30
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi Bunyi adalah suatu efek yang dihasilkan pada organ pendengaran yang disebabkan oleh vibrasi udara atau media lainnya yang berasal dari suatu sumber bunyi. Vibrasi atau getaran media ini digambarkan sebagai suatu gelombang dengan frekuensi dan amplitudo tertentu tergantung nada dan intensitas bunyi. Gelombang ini merupakan pemampatan dan perenggangan media yang merambat menjauhi sumber bunyi. Dalam proses penghantaran bunyi, keberadaan media sangat penting. Media tempat gelombang bunyi merambat harus mempunyai massa dan elastisitas. Pada umumnya medianya adalah udara. Gelombang bunyi tidak dihantarkan di ruang hampa. Media perantara padat lebih cepat menghantarkan bunyi dibandingkan udara (Concha-Barientos dkk., 2004). 2.2 Anatomi Telinga dan Fisiologi Pendengaran Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu bagian luar, tengah dan dalam. Telinga luar terdiri atas daun telinga dan liang telinga. Telinga luar dan tengah menghantarkan suara ke koklea, yang memisahkan suara sesuai frekuensi sebelum suara ditransduksi oleh sel rambut menjadi kode neural dalam serat saraf pendengaran. Pada telinga luar terdapat konka yang paling penting secara akustik (Moller, 2006). 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bunyi

Bunyi adalah suatu efek yang dihasilkan pada organ pendengaran yang

disebabkan oleh vibrasi udara atau media lainnya yang berasal dari suatu sumber

bunyi. Vibrasi atau getaran media ini digambarkan sebagai suatu gelombang

dengan frekuensi dan amplitudo tertentu tergantung nada dan intensitas bunyi.

Gelombang ini merupakan pemampatan dan perenggangan media yang merambat

menjauhi sumber bunyi. Dalam proses penghantaran bunyi, keberadaan media

sangat penting. Media tempat gelombang bunyi merambat harus mempunyai

massa dan elastisitas. Pada umumnya medianya adalah udara. Gelombang bunyi

tidak dihantarkan di ruang hampa. Media perantara padat lebih cepat

menghantarkan bunyi dibandingkan udara (Concha-Barientos dkk., 2004).

2.2 Anatomi Telinga dan Fisiologi Pendengaran

Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu bagian luar, tengah dan dalam. Telinga

luar terdiri atas daun telinga dan liang telinga. Telinga luar dan tengah

menghantarkan suara ke koklea, yang memisahkan suara sesuai frekuensi sebelum

suara ditransduksi oleh sel rambut menjadi kode neural dalam serat saraf

pendengaran. Pada telinga luar terdapat konka yang paling penting secara akustik

(Moller, 2006).

8

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

9

Sepertiga bagian lateral dari liang telinga adalah tulang rawan. Mengandung

kelenjar seruminosa dan kelenjar rambut. Bagian dua pertiga medial liang telinga

meliputi tulang. Liang telinga berbentuk tuba yang terbuka pada satu ujung dan

tertutup pada sisi lainnya, dikatakan sebagai resonator seperempat gelombang

(Mills dkk., 2006).

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang terbagi atas kavum

timpani dan air cell mastoid (Probst dkk., 2006). Telinga tengah terdiri dari

membran timpani dan 3 tulang kecil yaitu maleus, inkus dan stapes. Di dalam

telinga tengah juga terdapat dua otot kecil yaitu m. tensor timpani yang melekat

pada manubrium maleus dan m. stapedius yang melekat pada stapes. M. tensor

timpani dipersarafi oleh n. trigeminus sedangkan m. stapedius dipersarafi oleh n.

fasialis. Korda timpani adalah cabang n. fasialis yang berjalan menyeberangi

rongga telinga tengah. Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah

dengan faring (Moller, 2006).

Membran timpani berbentuk agak oval dan merupakan selaput tipis pada

ujung liang telinga. Gendang telinga berbentuk kerucut dan agak cekung bila

dilihat dari liang telinga. Bagian utama dari gendang telinga disebut pars tensa

dan bagian kecilnya disebut pars flasida yang lebih tipis dan terletak di atas

manubrium maleus. Gendang telinga ditutupi oleh selapis sel epidermis yang

berlanjut dari kulit liang telinga. Tuba Eustachius terdiri dari bagian tulang atau

protimpanum yang berlokasi dekat rongga telinga tengah dan bagian tulang rawan

yang membentuk celah tertutup saat berakhir di nasofaring (Moller, 2006).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

10

Telinga dalam atau labirin terletak di dalam tulang temporal, terdiri dari

koklea dan vestibular. Koklea atau rumah siput berupa dua setengah lingkaran dan

vestibular terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Koklea memiliki 3 saluran

yang terisi cairan yaitu skala vestibuli, skala timpani dan skala media. Skala

media yang berlokasi di tengah koklea, dipisahkan dari skala vestibuli oleh

membran Reissner dan dari skala timpani oleh membran basilar. Pada membran

basilar ini terdapat organ Corti yang mengandung sel rambut (Moller, 2006).

Gambar 2.1 Anatomi Telinga (Ganong, 2009).

Organ Corti adalah organ sensori yang terstruktur baik. Terdapat 1 baris sel

rambut dalam dan 3 baris sel rambut luar pada bagian atas membran basilar

dengan berbagai sel pendukung yang bervariasi. Sel rambut adalah sel reseptor

sensori dari pendengaran dan keseimbangan serta sel yang paling penting dalam

telinga dalam. Sel rambut memiliki mekanoreseptor khusus yang mengubah

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

11

stimulus mekanik yang berkaitan dengan pendengaran dan keseimbangan menjadi

informasi neural yang diteruskan ke otak (Oghalai dan Brownell, 2004).

Koklea pada manusia membentuk 2 ½ sampai 2 ¾ putaran dimana panjang

keseluruhannya sekitar 3,1-3,3 cm dan tinggi sekitar 0,5 cm (Moller, 2006).

