52
11 BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Art Therapy The American Art Therapy Association dalam Edwards (2003) mendefinisikan art therapy sebagai terapi yang menggunakan seni dalam hubungan profesional terhadap individu yang mengalami sakit, trauma atau tantangan dalam hidup, dan mengembangkan diri. Individu dapat meningkatkan kesadaran diri sendiri dan orang lain, mengatasi gejala, stres, dan pengalaman traumatis; meningkatkan kemampuan kognitif; dan menikmati kesenangan hidup dengan membuat seni. 1 Kemudian, Edwards mengungkapkan bahwa art therapy merupakan bentuk terapi menciptakan gambar dan benda yang berperan penting dalam hubungan psikoterapi antara terapis dan klien. 2 1 David Edwards, Art Therapy : Creative Therapies in Practice, (London: Sage Publications, 2004), hal. 3. 2 Ibid., h. 2.

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi ...repository.unj.ac.id/951/8/12. BAB II.pdf · 2019. 10. 31. · 11 BAB II DESKRIPSI TEORITIK,

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 11

    BAB II

    DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

    PENELITIAN

    A. Deskripsi Teoritik

    1. Pengertian Art Therapy

    The American Art Therapy Association dalam Edwards (2003)

    mendefinisikan art therapy sebagai terapi yang menggunakan seni

    dalam hubungan profesional terhadap individu yang mengalami sakit,

    trauma atau tantangan dalam hidup, dan mengembangkan diri.

    Individu dapat meningkatkan kesadaran diri sendiri dan orang lain,

    mengatasi gejala, stres, dan pengalaman traumatis; meningkatkan

    kemampuan kognitif; dan menikmati kesenangan hidup dengan

    membuat seni.1

    Kemudian, Edwards mengungkapkan bahwa art therapy

    merupakan bentuk terapi menciptakan gambar dan benda yang

    berperan penting dalam hubungan psikoterapi antara terapis dan

    klien.2

    1 David Edwards, Art Therapy : Creative Therapies in Practice, (London: Sage Publications, 2004), hal.

    3.

    2 Ibid., h. 2.

  • 12

    Liebmann menjelaskan bahwa art therapy sebagai ekspresi diri

    dalam mengkomunikasikan perasaan, bukan menilai hasil akhir.

    Dalam artian, ekspresi tersedia untuk semua orang, tidak hanya yang

    mempunyai bakat seni.3

    Menurut Case dan Dalley, art therapy melibatkan penggunaan

    media seni yang berbeda sehingga klien dapat mengekspresikan dan

    menyelesaikan masalah serta kekhawatiran yang telah membuat

    dirinya mengikuti sesi terapi. Terapis dan klien bekerjasama dalam

    mencoba memahami proses dan hasil sesi.4

    Payne menjelaskan bahwa terdapat kesamaan untuk semua art

    therapy termasuk fokus pada komunikasi non-verbal dan proses kreatif

    dengan memfasilitasi kepercayaan serta lingkungan yang aman

    sehingga individu bisa mengakui dan mengekspresikan emosi yang

    kuat.5

    Edward menjelaskan bahwa tujuan art therapy bervariasi sesuai

    dengan kebutuhan khusus individu. Kebutuhan dapat berubah karena

    hubungan terapi berkembang. Bagi seorang individu, proses terapi

    seni mungkin agar mendorong individu untuk berbagi dan

    3 Marian Liebmann, Art Therapy for Groups : A Handbook of Themes and Exercises, (New York : Taylor

    & Francis Group, 2004), h. 6.

    4 Ibid.

    5 Ibid.

  • 13

    mengeksplorasi kesulitan emosional melalui pembuatan gambar dan

    diskusi, sedangkan untuk yang lain mungkin diarahkan agar mereka

    memegang krayon dan membuat tanda sehingga mengembangkan

    cara-cara baru dalam memberikan bentuk perasaan yang sebelumnya

    terpendam.6

    Berdasarkan beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa

    art therapy merupakan bentuk terapi menggambar yang dilakukan

    agar individu mampu mengekspresikan dan mengkomunikasikan

    emosi serta perasaan melalui menggambar.

    2. Teknik Menggambar

    a. Pengertian Teknik Menggambar

    Terdapat beberapa pendapat mengenai teknik menggambar.

    Menggambar menurut Buchalter yaitu terapi dimana konselor

    memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengkomunikasikan

    pikiran, perasaan, perhatian, masalah, keinginan, harapan, mimpi

    dan keinginan dengan cara yang relatif tidak mengancam. Ekspresi

    kreatif memberikan individu kebebasan mewakili dirinya dengan

    cara apapun yang dipilih.7

    6 David Edwards, Op Cit., h. 4.

    7 Susan I. Buchalter, Art Therapy Techniques and Applications (London : Jessica Kingsley Publishers,

    2009), h. 31.

  • 14

    Kemudian, Koppitz menjelaskan bahwa menggambar

    merupakan terapi yang berfungsi sebagai jembatan antara konselor

    dan konseli dalam komunikasi nonverbal. Hasil menggambar dapat

    dilihat sebagai bahasa dalam diri mereka sendiri dan dapat

    dianalisis.8

    Selain itu, Oster dan Crone mengemukakan bahwa

    menggambar merupakan terapi dimana konseli dapat menggunakan

    media gambar untuk mengekspresikan perasaan mereka terhadap

    keluarga, orangtua tertentu, atau orang yang mungkin memiliki

    konflik dengan mereka.9

    Menurut Geldard dan Geldard, fokus penggunaan teknik

    menggambar adalah kreativitas. Semuanya mengundang anak

    untuk bereksplorasi, bereksperimen, dan bermain. Anak dapat

    menggunakan media untuk membuat gambar atau simbol yang

    mewakili suatu masalah, perasaan, dan tema dalam hubungan

    dengan ceritanya atau sebagian dari ceritanya. Bahkan anak dapat

    secara visual mengembangkan gambaran mengenai lingkungan

    dan mengenali kedudukannya dalam lingkungan tersebut. Mereka

    juga dapat menggunakan teknik menggambar untuk

    8 Gerald D. Oster dan Patricia Gould Crone, Using Drawing in Assesment and Therapy 2nd Edition (New

    York: Taylor & Francis Group, 2004), h. 22.

    9 Ibid.

  • 15

    mengeksplorasi setiap perubahan yang sudah terjadi dalam

    lingkungan, atau perubahan yang akan mereka buat setelah

    beberapa waktu.10 Jadi, teknik menggambar membantu anak untuk

    mengekspresikan dirinya. Gambar-gambar yang dibuat mewakilkan

    perasaan dan masalah yang dialaminya.

    Teknik menggambar juga memungkinkan anak berlaku

    konstruktif dan desktruktif. Sebagai contoh, anak dapat merusak

    gambar yang sudah mereka buat dengan mencoret-coret sebagian

    darinya yang menyimbolkan sesuatu yang membuatnya marah. Jika

    mereka mau, mereka dapat merusak seluruh gambar dengan

    menyobek-nyobeknya dan membuangnya.11 Anak dapat melakukan

    hal yang berbeda-beda saat menggambar. Hal tersebut

    menyimbolkan perasaan yang ada dalam dirinya. Misalnya, bila

    marah maka ia akan merusak atau bahkan menyobek hasil

    gambarnya sendiri.

    Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

    teknik menggambar merupakan media yang membantu individu

    dalam mengekspresikan perasaan terpendam yang ada dalam

    10 Kathryn Geldard dan David Geldard, Konseling Anak-Anak (Jakarta : Indeks, 2012), h. 258-259.

    11 Ibid., h. 259.

  • 16

    dirinya sehingga mampu mengungkapkan konflik yang sedang

    dialami.

    b. Manfaat Teknik Menggambar

    Terdapat banyak manfaat yang dapat konseli peroleh melalui

    teknik menggambar. Buchalter menjelaskan bahwa menggambar

    merupakan hal yang berwujud sehingga konseli tidak dapat

    menyangkal perasaannya. Gambar berfungsi sebagai kumpulan

    perasaan, masalah, kekhawatiran dan solusi berdasarkan

    pandangan konseli sendiri. Kemudian, gambar juga berfungsi

    sebagai sarana yang memfasilitasi komunikasi, pertumbuhan dan

    wawasan.12

    Selain itu, Malchiodi mengemukakan bahwa menggambar

    menyediakan sarana aman bagi anak atau remaja untuk

    mengkomunikasikan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dalam

    kata-kata. Kegiatan menggambar juga menyediakan ruang bagi

    anak atau remaja untuk menceritakan pengalaman dan mengurangi

    reactivity (ingatan mengenai kecemasan) melalui visual reexposure

    (gambar yang mengembalikan situasi cemas) dalam media

    12 Susan I. Buchalter, Art Therapy Techniques and Applications (London : Jessica Kingsley Publishers,

    2009), h. 32-33.

