pendekatan mengajar dirancang dan dilaksanakan dengan maksud pencapaian tujuan secara maksimal. Tujuan pengajaran dirumuskan dalam bentuk prilaku atau performansi.Tujuan tersebut ada yang berkenaan dengan ranah afektif, ranah Kognitif dan ranah Psikomotorik.

b. Karakteristik Mata Pelajaran Mata pelajaran yang akan diberikan termasuk atau bagian dari bidang ilmu atau bidang profesi tertentu. tiap bidang ilmu dan bidang profesi memilki karakteristik sendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Bidang matematika, bahasa dan seni umpamanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda, model atau pendekatan mengajarnya juga sangat berbeda.

c. Kemampuan Siswa Siswa adalah subjek dan pelaku dalam pembelajaran. Pembelajaran diarahkan agar siswa belajar. Melalui kegiatan belajar, potensi, kecakapan, dan karakterisatik siswa dikembangkan. Kemampuan siswa merupakan hal yang sangat kompleks, selain terkait dengan jenis dan variasi tingkatan kemampuan yang dimiliki para siswa, tetapi juga dengan tahap perkembangan, status, pengalaman belajar, serta berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Agar siswa dapat mengembangkan semua potensi, kecakapan dan karakteristiknya secara optimal, dibutuhkan pendekatan, model dan

Page 10: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

28

metode pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan dan kemampuan siswa tersebut.

d. Kemampuan Guru Meskipun guru atau pendidik seharusnya seorang pendidik profesional, dalam kenyataannya kemampuan profesionalnya masih terbatas.terbatass karena latar belakang pendidikan, Pengalaman,pembinaan yang belum intensif atau karena hal-hal lain yang bersifat internal.Pemilihan Pendekatan, Model dan metode mengajar juga harus disesuaikan dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada guru. Seorang guru tidak bisa mengajarkan apa yang tidak dikuasai.

2. Evaluasi

Sebelum menentukan definisi evaluasi kurikulum yang akan peneliti

gunakan sebagai dasar dalam penelitian ini, berikut ini terdapat beberapa

definisi sesuai dengan perkembangan yang ada. Dalam lingkup kurikulum,

evaluasi dinyatakan sebagai berikut: ”Evaluation is the process for

determining the degree to which these changes in behaviour are actually

taking place” (Tyler, 1989:106). Evaluasi adalah proses untuk menentukan

tingkat perubahan-perubahan perilaku yang secara nyata terjadi. Dalam

konsep ini menuntut kita untuk mengetahui tingkat perubahan perilaku yang

terjadi selama proses pendidikan berlangsung. Selain itu juga menimbulkan

konsekuensi adanya penilaian yang tidak bersifat tunggal.

Menurut Stake (Sukmadinata, 2005:180) bahwa ”evaluation is an

observed value compared to some standard”. Lebih lanjut definisi Stake ini

dipertegas oleh Hasan (1988:27) bahwa evaluasi kurikulum adalah bukan

hanya sekedar evaluasi terhadap hasil belajar. Hasil belajar hanya

merupakan salah satu komponen yang dievaluasi. Dalam definisi ini

Page 11: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

29

menunjukkan adanya konteks pengertian kurikulum termasuk yang

direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana tadi.

Selanjutnya menurut Daniel Stuffelbeam (Sukmadinata, 2005:180)

bahwa ”Evaluation is the process of delineating, obtaining and providing

useful information for delineating, obtaining and providing useful

information for judging decision alternatif”. Definisi ini menyiratkan

adanya proses/aktifitas yang menggambarkan dan mendapatkan serta

menyiapkan berbagai informasi terkait dengan proses kurikulum untuk

digunakan sebagai bahan alternatif pengambilan keputusan.

Di dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk

mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum,

atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang

ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) adalah evaluasi

sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif.

Evaluasi sebagai alat untuk mengukur keberhasilan pencapaian

tujuan, dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu tes dan non tes. Tes

biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek

kognitif, atau tingkat penguasaan materi pembelajaran. Sedangkan non tes

adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah

laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Ada beberapa jenis non tes sebagai

alat evaluasi, diantaranya wawancara, observasi, studi kasus, skala

penilaian.

Page 12: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

30

Dari beberapa istilah evaluasi yang terdapat di atas, dapat peneliti

simpulkan bahwa evaluasi adalah proses untuk menentukan tingkat

perubahan-perubahan perilaku yang terjadi selama proses pendidikan

dengan menggunakan beberapa standar penilaian baik pada proses

(pelaksanaan rencana) maupun hasil belajar yang dapat dijadikan sebagai

informasi untuk bahan pengambilan keputusan dalam merumuskan umpan

balik.

C. Fungsi dan Guna Kurikulum

Semua komponen kurikulum tersebut harus dirancang dan

dikembangkan sedemikian rupa agar keempatnya menyatu dan saling

menunjang bagi pencapaian tujuan pendidikan. Pada dasarnya, tujuan yang

ingin dicapai merupakan sesuatu yang ideal. Oleh karena itu, penyusunan dan

pengembangan kurikulum beserta seperangkat komponennya, perlu disusun

dan dikembangkan oleh orang-orang yang profesional, ahli dan terlatih untuk

melakukan hal itu agar memiliki fungsi dan kegunaan yang tepat.