Koklea adalah bagian telinga yang paling penting dan bisa dimengerti apa yang

terjadi dalam koklea bisa mengakibatkan banyaknya kunci permasalahan

pendengaran. Koklea terisi oleh cairan yang hampir tidak bertekanan dan juga

memiliki dinding tulang yang kaku. Terbagi dua panjangnya oleh dua membran,

yaitu membran Reissner dan membran basilar (Mills dkk., 2006).

Gambar 2.2 Potongan melintang koklea (Moore dan Agur, 2007).

Energi akustik memasuki koklea melalui kerja seperti piston dari kaki stapes

pada tingkap lonjong dan diteruskan langsung pada perilimfe dari skala vestibuli.

Perilimfe dari skala vestibuli berhubungan dengan perilimfe dari skala timpani

melalui sebuah bukaan kecil dari apeks koklea yang dikenal sebagai helikotrema

(Mills dkk., 2006).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

12

Ketika tingkap lonjong bergerak dengan adanya suara, perbedaaan tekanan

diaplikasikan menyeberangi membran basilar, yang mengakibatkan pergerakan

membran basilar. Perbedaan tekanan dan pola pergerakan membran basilar

memerlukan waktu untuk berkembang dan bervariasi tergantung panjangnya

membran basilar. Pola yang muncul tidak tergantung pada ujung mana dari koklea

yang distimulasi (Mills dkk., 2006).

Telinga luar mendapat aliran darah cabang aurikulotemporal a. temporalis

superfisial di bagian anterior dan di bagian posterior mendapat aliran darah oleh

cabang aurikuloposterior a. karotis eksterna. Kavum timpani mendapat aliran

darah oleh berbagai cabang a. karotis eksterna (a. meningea media, a. faringeal

ascenden, a. maksilaris dan a. stilomastoid). Telinga dalam mendapat aliran darah

oleh a. labirin yang berasal dari a. antero inferior cerebellar atau a. basilaris. Arteri

labirin ini berjalan bersama n. vestibulokoklearis melalui kanalis auditorius

internus, yang kemudian terbagi menjadi a. vestibularis dan a. koklearis (Probst

dkk., 2006). Arteri labirin adalah end-artery dengan sedikit atau tanpa suplai

darah kolateral ke koklea. Penting untuk dicatat bahwa a. labirin yang berjalan di

kanalis auditorius internus bukan arteri tunggal namun berupa beberapa arteriol

kecil, hampir seperti pleksus arteri (Moller, 2006).

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang suara dan liang telinga meneruskan gelombang

ini yang akan menggetarkan gendang telinga. Daun telinga juga membantu

lokalisasi suara dan lebih efisien dalam menyampaikan suara frekuensi tinggi

dibanding frekuensi rendah. Gelombang suara yang mencapai gendang telinga

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

13

akan berjalan sepanjang rantai pendengaran yang terdiri dari tulang inkus, maleus

dan stapes. Gendang telinga dalam rantai pendengaran paling efisien dalam

mentransmisikan suara antara 500 Hz dan 3000 Hz yang merupakan frekuensi

yang paling penting untuk mengerti percakapan (Lee, 2003).

Dalam penerimaan bunyi, proses transmisi dibedakan menjadi dua bagian

sesuai organ penerima, yaitu transmisi aerodinamik dimana stimulus bunyi

berpindah dari liang telinga ke membran timpani dan dari membran timpani ke

tulang pendengaran. Transmisi yang ke dua adalah transmisi hidrodinamik yaitu

stimulus bunyi berpindah dari foramen ovale ke telinga dalam melalui cairan

perilimfe dan endolimfe (Mills dkk., 2006).

Telinga tengah mentransformasikan energi akustik dari media udara ke

media cairan. Hal ini merupakan sistem pencocokan impedans untuk memastikan

energi tidak hilang. Dengan bergetarnya membran timpani, rantai pendengaran

akan bergerak 1 rotasi aksis dari processus anterior maleus melewati processus

inkus. Ketika energi suara mencapai tingkap lonjong, koklea mentransformasikan

sinyal dari energi mekanik menjadi energi hidrolik dan akhirnya sel-sel rambut

menjadi energi bioelektrik. Seiring dengan keluar dan masuknya footplate stapes

dari tingkap lonjong, sebuah gelombang yang berjalan diciptakan dalam koklea

melalui teori gelombang Bekessy (Lee, 2003).

Sepanjang perjalanan gelombang melalui koklea, gelombang ini akan

mengakibatkan pergerakan membran basilar dan membran tektorial. Perbedaan

gerakan ke dua membran mengakibatkan terlipatnya sel rambut stereosilia.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

14

Lipatan ini mendepolarisasi sel rambut yang akibatnya memulai impuls aferen

saraf (Lee, 2003).

Gelombang suara berjalan dari dasar ke apeks sepanjang membran basilar

sampai gelombang mencapai maksimum. Perjalanan gelombang ini ditentukan

oleh interaksi frekuensi suara dan membran basilar. Sel rambut luar mudah

bergerak, bereaksi mekanik pada sinyal yang datang dengan memendek dan

memanjang tergantung karakteristik frekuensi. Sel rambut luar adalah bagian dari

umpan balik mekanisme aktif, menyesuaikan kekuatan fisik dari membran

basilaris sehingga frekuensi yang diberikan secara maksimal menstimulasi sel

rambut dalam (Lee, 2003).

Neuron frekuensi tertentu mentransmisikan kode neural dari sel rambut ke

sistem auditorius. Sekali impuls saraf terinisiasi, sinyal ini akan berjalan

sepanjang jaras pendengaran dari sel ganglion spiral dalam koklea ke modiolus, di

mana serat ini membentuk cabang koklea dari N. VIII. Lalu dilanjutkan ke

nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran atau area 39-40 di lobus

temporalis (Lee, 2003).

2.3 Epidemiologi

Gangguan pendengaran tentunya dapat mengakibatkan penurunan fungsi

komunikasi dan penurunan kualitas hidup bagi penderitanya. Tuli akibat bising

merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai. Ketulian yang terjadi

dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di

Amerika Serikat dan Eropa (Nelson dkk., 2005). Penelitian di Singapura yang

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

15

dilakukan terhadap 40 karyawan diskotik didapatkan 41,9% karyawannya

menderita tuli akibat bising (Airlangga, 2007). Penelitian di New Zealand yang

dilakukan terhadap petani yang menggunakan alat berat didapatkan sebanyak

11,6% menderita NIHL (Thorne dkk, 2008). Menurut data yang dilaporkan dari

World Health Organization sebanyak 16% dari populasi masyarakat dunia

menderita NIHL dan berhubungan dengan papasan bising yang sangat keras

(Nelson dkk., 2005).