  • 17

    menggambar.13 Jadi, menggambar dapat membantu konseli

    mengungkapkan perasaan terpendamnya sehingga mampu

    mengurangi kecemasan.

    c. Bahan-Bahan Teknik Menggambar

    Ada beberapa bahan yang dapat digunakan dalam

    menggambar. Geldard dan Geldard mengemukakan bahwa bahan

    yang dibutuhkan untuk menggambar adalah selembar kertas

    gambar putih dan berwarna dengan berbagai ukuran, pensil, pena

    warna, pastel, krayon, dan pena flouresen (highlighter) dengan

    warna-warna cerah.14

    Kemudian, Buchalter menjelaskan bahwa berbagai bahan

    menggambar yang tersedia tergantung pada populasi dan konseli

    yang berpartisipasi dalam sesi. Bahan yang dibutuhkan untuk

    menggambar biasanya dua ukuran kertas yang berbeda (11 inchi ×

    14 inchi dan 9 inchi × 12 inchi), spidol, krayon, pastel dan pensil

    berwarna jika anggota kelompok meminta dan para peserta tidak

    terlalu kaku. Konseli dapat membuat keputusan mengenai alat yang

    mereka ingin gunakan sehingga dapat diterjemahkan ke dalam

    13 Cathy A. Malchiodi, Handbook of Art Therapy (New York: Guilford Press, 2003), h. 149.

    14 Kathryin Geldard dan David Geldard, op cit., h. 261.

  • 18

    peningkatan pengambilan keputusan dalam bidang kehidupan

    lainnya juga.15

    Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

    ada beberapa bahan yang digunakan dalam menggambar yaitu

    kertas, spidol, krayon, pastel dan pensil berwarna. Konseli dapat

    menentukan sendiri mengenai alat atau bahan apa saja yang akan

    mereka gunakan saat menggambar.

    d. Masalah Yang Dapat Ditangani Dengan Teknik Menggambar

    Teknik menggambar dapat digunakan untuk menangani

    berbagai masalah yang dialami berbagai kalangan khususnya

    remaja. Malchiodi mengemukakan bahwa menggambar

    menyediakan ruang bagi anak atau remaja untuk menceritakan

    pengalaman dan mengurangi reactivity (ingatan mengenai

    kecemasan) melalui visual reexposure (gambar yang

    mengembalikan situasi cemas) dalam media menggambar.16

    Berdasakan penelitian yang dilakukan oleh Wallin dan Durr (2002),

    diketahui bahwa aktivitas menggambar dapat meningkatkan

    15 Susan I. Buchalter, op cit., h. 31.

    16 Cathy A. Malchiodi, op cit., h. 149.

  • 19

    kemampuan belajar sosial dan emosional pada anak.17 Berdasarkan

    beberapa penjelasan tersebut, teknik menggambar membantu anak

    atau remaja untuk menceritakan pengalaman yang dialaminya.

    Selain itu, teknik menggambar pun mampu mengurangi kecemasan

    dan meningkatkan kemampuan emosional.

    Malchiodi juga menjelaskan bahwa konseli

    mengeksternalisasi pikiran dan perasaannya melalui gambar visual

    serta membantu melepaskan emosi. Dalam istilah psikologi, dikenal

    sebagai catharsis (katarsis), emosi kuat yang dilepaskan untuk

    kelegaan. Membuat gambar dan mendiskusikan gambar dapat

    “katarsis” karena memberikan pelepasan perasaan menyakitkan

    atau mengganggu. Proses kreatif pembuatan gambar juga dapat

    mengurangi stres dengan mengubah suasana hati.18

    Jadi, teknik menggambar dapat membantu individu untuk

    meluapkan perasaan terpendam dalam dirinya sehingga mampu

    mengurangi kecemasan dan stres.

    17 Ken Wallin dan Marguerite Durr, Creativity and Expressive Arts Social Emotional Learning, Journal

    Reclaiming Children and Youth, 2002, Volume 11, h. 30.

    18 Cathy A. Malchiodi, Expressive Therapies (New York: Guilford Press, 2005), h. 19.

  • 20

    e. Tahapan Pelaksanaan Teknik Menggambar

    Terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan teknik

    menggambar menurut Geldard dan Geldard yang digunakan untuk

    anak SD (6-10 tahun), praremaja (11-13 tahun), dan remaja (14-17

    tahun).

    Beberapa anak merasa sulit untuk memulai jika mereka

    diminta untuk menggambar. Ini bisa dikarenakan oleh sejumlah

    alasan seperti berikut ini:19

    1) Anak mempunyai citra diri yang buruk.

    2) Anak terbiasa meniru daripada membuat sendiri.

    3) Anak mempunyai pesan negatif mengenai kemampuannya

    menggambar.

    Untuk menangani kesulitan anak dalam memulai

    menggambar dapat digunakan latihan pemanasan sebagai

    berikut:20

    19 Kathryn Geldard dan David Geldard, op cit., h 265.

    20 Ibid.

  • 21

    1) Latihan pemanasan awal

    Konselor sering memulai dengan menggunakan latihan

    pemanasan yang diuraikan di bawah ini, yaitu “Chasey” dan “Tn

    Squiggle”.21

    a) Chasey22

    Dengan selembar kertas yang lebar, konselor

    menggunakan pena berwarna untuk membuat lingkaran di

    kertas tersebut dengan terus menerus mengubah arah,

    sementara anak dengan memakai pena yang warnanya

    berbeda mencoba mengikuti dan mendekati konselor. Setelah

    beberapa waktu, konselor berhenti memegang gambar ke atas

    dan mengatakan, “Oh, apa yang kita gambar? Bisakah kamu

    menemukan sesuatu dalam gambar itu?”, “Kelihatan seperti

    ada sesuatu?” Jika anak tidak mempunyai ide, konselor dapat

    memberi saran dengan idenya sendiri.

    21 Ibid.

    22 Ibid., h. 265-266.

  • 22

    b) Tn. Squiggle23

    Anak diminta menggambar garis atau coretan di

    lembaran kertas dan konselor kemudian menggunakan garis

    ini untuk membuat sebuah gambar. Contohnya konselor dapat

    menambahkan mata dan kumis pada coretan anak untuk

    membuat gambar kucing.

    2) Latihan pemanasan untuk membantu anak “berkontrak”

    dengan perasaan24

    Ketika anak mengatakan, “Saya tidak bisa menggambar”

    atau “Saya tidak ingin menggambar”, konselor perlu

    memfokuskan diri pada perasaaan anak. Langkah pertama

    adalah membantu anak untuk merasakan apa yang dialami

    tubuhnya. Konselor dapat mengatakan kepada anak, “Pejamkan

    matamu” dan kemudian “Perhatikan apa yang dirasakan

    tubuhmu”.

    Sebagai tambahan, konselor dapat mengatakan sesuatu

    seperti, “Perhatikan bahu kamu menyandar ke meja”, dan

    “Seperti apa rasanya?” Sebuah pertanyaan kemudian diajukan

    23 Ibid

    24 Ibid., h. 266.

  • 23

    tentang kaki anak yang menampak di lantai. Anak selanjutnya

    diminta untuk menggambar. Konselor dapat mengatakan,

    “Dapatkah kamu merasakan kakimu menapak di lantai?” dan

    “Coba buatkan gambar kaki kamu di lantai, untuk saya.”

    Untuk memberikan kontras, konselor dapat mengatakan

    kepada anak, “Berdirilah, pejamkan matamu, dan sentuh langit-

    langit”, dan kemudian “Gambarkan bagaimana rasanya berdiri

    tegak dan menyentuh langit-langit.” Anak juga bisa diminta untuk

    meringkuk seperti bola di lantai dan kemudian menggambarkan

    apa rasanya.