Inglis (Hamalik, 2006 : 11) menyatakan bahwa fungsi kurikulum adalah

sebagai berikut :

1. Fungsi penyesuaian (the adjustive of adaptive function) Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

Page 13: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

31

2. Fungsi pengintegrasian (the integrating function) Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.

3. Fungsi diferensiasi (the differentiating function) Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.

4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function) Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

5. Fungsi pemilihan (the selective function) Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kuriukulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.

6. Fungsi diagnostik (the diagnostic function) Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

Bila kurikulum sudah tersusun dengan baik, maka guru harus

mengemban tugas pelaksanaan kurikulum tersebut dengan baik pula, dengan

Page 14: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

32

berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, fungsi

kurukulum adalah sebagai pedoman kerja melaksanakan kurikulum.

Selain sebagai pedoman, kurikulum juga berfungsi sebagai preventif,

yaitu agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa

yang ditetapkan dalam kurikulum. Kalau hal ini terjadi, maka kurikulum dapat

berfungsi korektif, yaitu sebagai rambu-rambu yang harus dipedomani dalam

membetulkan pelaksanaan pendidikan yang menyimpang dari yang telah

digariskan dalam kurikulum. Dilihat dari segi ini, kurikulum juga berfungsi

konstruktif, yaitu memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan, dan

mengembangkan pelaksanaannya, asalkan arah pengembangan itu mengacu

kepada kurikulum yang berlaku.

Kurikulum memuat lebih dari rencana tertulis saja, tetapi memuat juga

komponen kurikulum, yang kalau dilaksanakan akan menghasilkan

pengalaman belajar bagi peserta didik. Implikasi dari konsep ini adalah bahwa

kurikulum mengandung keinginan konseptual tentang proses belajar mengajar,

cetak biru kegiatan belajar peserta didik, aturan tentang materi pelajaran,

organisasi materi dan sistem evaluasi keberhasilan kurikulum. Seperangkat

komponen kurikulum (tujuan, materi/pengalaman belajar, organisasi materi,

dan evaluasi) tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait yang bila

dilaksanakan secara professional dan terpadu akan mencapai tujuan yang

diinginkan.

Kurikulum merupakan pedoman guru dalam penyusunan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sebagai usaha untuk mewujudkannya dalam

Page 15: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

33

keinginan nyata proses belajar mengajar. Kurikulum juga digunakan sebagai

pedoman dalam mengevaluasi hasil belajar peserta didik. Hasil evaluasi bukan

saja berguna bagi pengisian catatan kemajuan hasil belajar siswa (rapor), tetapi

juga untuk perbaikan kurikulum itu sendiri, serta evaluasinya pelaksanaannya.

Walaupun begitu, dengan kurikulum (dokumen) itu saja, belum dapat

melakukan tugas mengajarnya. Guru perlu menyusun rencana kerja pertemuan

tatap muka berupa rencana tertulis, RPP, silabus, dalam hitungan waktu

tertentu (misalnya semester, mingguan dan harian).

D. Peranan Kurikulum

Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara

sistematis mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan para

siswa. Bila menganalisis sifat dari masyarakat dan kebudayaan, di mana

sekolah sebagai institusi sosial melaksanakan operasinya, maka kita akan

menentukan paling tidak 3 jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat

penting, yaitu : (1). Peranan konservatif; (2). Peranan kritis atau evaluatif, dan

(3). Peranan Kreatif. Ketiga peranan ini sama pentingnya dan antara ketiganya

perlu dilaksanakan secara berkeseimbangan. (Hamalik, 2006 : 9).

Peranan konservatif. Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah

mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada generasi muda.

Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi

dan membina tingkah laku para siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada

dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses

Page 16: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

34

sosial. Karena pendidikan itu sendiri pada hakekatnya berfungsi pula untuk

menjembatani antara para siswa selaku anak didik dengan orang dewasa di

dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih

kompleks. Maka dalam kerangka ini, fungsi kurikulum menjadi teramat

penting, oleh sebab turut membantu proses tersebut. Karena adanya peranan

konservatif ini, maka sesungguhnya kurikulum itu berorientasi pada masa

lampau. Namun demikian, peranan ini sangat mendasar sifatnya.

Peranan Kritis atau Evaluatif. Kebudayaan senantaisa berubah dan

bertambah. Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan

juga menilai, memilih unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam

hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan

menekankan pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi

dengan keadaan masa mendatang dihilangkan dan diadakan modifikasi serta

dilakukan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum perlu mengadakan pilihan

yang tepat atas dasar kriteria tertentu.

Peranan Kreatif. Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan

konstruktif, dalam arti mencipta dan menyusun sesuatu yang baru sesuai

dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat.

Guna membantu setiap individu mengembangkan semua potensi yang ada

padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir

kemampuan dan keterampilan yang baru, dalam arti yang memberikan manfaat

bagi masyarakat.

Page 17: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

35

Ketiga peran tersebut berjalan secara seimbang, dalam arti terdapat

keharmonisan di antara ketiganya. Dengan demikian kurikulum akan dapat

memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam membawa para siswa menuju

kepada kebudayaan masa depan.