Penelitian prospektif terhadap 150 pekerja di bidang industri konstruksi di

negara Spanyol didapatkan sebesar 94,1% hasil audiometri pekerja yang tidak

pernah menggunakan alat pelindung diri saat bekerja didapatkan pergeseran nilai

ambang dengar dibandingkan yang tidak terpapar bising (Pelegrin dkk., 2015).

Penelitian di Korea didapatkan adanya peningkatan risiko menderita NIHL

sebesar 2,15 kali pada pekerja industri besi baja dibandingkan pekerja yang tidak

terpapar bising di industri tersebut (Choi dan Kim, 2014). Penelitian prospektif

terhadap pekerja yang terpapar bising di Denmark didapatkan sebanyak 45%

menderita NIHL (Gimsing dan Nielsen, 2016).

2.4 Definisi Bising

Bising secara subjektif dapat didefinisikan sebagai bunyi yang mengganggu,

tidak disenangi dan tidak diinginkan (Alberti, 2003). Secara objektif bising adalah

kumpulan getaran bunyi yang terdiri dari berbagai frekuensi dan amplitudo baik

berifat periodik atau non periodik (Roestam, 2004). Bising dengan intensitas yang

rendah dapat menganggu pendengaran dan bising dengan intensitas yang tinggi

dapat merusak sel-sel rambut pendengaran sehingga terjadi penurunan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

16

pendengaran. (Alberti, 2003). Dalam kesehatan kerja bising merupakan bunyi

yang dapat menyebabkan penurunan pendengaran secara kuantitatif berupa

peningkatan ambang dengar maupun secara kualitatif berupa penyempitan

spektrum pendengaran di mana berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi,

durasi dan pola waktu (Alberti, 2003; Brasto, 2008; Hoong dkk, 2013).

Tabel 2.1. Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai Keputusan Menteri

Tenaga Kerja 1999 (Soetirto dan Bashirudin, 2007).

Waktu Lama pajan/hari Intensitas (dB)

24 80

16 82

Jam 8 85

4 88

2 91

1 94

30 97

15 100

Menit 7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

28,12 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

Detik 1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

17

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja 1999 maka batas waktu pajanan

bising yang diperkenankan di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 2.1 (Soetirto

dan Bashirudin, 2007).

Bising dapat dibagi dalam beberapa macam. Bising kontinyu merupakan

bising dengan spektrum luas dan menetap dengan batas amplitudo kurang lebih 5

dB untuk periode waktu 0,5 detik atau disebut steady wide band noise. Bising

kontinyu dapat berspektrum sempit dan menetap atau disebut steady narow band

noise. Bising terputus-putus atau intermiten noise adalah bising yang tidak

berlangsung terus menerus namun terdapat periode relatif berkurang. Bising yang

disebabkan pukulan yang kurang dari 0,1 detik sering disebut impact noise atau

bila bising tersebut berulang disbut repeated impact noise. Bising yang berasal

dari ledakan tunggal disebut explosive noise. Apabila berulang disebut repeated

explosive noise. Bising ini dapat menimbulkan rasa kejut pada pendengarnya

karena memliki perubahan tekanan bunyi melebihi 40 dB dalam waktu yang

sangat cepat (Roestam, 2004).

Nilai ambang batas (NAB) kebisingan adalah intensitas tertinggi dan

merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa

mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja terus-

menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Seperti halnya stres

fisiologi lainnya, kebisingan dapat menimbulkan respon yang berbeda antara

individu yang satu dengan yang lainnya. Hal ini penting untuk diketahui di dalam

menetapkan standar atau nilai ambang batas pada suatu level atau intensitas

tertentu, tidak menjamin bahwa semua pekerja yang terpapar bising dengan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

18

ambang batas 85 dB dalam 8 jam sehari dan 40 jam seminggu akan terbebas dari

gangguan pendengaran. Occupational Safety and Health Administration (OSHA)

membuat peraturan yang dikenal sebagai hukum 5 dB dimana setiap kenaikan

intensitas bising sebesar 5 dB, maka waktu pajanan harus dikurangi separuhnya

seperti pada Tabel 2.2 (OSHA, 2004).

Tabel 2.2. Hubungan antara nilai batas kebisingan dengan durasi paparan menurut

OSHA tahun 2004.

Durasi per hari (Jam) Intensitas bising (dB)

16 85

8 90

4 95

2 100

1 105

0,5 110

0,25 115

0,125 120

2.5 Nelayan dan Mesin Tempel

Nelayan adalah adalah orang yang mata pencahariannya melakukan

penangkapan ikan (UU RI No.31/2004 – Perikanan). Nelayan adalah orang yang

secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti

penebar dan pemakai jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi

perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal

penangkap ikan), sebagai mata pencaharian. Nelayan adalah suatu kelompok

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

19

masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan

cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal

dipinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi

kegiatannya (Imron, 2003).

Nelayan dapat diklasifikasikan berasarkan kelompok kerja seperti:

1. Nelayan Perorangan

Nelayan yang memiliki peralatan tangkap ikan sendiri, dalam

pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

2. Nelayan Kelompok Usaha Bersama (KUB)

Merupakan gabungan dari minimal 10 orang nelayan yang kegiatan

usahanya terorganisir tergabung dalam kelompok usaha bersama non-badan

hukum.

3. Nelayan Perusahaan

Merupakan nelayan pekerja atau pelaut perikanan yang terikat dengan

perjanjian kerja laut atau PKL dengan badan usaha perikanan.