    Sesudah melakukan latihan ini, kita selanjutnya dapat

    menanyakan kepada anak tentang pengalamannya yang baru

    saja berlalu. Sebagai contoh, “Apa yang kamu lakukan persis

    sebelum kamu datang ke sesi ini?” Jawabannya mungkin, “Saya

    mengendarai sepeda di jalan raya.” Konselor selanjutnya dapat

    mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

    “Apa rasanya mengendarai sepeda di jalan raya?”

    “Apa rasanya mengayuh pedal?”

    “Apa rasanya menaruh tangan di setang sepeda?”

  • 24

    Begitu anak bisa merasakan apa yang dirasakan tubuh,

    konselor dapat memintanya untuk menggambarkan perasaannya

    dengan mengatakan, “Coba buatkan saya gambar yang

    menunjukkan kepada saya bagaimana perasaanmu sekarang.”

    Tujuan latihan pemanasan adalah membuat anak

    merasakan perasaannya dan membantu anak untuk mulai

    menggunakan media.

    3) Menggunakan teknik menggambar25

    Bagi anak dari usia delapan atau sembilan tahun ke atas,

    menggambar yang melibatkan fantasi adalah tak ternilai

    harganya. Ini memungkinkan mereka melepaskan emosi, yang

    tidak diterima di lingkungan masyarakat seperti kebencian dan

    kemarahan, serta mengekspresikan rahasia dan keinginannya.

    Konselor dapat memulai dengan meminta anak untuk

    menciptakan dunianya pada selembar kertas, menggunakan

    bentuk-bentuk, garis, dan warna, serta dapat mengatakan,

    “Bayangkan duniamu sebagai garis, bentuk, dan warna. Gunakan

    seluruh kertas untuk menunjukkan kepada saya dimana orang-

    orang, tempat, dan barang-barang berada di dalam duniamu.”

    25 Ibid., h. 267-268.

  • 25

    Jika anak sudah selesai menggambar, konselor dapat

    mengeksplorasi hubungan antar-bentuk dengan memperhatikan

    kedekatan beberapa bentuk terhadap yang lain, atau jarak antar

    beberapa bentuk dengan yang lain. Selanjutnya, konselor dapat

    menggunakan pernyataan umpan balik untuk mendorong anak

    membicarakan makna posisi relatif ini. Sebagai contoh, konselor

    dapat menunjuk beberapa bentuk dan mengatakan, “Saya

    perhatikan bentuk yang ada disini letaknya jauh dari bentuk yang

    disini.”

    Teknik menggunakan bentuk, garis, dan warna juga dapat

    digunakan secara efektif untuk membantu anak menggambar

    keluarganya. Sebagai contoh, konselor dapat mengatakan,

    “Bayangkan masing-masing anggota keluargamu, dan

    gambarkan mereka seolah mereka adalah bentuk, garis, atau

    warna pada kertas kamu.”

    Kadang-kadang konselor mungkin ingin membantu anak

    untuk menemukan lebih banyak tentang dirinya sebagai seorang

    individu. Cara yang baik untuk melakukan hal ini adalah meminta

    anak membayangkan bahwa mereka adalah sebatang pohon.

    Konselor dapat mengatakan, “Bayangkan kamu adalah pohon

    dan buatlah gambar diri kamu sebagai sebatang pohon.”

  • 26

    Anak-anak kadang-kadang membutuhkan pemicu dan

    bantuan untuk memulai setelah diberi instruksi di atas. Pada

    keadaaan ini, konselor dapat mengajukan pertanyaan untuk

    membantu anak menemukan kreativitasnya. Misalnya, dapat

    menanyakan:

    Jenis pohon apakah kamu?

    Apakah ada buahnya?

    Apakah besar?

    Apakah tinggi?

    Apakah ada bunganya?

    Apakah bunganya banyak, atau hanya beberapa?

    Seperti apa penampilan kamu di musim dingin?

    Apakah ada dahanmu yang patah?

    Apakah daun-daunmu kecil atau besar?

    Apakah kamu tumbuh di dekat pohon lain, atau sendirian?

  • 27

    Setelah itu, kita dapat meminta anak untuk menguraikan

    gambarnya dengan mengatakan, “Berpura-puralah menjadi

    pohon itu, dan katakan kepada saya, apa rasanya di gambar itu?”

    Konselor sering menemukan bahwa anak begitu

    mengidentifikasikan dirinya dengan pohon yang digambarnya. Ini

    sangat bermanfaat dalam membantu anak untuk mulai

    membahas masalah-masalah pribadi.

    4) Topik yang bermanfaat untuk menggambar26

    Topik yang sesuai dapat dibahas dengan menggunakan

    instruksi berikut ini :

    Buatlah gambar ketika kamu bayi.

    Buatlah gambar sakit kepalamu.

    Buatlah gambar kemarahan kamu.

    Buatlah gambar kecemasan kamu.

    Buatlah gambar dimana kamu ingin berada jika kamu bisa

    membuat mukjijat.

    Buatlah gambar mimpimu.

    26 Ibid., h. 268.

  • 28

    Buatlah gambar mimpi burukmu.

    Dengan masing-masing gambar di atas, akan bermanfaat

    jika kita mengeksplorasikan bagaimana anak merasa ketika

    mereka melibatkan dirinya sendiri ke dalam gambar tersebut.

    Sebagai contoh, jika anak menggambarkan dirinya sebagai bayi,

    konselor dapat menanyakan, “Saya ingin tahu apa yang

    dirasakan bayi itu?”

    Jika ada orang lain atau benda lain dalam gambar,

    konselor dapat menunjuk satu di antaranya dan mengatakan,

    “Cobalah menjadi orang [benda] ini,” dan “Bagaimana rasanya?”.

    Adapun tahapan teknik menggambar menurut Buchalter

    yang akan dilakukan yaitu :27

    1) Warm-up28

    Warm-up adalah tahap awal dalam pelaksanaan

    menggambar. Tujuan warm-up untuk membantu konseli

    merasa tenang, santai, mengatur napas dengan baik, dan

    bersosialisasi dengan anggota kelompok.

    27 Susan I. Buchalter, op cit., h. 12-31.

    28 Ibid., h. 12.

  • 29

    2) Mindfulness29

    Tahap mindfulness membantu konseli untuk

    memusatkan perhatiannya pada apa yang dia alami dan

    membiarkan pikiran mengalir secara perlahan. Kemudian,

    konseli diminta untuk menggambarkan kondisinya tersebut dan

    dilanjutkan dengan membahas serta diskusi bersama konselor.

    3) Drawing30

    Tahap drawing merupakan tahap inti. Pada tahap ini,

    konseli diminta untuk membayangkan kembali pengalaman

    klien mengenai permasalahannya dan dilanjutkan dengan

    menggambar. Konselor menggali permasalahan konseli melalui

    gambar tersebut. Kemudian, konselor juga mengajak klien untuk

    mencari pemecahan masalah yang dialami.

    Pada pelaksanaannya menurut Chairani, terapi

    menggambar akan dilakukan tiga kali dalam seminggu yang

    terbagi dalam 6 kali pertemuan.31 Setiap pertemuan terdapat

    29 Ibid., h. 24.

    30 Ibid., h. 31.

    31 Zul Chairani, Efektivitas Terapi Menggambar untuk Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Warga

    BInaan di Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Yogyakarta: Fakultas Psikologi

  • 30

    tiga sesi utama yaitu relaksasi, menggambar, dan refleksi.

    Terapi menggambar dalam penelitian ini dilakukan secara

    berkelompok dengan pertimbangan agar subjek merasa

    nyaman karena mengalami permasalahan yang sama dengan

    subjek lain. Kegiatan terapi dalam kelompok juga diharapkan

    memberi efek positif karena terdapat proses saling menguatkan

    dan menerima informasi baru yang positif dari setiap subjek

    yang ada di dalam kelompok.

    f. Kecocokan Teknik Menggambar

    Menggambar sangat cocok dan efektif digunakan pada anak

    prasekolah dan sekolah dasar melalui kerja kelompok, konseling

    individual, kelompok dan keluarga.32 Menggambar adalah teknik

    yang paling bermanfaat untuk mengungkapkan perasaan dan

    masalah melalui simbolik bagi masa pra-remaja sampai akhir

    remaja. Teknik menggambar dapat digunakan pada pra remaja usia

    11-13 tahun, remaja usia 14-17 tahun, dan akhir remaja usia 14-17

    tahun.

