94
29 BAB II ANALISIS DATA Dalam bab II ini akan dibahas tiga hal yaitu (1) bentuk alih kode dan campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel, (2) fungsi alih kode dan campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel, dan (3) faktor yang menyebabkan alih kode dan campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel. A. Bentuk Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah Berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel 1. Bentuk Alih Kode Bentuk alih kode khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel ada dua macam yaitu (1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, (2) alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Berikut ini adalah bentuk penggunaan alih kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel a. Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa Data 5 Karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada ngaruhnya terhadap hidup kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk hidup kita hari ini. Ternyata kita sudah berkelimpahan hari ini. Ning benten, menawi kita badhe maringaken pisungsung menika artanipun kita jereng rumiyin, “iki karek semene wah”. „karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada ngaruhnya terhadap hidup kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk hidup kita hari ini. Ternyata kita sudah berkelimpahan hari ini.Tapi beda, apabila kita mau memberikan persembahan itu uangnya kita bentangkan dulu, “ini tinggal segini wah”.‟ (BK/08/11/15)

BAB II ANALISIS DATA - abstrak.ta.uns.ac.id · Penutur memberikan ilustrasi tentang bentuk uang dan kemudian ... Pendengar yang kebanyakan adalah ... fokus memperhatikan penutur yang

Embed Size (px)

Citation preview

29

BAB II

ANALISIS DATA

Dalam bab II ini akan dibahas tiga hal yaitu (1) bentuk alih kode dan

campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel, (2)

fungsi alih kode dan campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja

Kristen Jawa Ampel, dan (3) faktor yang menyebabkan alih kode dan campur

kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel.

A. Bentuk Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah Berbahasa Jawa di

Gereja Kristen Jawa Ampel

1. Bentuk Alih Kode

Bentuk alih kode khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel

ada dua macam yaitu (1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, (2) alih

kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Berikut ini adalah bentuk penggunaan

alih kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel

a. Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa

Data 5

Karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada ngaruhnya terhadap

hidup kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk hidup kita hari ini.

Ternyata kita sudah berkelimpahan hari ini. Ning benten, menawi kita badhe

maringaken pisungsung menika artanipun kita jereng rumiyin, “iki karek semene

wah”.

„karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada ngaruhnya terhadap hidup

kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk hidup kita hari ini. Ternyata kita

sudah berkelimpahan hari ini.Tapi beda, apabila kita mau memberikan

persembahan itu uangnya kita bentangkan dulu, “ini tinggal segini wah”.‟

(BK/08/11/15)

30

Data tersebut merupakan peristiwa tutur yang berlatar di GKJ Ampel

dengan suasana yang tenang. Waktu terjadinya adalah minggu, 8 November 2015

pada pukul 08.20 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas dalam

kegiatan keagamaan hari itu. Pendengar adalah semua jemaat yang hadir dalam

ibadah pagi itu. Tujuan dari tuturan adalah menjelaskan sebuah ilustrasi yang

disampaikan penutur mengenai nominal uang persembahan serta pengaruhnya

terhadap kehidupan.

Pada tuturan tersebut terdapat alih kode intern, yang pada awalnya penutur

berbahasa Indonesia „karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada

ngaruhnya terhadap hidup kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk

hidup kita hari ini. Ternyata kita sudah berkelimpahan hari ini‟, kemudian

beralih kode dalam bahasa Jawa „ning benten, menawi kita badhe maringaken

pisungsung menika artanipun kita jereng rumiyin, “iki karek semene wah”‟

yang menyebabkan adanya fungsi baru.

Fungsi dari alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih komunikatif.

Penutur memberikan ilustrasi tentang bentuk uang dan kemudian menyatakan

bahwa uang yang dicontohkannya tadi jumlahnya hanya sedikit.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah pokok

pembicaraan. Ketika itu penutur sedang fokus membahas tentang materi

khotbahnya yang menyangkut tentang masalah keuangan. Pada ilustrasi tuturan

tersebut penutur menjelaskan bahwa uang yang dimilikinya hanya tinggal sedikit,

bahkan untuk menggunakan uang itu saja masih enggan dan memeriksa dulu uang

tersebut dengan cara membentangkannya.

31

Data 6

Palu menghancurkan kaca tapi palu membentuk baja. Kaca manika kalawau

menawi kenging palu menika gampil pecah, ambyar.

„palu menghancurkan kaca tapi palu membentuk baja. Kaca itu tadi jika kena

palu itu mudah pecah, berserakan‟

(PJ/13/12/15)

Tempat terjadiya tuturan di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari minggu, 13 Desember 2015 pada pukul 08.25 WIB.

Yang mendengarkan tuturan adalah jemaat yang hadir saat itu. Tujuan dari tuturan

adalah memberikan gambaran mengenai kaca, palu, dan baja. Penutur merupakan

pendeta di GKJ Ampel yang bertugas hari itu, jemaat sendiri yang duduk diam

mendengarkan apa yang disampaikan pada saat kegiatan keagamaan.

Dari data tersebut dapat ditemukan alih kode intern dari bahasa Indonesia

ke dalam bahasa Jawa. Awalnya penutur menggunakan kalimat „palu

menghancurkan kaca tapi palu membentuk baja‟, namun kemudian beralih ke

kalimat „kaca manika kalawau menawi kenging palu menika gampil pecah,

ambyar‟. Di sini terlihat jelas perbedaan bahasa yang digunakan penutur sehingga

menimbulkan fungsi baru.

Tujuan dari dilakukannya alih kode oleh penutur adalah mempertegas

pembicaraan. Penutur menjelaskan dengan singkat dan sangat jelas bahwa palu

yang dipukulkan ke kaca akan menghancurkan kaca. Kemudian penutur

mengulangi lagi pernyataannya hanya ke obyek kaca.

Faktor yang menyebabkan alih kode di atas adalah pokok pembicaraan.

Ketika penutur berbicara mengenai palu yang mengenai kaca dan baja dalam

32

bahasa Indonesia dan kemudian menjelaskan dalam bahasa Jawa bahwa palu yang

mengenai kaca akan menyebabkan kaca menjadi hancur berantakan. Tetapi palu

yang mengenai baja akan membentuk baja menjdai bentuk yang berbeda.

Data 7

Apakah dia ini mempunyai kapasitas? Apakah punya kemampuan lebih? Supaya menika ndadosaken padamelan samangke menika saged tuntas, rampung

kanthi prayogi.

„apakah dia ini mempunyai kapasitas? Apakah punya kemampuan lebih? Supaya

itu menjadikan pekerjaan sekarang itu bisa tuntas, selesai dengan baik‟

(BK/31/01/16)

Tuturan tersebut terjadi di GKJ Ampel pada hari minggu, 31 Januari 2016

pukul 08.00 WIB. Penutur yang seorang pengkhotbah mendapat tugas hari itu

didengarkan oleh jemaat yang berkumpul di ruang gereja. Situasi ketika terjadi

tuturan cukup tenang karena semua yang mendengarkan fokus kepada penutur

yang berbicara dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah melakukan

segala sesuatu dengan baik sesuai dengan kemampuan agar semua pekerjaan yang

mereka lakukan dapat selesai dengan baik.

Alih kode yang terdapat pada tuturan tersebut merupakan alih kode intern.

Penutur yang tadinya bertanya kepada pendengar dengan menggunakan bahasa

Indonesia „apakah dia ini mempunyai kapasitas? Apakah punya kemampuan

lebih?‟ dan kemudian langsung beralih ke bahasa Jawa „supaya menika

ndadosaken padamelan samangke menika saged tuntas, rampung kanthi

prayogi‟ yang mana peralihann kode ini menimbulkan fungsi baru.

33

Fungsi dilakukannya alih kode pada tuturan ini adalah lebih argumentatif.

Penutur memberikan argumen agar pendengar melakukan segala sesuatu

pekerjaan diukur dari kemampuannya masing-masing agar semuanya berhasil

dengan baik.

Lawan tutur menjadi faktor yang menyebabkan peristiwa alih kode pada

tuturan tersebut. Pendengar yang kebanyakan adalah orang Jawa akan merasa

lebih mengerti dan lebih menuntut agar penutur menggunakan bahasa Jawa karena

memang gereja tempat ibadah berbasis Jawa dan memang waktu itu ibadah

menggunakan bahasa Jawa, bukan bahasa Indonesia. Tetapi pada saat itu penutur

melakukan alih kode ke bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan bahasa

awalnya bahasa Jawa.

b. Alih Kode dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia

Data 8

Ning benten menawi kita ngedalaken arta kalihewu menika ndadak nganggo mikir

“ngko tak nggo rono ki kira-kira isih cukup ora?” Untuk hari ini minimal,

katakanlah dua kantong, kalau dua ribu berarti enam ribu harus kita

keluarkan. Tetapi kalau kita mengeluarkan enam ribu, ternyata tidak ada

pergumulan, berarti sebenarnya kita ini bukan seperti randha miskin tadi kok,

njih ta?

„tapi beda jika kita mengeluarkan uang dua ribu itu harus berpikiran “nanti saya

buat kesana kira-kira masih cukup tidak?” Untuk hari ini minimal, katakanlah dua

kantong, kalau dua ribu berarti enam ribu harus kita keluarkan. Tetapi kalau kita

mengeluarkan enam ribu, ternyata tidak ada pergumulan, berarti sebenarnya kita

ini bukan seperti janda miskin tadi kok, ya kan?‟

(BK/08/11/15)

Peristiwa tutur pada data tersebut terjadi di GKJ Ampel kabupaten

Boyolali. Waktu terjadinya adalah hari minggu tanggal 8 November 2015 pada

pukul 08.20 WIB. Yang menjadi pendengar tuturan tersebut ialah jemaat GKJ

34

Ampel yang pagi itu datang beribadah. Tujuan dari tuturan tersebut menjelaskan

kondisi keuangan mereka semua yang ada di tempat itu. Penutur adalah

pengkhotbah yang menyampaikan materi pada saat kegiatan keagamaan

Data di atas merupakan bentuk alih kode yang pada awalnya penutur

mengucapkan tuturan dalam bahasa Jawa „ning benten menawi kita ngedalaken

arta kalihewu menika ndadak nganggo mikir “ngko tak nggo rono ki kira-kira

isih cukup ora?”.‟ Kemudian beralih bertanya ke dalam bahasa Indonesia „untuk

hari ini minimal, katakanlah dua kantong, kalau dua ribu berarti enam ribu

harus kita keluarkan. Tetapi kalau kita mengeluarkan enam ribu, ternyata

tidak ada pergumulan, berarti sebenarnya kita ini bukan seperti janda

miskin tadi kok, ya kan?‟, peralihan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia ini

menyebabkan adanya fungsi baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Alih kode ini memiliki fungsi yaitu lebih komunikatif, dimana penutur

menjelaskan jumlah uang yang ada dalam hitungannya, dan pengelolaan uang

tersebut juga dijelaskan oleh penutur. Setelah itu penutur baru menjelaskan

bagaimana keadaan pemegang uang tersebut secara baik berbeda dengan sosok

janda yang diilustrasikan penutur dalam tuturannya.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah bergengsi.

Penutur menjelaskan keadaan ketika memiliki sedikit uang dengan bahasa Jawa.

Sebenarnya akan lebih mudah jika penutur tetap menggunakan bahasa Jawa,

tetapi penutur lebih cenderung menjelaskan nominal uang dan kondisi selanjutnya

setelah uang tersebut digunakan. Kalimat yang digunakan penuturun cenderung

35

kurang teratur. Hal lain yang menunjukkan bahwa penutur sedang bergengsi

adalah pada akhir peralihan kode kembali menggunakan bahasa Jawa.

Data 9

Wedi nak ora berhasil, lajeng undhuhipun menolak pekerjaan. Lajeng ugi merasa

tidak mampu, tidak mempunyai kompetensi di bidangnya. Tidak mempunyai

kapasitas untuk melaksanakan tugas itu.

„takut kalau tidak berhasil, lalu akhirnya menolak pekerjaan. Lalu juga merasa

tidak mampu, tidak mempunyai kompetensi di bidangnya. Tidak mempunyai

kapasitas untuk melaksanakan tugas itu‟

(BK/31/01/16)

Tempat terjadinya tuturan di atas adalah GKJ Ampel. Waktu terdajinya

tuturan hari minggu, tanggal 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Tujuan dari

tuturan tersebut adalah menjelaskan kepada pendengar suatu kondisi pesimis yang

sedang dialami. Penutur merupakan seorang pengkhotbah dalam kegiatan

keagamaan dan sedang didengarkan oleh warga jemaat yang hadir beribadah pada

hari itu.

Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Tuturan

sebelumnya „wedi nak ora berhasil, lajeng undhuhipun menolak pekerjaan‟,

tetapi pada kalimat berikutnya „merasa tidak mampu, tidak mempunyai

kompetensi di bidangnya. Tidak mempunyai kapasitas untuk melaksanakan

tugas itu‟ sudah beralih kode penuh ke bahasa Indonesia sehingga menimbulkan

fungsi baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih komunikatif.

Dengan dialihkan ke bahasa Indonesia maka penutur akan lebih lancar

berkomunikasi searah dengan pendengar.

36

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode dalam tuturan ini adalah

penutur itu sendiri. Penutur secara sadar melakukan peralihan bahasa, penutur

akan lebih lancar berbicara karena pada tuturannya terdapat beberapa kata yang

tidak ada padanan katanya dalam bahasa Jawa. Sehingga akan lebih mudah jika

penutur secara sadar beralih kode ke bahasa Indonesia.

Data 10

Lajeng menawi sampun sepuh “piye ta dhik wis ra isa apa-apa, caturan we wis

ora cetha ting plethot”, dan seterusnya. Inilah alasan-alasan yang diutarakan.

Saat kita menerima panggilan, saat kita menerima kewajiban, saat kita

menerima pekerjaan dan seterusnya.

„lalu jika sudah tua “bagaimana ini nak sudah tidak bisa apa-apa,berbicara saja

sudah tidak jelas”, dan seterusnya. Inilah alasan-alasan yang diutarakan. Saat kita

menerima panggilan, saat kita menerima kewajiban, saat kita menerima pekerjaan

dan seterusnya‟

(BK/31/01/16)

Peristiwa tutur pada data di atas terjadi di GKJ Ampel. Waktu terjadinya

adalah minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Komunikasi terjadi antara

penutur yang merupakan pengkhotbah dan pendengar yaitu jemaat GKJ Ampel.

Pendengar dalam kegiatan keagamaan ini mendengarkan dengan santai namun

fokus memperhatikan penutur yang melakukan khotbah di atas mimbar. Tujuan

dari tuturan di atas adalah mengemukakan bentuk alasan ketika diberikan salah

satu kewajiban.

Alih kode pada tuturan tersebut terjadi dari bahasa Jawa lalu beralih ke

bahasa Indonesia. Pada awalnya penutur berbicara dengan bahasa Jawa „Lajeng

menawi sampun sepuh “piye ta dhik wis ra isa apa-apa, caturan we wis ora

cetha ting plethot”‟, baru kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia

37

„inilah alasan-alasan yang diutarakan. Saat kita menerima panggilan, saat

kita menerima kewajiban, saat kita menerima pekerjaan dan seterusnya‟.

Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi dari dilakukiannya alih kode oleh penutur itu sendiri adalah

mempertegas pembicaraan. Penutur menjelaskan dalam kalimat itu bahwa

pernyataan yang dikatakan penutur sebelumnya hanyalah sebuah alasan, hal ini

dipertegas oleh perkataan penutur pada kalimat berikutnya.

Faktor yang menyebabkan alih kode adalah penutur itu sendiri. Kalimat

berikutnya bisa saja diungkapkan tanpa harus menggunakan bahasa Indonesia.

Namun mungkin saja penutur merasa lebih mudah mengungkapkan dengan

bahasa Indonesia sehingga di sini penutur dengan sengaja melakukan alih kode.

Data 11

Menapa alesan-alesan menika pancen saestu? Pancen dipunpadosi minangka

raos mawas dhiri. Atau memang hanya sebenarnya hanya alasan saja untuk

menghindar.

„apakah alasan-alasan itu memang benar? Memang dicari dalam rangka rasa

mawas diri. Atau memang hanya sebenarnya hanya alasan saja untuk menghindar‟

(BK/31/01/16)

Data alih kode di atas terjadi di GKJ Ampel. Berlangsung pada pukul

08.00 WIB pada hari minggu, 31 Januari 2016. Tujuan dari tuturan itu adalah

menanyakan kepada pendengar tentang suatu hal yang terdapat dalam materi

khotbah penutur. Penutur adalah pengkhotbah dan pendengar adalah jemaat.

Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang dan fokus memperhatikan penutur

38

pada saat kegiatan keagamaan. Komunikasi satu arah ini mencoba untuk lebih

berkomunikasi kepada pendengar dan menanyakan sesuatu.

Alih kode data di atas terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia

ditemukan pada kalimat „atau memang hanya sebenarnya hanya alasan saja

untuk menghindar‟ yang merupakan tuturan dalam bahasa Indonesia.

Sebelumnya penutur berkata dengan menggunakan bahasa Jawa „menapa alesan-

alesan menika pancen saestu? Pancen dipunpadosi minangka raos mawas

dhiri‟. Alih kode ini termasuk alih kode intern.

Alih kode pada data tuturan di atas berfungsi lebih komunikatif. Penutur

bermaksud ingin melakukan komunikasi dua arah kepada pendengar dengan cara

bertanya, yang memang pada awalnya menggunakan bahasa Jawa, namun

kemudian Justru menggunakan bahasa Indonesia.

Faktor yang menyebabkan alih kode pada data tuturan di atas adalah

penutur. Penutur yang semula mengajak pendengar untuk berkomunikasi,

mencoba menghentikannya dengan menjawab apa yang sudah penutur tanyakan

kepada pendengar. Namun jawaban yang digunakan penutur adalah menggunakan

bahasa Indonesia.

2. Bentuk Campur Kode

Bentuk campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa yang terjadi di Gereja

Kristen Jawa Ampel kabupaten Boyolali dapat dibagi menjadi 6 bentuk yaitu, (1)

campur kode dengan penyisipan unsur-unsur yang berujud kata, (2) campur kode

dengan penyisipan unsur-unsur yang berujud frasa, (3) campur kode dengan

39

penyisipan unsur-unsur yang berujud baster, (4) campur kode dengan penyisipan

unsur-unsur yang berujud pengulangan kata, (5) campur kode dengan penyisipan

unsur-unsur yang berujud ungkapan atau idiom, dan (6) campur kode dengan

penyisipan unsur-unsur yang berujud klausa. Berikut adalah bentuk penggunaan

campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel

kabupaten Boyolali.

a. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Kata

Data 12

Menapa fungsinipun palu menika? Mecah kaca. Nggih, menawi darurat, wonten

menapa kemawon lebetipun, palu menika dipunagem kangge mecah kaca supados

penumpang menika saged medal.

