Upload
nguyennga
View
235
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Filosofi K3
Salah satu organisasi profesional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
di USA, International Association of Safety Professional (IASP) menetapkan 8
prinsip K3 yang menjadi landasan pengembangan K3 (Ramli, 2010:23) sebagai
berikut:
1. K3 adalah tanggung jawab moral atau etik (Safety is an ethical responsibility)
Masalah K3 hendaknya dilihat sebagai tanggung jawab moral untuk melindungi
keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, K3 bukan sekadar pemenuhan
perundangan atau kewajiban, tetapi merupakan tanggung jawab moral setiap
pelaku bisnis untuk melindungi keselamatan pekerjanya.
2. K3 adalah budaya, bukan sekadar program (Safety is a culture, not a program)
Banyak perusahaan yang menganggap K3 hanya sekadar program yang dijalankan
dalam perusahaan atau untuk memperoleh penghargaan dan sertifikat. Padahal K3
adalah cerminan dari budaya (safety culture) dalam organisasi. K3 harus menjadi
nilai-nilai yang dianut dan menjadi landasan dalam pengembangan bisnis.
3. K3 adalah tanggung jawab manajemen (Management is responsible)
Selama ini manajemen sering melemparkan tanggung jawab K3 kepada para
pengawas dan jika terjadi kecelakaan akan melimpahkan kepada mereka yang
berada di tempat kerja. Padahal secara moral, tanggung jawab mengenai
keselamatan ada pada manajemen. Tanggung jawab ini tentu dalam wujud
9
kebijakan, kepedulian, kepemimpinan dan dukungan penuh terhadap upaya
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
4. Pekerja harus dididik untuk bekerja dengan aman (Employees must be trained
to work safety)
Setiap tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik
dan persyaratan K3 berbeda. Karena itu, K3 tidak bisa timbul sendirinya pada diri
pekerja atau pihak lainnya. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui
pembinaan dan pelatihan.
5. K3 adalah cerminan kondisi ketenagakerjaan (Safety is a condition of
employment)
Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang
menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Oleh karena itu,
kondisi K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan
dalam perusahaan.
6. Semua kecelakaan dapat dicegah (All injuries are preventable)
Prinsip dasar ilmu K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena semua
kecelakaan pasti ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan, maka
kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan.
7. Program K3 bersifat spesifik (Safety programs must be site specific)
Prinsip ini melihat bahwa program K3 tidak bisa dibuat, ditiru, atau
dikembangkan semuanya. Namun harus berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata
di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan
finansial, dan lainnya. Program K3 harus dirancang spesifik untuk masing-masing
10
organisasi atau perusahaan sehingga tidak bisa sekadar meniru atau mengikuti
arahan dan pedoman dari pihak lain.
8. K3 baik untuk bisnis (Safety is good business)
Melaksanakan K3 jangan dianggap sebagai pemborosan atau biaya tambahan,
namun harus dilihat sebagai bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan.
K3 adalah bagian integral dari aktivitas perusahaan. Kinerja K3 yang baik akan
memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan.
2.2 Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus dikelola sebagaimana
dengan aspek lainnya dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber
daya manusia, keuangan dan pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan
seperti apa adanya tanpa intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk
mengelolanya. Karena itu, ahli K3 sejak awal Tahun 1980an berupaya
meyakinkan semua pihak, khususnya manajemen organisasi untuk menempatkan
aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal inilah yang mendorong
lahirnya berbagai konsep mengenai Manajemen K3 (safety management). Semua
system manajemen K3 bertujuan untuk mengelola ririko K3 yang ada dalam
perusahaan agar kejadian yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan kerugian
dapat dicegah. Mengelola K3 sama juga dengan mengelola aspek lain dalam
perusahaan dengan menggunakan pendekatan manajemen modern mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, penerapan dan pengawasan.
11
Selanjutnya International Labour Organization (ILO) mengeluarkan
pedoman Sistem Manajemen K3 untuk digunakan di lingkungan kerja. Hal serupa
juga terjadi di sector industry lainnya sehingga berkembang berbagai system
manajemen keselamatan seperti Food Safety Management System, Railway Safety
Management System, Marine Safety Management System, Road Safety
Management System, Construction Safety Management System, Hospital Safety
Management System, dan lainnya. Faktor inilah antara lain yang mendorong
lahirnya system manajemen K3 OHSAS 18001.
2.2.1 Pengertian SMK3
Menurut Kepmenaker 05 Tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari
system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif.
SMK3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan
komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses
perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan. Pendekatan SMK3 telah
berkembang sejak Tahun 1980an yang dipelopori oleh pakar K3 seperti James
Tye dari British Safety Council, Dan Petersen, Frank Birds dan lainnya. Dewasa
12
ini terdapat berbagai bentuk SMK3 yang dikembangkan oleh berbagai lembaga
dan institusi di dalam dan luar negeri. antara lain:
a. Sistem Manajemen Five Star dari British Safety Council, UK
Dikembangkan oleh lembaga K3 di Inggris sekitar Tahun 1970 dan digunakan
di berbagai perusahaan dan institusi. Lembaga ini memberi penghargaan
kepada perusahaan yang berprestasi berbentuk pedang keselamatan (Sword of
Honour). Beberapa perusahaan di Indonesia, seperti Pertamina dan Petrokimia
telah memperoleh penghargaan ini.
b. British Standard BS 8800 Guide to Occupational Health and Safety
Management System
Merupakan standar tentang SMK3 yang diberlakukan di Inggris dan Negara
lain di sekitarnya.
c. Occupational Health and Safety (OHS) Management System, OHSA,USA
d. International Safety Rating System (ISRS) dari ILCI/DNV
Suatu SMK3 yang dipelopori oleh ahli K3 dari USA yaitu Mr. Frank Bird
yang mengembangkan metode penilaian kinerja K3 yang disebut ISRS. Sistem
ini memberi peringkat kinerja K3 suatu perusahaan melalui audit dan nilai
(system scoring). Di Indonesia telah banyak perusahaan yang menerapkan
sistem ini.
e. Process Safety Management, OHSA Standard CFR 29 1910.119
Merupakan SMK3 yang dirancang khusus untuk industri proses berisiko
tinggi seperti perminyakan dan petrokimia. Di Indonesia dikenal dengan
13
istilah Manajemen Keselamatan Proses (MKP) yang telah dikembangkan oleh
berbagai industri dan perusahaan.
f. Sistem Manajemen K3 dari Depnaker RI
Sistem ini telah dikembangkan di Indonesia dan diimplementasikan oleh
berbagai perusahaan. Auditnya dilakukan melalui Sucofindo.
g. American Petroleum Institute: API 9100A: Model Environmental Health and
Safety (EHS) Management System
Lembaga ini mengeluarkan pedoman tentang sistem manajemen keselamatan
kerja dan lingkungan
h. American Petroleum Institute: API RP 750, Management of Process Hazards
i. ILO – OHS 2001: Guideline on OHS Management System
Lembaga perburuhan dunia ini juga mengembangkan pedoman SMK3 yang
banyak digunakan sebagai acuan oleh berbagai Negara dan perusahaan.
j. E&P Forum: Guidelines for Development and Application of HSE
Management System
Semua SMK3 tersebut memiliki kesamaan yaitu berdasarkan proses dan fungsi
manajemen modern. Yang berbeda adalah elemen implementasinya yang
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
2.2.2 Tujuan SMK3
Berbagai tujuan SMK3 tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
b. Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
14
c. Sebagai dasar penghargaan (awards)
d. Sebagai sertifikasi
Mengingat banyaknya SMK3 yang dikembangkan oleh berbagai institusi
tersebut, timbul kebutuhan untuk menstandarisasikan sekaligus memberikan
sertifikasi atas pencapaiannya. Dari sini lahirlah penilaian kinerja K3 yang disebut
OHSAS 18000 (Occupational Health and Safety Assessment Series). Sistem ini
dapat disertifikasikan melalui lembaga sertifikasi dan diakui secara global.