Berdasarkan statistik perikanan nelayan dibagi menjadi:

1. Nelayan Penuh

Nelayan tipe ini hanya memiliki satu mata pencaharian, yaitu sebagai

nelayan. Hanya menggantungkan hidupnya dengan profesi kerjanya sebagai

nelayan dan tidak memiliki pekerjaan dan keahlian selain menjadi seorang

nelayan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

20

2. Nelayan Sambilan Utama

Nelayan tipe ini merupakan nelayan yang menjadikan nelayan sebagai

profesi utama, tetapi memiliki pekerjaan lainnya untuk tambahan

penghasilan. Apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dari

kegiatan penangkapan ikan, ia disebut sebagai nelayan.

3. Nelayan Sambilan Tambahan

Nelayan tipe ini biasanya memiliki pekerjaan lain sebagai sumber

penghasilan. Sedangkan pekerjaan sebagai nelayan hanya untuk tambahan

penghasilan.

Klasifikasi nelayan berdasarkan sarana apung yaitu:

1. Nelayan berkapal/perahu adalah nelayan yang operasi penangkapannya

menggunakan sarana apung berupa kapal/perahu.

2. Nelayan rakit adalah nelayan yang operasi penangkapannya menggunakan

sarana apung berupa rakit.

3. Nelayan tanpa sarana apung adalah nelayan yang operasi penangkapannya

tidak menggunakan sarana apung.

Klasifikasi nelayan berdasarkan teknologi yaitu:

1. Nelayan Tradisional menggunakan teknologi penangkapan yang sederhana,

umumnya peralatan penangkapan ikan dioperasikan secara manual dengan

tenaga manusia. Kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan

pantai.

2. Nelayan Modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih

dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

21

mata karena penggunaan motor untuk menggerakkan perahu melainkan juga

besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat

tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga

akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka.

Mesin tempel atau outboard motor adalah mesin penggerak pada perahu,

ataupun kapal kecil yang terdiri dari mesin penggerak, transmisi, propeler ataupun

jet air. Mesin tempel ini mengeluarkan suara atau bunyi yang termasuk jenis

bising terputus-putus. Mesin ini merupakan tipe instalasi dengan tata letak

konstruksi motor penggerak utama berada diatas permukaan dek kapal atau

perahu. Mesin tesebut umumnya ditempelkan pada buritan perahu (Gambar 2.3).

Selain sebagai penggerak mesin tempel juga digunakan untuk mengemudikan

perahu/kapal dengan memutar mesin beserta propeler pada suatu sumbu (Hadi,

2004).

Gambar 2.3. Motor outboard atau mesin tempel perahu.

2.6 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kerusakan Telinga Dalam

Bising dapat mengakibatkan kerusakan pada telinga dalam. Lesi dapat

terjadi bervariasi dari disosiasi organ Corti, membrana rusak atau pecah,

perubahan stereosilia dan organ subseluler. Bising juga berpengaruh terhadap sel

ganglion saraf, membrana tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Pada

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

22

observasi kerusakan organ Corti dengan mikroskop elektron dapat diketahui

bahwa sel-sel sensori dan sel penunjang merupakan bagian yang paling peka di

telinga dalam (Soetirto dan Bashirudin, 2007).

Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung

pada intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan

intensitas bunyi 120 dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan

waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkat kerusakan sel rambut.

Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah dan serat

aferen (Soetirto dan Bashirudin, 2007).

Stimulasi bising pada tingkat intensitas sedang dapat mengakibatkan

perubahan ringan pada silia dan Hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan

intensitas yang lebih keras dengan pajanan yang lebih lama akan mengakibatkan

kerusakan struktur sel rambut lain seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel

dan robekan di membran Reisner. Pajanan bunyi dengan efek destruksi yang tidak

begitu besar menyebabkan terjadinya floppy silia yang sebagian masih reversibel.

Kerusakan silia menetap ditandai dengan fraktur rootlet silia pada lamina

retikularis (Soetirto dan Bashirudin, 2007).

Sepuluh milimeter dari foramen ovale terdapat sel rambut yang memiliki

amplitudo paling besar dan menerima energi terbesar terhadap paparan bising,

sehingga bagian tersebut akan mudah cedera akibat paparan bising yang disebut

sebagai 4000 Hz receptors. Karena hubungannya dengan serabut saraf sering

juga disebut 4000 Hz nerve fiber. Tempat ini merupakan lokus minoris pada organ

Corti (Alberti, 2003).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

23

Beberapa efek auditorial yang dapat ditimbulkan akibat paparan bising yaitu

adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara serta peningkatan ambang dengar

menetap (Alberti, 2003).

Adaptasi atau respon kelelahan akibat rangsangan adalah keadaan dimana

terdapat peningkatan ambang dengar segera akibat paparan bising. Pemulihan

timbul secara eksponensial, pada paparan dengan intensitas 70 dB atau kurang,

pemulihan dapat terjadi dalam 0,5 detik. Keadaan ini merupakan fenomena

fisiologis yang disebabkan oleh kelelahan pada saraf telinga yang terpajan bising.

Peningkatan ambang dengar sementara merupakan keadaan yang

menyebabkan ambang dengar meningkat akibat paparan bising dengan intensitas

cukup tinggi. Pemulihan terjadi dalam beberapa menit atau jam, jarang terjadi

pemulihan dalam satuan detik. Seperti adaptasi, kelainan ini pun bergantung pada

intensitas bunyi, frekuensi bunyi dan lama paparan. Peningkatan ambang dengar

sementara terdiri atas dua bagian yaitu:

a. Reaksi lelah

Reaksi lelah atau kelelahan fisiologik merupakan penurunan aktivitas organ.

Hal ini disebabkan oleh karena intensitas paparan bising yang lebih kuat dari

adaptasi dan waktu paparan lebih lama. Kelainan ini merupakan transisi dari

adaptasi ke peningkatan ambang dengar sementara berjalan lama. Perubahan

bentuk dari proses adaptasi ke arah reaksi lelah sulit dibedakan dengan jelas oleh

karena keduanya dapat juga timbul secara bersamaan. Kelelahan fisiologik adalah

terdapatnya peningkatan ambang dengar yang berlangsung lebih dari 2 menit

dengan masa pemulihan lengkap kurang dari 16 jam.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

24

b. Peningkatan ambang dengar sementara berjalan lama.

