Upload
gunawanoesman
View
38
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tinjauan pustaka
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kanker Paru
1.1. Definisi Kanker Paru
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru
(sekunder). Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat metastasis
dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor
ganas yang berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang, dapat ditemukan kanker paru
primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland tumors. Tumor
paru jinak yang sering adalah hamartoma. 1,2
1.2 Etiologi
Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru
pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin
besar resiko untuk menderita kanker paru-paru. Hanya sebagian kecil kanker paru-paru
(sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui
atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel,
klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-
paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok. Peranan polusi
uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas. Beberapa kasus terjadi
karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga. Kadang kanker paru (terutama
adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang yang paru-parunya telah
memiliki jaringan parut karena penyakit paru-paru lainnya, seperti tuberkulosis dan
fibrosis.
1.3. Patofisiologi
Kurang lebih 80 % pasien karsinoma paru diperkirakan karena rokok. Tar yang
dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, melengket pada mukosa saluran nafas
dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel epitel: silia epitel menghilang,
sel cadangan hiperplasia dan mengalami metaplasia sel skuamosa. Lambat laun sel epitel
berubah dalam bentuk displasia dan kemudian menjadi karsinoma dalam berbagai bentuk
tipe histopatologi.Polusi udara atau perubahan lingkungan juga dikenal sebagai faktor
penyebab karsinoma paru. Pada buruh yang bekerja di pabrik, asbes, nikel dan tambang,
insiden karsinoma paru meningkat. Cacat di paru misalnya parut karena kaverne yang
menyembuh merupakan tempat yang potensial untuk timbulnya karsinoma.
1.4. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya kanker paru adalah sebagai berikut:
Laki-laki, usia lebih dari 40 tahun dan perokok
Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau polusi
paparan industri/lingkungan kerja tertentu
Perempuan perokok pasif
Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat yang
penderita kanker paru
Tuberkulosis paru, walaupun angka kejadiannya sangat kecil Orang-orang yang
termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor risiko di atas dan mempunyai
tanda dan gejala respirasi yaitu batuk, sesak napas, nyeri dada disebut golongan
resiko tinggi (GRT) maka sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan untuk deteksi
dini kanker paru. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang masuk
dalam kelompok risiko dengan diagnosis tuberkulosis paru dan mendapat
pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT). Mereka harus dievaluasi ketat. Jika
dalam evaluasi 1 bulan pertama menunjukkan perburukan sebaiknya dipikirkan ke
arah kemungkinan kanker paru khususnya yang disertai keluhan nyeri yang
persisten di bahu/lengan/dada dengan ”infiltrat” di puncak paru. Bila nyeri tidak
hilang dalam 1-2 minggu pengobatan kanker paru segera dievaluasi secara amat
terarah.1,3
1.5. Tanda dan Gejala
Keluhan utama tumor paru adalah sebagai berikut:
Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) lebih dari 3
minggu
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Nyeri dada yang persisten
Sulit/sakit menelan
Benjolan di pangkal leherSembab pada muka dan leher, kadang-kadang disertai
sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat1,2,3
Selain itu terdapat pula gejala dan keluhan tidak khas seperti:
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary osteoartheopathy,
trombosis vena perifer dan neuropati. 1,2,3
1.6. Stadium Kanker Paru
Prosedur diagnostik untuk menentukan stadium penyakit antara lain, foto toraks,
Computer Tomography Scaning (CT-scan) toraks sampai kelenjar suprarenal dan
bronkoskopi. Pemeriksaan CT-scan kepala dan tulang dilakukan jika ada keluhan atau
penderita yang akan dilakukan pembedahan. Tumor marker tidak dilakukan untuk
diagnosis kanker paru tetapi hanya bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi
tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur
diagnosis maka torakostomi eksplorasi dapat dilakukan.
Stadium untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan penyebarannya ke getah
bening (N) dan metastasis ke organ lain (M). Stadium sistem TNM small cell lung
carcinoma terdiri dari :
Stadium terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)
Stadium luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain.
Stadium kanker paru jenis non small cell lung carcinoma (NSCLC) dibagi atas :
Stadium 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International
Staging System for Lung Cancer 2007, berdasarkan sistem TNM adalah sebagai berikut:
Stadium
Occult carcinoma Tx N0 M0
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium IA T1a,b N0 M0
Stadium IB T2a N0 M0
Stadium IIA
Stadium IIB
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Stadium IV
T2b
T1a,b
T2a
T2b
T3
T1a,b,T2a,b
T3
T4
Sembarang T
Sembarang T
N0
N1
N0
N1
N0
N2
N1,N2
N0,N1
N3
Sembarang N
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1
Tabel. Stadium Kanker paru
TXSitologi positif
T1≤ 3 cm
T1a≤ 2 cm
T1b> 2-3 cm
Bronkus utama ≥ 2 cm dari karina, invasi ke pleura visceral, parsial atelectasis
T2
T2a> 3-5 cm
T2b > 5-7 cm
T3> 7 cm, invasi ke dinding dada, diafragma, perikardium, pleura mediastinal, bronkus utama < 2 cm dari karina, atelektasis total, nodul pada lobus yang sama
T4Penyebaran ke jantung, mediastinum, pembuluh darah, karina, trakea, esophagus, penyebaran tumor lobus ipsilateral
N1Peribronkial ipsilateral, hilus ipsilateral
N2Subkarina, mediastinal ipsilateral
N3Mediastinal atau hilus kontralateral, scalene atau supraklavikula
M1Metastasis jauh
M1aPenyebaran tumor pada lobus kontralateral, nodul pada pleura ataupleura ganas, efusi perikard
Tabel. TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer
1.7. Jenis Histologis Kanker Paru
Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu:
1. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung carcinoma
(SCLC).
2. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) atau non-small cell lung
carcinoma (NSCLC), mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa,
karsinoma sel besar (large cell ca) dan karsinoma adenoskuamosa. Meskipun
kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi yang sangat jarang misal karsinoid
tumor dan lain lain.2
1.8. Diagnosis Kanker Paru
1.8.1. Gejala Klinis
Pengenalan awal kanker paru sulit dilakukan bila hanya berdasarkan pada keluhan
saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka pada stadium dini yaitu pada stadium I
dan II. Data di Indonesia maupun dari negara maju kebanyakan kasus kanker paru
terdiagnosis ketika penyakit sudah berada pada stadium lanjut (stadium III dan IV).
Manifestasi klinis dari tumor paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas :
1. Gejala intrapulmonal
Disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu adanya gangguan pergerakan
silia serta ulserasi bronkus sehingga sering menyebabkan peradangan berulang, dengan
keluhan batuk ( 70-90 % kasus), batuk darah ( 6-51 % kasus), nyeri dada biasanya
unilateral tidak berbatas jelas (42-67 % kasus), sesak nafas (58 % kasus).
2. Gejala intratorasik ekstrapulmonal
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan atau merusak struktur-struktur
didalamnya dengan akibat antara lain :
N. frenikus : parase/paralisis diafragma
N. recurrens : parase/paralisis chorda vokalis
Saraf simpatik : sindroma horner yakni enoftalmus, miosis ptosis dan anhidrosis
Esofagus : disfagia
Vena cava superior : sindroma vena cava superior yakni bendungan vena cava
superior disertai pembengkakan muka lengan dan leher
Trakea/bronkus utama : sesak nafas dapat atelektasis total
Jantung : gangguan fungsional, efusi perikard.4
3. Gejala ekstratorasik non metastasis
Dapat berupa manifestasi neuromuskular (neuropati karsinomatosa: miopati,
neuropatia perifer, degenerasi cerebelar subakut, ensefalomiopatia dan mielopati
nekrotik), manifestasi endokrin metabolik (sindroma cushing, sindroma karsinoid,
hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, SIADH dengan hiponatremia, sekresi insulin
dengan hipoglikemia, sekresi gonadotropin berlebihan dengan ginekomastia, sekresi
melanocyte stimulating hormone dengan hiperpigmentasi kulit), manifestasi jaringan ikat
(hipertrophy pulmonary, jari tabuh), manifestasi vaskular dan hematologi
(tromboplebitis, purpura dan anemia).5
4. Gejala ekstratorasik metastasis
Dijumpai adanya penyebaran tumor ke semua organ terutama otak, hati dan tulang.5
1.8.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita kanker paru bisa tidak dijumpai kelainan jika
massa tumornya kecil dan belum menyebar sehingga belum menimbulkan gangguan di
tempat lain dan tumor yang letaknya di perifer. Pada kasus dengan stadium lanjut dapat
dijumpai kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau
penyebarannya. Kelainan yang didapat tergantung letak dan besarnya tumor sehingga
menimbulkan gangguan.
1.8.3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan
klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto
toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura
dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura
masif sehingga tumor tidak terlihat.1,3,5
1.8.4. Pemeriksaan Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus
dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat
menilai lebih baik pada mukosa saluran napas; normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang
memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai
penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial/tumor
intra bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar
getah bening subkarina atau intra bronkus. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan :
1. Cucian bronkus (bronchial washing)Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-
cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop.
Cucian bronkus dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan
melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan
disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali.
Sekret yang diperoleh dilakukan pemeriksaan sitologi cairan bronkus dan pemeriksaan
mikrobiologi (BTA, pewarnaan gram bakteri dan jamur serta kultur)
2. Sikatan bronkus (bronchial brushing) Spesimen diperoleh dengan menggunakan
kateter, sikat dan jarum. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian
dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol 90%. Sampel yang didapat selanjutnya
dilakukan pemeriksaan sitologi.
3. Bronchoalveolar Lavage (BAL)BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang
terletak pada ujung saluran napas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke
ujung scope bronkoskop kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai
didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus.
Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi (BTA, pewarnaan
gram,jamur serta dilakukan kultur) dan sitologi.
1.8.5 Sitologi Kanker Paru
1. Small cell lung carcinoma (SCLC)
SCLC merupakan kanker paru yang memiliki agresivitas yang tinggi, cepat tumbuh, dan
dapat mengalami metastasis yang luas namun jarang ditemui. SCLC dibagi dalam dua
subtipe, yaitu classic oat cell carcinoma dan intermediate cell type of SCLC. Kedua
subtipe ini tidak berbeda secara klinis, oleh karena itu World Health Organization
(WHO) mengelompokkannya ke dalam satu tipe SCLC.
