15
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah sebuah cara untuk tidak membatasi anak dalam sebuah mata pelajaran dalam mempelajari sesuatu. Misalnya, sambil belajar menyanyi seorang anak belajar alfabet. Atau sambil belajar mengenal hewan ia juga belajar mewarnai. Ketika proses pembelajaran berlangsung, peserta didik tidak merasa sedang mempelajari satu mata pelajaran saja. Hal itu diharapkan agar peserta didik dapat memperoleh berbagai pengetahuan atau keterampilan hanya dalam satu pertemuan saja. Agar tujuan dari proses pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan, maka guru sebelumnya harus benar-benar mengerti dan paham tentang model pembelajaran tematik, memahami cara menerapkan model pembelajaran tematik, mengerti konsep dari tematik, agar dalam aplikasinya tidak terjadi kekeliruan sehingga berpengaruh pada keluaran “hasil” bagi peserta didik. Menurut Kunandar (2007 : 315), model pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1) Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik. 2) Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 3) Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. 4) Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. 5) Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerjasama. 6) Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 7) Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik. Karena menurut Kunandar dalam Guru Profesional (2007 : 331) model pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

  • Upload
    vonhu

  • View
    224

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah sebuah cara untuk tidak membatasi anak dalam sebuah mata pelajaran dalam mempelajari sesuatu. Misalnya, sambil belajar menyanyi seorang anak belajar alfabet. Atau sambil belajar mengenal hewan ia juga belajar mewarnai. Ketika proses pembelajaran berlangsung, peserta didik tidak merasa sedang mempelajari satu mata pelajaran saja. Hal itu diharapkan agar peserta didik dapat memperoleh berbagai pengetahuan atau keterampilan hanya dalam satu pertemuan saja. Agar tujuan dari proses pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan, maka guru sebelumnya harus benar-benar mengerti dan paham tentang model pembelajaran tematik, memahami cara menerapkan model pembelajaran tematik, mengerti konsep dari tematik, agar dalam aplikasinya tidak terjadi kekeliruan sehingga berpengaruh pada keluaran “hasil” bagi peserta didik.

Menurut Kunandar (2007 : 315), model pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1) Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik. 2) Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan

tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 3) Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. 4) Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan persoalan

yang dihadapi. 5) Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerjasama. 6) Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 7) Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi

dalam lingkungan peserta didik. Karena menurut Kunandar dalam Guru Profesional (2007 : 331) model

pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

8

beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta,1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya : 1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu 2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai

kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. 3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata

pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa. 5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi 6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata,

untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.

7) Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remidial, pemantapan atau pengayaan.

Landasan Filosofi dalam pembelajaran sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat, yaitu (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, (3) humanism. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural) dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

9

aliran ini, pengetahuan adalah hasil kontruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menrus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan. Kekhasan, potensinya dan motivasi yang dimilikinya.

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologis belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.

Landasan Yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan Yuridis tersebut adalah UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1) Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered) hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subyek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

10

yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

2) Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu.

3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas, fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-sehari.

5) Bersikap Fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan beban belajar dari satu mata pelajaran dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

Berikut ini matrik 2.1 yang berisi standar kompetensi dasar tema peristiwa kelas II semester 1.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

11

Matrik 2.1 SK dan KD Tema Peristiwa Kelas II Semester I

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

Memahami peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis

Menceritakan peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis

Menceritakan pengalaman penting yang menyenangkan di rumah

2.1.2 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pembelajaran (Nasution 1999), sedangkan menurut Anni et al 2005, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari belajarnya, menurut Gagne (Sumantri, 2001 : 14 ) hasil belajar terdiri dari lima macam kemampuan yaitu : a. Keterampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis,

hitung sampai kepada penalaran yang rumit. b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti

seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. c. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta d. Keterampilan motorik, menulis, mengetik, menggunakan peraga dsb e. Sikap dan nilai berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang

dimulai seseorang. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan menjadi tiga kemampuan

yaitu pengetahuan, Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

12

(Dimyati, 2002: 10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha ( berlatih dsb )supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 )

Selain itu ada satu area lagi yang menurut penulis sangat penting yaitu area yang bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan. Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; “Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian.” Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka ber-eksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja. Demikian juga seorang guru untuk tidak mengguna model pembelajaran satu arah.