„apakah fungsinya palu itu? Memecahkan kaca. Ya, apabila darurat, ada apa saja

di dalamnya, palu itu digunakan untuk memecahkan kaca supaya penumpang itu

bisa keluar‟

(PJ/13/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 13 Desember 2015 pada pukul

08.25 WIB. Penutur adalah pendeta yang bertugas menyampaikan khotbah pada

hati itu. Yang mendengarkan tuturan adalah semua jemaat gereja tersebut yang

datang pada waktu itu. Situasi ketika terjadinya tuturan sangat hening fokus

mendengarkan penutur yang memberikan khotbah dalam kegiatan keagamaan.

Tujuan dari tuturan tersebut adalah memberikan informasi kepada pendengar

mengenai palu yang ada di dalam bus serta fungsi dari palu itu.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berupa kata dari

bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan

40

bahasa Jawa dengan ragam krama „menapa fungsinipun palu menika? Mecah

kaca. Nggih, menawi darurat, wonten menapa kemawon lebetipun, palu menika

dipunagem kangge mecah kaca supados penumpang menika saged medal‟,

namun terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata fungsi,

darurat, dan penumpang. Kata-kata bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam

tuturan kalimat pertama di awal, dan kalimat ketiga bagian awal dan akhir ini

tidak memiliki fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode pada tuturan yang dilakukan penutur adalah

kelancaran dan mempermudah maksud tuturan. Kata-kata dari bahasa lain yang

digunakan akan lebih cepat dengan mudah disampaikan penutur, selain itu juga

pendengar akan mudah menangkap maksud dari penutur.

Faktor yang menyebabkan penggunaan campur kode pada tuturan penutur

adalah kesengajaan. Penutur sengaja menggunakan kata-kata dari bahasa lain agar

maksud dari tuturannya lebih mudah dimengerti oleh pendengar. Kata-kata bahasa

lain yang digunakan penutur ada satu kata yang tidak ada padanan kata dalam

bahasa Jawa dan akan memperlambat penutur untuk mencari padanan kata lainnya

yaitu kata „darurat‟.

Data 13

Menika miturut caturanipun para karyawan menika ingkang paling killer ngaten

nggih.

„itu menurut ceritanya para karyawan itu yang paling ditakuti begitu ya‟

(BK/31/01/16)

41

Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Peristiwa tutur itu terjadi pada hari minggu, 31 Januari 2016

pukul 08.00 WIB. Penutur adalah seorang pengkhotbah yang dijadwalkan

memberikan khotbah pada hari itu. Pendengar tuturan tersebut adalah warga

jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pada pagi hari itu. Kegiatan yang saat

terjadinya tuturan adalah keagamaan. Situasi ketika tuturan terjadi santai dan

tenang mendengarkan penutur berbicara. Tujuan tuturan tersebut adalah

menceritakan kepada pendengar tentang sebuah perusahaan yang menurut para

karyawannya paling ditakuti.

Bentuk alih kode yang terdapat pada data tuturan tersebut ialah berujud

kata. Penutur menggunakan kata dari bahasa lain ketika sedang berbicara

menggunakan bahasa Jawa „menika miturut caturanipun para karyawan menika

ingkang paling killer ngaten nggih‟. Terdapat kata dari bahasa Indonesia yaitu

„karyawan‟ yang berada di tengah dan juga dari bahasa Inggris yaitu „killer‟yang

ada di bagian belakang tuturan yang tidak memiliki fungsi tersendiri dalam

kalimat tersebut. Campur kode ini merupakan campur kode ekstern karena

terdapat kata dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris.

Fungsi dari campur kode yang dilakukan penutur adalah keefektifan

bahasa. Kata „karyawan‟ akan lebih efektif dibandingkan padanan kata lainnya.

Sedangkan kata „killer‟ yang digunakan penutur karena penutur ingin

menunjukkan bahwa penutur mampu menggunakan istilah dalam bahasa bertaraf

internasional yang sering digunakan.

42

Faktor yang menyebabkan penutur melakukam campur kode adalah sikap

bahasa penutur dan kesengajaan dari penutur. Penutur tidak hanya menyampaikan

khotbahnya sepenuhnya menggunakan bahasa Jawa. Penutur juga ingin

menunjukkan kepada pendengar mengenai kemampuannya dalam menggunakan

bahasa Inggris yang sering digunakan oleh anak muda meskipun penutur sudah

tidak muda lagi. Pada bagian ini terlihat bagaimana sikap bahasa penutur yang

memang cenderung sengaja menggunakan campur kode dalam setiap tuturannya.

b. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Frasa

Data 14

Ingkang gesangipun menika tebih saking kacekapan awit menapa ingkang

dipungadhahi inggih menika namung kantun segenggam tepung kalihan sedikit

minyak mekaten.

„yang hidupnya itu jauh dari kecukupan karepa apa yang dipunyai yaitu hanya

tinggal segenggam tepung dan sedikit minyak begitu‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015

pukul 08.20 WIB dalam situasi yang cukup tenang dan fokus perhatian tertuju

pada penutur dalam kegiatan keagamaan yaitu khotbah. Penutur tuturan tersebut

adalah pengkhotbah yang menyampaikan khotbah pada hari itu. Yang menjadi

pendengar tuturan tersebut merupakan warga jemaat gereja itu yang memang

datang untuk beribadah pagi itu. Tujuan dari tuturan adalah menggambarkan suatu

keadaan yang sangat kekurangan, dimana disitu digambarkan oleh penutur tentang

orang yang tidak disebutkan namanya hanya memiliki segenggam tepung dan

sedikit minyak untuk dimakan.

43

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan di atas adalah berujud

frasa. Tuturan bahasa Jawa yaitu „ingkang gesangipun menika tebih saking

kacekapan awit menapa ingkang dipungadhahi inggih menika namung kantun

segenggam tepung kalihan sedikit minyak mekaten‟. Penggunaan frasa dari

bahasa Indonesia yang disisipkan yaitu „segenggam tepung‟ dan „sedikit minyak‟

yang terletak di akhir tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah pesan yang disampaikan

mudah dipahami. Pendengar dirasa akan lebih mudah mengerti frasa yang

disampaikan oleh penutur dengan bahasa lain dibanding dengan bahasa aslinya.

Selain itu penutur juga akan terlalu rumit mengucapkan pelafalannya jika masih

menggunakan bahasa asli.

Faktor penyebab campur kode oleh penutur pada tuturan tersebut adalah

kemiskinan perbendaharaan kata penutur. Jika penutur menyiapkan dengan

mempelajari padanan kata dari frasa bahasa lain ke bahasa asli maka penutur akan

lebih mudah dalam menuturkan dalam bahasa asli. Pembahasan yang dibahas

penutur hanya mengambil cerita dari Alkitab, jika penutur lebih mempersiapkan

apa yang akan disampaikannya maka penutur tidak akan melakukan campur kode

pada tuturan tersebut.

Data 15

Tepuk tangan kangge ingkang sampun ngekep!

„tepuk tangan untuk yang sudah memeluk‟

(PS/26/12/15)

44

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26 Desember 2015 pada pukul

15.40WIB. Penutur adalah seorang pendeta dari gereja lain yang pada hari itu

berkenan memberikan khotbah di tempat itu. Pendengar adalah semua warga

jemaat gereja itu dan tamu yang datang dalam peringatan natal. Situasi ketika

terjadinya tuturan ramai namun perhatian semua orang tetap fokus pada penutur

yang berkhotbah di hadapan semua orang yang hadir. Tujuan dari tuturan tersebut

ialah menanyakan tentang suatu kepastian kepada semua orang yang ada di tempat

itu tentang siapa saja yang sudah memeluk pasangannya dalam jangka satu

minggu itu.

Bentuk campur kode pada tuturan tersebut berujud frasa dari bahasa

Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Pada tuturan itu penutur berkata

menggunakan bahasa Jawa „Tepuk tangan kangge ingkang sampun ngekep!‟.

Frasa „tepuk tangan‟ berasal dari bahasa Indonesia yang disisipkan penutur di

awal tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah

pesan yang disampaikan mudah dipahami. Pendengar yang bukan semuanya

warga jemaat beragam dan ada kemungkinan tidak mengerti jika diberi instruksi

dalam bahasa Jawa, berbeda dengan warga jemaat gereja yang sebagian besar

mengerti. Maka penutur melakukan campur kode pada tuturannya, namun dengan

menggunakan istilah umum yang dimengerti oleh semua orang.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam tuturan tersebut

adalah sikap bahasa penutur. Penutur mengetahui bahwa pendengarnya lebih

45

banyak dari biasa dan lebih beragam juga dari biasa penutur melakukan khotbah.

Dalam memberikan instruksi kepada pendengarnya, penutur mengambil sikap

dengan menggunakan bahasa lain yang umum dengan harapan semua orang yang

mendengarkan tuturannya akan mudah mengerti maksud dari tuturan penutur.

Sikap yang diambil penutur tepat sasaran dan semua orang yang ada di tempat itu

merespon dengan baik apa yang diinstruksikan penutur untuk mengangkat tangan

dan bertepuk tangan.

c. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Baster

Data 16

Gesang kanthi solidaritas, gesang kanthi bergotong royong, gesang kanthi tansah

sambut-sinambut, wonten ing sih pagesanganipun Gusti menika ugi wujudipun

pangucap sokuripun pasamuwan wonten ing pasamuwan GKJ Ampel.

„hidup dengan solidaritas, hidup dengan bergotong royong, hidup dengan selalu

bersambutan, dalam kasih kehidupan Tuhan itu juga bentuk ucapan syukurnya

jemaat yang asa di GKJ Ampel‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan pada hari minggu tanggal 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.

Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas pada hari itu untuk menyampaikan

materi khotbah kepada pendengar. Yang menjadi pendengar tuturan tersebut

adalah semua jemaat gereja yang datang beribadah pagi itu. Tuturan terjadi ketika

suasana tenang dan semua orang di tempat itu memperhatikan penutur berbicara.

Kegiatan pada saat tuturan terjadi merupakan kegiatan keagamaan. Tujuan dari

tuturan yang dilakukan oleh penutur adalah memberitahukan kepada pendengar

46

tentang bagaimana bentuk hidup yang mengucap syukur dalam kehidupan mereka

sehari-hari.

Bentuk campur kode yang ada pada tuturan tersebut adalah berupa baster

dari bahasa lain yang dituturkan oleh penutur. Pada tuturan tersebut penutur

berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa „gesang kanthi solidaritas, gesang

kanthi bergotong royong, gesang kanthi tansah sambut-sinambut, wonten ing sih

pagesanganipun Gusti menika ugi wujudipun pangucap sokuripun pasamuwan

wonten ing pasamuwan GKJ Ampel‟. Pada tuturan tersebut campur kode terletak

pada kata „solidaritas‟ yang di awal tuturan merupakan baster dari bahasa

Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Campur kode yang terdapat pada data tuturan di atas berfungsi untuk

keefektifan bahasa. Bahasa yang digunakan untuk melakukan campur kode

termasuk bahasa yang umum dan mudah dipahami artinya, maka akan lebih

efektif dibanding mencari padanan kata lainnya.

Faktor yang menyebabkan campur kode adalah sikap bahasa penutur.

Dengan menggunakan bahasa yang sudah umun dan mudah dipahami oleh banyak

orang, maka penutur juga lebih mudah mengungkapkan. Jika penutur terlalu

menjelaskan tentang bahasa yang digunakan akan menggunakan terlalu banyak

kosakata yang mengakibatkan bahasa tadi sudah tidak efektif lagi diucapkan

penutur.

Data 17

Ing satengahing kancah kadonyan ingkang pados popularitas ngegungaken dhiri

lan mekaten ugi inggih pados kekuasaan.

47

„di tengah kancah duniawi yang mencari popularitas menyombongkan diri dan

begitu juga dengan mencari kekuasaan‟

(PJ/22/11/15)

Peristiwa tutur pada data di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali.

Tuturan terjadi pada hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB.

Penutur yang melakukan tuturan tersebut adalah pendeta yang berasal dari gereja

itu, dan mendapat giliran menyampaikan khotbah pada hari itu. Yang menjadi

pendengar tuturan tersebut adalah jemaat gereja itu yang pada pagi itu datang

bersama-sama berkumpul untuk kegiatan peribadahan. Situasi pada saat tuturan

berlangsung tenang dan semua yang mendengarkan fokus mendengarkan setiap

kata demi kata yang penutur ucapkan. Tuturan di atas bertujuan agar memberikan

informasi kepada pendengar tentang sifat manusia yang ingin mencari kekuasaan

di dunia.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan di atas adalah penyisipan

berujud baster dari bahasa Indonesia yang dituturkan oleh penutur. Penutur

menggunakan bahasa Jawa ketika menuturkan „ing satengahing kancah kadonyan

ingkang pados popularitas ngegungaken dhiri lan mekaten ugi inggih pados

kekuasaan‟ terdapat kata „popularitas‟ terletak pada tengah tuturan yang berasal

dari bahasa Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur adalah pesan yang

disampaikan mudah dipahami. Penutur menggunakan bahasa yang umum dan

sering digunakan masyarakat pada umumnya sehingga pendengar juga akan lebih

mudah memahami maksud dari penutur. Namun dengan penutur melakukan

campur kode pada tuturan tersebut, bahasa dan struktur kalimatnya menjadi tidak

48

beraturan, sehingga malah memperburuk fungsi utama dari campur kode yang

dilakukan oleh penutur.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan campur kode adalah

kesengajaan dari penutur. Penutur dengan sengaja mencampurkan istilah dari

bahasa lain dalam tuturannya dengan maksud semua pendengar yang berasal dari

berbagai macam latar belakang mudah mengerti maksud yang diinginkan penutur

karena penutur juga menggunakan istilah umum yang sering digunakan oleh

orang lain juga. Hanya saja penutur tidak menggunakan kata-kata yang tepat

dalam pengucapan dari bahasa aslinya, hal ini yang menyebabkan tuturan penutur

menjadi tidak mudah dipahami.

d. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Pengulangan Kata

Data 18

Lan ugi medalaken paket kebijakan, wonten ing kirang langkung kalih wulan

menika presiden sampun medalaken paket-paket kebijakan ekonomi menika

ngantos sampun kaping, menika mratandhani bilih kawontenan perekonomian

bangsa kita samangke pancen nembe ngraosaken awrat.

„dan juga mengeluarkan paket kebijakan, ada yang kurang lebih dua bulan itu

presiden sudah mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi itu sampai sudah

ke, itu menandakan bila keadaan perekonomian bangsa kita sekarang sedang

merasakan kesusahan‟

(BK/08/11/15)

Data tersebut merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.

Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.

Penutur adalah pengkhotbah yang mendapat tugas khotbah pada hari itu.

Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pagi hari itu.

Situasi ketika tuturan terjadi tenang, semua pendengar mendengarkan penutur

49

yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan keagaman. Tujuan dari tuturan

adalah untuk menyampaikan kepada pendengar mengenai keadaan perekonomian

yang sedang dialami bangsa ini ketika tuturan terjadi.

Bentuk campur kode yang ada pada data tuturan tersebut merupakan

penyisipan yang berujud pengulangan kata yang dilakukan oleh penutur. Penutur

berbicara menggunakan bahasa Jawa, namun dalam tuturannya penutur

menggunakan pengulangan kata ketika menyebutkan „paket-paket kebijakan

ekonomi‟ yang merupakan bentuk pengulangan kata dalam bahasa Indonesia

terletak di tengah tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Campur kode yang dilakukan oleh penutur berfungsi untuk kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan. Penutur tidak perlu menjelaskan maksud

tuturannya kepada pendengar karena pendengar juga mengetahui maksud dari

penutur, sehingga komunikasi yang terjadi menjadi lebih lancar dan penutur tidak

terlalu lama mencari kata lain yang sepadan untuk pengulangan kata yang

digunakannya.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode yang dilakukan oleh

penutur adalah kesengajaan. Penutur dengan sengaja menyampaikan bentuk

pengulangan kata dalam bahasa Indonesia kepada pendengar mengenai paket-

paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menyikapi keadaan

perekonomian yang tengah terjadi di Indonesia saat itu. Penutur dengan lancar dan

leluasa menyampaikan hal tersebut karena memang dalam materi khotbahnya

menyinggung mengenai keadaan ekonomi, namun juga menjelaskannya dengan

rinci supaya pendengar lebih paham dengan tujuan penutur.

50

Data 19

Ing sacara ekonomi inggih mekaten, kita seged mirsani iklan-iklan ingkang

wonten kanthi blak-blakan ngelek-elek prodak sanesipun.

„yang secara ekonomi iya begitu, kita bisa melihat iklan-iklan yang ada secara

blak-blakan menjelek-jelekkan prodak lainnya‟

(PJ/22/11/15)

Data tuturan tersebut merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ

Ampel. Tuturan terjadi pada hari minggu tanggal 22 November 2015 pukul 08.20

WIB. Penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang mendapat giliran menyampaikan

khotbah pada hari itu. Pendengarnya merupakan warga jemaat penutur sendiri,

yang pada pagi hari itu memang datang dengan tujuan beribadah dan

mendengarkan khotbah dari penutur. Situasi ketika tuturan terjadi tenang, hanya

terdengar suara penutur dan beberapa kendaraan yang lewat. Tujuan dari tuturan

yang dituturkan oleh penutur adalah menjelaskan kepada pendengar tentang

keadaan sekitar yang bersaing dalam bidang ekonomi.

Campur kode yang terdapat dalam tuturan berujud pengulangan kata

dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Dalam menyampaikan

tuturannya penutur berbicara menggunakan bahasa Jawa, namun penutur juga

menyisipkan unsur pengulangan kata „iklan-iklan dan blak-blakan‟ yang

merupakan pengulangan kata dari bahasa Indonesia terletak pada tengah dan akhir

dari tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur dalam data tuturan tersebut

adalah pesan yang disampaikan penutur mudah dipahami oleh pendengar. Penutur

melakukan campur kode menggunakan kata-kata yang familier dan bahasa yang

51

digunakan tidak sulit sehingga mudah dipahami oleh pendengar. Kata „iklan-

iklan’ dan „blak-blakan‟sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang karena

merupakan istilah secara nasional.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan campur kode adalah

kesengajaan dan kekurangtahuan penutur pada kaidah bahasa. Pada campur kode

pengulangan kata yang pertama penutur sengaja melakukannya karena memang

akan lebih dimengerti oleh pendengar. Pada pengulangan kata yang kedua

„blak‟blakan‟ sebenarnya dapat diganti dengan bahasa asli yang sepadan dan akan

lebih pas didengar oleh pendengar yang ada di tempat itu karena setelah

pengulangan kata itu penutur juga melakukan pengulangan kata namun dalam

bahasa aslinya yaitu bahasa Jawa. Pada pengulangan kata pertama akan

memudahkan pendengar, namun pada pengulangan kata yang kedua akan

menyulitkan pendengar dalam memahami maksud dari penutur.

e. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Ungkapan atau Idiom

Data 20

bu, neng-nengan ki ra penak bu, mbok kowe ngejak omong sik ta, mosok aku

wong lanang kon ngejak omong sik. Mbiyen yen ngomong I love you ya aku sik,

ning saiki yen njaluk ngapura, ha ya aja aku

„bu, diam-diaman itu tidak enak bu, kamu mengajak bicara dulu, masa aku orang

laki-laki disuruh berbicara dulu. Dulu jika bilang aku cinta kamu ya aku dulu, tapi

sekarang jika minta maaf, ya jangan aku‟

(PS/26/12/15)

Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.