Sampel yang adekuat akan menunjukkan banyak kandungan sel dengan bermacam
bentuk sel kanker. Ukuran sel bervariasi, namun pada umumnya berukuran kecil dengan
sitoplasma sedikit. Gambaran “molding” dari inti yang berdekatan merupakan gambaran
yang sangat sering ditemukan. Dua gambaran inti yang dapat ditemui adalah
hiperkromatik atau piknotik dengan inti yang vesikuler dan kadang dapat granular dan
anak inti yang relatif besar.6
Gambar 1. Small cell lung carcinoma. Tampak kelompokan sel dengan sitoplasma
sedikit dan nuclear molding dengan fine granular chromatin.6
2. Adenokarsinoma
Adenokarcinoma paru sudah diketahui berhubungan dengan kebiasaan merokok
dandijumpai adanya peningkatan insiden pada laki-laki maupun perempuan perokok. Ada
dua bentuk yang dibedakan berdasarkan gambaran histologi dan klinis yaitu:
adenokarsinoma yang berasal dari daerah sentral parenkim paru (central bronchial
origin) dan peripheral bronchoalveolar atau terminal bronchoalveolar carcinomas.5
Sediaan yang diambil dengan cara bronchial brushing biasanya mengandung sedikit sel-
sel tumor. Pada sediaan yang adekuat dapat banyak dijumpai sel-sel dengan kelompokan
papiler atau lembaran sel-sel bentuk bulat atau poligonal. Beberapa sel dapat mirip
dengan sel-sel normal, namun memiliki ukuran inti yang besar, nuclear/cytoplasmic ratio
(N/C ratio) yang meningkat, anak inti yang menonjol kadang dapat multiple dan yang
lebih penting adalah tidak dijumpainya silia.3,5
Gambar 2. Sitologi adenokarsinoma paru. Tampak kelompokan sel dengan sitoplasma
sedikit dan pucat, inti relatif besar, tekstur inti masih baik dan anak inti menonjol.5
3.Karsinoma sel sekuamosa (SCC)
Sel-sel kanker SCC dapat sangat bervariasi baik bentuk maupun ukurannya, tetapi
yang khas pada SCC adalah latar belakang apusan berupa sel-sel radang dan massa
nekrosis. Sel-sel bentuk spindel dan tadpole merupakan bentuk sel yang umum dijumpai
yang juga merupakan tanda khas pada SCC. Sitoplasma yang mengandung keratin akan
berwarna orange atau kuning dengan pewarnaan Papanicolaou. Kadang dapat dijumpai
sel-sel abnormal tanpa inti sel yang disebut ghost cells3,5
Gambar 3. Karsinoma sel sekuamosa dalam sediaan sitologi. Tampak sel-sel ganas
bentuk dan ukuran inti bervariasi, hiperkromatin, sitoplasma eosinofilik dengan latar
belakang sel-sel radang.6
Pada kasus dimana tidak dijumpai keratinisasi atau piknosis inti, kondisi seperti ini
disebut sebagai poorly differentiated squoamous (epidermoid) carcinoma. Inti biasanya
hiperkromatin dengan tekstur inti kasar dan ireguler. Sel-sel tumor yang berasal dari
sputum biasanya lebih sedikit dengan sitoplasma yang jernih sedangkan yang berasal dari
sikatan bronkus sitoplasma dapat amfofilik atau kadang-kadang basofilik.6,7
Gambar 4. Poorly differentiated (non-keratinizing) SCC. Tampak inti hiperkromatin,
dengan tekstur kasar dan ireguler. Sitoplasama amfofilik.6,7
4. Large-Cell (Undifferentiated) Carcinoma
Kanker ini didefinisikan sebagai tumor yang tidak memiliki differensial skuamosa
atau glandular, meskipun pada beberapa tempat memiliki gambaran kanker skuamosa
atau adenokarsinoma. Kanker ini merupakan turunan dari sel-sel basal epitel yang dapat
berkembang menjadi kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Saat ini tipe kanker ini
digolongkan kedalam NSCLC karena memiliki penanganan dan prognosis yang sama
dengan seluruh tipe NSCLC.8
Sel-sel tumor walaupun biasanya tunggal, tetapi dapat berupa kelompokkan yang
cenderung memiliki kohesi yang jelek dengan ukuran sel bervariasi. Kebanyakan sel
ukurannya hampir sama dengan sel skuamosa dan adenokarsinoma, sitoplasma sedikit
dan biasanya pucat dapat basofilik ataupun eosinofilik (amfofilik). Pada kasus yang
jarang dapat dijumpai inklusi intrasitoplasmik. Inti sel besar dengan kontur ireguler
dengan gambaran sharply di sekitar inti. Salah satu yang khas adalah inti dengan
kromatin yang kasar atau hiperkromatin, kadang dapat pula dijumpai kromatin inti yang
normal dengan satu atau dua anak inti yang menonjol.8
Gambar 5. Undifferentiated large-cell (non-small cell) carcinoma. Tampak lembaran sel
kanker dengan sitoplasma eosinofilik pucat dan banyak, inti hiperkromatin dengan
tekstur kasar.8
5. Adenosquamous (Mucoepidermoid) Carcinoma
Penamaan adenosquamous carcinoma digunakan untuk menjelaskan bronchogenic
carcinoma yang memiliki kombinasi gambaran epidermoid carcinoma (poorly
differentiated squamous carcinoma) dan adenokarsinoma. Banyak ditemukan sel-sel
yang memproduksi musin yang dapat dilihat dengan pewarnaan khusus dan beberapa
mengandung komponen sel-sel undifferentiated large cell maupun SCC. Variasi
gambaran sitologi sangat tergantung dari gambaran histopatologinya. Gambaran sel-sel
kanker didominasi oleh sel-sel adenokarsinoma yang menghasilkan musin. Dapat pula
ditemukan sedikit sel-sel yang menghasilkan keratin.9
Gambar 6. Mucoepidermoid carcinoma paru pada wanita umur 61 tahun. Tampak sel-sel
kanker yang menghasilkan musin.