Teori perkembangan kognitif Piaget memberi penekanan pada faktor kematangan atau kesiapan dalam belajar, artinya ada masanya bagi seorang anak untuk belajar sesuatu. Sebab itu adalah sia-sia jika kita mengajarkan sesuatu kepada anak sebelum waktunya. Misalnya, anak yang belum memasuki tahap perkembangan kognitif praoperasional (2-7 tahun) umumnya masih akan mengalami kesulitan dalam belajar bahasa karena belum mampu menggunakan simbol-simbol. Oleh karena itu, penganut teori Piaget berpendapat bahwa adalah sia-sia mengajar bahasa (di luar bahasa ibu) kepada anak usia di bawah lima tahun.

Hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pembelajaran (Nasution 1999), sedangkan menurut Anni et al 2005, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada yang dipelajari oleh pembelajar.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

13

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari belajarnya, menurut Gagne (Sumantri, 2001 : 14 ) hasil belajar terdiri dari lima macam kemampuan yaitu : a. Keterampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis,

hitung sampai kepada penalaran yang rumit. b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti

seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. c. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta d. Keterampilan motorik, menulis, mengetik, menggunakan peraga dsb e. Sikap dan nilai berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang

dimulai seseorang. Dari keterangan di atas hasil belajar yang dicapai siswa dapat

disimpulkan menjadi tiga kemampuan yaitu : pengetahuan, keterampilan dan sikap.

2.1.3 Model Pembelajaran Tipe Make A Match. Menurut Agus Suprijono (2010: 94) hal-hal yang perlu dipersiapkan jika

pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Jadi dari pendapat tersebut dapat kita simpulkan make a match

merupakan cara belajar dengan mencari pasang yang cocok dengan kartu yang dipegang, karena dalam pembelajaran ini, siswa ada yang memegang kartu jawaban dan ada yang memegang pertanyaan pertanyaan.

Langkah-langkah make a match dalam proses belajar mengajar (Anita Lee, 2010: 55) yaitu: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian). 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. 4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

14

Adapun langkah-langkah make a match dalam (Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009: 46) yaitu: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi reviuw, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu. 3) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang dipegang. 4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban). 5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. 7) Kesimpulan.

Sugandi dalam Tukiran T,dkk,( 2011 : 55 ) model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.

Pengertian make a match atau mencari pasangan adalah model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari pasangan soal/jawaban yang tepat, siswa yang sudah menemukan pasangannya sebelum batas waktu akan mendapat poin. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jabawan dan dibacakan di depan kelas.

Langkah-langkah model pembelajaran tipe make a match 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review, sebaiknya satu bagian kartu berisi soal dan bagian lainnya berisi jawaban.

2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya. 4) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi

poin. 5) Setetelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu

yang berbeda dari sebelumnya. 6) Demikian seterusnya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

15

7) Kesimpulan /penutup Lorna Cuuran, 1994 Proses cooperative learning tipe make a match

yang dapat meningkatkan minat belajar siswa sebagai berikut : (a). Siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok terdiri dari empat orang dan diberi LKS untuk didiskusikan; (b) Sebagai sesi review, setiap siswa memperoleh dua buah kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawab yang bukan pasangannya, setiap siswa mencari kartu jawaban dari kartu soal yang dipegang yang berada pada teman satu kelompik atau dua kelompok lain yang telah ditentukan sebelumnya, jika seluruh anggota kelompok telah menemukan pasangan kartu yang cocok, maka kelompok tersebut memberi tanda, jika ada siswa yang tidak dapat mencocokkan kartunya, akan mendapat hukuman yang telah disepakati bersama, siswa juga boleh bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

Tahapan-tahapan dalam pembelajaran model pembelajaran coopertive

learning tipe make a match (Lorna Cuuran,1994). 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 3. Tiap siswa memikirkan satu jawaban soal setiap siswa yang dipegang 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya (soal jawaban) 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi

poin 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya. 7. Demikian seterusnya 8. Kesimpulam/penutup.

