Upload
lelien
View
218
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Permasalahan Kenaikan Permukaan Air Laut
Fenomena kenaikan muka air laut mengemuka seiring dengan terjadinya pemanasan
global (global warming). Pemanasan global pada dasarnya merupakan fenomena
peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca
(greenhouse effect). Pemanasan global yang terjadi akan menyebabkan kenaikan suhu
permukaan laut yang kemudian mengakibatkan terjadinya pemuaian air laut.
Pemanasan global juga menyebabkan mencairnya es abadi. Pemuaian air laut dan
mencairnya salju-salju abadi, pada gilirannya akan menyebabkan naiknya permukaan
air laut.
Selain karena pemanasan global, kenaikan permukaan air laut juga disebabkan oleh
gelombang badai yang melanda daerah-daerah pesisir pantai. Gelombang badai
disebabkan oleh angin yang sangat kencang dan tekanan atmosfir yang rendah
sehingga menyebabkan air yang ada di laut masuk ke daratan. Gelombang badai akan
menyebabkan kenaikan permukaan laut yang sangat ekstrim jika kejadiannya
bertepatan dengan saat pasang laut tertinggi. Ilustrasi dari kenaikan permukaan air
laut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004]
Dampak naiknya permukaan air laut adalah:
• Berkurangnya luas kawasan pesisir dan hilangnya pulau-pulau kecil yang
dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau (Gunawan, 2007), yang
kesemuanya tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi.
7
• Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat, diantaranya: (a)
gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api; (b) genangan terhadap
permukiman penduduk pada kota-kota pesisir; dan (c) hilangnya lahan-lahan
budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove.
• Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada
wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove. Apabila
keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka: abrasi pantai akan
kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, dan pencemaran dari
sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan.
Terjadinya perubahan lingkungan yang secara teoritis diakibatkan oleh naiknya
permukaan air laut, akan menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap
masyarakat terutama yang bertempat tinggal di sekitar pantai. Ilustrasinya dapat di
lihat pada gambar 2.2. Pada kondisi tersebut, masyarakat harus segera memikirkan:
apa yang akan dan dapat dilakukan, dan bagaimana menyesuaikan atau
mengadaptasikan diri terhadap perubahan dan kondisi lingkungan yang baru.
Gambar 2.2. Dampak kenaikan permukaan air laur [Mackinnon, 2003]
2.2. Pemodelan dan Simulasi Secara 3D
2.2.1. Umum
Naiknya permukaan air laut akan memberikan dampak yang sangat besar, baik dalam
skala lokal maupun nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk melakukan
pemodelan dan simulasi terhadap dampak kenaikan permukaan air laut tersebut. Salah
8
satu cara yang digunakan adalah dengan melakukan pemodelan dan simulasi secara
tiga dimensi (3D). Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2.3. Pemodelan dan
simulasi secara 3D dilakukan untuk memberikan visulisasi secara detail terhadap
objek-objek yang belum dan akan terkena dampak naiknya permukaan air laut
tersebut. Pemodelan dan simulasi 3D tersebut merupakan sebuah kombinasi dari:
prosedur matematika, kejadian logis, dan berbagai kriteria lainnya yang berfungsi
untuk tujuan akhir dari pemodelan dan simulasi itu sendiri.
Gambar 2.3. Pemodelan dan simulasi banjir secara 3D [Mackinnon, 2004]
Pengertian pemodelan dan simulasi yang dikutip dari buku Hand book of simulation
(Banks, 1998) adalah sebagai berikut:
Pemodelan adalah suatu proses penyaringan dan penyeleksian terhadap berbagai data
sehingga diperoleh:
• Data atau komponen sistem yang dapat dimodelkan
• Data atau komponen sistem yang kurang penting atau tidak relevan, yang
dapat diasumsikan mampu mendukung tujuan yang ingin dicapai.
Sedangkan simulasi adalah:
• Program (software) komputer yang berfungsi untuk menirukan perilaku sistem
nyata.
• Manipulasi sebuah model sedemikian rupa sehingga model tersebut bekerja
dalam ruang dan waktu
9
Pemodelan dan simulasi kenaikan permukaan air laut merupakan suatu model Sistem
Informasi Geografis (SIG). SIG berfungsi sebagai instumen untuk menghasilkan
berbagai macam informasi dengan berbagai kriteria dan prosedur yang harus
dilakukan. Dengan menggunakan instrumen SIG tersebut, pemodelan dan simulasi
kenaikan permukaan air laut dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
merepresentasikan kejadian aktual dan prediksi terhadap bencana tersebut.