E. Pendekatan dalam Implementasi Kurikulum

Pendekatan-pendekatan implementasi kurikulum yang berkembang

hingga saat ini pada dasarnya berpijak dari pandangan/orientasi dalam

menempatkan/memposisikan hubungan antara kurikulum dengan siswa

sebagai subjek pembelajar. Artinya bahwa pendekatan implementasi

kurikulum dalam bentuk kegiatan belajar mengajar sangat bergantung kepada

konsep orientasi dalam menempatkan hubungan antara kurikulum dengan

peserta didik dan pendidik itu sendiri. Dalam penjelasan Miller and Seller

(1985:6-8) terdapat tiga orientasi yang mendasari suatu penyelenggaraan

pembelajaran sebagai suatu aktivitas implementasi kurikulum, yakni: (1)

orientasi transmisi (transmission position); (2) orientasi transaksi (transaction

position); dan (3) orientasi transformasi (transformation position).

Orientasi transmisi (transmission position), yang memandang bahwa

pendidikan dan pembelajaran adalah proses meneruskan (to transmit) fakta-

fakta, keterampilan dan nilai-nilai kepada peserta didik, akan memperlihatkan

implementasi kurikulum pembelajaran yang bersifat pengalihan pengetahuan,

informasi maupun nilai-nilai dari guru kepada siswa. Dalam konteks ini siswa

bersifat pasif dan menunggu untuk kemudian memberikan respon terhadap

Page 18: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

36

instruksi dari guru berkaitan dengan pengetahuan dan informasi yang dialihkan

guru. Secara filosofis dikatakan bahwa Pendidik transmisi perhatiannya bukan

untuk mengembangkan potensi pribadi peserta didik, melainkan untuk

mempertahankan keadaan tetap pada suatu saat tertentu.

Sedangkan orientasi transaksi (transaction position), yang memandang

bahwa pendidikan dan pembelajaran adalah proses dialog antara peserta didik

dengan kurikulum serta proses rekonstruksi pengetahuan secara terus menerus,

sehingga akan menuntut model implementasi kurikulum yang menekankan

kepada partisipasi aktif peserta didik dalam proses pembelajaran.

Orientasi transformasi (transformation position), yang memandang

bahwa kurikulum dan pembelajaran adalah wahana mengembangkan pribadi

dalam dimensi individu dan sosial secara holistik. Dengan demikian pendidik

dalam implementasinya memfokuskan pada perkembangan pribadi dan

kelompok, serta memfasilitasi/menciptakan kondisi yang diperlukan untuk

suatu perubahan yang positif. Secara konseptual, keterkaitan antara kurikulum,

peserta didik dan pendidik/guru dalam suatu lingkungan pendidikan dan

pembelajaran yang mencirikan ketiga orientasi tersebut, digambarkan sebagai

berikut (Miller and Seller, 1985:6-8):

Page 19: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

37

Bagan 2.1: Orientasi dalam Implementasi Kurikulum

Pembelajaran berbasis kompetensi dalam implementasi kurikulumnya

memiliki ciri sebagai berikut: menekankan isi berupa kompetensi; kompetensi

dirinci menjadi sasaran belajar yang hasilnya dalam bentuk perilaku/tindakan

yang dapat diamati/diukur; bahan pelajaran disusun dalam bentuk media cetak,

modul atau pengajaran berprograma; penyusunan kurikulum dan perangkatnya

dilakukan oleh ahli.

Namun demikian, implementasi kurikulum juga tidak lepas dari

orientasi transaksi, karena ciri dalam orientasi transaksi adalah: siswa adalah

subjek didik dan merupakan pemeran utama pendidikan; isi bahan

pembelajaran dirancang sesuai kebutuhan dan minat siswa; tidak ada

kurikulum standar, yang ada kurikulum minimal; proses pembelajaran

menekankan aktivitas inkuiri-diskaveri, serta pemecahan masalah.

Orientasi Transmisi

Orientasi Transaksi

Orientasi Transformasi

Kurikulum Peserta Didik

Kurikulum Peserta Didik

Kurikulum Peserta Didik

Page 20: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

38

Suatu desain model kurikulum untuk dapat dilaksanakan secara

maksimal di lapangan, memerlukan pilihan pendekatan implementasi yang

sejalan dengan karakteristik kurikulum itu sendiri, serta karateristik

pengguna/pelaksana. Hal ini sejalan dengan pandangan tentang impelementasi

kurikulum, yang menyebutkan bahwa implementasi kurikulum pada dasarnya

merupakan suatu proses penerapan konsep, ide, program, atau tatanan

kurikulum ke dalam praktik pembelajaran, yang keberhasilannya setidaknya

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (a) karakteristik kurikulum; (b) strategi

implementasi; dan (c) karakteristik pengguna/pelaksana di lapangan.

Pendekatan dalam implementasi kurikulum dijelaskan oleh Jackson (1991:

404) ada tiga yaitu: (1) fidelity perspective; (2) mutual adaptation; dan (3)

curriculum enactment. Secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Fidelity Perspective

Suatu rancangan kurikulum yang telah dikembangkan berdasarkan

pendekatan dan pertimbangan tertentu dan telah menjadi suatu desain

model, pada gilirannya harus dilaksanakan/diimplementasikan di lapangan

(di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya). Menurut perspektif Fidelity,

desain (rancangan) kurikulum (curriculum construction) adalah rujukan

utama dalam implementasi kurikulum. Pendekatan fidelity berangkat dari

prinsip kurikulum sentralistik (centralized curriculum), yang menggariskan

bahwa desain kurikulum yang dikembangkan oleh pusat adalah sesuatu

yang terstandar dan siap diterapkan tanpa harus dilakukan penyesuaian.