    Universitas Ahmad Dahlan, (Jurnal Psikologi Terapan dan Pendidikan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2013),

    h.9.

    32 Kathryn Geldard dan David Geldard, op cit., h. 271.

  • 31

    Kecocokan teknik menggambar untuk siswa pra remaja

    sampai akhir remaja dapat dilihat pada tabel kecocokan media dan

    aktivitas untuk berbagai kelompok usia yang ada pada tabel 2.1

    sebagai berikut :

    Tabel 2.1

    Tabel kecocokan media dan aktivitas untuk berbagai kelompok usia33

    Usia

    Media

    Prasekolah

    2-5 tahun

    SD

    6-10

    tahun

    Praremaja

    11-13

    tahun

    Remaja

    14-17

    tahun

    Buku/cerita

    Lempung

    Konstruksi

    Menggambar

    Melukis dengan jari

    Permainan

    Perjalanan khayalan

    Permainan pura-pura

    imajinatif

    Hewan miniature

    Melukis/

    Menempel

    Boneka

    tangan/mainan

    Baki pasir

    Simbol/figure

    Lembar kerja

    Paling cocok

    Cocok

    Kurang cocok

    33 Ibid., h. 216.

  • 32

    3. Kecemasan Sosial

    a. Pengertian Kecemasan Sosial

    Menurut La Grace dan Lopez, kecemasan sosial adalah

    kondisi dimana individu menghindari hubungan sosial dan

    mengalami perasaan stres yang bisa membawa hubungan buruk

    dalam interaksinya dengan teman sebaya. Kecemasan sosial bisa

    merusak hubungan dengan orang-orang yang seharusnya dekat

    dan memiliki kontribusi untuk mendukung individu.34

    Schlenker & Leary mengemukakan bahwa kecemasan sosial

    melibatkan perasaan ketakutan, kesadaran diri, dan tekanan

    emosional dalam situasi evaluasi sosial. Kecemasan sosial terjadi

    ketika orang ingin membuat kesan yang baik tapi ragu bahwa

    mereka akan berhasil. Harus ada keyakinan bahwa situasi

    melibatkan pengawasan atau evaluasi oleh orang lain. Evaluasi

    negatif mungkin terjadi dan dampaknya akan merugikan. Inti dari

    kecemasan sosial yaitu individu takut bahwa dirinya dianggap

    kurang atau tidak memadai dan akan ditolak oleh orang lain.35

    34 Annette M. La Greca dan Nadja Lopez, Social Anxiety Among Adolescents: Linkages with Peer

    Relations and Friendships, Journal of Abnormal Child Psychology, 1998, Vol. 26, No.2, h. 85.

    35 Harold Leintenberg, Handbook Of Social And Evaluation Anxiety (New York: Plenum Press, 1990), h.

    1.

  • 33

    American Psychiatric Association mengemukakan bahwa:

    Kecemasan sosial adalah ketakutan yang menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial yang terkait dan berhubungan dengan performa, yang membuat individu harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak dikenalnya atau menghadapi kemungkinan diamati oleh orang lain, takut bahwa dirinya akan dipermalukan atau dihina.36

    Menurut Butler, kecemasan sosial adalah istilah untuk

    ketakutan, rasa gugup, dan kecemasan yang dirasakan seseorang

    saat melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Kecemasan

    sosial menyerang seseorang ketika berpikir jika melakukan sesuatu

    akan memalukan dirinya dan dinilai negatif oleh orang lain.37

    Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

    bahwa individu yang mengalami kecemasan sosial akan kesulitan

    dalam interaksi sosial. Oleh sebab itu, individu sulit untuk berbicara

    dan menjalin hubungan pertemanan karena perasaan takut serta

    cemas yang ada dalam dirinya. Dengan adanya kesulitan tersebut,

    individu yang mengalami kecemasan sosial menjadi takut

    berhubungan atau berinteraksi sehingga terisolir oleh orang lain.

    36 Debra A. Hope, et al., Managing Social Anxiety: A Cognitive Behavioral Therapy Approach (USA:

    Gray Wind Publications Incorporated, 2000), h.4.

    37 Gilian Butler, Overcoming Social Anxiety and Shyness: A self-helf using Cognitive Behavioral

    Techniques (New York: Basic Book, 2008), h.1.

  • 34

    b. Aspek-Aspek Kecemasan Sosial

    La Greca dan Lopez mengemukakan bahwa terdapat tiga

    aspek kecemasan sosial yaitu : 38

    1) Ketakutan akan evaluasi negatif39

    Ketakutan akan evaluasi negatif yaitu kondisi dimana

    individu mengalami ketakutan, kekhawatiran, kecemasan

    mengenai evaluasi negatif dari teman sebaya.

    2) Penghindaran sosial dan kesulitan—baru40

    Penghindaran sosial dan kesulitan—baru yaitu rasa gugup

    dan menghindar terhadap orang atau situasi yang baru.

    3) Penghindaran sosial dan kesulitan—umum41

    Penghindaran sosial dan kesulitan—umum ditandai

    dengan rasa tidak percaya diri dan tidak nyaman dengan orang

    yang dikenal atau situasi umum.

    c. Dampak Kecemasan Sosial

    Leitenberg mengemukakan bahwa terdapat beberapa

    dampak kecemasan sosial. Dampak kecemasan yaitu menghambat

    38 Annette M. La Greca dan Nadja Lopez, op cit, h. 86.

    39 Ibid.

    40 Ibid.

    41 Ibid.

  • 35

    dan mengganggu kinerja dalam berbagai situasi seperti

    menghambat perkembangan persahabatan dan hubungan seksual.

    Dampak tersebut dapat mencegah tercapainya tujuan di sekolah,

    tempat kerja, dan masyarakat. Kemudian, dampak ekstrim yang

    dapat timbul yaitu berkembang menjadi gangguan kepribadian yang

    serius (kepribadian menghindar) atau gangguan kecemasan.42

    Berdasarkan penjelasan mengenai dampak kecemasan

    sosial, dapat disimpulkan bahwa kecemasan dapat mengganggu

    perkembangan persahabatan dan mencegah tercapainya tujuan di

    sekolah, tempat kerja serta masyarakat. Selain itu, dampak yang

    lebih parah yaitu dapat mengakibatkan siswa memiliki gangguan

    menghindar dan kecemasan.

    d. Karakteristik Kecemasan Sosial

    Gillian Buttler mengungkapkan beberapa karakteristik yang

    menunjukkan individu dengan kecemasan sosial yaitu :43

    1) Menghindari situasi yang menyulitkan atau rumit (Subtle Kinds of

    Avoidance)44

    42Harold Leintenberg, op cit., h. 4.

    43 Gillian Buttler, op cit., h.11.

    44 Ibid.

  • 36

    Avoidance (menghindar) adalah tidak melakukan sesuatu

    karena takut jika melakukan sesuatu akan membuat diri sendiri

    cemas.

    2) Perilaku yang aman (Safety Behaviors)45

    Safety behavior (perilaku aman) yaitu melakukan sesuatu

    untuk menjaga diri agar tetap aman. Banyak perilaku yang aman

    (safety behaviors) melibatkan berusaha untuk tidak menarik

    perhatian yang tidak diinginkan.

    3) Menjauhi Masalah (Dwelling on The Problem)46

    Kecemasan sosial dapat datang kapan saja, sebagian

    karena sifat atau perilaku orang lain tidak dapat diprediksi dan

    sebagian karena rasa takut itu dapat muncul secara tiba-tiba.

    Antisipasi dari orang yang mengalami kecemasan sosial untuk

    tidak terlalu terlibat masalah dengan memikirkan apa yang

    akan dilakukannya bila terjadi masalah di masa yang akan

    datang. Ketakutan dan kecemasan membuat seseorang sulit

    untuk melihat ke masa depan dan mengikuti berbagai kegiatan

    serta menikmati setiap kegiatan.

    45 Ibid., h. 14.

    46 Ibid., h. 14-15.

  • 37

    Orang dengan kecemasan sosial fokus terhadap apa

    kesalahan yang mungkin akan dilakukannya dan

    mengasumsikan apa reaksi orang lain terhadap dirinya serta

    mengingat-ingat setiap kesalahan yang pernah dilakukannya.