2.2.2. Pelaksanaan Pemodelan dan Simulasi Kenaikan Permukaan Air Laut
Secara 3D
Pelaksanaan pemodelan dan simulasi kenaikan permukaan air laut secara 3D terdiri
dari:
1. Penentuan level ketinggian banjir
Untuk melakukan pemodelan terhadap kenaikan muka air laut, dibutuhkan beberapa
level ketinggian. Level ketinggian tersebut antara lain: level air laut tertinggi yang
pernah terjadi disuatu wilayah, MSL, datum vertikal, dan level ketinggian air yang
diprediksi untuk masa mendatang. Semua level ketinggian tersebut mengacu kepada
datum vertikal. Pada pemodelan banjir, datum vertikal dijadikan sebagai titik referensi
nol. Ilustrasi level ketinggian yang diperlukan dalam pemodelan banjir dapat dilihat
pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Level banjir
Level banjir
Level air tertinggi
MSL
Datum vertikal
Kedalaman banjir
10
2. Penentuan kedalaman banjir
Ketika memperkirakan bahaya yang ditimbulkan dari efek banjir, maka Grid
kedalaman dari banjir harus diketahui. Grid kedalaman banjir ditentukan secara
matematis dari data ketinggian air banjir. Ketinggian dari datum vertikal dinyatakan
sebagai level ketinggian nol (grid baru). Nilai dari kedalaman banjir dinyatakan
sebagai tinggi antara datum vertikal dengan level ketinggian air banjir. Daerah yang
berada di atas datum vertikal akan bernilai positif dan sebaliknya akan bernilai negatif
jika berada di bawah datum vertikal. Ilustasinya dapat dilihat pada gambar 2.5. Hasil
akhir dari grid kedalaman banjir direpresentasikan oleh nilai kedalaman pada saat
berada di area perluasan banjir
Gambar 2.5. Kedalaman banjir 3. Penentuan Area Perluasan Banjir
Layer perluasan banjir menjelaskan seberapa jauh level ketinggian air akan meluas
dan masuk ke daratan. Layer tersebut diturunkan secara matematis menggunakan
beberapa level ketinggian. Layer perluasan banjir akan membagi DEM menjadi
daerah-daerah di atas dan di bawah permukaan level banjir. Pemilihan level
ketinggian yang dijadikan referensi awal dari perluasan banjir tergantung dari data
yang tersedia. Pada umumnya referensi awal dari perluasan banjir adalah Level Air
Tertinggi (LAT) yang pernah terjadi di suatu wilayah. Nilai LAT tersebut dapat
diperoleh dari data stasiun pasut.
Level Banjir
0 m (Datum vertikal) Bernilai -
Bernilai +
11
4. Pembuatan Animasi Banjir
Animasi adalah sebuah alat yang tepat untuk menvisualisasikan secara cepat seberapa
serius banjir bisa terjadi pada suatu wilayah. Animasi banjir secara tiga dimensi (3D)
diciptakan untuk membantu visualisasi arah pergerakan banjir tersebut. Untuk lebih
efektif maka animasi harus bisa menunjukan banyak detail.
Untuk melakukan pemodelan dan simulasi kenaikan permukaan air laut secara 3D,
maka dibutuhkan data topografi suatu daerah pesisir pantai tersebut. Data topografi
tersebut dapat diperoleh dengan mengunakan suatu teknologi laser yang mampu
menghasilkan informasi kedalaman dan topografi detail secara cepat dan akurat.
Teknologi tersebut dinamakan Light Detection and Ranging (LIDAR). Berikut ini
akan dibahas tentang penggunaan teknologi LIDAR.
2.3. Pengantar Teknologi LIDAR
2.3.1. Umum Pada sekitar tahun 1980-an, beberapa negara seperti: Kanada, Amerika Serikat,
Swedia, dan Australia mencoba mengembangkan metode optik dalam pengukuran
data topografi permukaan bumi dan kedalaman. Metode tersebut memanfaatkan sinar
laser dan prinsip-prinsip optik untuk melakukan pengukuran. Dalam menjalankan
operasinya, perangkat optik tersebut diangkut oleh suatu wahana terbang berupa
pesawat terbang atau helikopter. Teknologi tersebut dinamakan Airborne Laser
Scanning (ALS). Negara-negara seperti: Amerika, Kanada, dan Swedia menamakan
teknologi ALS tersebut dengan nama LIDAR (Light Detecting and Ranging). LIDAR
merupakan pengembangan terbaru dari RADAR (Radio Detection and Ranging).
Bila Radar menggunakan emisi gelombang radio, maka LIDAR menggunakan emisi
gelombang cahaya. Jadi, LIDAR merupakan suatu sistem penginderaan jauh aktif
yang menggunakan sinar laser untuk menghasilkan informasi ketinggian dari suatu
objek. Ilustrasi dari LIDAR dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.