Peningkatan ambang dengar sementara berjalan lama atau kelelahan

patologik adalah kelainan akibat paparan bising dengan intensitas lebih kuat dan

waktu yang lebih lama dari kelelahan fisiologik. Perbedaan kelainan ini dengan

kelelahan fisiologik adalah terdapatnya perpanjangan masa pemulihan dan

kadang-kadang pemulihan yang terjadi tidak sempurna. Batas antara kelelahan

fisiologik dengan kelelahan patologik ialah intensitas 40 dB.

Peningkatan ambang dengar menetap terjadi oleh karena telinga terkena

paparan bising yang memiliki intensitas sangat tinggi dan berlangsung singkat

atau terjadi karena intensitas paparan yang cukup tinggi dan berlangsung lama.

Pada tahap awal hasil audiogram menunjukkan gambaran yang khas berupa

penurunan fungsi pendengaran pada frekuensi 3 KHz, 4 KHz dan 6 KHz,

sedangkan frekuensi lain masih normal sehingga pada notasi audiogram akan

terdapat suatu penurunan tajam yang dikenal dengan acoustic notch. Pada

keadaan lanjut, kerusakan koklea akan semakin meluas sehingga terjadi

penurunan di beberapa frekuensi lain yang lebih rendah atau lebih tinggi dan

penderita mulai merasa adanya kendala dalam mendengar (Alberti, 2003;

Ballenger, 2003; Dobie, 2006; Roestam 2004).

2.7 Biomolekuler

Paparan terhadap bising yang intens menyebabkan trauma pada sel-sel

rambut. Apabila kerusakan yang terjadi melampaui kemampuan sel untuk

memperbaiki diri maka sel-sel tersebut akan mati. Penelitian mutakhir

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

25

memperlihatkan bahwa sel-sel rambut dapat mati melalui jalur yang berbeda

(Bohne, dkk., 2007; Hu, dkk., 2006). Beberapa sel mati akibat apoptosis, yang

merupakan bentuk aktif kematian sel yang memerlukan suplai energi yang

persisten, sementara beberapa lainnya mati akibat nekrosis, suatu bentuk kematian

sel akibat disintegrasi dini sel (Hu, dkk., 2006; Hu dan Zheng, 2008).

Apoptosis dan nekrosis merupakan dua bentuk kematian sel yang berbeda

secara substansial dalam hal karakteristik morfologis dan biologisnya. Secara

morfologis, sel-sel yang mengalami apoptosis akan menyusut. Bagian nukleusnya

akan memadat dan bagian sel-selnya akan menyusut. Sebaliknya, sel-sel yang

mengalami nekrosis, bagian sel-sel dan nukleusnya akan membengkak. Semakin

bertambahnya volume sel, membran sel akan pecah. Secara biologis, sel-sel

apoptotik menggambarkan aktivasi sekelompok enzim yang terkait apoptosis yang

kemudian akan mencerna struktur-struktur seluler (Bohne, dkk., 2007).

Penelitian terkini telah mengidentifikasi molekul-molekul apoptotik yang

berperan dalam menimbulkan sinyal kematian sel dari satu organel seluler ke

organel seluler lainnya. Kaskade transduksi sinyal ini menjadi target potensial

bagi intervensi farmakologis yang akan memblok transduksi sinyal kematian,

memperlambat atau bahkan membalikkan program kematian sel (Hu, dkk., 2009).

Penyebab kematian sel rambut sangat kompleks. Daya mekanik yang

berkaitan dengan stimulasi berlebih akustik akan langsung menimbulkan trauma

pada struktur koklearis. Sel-sel rambut dapat cedera pada bagian struktur

penyangga akibat paparan bising impulsif seperti suara tembakan atau ledakan.

Struktur koklearis juga menjadi target dari molekul-molekul toksik yang

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

26

dihasilkan stres metabolik setelah trauma akustik. Salah satu molekul toksik yaitu

reactive oxidative species (ROS) yang sangat reaktif. Meski molekul toksik

tersebut merupakan produk alami dari produksi energi seluler, namun produksi

berlebih akibat produksi energi yang berlebihan atau disrupsi dari kemampuan

antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif akan mengenai

banyak struktur seluler yang vital untuk berlangsungnya hidup sel, seperti

membran plasma, mitokondria dan nukleus sel (Hu, dkk., 2009).

Sel akan memasuki jalur apoptosis atau nekrosis dalam suatu keadaan stres,

hal tersebut berkaitan dengan sejumlah faktor. Salah satunya adalah level stres

oksidatif yang mengenai sel. Level moderat dari stres oksidatif akan memicu

kematian sel yang rusak melalui apoptosis. Sebaliknya, stres oksidatif yang berat

akan menimbulkan kematian sel nekrotik. Faktor lain yang mengatur

kecenderungan terjadinya kematian sel yaitu status energi dari sel. Apoptosis

membutuhkan energi, bila kekurangan energi maka akan memblok proses

apoptosis. Secara spesifik bila sel dapat mempertahankan produksi energinya, sel

akan mati akibat apoptosis. Bila sel kehilangan produksi energinya maka sel akan

mati abikat nekrosis (Hu dan Zheng, 2008).

2.8 Pengaruh NIHL pada Nelayan Terhadap Perkembangan Wisata

Noise induced hearing loss atau NIHL merupakan tuli akibat terpapar oleh

bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya

diakibatkan oleh bising lingkungan kerja (Soetirto dan Bashirudin, 2007). NIHL

ini tentunya dapat mengakibatkan penurunan kualitas kinerja seseorang dalam hal

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

27

pekerjaannya. Tingkat kebisingan dalam kehidupan sehari-hari secara konstan

mengalami peningkatan. Tingkat kebisingan tersebut tidak hanya menimbulkan

gangguan pada telinga juga dapat menimbulkan beberapa gangguan dari aspek

non auditori seperti gangguan tidur, hipertensi dan keadaan lain yang secara tidak

langsung menurunkan kinerja seseorang dari aspek pekerjaan (Alberti, 2003;

Ballenger, 2003).