Sehingga karakteristik utama pendekatan ini menurut Sukmadinata

Page 21: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

39

(2002:3) adalah para pelaksana kurikulum di sekolah (guru, kepala sekolah,

administrasi pendidikan atau stakeholders terkait) berupaya

mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan desain yang telah

ditetapkan secara standar.

Dengan menempatkan posisi kurikulum seperti tersebut, maka

menurut perspektif Fidelity, dalam pelaksanaannya para guru, kepala

sekolah dan adminsitratur pendidikan perlu secara konsisten merujuk

kepada rancangan (desain) kurikulum yang telah dirumuskan oleh pusat.

2. Mutual Adaptation

Ciri pokok pendekatan ini adalah bahwa dalam implementasinya

pelaksana kurikulum mengadakan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan

kondisi riel, kebutuhan, dan tuntutan perkembangan secara kontekstual.

Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa berdasarkan temuan empirik,

pada kenyataannya kurikulum tidak pernah benar-benar dapat

diimplementasikan sesuai rencana, namun perlu diadaptasi sesuai

kebutuhan setempat (Jackson, 1991: 428). Menurut Jackson, pendekatan

mutual adaptation pada dasarnya merupakan ciri penting dalam sebuah

implementasi dan implementasi kurikulum. Bahkan beberapa peneliti

tentang implementasi kurikulum memandang bahwa adaptasi merupakan

kesepakatan pragmatis dalam implementasi dan implementasi kurikulum.

Para peneliti yakin bahwa mutual adaptation adalah bagian penting dalam

pengembangan dan implementasi kurikulum, karena tidak hanya aspek

penerapan yang diperhatikan, tetapi juga bagaimana kurikulum dapat

Page 22: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

40

dikembangkan dan dikelola agar berperan dalam proses pembelajaran.

Menurut pendekatan ini, desain dan isi kurikulum dirancang di luar konteks

pembelajaran, kemudian dalam implementasinya diadaptasi oleh guru

sebagai sebuah pengembangan dengan konteks lokal. Adaptasi juga dapat

dilakukan selama proses implementasi berlangsung.

Pandangan di atas menegaskan bahwa modifikasi, adaptasi, maupun

inovasi dalam penerapan dan implementasi kurikulum adalah persoalan

penting (esensial), sebab sebuah kurikulum tidak akan pernah benar-benar

dapat diimplementasikan sesuai desain, sehingga perlu dilakukan

penyesuaian dan pembaharuan untuk memperoleh hasil secara maksimal.

Dengan demikian, pengembangan model penyusunan dan implementasi

kurikulum pada dasarnya dapat dilakukan melalui modifikasi, adaptasi,

inovasi, atau gabungan dari dua atau ketiganya dalam penerapan suatu

kurikulum.

Salah satu pendapat yang sejalan dengan pandangan tersebut

dijelaskan oleh Print (1993: 87) sebagai berikut :

In the early stage of implementation it is likely that modifications will be made of the curriculum. .... The degree of successful implementation will reflect to large measure the ability and willingness of developers to accomodate modification to their curriculum.

Dengan demikian, modifikasi dan pembaharuan dalam

implementasi dan implementasi kurikulum merupakan tahapan yang sangat

perlu dipertimbangkan untuk dilakukan. Demikian juga ukuran kesuksesan

sebuah implementasi dan implementasi kurikulum pada dasarnya dapat

Page 23: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

41

dilihat dari sejauh mana pengembang kurikulum memiliki kemampuan dan

kemauan untuk mengakomodasi kemungkinan dilakukannya modifikasi

dalam kurikulum yang dirancang.

Sebagai suatu rencana tertulis pembelajaran, implementasi

kurikulum perlu memberikan peluang dilakukannya modifikasi dan

penyempurnaan, sehingga pelaksana di lapangan memiliki keluwesan

dalam menyusun rencana program (pembelajaran), melaksanakan, maupun

melakukan evaluasi hasil pembelajaran. Seperti dijelaskan oleh Print (1993:

217-218) bahwa dalam implementasi kurikulum semestinya perlu diberikan

peluang untuk dilakukan beberapa modifikasi, sebab sangat mungkin

terjadi perbedaan antara rancangan dengan faktor-faktor yang bersifat lokal

dan kontekstual, seperti perbedaan individual siswa, perbedaan sumber-

sumber sekolah, perbedaan guru, variasi keadaan orang tua, serta dukungan

masyarakat sekitar.

3. Enactment Curriculum

Pendekatan ini memiliki perbedaan dengan fidelity perspective dan

mutual adaptation, dengan ciri utama pelaksana kurikulum melakukan

berbagai upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum. Secara

konseptual, pendekatan ini mendasarkan kepada prinsip bahwa

implementasi kurikulum adalah suatu proses, yang di dalamnya akan

berinteraksi berbagai faktor penentu.