12
Gambar 2.6. Ilustrasi penggunaan teknologi LIDAR [Miller, 2006]
2.3.2. Prinsip Kerja LIDAR 2.3.2.1. Prinsip Kerja LIDAR Secara Umum Prinsip kerja LIDAR secara umum adalah sensor memancarkan sinar laser kepada
sebuah target lalu sinar tersebut dipantulkan kembali ke sensor. Berkas sinar yang
kembali kemudian dianalisis oleh peralatan detektor. Perubahan komposisi cahaya
yang diterima dari sebuah target ditetapkan sebagai sebuah karakter objek. Waktu
perjalanan sinar saat dipancarkan dan diterima kembali diperlukan sebagai variabel
penentu perhitungan jarak dari benda ke sensor.
Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2. 7 di bawah ini.
Gambar 2.7. Prinsip pengukuran jarak dengan laser [Lohani, 1996]
13
Gambar 2.8. Geometri sinar laser (Brenner, 2006)
Bentuk dari geometri sinar laser dapat dilihat pada gambar 2.8. Waktu tempuh sinar
laser diukur antara batas tepi awal antara sinar yang dipancarkan dan dipantulkan.
Ilustrasinya dapat kita lihat pada gambar 2.9 di bawah ini.
Gambar 2.9. Waktu tempuh pada saat pulsa di pancarkan dan diterima kembali (Brenner, 2006)
Jarak dihitung dengan menggunakan rumus: Kemudian resolusi jarak dan jarak maksimum dihitung dengan menggunakan rumus: Dapat disimpulkan bahwa resolusi jarak pengukuran sangat tergantung dari resolusi
pengukuran waktu tempuh yang sangat tergantung dari keakuratan jam yang ada pada
R = TL C
2
ΔR = C Δ TL 2
Rmax = C TLmax
2
14
sensor. Jarak maksimum yang dapat diukur tergantung dari waktu maksimum yang
dapat diukur dan energi dari sinar laser.
Tidak semua gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan merupakan gelombang
garis lurus (gambar 2.10). Ada kalanya gelombang tersebut berbentuk seperti
gelombang berkelanjutan (continious wave ranging) yang ilustrasinya dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.10. Tipe gelombang berkelanjutan [Lohani, 1996]
Gelombang berkelanjutan digunakan untuk mengukur jarak antara transmitter dan
reflektor. Pengukuran ini diaplikasikan jika terjadi perbedaan fase antara gelombang
yang dipancarkan dan yang diterima, waktu tempuh sinyal dapat ditulis dengan
rumus:
Dimana n adalah jumlah dari gelombang penuh yang dihasilkan, T adalah waktu
tempuh untuk satu gelombang sedangkan φ adalah beda fase.
2.3.2.2. Prinsip Survei Batimetri dengan LIDAR Pemetaan batimetri dengan wahana udara (ALH) bekerja berdasarkan transmisi sinar
laser secara vertikal ke bawah dari pesawat udara dan mengukur selisih waktu antara
sinar pantul dari permukaan laut dan dari dasar laut. Survei dilaksanakan oleh pesawat
terbang yang terbang dengan ketinggian dan kecepatan (ground speed) tertentu. Arah
TL = nT + φ T
2 π
15
penerbangan (track) atau pola perum berupa garis lurus menyilang jalur survei dengan
spasi interval tertentu.
Sinyal laser dengan bantuan pasangan optik, memecah output sinar laser menjadi dua
komponen sinar laser, yaitu: sinar infra merah, dan sinar hijau (lihat gambar 2.11).
Sinar hijau digunakan untuk melakukan scanning area secara menyilang jalur survei,
selanjutnya dipantulkan kembali oleh permukaan dan dasar perairan. Pulsa infra
merah berfungsi sebagai laser altimeter, ditransmisikan vertikal dari pesawat udara
dan dipantulkan oleh permukaan laut yang berfungsi sebagai referensi awal dari tinggi
pesawat.
Berkas pantul sinar hijau diterima oleh lensa penjejak dan diteruskan ke teleskop
penerima sinar hijau. Sinar dideteksi oleh sensor hijau. Berkas pantul pulsa infra
merah diterima oleh sensor infra merah. Kedua berkas sinyal pantul yang telah
diterima oleh perangkat penerima selanjutnya diproses dan disimpan dalam bentuk
digital. Hasil proses pengolahan sinar tersebut yaitu berupa data kedalaman.