    4) Self Esteem, Self Confidence and Feelings of Inferiority47

    Kecemasan sosial menjadikan seseorang merasa

    berbeda dengan orang lain, selalu berpikiran negatif-merasa

    lebih buruk dari orang lain, merasa aneh, sehingga itu akan

    mempengaruhi self-esteem dan kepercayaan diri. Orang yang

    memiliki kecemasan sosial akan berpikir orang lain akan

    mengabaikan atau tidak mempedulikan dirinya sehingga

    mengartikan setiap pandangan dan perbincangan orang lain

    terhadap dirinya sebagai tanda mereka berpikir buruk terhadap

    dirinya. Kemudian, orang yang memiliki kecemasan sosial

    mengevaluasi diri secara negatif dan melihat kelemahan diri

    sehingga orang yang memiliki kecemasan sosial hidup dalam

    ketakutan.

    5) Demoralization and Depression; Frustration and Resentment

    (Hilang Semangat dan Depresi; Frustrasi dan Kebencian/Rasa

    Marah)48

    47 Ibid., h. 16.

  • 38

    Merasa frustrasi terhadap kepribadian diri sendiri,

    sehingga kecemasan sosial membuat putus asa. Orang yang

    memiliki kecemasan sosial juga dapat merasa depresi seperti

    orang yang marah dan benci saat menemukan orang lain

    sangat mudah melakukan sesuatu yang menurut dirinya

    sangat sulit untuk dilakukan.

    6) Effect on Performance49

    Kesulitan terbesar dari orang yang mengalami kecemasan

    sosial adalah saat kecemasan sosial mengganggu kehidupan

    sehari-hari dan kemampuan untuk merencanakan kegiatan.

    Individu menjadi sulit menunjukan kemampuan yang

    sebenarnya dan mencegah meraih hal yang diinginkan.

    e. Faktor-Faktor Kecemasan Sosial

    Menurut Durand dan Barlow, ada tiga faktor yang dapat

    menyebabkan kecemasan sosial yaitu :50

    1) Individu dapat mewarisi kerentanan biologis menyeluruh

    untuk mengembangkan kecemasan atau kecenderungan

    48 Ibid., h. 17.

    49 Ibid.

    50 David H. Barlow dan V. Mark Durand, Abnormal Psychology: An Integrative Approach 7th Edition

    (Canada: Cengage Learning, 2015), h.152-153.

  • 39

    biologis untuk menjadi sangat terhambat secara sosial.

    Eksistensi kerentanan psikologis menyeluruh seperti tercermin

    pada perasaan atas berbagai peristiwa, khususnya peristiwa

    yang sangat menimbulkan stres, mungkin tidak dapat

    dikontrol sehingga akan mempertinggi kerentanan individu.

    Individu yang berada dalam kondisi stres mengalami kecemasan

    dan perhatian yang difokuskan pada diri sendiri serta dapat

    meningkat sampai ke titik yang mengganggu kinerja, bahkan

    disertai oleh adanya alarm (serangan panik).

    2) Individu yang berada dalam kondisi stres mungkin mengalami

    serangan panik yang tidak terduga pada sebuah situasi

    sosial yang selanjutnya akan dikaitkan (dikondisikan) dengan

    stimulus-stimulus sosial. Individu kemudian akan menjadi

    sangat cemas tentang kemungkinan untuk mengalami alarm

    (serangan panik) lain (yang dipelajari) ketika berada dalam

    situasi-situasi sosial yang sama atau mirip.

    3) Individu mungkin mengalami sebuah trauma sosial yang

    menimbulkan alarm aktual. Kecemasan lalu berkembang

    (terkondisi) di dalam situasi-situasi sosial yang sama atau mirip.

    Pengalaman sosial yang traumatik mungkin juga meluas kembali

    ke masa-masa sulit di masa kanak-kanak. Masa remaja awal

  • 40

    biasanya antara umur 12 sampai 15 tahun adalah masa

    ketika anak-anak mengalami serangan brutal dari teman-

    teman sebayanya yang berusaha menanamkan dominasi

    mereka. Pengalaman ini dapat menghasilkan kecemasan dan

    panik yang direproduksi di dalam situasi-situasi sosial di masa

    mendatang.

    4. Cyberbullying

    a. Pengertian Cyberbullying

    Kowalski, Limber, dan Agaston mendefinisikan cyberbullying

    sebagai tindakan bullying yang terjadi karena kemajuan teknologi

    yaitu telepon seluler dan internet.51 Sedangkan, Willard menjelaskan

    bahwa cyberbullying yaitu berbicara memfitnah, termasuk bullying,

    pelecehan atau diskriminasi, dan mengungkapkan informasi pribadi

    yang berisi komentar yang menyinggung, vulgar, dan menghina.52

    Patchin dan Hinduja mengemukakan bahwa secara

    konseptual terdapat beberapa elemen dalam menentukan definisi

    cyberbullying. Pertama, melibatkan penggunaan teknologi untuk

    51 Robin M. Kowalski, Susan P. Limber, dan Patricia W. Agaston, Cyberbulling: bullying in the digital

    age (USA : Wiley-Blackwell, 2008), h. 1

    52 Shaheen Shariff, Cyber-bullying: issues and solutions for the school, the classroom and the home

    (New York : Taylor & Francis, 2008), h. 41

  • 41

    menggertak orang lain. Teknologi yang digunakan untuk

    cyberbullying bisa saja komputer, ponsel, tablet, wifi kamera digital,

    atau perangkat elektronik lainnya. Kedua, melibatkan kondisi yang

    membahayakan. Korban atau target cyberbullying mengalami

    dampak negatif (psikologis, emosional, dan sosial) dengan adanya

    kejadian itu. Ketiga, cyberbullying adalah perilaku yang diulang-

    ulang. Cyberbullying terjadi secara berulang-ulang seperti bullying

    tradisional. Cyberbullying adalah ketika seseorang berulang kali

    melecehkan, menganiaya, atau mengolok-olok orang lain secara

    online atau saat menggunakan ponsel atau perangkat elektronik

    lainnya.53

    Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan

    bahwa cyberbullying adalah tindakan mengganggu dan melecehkan

    seseorang melalui internet. Cyberbullying merupakan hasil dari

    kemajuan teknologi.

    b. Bentuk-Bentuk Cyberbullying

    Willard mengemukakan delapan perilaku yang termasuk

    dalam cyberbullying yaitu flaming, harassment, denigration,

    53 Justin W. Patchin dan Sameer Hinduja, Cyberbullying Prevention And Response: Expert Perspective

    (New York : Taylor & Francis, 2012), h. 14-15.

  • 42

    impersonation, outing and trickery, exclusion/ostracism,

    cyberstalking, dan happy slaping.54

    1) Flaming

    Flaming mengacu pada kebencian antara dua atau lebih

    individu melalui teknologi komunikasi. Flaming dapat terjadi di

    chat room atau di grup diskusi. Flaming ini berupa mengirimkan

    pesan yang menghina, menggunakan bahasa yang kasar, dan

    perdebatan tanpa dasar yang kuat.

    2) Harrasment (pelecehan)

    Black’s Law Dictionary mendefinisikan harassment

    sebagai kata-kata, perilaku atau tindakan (biasanya dilakukan

    secara berulang), atau menyebabkan penderitaan secara emosi

    terhadap individu. Bentuk harassment berupa posting berulang

    kali di suatu forum atau mengirimkan pesan yang tidak pantas

    melalui media sosial. Kemudian, mengirim pesan spam dengan

    jumlah belasan hingga ratusan pesan juga termasuk tindakan

    harassment.

    3) Denigration (pencemaran nama baik)

    Denigration adalah menyampaikan informasi yang tidak

    benar mengenai individu yang bertujuan merusak reputasi atau

    54 Robin M. Kowalski, Susan P. Limber, dan Patricia W. Agaston, op cit., h. 46-51.

  • 43

    nama baik. Contoh dari denigration yaitu menyebarluaskan aib

    (benar atau tidak) dengan tujuan untuk mencela, merusak

    reputasi, dan pertemanan.

    4) Impersonation (peniruan)

    Impersonation yaitu menggunakan akses akun orang lain

    tanpa meminta izin. Mengubah privasi akun orang lain juga

    termasuk dalam impersonation. Kemudian, pelaku cyberbullying

    menyebarkan informasi tidak sesuai kepada orang lain. Contoh

    impersonation adalah menggunakan password korban untuk

    mengakses akunnya.