OHSAS 18000 pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1999 dan kemudian
disempurnakan pada Tahun 2007 dan disepakati sebagai suatu Standar Sistem
Manajemen K3. OHSAS 18000 terdiri dari dua bagian yaitu OHSAS 18001
sebagai standar atau persyaratan SMK3, dan OHSAS 18002 sebagai pedoman
pengembangan dan penerapannya.
2.2.3 Proses SMK3
Menurut OHSAS 18001, sistem manajemen merupakan suatu set elemen-
elemen yang saling terkait untuk menetapkan kebijakan dan sasaran untuk
mencapai objektif tersebut. SMK3 terdiri atas dua unsur pokok yaitu proses
manajemen dan elemen-elemen implementasinya. Proses SMK3 menjelaskan
bagaimana sistem manajemen tersebut dijalankan atau digerakkan. Sedangkan
elemen merupakan komponen-komponen kunci yang terintegrasi satu dengan
yang lainnya membentuk satu kesatuan sistem manajemen.
Elemen-elemen ini mencakup antara lain tanggung jawab, wewenang,
hubungan antar fungsi, aktivitas, proses, praktis, prosedur dan sumber daya.
15
Elemen ini dipakai untuk menetapkan kebijakan K3, perencanaan, objektif dan
program K3. Proses SMK3 menggunakan pendekatan PDCA (Plan – Do – Check
– Action) yaitu mulai dari perencanaan, penerapan, pemeriksaan, dan tindakan
perbaikan. Dengan demikian, SMK3 akan berjalan terus-menerus secara
berkelanjutan selama aktivitas organisasi masih berlangsung.
SMK3 dimulai dengan penetapan kebijakan K3 oleh manajemen puncak
sebagai perwujudan komitmen manajemen dalam mendukung penerapan K3.
Kebijakan K3 selanjutnya dikembangkan dalam perencanaan. Tanpa perencanaan
yang baik, proses K3 akan berjalan tanpa arah (misguided), tidak efisien, dan
tidak efektif. Berdasarkan hasil perencanaan tersebut, dilanjutkan dengan
penerapan dan operasional, melalui pengerahan semua sumber daya yang ada,
serta melakukan berbagai program dan langkah pendukung untuk mencapai
keberhasilan. Secara keseluruhan, hasil penerapan K3 harus ditinjau ulang secara
berkala oleh manajemen puncak untuk memastikan bahwa SMK3 telah berjalan
sesuai dengan kebijakan dan strategi bisnis serta untuk mengetahui kendala yang
dapat mempengaruhi pelaksanaanya. Dengan demikian, organisasi dapat segera
melakukan perbaikan dan langkah koreksi lainnya.
16
Gambar 2.1 Siklus Manajemen
2.3 Tujuan dan Manfaat K3
Sering timbul anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan, pengeluaran
biaya yang sia-sia atau sekadar formalitas yang harus dipenuhi oleh organisasi. K3
masih dianggap sebagai beban tambahan bagi organisasi. Persepsi seperti ini
sangat menghambat pelaksanaan K3. Aspek K3 bersifat multi dimensi. Karena itu
tujuan dan manfaat K3 juga harus dilihat dari berbagai sisi seperti dari sisi hukum,
perlindungan tenaga kerja, ekonomi, pengendalian kerugian, sosial, dan lainnya.
2.4 Kecelakaan dan Keselamatan Kerja
2.4.1 Konsep Kecelakaan
Dalam proses terjadinya (Ramli, 2010:30), kecelakaan terkait empat unsur
produksi yaitu People, Equipment, Material, Environment (PEME) yang saling
berinteraksi dan bersama-sama menghasilkan suatu produk atau jasa. Kecelakaan
PLAN
DOCHECK
ACTIONTinjauan
Manajemen
Pengukuran & Pemantauan
Implementasi
Perencanaan
17
terjadi dalam proses interaksi tersebut yaitu ketika terjadi kontak antara manusia
dengan alat, material dan lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi
karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan
juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperti ventilasi,
penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui ambang batas. Di
samping itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan
kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material.
Faktor-faktor penyebab kecelakaan seperti dikemukakan oleh H.W.
Heinrich (1930) dengan teori dominonya yang menggolongkan atas:
a. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe action), misalnya tidak mau
menggunakan alat keselamatan dalam bekerja, melepas alat pengaman atau
bekerja sambil bergurau. Tindakan ini dapat membahayakan dirinya dan orang
lain yang dapat berakhir dengan kecelakaan.
b. Kondisi tidak aman (unsafe condition), yaitu kondisi di lingkungan kerja baik
alat, material, maupun lingkungan yang tidak aman dan membahayakan.
Teori tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Frank Bird yang
menggolongkan atas sebab langsung (immediate causes) dan faktor dasar (basic
causes). Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung
menyebabkan terjadinya kecelakaan, sedangkan penyebab tidak langsung
merupakan faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap kejadian tersebut.
2.4.2 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan
Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan
menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tindakan tidak aman dan
18
kondisi yang tidak aman. Namun dalam prakteknya tidak semudah yang
dibayangkan karena menyangkut berbagai unsur yang saling tekait mulai dari
penyebab langsung, penyebab dasar dan latar belakang. Oleh karena itu,
berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan. Banyak teori
dan konsep yang dikembangkan para ahli, dan beberapa diantaranya yaitu:
a. Pendekatan Energi
Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber
energi yang mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu pendekatan
energi mengendalikan kecelakaan melalui tiga titik yaitu pada sumbernya, pada
aliran energi (path way) dan pada penerima.
b. Pendekatan Manusia
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan
berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:
1). Pembinaan dan Pelatihan
2). Promosi dan Kampanye K3
3). Pembinaan Perilaku Aman
4). Pengawasan dan Inspeksi K3
5). Audit K3
6). Komunikasi K3
7). Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practices)
c. Pendekatan Teknis
19
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:
1) Rancang bangun yang aman disesuaikan dengan persyaratan teknis dan
standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan kerja.
2) Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan
dalam pengoperasian alat atau instalasi.
d. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain:
1) Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
bahaya dapat dikurangi
2) Penyediaan alat keselamatan kerja
3) Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3
4) Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja
e. Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manajemen yang tidak
kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang
dilakukan antara lain:
1) Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
2) Mengembangkan organisasi K3 yang efektif
3) Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk
manajemen tingkat atas.