Waktu terjadinya tuturan adalah hari sabtu, 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.

Penuturnya adalah pendeta dari gereja lain yang berkenan menyampaikan khotbah

52

pada sore hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang untuk

peringatan natal yang diadakan oleh gereja dan panitia natal. Situasi ketika

terjadinya tuturan banyak orang namun tetap tenang memperhatikan penutur yang

menyampaikan khotbah dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah

mengilustrasikan pembicaraan oleh suami kepada istrinya ketika merayu sang istri

yang mendiamkan suaminya.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan dia atas berujud ungkapan

dari bahasa Inggris oleh penutur. Penutur menyampaikan ilustrasi menggunakan

bahasa jawa, namun di pertengahan kalimat kedua penutur menyampaikan

ungkapan „i love you‟, yang merupakan bahasa Inggris. Ungkapan dari bahasa

Inggris yang disampaikan penutur tidak memiliki fungsi tersendiri, dan menyatu

dalam kalimat. Campur kode ini merupakan campur kode ekstern karena

menggunakan bahasa asing.

Campur kode di atas berfungsi unutuk keefektifan bahasa. Jika penutur

tetap menggunakan bahasa aslinya yaitu bahasa Jawa maka kalimat yang

diucapkan penutur akan terasa kurang tepat dan terlalu sering mengulang kata

„aku‟ pada ungkapan dan juga pada akhir tuturan.

Faktor yang menyebabkan penggunaaan campur kode oleh penutur adalah

kesengajaan. Penutur dengan sengaja menggunakan ungkapan dalam bahasa asing

yang lebih populer dan mudah dimengerti semua orang mulai dari anak-anak

sampai dewasa sudah tahu dan diajarkan ungkapan itu. Penutur mengerti akan

pendengar yang datang pada sore hari itu sangat banyak dan lebih beragam,

berbeda dengan ibadah hari minggu biasa yang jumlahnya lebih sedikit. Maka

53

penutur menggunakan istilah ungkapan dalam bahasa asing yang lebih popoler

dan lebih familier di telinga pendengar yang ada di situ agar semua pendengar

mengerti maksud dari tuturannya.

f. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Klausa

Data 21

Berarti, wonten tiyang asmanipun Haram, mengucapkan selamat natal.

„berarti, ada orang namanya Haram, mengucapkan selamat natal‟

(PS/26/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26

Desember 2015 pukul 15.40 WIB. Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang

berkenan menyampaikan khotbah pada sore hari itu. Pendengar adalah warga

jemaat GKJ Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja

dan panitia natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap

tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan

keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menjelaskan kepada seluruh

pendengar mengenai seseorang yang memberi ucapan selamat natal.

Campur kode yang ada pada data tersebut berujud klausa dari bahasa

Indonesia yang disampaikan oleh penutur. Dalam tuturan tersebut penutur

berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa untuk menjelaskan seseorang yang

bernama haram. Setelah itu penutur berbicara „mengucapkan selamat natal‟

terdapat pada akhir tuturan yang merupakan klausa dalam bahasa Indonesia,

54

namun tidak memiliki fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode

intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan oleh penutur adalah memperjelas maksud

tuturan. Penutur menjelaskan tentang ucapan yang diberikan oleh seorang yang

memiliki nama Haram dengan lebih perlahan dan jelas dari tuturan sebelumnya.

Sebelum tuturan itu penutur sudah menjelaskan tentang inti yang sama, namun

pendengar masih kurang mengerti makna sesungguhnya yang dimaksud oleh

penutur.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan

penutur itu sendiri. Penutur dengan sengaja menuturkan dengan menggunakan

bahasa lain karena sebelum-sebelumnya pesan yang ingin penutur sampaikan juga

berupa bahasa Indonesia, maka akan menjadikan pergeseran makna jika

disampaikan kembali ke dalam bahasa Jawa. Dengan perlahan penutur mencoba

berkomunikasi menjelaskan lagi apa yang sudah disampaikan penutur dengan

pokok pembahasan yang sama agar semua yang menjadi pendengarnya mengerti

maksud dari penutur mengenai seorang yang bernama Haram memberikan ucapan

selamat natal.

Data 22

Contonipun kita sudah mau menerima tugas panggilan, sudah siap, sampun

kersa, sampun sumanggem.

„contohnya kita sudah mau menerima tugas panggilan, sudah siap, sudah mau,

sudah berserah‟

(BK/31/01/16)

55

Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.

Tuturan terjadi pada hari minggu tanggal 31 Januari 2016 pada pukul 08.00 WIB.

Penuturnya adalah pengkhotbah yang bertugas memberikan khotbah di GKJ

Ampel pada pagi hari itu. Yang menjadi pendengar tuturan tersebut adalah jemaat

GKJ Ampel yang datang beribadah pagi hari itu. Situasi ketika tuturan terjadi

tenang dan fokus memperhatikan penutur yang berkhotbah di atas mimbar di

depan pendengar dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah

memberikan contoh ketika sudah mau menerima tugas panggilan, sikap apa saja

yang harus dilakukan.

Bentuk campur kode yang ada pada data di atas berujud klausa dari bahasa

Indonesia yang disampaikan penutur. Penutur menggunakan bahasa Jawa dalam

tuturannya, namun di tengah tuturannya penutur menyisipkan klausa „kita sudah

mau menerima tugas panggilan‟ yang merupakan bahasa Indonesia. Campur

kode ini merupakan campur kode intern.

Campur kode pada tuturan tersebut memiliki fungsi untuk memperjelas

maksud tuturan. Penutur memberikan contoh kepada pendenar dengan

menggunakan bahasa lain agar pendengar lebih mudah mengerti dan penutur lebih

mudah menyampaikan dengan jelas mengenai tugas panggilan yang ada pada

mereka.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode yang dilakukan penutur

adalah sikap bahasa penutur dalam melakukan campur kode. Tuturan tersebut

akan lebih rapi jika tanpa menggunakan campur kode, namun penutur malah

melakukan campur kode. Padanan kata pada bahasa aslinya yaitu bahasa Jawa ada

56

dan mudah diucapkan oleh penutur, namun penutur tidak mau menggunakannya.

Mungkin sikap seperti inilah yang sering penutur gunakan dalam setiap

tuturannya, pada data lain juga terdapat alih kode maupun campur kode dengan

struktur kalimat yang tidak rapi dilakukan oleh penutur.

B. Fungsi Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah Berbahasa Jawa di

Gereja Kristen Jawa Ampel

1. Fungsi Alih Kode

Fungsi alih kode yang ditemukan dalam khotbah berbahasa Jawa di GKJ

Ampel, yaitu (1) lebih argumentatif, (2) lebih prestise, (3) lebih komunikatif, (4)

memberi penghormartan, (5) mempertegas pembicaraan, dan (6) pernyataan untuk

diri sendiri.

a. Lebih Argumentatif

Data 23

Gusti ugi badhe paring sangu tumrap kula lan panjenengan supados kula lan

panjenengan menika saged nindakaken pakaryan peladosan menika. Tuhan akan

memperlengkapi kita saat kita mau menjalani tugas panggilan.

„Tuhan juga akan memberikan bekal untuk saya dan anda supaya saya dan anda

itu bisa melakukan pekerjaan pelayanan itu. Tuhan akan memperlengkapi kita saat

kita mau menjalani tugas panggilan‟

(BK/31/01/16)

Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.

Waktu terjadinya tuturan pada hari minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB.

Tuturan itu dilakukan oleh seorang pengkhotbah yang bertugas pada kegiatan

keagamaan hari itu. Situasi ketika tuturan itu dilakukan adalah tenang, pendengar

57

yang adalah jemaat gereja fokus memperhatikan penutur dengan baik. Tujuan dari

tuturan itu sendiri ialah meyakinkan pendengar agar semua pendengar yang ada di

situ mau melakukan apa yang penutur katakan mengenai tugas panggilan dan

pelayanan yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka semua yang ada di tempat

itu, karena setiap mereka akan diberikan bekal sebelum melakukan semua yang

diperintahkan.

Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Penutur semula

menggunakan bahasa Jawa ketika berkata „gusti ugi badhe paring sangu tumrap

kula lan panjenengan supados kula lan panjenengan menika saged nindakaken

pakaryan peladosan menika‟ namun kemudian beralih ke bahasa Indonesia

„Tuhan akan memperlengkapi kita saat kita mau menjalani tugas panggilan‟

sehingga menimbulkan fungsi baru. Alih kode pada data tersebut merupakan alih

kode intern.

Fungsi dilakukannya alih kode oleh penutur pada data tuturan tersebut

adalah lebih argumentatif. Penutur ingin lebih meyakinkan pendengar ketika

mulai beralih ke bahasa Indonesia. Sebelumnya penutur sudah mencoba untuk

memberikan argumen, namun kemudian lebih ditekankan lagi lewat pernyataan

berikutnya.

Faktor yang menyebabkan dilakukannya alih kode oleh penutur pada data

tuturan tersebut adalah pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan penutur

sebelumnya juga adalah mengenai tugas panggilan yang seharusnya dilakukan

oleh pendengar, karena setiap tugas yang diberikan kepada mereka memang

merupakan perintah langsung dari Tuhan. Agar lebih jelas lagi, maka penutur

58

menggunakan bahasa yang lebih singkat dan jelas mudah dimengerti oleh

pendengar.

Data 24

Para sedherek ingkang kinasih, tugas panggilan menika tegesipun menawi kita

sampun siap, kita sampun masrahaken samangke kita rancangan kita menika

dhateng Gusti, awit Gusti menika pangauban kula lan panjenengan, Tuhan

adalah batu karang dan keselamatan kita, jadi kita sudah tahu sangu dan alat

dan modalnya. Maka tinggal kita mau menjalakan itu atau tidak. Tidak perlu

target jiwa baru dalam hidup kita, kalau kita mau melakukan itu pasti nanti

Tuhan yang akan memberikan buahnya kepada kita.

„saudara-saudara yang terkasih, tugas panggilan itu artinya kita sudah siap, kita

sudah menyerahkan sekarang kita rancangan kita itu kepada Tuhan, karena Tuhan

itu perlindungan saya dan anda, Tuhan adalah batu karang dan keselamatan kita,

jadi kita sudah tahu bekal dan alat dan modalnya. Maka tinggal kita mau

menjalakan itu atau tidak. Tidak perlu target jiwa baru dalam hidup kita, kalau

kita mau melakukan itu pasti nanti Tuhan yang akan memberikan buahnya kepada

kita‟

(BK/31/01/16)

Data alih kode di atas terjadi di GKJ Ampel. Berlangsung pada pukul

08.00 WIB pada hari minggu, 31 Januari 2016. Tujuan dari tuturan itu adalah

menjelaskan tentang apa yang telah disampaikan oleh penutur khusunya mengenai

tugas panggilan dan apa saja yang harus dilakukan serta cara kerja juga hasil yang

akan didapatkan oleh pendengar. Penutur adalah pengkhotbah dan pendengar

adalah jemaat. Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang dan fokus

memperhatikan penutur pada saat kegiatan keagamaan.

Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Pada awalnya

penutur menggunakan bahasa Jawa untuk menuturkan „para sedherek ingkang

kinasih, tugas panggilan menika tegesipun menawi kita sampun siap, kita

sampun masrahaken samangke kita rancangan kita menika dhateng Gusti, awit

59

Gusti menika pangauban kula lan panjenengan‟ lalu kemudian beralih

menggunakan bahasa Indonesia „Tuhan adalah batu karang dan keselamatan

kita, jadi kita sudah tahu bekal dan alat dan modalnya. Maka tinggal kita

mau menjalakan itu atau tidak. Tidak perlu target jiwa baru dalam hidup

kita, kalau kita mau melakukan itu pasti nanti Tuhan yang akan

memberikan buahnya kepada kita‟, pengalihan kode ini menimbulkan fungsi

baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Alih kode pada tuturan di atas berfungsi mempertegas pembicaraan. Pada

alih kode penutur menjelaskan tentang tugas panggilan yang sudah dibahas

penutur sebelum beralih kode. Penutur mengajak pendengar agar mau melakukan

tugas panggilan seperti yang dikatakan oleh penutur bahwa nantinya jika

pendengar mau melakukan, ada Tuhan yang melindungi dan akan memberikan

buah atau hasilnya.

Faktor yang menyebabkan alih kode adalah pokok pembicaraan. Penutur

memang berusaha membahas tentang apa itu tugas panggilan dan apa saja yang

harus dilakukan kemudian berusaha mengajak pendengar untuk melakukannya.

Pendengar diyakinkan lagi oleh penutur bahwa kemudian jika pendengar mau

melakukan akan dilindungi dan diberikan buah yang hasil oleh Tuhan. Pokok

pembicaraan yang dimaksud penutur adalah tugas panggilan.

b. Lebih Prestise

Data 25

Lajeng ugi merasa tidak berdaya, janipun purun, ning piye ora nduwe daya

kekuatan. Tidak punya dana, tidak punya sarana, prasarananya tidak ada,

fasilitasnya tidak ada dan seterusnya.

60

„lalu juga merasa tidak berdaya, sebenarnya mau, tapi bagaimana tidak punya

daya kekuatan. Tidak punya dana, tidak punya sarana, prasarananya tidak ada,

fasilitasnya tidak ada dan seterusnya‟

(BK/31/01/16)

Tuturan pada data di atas terjadi di GKJ Ampel, pada hari minggu, 31

Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Penutur adalah majelis yang pada hari itu menjadi

pengkotbah, sedangkan pendengar adalah jemaat GKJ Ampel yang datang untuk

beribadah. Situasi pada saat tuturan itu terjadi cukup tenang karena mendengarkan

khotbah keagamaan. Tujuan dari tuturan itu sendiri menyampaikan berbagai

macam alasan yang dikemukakan oleh penutur di depan pendengar.

Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan

penutur terdapat pada kalimat „tidak punya dana, tidak punya sarana,

prasarananya tidak ada, fasilitasnya tidak ada dan seterusnya‟. Penutur

terlebih dahulu menggunakan kalimat dengan bahasa Jawa „lajeng ugi merasa

tidak berdaya, janipun purun, ning piye ora nduwe daya kekuatan‟ dan baru

setelah itu menggunakan bahasa Indonesia sehingga menyebabkan fungsi berbeda

dengan tuturan sebelumnya. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi dari alih kode pada data di atas adalah lebih prestise. Penutur

menggunakan kata „prasarana‟ dan „fasilitas‟ yang dianggap lebih memiliki

kesan berbeda dibanding kata-kata biasa penutur jika beralih ke bahasa Indonesia.

Namun istilah-istilah itu sudah familier dan juga sudah sering digunakan oleh

orang lain dalam kesempatan yang berbeda.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah bergengsi.

Penutur ingin menunjukkan kepada pendengar bahwa penutur memiliki

61

kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, sehingga penutur juga

memakai istilah-istilah sulit dalam tuturan alih kodenya. Yang mana istilah-istilah

tersebut sulit ditemukan padanan katanya jika penutur tidak melakukan alih kode

dan tetap menggunakan bahasa Jawa.

Data 26

Pada saat pasamuwan utawi gereja utawi bait suci menika didamel pasar,

punobrak-abrik dening Gusti. Sisi kemanusiaannya muncul di situ.

„pada saat jemaat atau gereja atau bait suci itu dibuat pasar, diobrak-abrik oleh

Tuhan. Sisi kemanusiaannya muncul di situ‟

(BK/31/01/16)

Data tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan hari minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Situasi saat itu

sedang terjadi kegiatan agama oleh penutur yang merupakan pengkhotbah dan

pendengarnya adalah para jemaat. Tujuan dari tuturan tersebut adalah

menjelaskan keadaan suatu tempat terhadap reaksi seseorang yang ada di tempat

itu.

Bentuk alih kode terjadi dari bahasa Jawa lalu kemudian menggunakan

bahasa Indonesia. Pada awalnya penutur berkata „pada saat pasamuwan utawi

gereja utawi bait suci menika didamel pasar, punobrak-abrik dening Gusti‟ lalu

beralih kode ke bahasa Indonesia „sisi kemanusiaannya muncul di situ‟ fungsi

masing-masing kalimat berbeda. Alih kode ini disebut alih kode intern.

Fungsi alih kode adalah lebih prestise. Penutur akan lebih mudah

menyampaikan maksud tuturannya menggunakan bahasa Indonesia, karena istilah

62

„sisi kemanusiaan‟ lebih mudah dipahami jika dimasukkan ke dalam kalimat

berbahasa Indonesia.

Faktor dilakukan alih kode adalah penutur. Penutur dengan sengaja

melakukan alih kode agar lebih lancar menyampaikan khotbahnya pada bagian

itu. Jeda yang digunakan penutur akan lebih lama jika digunakan untuk

memikirkan padanan istilah „sisi kemanusiaan‟ dalam bahasa Jawa. Karena

kalimat berikutnya cukup singkat, maka dilanjutkan beralih kode ke bahasa

Indonesia tanpa harus kembali menggunakan bahasa Jawa yang jika

diterjemahkan akan lebih panjang pengucapannya.

c. Lebih Komunikatif

Data 27

kadhang-kadhang kita menika malah tasih bingung. Mengucap syukur untuk

apa? Hal apa? Padahal Tuhan menghendaki, mengucap syukurlah dalam

segala hal. Maka baik itu untuk senang maupun susah.

„kadang-kadang kita itu malah masih bingung. Mengucap syukur untuk apa? Hal

apa? Padahal Tuhan menghendaki, mengucap syukurlah dalam segala hal. Maka

baik itu untuk senang maupun susah‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel. Berlangsung pada pukul 08.20

WIB pada hari minggu, 8 November 2015. Tuturan itu sendiri dilakukan oleh

pengkhotbah dengan pendengar jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pada

pagi hari itu. Situasi ketika terjadi peristiwa tutur adalah tenang dan kondusif

karena semua orang memperhatikan penutur yang memberikan khotbah. Tujuan

dari tuturan itu sendiri adalah pendengar ingin memastikan keadaan pendengar

63

dengan memberikan argumen terlebih dahulu kemudian ditambahkan beberapa

pertanyaan baru kemudian menyimpulkan.