Adapun kelebihan dan kekurangan make a match yaitu;

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah 1) Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

16

2) Materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian.

3) Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal.

Kekurangan make a match adalah: 1) Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan. 2) Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa bermain-main

dalam pembelajaran. 3) Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai.

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah penelitian ini mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan tipe make a match.

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Penelitian dari Raehanun, 2011 dengan judul penerapan pendekatan

pembelajaran kooperatif tipe make a macth dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SDN 1 Sukarara 2010/2011. Hal ini, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Tampak peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

17

76,59 menjadi 84,04. Dengan peningkatan perosentasi ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% menjadi 90,48%.

Adapun penelitian ini adalah penelitian yang digunakan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran IPS di SD Negeri 3 Sukarara dan melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya.

Penelitian yang menggunakan model pembelajaran make a match pernah dilakukan oleh Ninik Hartati (2011) “ Penerapan Model pembelajaran Cooperative

make a Match dalam upaya meningkatkan hasil belajar tematik kelas 2 sekolah inklusi SD I Karangbener”. Pendidikan inklusi merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Pelaksanaan pembelajaran memiliki metode belajar yang berbeda dengan sekolah reguler yaitu menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik. Sedangkan pada pembelajaran tematik, siswa diharapkan aktif sehingga berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari. Teknik analisis data menggunakan teknik kuantitatif dan presentase. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil Pra sikulus, dengan rata-rata nilai pra siklus yaitu 61,7. Pada ketuntasan nilai belajar terdapat peningkatan yakni pada pra siklus 36,36%, siklus I 48,48%, siklus II 84,84%, dan siklus III mencapai 100%. Disamping meningkatkan hasil belajar metode pembelajaran ini juga mampu meningkatkan aktifitas siswa serta interaksi antara guru dan siswa.

Ayu Febriana (2011) *Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Tipe Make A

Match untuk meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD III Karangbener, Bae, Kudus. Hasil penelitian yang dilakukan Sulistyarini ini menunjukkan rata-rata skor keterampilan guru siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik dan siklus III rata-rata skor keterampilan guru 3,9 kategori sangat baik. Hasil rata-rata aktifitas siswa pada siklus I 3,0 dengan kategori baik, hasil rata-rata aktifitas siswa siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik, dan pada siklus III aktifitas siswa memperoleh rata-rata 3,8 dengan kategori sangat baik. Ketuntasan hasil belajar sisa pada siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan. Ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal hanya 2 dari 48 siswa yang mencapai KKM (65). Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

18

pembelajaran kooperatif tipe Make A Match siklus I adalah 62,27 dan 26 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 54,16 %. Pada siklus II rata-rata hasil belajar adalah 71,46 dan 36 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan prosentase 75 %. Pada siklus III rata-rata hasil belajar adalah 79,90 dan 41 dari 48 sisw mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 85,41 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran cooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan keterampilan guru, siswa dan hasil belajar sehingga berdampak pada peningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD 3 Karangbener, Bae, Kudus.

Eurika Adinda (2011), *Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 3 Gondangmanis, Bae, Kudus. Dari hasil penelitian Eurika Adinda ini menunjukkan bahwa penerapan model Make A Match dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IV. Ini terbukti pada siklus I skor rata-rata aktifitas siswa sebesar 63 dan pada siklus II skor rata-rata aktifitas siswa meningkat menjadi 91. pada hasil belajar siklus I, skor rata-rata hasil belajar siswa 68 % dengan 19 (46 %) siswa yang mengalami tuntas belajar dan 14 (22 %) siswa yang belajar siklus II mengalami peningkatan pada skor rata-rata siswa yaitu 87 % dengan 33 (87 %) siswa mengalami tuntas belajar secara klasikal.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang relevan di atas akhirnya, maka penelitian yang akan dilakukan adalah mengembangkan model pembelajaan Make A

Match, agar hasil belajar tematik pendidikan siswa kelas II SD 5 Karangbener, Bae, Kudus meningkat.