20
2.4.3 Filosofi Keselamatan
Setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya. Tidak ada kejadian apapun yang
tanpa sebab sebagai pemicunya. Jika faktor penyebab tersebut dihilangkan, maka
dengan sendirinya kecelakaan bisa dicegah. Atas dasar tersebut, maka menurut
Heinrich yaitu setiap kecelakaan dapat dicegah. Selanjutnya dikemukakan sepuluh
aksioma sebagai berikut:
a. Bahwa kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab dan akibat. Tidak ada
kecelakaan yang disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan
rangkaian sebab dan akibat yang saling terkait.
b. Bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan
tindakannya yang tidak aman.
c. Bahwa kondisi yang tidak aman dapat membahayakan dan menimbulkan
kecelakaan.
d. Bahwa tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruhi oleh tingkah laku,
kondisi fisik, pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya.
e. Untuk itu upaya pencegahan kecelakaan harus mencakup berbagai usaha
antara lain dengan melakukan perbaikan teknis, tindakan persuasif,
penyesuaian individu dengan pekerjaannya dan dengan melakukan
penegakan disiplin (law inforcement).
f. Keparahan suatu kecelakaan berbeda satu dengan lainnya.
g. Program pencegahan kecelakaan harus sejalan dengan program lainnya
dalam organisasi.
21
h. Pencegahan kecelakaan atau program keselamatan dalam organisasi tidak
akan berhasil tanpa dukungan dan peran serta manajemen puncak dalam
organisasi.
i. Pengawas merupakan unsur kunci dalam program K3
j. Bahwa usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis.
2.4.4 Persyaratan Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja dalam suatu tempat kerja mencakup berbagai aspek
yang berkaitan dengan kondisi dan keselamatan sarana produksi, manusia dan
cara kerja. Persyaratan keselamatan kerja menurut Undang-undang No.1 tahun
1970 adalah sebagai berikut:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian
kebakaran atau kejadian lainnya
e. Memberikan pertolongan dalam kecelakaan
f. Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara atau getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik,
maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
22
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik
l. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerja
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman,
atau barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan
penyimpanan barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
2.5 Alat Pelindung Diri (APD)
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha – usaha teknis pengamanan
tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun
kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya.
Sehingga pihak manajemen akan mengambil tindakan untuk melindungi pekerja
itu dengan berbagai cara yaitu mengurangi sumber bahaya ataupun menggunakan
alat pelindung diri (personal protective devices). Namun dalam realisasinya
pemakaian APD masih sangat sulit, mengingat para pekerja akan menganggap
bahwa alat ini akan mengganggu pekerjaan.
23
APD adalah suatu kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh
bangunan yang bekerja di sebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung,
diwajibkan menggunakannya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah
melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Alat-alat demikian harus
memenuhi persyaratan tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan
efektif terhadap jenis bahaya.
APD berperan penting terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam
pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan yang
penting sebagai pelaku pembangunan, sehingga perlu dilakukan upaya – upaya
perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis dan medis dalam
mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. Terjadinya kecelakaan kerja dapat
mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan
hasil produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya
akan merugikan semua pihak serta berdampak pada perekonomian nasional.
Bahaya yang mungkin terjadi di lantai produksi dan menimpa tenaga kerja adalah:
a. Tertimpa benda keras dan berat
b. Tertusuk atau terpotong benda tajam
c. Terjatuh dari tempat tinggi
d. Terbakar atau terkena aliran listrik
e. Terkena zat kimia berbahaya pada kulit atau melalui pernafasan
f. Rusak pendengaran karena kebisingan
g. Rusak penglihatan karena cahaya berlebihan
h. Terkena radiasi
24
Kerugian yang harus ditanggung apabila terjadi kecelakaan adalah :
a. Produktivitas pekerja berkurang selama beberapa waktu
b. Adanya biaya perawatan medis atas tenaga kerja yang terluka, cacat, bahkan
meninggal
c. Kerugian atas kerusakan mesin
d. Menurunnya efisiensi perusahaan, dan lain-lain
APD bukanlah alat yang nyaman apabila dikenakan tetapi fungsi dari alat
ini sangatlah besar sebab dapat mencegah penyakit akibat kerja ataupun
kecelakaan pada waktu bekerja. Pada kenyataannya banyak para pekerja yang
masih belum mengenakan APD karena merasakan ketidaknyamanan saat bekerja.
Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
pengusaha wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan
orang lain yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus
perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang-undang.
Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai APD yang telah
disediakan. APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga kerja
harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga kerja berhak
menolak memakainya jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat. Dari
ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan faktor – faktor
pertimbangan dimana APD harus :
a. Enak dan nyaman dipakai
b. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja
25
c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi
bahaya
d. Memenuhi syarat estetika
e. Memperhatikan efek samping penggunaan APD
f. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga
terjangkau
Beberapa jenis APD antara lain : masker, kacamata, sepatu pengaman,
sarung tangan, topi pengaman (helmet), perlindungan telinga, perlindungan paru-
paru, dan APD lainnya. Penggunaan pelindung wajah dan alat pernafasan
(Masker) pada tempat – tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang
diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain: debu – debu kasar dari
penggerindaan atau operasi – operasi sejenis; racun dan debu halus yang
dihasilkan dari pengecatan atau asap; uap beracun atau gas beracun dari pabrik
kimia; bukan gas beracun tetapi seperti Karbondioksida (CO2) yang menurunkan
konsentrasi Oksigen (O2) di udara. Untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran
tersebut, kita dapat menggunakan alat yang disebut masker . Hal yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan masker yaitu: bagaimana menggunakan masker
secara benar; macam dari kotoran debu yang perlu dihindari; dan lamanya
menggunakan alat tersebut.
Jenis – jenis masker dan penggunaannya :
a. Masker penyaring debu, berguna untuk melindungi pernafasan dari serbuk –
serbuk logam, pengerindahan atau serbuk kasar lainnya.
26
b. Masker berhidung, berguna untuk menyaring debu atau benda lain sampai
ukuran 0,5 mikron, bila kita sulit bernafas waktu memakai alat ini maka
hidungnya harus diganti karena filternya telah tersumbat oleh debu.
c. Masker bertabung, mempunyai filter yang baik daripada masker berhidung.
Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas
tertentu. Bermacam-macam tabung dapat dipasangkan dan tertulis untuk
macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan.
Salah satu masalah tersulit dalam pencegahan kecelakaan adalah
pencegahan kecelakaan yang menimpa mata. Orang-orang merasa enggan
memakai kacamata (goggles) karena ketidaknyamanannya sehingga dengan
alasan tersebut pekerja merasa mengurangi kenikmatan kerja. Banyak upaya yang
harus diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin, atau melalui pendidikan dan
penggairahan, agar tenaga kerja memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan
bahwa risiko kecelakaan terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan
kemauan sendiri. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka
tidak akan mau memakainya. Kecelakaan mata berbeda – beda dan aneka jenis
kacamata pelindung diperlakukan. Misalnya, pekerjaan dengan kemungkinan
adanya risiko dari bagian-bagian yang melayang memerlukan kacamata dengan
lensa yang kokoh, sedangkan bagi pengelasan diperlakukan lensa penyaringan
sinar las yang tepat.