Para nelayan yang menggunakan sarana moderen seperti perahu motor

dalam bekerja menangkap ikan dapat memiliki risiko ketulian akibat bising mesin

tempel yang diakibatkan suara mesin pada perahu motornya. Kegiatan nelayan

yang berlangsung setiap hari sebagai mata pencaharian tentunya dapat

menimbulkan risiko penyakit dibidang THT seperti gangguan pendengaran akibat

bising mesin tempel bila tidak mendapat perhatian yang cukup serius.

Gangguan pendengaran akibat bising tentunya dapat mempengaruhi aktifitas

dan konsentrasi seseorang di dalam pekerjaannya. Apabila para nelayan menderita

NIHL di dalam pekerjaannya mencari ikan tentu hasil tangkapan menjadi

menurun atau berkurang. Hal ini mengakibatkan pasokan ikan yang masuk ke

koperasi usaha bersama seperti di Desa Kedonganan menjadi berkurang.

Penghasilan para nelayan menjadi berkurang serta berdampak juga bagi para

pemilik usaha rumah makan ikan bakar tepi pantai di sekitar Desa menjadi

kekurangan pasokan ikan. Para wisatawan menjadi kesulitan untuk mendapatkan

masakan favoritnya sehingga akan mengurangi kunjungan wisatawan khususnya

di bidang wisata kuliner untuk berkunjung ke Bali khususnya pantai Kedonganan

yang sudah cukup terkenal di tingkat nasional.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

28

2.9 Pemeriksaan Gangguan Pendengaran

Pemeriksaan telinga dan pendengaran dimulai dengan anamnesis yang

mencakup riwayat gangguan pendengaran herediter, riwayat penyakit telinga

sebelumnya, paparan bising dan obat-obat ototoksik. Pemeriksaan dilanjutkan

dengan inspeksi yang menyeluruh dari daun telinga dan sekitarnya. Pemeriksaan

otoskopi kemudian dilakukan untuk dapat menilai kondisi liang telinga dan

membran timpani (Probst dkk., 2006). Pemeriksaan hidung, nasofaring dan jalan

nafas atas perlu dilakukan dengan seksama.

Evaluasi pendengaran dapat ditentukan dengan berbagai cara mulai dari

pengukuran sederhana sampai pengukuran dengan alat khusus. Contoh alat

pengukuran sederhana atau kualitatif adalah garpu tala, sedangkan alat khusus

atau kuantitatif misalnya dengan audiometri, Otoacoustic Emission atau OAE,

Auditory Brainstem Response atau ABR dan Auditory Steady State Response atau

ASSR (Soetirto dan Bashirudin, 2007). Dalam penelitian ini, gangguan

pendengaran dievaluasi dengan menggunakan DPOAE, dan audiometri nada

murni.

2.9.1 Otoacoustic Emission (OAE)

OAE adalah gelombang bunyi yang dihasilkan oleh koklea secara spontan

atau dengan rangsangan. Pertama kali OAE diperkenalkan oleh David T Kemp

pada tahun 1978 (Probst, 2006).

Manfaat pemeriksaan OAE adalah untuk

mengetahui apakah koklea berfungsi normal. Berdasarkan penelitian, semua tipe

OAE berasal dari aktivitas mekanik sel rambut luar yang menunjukkan fungsi

normal koklea.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

29

Sel-sel rambut luar lebih sensitif dibandingkan dengan sel rambut dalam

terhadap kerusakan yang diakibatkan pajanan bunyi keras. Apabila terjadi

gangguan pada telinga akibat paparan bising, maka OAE tidak dapat dihasilkan

oleh karena terjadi kerusakan sel-sel rambut luar dan koklea. Berdasarkan

kenyataan itu maka salah satu peranan tes OAE yang sangat penting adalah dapat

digunakan untuk memantau secara dini kerusakan sel-sel rambut luar koklea

akibat pajanan bunyi keras (Abiratno, 2003).

2.9.1.1 Jenis-Jenis OAE

Pada prinsipnya OAE dibedakan menjadi spontaneous OAE yang muncul

secara spontan tanpa pemberian stimulus dan evoked OAE yang baru timbul

setelah diberikan stimulus dari luar. Evoked OAE dibedakan berdasarkan jenis

stimulus menjadi transient evoked OAE atau TEOAE, distortion product OAE

(DPOAE) dan stimulus frequency OAE atau SFOAE yang timbul dengan

menggunakan stimulus nada dengan bermacam-macam frekuensi secara terus

menerus. Baik DPOAE maupun TEOAE, keduanya sangat berharga dalam

menunjukkan fungsi koklea dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing

(Abiratno, 2003; Brasto, 2008; Probst, 2006).

a. Spontaneus Otoacoustic Emission atau SOAE

SOAE adalah gelombang bunyi yang berasal dari koklea dan terjadi secara

spontan tanpa diberikan suatu rangsangan. SOAE terjadi oleh karena adanya

pantulan energi traveling wave pada koklea yang mengalami perubahan

impedance. Secara alami didapatkan pada lebih dari 60% telinga sehat, bernada

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

30

rendah dan bunyi yang mudah direkam di liang telinga luar tanpa adanya

stimulusi bunyi. Karena tidak seluruh telinga sehat memberikan SOAE, dan

pantulan yang dihasilkan sangat lemah, maka nilai kliniknya tidak tinggi. Tidak

timbulnya SOAE bukan merupakan petunjuk gangguan pendengaran.

b. Transient Evoked Otoacoustic Emission atau TEOAE

TEOAE adalah gelombang OAE yang dihasilkan oleh koklea setelah

mendapat rangsangan. Rangsangan itu dapat berupa click atau tone burst. TEOAE

sering juga disebut dengan click-evoked otoacoustic emission, Kemp echo atau

cochlear echo. Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click

yang onsetnya sangat cepat dengan intensitas sekitar 40 dB. TEOAE tidak

terdeteksi pada ketulian di atas 40 dB. Bila TEOAE positif berarti tidak ada

ketulian koklea, sedangkan bila TEOAE negatif berarti ada ketulian koklea yang

lebih dari 40 dB. Umumnya hanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi

atau anak.

c. Distortion Product Otoacoustic Emission atau DPOAE

DPOAE merupakan gelombang bunyi yang timbul bila koklea dirangsang

secara simultan dengan dua nada bunyi yang mempunyai frekuensi yang berbeda.