2.3 Kerangka Berpikir Dalam proses belajar mengajar IPS di SDN 5 Karangbener kecamatan Bae

Kudus siswa lebih banyak menjadi pendengar atau bersifat pasif. Disamping itu metode yang digunakan masih dominal menggunakan metode ceramah yaitu guru menjelaskan di depan kelas dan siswa mendengarkan. Setelah guru menjelaskan, siswa disuruh mengerjakan latihan dan siswa disuruh menghapal apa yang sudah dipelajari hari itu, serta kadang-kadang pemberian tugas pekerjaan rumah (PR). Pembelajaran seperti ini dilakukan secara monoton dan kurang bervariasi sehingga

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

19

peran guru lebih dominal yang menyebabkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran kurang.

Dalam proses belajar mengajar khususnya pelajaran IPS, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran IPS. Karena metode yang kurang baik akan menyebabkan rendahnya aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran IPS yang didapat berdampak pada prestasi belajar IPS siswa.

Untuk dapat meningkatkan keterlibatan langsung siswa dalam belajar salah satunya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match yang menuntun keterlibatan siswa secara aktif dan guru sebagai fasilitator. Pembelajaran dengan kooperatif tipe make a match, dalam pembelajaran ini siswa belajar secara kelompok. Dimana siswa disediakan kartu soal dan jawaban, setiap siswa memegang satu buah kartu dan mereka akan mencari pasangan yang cocok dari kartu yang dipegangnya. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe make a match akan mengajarkan siswa untuk belajar dalam kelompok dan berperan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga dalam proses belajar diharapkan aktivitas siswa dapat meningkat dan berakibat terhadap prestasi siswa yang meningkat pula.

Dalam pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe make a

match, melibatkan sisa secara langsung dengan langkah-langkah, guru membagikan kartu kepada setiap siswa. Ada siswa yang menerima kartu soal dan ada yang mnerima kartu jawaban. Setelah masing-masing siswa menerima kartu, selanjutnya masing-masing siswa mencari pasangan yang cocok antara soal dan jawaban tersebut. Pasangan yang cepat terbentuk diberi point. Pembelajaran ini menarik bagi siswa, karena ingin segera mendapatkan poin (hadiah). Pada saat pasangan terbentuk, guru segera memberikan skor, dan setelah kegiatan ini selesai, diadakan tes formatif. Skor pasangan dan skor tes digabung menjadi hasil belajar. Dengan cara seperti ini, hasil belajar siswa di atas KKM sehingga ada peningkatan hasil belajar.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

20

Gambar. 2.1 Alur kerangka berpikir pembelajaran konvensional dengan ( metode ceramah ) ke

pembelajaran PAIKEM ( pendekatan model cooperative learning tipe make a match)

PBM

Pembelajar Konvensional dengan

metode ceramah (berpusat pada guru)

Pola berpikir siswa abstrak ke konkret

Perbaikan pembelajaran dengan PAIKEM(pendekatan model cooperative

learning tipe make a match Hasil belajar dibawah KKM

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning

tipe make a match 1. Setiap siswa mendapat satu buah kartu

tentang peristiwa 2. Memikirkan jawaban soal setiap siswa

yang dipegang 3. Mencari pasangan yang cocok 4. Mendapat poin. 5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar

tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

Observasi

Tes Formatif

Penilaian proses belajar

Hasil belajar KKM > 70 dan ketuntasan

klasikal 80 % Penilaian hasil belajar

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7684/2/T1_262011863_BAB II… · 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik ... maka kegiatan

21

2.4 Hipotesis Tindakan

Bedasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: “Melalui penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe make

a match dapat meningkatkan hasil belajar IPS tema peristiwa siswa kelas II SD 5 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus pada semester I tahun pelajaran 2012/2013”.