Gambar 2.11. Sinar hijau dan sinar infra merah [Miller, 2006]
16
2.3.3. Komponen LIDAR 2.3.3.1. Sensor
Gambar 2.12. Sensor LIDAR [www.airbornelasermapping.com]
Sensor LIDAR (gambar 2.12) berfungsi untuk memancarkan gelombang/sinar laser
ke objek dan merekam kembali gelombang pantulannya setelah mengenai objek. Pada
umumnya gelombang yang dipancarkan oleh sensor terdiri atas dua bagian, yaitu:
gelombang hijau, dan gelombang infra merah. Gelombang hijau berfungsi sebagai
gelombang penetrasi jika suatu sinar laser mengenai daerah perairan. Sinar hijau
berfungsi untuk mengukur data kedalaman atau batimetri, sedangkan sinar infra
merah berfungsi untuk mengukur data topografi daratan atau permukaan bumi.
Kekuatan sensor LIDAR sangat erat kaitannya dengan: kekuatan sinar laser yang
dihasilkan, cakupan dari pancaran sinar gelombang laser, dan jumlah sinar laser yang
dihasilkan tiap detiknya. Semua bagian dari sensor LIDAR tersebut sangat
mempengaruhi kualitas data yang dihasilkan.
Karakteristik sensor LIDAR secara umum dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Parameter Besaran Min dan
Max
Besaran umumnya
Panjang gelombang (nm) 810-1500 1000-1200
Sudut scan (derajat) 14-75 20-40
Rate pulse (kHz) 5-83 5-15
Tinggi terbang (m) 20-6100 200-300 (Helicopter)
500-1000 (Pesawat terbang)
17
Lebar Swath (m) 0.25 h-1.5 h 0.3 h-0.7 h
GPS frekuensi (Hz) 1-10 1-2
IMU frekuensi (Hz) 40-200 50
Diameter tapak kaki (m) 0.05-2 0.25-1
Spasi antar garis scan (m) 0.1-10 0.5-2
Spasi antar titik (m) 0.06-10 0.3-1
Akurasi jarak (cm) 2-30 5-15
Akurasi ketinggian (cm) 10-60 15-20
Tabel 2.1. Karakteristik sensor LIDAR secara umum [Istarno, 2007]
Karakteristik sensor ALH dapat juga di lihat pada tabel 2.2 di bawah ini.
Kedalaman maksimum (m) 70 Ketinggian topografi maksimum (m) 50 meter Kemampuan sounding (sounding/ detik) 900 Pola sounding (m) Lebar swath (m) Kecepatan pesawat (knot)
5 X 5 ( lebar swath 240, kecepatan pesawat 175) 4 X 4 ( lebar swath 200, kecepatan pesawat 140) 3 X 3 ( lebar swath 100, kecepatan pesawat 150) 2 X 2 ( lebar swath 50, kecepatan pesawat 140)
Ketinggian pesawat (m) 366-670 Daya tahan pesawat (jam) 8 Akurasi horizontal (m) IHO orde-1 (2.5) Akurasi kedalaman (m) IHO orde-1 (0.25)
Tabel 2.2. Karakteristik sensor ALH [Fugro, 2006]
Sensor LIDAR juga memiliki kemampuan dalam hal pengukuran multiple return.
Multiple return digunakan untuk menentukan bentuk dari objek atau vegetasi yang
menutupi permukaan tanah. Gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan tidak
hanya mengenai permukaan tanah, tetapi juga mengenai objek-objek yang ada di atas
permukaan tanah. Masing-masing pantulan yang dihasilkan diukur intensitasnya,
sehingga diperoleh gambaran atau bentuk dari objek yang menutupi permukaan tanah
tersebut. Pantulan pertama akan mengukur jarak dari objek pertama yg ditemui,
contohnya pohon. Pantulan terakhir akan mengukur jarak objek terakhir, contohnya
18
tanah. Dengan memperhatikan data pertama dan terakhir secara simultan, maka akan
diperoleh tinggi pohon dan topografi permukaan tanah. Multiple return biasanya
diaplikasikan untuk daerah-daerah yang vegetasinya sangat padat. Ilustrasi dan
prinsip Multiple return tersebut dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13. Konsep multiple return [Gaynor, 2007] 2.3.3.2. Inertial Measurement Units (IMU) Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimal dengan tingkat kesalahan
seminimum mungkin, maka pada wahana udara diberi perlengkapan tambahan untuk
dapat merekam posisi pesawat saat melakukan scanning area. IMU akan memonitor
akselerasi (menggunakan ‘accelerometer’) dan rotasi (menggunakan ‘gyroscopes’)
dari pesawat (sensor). IMU akan menghasilkan nilai dari 3 sumbu utama, yaitu
sumbu: X (roll), Y (pitch), dan Z (yaw atau heading). Ilustrasinya dapat dilihat pada
gambar 2.14. Sistem IMU ini nantinya akan memberikan atau menentukan orientasi
3D setiap pusat proyeksi LIDAR.