Dua nada bunyi tersebut kemudian disepakati sebagai f1 untuk nada yang

mempunyai frekuensi rendah dan f2 untuk nada yang berfrekuensi lebih tinggi.

Sebagai respon dari rangsangan kedua nada tersebut maka koklea akan

menghasilkan nada bunyi lain pada frekuensi yang berbeda. Nada bunyi yang

timbul tersebut kemudian dikenal sebagai distortion product dari koklea.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

31

Distortion product yang muncul kemudian dipantulkan kembali menuju meatus

akustikus eksternus sebagai OAE.

d. Stimulus Frequency Otoacoustic emission atau SFOAE

Merupakan OAE yang jarang dipelajari dan secara teknis sulit direkam.

Baik DPOAE maupun TEOAE sangat berharga dalam menunjukkan fungsi

koklea dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. TEOAE mempunyai

kelebihan dalam kepekaan, resolusi frekuensi dan kecepatan tes, tetapi kurang

peka dalam menilai OAE dewasa di atas 4 KHz. Sedangkan DPOAE mempunyai

kelebihan dalam deteksi frekuensi tinggi, tetapi kurang baik di resolusi nada

rendah. DPOAE menggunakan 2 buah stimulus nada murni sekaligus yang

berbeda frekuensi dan intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa

lebih luas dibandingkan dengan TEOAE yaitu dapat mencapai frekuensi tinggi

yaitu 10.000 Hz. Berdasarkan hal tersebut, DPOAE dapat digunakan untuk

mendiagnosis gangguan pendengaran akibat paparan bising, pemantauan

pemakaian obat ototoksik, auditori neuropati serta gangguan pendengaran lainnya

yang disebabkan oleh kelainan koklea.

2.9.1.2 Prinsip pemeriksaan OAE

Prinsip dasar pemeriksaan OAE adalah memberikan stimulus bunyi ke

dalam telinga melalui loudspeaker mini yang terdapat di dalam probe atau sumbat

liang telinga. Selanjutnya stimulus bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dan

koklea. Sebagai respon maka koklea yang sehat akan memancarkan emisi akustik,

yang akan dipantulkan ke arah luar atau echo menuju telinga tengah dan liang

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

32

telinga. Emisi tersebut diproses dan direkam oleh transducer berupa mikrofon

mini yang terletak di dalam probe yang sama dan selanjutnya diproses oleh mesin

OAE melalui program komputer sehingga hasilnya dapat ditampilkan pada layar

monitor komputer (Abiratno, 2003; Brasto, 2008).

Bila sel rambut luar mengalami kerusakan atau disfungsi misalnya oleh

karena paparan bunyi keras, penggunaan obat-obatan ototoksik dan proses

degeneratif seperti diabetes melitus, maka OAE tidak dapat ditimbulkan sekalipun

dengan rangsang akustik. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa kondisi telinga

tengah sangat berperan dalam penilaian, analisis dan interpretasi OAE oleh karena

kelainan pada telinga tengah akan mengakibatkan gangguan transmisi OAE ke

liang telinga (Abiratno, 2003; Brasto, 2008).

Telinga yang akan di tes perlu diberikan stimulasi bunyi agar dapat

menghasilkan ”otoacoustic emission”. Bunyi seperti ”click” dapat menimbulkan

respon OAE. Respon OAE terhadap masing-masing stimulus sangat unik

tergantung pada bunyi yang diberikan. Apabila OAE ”pass”, kemungkinan besar

fungsi koklea dan telinga tengah normal atau paling tidak pendengaran di sekitar

stimulus frekuensi yang memberikan respon dalam batas normal (Abiratno, 2003).

2.9.2 Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni adalah pengukuran sensitivitas pendengaran dengan

frekuensi yang dimulai dari 250 Hz sampai 8000 Hz. Pemeriksaan ini adalah

dasar dari evaluasi pendengaran dan dilaksanakan dalam ruang kedap suara.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

33

Pemeriksaan audiometri digunakan untuk memeriksa seluruh sistem auditorius

mulai dari telinga luar sampai korteks auditorius (Sweetow dan Bold, 2004).

Pada audiometri nada murni, ambang didapatkan baik melalui konduksi

udara maupun konduksi tulang. Pada pengukuran konduksi udara, perbedaan

stimulus nada murni yang berbeda-beda ditransmisikan melalui earphone. Sinyal

melewati liang telinga masuk ke dalam kavum timpani melalui tulang

pendengaran ke koklea dan kemudian menuju sistem auditorius pusat. Ambang

konduksi udara menggambarkan mekanisme integritas auditorius perifer.

Sedangkan pada pengukuran konduksi tulang, sinyal ditransmisikan melalui

getaran tulang yang biasanya diletakkan pada prominentia mastoid. Nada murni

secara langsung menstimulus koklea setelah melewati liang telinga dan telinga

tengah. Hasil pemeriksaan audiometri berupa audiogram dalam bentuk grafik

yang menggambarkan ambang pendengaran dalam frekuensi (Bess dan Humes,

2008).

Satuan stimulus diberikan dalam satuan desibel atau dB. Secara klinis, batas

normal untuk audiogram adalah 0-20 dB Hearing Level atau HL, dan 0-15 dB HL

untuk anak-anak (Hall dan Lewis, 2003). Sedangkan derajat gangguan

pendengaran sesuai World Health Organization atau WHO (1991) adalah ambang

≤ 25 dB dikategorikan normal, ambang 26-40 dB dikategorikan gangguan

pendengaran derajat ringan, ambang 41-60 dB mencerminkan gangguan

pendengaran sedang, ambang 61-80 dB dikategorikan gangguan pendengaran

berat, ≥ 81 dB dikategorikan gangguan pendengaran sangat berat. Frekuensi yang

penting untuk mengerti percakapan adalah di antara 500-8000 Hz. Pada tuli

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

34

konduksi, didapatkan hantaran tulang yang normal dan gangguan terdapat pada

hantaran udara sedangkan pada tuli sensorineural tidak terdapat gap antara

hantaran udara dan tulang (Hall dan Lewis, 2003).