Bentuk alih kode yang terdapat dalam tuturan di atas adalah alih kode dari

bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Penutur semula berbicara dalam bahasa Jawa

„kadhang-kadhang kita menika malah tasih bingung‟, lalu kemudian bertanya

dan memberikan kesimpulan dengan berbahasa Indonesia „mengucap syukur

untuk apa? Hal apa? Padahal Tuhan menghendaki, mengucap syukurlah

dalam segala hal. Maka baik itu untuk senang maupun susah‟ sehingga fungsi

masing-masing kalimatnya berubah. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi dilakukan alih kode adalah agar penutur dan pendengar ini lebih

komunikatif. Dengan dilontarkannya beberapa pertanyaan oleh penutur, penutur

berusaha membangun komunikasi dua arah dari pendengar. Dengan adanya

respon dari pendengar, maka tujuan dari penutur sudah tercapai dengan baik.

Yang menyebabkan alih kode pada tuturan tersebut adalah untuk

bergengsi. Hal ini terlihat pada kalimat terakhir yang diucapkan penutur terdapat

susunan kalimat dan bahasa yang kurang tepat. Padahal pada permulaan penutur

melakukan alih kode, penutur mengucapkan dengan lancar dan juga menggunakan

susunan kalimat yang baik dan rapi.

Data 28

Lha samangke menawi kita nindakaken pakaryan tanpa pertimbangan, waton

“ya”. Apakah hasilnya bagus? Apakah hasilnya baik? Belum tentu juga,

karena tanpa data kita nggak akan bisa bekerja maksimal

„kan sekarang jika kita melakukan pekerjaan tanpa pertimbangan, asal “ya”.

Apakah hasilnya bagus? Apakah hasilnya baik? Belum tentu juga, karena tanpa

data kita nggak akan bisa bekerja maksimal‟

64

(BK/31/01/16)

Data tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu

berlangsungnya tuturan pada hari minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB.

Pendengar adalah jemaat GKJ Ampel yang mendengarkan penutur ketika

melakukan khotbah pada hari itu. Suasana pada saat tuturan tenang, dalam

kegiatan agama. Tujuan dari tuturan adalah menanyakan dan menjelaskan kepada

pendengar tentang pekerjaan yang dilakukan dengan asal-asalan tanpa melakukan

suatu pertimbangan dengan hasil yang bagaimana seperti yang disampaikan oleh

penutur pada saat itu.

Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Alih kode pada

tuturan di atas terdapat dalam kalimat „apakah hasilnya bagus? Apakah

hasilnya baik? Belum tentu juga, karena tanpa data kita nggak akan bisa

bekerja maksimal‟ yang merupakan bahasa Indonesia dan menimbulkan fungsi

baru. Sebelumnya penututur berbicara dalam bahasa Jawa „Lha samangke

menawi kita nindakaken pakaryan tanpa pertimbangan, waton “ya”’. Alih kode

ini disebut dengan alih kode intern.

Fungsi dari alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih komunikatif.

Penutur mencobamelakukan komunikasi dengan cara bertanya kepada pendengar

agar pendengar lebih memperhatikan dan mencoba membalas komunikasi yang

dilakukan oleh penutur.

Faktor yang menyebabkan penggunaan alih kode pada tuturan ini adalah

penutur ingin bergengsi. Pada kalimat terakhir terdapat tuturan „kita nggak akan

bisa bekerja maksimal‟ yang bukan merupakan bahasa Indonesia formal. Kata

65

„nggak‟ menunjukkan bahwa penutur gengsi dan juga bisa menggunakan bahasa

Indonesia yang tidak baku.

d. Memberi Penghormartan

Data 29

tugas panggilan yang diberikanTuhan kepada kita ini ada banyak hal yang

harus kita benahi. Contonipun mekaten, bab kalawau wonten ing ngajeng.

Supados sedaya tiyang ingkang nampeni Panjenenganipun menika tansah

nglairaken pangucap sokur lan purun atur paseksen.

„tugas panggilan yang diberikanTuhan kepada kita ini ada banyak hal yang harus

kita benahi. Contohnya begini, bab tadi yang ada di depan. Supaya semua orang

yang menerima-Nya itu selalu melahirkan ucapan syukur dan mau memberikan

kesaksian‟

(BK/31/01/16)

Data tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel pada hari minggu, 31 Januari

2016 pada pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang memberikan

khotbah secara lisan kepada pendengar yang adalah warga jemaat GKJ Ampel

yang datang untuk beribadah. Tuturan terjadi dalam kegiatan diskusi keagamaan

dengan suasana yang tenang. Tujuan dari tuturan itu sendiri adalah memberikan

pengetahuan tentang apa yang hendaknya mereka benahi dalam menanggapi tugas

panggilan yang Tuhan berikan kepada mereka.

Bentuk alih kode dalam tuturan ini adalah alih kode dari bahasa Indonesia

ke bahasa Jawa. Semula penutur berkata „tugas panggilan yang diberikanTuhan

kepada kita ini ada banyak hal yang harus kita benahi‟, setelah itu penutur

berbicara lagi dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama „Contonipun

mekaten, bab kalawau wonten ing ngajeng. Supados sedaya tiyang ingkang

nampeni Panjenenganipun menika tansah nglairaken pangucap sokur lan

66

purun atur paseksen‟ sehingga menimbulkan suatu fungsi baru. Alih kode ini

merupakan alih kode intern.

Fungsi alih kode pada tuturan tersebut adalah memberikan penghormatan.

Penutur yang memang sebelumnya melakukan tuturan berbahasa Indonesia

mengalihkan tuturan ke bahasa Jawa ragam krama agar pendengar lebih mengerti

tuturan penutur. Selain itu, sebagian pendengar yang usianya di atas penutur akan

merasa lebih dihormati bila penutur menggunakan bahasa Jawa ragam krama

dibanding dengan bahasa lainnya.

Faktor yang menyebabkan alih kode pada tuturan tersebut adalah lawan

tutur. Penutur saat itu memang sedang memberikan khotbah berbahasa Jawa

sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Maka semua pendengar yang ada di tempat

itu mempersiapkan diri dan instrumen agama berbahasa Jawa. Ketika penutur

melakukan tuturan dengan bahasa Indonesia maka pendengar merasa terganggu.

Setelah penutur kembali beralih ke bahasa Jawa pendengar akan lebih merasa

dihormarti, terlebih tuturan penutur yang menggunakan bahasa Jawa ragam

Krama.

Data 30

Nah, tentunya waktunya belum tepat atau belum saatnya atau merasa masih

sangat muda. “Wah kula tasih nem pak, dereng wantun”.

„nah, tentunya waktunya belum tepat atau belum saatnya atau merasa masih

sangat muda. “Wah saya masih muda pak, belum berani”

(BK/31/01/16)

Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan hari minggu, 31 Januari 2016 pada

67

pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang memberikan khotbah pada

hari itu kepada pendengar yang adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang

untuk beribadah. Tuturan terjadi dalam kegiatan diskusi keagamaan. Tujuan dari

tuturan itu adalah menjelaskan kepada pendengar mengenai keadaan waktu, usia

yang dibahas oleh penutur.

Alih kode pada data tersebut terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa

yang dilakukan oleh penutur. Semula penutur berbicara menggunakan bahasa

Indonesia „nah, tentunya waktunya belum tepat atau belum saatnya atau

merasa masih sangat muda‟ kemudian beralih menggunakan bahasa Jawa untuk

memberikan suatu pernyataan “Wah kula tasih nem pak, dereng wantun”,

tentunya peralihan ini juga akan mengakibatkan suatu fungsi baru. Alih kode ini

disebut alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah memberikan

penghormatan. Penutur beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama dan

sedikit merendahkan diri karena dirasa lebih sopan dan lebih menghormati

pendengar.

Faktor yang menyebabkan alih kode pada data tuturan adalah mitra tutur

atau pendengar yang ada di tempat itu. Tuturan yang dilakukan penutur tadinya

berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Penutur kemudian beralih kode ke

dalam bahasa jawa ragam krama karena pendengar sebagian besar memiliki latar

belakang Jawa, meskipun juga mengerti maksud tuturan penutur dalam bahasa

Indonesia. Pendengar akan lebih mudah menerima dan terhormat jika penutur

menggunakan bahasa Jawa terlebih menggunakan ragam krama.

68

e. Mempertegas Pembicaraan

Data 31

Pramila mangga kita tampeni ugi. Menawi kantong menika pancen setiap saat.

Tetapi pengorbanan Tuhan Yesus Kristus itu hanya sekali dan tidak ada

kesempatan yang kedua.

„maka marilah kita terima juga. Apabila kantong itu memang setiap saat. Tetapi

pengorbanan Tuhan Yesus Kristus itu hanya sekali dan tidak ada kesempatan

yang kedua‟

(BK/08/11/15)

Peristiwa tutur di atas terjadi di GKJ Ampel. Waktu terjadinya pada hari

minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang

bertugas menyampaikan materi kepada pendengar. Pendengar adalah warga

jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pada hari itu. Situasi pada saat tuturan

terjadi adalah tenang dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut

adalah menjelaskan kepada pendengar mengenai kegiatan yang bisa dilakukan

berapa kali saja maupun yang bisa berulang-ulang kali.

Alih kode pada tuturan di atas dilakukan penutur dari bahasa Jawa ke

bahasa Indonesia. Awalnya penutur berkata „pramila mangga kita tampeniugi.

Menawi kantong menika pancen setiap saat‟ yang kemudian beralih ke bahasa

Indonesia „tetapi pengorbanan Tuhan Yesus Kristus itu hanya sekali dan

tidak ada kesempatan yang kedua‟ dan menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini

disebut alih kode intern.

Fungsi dari alih kode yang dilakukan penutur pada data tuturan di atas

adalah mempertegas pembicaraan. Sebelum melakukan alih kode penutur

memberikan gambaran gambaran mengenai kantong yang bisa kapan saja

69

dilakukan. Setelah beralih kode, penutur menegaskan lagi tentang pengorbanan

yang hanya sekali dan tidak ada yang kedua kalinya.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode pada data tuturan di atas

adalah pokok pembicaraan. Pada saat itu penutur memang sedang fokus terhadap

bahan yang disampaikan mengenai sebuah pengorbanan yang terdapat dalam ayat

alkitab dengan menggunakan bahasa Jawa. Setelah itu penutur mengulang lagi

pernyataannya dalam bahasa Indonesia. Dengan melakukan alih kode penutur

akan lebih mudah menyampaikan inti dari pembicaraan yang sedang disampaikan.

Data 32

Gusti menika menehi pangayoman kula lan panjenengan. Wonten ing perkawis

menapa kemawon, Gusti menika ngayomi kula lan panjenengan. Karena Tuhan

adalah batu karang dan keselamatan. Kalaupun saya ditolak, tetap berserah

kepada Tuhan.

„Tuhan itu memberikan perlindungan saya dan anda. Ada di permasalahan apa

saja, Tuhan itu melindungi saya dan anda. Karena Tuhan adalah batu karang dan

keselamatan. Kalaupun saya ditolak, tetap berserah kepada Tuhan.

(BK/31/01/16)

Data tuturan di atas merupakan alih kode yang terjadi di GKJ Ampel pada

hari minggu tanggal 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Penutur merupakan

seorang pengkhotbah yang bertugas memberikan khotbah pada hari itu. Pendengar

merupakan warga jemaat yang datang beribadah di gereja itu. Suasana pada saat

terjadi tuturan cukup tenang karena merupakan kegiatan keagamaan. Tujuan dari

tuturan itu sendiri adalah memberikan pemahaman kepada pendengar bahwa

Tuhan yang memberikan perlindungan kepada semua manusia termasuk seluruh

jemaat yang hadir pada saat itu.

70

Bentuk alih kode adalah alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

Semula penutur berbicara dalam bahasa Jawa „gusti menika menehi pangayoman

kula lan panjenengan. Wonten ing perkawis menapa kemawon, Gusti menika

ngayomi kula lan panjenengan‟, beralih „karena Tuhan adalah batu karang

dan keselamatan. Kalaupun saya ditolak, tetap berserah kepada Tuhan‟ yang

merupakan tuturan berbahasa Indonesia. Pada tuturan ini terjadi perubahan yang

mengakibatnya adanya fungsi baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi alih kode tuturan tersebut adalah mempertegas pembicaraan.

Penutur sudah menjelaskan bahwa Tuhan merupakan perlindungan, namun

dipertegas lagi dengan pernyataan yang sama namun dengan bahasa Indonesia.

Penutur sendiri merupakan fator yang menyebabkan terjadinya alih kode.

Penutur dengan sengaja dan sadar melakukan alih kode. Awalnya penutur

memang berbicara dalam bahasa Jawa, namun setelah menjelaskan hal yang dikira

cukup kemudian penutur kembali mengulangi pernyataan yang sama dengan

bahasa Indonesia yang memang kata-katanya lebih mudah dimengerti oleh

pendengar karena menggunakan istilah yang lebih umum digunakan.

f. Pernyataan Untuk Diri Sendiri

Data 33

menika ugi kadhangkala kita ugi awrat anggenanipun kita badhe ngraosaken

pangucap sokur. Kadang-kadang kita kebingungan. “Saya mau berterimakasih

dan mengucap syukur untuk apa?

„itu juga terkadang kita juga sulit dalam kita mau merasakan ucapan syukur.

Kadang-kadang kita kebingungan. “Saya mau berterimakasih dan mengucap

syukur untuk apa?‟

(BK/08/11/15)

71

Tuturan yang ada pada data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi

di GKJ Ampel. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu, 8 November 2015

pada pukul 08.20 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang melaksanakan tugas

pada hari itu. Pendengar merupakan jemaat gereja yang datang beribadah minggu.

Suasana pada saat terjadi tuturan adalah banyak orang namun tenang karena

sedang mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan itu sendiri untuk

berdiskusi dengan pendengar tentang waktu yang tepat untuk mengucap syukur

karena penutur merasa jika mereka sulit untuk mengucap syukur.

Alih kode yang terdapat pada data tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa

ke bahasa Indonesia dilakukan oleh penutur. Awalnya penutur memberikan

pernyataan dengan bahasa Jawa „menika ugi kadhangkala kita ugi awrat

anggenanipun kita badhe ngraosaken pangucap sokur‟ lalu beralih kode dalam

menyampaikan pernyataan „kadang-kadang kita kebingungan‟ juga

memberikan pertanyaan „saya mau berterimakasih dan mengucap syukur

untuk apa?‟. Masing-masing kalimat memiliki fungsi yang berbeda. Alih kode

ini disebut alih kode intern.

Penutur melakukan alih kode karena ingin memberikan pernyataan untuk

diri sendiri. Dalam alih kodenya penutur menggunakan kata „saya‟ dan „kita‟ yang

merupakan kata yang merujuk pada dirinya dan juga orang lain.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur

dengan sengaja melakukan alih kode meskipun penutur tahu bahwa sebenarnya

penutur berkhotbah berbahasa Jawa karena memang ibadah hari itu menggunakan

bahasa Jawa dan latar belakang sebagian besar pendengar juga orang Jawa. Tetapi

72

kemudian penutur beralih kode untuk menyatakan semua yang ada di situ

terutama untuk penutur itu sendiri.

Data 34

Nggih boten? Memaksakan kehendak kita, supaya orang lain ikut dengan saya.

„ya tidak? Memaksakan kehendak kita, supaya orang lain ikut dengan saya‟

(BK/31/01/16)

Tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu

terjadinya minggu tanggal 31 Januari tahun 2016 pada jam 08.00 WIB.

Penuturnya merupakan seorang pengkhotbah yang memang mendapat giliran

tugas khotbah pada hari itu. Pendengarnya juga warga jemaat gereja itu yang

memang datang untuk melakukan ibadah hari minggu seperti biasa. Kegiatan

ketika tuturan terjadi adalah kegiatan keagamaan dengan suasana yang tenang

memperhatikan pengkhotbah melakukan tugasnya. Tujuan dari tuturan itu sendiri

memastikan keadaan pendengar apakah sama dengan yang sedang penutur

ilustrasikan.

Penutur melakukan alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

Semula penutur bertanya dalam bahasa Jawa „nggih boten?‟ kemudian beralih

kode „memaksakan kehendak kita, supaya orang lain ikut dengan saya‟ yang

merupakan kalimat bahasa Indonesia, sehingga menjadikan fungi abru pada tiap-

tiap kalimat. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi dari alih kode yang terdapat pada data tuturan adalah pernyataan

untuk diri sendiri. Penutur menggunakan kata „saya‟ dalam pernyataannya, yang

memang ditujukan untuk dirinya sendiri.

73

Faktor penyebab terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur dengan

sengaja melakukan alih kode pada tuturannya. Mulanya penutur hanya bertanya

untuk mendapatkan kepastian dari pendengar, lalu setelah itu penutur menjelaskan

kepada pendengar mengenai kepastian yang sudah mereka sepakati pada

pernyataan sebelumnya. Alih kode yang dilakukan penutur pada tuturan ini

menggunakan kata ganti orang pertama yang berubah, yang tadinya penutur

menggunakan kata „kami‟ dan setelah itu berganti menjadi „saya‟.

2. Fungsi Campur Kode

Beberapa fungsi campur kode yang terdapat dalam khotbah berbahasa

Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel kabupaten Boyolali adalah, (1) kelancaran

dan mempermudah maksud tuturan, (2) keefektifan bahasa, (3) pesan yang

disampaikan mudah dipahami, dan (4) memperjelas maksud tuturan.

a. Kelancaran dan Mempermudah Maksud Tuturan

Data 35

Menika bab ingkang ndadosaken peprintahan pak Jokowi menika awrat

anggenipun ngadhepi ing babagan perekonomian.

„itulah hal yang menjadikan pemerintahan pak Jokowi itu sulit dalam menghadapi

dalam hal perekonomian‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015

pukul 08.20 WIB. Tuturan tersebut dituturkan oleh pengkhotbah yang pada hari

itu melakukan tugas menyampaikan khotbah. Yang mendengarkan tuturan

74

tersebut adalah semua warga jemaat yang hadir untuk beribadah di tempat dan

waktu yang sama. Situasi ketika tuturan terjadi cukup tenang karena pada saat itu

tengah mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah

menjelaskan penyebab yang menjadi kesulitan pemerintah menghadapi

perekonomian bangsa Indonesia kala itu.

Bentuk campur kode pada data tuturan tersebut berujud penyisipan kata

dari bahasa lain yang dilakukan oleh penutur. Penutur melakukan tuturan

menggunakan bahasa Jawa ketika berbicara „menika bab ingkang ndadosaken

peprintahan pak Jokowi menika awrat anggenipun ngadhepi ing babagan‟,

namun di akhir tuturannya penutur menggunakan bahasa Indonesia ketika

menyebutkan kata „perekonomian‟. Kata dari bahasa Indonesia yang disisipkan

tidak memiliki fungsi sendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Campur kode pada data tuturan di atas berfungsi untuk kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan. Penutur lebih lancar menggunakan kata itu jika

dibanding harus mencari padanan kata lainnya, selain itu kata yang digunakan

cukup umum dan hampir semua orang mengetahui maksud dari tuturan penutur

dengan menggunakan kata itu.