Gambar 2.14. Koreksi Posisi Pesawat [Bobby, 2004]
19
2.3.3.3. Global Positioning System (GPS) GPS merupakan sistem penentuan posisi secara tiga dimensi (3D) yang berguna untuk
menentukan posisi pusat proyeksi setiap citra LIDAR. Penentuan posisi pusat
proyeksi LIDAR dapat dilakukan secara differensial. Penentuan posisi secara
differensial dapat digunakan untuk penentuan posisi obyek-obyek yang diam maupun
bergerak. Syarat penentuan posisi secara differensial adalah:
- Memerlukan minimal 2 buah receiver, satu ditempatkan pada titik yang telah
diketahui koordinatnya (monitor station) dan satunya lagi ditempatkan pada
titik yang akan ditentukan posisinya.
- Posisi titik ditentukan relatif terhadap monitor station.
Data GPS yang telah dihasilkan kemudian diolah secara post processing dan
kemudian digabungkan dengan data IMU sehingga diperoleh koordinat yang
terdefenisi secara geografis. GPS dipasang pada wahana pesawat dan di tanah
(ground). Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2.15 di bawah ini.
Gambar 2.15. GPS untuk pengukuran LIDAR [Burtch, 2002]
2.3.4. Prosedur Pelaksanaan Pengukuran LIDAR
2.3.4.1. Prosedur Pelaksanaan Pengambilan Data LIDAR Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum pengambilan data LIDAR, antara
lain: penentuan atau survei pendahuluan terhadap daerah proyek, dan penyediaan titik
kontrol.
20
A. Survei Pendahuluan
Koordinat-koordinat batas dari area proyek terlebih dahulu harus diketahui, hal
tersebut merupakan permasalahan yang sangat penting untuk penyediaan titik kontrol
dan pengaturan jalur terbang ketika melakukan misi pengambilan data. Tipe dari area
proyek harus disurvei terlebih dahulu, hal tersebut dilakukan untuk memperhitungkan:
vegetasi, pohon, bangunan, dan hal-hal lainnya yang berpengaruh terhadap
pengambilan data. Contohnya, jika model topografi tanah merupakan produk akhir
yang dihasilkan dan harus ada beberapa jarak yang cukup diantara vegetasi yang
memungkinkan sinar laser masuk dan menghasilkan model topografi tanah, maka
mengharuskan penggunaan sistem yang memiliki kemampuan seperti: kecepatan
dalam melakukan scanning yang tinggi, kecepatan terbang yang rendah, dan sudut
pancar (small beam) yang kecil. Kesemuanya berfungsi untuk menghasilkan spasi
titik yang rapat dan memungkinkan pulsa laser sampai ke tanah.
B. Titik Kontrol Tanah
Pelaksanaan titik kontrol tanah terdiri dari: base stasiun, kontrol kalibrasi, dan kontrol
area proyek. Semua titik kontrol tersebut harus mengacu ke suatu jaring titik kontrol
geodesi yang berguna untuk konsistensi, dan pemeriksaan kesalahan yang diakibatkan
oleh sistem LIDAR.
B.1. Base Station (Stasiun Titik Kontrol)
Stasiun titik kontrol harus terletak pada jarak 30 sampai 40 km dari area proyek.
penentuan tersebut sangat penting, mengingat jarak antara area proyek dengan base
stasion sangat berpengaruh terhadap akurasi vertikal dan horizontal. Akurasi vertikal
dan horizontal dari titik kontrol harus sesuai dengan yang telah ditetapkan, sehingga
akurasi dari hasil akhir akan dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kriteria jarak yang
diinginkan, maka base stasion harus diletakkan berdekatan dengan tempat pesawat
pada saat melakukan take-off dan landing.
B.2. Kontrol Kalibrasi Sistem LIDAR
Dalam rangka untuk meyakinkan bahwa sistem LIDAR bekerja dengan baik,
sejumlah titik kalibrasi harus didirikan dekat dengan area proyek. Pesawat akan
melakukan take off dan akan terbang di sekitar bandara, tujuannya adalah untuk
melakukan kalibrasi dari sistem yang digunakan. Biasanya titik kalibrasi tersebut
21
didirikan di bandara dimana pesawat mulai melakukan misi pengambilan data.
Ilustrasi dari kontrol kalibrasi sistem LIDAR dapat dilihat pada gambar Gambar 2.16.