    5) Outing and Trickery (menyebarkan rahasia pribadi dan penipuan)

    Outing dan trickery mengacu pada membagi informasi

    pribadi yang memalukan kepada orang lain. Informasi ini

    seharusnya tidak perlu disebarluaskan. Korban dibujuk untuk

    mengungkapkan rahasianya dan pelaku menyebarkannya

    kepada orang lain.

    6) Exclusion / Ostracism (pengeluaran)

    Exclusion/ostracism merupakan pengucilan secara online

    yang terjadi dalam lingkungan yang dilindungi oleh kode sandi.

    Dalam beberapa kasus, dikucilkan terjadi ketika seseorang tidak

    merespon secara cepat email yang dikirimkan kepada mereka.

  • 44

    Contoh exclusion/ostracism yaitu sengaja memblokir,

    mengabaikan, mengasingkan atau mengucilkan seseorang dari

    grup online.

    7) Cyberstalking

    Cyberstalking mengacu pada penggunaan komunikasi

    elektronik untuk menguntit, melecehkan, dan mengancam yang

    dilakukan secara berulang kali. Black’s Law Dictionary

    mendefinisikan stalking sebagai suatu tindakan mengikuti orang

    lain secara diam-diam atau mengikuti orang lain secara diam-

    diam dengan tujuan untuk mengganggu atau melecehkan orang

    lain.

    8) Happy Slapping

    Remaja biasanya melakukan intimidasi terhadap remaja

    lain dengan menggunakan kamera handphone. (ponsel).

    Intimidasi yang dilakukan pelaku cyberbullying berupa ancaman

    dan menyebarluaskan foto atau video yang tidak baik.

    Berdasarkan bentuk-bentuk cyberbullying tersebut, peneliti

    membatasi menjadi tiga bentuk cyberbullying yaitu flaming,

    impersonation, dan happy slapping. Peneliti membatasi tiga

    bentuk cyberbullying berdasarkan fenomena yang ada, antara

    lain :

  • 45

    1) Yana Choria Utami menjelaskan bahwa cyberbullying

    didapatkan melalui direct attact dan by proxy. Direct attact ,

    yaitu berbentuk pesan langsung/ hinaan, ejekan, dan

    ancaman. Sedangkan by proxy adalah pengambilan alih

    account. Dampak dari cyberbullying mengakibatkan perubahan

    sikap dan timbulnya pengucilan terhadap korban. Temuan

    data di lapangan menunjukkan bahwa, terdapat bentuk-bentuk

    cyberbullying yang diterima mulai facebok di-hack sampai

    diolok-olok atau dihina di media sosial. Bentuk-bentuk

    cyberbullying tersebut, yaitu cyberbullying direct attact dan

    cyberbullying by proxy. Bentuk cyberbullying disini berbentuk

    tulisan yang langsung ditujukan terhadap korban, bisa melalui

    pesan langsung atau pun timeline di facebook atau twitter.

    Cyberbullying by proxy bentuk cyberbullying ini berbeda

    dengan yang pertama pada bentuk ini account seseorang

    diambil alih dan semua informasi bisa diganti-ganti tanpa

    sepengetahuan pemilik account. Dapat dilihat di sini bahwa

    cyberbullying yang diperoleh siswa remaja tidak hanya dalam

    bentuk direct attact. Mereka juga mendapatkan bullying dalam

    bentuk proxy. Hal tersebut menandakan bahwa pelaku lebih

    pintar dalam hal teknologi informasi, atau pengetahuan dalam

  • 46

    dunia teknologi informasi mereka sudah di atas rata-rata

    daripada korban, sehingga mereka dengan mudah membobol

    account.55 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan

    bahwa terdapat bentuk cyberbullying yaitu flaming dan

    impersonation.

    2) Kasus bunuh diri yang diakibatkan bullying di media sosial.

    Salah satunya adalah kasus yang dialami oleh Amanda Todd.

    Kasus yang sempat menggemparkan Kanada ini berawal dari

    foto topless Amanda yang tersebar di jejaring sosial. Foto

    tersebut diambil saat ia masih berada di kelas 7. Saat itu

    Amanda berkenalan dengan seorang pria tak dikenal di

    internet, melalui layanan videocam pria tersebut membujuk

    Amanda agar mau memperlihatkan payudaranya. Setahun

    setelahnya, pria tersebut kemudian mengancam Amanda akan

    menyebarkan rekaman video itu jika Amanda tidak mau

    mempertontonkan daerah pribadinya kepada pria itu.

    Puncaknya, sebuah akun di facebook menggunakan foto bugil

    Amanda sebagai foto profil lalu mengontak teman-teman

    sekolah Amanda. Pada 10 Oktober 2012, Amanda ditemukan

    tewas di rumahnya. Kasus cyberbullying juga dialami oleh

    55 Yana Choria Utami, Cyberbullying di Kalangan Remaja (Studi tentang Korban Cyberbullying di

    Kalangan Remaja di Surabaya), Skripsi, Universitas Airlangga, 2014

  • 47

    Yoga Cahyadi. Pada Sabtu 26 Mei 2013, pria asal Yogyakarta

    ini melakukan tindakan nekat dengan menabrakkan diri ke

    kereta api yang tengah melintas. Diduga kuat Yoga yang akrab

    dipanggil Kebo, memilih mengakhiri hidupnya karena tekanan

    dan hujatan akibat gagalnya acara hiburan Lockstock Fest#2.

    Sebagai ketua penyelenggara, ia dianggap orang yang paling

    bertanggung jawab atas kegagalan acara tersebut.56

    Berdasarkan penjelasan mengenai kedua kasus bunuh diri

    tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat bentuk

    cyberbullying yaitu happy slaping dan flaming.

    Teknik menggambar dapat membantu individu

    mengungkapkan perasaan terpendam sehingga tiga bentuk

    cyberbullying yaitu flaming, impersonation, dan happy slaping

    dapat ditangani melalui intervensi berupa teknik menggambar

    dalam art therapy.

    c. Faktor-Faktor Terjadinya Cyberbullying

    Shariff mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang

    mendorong terjadinya cyberbullying yaitu :57

    56 http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20140910112008-255-2906/ketika-bullying-berujung-

    maut/ , diakses pada tanggal 23 November 2015.

    57 Shaheen Shariff, op cit., h. 28.

  • 48

    1) Latar belakang etnis dan agama lebih sering dikaitkan dengan

    laki-laki yang lebih tua sebagai alasan untuk bullying, sedangkan

    jenis kelamin lebih sering dijadikan sebagai alasan diskriminasi

    oleh laki-laki remaja sebagai ejekan (pelecehan seksual).

    2) Persepsi kaya atau miskin dan latar belakang keluarga menjadi

    perhatian yang minim, tapi cara seseorang dalam berpenampilan

    dan berpakaian merupakan motivasi yang signifikan untuk

    bullying, terutama pada anak perempuan.

    3) Anak laki-laki menyerang anak yang rajin lebih sering

    dibandingkan anak perempuan pada masa remaja, tapi

    "kepandaian" korban memotivasi siswa dari kedua jenis kelamin

    untuk melakukan tindakan bullying sampai kelas 11. Masalah

    belajar dan kurangnya bakat olahraga juga menjadi motivasi bagi

    anak-anak melakukan bullying sampai kelas 11.