Faktor penyebab terjadinya campur kode yang dilakukan oleh penutur

adalah kesengajaan. Penutur seorang pengkhotbah memiliki pengetahuan yang

berbeda dengan sengaja dan sadar mencampurkodekan bahasa lain ke dalam

bahasa asli. Kata yang digunakan penutur juga bukan kata yang sulit dipahami

oleh pendengar yan juga mengerti bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Kata

„perekonomian‟ sudah menjadi kata yang lazim diucapkan oleh orang banyak dan

75

yang mengucapkannya mengerti arti dari kata tersebut. Penutur bisa dengan

mudah menggunakan kata tersebut tanpa perlu memikirkan apakah pendengarnya

mengerti maksudnya atau tidak.

Data 36

Gesang pagesangan kita nggadhahi mental baja.

„hidup kehidupan kita memiliki mental baja‟

(PJ/13/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 13 Desember 2015 pada pukul

08.25 WIB. Penutur adalah pendeta yang bertugas menyampaikan khotbah pada

hati itu. Yang mendengarkan tuturan adalah semua jemaat gereja tersebut yang

datang pada waktu itu. Situasi ketika terjadinya tuturan sangat hening fokus

mendengarkan penutur yang memberikan khotbah dalam kegiatan keagamaan.

Tujuan dari tuturan tersebut adalah memberikan pengaruh kepada pendengar agar

memiliki mental yang kuat seperti baja.

Bentuk campur kode adalah penyisipan berujud kata dari bahasa Indonesia

yang disampaikan oleh penutur. Penutur menyampaikan tuturannya menggunakan

bahasa Jawa „gesang pagesangan kita nggadhahi mental baja‟, namun pada akhir

tuturannya disisipkan kata „mental‟ dari bahasa Indonesia yang tidak memiliki

fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur adalah kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan. Penutur yang seorang pendeta akan lebih mudah

mengucapkan dengan bahasa lain dibanding dengan menggunakan bahasa asli

76

karena istilah yang digunakan juga sudah tidak asing lagi di telinga pendengar.

Pendengar juga mengetahui arti dari tuturan penutur.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan.

Penutur dengan sengaja melakukan campur kode dengan pertimbangan bahasa

yang digunakan mudah diucapkan dan dimengerti oleh semua orang. Kata yang

digunakan penutur ketika melakukan campur kode adalah „mental‟ yang memang

lebih tepat dipasangkan denan kata selanjutnya yaitu „baja‟, dibanding harus

mencari padanan kata lain namun malah tidak tepat dipasangkan dengan kata

berikutnya. Penutur sudah mempertimbangkan dengan baik struktur dari setiap

kalimat yang digunakannya agar lebih enak didengarkan pendengar yang ada di

tempat itu.

Data 37

Peladosan tugas panggilan boten namung dados pradata, purun wonten ing

komisi, purun wonten ing tim, purun wonten ing kepanitiaan, menika ugi sampun

nindakaken peladosan, lan sanes-sanesipun.

„pelayanan tugas panggilan tidak hanya jadi majelis, mau ada di komisi, mau ada

di tim, mau ada di kepanitiaan, itu juga sudah menjalankan pelayanan, dan lain-

lainnya‟

(BK/31/01/16)

Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Peristiwa tutur tersebut terjadi pada hari minggu,31 Januari

2016 pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas di gereja

tersebut. Pendengarnya adalah warga jemaat gereja tersebut yang datang

beribadah pada hari itu. Situasi pada saat tuturan adalah tenang dalam kegiatan

keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menjelaskan kepada pendengar

77

bahwa bentuk pelayanan itu bermacam-macam, tidak hanya menjadi majelis saja

seperti pemikiran banyak orang.

Campur kode yang terdapat pada data di atas berujud kata dari bahasa lain

yang diucapkan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa Jawa

„peladosan tugas panggilan boten namung dados pradata, purun wonten ing

komisi, purun wonten ing tim, purun wonten ing kepanitiaan, menika ugi sampun

nindakaken peladosan, lan sanes-sanesipun‟. Pada tuturan tersebut terdapat

beberapa kata dari bahasa Indonesia yaitu „komisi, tim, dan kepanitiaan‟ yang

tidak memiliki fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Campur kode yang dilakukan oleh penutur berfungsi untuk kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan penutur. Karena penutur menggunakan tidak

hanya satu kata dalam campur kodenya, maka akan lebih mudah untuk

mengucapkannya. Selain itu akan lebih sulit mencari padanan kata yang sesuai

dalam bahasa asli, maka langkah yang dilakukan penutur untuk bercampur kode

dinilai lebih tepat.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada tuturan tersebut

adalah sikap bahasa penutur. Sikap yang diambil penutur untuk melakukan

campur kode untuk kata-kata dari bahasa lain ini memang cukup tepat. Campur

kode yang dilakukan penutur lebih menguntungkan penutur dalam menyampaikan

tuturannya agar pendengar juga memahami maksud tuturan karena istilah yang

digunakan penutur cukup umum di telinga setiap orang. Baik itu penutur maupun

pendengar semua bisa menerima dengan baik apa yang ingin disampaikan penutur

lewat tuturan campur kodenya.

78

b. Keefektifan Bahasa

Data 38

Ananging konsepipun Gusti Yesus menika benten kepara ugi tebih kalih konsep

ingkang kados mekaten menika.

„tetapi konsepnya Tuhan Yesus itu berbeda terlampau juga jau dengan konsep

yang seperti itu‟

(PJ/22/11/15)

Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.

Tuturan terjadi pada hari minggu tanggal 22 November 2015 pukul 08.20 WIB.

Penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang mendapat giliran menyampaikan

khotbah pada hari itu. Pendengarnya merupakan warga jemaat penutur sendiri,

yang pada pagi hari itu memang datang dengan tujuan beribadah dan

mendengarkan khotbah dari penutur. Situasi ketika tuturan terjadi tenang, hanya

terdengar suara penutur dan beberapa kendaraan yang lewat. Tujuan dari tuturan

yang dituturkan oleh penutur adalah menerangkan kepada pendengar mengenai

suatu konsep yang berbeda dari konsep lainnya.

Campur kode pada data di atas berujud kata dari bahasa lain yang

disampaikan oleh penutur. Dalam tuturan tersebut penutur berbicara dengan

menggunakan bahasa Jawa „ananging konsepipun Gusti Yesus menika benten

kepara ugi tebih kalih konsep ingkang kados mekaten menika‟. Dalam tuturan

tersebut penutur dua kali menyebutkan kata „konsep‟ yang merupakan kata dalam

bahasa Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang ada pada data tersebut adalah keefektifan

bahasa. Pendengar akan lebih mudah menerima maksud tuturan penutur dengan

79

dilakukan campur kode oleh penutur. Bahasa yang digunakan juga cukup mudah

dimengerti dibanding menggunakan bahasa lain yang tidak efektif digunakan.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada data tuturan

tersebut adalah kesengajaan. Penutur dengan sengaja melakukan campur kode

dengan menyisipkan kata „kosep‟ dengan bahasa Indoesia ke dalam tuturan

bahasa Jawa. Kata tersebut bukan lagi kata yang asing diucapkan banyak orang,

juga dapat dimengerti banyak orang. Penutur menjelaskan kepada pendengar

tentang konsep yang berbeda dengan konsep yang diutarakan penutur pada tuturan

sebelumnya.

Data 39

Menawi kula boten badhe ngajari, nanging memperagakan, tiyang ingkang

badhe rangkulan, kok rangkulan nggih.

Jika saya tidak akan mengajarkan, tetapi memperagakan, orang yang akan

pelukan, kok pelukan ya‟

(PS/26/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26 Desember 2015 pada pukul

15.40WIB. Penutur adalah seorang pendeta dari gereja lain yang pada hari itu

berkenan memberikan khotbah di tempat itu. Pendengar adalah semua warga

jemaat gereja itu dan tamu yang datang dalam peringatan natal. Situasi ketika

terjadinya tuturan ramai namun tetap berfokus pada penutur yang berkhotbah di

hadapan semua orang yang hadir. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menjelaskan

kepada pendengar bagaimanakah bentuk dari pelukan yang dimaksud penutur

dalam tuturannya dengan cara memperagakan.

80

Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa lain yang

diucapkan oleh penutur. Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan bahasa

Jawa „menawi kula boten badhe ngajari, nanging memperagakan, tiyang ingkang

badhe rangkulan, kok rangkulan nggih‟, pada tuturan tersebut penutur

memasukkan kata yang tidak merubah fungsi dalam bahasa Indonesia yaitu

„memperagakan‟. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah

keefektifan bahasa. Penutur menggunakan bahasa Indonesia yang lebih tepat

digunakan sebagai bentuk kalimat aktif, namun tidak tepat dipasangkan dengan

kata sebelumnya. Pesan yang dimaksud penutur melalui campur kodenya juga

dirasa mudah diterima oleh pendengar yang ada di tempat itu.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kekurangtahuan

penutur pada kaidah bahasa. Jika penutur lebih memikirkan lagi apa yang akan

dituturkannya, ditata lebih rapi dalam bahasa Jawa maka penutur tidak perlu

melakukan alih kode pada tuturan itu. Pada tuturan itu ada hal yang bisa ditiru,

seorang pemuka agama tidak hanya memberikan perintah kepada jemaatnya,

tetapi memberikan contoh secara nyata. Pandangan orang lain akan lebih baik

karena sikapnya yang mau memperagakan adegan yang ada dalam khotbahnya,

dan bukan hanya meminta pendengar untuk melakukannya di rumah.

Data 40

Kula ngladosi konseling dhateng tiyang sekawan dasa taun langkung neng-

nengan.

„saya melayani konseling kepada orang empat puluh tahun lebih diam-diaman‟

(PS/26/12/15)

81

Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.

Waktu terjadinya tuturan pada hari sabtu, 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.

Penuturnya adalah pendeta dari gereja lain yang pada sore hari itu berkenan

menyampaikan khotbah di GKJ Ampel. Pendengar adalah warga jemaat GKJ

Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja dan panitia

natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap tenang

memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan keagamaan.

Tujuan dari tuturan adalah memberikan informasi kepada pendengar bahwa

penutur memberi pelayanan konseling kepada sepasang orang yang lebih dari

empat puluh tahun saling mendiamkan.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud kata dari

bahasa lain yang disampaikan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa

Jawa yaitu „kula ngladosi konseling dhateng tiyang sekawan dasa taun langkung

neng-nengan‟, tetapi pada tuturan tersebut penutur menyisipkan kata „konseling‟

yang merupakan istilah dalam bahasa Indonesia. Istilah yang digunakan tidak

merubah fungsi kalimat. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Campur kode yang dilakukan penutur ini berfungsi untuk keefektifan

bahasa. Karena tidak mudah mencari padanan kata yang sesuai dalam bahasa

aslinya, maka penutur lebih baik melakukan campur kode dengan menggunakan

istilah yang lebih umum dan dimengerti oleh banyak orang.

Campur kode pada tuturan tersebut disebabkan oleh kesengajaan. Penutur

dengan sengaja melakukan campur kode pada tuturannya dengan

mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan lebih mudah dipahami oleh

82

pendengar yang ada di situ. Pada tuturan tersebut penutur menggunakan kata

„konseling‟ yang jika dicari artinya dalam KBBI adalah pengarahan, pemberian

bimbingan oleh seorang ahli. Untuk mencari padanan kata yang sesuai dengan

bahasa asli yang digunakan penutur dalam khotbahnya akan memakan bayak

sekali kata yang malah akan membuat pendengar bingung dan tuturan menjadi

kurang efektif lagi.

c. Pesan yang Disampaikan Mudah Dipahami

Data 41

Artinya tidak pernah berpikir itu, kelong semono ki ki ora kanthonge ki ora

nggagas ngoten lho.

„artinya tidak pernah berpikir itu, berkurang segitu itu tu tidak sakunya tu tidak

respon gitu‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.

Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.

Tuturan tersebut dituturkan oleh pengkhotbah yang pada hari itu melakukan

tugasnya memberikan khotbah kepada pendengar yang ada di situ. Yang menjadi

pendengar tuturan tersebut adalah semua warga jemaat yang hadir di tempat dan

waktu yang sama untuk keperluan ibadah. Situasi ketika tuturan terjadi cukup

tenang karena pada saat itu tengah mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan dari

tuturan di atas adalah menjelaskan suatu keadaan tentang sesuatu yang berkurang

namun tidak berpengaruh terhadap kantong.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan berujud klausa dari

bahasa yain yang diucapkan oleh penutur. Bahasa asli yang digunakan penutur

83

menyampaikan khotbah adalah bahasa Jawa. Di awal tuturan penutur

menyisipkan bahasa Indonesia „artinya tidak pernah berpikir itu‟, tapi kemudian

penutur kembali menggunakan bahasa Jawa „kelong semono ki ki ora kanthonge

ki ora nggagas ngoten lho‟. Penyisipan yang dilakukan penutur tidak merubah

fungsi kalimat. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah

pesan yang disampaikan mudah dipahami. Sebenarnya penutur hanya ingin

menyampaikan bahwa tindakan yang dilakukan tidak memerlukan petimbangan

yang terlalu banyak karena dampaknya juga tidak akan mempengaruhi keadaan

dari benda lain yang digunakan ilustrasi oleh penutur.

Faktor yang menyebabkan penutur menggunakan campur kode adalah

kemiskinan perbendaharaan penutur. Penutur melakukan campur kode dengan

klausa yang di dalamnya terdapat kata-kata yang mudah dicari padanan katanya

dalam bahasa asli. Sebenarnya penutur tidak perlu melakukan campur kode karena

menjadikan tuturan semakin tidak efektif dan tidak teratur. Penggunaan klausa

dengan tatanan kata yang tidak tepat menjadikan tuturan tidak rapi dan tidak enak

didengarkan. Penutur juga menjelaskan lagi bahasan yang sudah dicampur-

kodekan oleh penutur di akhir tuturan dengan menggunakan bahasa asli.

Data 42

Ibu-ibu ingkang mawi jilbab lan bapak-bapak ingkang Muslim, kula menawi

tiyang Indonesia, acung jempol dua jari, awit menawi sekawan jari boten saged.

„ibu-ibu yang memakai jilbab dan bapak-bapak yang muslim, saya sebagai orang

Indonesia, acung jempol dua jari, karena jika empat jari tidak bisa‟

(PS/26/12/15)

84

Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan pada hari sabtu tanggal 26

Desember 2015 pukul 15.40 WIB. Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang

menyampaikan khotbah pada sore hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ

Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja dan panitia

natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap fokus dan

tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan

keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menyatakan suatu bentuk

penghargaan kepada beberapa pendengar yang ada di tempat itu.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud klausa

dari bahasa Indonesia yang disampaikan oleh penutur. Penutur memberikan

khotbah dengan bahasa Jawa pada tuturan „ibu-ibu ingkang mawi jilbab lan

bapak-bapak ingkang Muslim, kula menawi tiyang Indonesia, acung jempol dua

jari, awit menawi sekawan jari boten saged‟. Dalam tuturan tersebut penutur

memasukkan klausa berbahasa Indonesia „acung jempol dua jari‟ yang tidak

menyebabkan perubahan fungsi dalam kalimat. Campur kode ini disebut campur

kode intern.

Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah pesan yang disampaikan

mudah dipahami. Dengan menggunakan istilah „acung jempol dua jari‟ pendengar

yang tadinya disuguhi dengan tuturan berbahasa Jawa juga mengerti maksud dari

penutur yang ingin menyampaikan bentuk penghargaan kepada pendengar.

Faktor yang menyebabkan campur kode yang dilakukan oleh penutur

adalah sikap bahasa penutur. Penutur dengan baik mengambil sikap untuk

85

melakukan campur kode pada klausa tersebut. Meskipun sebenarnya klausa yang

digunakan akan lebih efektif jika menggunakan bahasa aslinya, namun di sini

pendengar juga mengerti apa maksud yang penutur katakan melalui campur

kodenya. Sebenarnya penutur hanya melakukan sedikit campur kode yang

mendasar yaitu pada kata „dua‟ dan „jari‟, namun karena menggabungkannya

dengan beberapa kata lain maka menjadi satu klausa yang jika diartikan ke dalam

bahasa asli akan merubah struktur kalimatnya.

Data 43

Pramila para sedherek ingkang kinasih, sumangga samangke menapa samangke

kula lan panjenengan ugi kadosdene Tentara Nasional Indonesia?

„maka para saudara yang terkasih, marilah sekarang apakah sekarang saya dan

anda juga seperti Tentara Nasional Indonesia?‟

(BK/31/01/16)

Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 31

Januari 2016 pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang

bertugas pada hari itu. Pendengarnya adalah jemaat GKJ Ampel yang datang

untuk beribadah. Situasi ketika tuturan terjadi cukup tenang karena mengikuti

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan yang dilakukan penutur adalah mengajak

semua pendengar untuk menjadi seperti TNI yang sudah dijelaskan penutur pada

tuturan sebelumnya.

Bentuk campur kode pada tuturan tersebut berujud frasa dari bahasa

Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Pada tuturan itu penutur bertanya

menggunakan bahasa Jawa „pramila para sedherek ingkang kinasih, sumangga

86

samangke menapa samangke kula lan panjenengan ugi kadosdene Tentara

Nasional Indonesia?‟, tapi di akhir tuturan penutur menyisipkan „Tentara

Nasional Indonesia‟ yang tidak memiliki fungsi tersendiri dalam kalimat.

Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah

pesan yang disampaikan mudah dipahami. Penutur beranggapan bahwa pendengar

lebih mengenal dan mengerti TNI dibanding harus mencari padanan kata dalam

bahasa asli tuturan.

Campur kode pada tuturan tersebut disebabkan oleh kesengajaan. Penutur

dengan sengaja melakukan campur kode dengan memasukkan frasa berbahasa

Indonesia dalam tuturannya. Pendengar dan semua orang yang ada di tempat itu

mengerti apa yang dikatakan oleh penutur. Ditambahkannya campur kode ke

dalam tuturan tersebut dirasa sudah tepat sasaran, namun dalam tuturannya

penutur mengulangi kata „samangke‟ dengan bahasa asli. Pemenggalan kalimat

yang dilakukan oleh penutur kurang tepat sehingga mengakibatkan tuturan

menjadi tidak efektif dengan pengulangan kata yang terjadi dalam satu kalimat.

d. Memperjelas Maksud Tuturan

Data 44

Ing padintenan kita menika wonten kebiasaan, habbit, kangge ngaturaken

panuwun sokur.

„dalam keseharian kita itu ada kebiasaan, habbit, untuk memberikan ucapan

syukur‟

(PJ/13/12/15)

87

Peristiwa tutur pada data di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali.