B.3. Kontrol Area Proyek
Kontrol area proyek digunakan untuk melakukan pengujian terhadap akurasi dari
sistem yang digunakan dan produk akhir yang dihasilkan. Jumlah titik kontrol yang
dibutuhkan sangat tergantung dari jenis proyek yang akan dilakukan dan harus
mempertimbangkan vegetasi dan tipe topografi daerah proyek.
Gambar 2.16. Gambar titik kontrol di bandara [www.airbornelasermapping.com]
Serangkaian titik kontrol geodesi yang terletak di lokasi kalibrasi bandara dan
sepanjang area proyek merupakan syarat yang harus dipenuhi guna mendapatkan nilai
kontrol kualitas yang lengkap. Walaupun LIDAR sangat konsisten untuk pengukuran
individual, tetapi LIDAR merupakan sistem yang berentang dua arah sehingga
mempengaruhi terjadinya bias. Untuk mendeteksi dan menghilangkan kesalahan dari
bias yaitu dengan melakukan cek data secara keseluruhan dengan mendirikan
serangkain titik kontrol pada area bandara (seperti yang terlihat pada gambar 16),
serangkaian titik kontrol tersebut juga harus diletakkan di sepanjang lokasi proyek.
Setelah semua sistem telah disusun dan garis penerbangan dibuat, selanjutnya
operator akan memonitor perkembangan dari pengumpulan data dan memastikan
bahwa data telah dikirim kembali ke sensor. Operator akan mengetahui apakah sistem
tersebut bekerja dengan baik atau tidak antara lain dengan melakukan cek terhadap:
sinar laser yang dipancarkan (apakah laser bekerja dengan baik atau tidak), komponen
IMU dan GPS (apakah data yang dihasilkan oleh komponen IMU dan GPS
22
konsisten). Secara umum garis penerbangan yang sebelum dengan sesudahnya
disusun sedemikian rupa sehingga bisa memenuhi sidelap sebanyak 30%, yang dapat
dilihat pada gambar 2.17.
Gambar 2.17. Overlap pada misi penerbangan LIDAR [Burtch, 2002]
2.3.4.2. Pola Scanning (Penyiaman) LIDAR
Pola scanning (penyiaman) yang dihasilkan sangat tergantung dari sensor yang
digunakan. Pola yang dihasilkan juga sangat tergantung dari jenis terrain, dan tingkah
laku pesawat pada saat terbang sepanjang jalur proyek.
1. Pola zig-zag
Pada pola ini sebuah kaca osilasi akan mengarahkan sinyal laser sepanjang swath.
Dengan menggunakan galvanometer maka pola ini dapat dibuat lebih seragam. Data
titik-titik akan terus menerus dihasilkan dari dua arah penyiaman.
Gambar 2.18. Pola zig-zag [Lohani, 1996]
2. Pola Garis Pararel
Sebuah kaca mengarahkan sinyal laser sepanjang garis pararel di sepanjang daerah
swath. Data titik-titik dihasilkan dari hasil scanning satu arah. Keuntungannya adalah
penyebarann titik-titik pada tanah akan lebih seragam.
23
Gambar 2.19. Pola garis pararel [Lohani, 1996]
3. Pola Ellips
Pola ellips dihasilkan melalui kaca nutasi yang berotasi sepanjang sumbunya.
Permukaan dari kaca akan berinklinasi pada sumbu rotasi sehingga titik-titik yang
dihasilkan akan berbentuk pola ellips.
Gambar 2.20. Pola ellips [Lohani, 1996]
4. Pola Garis Pararel –Toposys
Sinar laser ditembakkan melalui susunan dari serat optik kemudian pulsa yang
dipantulkan dikumpulkan melalui sistem yang sama. Susunan serat optik memastikan
garis-garis penyiaman adalah pararel dan secara seragam terpetakan.
Gambar 2.21. Pola garis pararel –toposys [Lohani, 1996]
2.2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Sinar Laser LIDAR Di
Darat dan Di Perairan
Kemampuan penetrasi LIDAR sangat tergantung pada medium yang
dilewatinya,apakah itu udara atau wilayah perairan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kekuatan pulsa LIDAR di darat dan di perairan adalah:
24
A. Di Perairan
1. Turbiditas
Suatu energi sinar yang melalui air intensitasnya akan dipengaruhi dua proses, yaitu:
• Penyerapan (absorsi) dan konveksi kebentuk energi lain
• Penghamburan energi ke segala arah
Akibat adanya kedua komponen ini akan mengurangi intensitas berbanding lurus
dengan jarak/kedalaman yang telah ditempuh. Pengurangan intensitas yang
diakibatkan oleh kedua proses di atas disebut dengan turbiditas.