1.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan jenis histologis kanker, stadium penyakit,
tampilan umum (performance status) dan keuangan. Secara umum pilihan terapi untuk
NSCLC dan SCLC adalah combined modality therapy (multi-modality therapy), berupa
bedah, radioterapi dan kemoterapi dan terapi lain.1,2,9
1.Tindakan Pembedahan
Tindakan pembedahan hanya diindikasikan untuk stadium I atau II atau untuk
pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah masif,
distress pernapasan karena sindroma vena kava superior, nyeri hebat pada Pancoast
tumor, nyeri hebat pada sindroma pleksus brakialis. Jika pada saat bedah didapat
pembesaran KGB maka semua harus diangkat dan pada kasus paska bedah dengan
metastasis KGB mediastinal (N2) dipertimbangkan pemberian radioterapi dan/atau
kemoterapi.
2. Radioterapi
Radioterapi atau radiasi diberikan pada kasus stadium III dan IV NSCLC, dapat diberikan
tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan dengan
kemoterapi. Radioterapi dapat diberikan jika sistem homeostatik (darah) baik yaitu:1,5
• Hb>10gr%
• Leukosit > 4.000/dl
• Trombosit > 100.000/dl Dosis untuk kanker primer adalah 5.000-6.000 cGy dengan
menggunakan COBALT atau LINAC dengan cara pemberian 200 cGy/x/hari, 5 hari
dalam seminggu. Pemberian radiosensitizer dapat lebih meningkatkan respons
irradiasi itu, misalnya dengan memberikan obat anti-kanker karboplatin, golongan
taxan, gemsitabine, capecitabine dengan dosis sangat kecil sehingga tidak mempunyai
efek sistemik. Radioterapi dapat diberikan sendiri (radiotherapy only) atau kombinasi
dengan kemoterapi (konkuren, sekuensial atau alternating) meskipun sebagai
konsekuensinya toksisitas menjadi lebih banyak dan sangat mengganggu. Evaluasi
toksisitas harus dilakukan setiap setelah pemberian 5x, jika ditemukan gangguan
sistem hemostatik salah satu atau lebih:
• Hb <10 gr%
• Leukosit < 3.000/dl
• Trombosit < 100.000/dl Maka pemberian radiasi harus dihentikan dulu dan dilakukan
koreksi toksisitas itu dan dapat segera dimulai jika sudah memenuhi syarat. Toksisitas
non-hematologik juga sering timbul dan yang sangat menganggu pasien adalah
esofagitis, batuk akibat pneumonitis radiasi atau fibrosis. Jika melebihi grade 3 WHO
maka radiasi harus dipertimbangkan untuk dihentikan.
Evaluasi renspons irradiasi dilakukan setiap setelah pemberian 10x (1.000 cGy)
dengan foto toraks. Pemberian irradiasi untuk SCLC harus diberikan setelah pasien
mendapat kemoterapi 6 siklus. 1,6
3. Kemoterapi
Skala
90 - 100 0
Pengertian
Dapat beraktifitas normal, tanpa keluhan yang menetap70 - 80 1 Dapat beraktifitas normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan sakitnya
50 - 70 2 Membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifitas yang spesifik
30 - 50 3 Sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifitas rutin
10 - 30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis histologis kanker paru. semua
stadium tetapi pada stadium I dan II pascabedah kemoterapi ditentukan berdasarkan
stadium paskabedah. Kemoterapi untuk NSCLC stadium III dan IV merupakan terapi
paliatif. Stadium I dan II yang in operable cases (PS buruk atau tidak bersedia dioperasi
atau ada kontraindikasi untuk operasi) dapat dianjurkan kemoterapi dan sebaiknya
dipertimbangkan radioterapi.Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara
lain: keadaan umum baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik
(darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat untuk hemostatik yang memenuhi
syarat adalah:7
• Hb>10gr%
• Leukosit > 4.000/dl
• Trombosit > 100.000/dl
Tabel. Skala Karnofsky dan WHO
5. Rejimen Kemoterapi
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa rejimen yang terdiri dari lebih dari 1
obat anti-kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya.