Tuturan terjadi pada hari minggu 13 Desember 2015 pada pukul 08.25 WIB.

Penutur yang melakukan tuturan tersebut adalah pendeta yang berasal dari gereja

itu, dan mendapat giliran menyampaikan khotbah pada hari itu. Yang menjadi

pendengar tuturan tersebut adalah jemaat gereja itu yang pada pagi itu datang

bersama-sama berkumpul untuk kegiatan peribadahan. Situasi pada saat tuturan

berlangsung tenang dan semua yang mendengarkan fokus mendengarkan setiap

kata demi kata yang penutur ucapkan. Tuturan di atas bertujuan mengajak

pendengar mau menjadikan ucapan syukur sebagai kebiasaan dalam

kesehariannya.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berupa kata dari

bahasa lain yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan bahasa

Jawa dengan ragam krama „ing padintenan kita menika wonten kebiasaan, habbit,

kangge ngaturaken panuwun sokur‟. Namun terdapat penggunaan kata dari

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris di tengah kalimat, yaitu kata „kebiasaan‟,

dan „habbit‟. Fungsi masing-masing kata sudah menyatu dalam kalimat. Campur

kode ini merupakan campur kode ekstern.

Fungsi campur kode pada tuturan adalah memperjelas maksud tuturan.

Pada tuturan campur kode tersebut penutur menggunakan kata „kebiasaan‟ dan

„habbit‟, yang mana arti kedua kata ini adalah sama. Penutur hanya mengulangi

pernyataan yang sama namun dengan bahasa yang berbeda. Hal ini bertujuan agar

pendengar lebih jelas dengan apa yang dikatakan oleh penutur.

88

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan.

Penutur dengan sengaja mencampurkan dua kata dengan arti yang sama namun

dengan bahasa yang berbeda. Meskipun pendengar kurang mengerti arti dari kata

berbahasa Inggris yang memang kurang familier di telinga pendengar, namun

penutur ingin menunjukkan keahliannya dalam menggunakan bahasa asing.

Sebenarnya tanpa perlu menambahkan istilah dalam bahasa asing pendengar

sudah mengerti dengan apa yang dimaksud penutur, namun demi memperjelas

pernyataannya penutur melakukan campur kode lagi namun dengan bahasa yang

beda lagi dari bahasa asli dan bahasa sebelumnya.

Data 45

Pancen para sedherek ingkang kinasih, saben kita nindakken pakaryan, menika

pancen kedah diperhitungkan, kedah dipergumulkan.

„memang para saudara yang terkasih, setiap kita melakukan pekerjaan, itu

memang harus diperhitungkan, harus dipergumulkan‟

(BK/31/01/16)

Tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel. Waktu terjadinya minggu tanggal 31

Januari tahun 2016 pada jam 08.00 WIB. Penuturnya merupakan seorang

pengkhotbah yang memang mendapat giliran tugas khotbah pada hari itu.

Pendengarnya juga warga jemaat gereja itu yang memang datang untuk

melakukan ibadah hari minggu seperti biasa. Kegiatan ketika tuturan terjadi

adalah kegiatan keagamaan dengan suasana yang tenang memperhatikan

pengkhotbah melakukan tugasnya. Tujuan dari tuturan itu adalah mengajak

pendengar agar dalam setiap pekerjaan, harus selalu diperhitungkan dan

dikerjakan dengan baik.

89

Campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa

Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan bahasa

Jawa „pancen para sedherek ingkang kinasih, saben kita nindakken pakaryan,

menika pancen kedah diperhitungkan, kedah dipergumulkan‟. Terdapat

penggunaan kata dari bahasa Indonesia di akhir kalimat, yaitu kata

„diperhitungkan‟, dan „dipergumulkan‟ yang tidak memiliki fungsi sendiri.

Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Campur kode pada tuturan tersebut berfungsi untuk memperjelas maksud

tuturan. Pada tuturan tersebut penutur dengan jelas mengajak setiap orang yang

ada di tempat itu untuk memperhitungkan dan mempergumulkan setiap pekerjaan.

Kata yang digunakan penutur juga jelas dan mudah dipahami, karena penutur

menggunakan kata yang umum digunakan.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada tuturan tersebut

adalah sikap bahasa penutur. Jika penutur tidak melakukan campur kode, maka

tuturan akan menjadi kurang enak didengarkan. Apabila penutur ingin tetap

menggunakan bahasa asli dalam tuturannya, penutur harus mengubah struktur

kalimat diselaraskan sesuai dengan konteks kalimat berbahasa Jawa. Sikap

penutur untuk melakukan campur kode sudah dianggap tepat, namun dalam

tuturan itu penutur mengulang kata „pancen‟ yang sangat tidak efektif diulang.

Penutur harus memilih untuk menggunakan salah satu entah itu yang di awal

kalimat atau yang ada di tengah kalimat.

Data 46

Kalawau, senajan badan kita pasrakahen sedaya, termasuk hidupnya diberikan,

ning nak boten nggadhahi katresnan, boten badhe maedahi.

90

„tadi, walaupun tubuh kita serahkan semua, termasuk hidupnya diberikan, tapi jika

tidak mempunyai kasih, tidak akan bermanfaat‟

(BK/31/01/16)

Data tuturan di atas merupkan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 31 Januari 2016

pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang bertugas

menyampaikan materi khotbah pada hari itu kepada pendengar. Pendengar tuturan

tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah hari itu. Situasi

saat terjadinya tuturan adalah tenang, semua yang ada di tempat itu fokus

mendengarkan penutur yang sedang berkhotbah dalam kegiatan keagamaan.

Tujuan dari tuturan di atas adalah memberitahukan kepada pendengar bahwa

meskipun memberikan tubuh dan hidupnya tetapi tidak memiliki kasih semuanya

tidak akan bermanfaat.

Campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud klausa dari

bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur menggunakan bahasa

Jawa pada tuturannya „kalawau, senajan badan kita pasrakahen sedaya, termasuk

hidupnya diberikan, ning nak boten nggadhahi katresnan, boten badhe maedahi‟.

Dalam tuturan tersebut penutur menyisipkan unsur bahasa Indonesia „termasuk

hidupnya diberikan‟. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah memperjelas maksud

tuturan. Sebelum menggunakan campur kode penutur sudah menyampaikan hal

yang sama dengan yang dibahas pada campur kodenya namun dengan bahasa asli.

Setelah itu penutur melakukan campur kode dengan pokok pembahasan yang

sama, namun dengan bahasa yang berbeda.

91

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah sikap bahasa

penutur. Meskipun campur kode yang dilakukan penutur berfungsi memperjelas

maksud tuturan, namun dirasa hal ini tidak perlu dilakukan. Campur kode yang

dilakukan penutur sia-sia karena tanpa mengulangi pernyataan yang sama

pendengar sudah mengerti maksud dari tuturan penutur. Sikap yang diambil

penutur untuk melakukan campur kode dinilai kurang tepat karena malah

menjadikan tuturan tidak efektif karena hanya mengulang pernyataan yang sama

namun dengan bahasa yang berbeda. Atau mungkin hal ini sengaja dilakukan

penutur agar tuturannya terlihat lebih berisi.

C. Faktor yang Menyebabkan Alih Kode dan Campur Kode dalam

Khotbah Berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel

1. Faktor yang Menyebabkan Alih Kode

Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan alih kode dalam

khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel kabupaten Boyolali yaitu,

(1)penutur, (2)mitra tutur, (3)pokok pembicaraan, (4)untuk membangkitkan rasa

humor, dan (5)untuk sekedar bergengsi.

a. Penutur

Data 47

Temtu kemawon kanthi mangku warni cara ingkang baken menika dados tiyang

ingkang nggadhahi panguwaos. Tidak ada kawan sejati dan lawan sejati, yang

ada adalah kepentingan sejati untuk meraih kekuasaan.

„tentu saja dengan melakukan berbagai cara yang baku itu menjadi orang yang

memiliki kekuasaan. Tidak ada kawan sejati dan lawan sejati, yang ada adalah

kepentingan sejati untuk meraih kekuasaan‟

(PJ/22/11/15)

92

Data di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya adalah hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang

menjadi penutur adalah pendeta gereja itu dan memang saat itu bertugas

memberikan khotbah minggu seperti biasa. Pendengar tuturan merupakan warga

jemaat gereja yang datang beribadah pada hari itu. Suasana pada saat terjadi

tuturan cukup hening karena volume dan intonasi penutur berubah-ubah tidak

tetap. Tujuan dari tuturan adalah memberikan gambaran kepada pendengar

tentang kekuasaan yang memang sedang dibahas saat itu.

Alih kode yang ada pada data tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa ke

bahasa Indonesia. Awalnya penutur berkata „temtu kemawon kanthi mangku

warni cara ingkang baken menika dados tiyang ingkang nggadhahi

panguwaos‟ yang merupakan bahasa Jawa, kemudian penutur berkata lagi „tidak

ada kawan sejati dan lawan sejati, yang ada adalah kepentingan sejati untuk

meraih kekuasaan‟ yang merupakan bahasa Indonesia. Fungsi masing-masing

kalimat berbeda. Alih kode ini disebut alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah untuk mempertegas

pembicaraan. Sebelum melakukan alih kode penutur sudah mengungkapkan

pernyataannya, namun penutur mengulangi pernyataan serupa namun dengan

bahasa Indonesia.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode pada data tuturan tersebut

adalah penutur. Penutur dengan sengaja melakukan peralihan tuturan ke bahasa

Indonesia. Awalnya memang penutur berbicara menggunakan bahasa Jawa sesuai

dengan jadwal ibadah pada hari itu. Penutur sudah menggambarkan jelas tentang

93

cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan, tetapi sepertinya

penutur masih kurang puas dan kemudian mengulangi pernyataan yang serupa

dengan sedikit tambahan namun dengan bahasa Indonesia yang menyebabkan

terjadinya alih kode.

Data 48

Dados ugi wonten ing mriki sampun boten wonten alasan saya tidak punya

kompetensi, kula boten saged, kula dereng siap, lan sapiturutipun. Tuhan sudah

menyiapkan sarana dan prasarananya. Tuhan sudah mempersiapkan alat-

alatnya. Bahan materinya sudah ada, tinggal kita mau menjalankan atau tidak.

„jadi juga di sini sudah tidak ada alasan saya tidak punya kompetensi, saya tidak

bisa, saya belum siap, dan sebagainya. Tuhan sudah menyiapkan sarana dan

prasarananya. Tuhan sudah mempersiapkan alat-alatnya. Bahan materinya sudah

ada, tinggal kita mau menjalankan atau tidak‟

(BK/31/01/16)

Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

berlangsungnya pada hari minggu 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Penuturnya

adalah seorang pengkhotbah yang bertugas pada hari itu. Pendengar tuturan

tersebut adalah jemaat gereja itu yang datang untuk beribadah. Situasi saat terjadi

tuturan adalah tenang fokus mendengarkan penutur berkhotbah karena memang

berada dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah memastikan suatu

keadaan agar semua yang ada di tempat itu mau akan menjalankannya atau tidak.

Alih kode pada tuturan tersebut terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa

Indonesia. Awalnya penutur menggunakan bahasa Jawa „dados ugi wonten ing

mriki sampun boten wonten alasan saya tidak punya kompetensi, kula boten

saged, kula dereng siap, lan sapiturutipun‟ kemudian beralih menggunakan

bahasa Indonesia „Tuhan sudah menyiapkan sarana dan prasarananya.

94

Tuhan sudah mempersiapkan alat-alatnya. Bahan materinya sudah ada,

tinggal kita mau menjalankan atau tidak‟, yang menimbulkan fungsi baru. Alih

kode ini disebut dengan alih kode intern.

Fungsi alih kodenya lebih argumentatif. Penutur ingin meyakinkan

pendengar agar mau melakukan yang penutur katakan sebelumnya, karena segala

sesuatunya telah dipersiapkan, hanya tinggal melaksanakan atau tidak.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur

dengan sengaja melakukan alih kode ke bahasa Indonesia karena akan lebih lancar

mengucapkan. Dalam tuturannya terdapat beberapa kata yang tidak ada padanan

katanya dalam bahasa Jawa, misalnya kata sarana, prasarana, dan materi seperti

yang terdapat pada tuturan penutur. Hal ini dianggap akan menghambat penutur

dalam menyampaikan.

b. Lawan Tutur

Data 49

Kadang-kadang orang yang nyarutang maksimal seratus ribu perbulan,

dibanding orang yang nyarutang satu juta perbulan, kesehariannya, hidupnya

pasti akan amat berbeda. Masih lebih enak yang orang yang satu, satu juta.

Inilah pergumulan-pergumulan kita bapak ibu. Mangga samangke,

sasampunipun kita samangke mirsani gesang kula lan panjenengan.

„kadang-kadang orang yang bayar utang maksimal seratus ribu perbulan,

dibanding orang yang nyarutang satu juta perbulan, kesehariannya, hidupnya pasti

akan amat berbeda. Masih lebih enak yang orang yang satu, satu juta. Inilah

pergumulan-pergumulan kita bapak ibu. Marilah sekarang, sesudah kita melihat

kehidupan saya dan anda‟

(BK/08/11/15)

Data alih kode di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah minggu 8 November 2015

95

pada pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas pada hari itu.

Pendengar tuturan tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang

beribadah pagi hari itu. Situasi pada saat tuturan terjadi cukup tenang, semua

fokus mendengarkan penutur yang bertugas menyampaikan khotbah dalam

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah menyampaikan kepada pendengar

tentang orang yang mempunyai utang dan kehidupan orang tersebut.

Bentuk alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Awalnya penutur

menggunakan bahasa Indonesia untuk menuturkan „kadang-kadang orang yang

nyarutang maksimal seratus ribu perbulan, dibanding orang yang nyarutang

satu juta perbulan, kesehariannya, hidupnya pasti akan amat berbeda.

Masih lebih enak yang orang yang satu, satu juta. Inilah pergumulan-

pergumulan kita bapak ibu‟ namun kemudian penutur beralih kode ke dalam

bahasa Jawa „mangga samangke, sasampunipun kita samangke mirsani gesang

kula lan panjenengan sehingga menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini

merupakan alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah memberikan

penghormatan kepada pendengar. Penutur menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada pendengar terlebih lagi menggunakan kata „kula lan panjenengan‟

yang di Jawa dianggap merendahkan diri sendiri namun lebih menghormati orang

yang diajak berbicara.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah mitra

tutur. Yang diajak berkomunikasi penutur dalam tuturan itu adalah warga jemaat

gereja yang kebanyakan berlatar belakang orang Jawa dan akan lebih mudah bila

96

diajak berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Sebelum melakukan alih kode,

penutur menggunakan bahasa Indonesia karena ada beberapa kata yang sulit

ditemukan padanan katanya dalam bahasa Jawa, namun kemudian penutur beralih

kode.

Data 50

Terus siapa yang mengutus, siapa yang memanggil, siapa yang memilih itu

hanya Tuhan sendiri. Kados menika wau, kelingan sampun dipun menapa

sarasaken saking wutanipun. Mripatipun wuta lajeng dipunsarasaken dening

Gusti piyambakipun crita.

„terus siapa yang mengutus, siapa yang memanggil, siapa yang memilih itu hanya

Tuhan sendiri. Seperti itu tadi, teringat sudah di apa sembuhkan dari butanya.

Matanya buta lalu disembuhkan oleh Tuhan dirinya cerita‟

(BK/31/01/16)

Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur tersebut terjadi pada hari minggu

tanggal 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Tuturan terjadi dalam situasi yang

tenang karena pendengar yang merupakan warga jemaat gereja sedang

mendengarkan penutur yang merupakan pengkhotbah dalam kegiatan keagamaan.

Tuturan tersebut bertujuan supaya ilustrasi tentang seseorang buta yang sudah

sembuh kemudian merasa terpanggil untuk bercerita dapat lebih dipahami oleh

pendengar.

Dalam tuturan tersebut terdapat alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa

Jawa. Pada awalnya penutur berbicara menggunakan bahasa Indonesia „terus

siapa yang mengutus, siapa yang memanggil, siapa yang memilih itu hanya

Tuhan sendiri‟ kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa „kados menika

wau, kelingan sampun dipun menapa sarasaken saking wutanipun. Mripatipun

97

wuta lajeng dipunsarasaken dening Gusti piyambakipun crita‟ karena

menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini disebut alih kode intern.

Tuturan alih kode tersebut berfungsi untuk mempertegas pembicaraan

yang sebelumnya sudah dibahas terlebih dahulu oleh penutur. Penutur mengulang

kembali ilustrasi yang sudah diberikan agar lebih jelas dan pendengar

mengingatnya lagi.

Penyebab dilakukannya alih kode yang dilakukan oleh penutur adalah

mitra tutur atau pendengar yang ada di tempat itu. Penutur mencoba

mengingatkan kembali apa yang sudah penutur katakan sebelumnya, terbukti

dengan perkataan „kados menika wau‟ yang merupakan bahasa Jawa ragam

krama. Penutur beralih kode ke dalam bahasa jawa karena pendengar sebagian

besar memiliki latar belakang Jawa, meskipun juga mengerti maksud tuturan

penutur dalam bahasa Indonesia. Pendengar akan lebih mudah menerima dan

terhormat jika penutur menggunakan bahasa Jawa terlebih menggunakan ragam

krama.

c. Pokok Pembicaraan

Data 51

Rikala Yeremia menawi kita waos wonten ing Yeremia setunggal, ayat sekawan

dumugi sedasa. Saat Yeremia diminta Tuhan, untuk melayani umat dan

jemaatnya, untuk melayani bangsanya, alasannya adalah “saya masih muda

Tuhan”. Ternyata memang ini menjadi alasan yang luar biasa.

„ketika Yeremia jika kita baca di dalam Yeremia satu, ayat empat sampai sepuluh.

Saat Yeremia diminta Tuhan, untuk melayani umat dan jemaatnya, untuk

melayani bangsanya, alasannya adalah “saya masih muda Tuhan”. Ternyata

memang ini menjadi alasan yang luar biasa‟

(BK/31/01/16)

98

Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Peristiwa tutur tersebut terjadi pada hari minggu 31 Januari

2016 pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah dan merupakan majelis yang

diberi tugas di gereja tersebut. Pendengarnya adalah warga jemaat gereja tersebut

yang datang beribadah pada hari itu. Situasi pada saat tuturan cukup tenang dalam

kegiatan keagamaan, semua yang ada di tempat itu memperhatikan penutur yang

memberikan khotbah. Tujuan dari tuturan tersebut adalah membahas tentang

orang yang terdapat dalam bacaan bernama Yeremia yang tidak mau melakukan

apa yang diminta oleh Tuhan.