Turbiditas mempunyai nilai besar pada area perairan dimana dasar suspensi padat,
klorofil, dan material organik tak terurai yang memiliki konsentrasi tinggi. Dapat
disimpulkan bahwa perairan yang jernih akan memiliki kemampuan penetrasi energi
laser yang lebih baik.
2. Komposisi Dasar Perairan
Kemampuan penetrasi juga tergantung kepada komposisi dasar perairan daerah
survei. Vegetasi dasar laut akan mempengaruhi reflektifitas dasar perairan dan
mengurangi kemampuan penetrasi kedalaman.
3. Kondisi Cuaca
Kondisi cuaca di daerah survei seperti kabut, asap, dan hujan dapat mempengaruhi
kemampuan penetrasi sinar laser. Pada pengukuran kedalaman, pengaruh angin yang
terlalu kencang dan pasang surut yang terlalu tinggi juga menyebabkan adanya
pergerakan massa air atau arus yang membawa sedimen dasar perairan ke dalam
kolom air dan menyebabkan berkurangnya kejernihan air. Angin juga dapat
menimbulkan busa pada permukaan air, yang menyebabkan berkurangnya
kemampuan penetrasi kedalaman. Selain itu, gelombang laut juga menyebabkan
bertambahnya kesalahan penentuan tinggi pesawat dan efek pembelokan arah sudut
pancar (beam).
25
4. Backround noise
Teknik ALH sangat tergantung pada nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang diterima
oleh receiver. Untuk menghilangkan/mengurangi efek sinyal pantulan matahari, maka
sistem ini harus dilengkapi oleh fiber optis.
B. Di Darat
1. Komposisi Dasar Permukaan Topografi
Kemampuan penetrasi juga tergantung kepada komposisi dari permukaan topografi
daerah survei. Vegetasi atau objek-objek di atas permukaan topografi akan
mempengaruhi reflektifitas dan mengurangi kemampuan penetrasi.
2. Kondisi Cuaca
Kondisi cuaca di daerah survei seperti kabut, asap, dan hujan dapat mempengaruhi
kemampuan penetrasi sinar laser.
3. Backround noise
Untuk menghilangkan/mengurangi efek sinyal pantulan matahari, maka sistem ini
harus dilengkapi oleh fiber optis.
Sedangkan faktor-faktor yang juga sangat berpengaruh terhadap pengukuran di darat
maupun di perairan adalah kemampuan dari sistem LIDAR tersebut, seperti:
• Besarnya sudut penjejak (θ)
• Panjang gelombang sinar laser
• Karakteristik receiver yang digunakan
• Banyaknya gelombng sinar laser yang dipancarkan
• Tinggi terbang pesawat
2.3.5. Georeferensi Data LIDAR
2.3.5.1.Umum
Sebelum melakukan pengolahan data LIDAR, hal pertama yang harus dilakukan
adalah menentukan kerangka referensi dari data LIDAR tersebut.
26
Besaran-besaran yang harus ditentukan atau diukur untuk menentukan georeferensi
dari data LIDAR.
• Pengukuran jarak laser yang diperoleh dengan menggunakan waktu tempuh
dari masing-masing pulsa laser.
• Sudut scanning
• Akselerasi Pesawat
• Roll, pitch, dan yaw.
• Penentuan koordinat antena GPS.
Sistem LIDAR terdiri atas tiga sensor utama, yaitu: Laser Scanner, INS (IMU), dan
GPS (lihat gambar 2.22). Ketiga sensor tersebut bekerja pada frekuensi masing-
masing. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah mengetahui berbagai macam
sistem koordinat yang terlibat dan hubungannya antar sistem koordinat tersebut.
3.3.5.2. Sistem Referensi LIDAR
1. Sistem referensi instrumen
Sistem ini berada pada pusat kaca dari instrumen. Dimana sumbu Z berada
sepanjang sinar laser yang berada pada pusat atau tengah-tengah dari area swath.
Sumbu X searah dengan hidung pesawat dan sumbu Y dapat ditentukan sesuai
dengan prinsip tangan kanan.
2. Sistem referensi Scanning
Garis merah yang ada pada gambar 2.22 mengindikasikan pulsa laser dengan
sumbu Z menjadi arah dari perjalanan sinar laser. Sumbu X dan Y searah atau
sama dengan sumbu X dan Y instrumen. Sumbu Z akan sangat bergantung
terhadap besarnya sudut scan.