Sepatu pengaman (Safety Shoes) harus dapat melindungi tenaga kerja
terhadap kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa
kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungkin terinjak, logam pijar, asam –
27
asam, dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat dan baik, cukup
memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda – benda
berat masih perlu sepatu dengan ujung bertutup baja dan lapisan baja di dalam
solnya. Lapis baja di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan
benda runcing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan.
Sarung Tangan (Gloves) harus diberikan kepada tenaga kerja dengan
pertimbangan akan bahaya – bahaya dan persyaratan yang diperlukan, antara lain
syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung pada
jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas,
terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi, dan sebagainya. Harus
diingat bahwa memakai sarung tangan ketika bekerja pada mesin pengebor, mesin
pengepres dan mesin lainnya yang dapat menyebabkan tertariknya sarung tangan
ke mesin adalah berbahaya. Sarung tangan juga sangat membantu pada pekerjaan
yang berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja yang
licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk pengerjaan listrik.
Helm Pengaman (Safety Helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang
mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh, melayang, atau benda-benda lain
yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahan
plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini. Telinga
harus dilindungi selain dari suara yang berlebihan atau kebisingan, juga dari
loncatan api, percikan logam, pijar, atau partikel-partikel yang melayang.
Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga.
28
Masih terdapat APD lainnya seperti tali pengaman bagi tenaga kerja yang
mungkin terjatuh, selain itu mungkin pula diadakan tempat kerja khusus bagi
tenaga kerja dengan segala alat proteksinya. Juga pakaian khusus bagi tenaga
kerja saat terjadinya kecelakaan atau untuk penyelamatan. Pakaian kerja harus
dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya – bahaya kecelakaan.
2.6 Kesehatan Kerja
Hal – hal yang terkait prihal kesehatan kerja diantaranya diatur dalam UU
No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, terutama yang tertuang dalam Bab
tersendiri yaitu prihal Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja.
2.6.1. Kesehatan Lingkungan
Prihal Kesehatan Lingkungan, dalam beberapa pasal menyebutkan tentang
upaya kesehatan lingkungan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Adapun lingkungan sehat yang dimaksud mencakup lingkungan permukiman,
tempat kerja, tempat rekreasi, dan fasilitas umum. Lingkungan sehat juga
dimaksudkan bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan
antara lain: limbah cair; limbah padat; limbah gas; sampah yang tidak diproses
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; binatang pembawa
penyakit; zat kimia yang berbahaya; kebisingan yang melebihi ambang batas;
radiasi sinar pengion dn non pengion; air yang tercemar; udara yang tercemar; dan
makanan yang terkontaminasi.
29
2.6.2 Kesehatan Kerja
Prihal Kesehatan Kerja, dalam beberapa pasal menyebutkan tentang upaya
kesehatan kerja yang ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terhindar dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan, meliputi pekerja di sektor formal dan informal, serta berlaku bagi
setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja. Pengelola
tempat kerja wajib mentaati standar kesehatan kerja sesuai dengan standar yang
ditetapkan pemerintah, serta menjamin lingkungan kerja yang sehat dan
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. Pengelola tempat kerja wajib
melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Pekerja wajib
menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan mentaati
peraturan yang berlaku di tempat kerja. Dalam penyeleksian pemilihan calon
pegawai pada perusahaan, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Majikan
atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya
pemeliharaan kesehatan pekerja.
2.6.3 Pengelolaan Sampah
Terkait dengan kesehatan, pengelolaan sampah juga menjadi hal yang
sangat penting. Seperti yang diatur dalam Undang - Undang No. 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah. Proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan
30
dan berwawasan lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 Ayat (4) Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemanfaatan sumber daya
alam masih menjadi modal dasar pembangunan di Indonesia saat ini dan masih
diandalkan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya
alam tersebut harus dilakukan secara bijak. Pemanfaatan sumber daya alam
tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar pembangunan berkelanjutan yaitu:
menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial
(socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally sound). Proses
pembangunan yang diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan generasi masa kini dan yang
akan datang.
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk usaha
dan/atau kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam
proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan
oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal
perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan
pengambangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin. Perangkat atau
instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah AMDAL
dan UKL – UPL. Pasal 22 Undang – Undang No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki AMDAL. AMDAL tidak hanya mencakup kajian terhadap aspek
31
biogeofisik dan kimia saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya dan
kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang – Undang No.32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan
untuk memiliki UKL – UPL. Pelaksanaan AMDAL dan UKL – UPL harus lebih
sederhana dan bermutu serta menuntut profesionalisme, akuntabilitas dan
integritas semua pihak terkait agar instrumen dapat digunakan sebagai perangkat
pengambilan keputusan yang efektif.
AMDAL dan UKL – UPL juga merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan Ijin Lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal atau
pemeriksaan UKL – UPL merupakan satu kesatuan dengan proses permohonan
dan penerbitan Ijin Lingkungan. Dengan dimasukkannya AMDAL dan UKL –
UPL dalam proses perencanaan usaha dan/atau kegiatan, Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi yang luas
dan mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dan langkah-langkah pengendaliannya,
baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan. Berdasarkan informasi
tersebut, pengambilan keputusan dapat mempertimbangkan dan menetapkan
apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak, tidak layak,
disetujui, atau ditolak, dan Ijin Lingkungannya dapat diterbitkan. Masyarakat juga
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan penerbitan Ijin Lingkungan.
Tujuan diterbitkannya Ijin Lingkungan antara lain untuk memberikan
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan,
32
meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan
koordinasi antar instansi dalam penyelenggaraan perijinan untuk usaha dan/atau
kegiatan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan.
Dalam Undang – Undang ini, yang dimaksud dengan :
a. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
b. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
c. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
d. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
e. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
f. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendaur ulangan, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
g. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan,
dan pemrosesan akhir sampah.
h. Tempat pemprosesan akhir adalah tempat untuk memproses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan.
33
i. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak
negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat
pemrosesan akhir sampah.
j. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.
k. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
l. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
m. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
n. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup dan di bidang pemerintahan lain yang
terkait.
Ruang Lingkup dalam Undang – Undang ini mencakup:
a. Sampah yang dikelola berdasarkan UU ini terdiri atas sampah rumah tangga,
sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik.
b. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,
tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
34
c. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau
fasilitas lainnya.
d. Sampah spesifik meliputi sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun, sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun,
sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang
secara teknologi belum dapat diolah, dan/atau sampah yang timbul secara
tidak periodik.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik diatur dengan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup.