Alih kode pada data tuturan tersebut terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa

Indonesia dengan intensitas yang cukup banyak. Pada awalnya penutur berbicara

dalam bahasa Jawa „rikala Yeremia menawi kita waos wonten ing Yeremia

setunggal, ayat sekawan dumugi sedasa‟ kemudian beralih kode ke bahasa

Indonesia „saat Yeremia diminta Tuhan, untuk melayani umat dan

jemaatnya, untuk melayani bangsanya, alasannya adalah “saya masih muda

Tuhan”. Ternyata memang ini menjadi alasan yang luar biasa‟. Fungsi

masing-masing kalimat berbeda. Alih kode ini juga disebut alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah mempertegas

pembicaraan. Sebelum melakukan alih kode penutur akan membahas tentang

obyek yang akan dibicarakan. Setelah melakukan alih kode penutur menjelaskan

lagi isi dari obyek pembicaraan penutur tadi.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode oleh penutur adalah pokok

pembicaraan. Ketika penutur masih berbicara dengan bahasa Jawa, belum

99

melakukan alih kode sudah jelas di sana bahwa pokok pembicaraanya Yeremia.

Setelah penutur beralih kode ke bahasa Indonesia penutur lebih jelas membahas

tentang Yeremia yang ketika diminta oleh Tuhan untuk melayani umat, jemaat,

dan bangsanya namun menolak dengan alasan masih muda. Dengan melakukan

alih kode penutur mencoba menjelaskan tentang alasan-alasan apa saja yang

diberikan oleh semua orang ketika mendapatkan tugas tanggung jawab yang sama

seperti yang dibicarakan penutur.

Data 52

Walaupun nyuwun pangapunten menawi dipunraos-raosaken mbok bilih

prentahipun menika angel sanget dipuntindakaken. Malah kepara kadhangkala

menika bertentangan kaliyan hati nuraninya. Karena apapun yang

diperintahkan oleh komendan, itu bagi prajurit wajib melaksanakan. Disuruh

membunuh, membunuh. Disuruh berlari, berlari. Apapun yang diperintahkan

dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya pasti akan segera dijalankan.

„walaupun mohon maaf jika dirasa-rasakan jika perintahnya itu sulit sekali

dilakukan. Malah kedang-kadang itu bertentangan dengan hati nuraninya. Karena

apapun yang diperintahkan oleh komandan, itu bagi prajurit wajib melaksanakan.

Disuruh membunuh, membunuh. Disuruh berlari, berlari. Apapun yang

diperintahkan dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya pasti akan segera

dijalankan‟

(BK/31/01/16)

Tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu

terjadinya tuturan pada hari minggu 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB.

Penuturnya adalah seorang yang bertugas untuk memberikan khotbah pada hari

itu. Pendengar tuturan tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang

untuk beribadah pada waktu itu. Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang,

semua jemaat mendengarkan khotbah dengan baik. Tuturan tersebut terjadi pada

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah membicarakan dengan

100

pendengar mengenai segala macam perintah sulit yang wajib dilakukan oleh

prajurit ketika diberi perintah oleh komandannya.

Bentuk alih kode yang terdapat pada data tuturan di atas adalah alih kode

dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Semula penutur berbicara dengan

menggunakan bahasa Jawa „walaupun nyuwun pangapunten menawi dipunraos-

raosaken mbok bilih prentahipun menika angel sanget dipuntindakaken. Malah

kepara kadhangkala menika bertentangan kaliyan hati nuraninya‟ kemudian

penutur berbicara lagi dengan bahasa Indonesia „karena apapun yang

diperintahkan oleh komandan, itu bagi prajurit wajib melaksanakan.

Disuruh membunuh, membunuh. Disuruh berlari, berlari. Apapun yang

diperintahkan dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya pasti akan segera

dijalankan‟ yang merubah fungsi . Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih argumentatif.

Sebelum melakukan alih kode penutur sudah menjelaskan tentang perintah yang

harus dilakukan oleh prajurit. Penutur meyakinkan pendengar dengan melakukan

alih kode dan juga menyebutkan hal-hal yang lebih rinci dibandingkan sebelum

penutur melakukan alih kode.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah pokok

pembicaraan yang sedang mereka bahas. Pembicaraan mereka pada saat itu adalah

mengenai berbagai macam perintah yang diterima oleh prajurit. Dengan beralih

kode ke bahasa Indonesia penutur menjelaskan lagi pokok pembicaraan mereka

namun dengan lebih rinci lagi, bahkan di sini penutur memberikan beberapa

contoh perintah yang harus dilakukan prajurit ketika diberi perintah oleh

101

komandan mereka. Alih kode yang dilakukan penutur sudah baik, hanya saja

kurang tepat pemakaian bahasa Indonesia yang digunakan penutur pada bagian

akhir tuturan.

d. Untuk Membangkitkan Rasa Humor

Data 53

merasa belum waktunya. “Kalau perhitungannya sebentar lagi ini pak,

pertimbangannya banyak sekali apakah itu cuaca, apakah itu harinya belum

tepat”. Itung-itungane karo wong Jawa niku tekan weton mangkih nggih.

„merasa belum waktunya. “Kalau perhitungannya sebentar lagi ini pak,

pertimbangannya banyak sekali apakah itu cuaca, apakah itu harinya belum

tepat”. Hitung-hitungannya dengan orang Jawa itu sampai weton nanti ya‟

(BK/31/01/16)

Data tuturan di atas merupkan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 31 Januari 2016

pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang bertugas

menyampaikan materi khotbah pada hari itu kepada pendengar. Pendengar tuturan

tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah hari itu. Situasi

saat terjadinya tuturan adalah tenang, semua yang ada di tempat itu fokus

mendengarkan penutur yang sedang berkhotbah dalam kegiatan keagamaan.

Tujuan dari tuturan di atas adalah membicarakan tentang waktu dengan

pendengar, namun penutur mengaitkan waktu itu dengan weton.

Bentuk alih kode yang ada pada tuturan di atas adalah alih kode dari

bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Penutur berbicara menggunakan bahasa

Indonesia „merasa belum waktunya. “Kalau perhitungannya sebentar lagi ini

pak, pertimbangannya banyak sekali apakah itu cuaca, apakah itu harinya

102

belum tepat”, lali kemudian penutur berbicara lagi „itung-itungane karo wong

Jawa niku tekan weton mangkih nggih‟ yang merupakan bahasa Jawa dan

memiliki fungsi berbeda. Alih kode ini merupakan alih kode intern.

Fungsi alih kode pada data tuturan tersebut di atas adalah lebih

komunikatif. Penutur yang memberikan khotbah kembali mengajak pendengar

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode yang dilakukan oleh

penutur adalah membangkitkan rasa humor. Sebelum beralih kode ke dalam

bahasa Jawa penutur mengungkapkan beberapa pernyataan mengenai waktu yang

belum tepat. Karena merasa terlalu bosan dengan alasan waktu yang belum tepat

maka penutur memberikan plesetan dari kata „waktu‟ dengan kata „waton‟ yang

sangat identik dengan penentuan waktu yang tepat oleh orang Jawa. Selain

melakukan alih kode, penutur juga memberi kesan bercanda kepada pendengar

yang saat itu fokus mendengarkannya. Candaan ini juga yang dimaksudkan agar

pendengar tidak bosan mendengarkan namun juga ada sedikit perubahan keadaan

yang terlalu serius memperhatikan.

Data 54

saged nindakaken pakaryan menika lajeng tasih wangsulan, mengkih boten

saged, wedi nak gagal, wedi nak boten saged ngladosi. “aku wis ora isa ndonga

ki piye” dan seterusnya. Ini apakah itu betul atau itu hanya alasan yang dicari

untuk menghindari pelayanan?

„bisa melakukan pekerjaan itu lalu masih menjawab, nanti tidak bisa, takut jika

gagal, takut jika tidak bisa melayani. “aku sudah tidak bisa berdoa ini bagaimana”

dan seterusnya. Ini apakah itu betul atau itu hanya alasan yang dicari untuk

menghindari pelayanan?‟

(BK/31/01/16)

103

Data tersebut merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 31

Januari 2016 pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang

bertugas pada hari itu. Pendengarnya adalah jemaat GKJ Ampel yang datang

untuk beribadah. Situasi ketika tuturan terjadi cukup tenang karena mengikuti

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan yang dilakukan penutur pada data

tersebut adalah menyampaikan kepada pendengar mengenai alasan-alasan yang

dikemukakan untuk menghindari pelayanan.

Alih kode pada data tuturan di atas terjadi dari dari bahasa Jawa ke bahasa

Indonesia. Sebelum melakukan alih kode penutur berbicara menggunakan bahasa

Jawa „saged nindakaken pakaryan menika lajeng tasih wangsulan, mengkih

boten saged, wedi nak gagal, wedi nak boten saged ngladosi. “aku wis ora isa

ndonga ki piye”‟ dan kemudian penutur berbicara lagi namun beralih ke bahasa

Indonesia sehingga menimbulkan fungsi baru „dan seterusnya. Ini apakah itu

betul atau itu hanya alasan yang dicari untuk menghindari pelayanan?‟. Alih

kode ini disebut dengan alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur dalam tuturan tersebut adalah

mempertegas pembicaraan. Dalam kalimatnya, penutur bertanya langsung dengan

tegas apakah memang benar alasan-alasan yang sudah dikemukakan penutur

sebelumnya itu nyata atau hanya karangan belaka.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah untuk

membangkitkan rasa humor. Sebelum beralih kode ke bahasa Indonesia penutur

mengemukakan beberapa hal yang disebut-sebut penutur dijadikan alasan untuk

104

menghindari pelayanan. Namun setelah penutur melakukan alih kode, kesan yang

ditimbulkan dari pertanyaan penutur ini cenderung meremehkan dan dianggap

suatu kebohongan untuk bercanda dengan pendengarnya. Gaya bahasa penutur

sendiri tidak beraturan dan cenderung menggunakan bahasa yang kurang baku.

e. Untuk Sekedar Bergengsi

Data 55

mangga kita sami ngraosaken pangucap sokur kita, inggih jiwa raga kita, kita

aturaken dhateng Gusti kagem lelados, minimal kagem dhiri pribadhi. Kalau

sudah kita bisa, menekan diri kita hidup seturut dengan Tuhan, pasti kita juga

bisa perkembangkan kepada keluarga. Kalau keluarga kita juga sudah hidup

seturut dengan Tuhan, pastilah kita juga bisa hidup dalam pasamuwan dan

seterusnya

„marilah kita bersama merasakan ucapan syukur kita, yaitu jiwa raga kita, kita

berikan kepada Tuhan untuk melayani, minimal untuk diri sendiri. Kalau sudah

kita bisa, menekan diri kita hidup seturut dengan Tuhan, pasti kita juga bisa

perkembangkan kepada keluarga. Kalau keluarga kita juga sudah hidup seturut

dengan Tuhan, pastilah kita juga bisa hidup dalam pasamuwan dan seterusnya‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.

Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015 pada pukul 08.20

WIB. Tuturan tersebut dituturkan oleh pengkhotbah yang pada hari itu melakukan

tugasnya berkhotbah. Yang mendengarkan tuturan tersebut adalah semua warga

jemaat yang hadir di tempat dan waktu yang sama. Situasi ketika tuturan terjadi

cukup tenang karena pada saat itu tengah mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan

dari tuturan di atas adalah mengajak semua orang yang ada di tempat itu untuk

mau mengucap syukur kepada Tuhan dengan cara melayani kemudian bisa

mengembangkannya ke semua orang.

105

Bentuk alih kode pada data tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa ke

bahasa Indonesia. Sebelum melakukan alih kode penutur berbicara menggunakan

bahasa Jawa pada tuturan „mangga kita sami ngraosaken pangucap sokur kita,

inggih jiwa raga kita, kita aturaken dhateng Gusti kagem lelados, minimal

kagem dhiri pribadhi‟ kemudian penutur berbicara kembali namun dengan

beralih kode ke bahasa Indonesia „kalau sudah kita bisa, menekan diri kita

hidup seturut dengan Tuhan, pasti kita juga bisa perkembangkan kepada

keluarga. Kalau keluarga kita juga sudah hidup seturut dengan Tuhan,

pastilah kita juga bisa hidup dalam pasamuwan dan seterusnya‟. Alih kode

ini disebut dengan alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih argumentatif.

Penutur yang sedang berkhotbah mencoba memberikan argumen, penutur

mengajak pendengar untuk bersama-sama mengucap syukur. Namun setelah

melakukan alih kode penutur lebih meyakinkan pendengar manfaat dari ajakan

penutur sebelumnya.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode pada tuturan

tersebut adalah untuk sekedar bergengsi. Sebenarnya penutur tidak perlu

melakukan alih kode pada tuturan tersebut karena kata-kata dalam alih kodenya

ada padanan dalam bahasa Jawa. Tidak hanya itu, gengsi penutur terlihat dari

susunan struktur kalimat dalam bahasa Indonesia yang tidak rapi serta masih

menggunakan kata serapan dalam bahasa Jawa. Dalam tuturan ini penutur tidak

rapi menggunakan bahasa Indonesia untuk beralih kode dan hanya terkesan untuk

bergengsi saja kepada pendengarnya.

106

Data 56

Ning menawi kula lan panjenengan nanggapi sedaya tugas panggilan pelayanan

itu ada jiwa baru, saya yakin, kita datang ke satu rumah, kita sudah berhenti

seumur hidup kita untuk melayani itu. Kalau image dan target kita adalah

tugas dan panggilan kita itu adalah jiwa baru.

„tapi jika saya dan anda menanggapi semua tugas panggilan pelayanan itu ada

jiwa baru, saya yakin, kita datang ke satu rumah, kita sudah berhenti seumur

hidup kita untuk melayani itu. Kalau image dan target kita adalah tugas dan

panggilan kita itu adalah jiwa baru‟

(BK/31/01/16)

Data tuturan di atas merupakan tuturan alih kode yang terjadi di GKJ

Ampel kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu, tanggal

8 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang melakukan tuturan tersebut

adalah pengkhotbah yang melakukan khotbah pada hari itu. Yang mendengarkan

tuturan adalah warga jemaat gereja tersebut yang datang beribadah pada hari itu.

Situasi ketika terjadinya tuturan cukup tenang dan banyak orang ketika mengikuti

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah menjelaskan kepada

pendengar bahwa dalam tugas panggilan yang disampaikan penutur, tidak

memerlukan target yang terlalu tinggi, namun hanya menginginkan pekerjaan

yang stabil dan terus-menerus.

Alih kode yang terdapat dalam tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa ke

bahasa Indonesia. Sebelum melakukan alih kode penutur berbicara „ning menawi

kula lan panjenengan nanggapi sedaya‟ dalam bahasa Jawa. Kemudian penutur

berbicara lagi kepada pendengar „tugas panggilan pelayanan itu ada jiwa baru,

saya yakin, kita datang ke satu rumah, kita sudah berhenti seumur hidup

kita untuk melayani itu. Kalau image dan target kita adalah tugas dan

107

panggilan kita itu adalah jiwa baru‟ dalam bahasa Indonesia, sehingga

menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini disebut dengan alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur dalam tuturan di atas adalah

lebih argumentatif atau meyakinkan mitra tutur. Hal ini lebih jelas lagi penutur

sampaikan kepada pendengar dalam tuturannya setelah melakukan alih kode ke

bahasa Indonesia dengan memberikan argumen penutur ketika mengucapkan

„saya yakin‟ dalam tuturan alih kodenya.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode dalam tuturan

tersebut adalah untuk sekedar bergengsi. Pada awal tuturan penutur belum

sepenuhnya melakukan alih kode satu kalimat, namun setelah itu penutur baru

melakukan alih kode secara penuh. Struktur kalimat penutur juga masih kurang

rapi dalam melakukan alih kode dalam bahasa Indonesia. Gengsi penutur lebih

terlihat lagi ketika penutur menggunakan istilah bahasa Inggris dalam alih kode

bahasa Indonesianya yaitu kata „image‟ yang memang sudah sering digunakan

dalam bahasa Indonesia secara umum.

2. Faktor yang Menyebabkan Campur Kode

Faktor yang menyebabkan campur kode dalam tuturan ada beberapa hal,

diantaranya yaitu (1)sikap bahasa penutur, (2)kekurangtahuan penutur pada

kaidah bahasa, (3)kedwibahasaan, (4)kemiskinan perbendaharaan kata penutur,

dan (5)kesengajaan. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab terjadinya alih

kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel kabupaten

Boyolali.

108

a. Sikap Bahasa Penutur

Data 57

Pergumulanipun mbok bilih sami kaliyan kula lan panjenengan “iki kari nduwe

dhuwit sithik, nak tak cakke saiki sesuk mangan apa?”, a ngaten.

„pergumulannya mungkin sama dengan saya dan anda “ini tinggal punya uang

sedikit, jika saya atur sekarang besok makan apa?”, seperti itulah‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.

Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.

Tuturan tersebut dilakukan oleh penutur yaitu pengkhotbah yang pada hari itu

melakukan tugasnya berkhotbah. Yang mendengarkan tuturan tersebut adalah

semua warga jemaat yang hadir di tempat dan waktu yang sama. Situasi ketika

tuturan terjadi cukup tenang karena pada saat itu tengah mengikuti kegiatan

keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah menjelaskan kepada pendengar

mengenai suatu pergumulan yang sama-sama mereka rasakan ketika hanya

memiliki sedikit uang.

Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa Indonesia

yang diucapkan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa Jawa

„pergumulanipun mbok bilih sami kaliyan kula lan panjenengan “iki kari nduwe

dhuwit sithik, nak tak cakke saiki sesuk mangan apa?”, a ngaten‟, tetapi didahului

dengan kata „pergumulan‟ yang berasal dari bahasa Indonesia di awal tuturan

namun ditambahi akhiran berbahasa Jawa „-ipun‟ yang jika dirubah ke bahasa

Indonesia menjadi „-nya‟. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

109

Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan. Dalam menyampaikan khotbah, penutur lebih

lancar dengan menyisipkan kata berbahasa Indonesia, namun tetap memberikan

kesan Jawa dengan menambahkan akhiran ragam krama. Penutur maupun

pendengar sama-sama mengerti maksud dari tuturan karena kata yang digunakan

merupakan kata yang sudah familier.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada tuturan tersebut

adalah sikap bahasa penutur. Penutur bisa mempergunakan kata yang biasa

digunakan, namun tidak begitu saja melepas kesan bahasa asli tuturan. Hal ini

menimbulkan kesan yang tidak biasa tapi mudah diterima oleh pendengar yang

ada di situ. Sikap yang diambil penutur untuk melakukan campur kode dirasa

cukup baik, tuturan menjadi berbeda dengan tuturan-tuturan lainnya. Struktur

kalimat dan bahasa yang digunakan penutur juga tepat sehingga tuturan bisa

diterima dengan mudah.