3. Sistem referensi INS INS merupakan gambaran dari keadaan gravitasi lokal dan sumbu utara sebenarnya
ketika pesawat mengalami pergerakan. INS bekerja dengan cara melakukan deteksi
terhadap rotasi dari bumi dan gravitasi. Sistem referensi INS terdiri dari koordinat
27
X,Y,Z yang didefenisikan oleh roll, pitch, dan yaw. INS nantinya akan
menghasilkan nilai dari roll, pitch, dan yaw tersebut.
Gambar 2.22. Hubungan berbagai macam sistem referensi pada LIDAR
[Lohani,1996]
4. Sistem referensi Earth Tangential (ET)
Sistem ini bersumber dari sistem koordinat antena GPS (lihat gambar 2.22). Sumbu
X dinyatakan sebagai arah dari sumbu utara yang sebenarnya, dan sumbu Z berada
sepanjang pusat massa bumi. Sistem referensi ET berhubungan dengan INS yang
direalisasikan melalui roll, pitch, dan yaw yang menghasilkan koordinat X, Y, dan
Z berurutan sepanjang waktu pengambilan. ET juga dihubungkan dengan sistem
instrumen yang dinyatakan oleh vektor GPS. ET juga bisa dihubungkan dengan
WGS 84 yang dinyatakan oleh lokasi dari antena GPS pada setiap pengambilan
data. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.23. Hubungan antara ET dengan WGS 84 [Lohani, 1996]
28
2.3.6. Data dan Aplikasi LIDAR
2.3.6.1. Kepadatan Data LIDAR
Kepadatan dari suatu data LIDAR merupakan parameter penting dalam pengukuran
LIDAR. Kepadatan sebuah data tergantung dari aplikasi dari data yang diinginkan.
Kepadatan sebuah data LIDAR tergantung dari:
• Ketinggian pesawat
• Kecepatan pesawat
• Frekuensi scan
• Pola scanning
• Kekuatan pulsa
• Geometri tanah dan reflektivitas dari objek yang dipantulkan
Jika ketinggian dari pesawat H, sudut scan θ, maka lebar swath S (Gambar 2.24)
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
S = 2 H tan (θ /2) (Lihat gambar 2.24)
Gambar 2.24. Kepadatan data LIDAR
Jika banyaknya titik yang dihasilkan dalam satu kali scan adalah N, banyaknya garis
yang diperoleh dalam waktu satu detik adalah K, lebar swath adalah S, dan kecepatan
pesawat adalah V, maka dapat ditentukan:
Si
Ji Ji
Si
Garis scan
Leba
r Sw
ath
29
1. Kepadatan data (titik per panjang unit) dapat ditulis dengan rumus:
2. Spasi antar titik diperoleh dengan rumus:
3. Spasi antar garis scan diperoleh dengan rumus:
2.3.6.2. Pengklasifikasian Data LIDAR
Pengklasifikasian data LIDAR dilakukan secara otomatis menggunakan analisis
morphological filter. Analisis ini akan menggolongkan data dalam titik-titik ‘tanah’
dan ‘non-tanah’. Klasifikasi selanjutnya dapat didefinisikan sebagai titik kanopi.
Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.25. Pengklasifikasian data LIDAR [Karvak, 2007]
2.2.6.3. Format Data LIDAR dan Aplikasinya
Format data LIDAR pada umumnya berisi informasi tentang:
• Return Number
• Nilai X,Y, Z
• Arah scan
• Besar sudut scan
• Ketinggian
ds = N S
x,y,z x,y,z
x,y,z x,y,z
x,y,z
x,y,z
x,y,z
x,y,z
x,y,z
Si = S N
Ji = V K
30
• Waktu GPS
• Jarak sinar laser
Format data LIDAR pada umumnya adalah ASCII dan LAS. Dari berbagai format
data LIDAR tersebut dapat dilakukan proses konversi ke format data lain. Proses
konversi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai software, seperti:
ArcGIS, Global Mapper, dan software-software pendukung lainnya. Proses konversi
tersebut akan mempermudah pembentukan dan analisis Digital Terrain Model (DEM)
dan bentuk-bentuk detail lainnya yang dihasilkan dari data LIDAR tersebut. Data
LIDAR yang telah diolah dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti:
1. Pemodelan Banjir.
2. Pemodelan Kota 3D
3. Kehutanan
4. Perencanaan tower transmisi
5. Pengembangan kawasan Real Estate
6. Survei konstruksi
7. Survei eksplorasi minyak dan gas
8. Pemetaan batimetri, dan lain sebagainya.
Ilustrasi dari berbagai aplikasi data LIDAR dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.26. Contoh berbagai aplikasi data LIDAR [Karvak, 2007]
Pemodelan kota 3D Batimetri
kehutanan
DEM
Tower transmisi
Survei konstruksi