Sejalan dengan penjelasan tersebut, Jackson (1991:429)

menguraikan bahwa perspektif enactment curriculum memandang bahwa

Page 24: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

42

rencana program (kurikulum) bukan merupakan produk atau peristiwa

(pengembangan), melainkan sebagai proses yang berkembang. Perencanaan

program yang dilakukan di luar (eksternal), dipandang merupakan sumber

bagi guru untuk menciptakan kurikulum sebenarnya yang diterapkan dalam

pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Mereka (para guru)

adalah creator dalam implementasi kurikulum. Dalam perspektif enactment

curriculum, kurikulum sebagai proses akan tumbuh dan berkembang dalam

interaksi antara guru dan siswa, terutama dalam membentuk kemampuan

berfikir dan bertindak.

F. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

1. Pengertian KTSP

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan,

dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan

Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ).

2. Konsep Dasar KTSP

Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15)

dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah

kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing

satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan

dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta

kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP).

Page 25: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

43

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2)

sebagai berikut :

a. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar

nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan

dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi

daerah, dan peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:

KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi

dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan

peserta didik.

Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan

pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan

standar kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas pendidikan

kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di

bidang pendidikan.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di

perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing

perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk

mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP

Page 26: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

44

merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang otonomi luas

pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan pendidikan masyarakat dalam

rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. Otonomi

diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah meiliki keleluasaan

dalam megelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan

mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap

terhadap kebutuhan setempat.

KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang

diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah

dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satauan pendidikan

dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukan

sikap tanggap pemerintah terhadap tuntunan masyarakat juga merupakan

sarana peningkatan kualitas, efisisen, dan pemerataan pendidikan. KTSP

merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan

otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan

kurikulum sesuai dengan potensi, tuntunan, dan kebutuhan masing-masing.

Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan

potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah,

menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan

meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya

kurikulum. Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “full authority and

responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai

dengan visi, misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk

Page 27: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

45

mengembangkan strategi, menentukan prioritas, megendalikan

pemberdayaan berbagai potensi seklah dan lingkungan sekitar, serta

mempertanggunngjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.

Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala

sekolah, serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupkan

lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah

setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD),

pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan

orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang

menetapkan kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang

pendidikna yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu menetapkan

visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap

program-program kegiatan opersional untuk mencapai tujuan sekolah.

3. Tujuan KTSP

Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk

memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian

kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah

untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam

pengembangan kurikulum.

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:

1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif

sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan

memberdayakan sumber daya yang tersedia.

Page 28: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

46

2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan

bersama.

3) Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan

dicapai.

Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola

pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi

daerah yang sedang digulirkan sewasa ini. Oleh Karen itu, KTSP perlu

diterapkan oleh setiap satuan pendidikn, terutama berkaitan dengan tujuh hal

sebagi berikut.

1) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman

bagi dirinya sehingga dia dapat menoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.

2) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input

pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses

pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

3) Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk

memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolah lah yang paling tahu

apa yang terbaik bagi sekolahnya.

4) Keterlibatan semua warga seklah dan masyarakat dalam pengembangan

kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta

lebih efesien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat sekitar.

Page 29: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

47

5) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-

masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dam masyarakat

pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimalkam mungkin

unutk melaksanakna dan mencapai sasaran KTSP.

6) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah

lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif

dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah

daerah setempat.

7) Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan

lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya

dalam KTSP.

4. Landasan KTSP

1) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

2) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

3) Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

4) Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

5) Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas

No. 22 dan 23 Tahun 2006

5. Ciri-ciri KTSP

1) KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk

menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi

lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang

tersedia dan kekhasan daerah.

Page 30: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

48

2) Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran.

3) Guru harus mandiri dan kreatif.

4) Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode

pembelajaran.

Page 31: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

49

G. KTSP Berbasis Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju

terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan

pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian

utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yang memiliki nilai-nilai

agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai

Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pendidikan

Islam merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi

makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi

pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9).

Menurut Hasan Langgulung yang dikutip oleh Djamaluddin (1999)

Pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki empat macam fungsi

yaitu :

Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memilihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban. Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik hasil di akhirat.

An-Naquib Al-Atas yang dikutip oleh Ali mengatakan pendidikan

Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk

pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di

Page 32: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

50

dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan

pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan

keberadaan (1999: 10 ).

Adapun Mukhtar Bukhari yang dikutip oleh Halim Soebahar

mengatakan pendidikan Islam adalah seganap kegiatan yang dilakukan

seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam

diri sejumlah siswa dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang

mendasarkan program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam

(2002: 12).

Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan

penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk

mengejewantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama

lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan (Soebahar

2002: 13).

Kendati dalam peta pemikiran Islam upaya menghubungkan Islam

dengan pendidikan masih diwarnai banyak perdebatan namun yang pasti

relasi Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi mata uang mereka sejak

awal mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara

ontologis epistimologis maupun aksiologis.