Kemoterapi untuk SCLC diberikan sampai 6 siklus dengan ”cisplatin based” rejimen
yang diberikan:
• Sisplatin + etoposid
• Sisplatin + irinotekan (CPT-11)
• Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan karboplatin dan irinotek
digantikan dengan dosetaksel.Kemoterapi untuk NSCLC dapat 6 siklus (pada kasus
tertentu diberikan sampai lebih dari 6 siklus) dengan ”platinum based” rejimen yang
diberikan sebagai terapi lini pertama (first line) adalah :
• Karboplatin/sisplatin + etoposid
• Karboplatin/sisplatin + gemsitabin
• Karboplatin/sisplatin + paklitaksel
• Karboplatin/sisplatin + dosetaksel
6.Targeted Therapy
Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk membunuh
sel kanker, yang telah digunakan luas saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI
(tirosin kinase inhibitors). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih
sederhana cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi pemanfaatannya
sebagai terapi lini pertama masih perlu pembuktian lebih lanjut.8,9
7. Imunoterapi
Penggunaan obat lain misalnya imunoterapi, herbal medicine, chinese traditional
medicine, dan lain lain masih dalam penelitian dan belum menjadi standar pengobatan
kanker paru 10. Hasil penelitian menunjukkan ada jejas imunologi pada penderita kanker
paru. Berdasarkan itu telah beredar luas beberapa teknik dan obat komplemen (misalnya
keladi tikus, buah merah, ramuan cina, dll) yang diyakini dapat mengobati kanker paru
dengan cara memperbaiki atau meningkatkan sistem imun tubuh. Penggunaan IL-2
sebagai imunoterapi mulai dikembangkan dalam uji klinik yang terbatas.11
8. Terapi Gen
Terapi gen merupakan pendekatan baru dalam pengobatan kanker, yang saat ini
masih bersifat eksperimental. Dengan pemahaman mekanisme molekuler dalam proses
karsinogenesis kanker paru diharapkan akan membuka jalan yang lebih luas dalam
pencegahan, deteksi dini maupun terapi bagi kanker paru sehingga menurunkan mortality
maupun morbidity panyakit ini. Untuk itu, sebagian besar strategi dalam terapi gen untuk
kanker difokuskan pada penggantian tumor supresor seperti p53 dalam sel kanker.
Terapi gen dapat berupa gen pengendali tumor, gen bunuh diri, antisense onkogen,
gen imuniti dan gen antiangiogenesis. Inhibisi onkogen atau penggantian gen pengendali
tumor (gene replacement) dapat memperbaiki fenotip malignan. Gen bunuh diri membuat
sel tumor yang ditransduksi memiliki system enzimatik untuk mengubah substansi non
toksik menjadi metabolit yang toksik. Demikian juga gen yang dipindahkan dapat
mengubah sel tumor yang resisten menjadi lebih sensitif terhadap sitotoksik.
2. Tumor Mediastinum
2.1 Definisi Tumor Mediastinum
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu
rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh
darah arteri pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar
getah bening dan salurannya.
Rongga mediastinum merupakan rongga yang sempit dan tidak dapat diperluas,
maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan
kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat
sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda
akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya. 10
2.2 Epidemiologi
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF Bedah
Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 -
1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang
ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data
RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus,
mediastinum medial 29% dan mediastinum posterior 25,5%. Jenis yang banyak
ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell
tumor.
2.3. Diagnosis
A.Gambaran Klinis
1.Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan
foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan
ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastinum, sedangkan
tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur
mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat, antara
lain:
Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea
dan/atau bronkus utama,
Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esophagus
sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum
yang
ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis
diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem
syaraf.
2.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan
keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.
Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa
keadaan klinis lain, misalnya, pada miastenia gravis mungkin menandakan timoma dan
limfadenopati mungkin menandakan limfoma
B.Pemeriksaan Radiologi
1.Foto toraks
Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial
atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi
yang pasti.
2.Tomografi
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi,
yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang
timoma.namun tomografi jarang digunakan.
3.CT-Scan toraks dengan kontras
Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara
lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya
teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan
cara mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini
mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi. Untuk
menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan
toraks dan CT-Scan abdomen.
4.Flouroskopi
Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.
5.Ekokardiografi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma.
6.Angiografi
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan
ekokardiogram.
7.Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.
8.USG, MRI dan Kedokteran Nuklir
Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk
beberapa kasus tumor mediastinum.
C. Pemeriksaan Endoskopi
1.Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi.
Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau
penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu melalui
bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas.
Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer.
2.Mediastinokopi.
Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum anterior.
3.Esofagoskopi
4.Torakoskopi diagnostik
D.Prosedur Patologi Anatomik
Beberapa tindakan, dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu dilakukan
untuk mendapatkan jenis tumor.
1.Pemeriksaan sitologi
Prosedur diagnostik untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan sitology
ialah:
Biopsi, jarum halus (BJH atau fine needle aspiration biopsy, FNAB), dilakukan
bila
ditemukan pembesaran KGB atau tumor supervisial.
Punksi pleura bila ada efusi pleura
Bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi
Biopsi aspirasi jarum, yaitu pengambilan bahan dengan jarum yang dilakukan bila
terlihat masa intrabronkial pada saat prosedur bronkoskopi yang amat mudah
berdarah, sehingga biopsi amat berbahaya
Biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy(TTB) dilakukan bila massa dapat
dicapai
dengan jarum yang ditusukkan di dinding dada dan lokasi tumor tidak dekat
pembuluh
arah atau tidak ada kecurigaan aneurisma. Untuk tumor yang kecil (<3cm>,
memiliki
banyak pembuluh darah dan dekat organ yang berisiko dapat dilakukan TTB
dengan tuntunan flouroskopi atau USG atau CT Scan.
2.Pemeriksaan histologi
Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu dilakukan prosedur di bawah
ini:
Biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak ada KGB yang
teraba, dapat dilakukan pengangkatan jaringan KGB yang mungkin ada di sana.