    4) Being different (berbeda) menyebabkan tindakan diskriminasi

    dengan sedikit pengurangan sampai kelas 11. Hal ini terutama

    berlaku bagi siswa yang baru dalam lingkungan sekolah dan

    berbicara dengan aksen yang berbeda.

    d. Dampak Cyberbullying

    Terdapat beberapa dampak cyberbullying yang dapat

    menimpa korban. Patchin dan Hinduja mengungkapkan bahwa

  • 49

    dampak cyberbullying yaitu rendahnya harga diri (lower self-

    esteem), kecemasan yang tinggi (heightened anxiety),

    meningkatnya jumlah ketidakhadiran di sekolah (a higher number of

    school absences), perilaku agresif (aggressive behavior),

    penyalahgunaan zat (substance abuse), dan gejala fisik yang lebih

    besar (greater physical symptomology). Konsekuensi cyberbullying

    juga dapat relatif besar terhadap individu yang mendapat intimidasi

    bullying tradisional. Salah satu alasannya mungkin anonimitas yang

    melekat pada banyak kasus cyberbullying. Identitas pelaku yang

    tidak dapat diketahui dapat meningkatkan perasaan

    ketidakberdayaan korban.58

    Hasil Penelitian Rigby menunjukkan bahwa siswa laki-laki

    yang mengalami cyberbullying mengaku merasa marah, sedangkan

    siswa perempuan lebih menunjukkan perilaku sedih. Sebanyak 63%

    siswa laki-laki merasa marah dan sebanyak 39% siswa perempuan

    menunjukkan reaksi marah.59

    58 Justin W. Patchin dan Sameer Hinduja, op cit., h. 24.

    59 Ken Rigby, Bullying in School and what to do about it (Australia : ACER Press, an imprint of

    Australian Council for Educational Research Ltd, 2007), h. 50

  • 50

    Berikut dampak psikologis cyberbullying yaitu :60

    1) Harga diri

    Efek yang sangat besar dalam tindakan cyberbullying yaitu

    menurunkan harga diri pada korban. Harga diri rendah disini yang

    disampaikan oleh Rosenberg (1986) yaitu siswa yang

    mempunyai harga diri yang rendah setuju dengan pernyataan

    berikut: “saya merasa tidak punya apa-apa yang bisa

    dibanggakan, “saya merasa diri saya tidak mempunyai kelebihan

    apapun”, “saya selalu berharap bisa menghargai diri sendiri”,

    “semua itu menunjukan saya memang gagal”.

    2) Dikucilkan (Isolation)

    Siswa yang mengalami cyberbulying biasanya hanya

    memiliki sedikit teman. Siswa yang menjadi korban dianggap

    lemah sehingga hanya sedikit siswa lain yang mau berteman

    dengannya. Dengan demikian, siswa korban cyberbullying

    menjadi terisolasi sehingga menyebabkan rendahnya rasa

    percaya diri yang mengakibatkan mereka dikucilkan.

    3) Ketidakhadiran (Absenteeism)

    Sudah biasa terjadi bahwa siswa yang menjadi korban

    cyberbulying yang parah dan berkelanjutan menyebabkan siswa

    60 Ibid., h. 50-57.

  • 51

    mencari berbagai alasan untuk tidak pergi ke sekolah. Orang tua

    yang menyatakan bahwa anaknya sakit agar tidak pergi ke

    sekolah merupakan indikasi anaknya merupakan siswa korban

    cyberbullying.

    4) Reaksi Emosional

    Korban cyberbulying yang masih bisa meluapkan marah

    pada saat perlakuan bullying mungkin bisa mengurangi perlakuan

    cyberbullying karena bisa membalas perlakuan itu dengan marah

    pada pelaku cyberbullying. Namun, korban cyberbullying yang

    hanya bisa sedih saat mendapat perlakuan bullying tidak bisa

    berbuat apa-apa selain merasa sedih sehingga lebih rentan

    mendapatkan perlakuan bullying secara terus-menerus.

    5) Efek domino

    Siswa yang menjadi korban cyberbullying secara terus

    menerus menyebabkan mereka tidak mampu membalas

    perlakuan tersebut. Korban cyberbullying cenderung melakukan

    cyberbullying pada orang lain atau kelompok lain yang lebih

    lemah dari dirinya.

    6) Dampak dalam pendidikan

    Siswa yang menjadi korban cyberbullying akan mengalami

    dampak yang lebih besar pada bagian kegiatan akademik.

  • 52

    Biasanya mereka tidak dapat mengerjakan berbagai tugas

    sekolah karena mendapatkan perlakuan cyberbullying. Mereka

    juga tidak hadir sekolah sehingga kemajuan prestasi

    akademiknya sangat lambat. Anak yang menjadi korban

    cyberbullying biasanya terkucilkan sehingga mereka tidak mampu

    mengembangkan keterampilan sosial di sekolah dan menurunkan

    prestasi akademik.

    7) Bunuh diri

    Ada hubungan secara tidak langsung antara perlakuan

    cyberbullying dengan perilaku bunuh diri di sekolah. Tidak boleh

    dilupakan bahwa beberapa anak yang bunuh diri ada yang

    disebabkan oleh perlakuan cyberbullying di sekolah. Meskipun

    hubungannya tidak langsung antara perlakuan cyberbullying

    dengan perilaku bunuh diri di Australia menunjukan hasil bahwa

    anak yang melakukan bunuh diri beberapa diantaranya ternyata

    merupakan anak yang menjadi korban cyberbullying di sekolah.

    Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kowalski dan

    Limber mengungkapkan bahwa korban cyberbullying memiliki

    tingkat kecemasan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    individu yang tidak terlibat dengan cyberbullying.61

    61 Robin M. Kowalski, Susan P. Limber, dan Patricia W. Agaston, op cit., h. 84.

  • 53

    Berdasarkan paparan di atas, terdapat beberapa dampak

    mengenai cyberbullying. Hasil studi pendahuluan yang telah

    dilakukan oleh peneliti, dampak yang paling dominan muncul

    adalah kecemasan sosial berupa ketakutan dinilai negatif oleh

    teman sebaya. Korban cyberbullying memiliki kecemasan sosial

    yang tinggi.

    5. Remaja

    a. Pengertian Remaja

    Menurut Hurlock (1991), istilah adolescence atau remaja

    berasal dari kata adolescence (kata benda adolscentia yang berarti

    remaja) yaitu “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence yang

    dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, yaitu

    mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.62

    Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara

    masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai

    pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia belasan tahun

    atau awal dua puluhan tahun.63

    62 Hurlock, E.B., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Jakarta:

    Erlangga, 1991), h.215.

    63 Papalia, DE, Olds SW, Feldman RD, Human Development 8th ed. (Boston: McGraw-Hill, 2001),

    h.152.

  • 54

    Remaja menurut Sarwono (2005) adalah individu yang

    berumur antara 10-20 tahun. Adapun tahap perkembangan remaja

    yaitu, remaja awal (12-14 tahun), remaja tengah (15-17 tahun), dan

    remaja akhir (18-21 tahun).64

    1) Remaja awal (12-14 tahun), suka membandingkan diri dengan

    orang lain, mudah dipengaruhi dengan teman sebayanya dan

    lebih senang bergaul dengan teman sejenis.

    2) Remaja tengah (15-17 tahun), senang dengan keadaan sendiri,

    senang berdiskusi dan mulai berteman dengan lawan jenis, serta

    mampu mengembangkan rencana masa depan.

    3) Remaja akhir (18-21 tahun), mulai memisahkan diri dari keluarga

    dan identitas, bersifat keras tetapi tidak berontak, teman sebaya

    tidak lagi penting, berteman dengan lawan jenis yang lebih dekat

    dan fokus pada rencana masa depan.

    b. Karakteristik Remaja

    Karakteristik atau sifat-sifat khas anak usia remaja

    mempengaruhi pola perilaku usia anak yang muncul di usia remaja.

    Adapun beberapa karakteristik dari anak usia remaja adalah:65

    64 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2005), h.28.

    65 Papalia, DE, Olds SW, Feldman, op.cit., h. 185.

  • 55

    1) Masa remaja merupakan periode penting artinya segala sesuatu

    yang terjadi baik jangka pendek maupun jangka panjang

    berakibat langsung terhadap sikap dan perilaku mereka.

    2) Masa remaja merupakan periode peralihan artinya anak beralih

    menjadi dewasa dan meninggalkan sesuatu yang bersifat

    kekanak-kanakan dan mempelajari perilaku baru untuk

    menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.

    3) Masa remaja merupakan periode perubahan yang mencakup

    perubahan emosi, perubahan proporsi tubuh, minat, perilaku, dan

    nilai yang dianut.

    4) Masa remaja merupakan masa mencari identitas.

    5) Usia remaja merupakan usia yang menimbulkan beberapa

    pertentangan dengan orangtua.

    6) Masa remaja merupakan masa yang tidak realistik, hal ini

    disebabkan sudut pandang mereka terhadap sesuatu dan

    menjadikannya cermin.

    7) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa artinya mereka

    akan merubah stereotip baru menjadi remaja dewasa dengan

    melakukan peran baru menjadi sosok orang dewasa dalam hal

    perilaku dan sikap serta tindakan sehingga memberikan citra

    yang mereka inginkan.