Yang dimaksud dengan pendidikan Islam disini adalah : pertama ia

merupakan suatu upaya atau proses yang dilakukan secara sadar dan

terencana membantu peserta didik melalui pembinaan asuhan bimbingan

dan pengembangan potensi mereka secara optimal agar nanti dapat

Page 33: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

51

memahami menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai keyakinan

dan pandangan hidup demi keselamatan di dunia dan akherat. Kedua

merupakan usaha yang sistimatis pragmatis dan metodologis dalam

membimbing anak didik atau tiap individu dalam memahami menghayati

dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh demi terbentuk kepribadian yang

utama menurut ukuran Islam. Dan ketiga merupakan segala upaya

pembinaan dan pengembangan potensi anak didik untuk diarahkan

mengikuti jalan yang Islami demi memperoleh keutamaan dan kebahagiaan

hidup di dunia dan di akherat.

Menurut Fadalahil Al-Jamali yang dikutip oleh Muzayyin Arifin

pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada

kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan

kemampuan dasar (fitroh) dan kemampuan ajar (2003: 18).

Pendidikan Islam sebagaimana rumusan diatas menurut Abd Halim

Subahar ( 1992 : 64) memiliki beberapa prinsip yang membedakan dengan

pendidikan lain. Prinsip Pendidikan Islam antara lain :

1) Prinsip tauhid

2) Prinsip Integrasi

3) Prinsip Keseimbangan

4) Prinsip persamaan

5) Prinsip pendidikan seumur hidup dan

6) Prinsip keutamaan.

Page 34: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

52

Sedangkan tujuan pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1) Untuk membentuk akhlakul karimah.

2) Membantu peserta didik dalam mengembangkan kognisi afeksi dan

psikomotori guna memahami menghayati dan mengamalkan ajaran

Islam sebagai pedoman hidup sekaligus sebagai kontrol terhadap pola

fikir pola laku dan sikap mental.

3) Membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin dangan

membentuk mereka menjadi manusia beriman bertaqwa berakhlak mulia

memiliki pengetahuan dan keterampilan berkepribadian integratif

mandiri dan menyadari sepenuh peranan dan tanggung jawab diri di

muka bumi ini sebagai abdulloh dan kholifatulloh.

Dengan demikian sesungguh pendidikan Islam tak saja fokus pada

education for the brain tetapi juga pada education for the heart. Dalam

pandangan Islam karena salah satu misi utama pendidikan Islam adalah

dalam rangka membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin

maka ia harus seimbang sebab bila ia hanya focus pada pengembangan

kreatifiats rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional maka

manusia tak akan dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri bahkan yang

terjadi adalah demartabatisasi yang menyebabkan manusia kehilangan

identitas dan mengalami kegersangan psikologis dia hanya meraksasa dalam

tehnik tapi merayap dalam etik.

Page 35: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

53

Demikian pula pendidikan Islam mesti bersifat integralitik arti ia

harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh kesatuan jasmani

rohani kesatuan intelektual emosional dan spiritual kesatuan pribadi dan

sosial dan kesatuan dalam melangsungkan mempertahankan dan

mengembangkan hidup dan kehidupannya.

2. Mengintegrasikan Unsur-Unsur Pendidikan Islam ke dalam KTSP

Dalam bahasa Arab Islamisasi ilmu disebut sebagai “Islamiyyat al-

Ma’rifat ” dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Islamization of

Knowledge”. Dalam Islam, ilmu merupakan perkara yang amat penting

malahan menuntut ilmu diwajibkan semenjak lahir hingga ke liang lahad.

Ayat al-Quran yang pertama yang diturunkan berkaitan dengan ilmu yaitu

surah al-’Alaq ayat 1-5. Menurut ajaran Islam, ilmu tidak bebas nilai-

sebagaimana yang dikembangkan ilmuan Barat--akan tetapi sarat nilai,

dalam Islam ilmu dipandang universal dan tidak ada pemisahan antara ilmu-

ilmu dalam Islam. Oleh kerana itu, sejarah dalam dunia ilmu Islam dahulu

telah melahirkan ulama yang terkemuka yang dapat menguasai ilmu-ilmu

“dunia” dan “akhirat”. Mereka berusaha menyeimbangkan ide-ide besar

dalam tamadun yang lain dengan ajaran agama Islam. Ini dapat dilihat

sebagai contoh seperti al-Kindi,Ibnu Sina, al-Ghazali,dan lain-lain. Mereka

berusaha mengetengahkan beberapa ide dasar dan mempertemukan ilmu

“luar“ dengan ajaran Islam. Perbedaannya,mereka tidak mengunakan istilah

“pengislaman Ilmu” kala itu kerana pada saat itu umat Islam begitu

cemerlang dalam ilmu pengetahuan.

Page 36: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

54

Mulyanto mengatakan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan sering

dipandang sebagai proses penerapan etika islam dalam pemanfaatan imu

pengetahuan dan kreteria pemilihan suatu jenis ilmu pengetahuan yang akan

di kembangkannya. Dengan kata lain, islam hanya berlaku sebagai kreteria

etis diluar struktur ilmu pengetahuan, Asumsi dasarnya adalah, bahwa ilmu

pengetahuan adalah bebas nilai. Konsekuensi logisnya mereka mereka

menganggap mustahil munculnya ilmu pengetahuan islami, sebagaimana

mustahilnya ilmu pengetahuan Marxisme. Dan islam beserta ideologi-

ideologi lainnya, hannya mampu merasuki subjek ilmu pengetahuan beraksi;

lalu menyerahkan kedaulatan muthlak pada metodologi ilmu bersangkutan.