2.10 Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Diagnosis gangguan pendengaran akibat bising dapat ditegakkan

berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta

pemeriksaan penunjang berupa audiometri (Soetirto dan Bashirudin, 2007).

Pada anamnesis seseorang pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan

bising dalam jangka waktu cukup lama umumnya 5 tahun atau lebih (Soetirto dan

Bashirudin, 2007). Ketulian timbul secara bertahap yang biasanya terjadi dalam 5-

10 tahun pertama paparan (Alberti, 2003). Tuli ini umumnya mengenai ke dua

telinga (Probst dkk., 2006). Penting untuk ditanyakan adalah riwayat pajanan

bising termasuk intensitas bising, lama paparan dalam sehari dan lama paparan

dalam seminggu serta lama kerja dalam lingkungan bising tersebut. Perlu juga

diperhatikan mengenai riwayat ketulian dalam keluarga, penggunaan zat atau obat

yang bersifat ototoksik serta trauma kepala. Penderita tuli akibat bising biasanya

datang dengan keluhan utama kurang pendengaran. Bila sudah cukup berat

disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila

lebih berat lagi maka percakapan yang keraspun sulit dimengerti. Selain itu,

penderita tuli akibat bising juga sering mengeluh tinitus nada tinggi yang hilang

timbul. Bila terjadi paparan bising berulang, maka tinitus akan menetap. Tinitus

menjadi lebih mengganggu pada saat suasana sunyi atau pada saat penderita akan

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

35

tidur, sehingga penderita mengeluh sukar tidur dan sulit berkonsentrasi (Dobie,

2006; Soetirto dan Bashirudin, 2007).

Pada pemeriksaan fisik telinga dan otoskopi tidak didapatkan adanya

kelainan. Pada pemeriksaan tes penala didapatkan tes Rinne hasil positif, tes

Weber lateralisasi ke telinga yang sehat, tes Schwabach memendek pada telinga

yang terkena. Kesan jenis ketuliannya adalah sensorineural. Pada pemeriksaan

OAE didapatkan hasil refer pada telinga yang terkena. Pada pemeriksaan

audiometri nada murni didapatkan dengan tuli sensorineural pada frekuensi antara

3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz didapatkan takik (notch) yang

patognomonik untuk jenis ketulian ini (Soetirto dan Bashirudin, 2007).

Berdasarkan Komisi Konservasi Pendengaran dan Bising dari The American

College of Occupational Medicine atau ACOM maka definisi tuli akibat bising

adalah sebagai gangguan pendengaran yang timbul secara perlahan sebagai akibat

paparan bising yang berlangsung lama secara terus menerus ataupun terputus-

putus dengan karakteristik dengan tanda sebagai berikut: 1) Tuli saraf koklea; 2)

Sebagian besar kasus bilateral dengan gambaran audiogram yang hampir serupa;

3) Hampir sebagian besar tidak menunjukkan gangguan pendengaran yang berat

(pada frekuensi rendah sekitar 40 dB dan frekuensi tinggi 75 dB); 4) Bila paparan

bising hilang maka progresivitas kelainan terhenti pula; 5) Riwayat paparan

sebelumnya tidak menyebabkan telinga menjadi lebih sensitif terhadap paparan

yang didapat kemudian; 6) Kerusakan awal terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan

6000 Hz dengan penurunan terbesar pada frekuensi 4000 Hz; 6) Gangguan

pendengaran maksimal timbul setelah paparan berlangsung sekitar 10-15 tahun,

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

36

setelah itu gambaran audiogram relatif menetap; 7) Kerusakan akibat paparan

bising yang terus-menerus lebih berat dibanding kerusakan akibat paparan bising

yang terputus (Alberti, 2003; Dobie, 2006; Probst dkk., 2006).

2.11 Program Konservasi Pendengaran pada Nelayan

Konservasi pendengaran pada nelayan dapat ditempuh dengan berbagai cara

untuk mengurangi risiko gangguan pendengaran bagi para nelayan. Beberapa

metode tersebut adalah mengontrol paparan bising mesin terhadap nelayan,

memberikan periode istirahat minimal 12 jam setelah melakukan perjalanan

dalam menangkap ikan dan mengenakan pelindung telinga merupakan beberapa

cara untuk mengurangi risiko gangguan pendengaran pada nelayan (Peters dkk.,

2005).

Adapun penggunaan alat pelindung telinga seperti ear plug atau ear muff

atau kombinasi pemakaian kedua alat pelindung tersebut dapat mengurangi

intensitas paparan bising. Pemakaian ear plug pada kedua telinga dapat

menurunkan intensitas paparan bising sebesar 21-31 dB. Pada kombinasi

pemakaian ear plug kemudian diikuti ear muff pada kedua telinga dapat

mengurangi intensitas paparan bising sebesar 29-36 dB (Toivonen dkk., 2002).

Pada dekade terakhir, pemahaman mengenai gangguan pendengaran akibat

bising secara biomolekuler menjadi semakin jelas sehingga strategi preventif dan

kuratif dapat dilakukan dengan lebih baik. Beberapa bukti penelitian juga

mendukung bahwa stress oxidative merupakan penyebab utama dari kerusakan sel

rambut pada kasus-kasus gangguan pendengaran akibat bising. Paparan bising

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi

37

yang menyebabkan stimulasi berlebihan menimbulkan produksi reactive oxygen

species atau ROS mencapai batas toksik, sehingga merusak fosfolipid pada

tingkat sel dan membran nukleus serta pada deoxyribo nucleic acid atau DNA.

Pada tingkat ini terjadi peningkatan ion Ca2+

intraselular dan terjadi peningkatan

aktivitas gen-gen yang memicu kematian sel. Atas dasar penemuan ini dapat

mengarahkan pada berbagai kemungkinan untuk melakukan pencegahan atau

menghilangkan pembentukan ROS, misalnya dengan meningkatkan sistem

pembentukan antioksidan endogen atau pemberian nutrisi kaya antioksidan

(Alberti, 2003).