Data 58

Pramila kita diemutaken, ing mriki” gesang sesarengan minangka brayatipun

Gusti”, nanging ugi wonten ingkang nerjemahaken gesang bebrayatan, awit

donya menika mujudaken setunggaling brayat ingkang kedahipun sedaya menika

sami, sami rukun.

„maka kita diingatkan di sini “hidup bersama sebagai keluarganya Tuhan”, tetapi

juga ada yang menerjemahkan hidup berkeluarga, karena duniaitu mewujudkan

satu keluarga yang seharusnya semua itu sama, sama rukun‟

(PS/26/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.

Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang menyampaikan khotbah pada sore

110

hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang untuk perayaan

natal. Situasi ketika terjadinya tuturan sangat ramai, banyak orang namun tetap

tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan

keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah mengingatkan kepada semua

pendengar agar mau hidup rukun, dan bisa hidup bersama menjadi satu bentuk

keluarga yang besar.

Bentuk campur kode pada tuturan berujud kata dari bahasa lain yang

diucapkan oleh penutur. Dalam tuturan bahasa Jawa „pramila kita diemutaken, ing

mriki” gesang sesarengan minangka brayatipun Gusti”, nanging ugi wonten

ingkang nerjemahaken gesang bebrayatan, awit donya menika mujudaken

setunggaling brayat ingkang kedahipun sedaya menika sami, sami rukun‟,

penutur menambahkan satu kata „nerjemah‟ yang berasal dari bahasa Indonesia

di tengah-tengah tuturan. Campur kode ini disebut campur kode intern.

Campur kode yang dilakukan penutur mungkin berfungsi agar pesan yang

disampaikan mudah dipahami. Selain campur kode yang dilakukan penutur tidak

mengakibatkan keefektifan bahasa, penggunaan campur kode juga tidak

memberikan kelancaran maupun mempermudah bahkan juga tidak memperjelas

maksud tuturan.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah sikap bahasa

penutur. Sikap yang diambil penutur untuk melakukan campur kode dinilai tidak

tepat karena hampir tidak memiliki fungsi apapun. Sebaiknya penutur melakukan

campur kode dengan bahasa yang tepat, atau bahkan tidak melakukan campur

kode sama sekali karena padanan katadalan bahasa aslinya juga mudah.

111

b. Kekurangtahuan Penutur pada Kaidah Bahasa

Data 59

Mangga kesempatan menika kita ginakaken, kangge masrahaken gesang kula lan

panjenengan dhateng Gusti.

„mari kesempatan itu kita gunakan, untuk menyerahkan hidup saya dan anda

kepada Tuhan‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupkan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 8 November

2015 pada pukul 08.20 WIB. Penuturnya adalah majelis GKJ Ampel yang

bertugas menyampaikan materi khotbah pada hari itu kepada pendengar.

Pendengar tuturan tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang

beribadah hari itu. Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang, semua yang ada

di tempat itu fokus mendengarkan penutur yang sedang berkhotbah dalam

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah mengajak pendengar agar

mau menggunakan kesempatan yang ada untuk menyerahkan hidup mereka

kepada Tuhan.

Bentuk campur kode yang terdapat pada data tuturan tersebut ialah berujud

kata. Penutur memasukkan kata dari bahasa lain ketika sedang berbicara

menggunakan bahasa Jawa „mangga kesempatan menika kita ginakaken, kangge

masrahaken gesang kula lan panjenengan dhateng Gusti‟, kata yang digunakan

penutur di awal tuturan adalah kata „kesempatan‟ yang merupakan kata dari

bahasa Indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern.

112

Fungsi campur kode yang digunakan penutur pada tuturan di atas adalah

kelancaran dan mempermudah maksud tuturan. Meskipun penutur merupakan

pengkhotbah bahasa Jawa, namun bisa dengan lancar menggunakan kata dari

bahasa lain tanpa perlu mencari padanan kata dalam bahasa asli. Kata yang

digunakan penutur sudah familier dan mudah dimengerti oleh semua orang.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kekurangtahuan

penutur pada kaidah bahasa. Meskipun campur kode yang dilakukan penutur

memiliki fungsi kelancaran dan mempermudah maksud tuturan dari penutur,

manun terlihat jelas bahwa penutur tidak tahu kaidah bahasa. Kata yang

digunakan penutur bisa dengan mudah dicari padanan katanya oleh penutur,

karena pada tuturan yang lain penutur juga menggunakan padanan kata

„kesempatan‟ dalam bahasa asli yaitu bahasa Jawa. Campur kode yang dilakukan

penutur dianggap lebih menguntungkan penutur dibanding dengan tuturan.

Data 60

Ketika itu piyambakipun boten puas naming nggadhahi panguwaos kemawon,

piyambakipun kepengin sedaya tiyang ngegungaken.

„ketika itu beliau tidak puas hanya memiliki kekuasaan saja, beliau berkeinginan

semua orang mengagungkan‟

(PJ/22/11/15)

Data di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya adalah hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang

menjadi penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang saat itu bertugas memberikan

khotbah minggu seperti biasa. Pendengar tuturan merupakan warga jemaat gereja

yang datang beribadah pada hari itu. Suasana pada saat terjadi tuturan tenang

113

karena semua yang ada memperhatikan penutur dengan baik. Tujuan dari tuturan

adalah menggambarkan keadaan seseorang yang memiliki keinginan yang sangat

besar, tidak hanya puas hanya dengan hal-hal biasa malah cenderung ingin

menguasai semuanya.

Campur kode pada tuturan tersebut berujud frasa dan kata dari bahasa

Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa

Jawa „ketika itu piyambakipun boten puas naming nggadhahi panguwaos

kemawon, piyambakipun kepengin sedaya tiyang ngegungaken‟. Pada awal

tuturan penutur menggunakan frasa „ketika itu‟ dan dua kata setelah itu ada kata

„puas‟ yang tidak memiliki fungsi sendiri di dalam tuturan berasal dari bahasa

Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur adalah memperjelas maksud

tuturan. Dengan melakukan campur kode di bagian awal tuturan, penutur

memberikan suatu kesan yang berbeda dibanding menggunakan tuturan dengan

bahasa asli. Campur kode di bagian awal dan di tengah tuturan dianggap penutur

akan memperjelas maksud dari tuturannya.

Faktor yang menyebabkan penutur melakukan campur kode adalah

kekurang tahuan penutur pada kaidah bahasa. Pada tuturan tersebut penutur hanya

menekankan pada fungsi dari campur kode namun tidak pada kaidah bahasa

tuturan. Frasa dan kata yang dicampur kodekan penutur sangat mudah dicari

padanan kata dalam bahasa asli tuturan, hanya saja penutur tidak melakukannya.

Penutur bisa mengganti „ketika itu‟ dengan „nalika semanten‟ dan „puas‟ dengan

„marem‟ ataupun penggunaan padanan kata yang lain.

114

c. Kedwibahasaan

Data 61

Kanthi mekaten, kita kedahipun membiasakan ngaturaken panuwun sokur ing

ngarsanipun Gusti.

„dengan begitu, kita harusnya membiasakan memberikan ucapan syukur di

hadapan Tuhan‟

(PJ/13/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan pada hari minggu tanggal 13 Desember 2015 pada pukul 08.25

WIB. Penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang bertugas menyampaikan khotbah

pada hati itu. Yang mendengarkan tuturan adalah semua jemaat gereja tersebut

yang datang untuk beribadah pada waktu itu. Situasi ketika terjadinya tuturan

sangat hening, semua orang fokus mendengarkan penutur yang memberikan

khotbah dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah penutur

mengajak semua orang yang ada di situ agar terbiasa untuk mengucap syukur

kepada Tuhan.

Bentuk campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa

Indonesia yang diucapkan oleh penutur. Dalam tuturan bahasa Jawa „kanthi

mekaten, kita kedahipun membiasakan ngaturaken panuwun sokur ing

ngarsanipun Gusti‟. Di tengah, penutur menyisipkan kata „membiasakan‟ dari

bahasa Indonesia, namun tidak menimbulkan fungsi baru. Campur kode ini

disebut campur kode intern.

Campur kode pada tuturan di atas berfungsi untuk kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan. Penutur lebih mementingkan kelancaran

115

tuturannya namun tidak memperhatikan keefektifan bahasanya. Kata yang

digunakan penutur untuk melakukan campur kode malah membuat tuturan

menjadi tidak efektif, susunan kalimat menjadi jauh berbeda setelah penutur

melakukan campur kode.

Faktor yang menyebabkan terajadinya campur kode adalah kedwibahasaan

penutur. Setiap minggunya penutur memberikan khotbah dengan bahasa yang

berbeda-beda tiap minggunya, begitu pula dengan tempat dan pendengarnya.

Karena penutur sering berubah-ubah bahasa mengakibatkan kedwibahasaan

penutur menjadi lebih sering digunakan. Pada tuturan tersebut penutur

menggunakan kata yang umum, namun penutur tidak mempertimbangkan tuturan

setelah campur kode sehingga struktur kalimatnya kurang pas dan harusnya

ditambahi beberapa kata dari bahasa lain atau bahkan sebaiknya tidak dilakukan

campur kode sama sekali.

Data 62

Nah, ing Gusti Yesus Kristus, kula lan panjenengan mboten namung

dipunwilujengaken saking bena utawi banjir, nanging dipunwilujengaken ,

menapa nggih, nglangkungi pepejah.

„nah, di Tuhan Yesus Kristus, saya dan anda tidak hanya diselamatkan dari banjir

atau banjir, tetapi diselamatkan, apa ya, melewati kematian‟

(PS/26/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari sabtu, 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.

Penuturnya adalah pendeta dari GKJ lain yang berkenan menyampaikan khotbah

di GKJ Ampel pada sore hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel

yang datang untuk peringatan natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang

116

namun tetap tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah menjelaskan kepada pendengar

bahwa di dalam Tuhan Yesus Kristus mereka diselamatkan, bukan hanya dari

banjir tetapi juga dari kematian.

Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa Indonesia

yang diucapkan penutur. Penutur menggunakan bahasa Jawa pada tuturannya

„nah, ing Gusti Yesus Kristus, kula lan panjenengan mboten namung

dipunwilujengaken saking bena utawi banjir, nanging dipunwilujengaken ,

menapa nggih, nglangkungi pepejah‟, di tengah tuturan terdapat kata „banjir‟

yang merupakan kata dari bahasa Indonesia dan merupakan terjemahan kata

„bena‟ yang sudah diucapkan penutur, namun tidak merubah fungsinya. Campur

kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah memperjelas maksud

tuturan. Tetapi campur kode ini menghilangkan fungsi lain yaitu keefektifan

bahasa. Campur kode yang dilakukan penutur hanya mengulang pernyataan

sebelumnya, hal ini dilakukan agar pendengar lebih ingat dengan jelas tuturan

sebelumnya mengenai banjir yang sudah dibahas oleh penutur.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kedwibahasaan.

Penutur hanya mengulang kata yang sama namun dengan menggunakan bahasa

yang berbeda. Pada tuturan tersebut sebenarnya tidak memerlukan campur kode

hanya untuk mengulangi pernyataan yang sama, namun penutur lebih

mempertimbangkan kejelasan tuturannya karena bahasa asli yang digunakan

cukup asing di telinga orang Jawa baru-baru ini. Maka penutur melakukan campur

117

kode untuk mengulang satu kata dengan menggunakan kata yang biasa digunakan

namun dengan bahasa lain.

d. Kemiskinan Perbendaharaan Kata Penutur

Data 63

Baja menika menawi namung sepotong kemawon menika temtu kemawon menika

boten wonten ginanipun.

„baja itu jika hanya sepotong saja itu tentu saja itu tidak ada gunanya‟

(PJ/13/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 13

Desember 2015 pada pukul 08.25 WIB. Penuturnya adalah pendeta yang pada

hari itu bertugas menyampaikan khotbah. Yang menjadi pendengar tuturan adalah

semua jemaat gereja tersebut yang datang pada pagi itu. Situasi ketika terjadinya

tuturan sangat tenang karena fokus mendengarkan penutur yang memberikan

khotbah dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah

menjelaskan kepada pendengar bahwa baja yang hanya sepotong saja tidak

memiliki nilai guna.

Bentuk alih kode yang terdapat pada data tuturan tersebut ialah berujud

kata. Penutur menggunakan kata dari bahasa Indonesia ketika sedang berbicara

menggunakan bahasa Jawa „baja menika menawi namung sepotong kemawon

menika temtu kemawon menika boten wonten ginanipun‟ terdapat kata dari bahasa

Indonesia yaitu „sepotong‟ di tengah tuturan yang tidak menimbulkan fungsi

baru. Campur kode ini merupakan campur kode intern.

118

Fungsi campur kode pada tuturan di atas adalah keefektifan bahasa.

Mungkin hal yang dimaksud penutur dalam campur kodenya hanya ingin

menjelaskan bentuk satuan dari baja yang sedang dibahas sebelumnya. Penutur

merasa akan lebih efektif menjelaskan dengan bahasa lain karena akan lebih

mudah digunakan bentuk satuannya.

Faktor yang menyebabkan campur kode pada tuturan adalah kemiskinan

perbendaharaan kata penutur. Jika penutur lebih mengasah kemampuan

menggunakan bahasa asli tuturan, maka sebenarnya campur kode yang dilakukan

penutur tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan bentuk satuan yang digunakan

penutur ada padanan katanya dalam bahasa asli. Penutur hanya tidak mempunyai

banyak perbendaharaan kata yang akan digunakan dalam tuturan tersebut.

Data 64

Menawi kita nindakaken pakaryan ternyata sing diladosi menika menolak.

„jika kita melakukan pekerjaan ternyata yang dilayani itu menolak‟

(BK/31/01/16)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya tuturan adalah hari minggu, tanggal 8 November 2015 pada pukul

08.20 WIB. Yang melakukan tuturan tersebut adalah pengkhotbah yang bertugas

memberikan khotbah pada hari itu. Yang mendengarkan tuturan adalah warga

jemaat gereja tersebut yang datang beribadah pada hari itu. Situasi ketika

terjadinya tuturan cukup tenang ketika mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan

dari tuturan di atas adalah mengilustrasikan kepada pendengar tentang sebuah

keadaan dimana ada orang yang dilayani namun menolak.

119

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berupa kata dari

bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan

bahasa Jawa „menawi kita nindakaken pakaryan ternyata sing diladosi menika

menolak‟. Terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata „ternyata‟

di tengah dan „menolak‟ di akhir tuturan yang tidak menimbulkan fungsi baru.

Campur kode ini merupakan campur kode intern.

Fungsi alih kode pada tuturan tersebut adalah memperjelas maksud

tuturan. Penutur lebih memperjelas penyataan pada kata „ternyata‟, kemudian

penutur menyebutkan suatu keadaan bahwa obyek dalam tuturan „menolak‟ yang

menggunakan bahasa Indonesia.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kemiskinan

perbendaharaan kata penutur. Jika diperhatikan lagi, kata campur kode yang

diucapkan oleh penutur sebenarnya mudah dicari padanan katanya dalam bahasa

asli. Namun entah mungkin karena penutur yang kekurangan kata-kata sehingga

penutur melakukan campur kode yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

e. Kesengajaan

Data 65

Menapa gesang kita, menapa pikajeng kita, ingkang lelampah menawi mekaten

menika temtu beragam gesangipun.

„apakah hidup kita, apakah kemauan kita, yang terjadi jika seperti itu tentu

beragam hidupnya‟

(PJ/22/11/15)

120

Data di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu

terjadinya adalah hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang

menjadi penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang memang saat itu bertugas

memberikan khotbah minggu seperti biasa. Pendengar tuturan merupakan warga

jemaat gereja yang datang beribadah pada hari itu. Suasana pada saat terjadi

tuturan cukup hening memperhatikan penutur karena volume dan intonasi penutur

berubah-ubah tidak tetap. Tujuan dari tuturan adalah menjelaskan kepada

pendengar tentang keadaan yang berbeda pada setiap kehidupan masing-masing

orang yang ada di tempat itu.

Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa lain yang

diucapkan oleh penutur. Penutur berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa

„menapa gesang kita, menapa pikajeng kita, ingkang lelampah menawi mekaten

menika temtu beragam gesangipun‟ dalam tuturan tersebut jelas sekali penutur

menggunakan kata „beragam‟ di akhir tuturan yang merupakan kata dari bahasa

Indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern.

Campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut berfungsi

untuk kelancaran dan mempermudah maksud tuturan. Penutur menggunakan

bahasa lain untuk mengungkapkan kata yang sering digunakan oleh banyak orang.

Hal ini dilakukan penutur agar tuturan menjadi lebih lancar dan pendengar juga

mengerti maksud dari penutur.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan.

Penutur dengan sengaja melakukan campur kode pada tuturan tersebut meskipun

hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan. Kata yang digunakan penutur cukup

121

mudah dicari padanan katanya dalam bahasa asli, sehingga menimbulkan kesan

bahwa penutur menguntungkan dirinya demi kelancaran tuturan.

Data 66

“sorry ya bu, yen wingi aku salah”, “ya rapapa pak, aku wingi ya nduwe salah”

terus, dirangkul.

„”maaf ya bu, jika kemarin aku bersalah”, “ya tidak apa-apa pak, aku kemarin

juga punya salah” terus, dirangkul‟

(PS/26/12/15)

Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26

Desember 2015 pukul 15.40 WIB. Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang

berkenan menyampaikan khotbah pada sore hari itu. Pendengar adalah warga

jemaat GKJ Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja

dan panitia natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap

tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan

keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah memberikan suatu ilustrasi

percakapan yang terjadi antara suami istri yang saling maaf-memaafkan.

Bentuk campur kode pada tuturan di atas berujud kata dari bahasa

Indonesia yang diucapkan oleh penutur. Penutur memasukan kata berbahasa

Inggris „sorry‟ di awal tuturan „“sorry ya bu, yen wingi aku salah”, “ya rapapa

pak, aku wingi ya nduwe salah” terus, dirangkul‟ yang tidak menimbulkan fungsi

baru dalam tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode ekstern

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur dalam tuturan tersebut adalah

keefektifan bahasa. Tuturan yang dilakukan penutur menjadi lebih ringkas, padat,

122

namun tetap bisa diterima oleh pendengar. Meskipun menggunakan kata dari

bahasa asing, namun kata itu sudah familier di telinga banyak orang dan tentunya

mereka juga tahu artinya.

Faktor yang menyebabkan campur kode dalam tuturan tersebut adalah

kesengajaan. Penutur dengan sengaja melakukan campur kode pada tuturan

tersebut. Pendengar maupun penutur sudah mengerti maksud dari tuturan yang

dicampur kodekan tadi, penutur juga dengan lancar mengucapkan karena mungkin

penutur sudah sering menggunakan istilah itu. Campur kode ini tidak hanya

menguntungkan penutur melalui kelancaran dan kemudahan saja tetapi juga

menjadikan tuturan yang lebih bervariasi dari tuturan yang lain.