Lebih lanjut mulyanto mengatakan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan,tak

lain dari proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan pada

prinsip-prinsip yang hakiki, yakni: tauhid, kesatuan makna kebenaran, dan

kesatuan ilmu pengetahuan.

Praktik islamisasi itu harus melibatkan seluruh pakar dalam berbagai

disiplin keadilan. Praktik islamisasi dalam berbagai bidang keahlian tersebut

kini tengah berlangsung di masyarakat. Upaya ini dilakukan oleh umat

Islam dengan menggunakan pendekatan yang terkadang berbeda salah satu

dan lainnya sebagai berikut. Pertama, ada yang menggunakan pendekatan

formalistik, verbalistik, dan simbolistik. Yaitu pendekatan yang

menginginkan agar agama secara resmi menjadi dasar negara, dinyatakan

secara eksplisit dalam kata dan diaplikasikan dalam bentuk simbol yang

menjadin logo setiap bidang kehidupan. Praktik islamisasi yang demikian

Page 37: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

55

itu dalam satu segi lebih memperlihatkan sosok yang tegas, lugas dan

transparan dan sekaligus membedakan antara yang Islami dan yang bukan

Islami. Namun, pendekatan yang demikian dapat berakibat timbulnya

kecurigaan dan ketakutan bagi kelompok lain yang secara pluralistik berada

di sekitarnya. Pendekatan yang demikian dapat efektif manakala kondisi

sosial keaagamaan dan lainnya dalam keadaan kondusif seperti pada kasus

yang di jumpai di propinsi Aceh Darussalam. Kedua, ada yang

menggunakan pendekatan kultural, substansual dan aktual. Dengan

pendekatan ini, agama Islam diupayakan beradaptasi dan mengakomodasi

dengan berbagai kebudayaan yang ada di masyarakat; Islam sebagai rahmat

bagi kehidupan umat manusua dapat dirasakan dengan nyata. Islam benar-

benar terlibat dalam memecahkan masalah kehidupan masyarakat dalam

bidang ekonomi, kesehatan, pemukiman, pendidikan dan kesejahteraan pada

umumnya. Islam benarbenar tampak dalam kenyataan sebagai sebuah sistem

kuhidupan yang menyejukkan umat manusia. Pendekatan yang kedua ini

tampak kurang sosoknya secara lahiriah sehingga terkadang sulit untuk

melakukan klaim Islam terhadapnya. Namun secara batiniah dan substansif

dapat dirasakan. Pendekatan yang kedua ini tampak lebih disukai kelompok

lain yang secara empiris memperlihatkan keragaman kultural.

Page 38: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

56

H. Implementasi KTSP melalui Pendekatan Mutual adaptive

Dengan diberlakukannya KTSP membawa dampak perubahan yang

sangat signifikan pada dua hal baru, yaitu (1) peserta didik menjadi dasar

dalam mengorganisasi pengalaman belajar. Atau dengan kata lain peserta didik

dijadikan sentral (student oriented ) dalam pembelajaran dan (2) perluasan

peran guru sebagai pengembang kurikulum di dalam pembelajaran. Kedua hal

tersebut merupakan inovasi jika guru mau melaksanakannya (Hasan, 1995).

Bila dikaitkan dengan peran guru yang lebih luas, maka guru berkewajiban

melakukan perubahan-perubahan dengan menemukan strategi-strategi yang

paling tepat untuk mengimplementasikan KTSP dengan cara berhasil guna dan

berdaya guna semaksimal mungkin. Secara konseptual perlu dipertanyakan

pendekatan apa yan paling cocok untuk megimpelementasikan KTSP sehingga

terjadi suatu inovasi ?

Salah satu bentuk pendekatan dalam implemtasi kurikulum yang cocok

dengan KTSP adalah pendekatan mutual adaptive, karena pendekatan ini

menekankan pada penyesuiaian-penyesuaian berdasarkan kondisi internal

siswa dan kondisi eksternal lingkungan sekolah. Dalam pengembangan

kurikulum mutual adaptive sangat potensial untuk meningkatkan kreativitas

guru.

Menurut Marsh dan Stafford (1988) mendefenisikan mutual-adaptive

sebagai modifikasi kesempatan yang telah dibuat antar pengguna dan

pengembang yang memungkinkan terjaminnya implementasi secara berhasil.

Dan ditegaskan pula bahwa mutual-adaptive diadasarkan asumsi bahwa tidak

Page 39: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

57

semua kondisi internal dan eksternal siswa serta lingkungan sekolah sesuai

dengan preskripsi dalam KTSP. Oleh karena itu perlu ada pengadaptasian dan

peyesuaian dengan tetap mengacu pada tujuan pendidikan (dalam konteks ini

tujuan pembelajaran). Berdasarkan implementasi KTSP dengan pendekatan

mutual adaptive, guru yang tidak harus bertemu secara langsung bertatap muka

(face to face) dengan perancang pengembangan kurikulum (curriculum

designer), tetapi dapat berinteraksi dengan produk yang dirancang desainer

kurikulum tersebut. Sejauh mana guru memahami pesan-pesan yang

terkandung dalam KTSP terutama mengenai Kompetetensi Dasar (KD) dan

Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) pada dasarnya

merupakan syarat utama untuk melakukan pendekatan mutual adaptive secara

efektif. Tingkat pemahaman ini terkait dengan cerminan keprofesionalan guru,

yakni berupa pengetahuan, pemahaman dan kemampuan, sikap positif dan

kemauan untuk melaksanakan suatu produk kebijakan. (Brady, 1987).