Prosedur ini disebut biopsi Daniels.
Biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan di atas hasil belum didapat.
Biopsi eksisional pada massa tumor yang besar
Torakoskopi diagnostik
Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk tumor di semua lokasi,
terutama tumor di bagian posterior.
E. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi yang
berkaitan
dengan tumor. LED kadang meningkatkan pada limfoma dan TB mediastinum.
Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB
Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid.
Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor mediastinum yang
termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika ada keraguan antara seminoma
atau non- seminoma. Kadar a-fetoprotein dan b-HCG tinggi pada golongan
nonseminoma.
F.Tindakan Bedah
Torakotomi eksplorasi untuk diagnostik bila semua upaya diagnostik tidak
berhasil memberikan diagnosis histologis.
G.Pemeriksaan Lain
EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum jenis timoma atau
tumor-tumor lainnya. Kegunaan pemeriksaan ini adalah mencari kemungkinan miestenia
gravis atau myesthenic reaction.
2.4 Klasifikasi tumor mediastinum
Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor atau jenis
histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg (tabel 1).
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak atau
ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan
untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling
sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan
tumor saraf. Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti
yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan
atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya
harus mendapatkan tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi dapat diberikan
sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma
ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal
sangat bergantung pada subtipe tumor sedangkan tumor saraf berdasarkan jaringan yang
dominan pada tumor 7.
2.5.1 Timoma
Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau tidaknya
tumor,staging dan klinis penderita.Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi sangat
jarang kasus datang pada stage I atau noninvasif maka multimodaliti terapi (bedah,
radiasi dan kemoterapi) memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma
adalah Extended Thymo Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat
kelenjar timus beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT+ (Extended Resection) ER yaitu
tindakan reseksi komplet, sampai dengan jaringan perikard dan debulking reseksi
sebagian yaitu pengangkatan massa tumor sebanyak mungkin. Jenis operasi ini sangat
bergantung pada staging dan klinis penderita. Reseksi komplet diyakini dapat
mengurangi risiko invasidan meningkatkan umur harapan hidup (7).
Di RS Persahabatan dilakukan 14 reseksi komplet pada penderita timoma stageI –
III dan 17 debulking untuk semua kasus stage IV. Dari 31 kasus itu 20 di antaranya
menunjukkan reaksi miastenia. Empat dari 20 penderita itu adalah yang telah menjalani
reseksi komplet (14).
Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani reseksi
komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif atau reseksi sebagian untuk control
lokal 12. Dosis radiasi 3500-5000 cGy.Untuk mencegah terjadi radiation-induced injury
pemberian radiasi lebih dari 6000 cGy harus dihindarkan.
Ogawa dkk pada tahun 2002 melakukan penelitian retrospektif multi institusi
terhadap 103 pasien timoma yang telah direseksi komplet dan mendapat radiasi pasca
bedah. Lima puluh dua pasien mendapat radiasi involve field (IF) dan 51 pasien
mendapat radiasi whole mediastinal field (WM) dengan atau tanpa booster. Total dosis
untuk tumor primer 3000-6100 cGy dengan rerata dosis 4000 cGy. Pasien yang hidup
hingga 10 tahun (the 10-years actuarial overall) 81% dan masa bebas penyakit
(diseasefree survival)79%, 100% pada pasien stage I, 90% pada stage II dan 48% pada
stage III. Kasus relaps terjadi pada 17 pasien, tetapi tidak terjadi pada pasien stage I, 10%
padastage II dan 44% pada stage III 13. Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen
tetapi hasil terbaik adalah cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah
kombinasi cisplatin, doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen lain adalah
doksorubisin, cisplatin, vinkristin dan siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih
sederhana yaitu sisplatin danetoposid (PE) juga memberikan hasil yang tidak terlalu
berbeda 12.
Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang pada stage I yang telah
direseksi komplet. Relaps yang biasa terjadi adalah di pleura (pleural dissemination)
darisisi yang sama dengan tumor primer, relaps di mediastinum meski lebih sedikit
tetapi juga terjadi. Dari sebuah penelitian 8% pasien yang mendapat radiasi IF pasca
bedah mengalami relaps di mediastinum dan tidak satu kasus pun terjadi pada pasien
yang mendapat radiasi WM 13
Sedangkan untuk menentukan prognosis penderita timoma banyak faktor yang
menentukan. Masaoka menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan
staging penyakit, 92,6% untuk stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6% untuk stage III dan
50% untuk stageIV14. Bambang dkk mendapatkan faktor-faktor yang bermakna
mempengaruhi prognosis penderita timoma pascareseksi di RS. Persahabatan yaitu
staging, jenis tindakan, histopatologi dan reaksi miastenia. Dari 31 penderita timoma
yang dibedah di RS Persahabatan didapatkan umur tahan hidup untuk tahun I
sebesar 58,44%, tahun kedua 43,29%, tahun ketiga sampai dengan tahun kelima
30,9%,sedangkan median survival adalah 16,2 bulan. Penderita dengan reaksi miastenia
mempunyai angka tahan hidup 5 tahun (74%) sedangkan yang tidak hanya
mempunyaiumur tahan hidup 2 tahun (11,8%) 15.
Tabel. Tata laksana Timoma
2.5.2 Tumor Sel Germinal
Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan staging penyakit.
Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak, teratoma ganas diterapi dengan
kemoterapi dan kalau perlu dilakukan reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma
tergantung pada apakah masih resectable atau tidak, sedangkan yang nonseminoma
diberikan kemoterapi (7).
A.Seminoma
Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti yaitu bedah, radiasi dan
kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari 90%. Kriteria resectable
adalah tanpa gejala (asimptomatik), massa masih terbatas di mediastinum anterior
dantidak ada metastasis lokal (intratoraks) atau metastasis jauh. Sedangkan untuk kasus
yang bermetastasis diberikan kemoterapi. Terapi radiasi atau kemoterapi sebagai pilihan
terbaik untuk seminoma masih diperdebatkan. Seminoma sangat radiosensitif, dosis
radiasi adalah 4500-5000 cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based,rejimen
yang sering digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan sisplatin 11.
B. Nonseminoma
Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada laki-laki
dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk golongan ini dan kadang
dilakukan operasi pasca kemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery). Rejimen yang
digunakan sisplatin, bleomisin dan etoposid. Tetapi ada rejimen yang terdiri dari sisplatin
dan bleomisin yang diberikan 4 siklus. Untuk menilai manfaat bedah pasca kemoterapi
Vuky dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 32 pasien, reseksi komplet dapat
dilakukan pada 27 pasien, analisis histopatologik mendapatkan bahwa tumor masih
mengandung jaringan nonseminoma (viable tumors) pada 66%, teratoma pada 22% dan
jaringan nekrotik pada 12% kasus 12.
Gambar 5. Alur penatalaksanaan tumor sel germinal nonseminoma 13
C.Teratoma ganas
Rejimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara lain sisplatin,
vinkristin, bleomisin dan methotrexate, etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid.
Tabel . Penatalaksanaan tumor sel germinal 14
3. Mesotelioma
3.1. Definisi Mesotelioma
Mesotelioma adalah suatu bentuk kanker yang menyerang rongga abdomen, rongga
thorak, dan daerah sekeliling jantung. Bayangan yang terbentuk berupa bayangan pleura
dan tanda-tanda keganasan yang khas. Karena penyebabnya yang tidak biasa,
mesotelioma biasanya sulit didiagnosa dan ditangani. Mesothelioma dikaitkan dengan
paparan terhadap asbestos, suatu bahan yang duluya terdapat pada banyak lingkungan
kerja.10,12
3.2 Klasifikasi
a. Tumor Primer
Mesotelioma erat hubungan kausanya dengan asbes. Keganasan ini juga termasuk
penyakit polusi udara napas, terutama asap rokok. Serat asbes mampu merangsang
mesotel dan menimbulkan mesotelioma; dalam tumor mesotelioma biasanya ditemukan
serat asbes.Tumor pleura primer yang jinak jarang, dapat berupa lipoma, fibroma,
emangioma, neurofibroma, yang memberi bayangan massa di dinding toraks. Tumor
primer yang ganas lebih jarang lagi yang dikenal adalah mesotelioma, bisa di pleura atau
fisura interlobar, cepat membesar dan sering disertai dengan pembentukan cairan rongga
pleura.12
b. Tumor Sekunder
Kebanyakan tumor pleura adalah tumor sekunder. Tumor sekunder yang
terbanyak adalah karsinoma paru dan karsinoma payudara. Gejalanya seperti pada tumor
mesotelioma, tetapi ditemukan tumor primernya di tempat lain. Bila ditemukan nodul
multiple, sukar dibedakan dengan mesotelioma, kecuali dengan biopsi.Metastasis tumor
ganas ke pleura lebih sering terjadi yang biasanya berupa cairan rongga pleura secara
cepat bertambah banyak.13 Sedangkan Mesotelioma Benigna (Localized Fibrous
Mesotelioma / Fibrous Tumor of The Pleura) Tidak ada hubungan langsung dengan
asbestosis; lebih sering muncul dari pleura visceralis dibanding dari pleura parietalis.14
3. 3 Epidemiologi
Paling banyak kasus mesotelioma ditemukan pada daerah-daerah industri dengan
tingkat paparan asbestos yang tinggi. Insiden mesotelioma paling tinggi di daerah Pasifik
dan negara-negara Mid-Atlantik dan kemungkinan berhubungan dengan lokasi industri
seperti galangan kapal 15.
3.4. Etiologi
Paparan terhadap asbestos akibat pekerjaan ditemukan pada 80% dari seluruh kasus
(Karsinogenik potensial : crocidolite > amosite > chrysotile > antophylite )
5 – 10 % pada penderita yang terpapar akibat pekerjaan akan memperbesar faktor
resiko 300 kali lipat dibanding masyarakat pada umumnya
Tidak ada hubungan dengan lama / tingkat keterpaparan atau riwayat merokok
Juga sering dikaitkan dengan penggunaan radioterapi dengan thorim dioksida dan
zeolite
Interleukin 8 yang memiliki aktifitas potensiasi pertumbuhan lapisan sel mesotelial.