2.6.4 Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah
Hal – hal yang terkait Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah:
a. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah.
b. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah,
pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah.
c. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagai berikut
yaitu menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu, memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan,
memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan, memfasilitasi
35
kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang, memfasilitasi pemasaran
produk-produk daur ulang.
d. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi
yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat
didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
e. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan
bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh
proses alam.
f. Kegiatan penanganan sampah meliputi: pemilahan dalam bentuk
pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau
sifat sampah; pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan
sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu; pengangkutan dalam bentuk membawa sampah
dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari
tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi dan jumlah
sampah; dan/atau pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
g. Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah
36
2.7 Manajemen Proyek Konstruksi
2.7.1 Definisi Proyek
Proyek didefinisikan sebagai sebuah rangkaian aktivitas unik yang saling
terkait untuk mencapai suatu hasil tertentu dan dilakukan dalam periode waktu
tertentu pula. Menurut PMBOK Guide (2004), sebuah proyek memiliki beberapa
karakteristik penting yang terkandung di dalamnya yaitu: temporary, unique,
progressive elaboration. Sementara (temporary) berarti setiap proyek selalu
memiliki jadwal yang jelas kapan dimulai dan kapan diselesaikan. Sebuah proyek
berakhir jika tujuannya telah tercapai atau kebutuhan terhadap proyek itu tidak
ada lagi sehingga proyek tersebut dihentikan. Unique artinya bahwa setiap proyek
menghasilkan suatu produk, solusi, service atau output tertentu yang berbeda-beda
datu dan lainnya. Progressive elaboration adalah karakteristik proyek yang
berhubungan dengan dua konsep sebelumnya yaitu sementara dan unik. Setiap
proyek terdiri dari langkah-langkah yang terus berkembang dan berlanjut sampai
proyek berakhir. Setiap langkah semakin memperjelas tujuan proyek.
Karakteristik – karakteristik tersebut di atas yang membedakan aktivitas
suatu proyek terhadap aktivitas rutin operasional. Aktivitas operasional cenderung
bersifat terus – menerus dan berulang – ulang, sementara aktivitas proyek bersifat
temporer dan unik. Dari segi tujuannya, aktivitas akan berhenti ketika tujuan telah
tercapai. Sementara aktivitas operasional akan terus menyesuaikan tujuannya agar
pekerjaan tetap berjalan.
37
2.7.2 Definisi Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah aplikasi pengetahuan (knowledges),
keterampilan (skills), alat (tools) dan teknik (techniques) dalam aktivitas –
aktivitas proyek untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan proyek (PMBOK,
2004). Manajemen proyek dilaksanakan melalui aplikasi dan integrasi tahapan
proses manajemen proyek yaitu initiating, planning, executing, monitoring dan
controlling serta akhirnya closing keseluruhan proses proyek tersebut. Dalam
pelaksanaannya, setiap proyek selalu dibatasi oleh kendala-kendala yang sifatnya
saling mempengaruhi dan biasa disebut sebagai segitiga project constraint
(lingkup pekerjaan, waktu dan biaya), dimana keseimbangan ketiga konstrain
tersebut akan menentukan kualitas suatu proyek. Perubahan salah satu atau lebih
faktor tersebut akan mempengaruhi setidaknya satu faktor lainnya.
Untuk situasi sekarang, perusahaan perlu juga menjaga agar pencapaian
yang diperoleh dalam pelaksanaan proyek tetap menjaga hubungan baik dengan
pelanggan (customer relation). Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Dalam
gambar tersebut ditunjukkan bahwa dalam pencapaian tujuan proyek, kita perlu
memperhatikan batasan waktu, biaya, lingkup pekerjaan dengan memanfaatkan
resources yang kita punyai (Budi Santosa,2009). Di sini juga bisa dikemukakan
bahwa dalam pelaksanaan proyek ada tawar – menawar (trade off) antara berbagai
pembatas. Jika kualitas hasil ingin dinaikkan, akan membawa konsekuensi
kenaikan biaya dan waktu. Sebaliknya, jika biaya ditekan agar lebih murah
dengan waktu pelaksanaan tetap sama, maka konsekuensinya, kualitas bisa turun.
38
Gambar 2.2 Pembatas-pembatas dalam Pelaksanaan Proyek
(Sumber : Budi Santosa,2009)
2.7.3 Macam-Macam Proyek
Menurut jenis pekerjaannya, proyek bisa diklasifikasikan antara lain
sebagai berikut:
1. Proyek Konstruksi
Proyek ini biasanya berupa pekerjaan membangun atau membuat produk fisik.
Sebagai contoh adalah proyek pembangunan jalan raya, jembatan atau
bangunan konstruksi lainnya.
2. Proyek Penelitian dan Pengembangan
Hubungan Baik
dengan Customer
Lingkup Pekerjaan Waktu
Resources
Biaya
39
Proyek ini bisa berupa penemuan produk baru, temuan alat baru, atau
penelitian mengenai ditemukannya bibit unggul untuk suatu tanaman. Proyek
ini bisa muncul di lembaga komersial maupun pemerintah. Setelah suatu
produk baru ditemukan atau dibuat biasanya disusul pembuatan secara massal
untuk dikomersialisasikan.
3. Proyek yang Berhubungan dengan Manajemen Jasa
Proyek ini sering muncul dalam perusahaan maupun instansi pemerintah.
Proyek ini bisa berupa : perancangan struktur organisasi; pembuatan sistem
informasi manajemen; peningkatan produktivitas perusahaan; dan pemberian
training.
2.7.4 Ukuran Proyek
Proyek bisa dilihat dari sumber daya yang dibutuhkan, biayanya dan
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Hal-hal ini digunakan sebagai
kriteria ukuran proyek, sehingga ukuran proyek bisa dilihat dari jumlah
kegiatannya, besarnya biaya, jumlah tenaga kerja, dan waktu yang dibutuhkan.
Sedangkan tingkat kompleksitasnya suatu proyek ditandai dengan jumlah kegiatan
dan hubungan antar kegiatan, jenis dan jumlah hubungan antar
kelompok/organisasi dalam proyek, jenis dan jumlah hubungan antar kelompok di
dalam organisasi dan pihak luar, dan tingkat kesulitan. Suatu proyek bisa
berukuran besar dengan jumlah kegiatan banyak, tenaga kerja besar namun
tingkat kesulitannya sedang.
40
2.7.5 Pandangan terhadap Manajemen Proyek
Ada cara pandang yang berbeda antara pandangan tradisional dan pandangan baru
terhadap manajemen proyek. Beberapa perbedaan antara bagaimana pandangan
tradisional dan pandangan baru terhadap manajemen proyek disajikan dalam
Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Pandangan Baru dan Tradisional terhadap Manajemen Proyek
Pandangan Tradisional Pandangan Baru
Manajemen proyek perlu lebih banyak
orang dan ongkos tambahan
Manajemen proyek memungkinkan
untuk menyelesaikan lebih banyak
pekerjaan dengan ongkos lebih murah,
dengan lebih sedikit orang
Keuntungan menurun Keuntungan akan meningkat
Manajemen proyek meningkatkan
jumlah perubahan cakupan pekerjaan
Manajemen proyek akan memberikan
kontrol yang lebih baik terhadap
perubahan cakupan pekerjaan
Manajemen proyek menciptakan
ketidakstabilan dan konflik
Manajemen proyek organisasi makin
efisien dan efektif melalui prinsip
perilaku organisasi yang lebih baik
Manajemen proyek menyerahkan
produk kepada pelanggan
Manajemen proyek memberikan solusi
Ongkos manajemen proyek membuat
tidak kompetitif
Manajemen proyek meningkatkan
bisnis kita
Manajemen proyek menambah masalah
kualitas
Manajemen proyek meningkatkan
kualitas
Sumber : Budi Santosa, 2009
41
2.8 Manajemen Risiko
2.8.1 Konsep Risiko
Memahami konsep risiko secara luas, akan merupakan dasar yang esensial
untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Oleh karena itu, dengan
mempelajari berbagai definisi risiko, diharapkan pemahaman tentang konsep
risiko menjadi semakin jelas. Definisi yang pertama adalah risk is the chance of
loss yang menyebutkan bahwa risiko adalah kans kerugian, biasanya
dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu
keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.
Sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam statistik, maka
chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan
munculnya situasi tertentu. Definisi berikutnya adalah risk is the possibility of loss
yaitu risiko merupakan kemungkinan kerugian, dimana istilah possibility berarti
bahwa probabilitas suatu peristiwa berada diantara satu dan nol. Selanjutnya risk
is uncertainty yaitu risiko adalah ketidakpastian baik yang bersifat subjektif
maupun objektif. Ketidakpastian subjektif merupakan penilaian individu terhadap
situasi risiko, sedangkan ketidakpastian objektif dimaksudkan sebagai frekuensi
relatif yang didasarkan atas perhitungan ilmiah.
2.8.2 Manajemen Risiko K3
Tujuan upaya K3 adalah untuk mencegah kecelakaan yang ditimbulkan
karena adanya suatu bahaya di lingkungan kerja. Karena itu pengembangan
SMK3 harus berbasis pengendalian risiko sesuai dengan sifat dan kondisi bahaya
yang ada. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa K3 tidak diperlukan jika
42
tidak sumber bahaya yang harus dikelola. Perhatikan Gambar 2.3 yang
memperlihatkan hubungan bahaya dengan risiko. Keberadaan bahaya dapat
mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa dampak
terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan (Soehatman Ramli, 2010).
Risiko menggambarkan besarnya potensi bahaya tersebut untuk dapat
menimbulkan insiden atau cedera pada manusia yang ditentukan oleh
kemungkinan dan keparahan yang diakibatkannya. Adanya bahaya dan risiko
tersebut harus dikelola dan dihindarkan melalui manajemen K3 yang baik. Karena
itu, manajemen K3 memiliki kaitan yang sangat erat dengan manajemen risiko.
Gambar 2.3 Hubungan Bahaya dan Risiko
(Sumber : Soehatman Ramli, 2010)
2.8.3 Proses HIRARC dalam Manajemen Risiko
Sesuai persyaratan OHSAS 18001, organisasi harus menetapkan prosedur
mengenai identifikasi bahaya (Hazards Identification), penilaian risiko (Risk
Assessment), dan pengendalian risiko (Risk Control) atau disingkat HIRARC.
Keseluruhan proses ini disebut juga manajemen risiko (Risk Management).
Bahaya
RISIKO
Kecelakaan Manajemen K3
Pihak Terdampak (Manusia Lingkungan Material Peralatan)
43
HIRARC merupakan elemen pokok dalam SMK3 yang berkaitan langsung
dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya. Disamping itu, HIRARC
juga merupakan bagian dari sistem manajemen risiko. Menurut OHSAS 18001,
HIRARC harus dilakukan di seluruh aktivitas organisasi untuk menentukan
kegiatan organisasi yang mengandung potensi bahaya dan menimbulkan dampak
serius terhadap K3. Selanjutnya hasil HIRARC menjadi masukan untuk
penyusunan objektif dan target K3 yang akan dicapai, yang dituangkan dalam
program kerja. HIRARC merupakan titik pangkal dari pengelolaan K3. Jika
HIRARC tidak dilakukan dengan baik maka penerapan K3 akan salah arah, acak
atau virtual, karena tidak mampu menangani isu pokok yang ada dalam
organisasi. Elemen-elemen lainnya seperti pelatihan, dokumentasi, komunikasi,
pengukuran, pengendalian rekaman dan lainnya adalah untuk menopang atau
mengacu kepada program pengendalian risiko. Jangan terjadi sebaliknya, dimana
organisasi hanya fokus kepada elemen – elemen pendukung, lengkap dengan
prosedur dan dokumentasinya, namun mengabaikan proses HIRARC, sehingga
kecelakaan masih akan dapat terjadi.
2.9 Konsep Perilaku
2.9.1 Definisi Umum Perilaku
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata lain,
perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai
tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh
individu yang bersangkutan. Adakalanya kita bertanya:”mengapa saya melakukan
44
hal itu?” Sigmund Freud adalah orang pertama yang memahami pentingnya
motivasi di bawah sadar (Subsconcious Motivation), dimana beliau beranggapan
bahwa manusia tidak selalu menyadari tentang segala sesuatu yang diinginkan,
sehingga sebagian besar perilaku mereka dipengaruhi oleh motif-motif atau
kebutuhan-kebutuhan di bawah sadar. Sebagai analogi tentang motivasi
kebanyakan orang, dapat kita menggunakan struktur sebuah gunung es. Segmen
penting motivasi manusia muncul di bawah permukaan (gunung es tersebut) hal
mana tidak selalu terlihat oleh individu yang bersangkutan. Maka oleh karenanya,
seringkali hanya sebagian kecil dari motivasi jelas terlihat atau disadari oleh orang
yang bersangkutan. Kesatuan dasar perilaku adalah sebuah aktivitas. Sebenarnya
semua perilaku merupakan suatu seri aktivitas. Guna dapat meramalkan perilaku,
para manajer mengetahui motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan apa pada
manusia yang menyebabkan timbulnya tindakan tertentu pada waktu tertentu.
2.9.2 Motivasi dalam Perilaku
Manusia bukan saja menunjukkan perbedaan dalam kemampuan, tetapi
juga ada perbedaan dalam keinginan untuk melakukan sesuatu atau motivasi.
Motivasi orang – orang bergantung pada kekuatan motif-motif mereka. Kadang-
kadang motif-motif dinyatakan orang sebagai kebutuhan (needs), keinginan
(wants), dorongan (drives), atau impuls – impuls di dalam individu yang
bersangkutan. Motif – motif merupakan “mengapa” dari perilaku. Mereka
menimbulkan dan mempertahankan aktivitas serta menentukan arah umum
perilaku seorang individu. Pada dasarnya motif – motif atau kebutuhan –
kebutuhan merupakan sumber terjadinya aksi.
45
2.9.3 Tujuan dalam Perilaku
Tujuan – tujuan berada di luar seorang individu, yaitu mereka kadang –
kadang dinyatakan sebagai imbalan yang diharapkan ke arah mana motif – motif
diarahkan. Tujuan – tujuan tersebut seringkali dinamakan perangsang –
perangsang (incentives) oleh para ahli ilmu jiwa. Tetapi sebaiknya kita tidak
menggunakan istilah tersebut oleh karena kebanyakan orang mengaitkan imbalan
dengan imbalan finansial konkret, seperti upah/gaji yang meningkat, tetapi kita
pun harus mengakui bahwa terdapat pula cukup banyak imbalan yang tak
berbentuk (intangible rewards) seperti misalnya pujian atau kekuasaan, yang
sama pentingnya dalam hal menimbulkan perilaku. Para manajer yang berhasil
dalam memotivasi pegawai mereka umumnya menyediakan sebuah lingkungan
dimana tersedia tujuan – tujuan (perangsang – perangsang) yang tepat guna
pemuasan kebutuhan.