KTSP sangat memungkinkan guru untuk mengembangkanya pada

tataran satuan pendidikan dimana guru tersebut mengajar. Namun tidak secara

eksplisit pendekatan mana yang harus digunakan dalam implementasi KTSP,

tetapi berdasarkan cerminan keprofesionala guru akan memiliki keyakinan

pendekatan mana yang lebih cocok untuk mengimplementasikan KTSP.

KTSP dalam implementasi dilapangan ada tiga hal yang pelu

diperhatikan yaitu: (1) orientasi dalam penyusunan program pembelajaran (2)

orientasi dalam pelaksanaan program pembelajaran dan (3) orientasi dalam

evaluasi/ penilaian program pembelajaran. Tiga hal ini hendaknya dipahami

Page 40: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

58

oleh guru sebagai karasteristik atau jiwa yang melekat pada kurikulum

tersebut. Jika guru tak memahaminya maka akan terjadi konflik penyusunan,

pelakasanaan dan evaluasi pengajaran pada diri guru itu sendiri. Oleh karena

itu, guru bersangkutan pada pilihan yang dilematis, yakni antara mencari aman

dengan melakukan pembelajaran pola lama tampa sesuai dengan KTSP atau

berusaha secara kreatif dengan berbagai resiko. Pilihan pertama membawa

implikasi pengerdilan visi dan misi KTSP, dan pilihan kedua akan membawa

resiko jika guru merasa belum siap untuk berbeda dari kebiasaan sebelumnya.

KTSP akan baik dan behasil dalam implementasi jika didukung oleh

sikap positif guru dan kemauan untuk melaksanakannya. Dengan kata lain

implementasi KTSP membawa konsekwensi logis terhadap perlunya

peningkatan profesional guru dalam menjalankan tugasnya. Dalam KTSP juga

memberikan kebebasan guru untuk mampu membuat keputusan secara

profesioanal sehingga proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

Untuk itu guru dituntut unuk mengembangkan isi pembelajaran berdasarkan

bahan kajian, mampu memilih starategi dan metoda pembelajaran, menentukan

media dan sumber belajar serta menentukan alat evaluasinya secara tepat.

Selain itu, dalam pengorganisasian pengalaman belajar guru harus

mempertimbangkan prisip-prinsip kontinuitas, sekuensi dan integritasnya.

Berdasarkan pengamatan guru sering menganggap bahwa kurikulum

baru sama dengan kurikulum yang sudah dilaksanakan karena guru kurang

yakin akan manfaat dari kurikulum baru tersebut. Oleh karena itu, mereka

kurang bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya, padahal guru

Page 41: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

59

merupakan pihak terdepan dalam pelaksanaan implementasi kurikulum. Sesuai

dengan pengamatan dan pemahaman-pemahaman ini, dapat ditegaskan bahwa

keberhasilan visi dan misi KTSP tergantung dari sejauh mana guru berhasil

dalam mengimplementasikannya. Faktor-faktor yang penting dipertimbangkan

dalam implementasi KTSP dengan pendekatan mutual adaptive dan bagaimana

pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dapat digambarkan seperti dibawah

ini.

Bagan 2.2 Kerangka Konseptual Implementasi KTSP dengan Pendekatan Mutual adaptive

Siswa

Sarana dan Prasarana

Hasil Belajar Siswa

Lingkungan Sekolah

Kebijakan Pendidikan

Guru

Implementasi KTSP Pendekatan Mutual-Adaptive

• Perencanaan • Pelaksanaan dan • Evaluasi

Page 42: BAB II A.a-research.upi.edu/operator/upload/t_pk_0909561_chapter2(1).pdf · 20 Selanjutnya Lewis dan Miel (Saylor: 1981 : 3) berpendapat tentang kurikulum, yaitu: They defined curriculum

60

Dalam implementasi KTSP pendekatan mutual adaptive dalam

pembelajaran mulai kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, guru

mengacu pada Standar Kompetensi Dasar (SKD), Satandar Kompetensi

Kelulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dengan mempertimbangkan kondisi-

kondisi internal siswa dan eksternal lingkungan sekolah dan sarana prasarana.

Penetapan sumber-sumber belajar, pemilihan bahan, pemilihan strategi dan

metode mengajar dilakukan berdasarkan kriteria potensial untuk

meningkatkan aktivitas siswa (fisik, mental dan social) serta pemanfaatan

secara maksimal sumber-sumber yang tersedia dalam lingkungan sekolah.

Prinsip implementasi KTSP dengan pendekatan mutual adaptive

adalah sejauh mana guru memanfaatkan posisinya secara optimal sebagai

pengembang kurikulum dalam merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran

secara efektif. Operasionalisasi konsep implementasi KTSP dengan

pendekatan mutual adaptive sebagaimana yang diilustarasikan pada gambar di

atas.