  • 56

    c. Masalah-Masalah Remaja

    Menurut Hurlock ada beberapa masalah yang dialami remaja

    dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:66

    1) Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan

    dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik,

    penampilan emosi, penyesuaian sosial, tugas, dan nilai-nilai.

    2) Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status

    yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian

    kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan

    stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih

    sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.

    B. Hasil Penelitian Yang Relevan

    Terdapat beberapa penelitian relevan yang mendukung penelitian

    ini, yaitu :

    1. Khairunnisa (2013) menjelaskan bahwa sering kali seseorang

    mengalami rasa cemas karena kekhawatiran dan ketakutan yang

    berlebihan. Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak

    memberi respon terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan, yang

    66 Hurlock, E.B., op.cit., h. 241.

  • 57

    muncul dengan tiba-tiba dan sulit dijelaskan. Kecemasan kerap

    menimpah korban cyberbullying. Cyberbullying merupakan perilaku

    bullying yang dilakukan melalui media internet atau teknologi digital.

    Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran kecemasan,

    dampak dari kecemasan serta mengapa kecemasan dapat timbul pada

    korban cyberbullying yang menggunakan facebook. Subjek dalam

    penelitian ini adalah remaja yang mengalami cyberbullying dan

    pengguna facebook aktif sebelum mengalami cyberbullying. Jumlah

    subjek berjumlah 2 orang. Penelitian ini menggunakan metode

    pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang menghasilkan dan

    mengolah data yang bersifat deskriptif, seperti wawancara dan

    observasi. Hasil dari penelitian ini subjek mengalami kecemasan yang

    berbeda, terlihat dari jenis cyberbullying yang di alami. Jenis

    cyberbullying dapat mempengaruhi bentuk kecemasan sehingga

    terlihat kecemasan yang begitu dominan dan tidak dominan.67

    2. Penelitian yang dilakukan oleh Raul Navarro et al. (2012) yang

    berjudul “Children’s Cyberbullying Victimization: Associations with

    Social Anxiety and Social Competence in a Spanish Sample”

    menjelaskan bahwa kecemasan sosial (takut akan evaluasi negatif)

    67 Khairunissa, Kecemasan pada Korban Cyberbullying yang Menggunakan Facebook, Skripsi,

    Psikologi, Universitas Gunadarma, 2013.

  • 58

    meningkatkan kemungkinan korban cyberbullying. Social Anxiety

    Scale for Children-Revised (SASC-R, La Greca dan Stone) digunakan

    untuk mengukur kecemasan dalam situasi sosial dengan teman

    sebaya. Namun, penelitian ini mengukur kecemasan sosial

    menggunakan versi Spanyol yang diadaptasi oleh Sandin et al. yang

    berisi 18 item.68

    3. Penelitian “Cyberbullying: A new kind of peer bullying through online

    technology and its relationship with aggression and social anxiety” oleh

    Serra İçellioğlua & Melis Seray Özden (2013), menemukan bahwa

    cyberbullying menjadi masalah yang telah timbul dengan peningkatan

    penggunaan internet dan perangkat teknologi lainnya. Dalam

    penelitian ini, terdapat korelasi antara perilaku cyberbullying dan skor

    kecemasan sosial serta kemarahan (anger).69

    4. Zul Chairani melakukan penelitian “Efektivitas Terapi Menggambar

    untuk Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Warga Binaan di Lembaga

    Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta” yang bertujuan

    68 Raul Navarro et al., Children’s Cyberbullying Victimization: Associations with Social Anxiety and

    Social Competence in a Spanish Sample, Journal of Child Indicator Research, Vol 5, h. 281–295,

    (Spanyol: Springer, 2012).

    69 Serra İçellioğlua dan Melis Seray Özden, Cyberbullying: A new kind of peer bullying through online

    technology and its relationship with aggression and social anxiety, Journal of Social and Behavioral

    Science, (Istanbul: Elsevier, 2013).

  • 59

    mengetahui efektivitas dari terapi menggambar untuk meningkatkan

    kebermaknaan hidup warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan

    Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah

    warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA

    Yogyakarta. Zul Chairani menggunakan rancangan penelitian yang

    pretest-posttest control group design. Subjek diberi perlakuan berupa

    terapi menggambar yang terdiri dari tiga tahapan antara lain adalah

    warm up, mindfulness, dan drawing. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa terapi menggambar efektif meningkatkan kebermaknaan hidup

    warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA

    Yogyakarta.70

    5. Berdasarkan penelitian Safaria Triantoro dan Yunita Astrid (2014)

    mengenai “The efficacy of art therapy to reduce anxiety among”

    menemukan bahwa banyak korban bullying menunjukkan sejumlah

    masalah psikologis. Salah satu dampak negatif yang dialami adalah

    kecemasan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengurangi kecemasan

    pada korban bullying menggunakan terapi seni (menggambar).

    Kuesioner kecemasan digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan.

    Intervensi terapi seni dilakukan sebanyak 5 sesi selama 2 minggu.

    70 Zul Chairani, Efektivitas Terapi Menggambar untuk Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Warga

    Binaan di Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, (Jurnal Psikologi Terapan dan

    Pendidikan, Vol. 1, N. 1, Agustus 2013, h. 20.

  • 60

    Subyek penelitian sebanyak 10 siswa yang telah mengalami

    kecemasan. Subyek dibagi menjadi eksperimental kelompok dan

    kelompok kontrol. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

    kecemasan antara kelompok eksperimen berkurang, tetapi tidak untuk

    kelompok kontrol (p

  • 61

    C. Kerangka Berpikir

    Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, fenomena

    cyberbullying di Indonesia saat ini semakin banyak terjadi. Penggunaan

    media sosial dan media elektronik yang tidak digunakan dengan baik

    telah menimbulkan dampak negatif yaitu tindakan cyberbullying. Remaja

    yang menjadi korban cyberbullying mengalami peningkatan kecemasan

    sosial antara lain kekhawatiran mengenai evaluasi negatif dari teman

    sebaya, rasa gugup terhadap orang atau situasi yang baru, dan rasa

    tidak percaya diri dan tidak nyaman dengan orang yang dikenal. Oleh

    karena itu, diperlukan strategi intervensi dengan art therapy dalam bentuk

    teknik menggambar melalui layanan bimbingan dan konseling untuk

    menangani siswa korban cyberbullying yang mengalami kecemasan

    sosial.

    Art therapy merupakan kegiatan yang memberikan kebebasan

    bagi individu dalam mengembangkan kreativitas untuk membantu

    menyelesaikan masalahnya. Menggambar termasuk bagian dari art

    therapy. Menggambar adalah kegiatan yang memberikan kesempatan

    individu untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan masalahnya.

    Teknik dengan menggambar dapat membantu siswa mengungkapkan

    perasaan yang terpendam dan mengurangi pengalaman trauma serta

    kecemasan. Siswa korban cyberbullying dapat mengungkapkan perasaan

  • 62

    terpendam yang ada dalam dirinya melalui kegiatan menggambar

    sehingga membantu mengurangi kecemasan dalam dirinya.

    Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang relevan,

    cyberbullying dapat mengakibatkan dampak negatif maka siswa di

    sekolah perlu mendapat informasi yang tepat mengenai penggunaan dan

    dampak media sosial sehingga mampu memfilter dirinya dari tindakan

    cyberbullying. Peranan guru dan guru BK dalam memberikan informasi

    terkait cyberbullying sangat memberikan manfaat dalam membantu siswa

    menjalin interaksi sosial yang baik dengan teman-temannya di sekolah

    maupun di luar sekolah.

    Dampak cyberbullying dapat mengganggu efektivitas belajar di

    sekolah karena korban menahan rasa takut dan mengalami kecemasan

    sosial. Hal tersebut dapat menghambat mencapai prestasi secara

    optimal. Oleh karena itu, remaja yang menjadi korban cyberbullying

    memerlukan intervensi melalui teknik menggambar agar mampu

    mengatasi stres, pengalaman trauma, dan menurunkan kecemasan

    sosial.

    D. Hipotesis Penelitian

    Terdapat pengaruh teknik menggambar untuk mengurangi

    kecemasan sosial terhadap korban cyberbullying siswa kelas VIII

    SMPN 259 Jakarta Timur.