Sebuah motif cenderung menyusut kekuatannya, apabila ia dipenuhi atau
apabila ia ditahan dari pemuasan. Kebutuhan – kebutuhan berkekuatan tinggi
yang dipenuhi kadang – kadang dinyatakan dengan istilah “satisfied”, artinya
kebutuhan tersebut telah dipenuhi hingga tingkat dimana kebutuhan lain yang
bersangkutan kini lebih kuat. Apabila sebuah kebutuhan berkekuatan tinggi
berupa perasaan haus, maka kalau orang minum, hal tersebut cenderung
mengurangi kekuatan tersebut dan kebutuhan-kebutuhan lain, kini mungkin
menjadi lebih penting.
46
Pemuasan suatu kebutuhan mungkin tertahan. Sekalipun dapat terjadi
gejala menyusutnya kekuatan kebutuhan, hal tersebut tidak selalu terjadi pada
waktu permulaan. Justru mungkin terdapat tendensi bagi orang yang bersangkutan
untuk melakukan perilaku penyesuaian (coping behavior). Hal tersebut berupa
sebuah upaya untuk mengatasi penghalang tersebut dengan jalan pemecahan
masalah secara uji coba. Orang yang bersangkutan dapat mencoba aneka macam
perilaku guna menemukan sebuah perilaku yang akan mencapai tujuan yang
diinginkan atau yang akan mengurangi ketegangan yang timbul karena
pemblokiran (blockage).
Perhatikan Gambar 2.4 . Secara inisial, perilaku menyesuaikan tersebut
mungkin bersifat rasional (J. Winardi, 2004). Mungkin orang tersebut berupaya
melakukan macam-macam percobaan ke arah No.1 sebelum ia beralih ke arah
No.2 dan hal yang sama diulanginya sebelum akhirnya menuju kearah No.3,
dimana akhirnya ia mencapai keberhasilan hingga tingkat tertentu.
47
Gambar 2.4. Perilaku Penyesuaian (Coping Behavior)
(Sumber : J. Winardi, 2004)
Apabila orang-orang berupaya untuk mencapai sesuatu hal tanpa adanya
sesuatu hasil, maka mereka mungkin mensubstitusi tujuan – tujuan yang dapat
memuaskan kebutuhan tersebut. Hubungan antara motif – motif, tujuan, dan
aktivitas ditunjukkan dalam bentuk sederhana pada Gambar 2.5 . Ilustrasi
skematik tersebut menunjukkan sebuah situasi yang memotivasi dimana motif –
motif seorang individu dikerahkan ke arah pencapaian tujuan. Motif yang paling
kuat menimbulkan perilaku yang atau diarahkan ke arah tujuan atau aktivitas
tujuan. Oleh karena tidak semua tujuan dapat dicapai, maka para individu tidak
selalu mencapai aktivitas tujuan, terlepas dari kekuatan motif yang ada. Jadi
aktivitas tujuan ditunjukkan dengan garis putus-putus.
KEBUTUHAN
KEKUATAN
TINGGI
PE
MB
LO
KIR
AN
Perilaku yang
Dicoba 1
Perilaku yang Dicoba 2
Perilaku yang Dicoba 3
SUKSES
Dilanjutkan
Perilaku yang
PEMBLOKIRAN
48
Gambar 2.5. Hubungan Perilaku dan Motivasi
(Sumber : J. Winardi, 2004)
2.9.4 Hubungan Perilaku K3 dengan Budaya K3
Untuk mengubah budaya K3 bisa dilakukan dengan mengubah mindset
(cara pandang) para pekerja. Perubahan mindset bisa dilakukan dari mengubah
perilaku. Apa keterkaitan antara mindset dan perilaku. Perilaku adalah tindakan
yang dapat diamati atau dilihat. Segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang
yang dapat dilihat, dirasa, dan didengar. Oleh karena itu, perilaku dapat diukur
sehingga bisa dikelola dan ditingkatkan. System manajemen secara menyeluruh
akan mempengaruhi perilaku para pekerja. Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku
yang member dampak kerugian adalah perilaku yang tidak disadari dan terjadinya
dalam waktu yang sangat cepat.
Mengapa untuk mengubah budaya K3 perlu focus pada perilaku? Dari
hasil analisis terhadap beberapa insiden, disimpulkan bahwa 95% kecelakaan
kerja secara langsung berkaitan dengan perilaku tidak selamat sesaat sebelum
kejadian kecelakaan kerja. Perilaku bisa diobservasi dan diukur. Insiden – insiden
Aktivitas yang
ditujukan ke arah
sasaran
Aktivitas Tujuan
PERILAKU
MOTIF
TUJUAN
49
terjadi disebabkan oleh kombinasi beberapa perilaku. Contoh, dari sebuah struktur
perancah, toe board dilepas untuk memindahkan beberapa material. Setelah
pemindahan material selesai, toe board tersebut tidak dikembalikan ke tempat
semula. Sebuah batu bata jatuh dan menimpa seorang pekerja yang sedang bekerja
di bawah perancah dan mati.
Hanya butuh satu dari perilaku – perilaku terlihat dan dapat diukur dilakukan
dengan aman untuk mencegah terjadinya kecelakaan fatal. Adapun hubungan
perilaku dengan mindset :
a. Mindset menggambarkan keseluruhan persepsi yang terbentuk oleh
pengamatan dari satu atau beberapa perilaku
b. Mindset ada dalam kepala manusia, oleh karena itu dapat diukur dan diamati
c. Mindset adalah hal yang dipikirkan, diketahui atau diyakini.
2.10 Kajian Analisis Data
2.10.1 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/pertanyaan
yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Sugiyono (2008),
populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam lain.
Populasi bukan sekadar jumlah yang ada pada objek/pertanyaan yang dipelajari,
tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh pertanyaan/objek.
50
Tujuan diadakan populasi adalah agar kita dapat menentukan besarnya
anggota sampel yang diambil dari anggota populasi. Populasi dalam setiap
penelitian harus disebutkan secara tersurat yaitu berkenan dengan besarnya
anggota populasi serta wilayah penelitian yang dicakup.
2. Sampel
Sampel adalah jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono,2008). Bila dalam penelitian populasinya besar, dan peneliti
tidak dapat mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti itu dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi tersebut. Dalam penelitian ini, sampel yang
digunakan sebagai objek penelitian adalah pekerja konstruksi pada proyek
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 3 sebanyak 137
orang dari populasi pekerja sebanyak 1159 orang
Beberapa criteria yang perlu diperhatikan dalam mengambil sampel
adalah:
a. Menentukan daerah generalisasi terlebih dahulu
b.Member batas-batas yang tegas tentang sifat-sifat populasi
c. Menentukan sumber-sumber informasi tentang populasi
d. Memilih teknik sampling dan menghitung jumlah besar anggota sampel yang
sesuai dengan tujuan penelitiannya
51
2.10.2 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Menurut
Sugiyono (2008), untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian terdapat berbagai macam teknik sampling yang digunakan. Teknik
sampling pada dasarnya dibagi atau dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability
Sampling dan Nonprobability Sampling.