Genetik : hilangnya satu copy dari kromosom 22 yang merupakan peruahan kariotip
paling umum pada mesotelioma maligna. Perubahan kromosomal lain seperti 1p, 3p,
9p, dan 6q. Perubahan pada gen supresor tumor p16 (CDKN2A) dan p14 (ARF) dan
hilangnya fungsi neurofibromin 2 (NF2) atau perubahan merlin 12,13,14
3.6. Patofisiologi
Asbestos merupakan karsinogenik pokok yang terkait dalam patogenesis
mesotelioma. Mesotelioma pleura biasanya dimulai sebagai plak dan nodul khas yang
bersatu membentuk sheetlike neoplasma . Tumor biasanya tumbuh pada thorak bagian
bawah. Tumor ini dapat menyerang diafragma dan meliputi permukaan paru serta fissura
interlobaris. Juga dapat mengenai pada parenkim paru, dinding dada, dan mediastinum.
Meluas ke esophagus, iga, vertebra, plexus brachialis, dan vena cava superior 15.
Metastasis pada : paru ipsilateral (60%), hilar + nodus mediastinal, paru kontralateral
+ pleura (jarang), perluasan ke dinding dada + diafragma 16.
3.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan pungsi pleura dan pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan
tambahan adalah pemeriksaan radiologi untuk menentukan adanya efusi, penebalan
pleura, nodulus di pleura atau paru, massa di dinding dada, massa di mediastinum.
Torakoskopi berguna sekali untuk menentukan letaknya dengan tepat dan mengambil
biopsi untuk memastikan diagnosis.14
Gambaran Klinis
a. Mesotelioma benigna
Asimptomatis pada 50% pasien
Batuk, demam, dispnoe, nyeri dada (pada massa yang lebih besar)
Jari tabuh + osteoartropati hipertrofi pulmonary
Efusi pleura
Hipoglikemi berulang (jarang)
b. Mesoteloma maligna
Massa lobuler ireguler dengan dasar yang luas pada pleura / penebalan pleura
Efusi pleura yang eksudatif / hemoragik tanpa mediastinal shift (difiksasi oleh
jaringan pleura yang mengalami keganasan) pada 80 – 100% kasus mengandung
asam hialuronat
Disertai dengan plak pleura pada 50% kasus
Bentuk melingkar = mengenai seluruh permukaan pleura (mediastinum,
pericardium, fissura pada tahap lanjut) A, D.
Gejala yang paling umum yaitu : nafas pendek yang muncul (31%) dan
memburuk (30%) dengan cepat, dan nyeri dada. Gejala lain seperti batuk (35%),
berat badan turun (23%), kelemahan (18%), dan peningkatan produksi sputum
(18%). Sementara dari pemeriksaan fisis (79%) ditandai dengan efusi pleura (mis:
perkusi bunyi tumpul, suara pernapasan melemah)
Gambaran Radiologis
1. Radiografi , thorak sebagai pemeriksaan awal
Temuan yang paling sering yaitu penebalan pleura unilateral, konsentris, seperti
plak, atau noduler.
2. CT-scan (Computerized Tomography), lebih diarahkan untuk menentukan tadium
tumor
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging), pada sebagian pasien dipakai sebagai
pembanding CT. Memberikan gambaran batas-batas jaringan lunak yang lebih
baik (kontras jaringan lunak yang lebih baik) dan memungkinkan pencitraan pada
bidang sagital dan koronar
4. PET (Positron Emission Tomography = tomografi dengan emisi positif) dapat
berguna dalam memberi batas-batas perluasan tumor atau metastasis 14.Plak pada
pleura menggambarkan penebalan pleura akibat serat asbes. Penebalan pleura
yang terisolir diakibatkan areal paru berwarna putih yang terlokalisasi.dan sulit
dibedakan dengan bayangan paru.
Patologi Anatomi
Mesotelioma benigna : Secara histologis, tumor berasal dari sel mesenkial submesotelial,
dibentuk oleh lapisan sel mesotelial :
Jaringan fibrosa yang relatif aseluler
Kumpulan sel-sel tebal berbentuk kumparan melingkar
Membentuk hemangioperisitoma paru
Secara patologi kasar ditemukan permukaan pleura ditumbuhi bercak oleh sel-sel
mesotelioma maligna , yang membentuk nodul secara berkelompok. Sejalan dengan
penyakit, menutupi seluruh permukaan pleura dan menyerang dinding dada,
mediastinum, serta diafragma. Secara mikroskopik dibagi menjadi tiga tipe histologis :
(a) Epitelial, (b) Mesenkimal, (c) Campuran 14,16
3.10 Penatalaksanaan
Pilihan tindakan untuk penanganan mesotelioma maligna antara lain tindakan bedah,
kemoterapi, radiasi, dan penanganan multimodalitas. Sekarang ini tidak ada terapi yang
menjadi standar. Metode standar bedah, radiasi, atau kemoterapi saja belum bias
meningkatkan masa hidup 16,17.
Modalitas terapi yang lain sementara dipelajari seperti terapi gen, terapi yang
diarahkan pada sitokin, dan terapi fotodinamik
3.11 Prognosis
Mesotelioma maligna biasanya fatal. Kematian biasanya terjadi dalam jangka waktu
18 bulan setelah timbulnya gejala. Tumor jinak pleura dapat diangkat, sedangkan tumor
yang ganas prognosisnya kurang baik; jarang yang dapat hidup lebih dari dua tahun.
Tanpa perawatan, mesotelioma akan berakibat fatal dalam 4 – 8 bulan. Dengan perawatan
trimodality sebagian pasien telah bertahan 16 – 19