Pada penelitian ini digunakan teknik sampling Nonprobability Sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak member peluang/kesempatan sama
bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilh menjadi sampel. Dari teknik
nonprobability sampling ini dipakai Sampling Insidental yang merupakan teknik
penentuan sampel dengan cara menjadikan setiap orang yang dijumpai dan
sebagai pekerja konstruksi pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-
Ngurah Rai-Benoa Paket 3 yang dianggap layak sebagai sumber data.
2.11 Uji Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Penelitian
Sebagaimana diketahui bahwa data mempunyai kedudukan yang sangat
penting bagi suatu penelitian, karena merupakan penggambaran variable yang
diteliti dan berfungsi sebagai alat untuk membuktikan hipotesis. Oleh karena
itu, data dalam suatu penelitian dapat dikumpulkan dengan suatu instrument
yang dipakai dalam mengumpulkan data haruslah memenuhi persyaratan
penting yaitu Validitas dan Reliabilitas.
52
2.11.1 Validitas
Instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variable
yang diteliti secara tepat. Uji validitas dilakukan dengan teknik korelasi yaitu
mengkorelasikan skor setiap butir dengan total variable tersebut dengan
menggunakan teknik korelasi PPM (Pearson Product Moment) dengan rumus
sebagai berikut (Arikunto, 2006;168), dalam (Riduwan, 2006;110)
r hitung = �∑ ��� �∑ ��∑ �� �� ∑ ����∑ ���� .� ∑ ����∑ ���� …………………………(1)
Dimana:
r hitung = Koefisien Korelasi
X = Variabel Bebas
Y = Variabel Terikat
n = Jumlah Responden
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari
harga (-1 ≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif
sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 artinya korelasinya
sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan Tabel 2.2
interpretasi nilai r sebagai berikut:
53
Tabel 2.2
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interpretasi Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 - 1,000
0,60 - 0,799
0,40 - 0,599
0,20 - 0,399
0,00 - 0,199
Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Rendah
Sangat Rendah
Sumber : Riduwan 2006
Selanjutnya untuk mencari makna hubungan variable X terhadap Y maka
hasil korelasi PPM tersebut dihitung dengan Uji-t dengan rumus:
t hitung = �√��√���� ………………………..…………(2)
Dimana:
t hitung = Nilai t
r = Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
Distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2),
Kaidah keputusan: t hitung > t table berarti valid
t hitung < t table berarti tidak valid
54
2.11.2 Reliabilitas
Reliabilitas adalah menunjukkan pada tingkat kehandalan sesuatu yang dapat
dipercaya dan dapat dihandalkan dengan menggunakan metode Alpha
Cronbach’s, rumus reliabilitas dengan metode Alpha adalah (Arikunto,
2002):
��� = � ����� �1 − ∑ "#
�
"$�� …………………………(3)
Dimana:
��� = Reliabilitas Instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
∑ %&� = Jumlah varian butir
%�� = Varian total
Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 artinya instrument
dapat dikatakan reliable apabila nilai alpha lebih besar dari r kritis product
moment.
2.11.3 Interpretasi Hasil Penelitian
Penafsiran atas hasil penelitian terhadap hasil analisis data dilakukan untuk
mendapatkan informasi lebih jauh yang berkaitan dengan hasil penelitian.
Selain itu, interpretasi juga dimaksudkan untuk mendapatkan inferensi yang
relevan dengan hasil penelitian. Interpretasi yang dilakukan adalah cara
terbatas berdasarkan data dan hubungannya dengan penelitian serta
dilaksanakan pada saat yang bersamaan. Interpretasi cara ini akan
menghasilkan pengertian yang sempit dan terbatas.
55
2.12 Skala Pengukuran Penelitian
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada pada alat ukur, sehingga
alat ukur tersebut jika digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data
kuantitatif. Dengan skala pengukuran maka variabel yang diukur dengan
instrument tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih
akurat, efisien dan komunikatif (Sugiyono,2011).
Berbagai skala sikap yang digunakan antara lain:
1. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social. Dalam penelitian,
fenomena social ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut variabel penelitian. Dengan skala Likert, maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi indicator variabel. Kemudian indicator
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument
yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item
instrument yang menggunakan skala Likert dapat berupa kata-kata antara lain:
a. Sangat Sering = 5
b. Sering = 4
c. Kadang-kadang = 3
d. Hampir Tidak Pernah = 2
e. Tidak Pernah = 1
56
2. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-
tidak”, “benar-salah”, “pernah-tidak pernah”, dan lain-lain
3. Semantic Differensial
Skala pengukuran yang berbentuk Semantic Differensial dikembangkan oleh
Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya
tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis
kontinum yang jawaban sangat positifnya terletak di bagian kanan garis dan
jawaban sangat negatifnya terletak di bagian kiri garis.
4. Rating Scale
Dari ketiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang
diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dijadikan data
kuantitatif. Tetapi dengan rating scale data mentah yang diperoleh berupa
angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
2.13 Analisis Regresi
2.13.1 Analisis Regresi Linear Sederhana
Secara umum analisis regresi linear sederhana digunakan untuk
menganalisis satu variabel dependen dengan satu variabel independen. Persamaan
umum analisis regresi linear sederhana adalah:
Y = a + bX …………………………..………(4)
Keterangan:
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
57
a = Harga Y prediksi jika X = 0 (harga konstan)
b = Koefisien regresi, menunjukkan angka peningkatan atau penurunan
X = Subyek dalam variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
2.13.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda yaitu didasarkan pada hubungan
fungsionalnya, dimana mempunyai lebih dari satu variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y). persamaan umum analisis regresi linear berganda yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + ……. + bnXn ……………(5)
Keterangan:
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a = Harga Y prediksi jika X = 0 (harga konstan)
b1, bn = Koefisien regresi, menunjukkan angka peningkatan atau penurunan
X1, Xn = Subyek dalam variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
Tahap selanjutnya, hasil perhitungan dengan regresi linear berganda
tersebut dapat dilakukan analisis sebagai berikut:
a. Koefisien Determinan (R2)
Menilai koefisien determinasi yang digunakan untuk mengetahui ketepatan
model yang dipakai, yang dinyatakan dengan beberapa persen variabel
dependent dijelaskan oleh variabel independent di dalam model regresi.
Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel
independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variabel
dependen.
58
b. Uji-F
Uji-F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara keseluruhan dengan
cara membandingkan F hitung dengan F tabel atau berdasarkan probabilitas
pada tingkat signifikan 5%. Kriteria pengambilan keputusan dalam Uji-F
adalah apabila F hitung lebih besar dari F tabel atau probabilitas/signifikansi
regresi lebih kecil dari α yang digunakan, maka variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tetapi jika
F hitung lebih kecil dari F tabel atau probabilitas/signifikansi regresi lebih
besar dari α yang digunakan, maka variabel independen secara bersama-sama
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
c. Uji-t
Uji Parameter Regresi (Uji-t) dilakukan untuk membuktikan dan untuk
mengetahui keberartian koefisien regresi parsial, dengan cara membandingkan
nilai t hitung dengan nilai t tabel pada tingkat signifikansi 5% atau dengan
melihat probabilitas/signifikansi masing-masing regresi. Apabila t hitung lebih
besar dari t tabel atau jika signifikansi lebih kecil dari α yang digunakan berarti
variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel
bergantung.