Upload
dotu
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (KTSP Standar Isi 2006).
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
8
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru (KTSP Standar Isi 2006).
Dalam IPA hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan, sehingga mudah
dipahami hakekat dan saling keterkaitannya. Menurut Fisher (Moh Amin, 1987:
22) bahwa IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang didapat dengan
menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi. IPA merupakan salah
satu bidang studi yang penting dan strategis dalam mengubah sikap serta perilaku
siswa untuk memperoleh nilai yang dapat mengembangkan kepribadian termasuk
didalamnya pengembangan aspek intelektual.
Berdasarkan pengertian diatas, pada hakekatnya IPA merupakan suatu
bidang studi yang penting untuk dipelajari bagi siswa supaya pengetahuan, sikap,
dan keterampilannya dapat berkembang, maka dari itu pada pembelajaran IPA
menuntut supaya siswa aktif didalamnya.
2.1.1.1 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Ruang Lingkup bahan kajian Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
9
Berdasarkan ruang lingkup diatas, maka penulis akan mengkaji ruang
lingkup pelajaran IPA di kelas V. Konsep-konsep yang dibahas di kelas
tersebut, yang meliputi sebagai berikut:
1. Fungsi alat-alat tubuh
2. Cara tumbuhan hijau membuat makanan
3. Cara mahkluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan
4. Sifat bahan penyusun benda
5. Gaya
6. Cahaya dan alat optik
7. Tanah, air dan alam sekitar
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) di Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
10
Menurut Dede Awan (2009: 1) tujuan pembelajaran IPA adalah untuk
memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan pengetahuan sehari-
hari, memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan gagasan
alam sekitar, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda
serta kejadian dilingkungan sekitar, bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama dan mandiri, mampu menerapakan
berbagai konsep IPA, mampu menggunakan teknologi sederhana, mengenal dan
memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan
keagungan Allah Yang Maha Esa.
Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan
pembelajaran IPA adalah untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa supaya
siswa memiliki keterampilan dalam menggunakan teknologi di lingkungannya
sehari-hari melalui pembelajaran IPA yang telah diperoleh serta dapat mengenal
lingkungan sekitar dan bersyukur kepada Tuhan atas alam semesta.
2.1.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Kompetensi dasar IPA yaitu: pernyataan yang menyatakan ketrampilan
atau kecakapan siswa yang mencakup kemampuan penalaran dan komunikasi,
pemecahan masalah, pengetahuan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan IPA.
Kompetensi dasar IPA yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran
telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), walaupun guru harus menjabarkan lebih
dahulu menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yang disebut indikator.
Adapun kompetensi dasar IPA yang digunakan dalam penelitian ini sesuai
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI oleh Refandi (2006: 47)
dapat dilihat pada Tabel 2.1 (pada halaman berikut).
11
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V SD Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. menerapkan sifat-sifat
cahayamelalui kegiatan
membuat suatu karya/model
6.1 mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi
yang bersifat umum sedangkan kompetensi dasar adalah pernyataan tujuan
pembelajaran yang berupa kompetensi yang sifatnya lebih khusus.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.Dalam merancang kegiatan pembelajaran
dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
2.1.2 Aktivitas Belajar Siswa
Menurut Sudjana (1989: 12) secara umum aktivitas merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh manusia sehingga menjadi rutinitas
yang mempunyai tujuan dan nilai tertentu. Dalam dunia pendidikan, aktivitas
merupakan kegiatan dalam suatu pembelajaran yang bisa dilakukan oleh guru
maupun oleh siswa. Aktivitas mempunyai batasan tertentu ketika didalam
pembelajaran dan dapat berupa tindakan. Aktivitas dari siswa bisa dilihat ketika
siswa mengikuti pembelajaran, dimana ketika siswa antusias terhadap suasana
pembelajaran maka aktivitas yang terjadi meningkat karena siswa merasa senang
dengan pembelajaran yang berlangsung. Tetapi sebaliknya ketika siswa pasif
berarti tidak terjadi perubahan aktivitas karena siswa tidak bisa menikmati
pembelajaran.
Selanjutnya Hamalik (2001: 175) mengatakan penggunaan aktivitas besar
nilainya dalam pembelajaran, sebab dengan melakukan aktivitas pada proses
pembelajaran, siswa dapat mencari pengalaman sendiri, memupuk kerjasama yang
harmonis dikalangan siswa, siswa dapat bekerja menurut minat dan kemampuan
12
sendiri, siswa dapat mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis, dapat
mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa, suasana belajar menjadi lebih hidup
sehingga kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran menyenangkan bagi siswa.
Menurut Diedrich (Sardiman, 2004: 101) aktivitas siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Kegiatan visual: seperti membaca, melihat gambar, mengamati
eksperimen, demonstrasi.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): seperti mengemukakan suatu pendapat,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, wawancara, diskusi dan
interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: seperti mendengarkan penyajian
bahan, mendengarkan percakapan dan diskusi kelompok.
d. Kegiatan-kegiatan menulis: seperti menulis cerita, menulis laporan,
menulis karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi
angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar: seperti menggambar,membuat
grafik,chart, diagram, peta, dan pola.
f. Kegiatan mental: seperti merenungkan, mengingatkan, memecahkan
masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan
membuat keputusan.
g. Kegiatan-kegiatan emosional: seperti minat, membedakan, berani,
tenang, dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa
selama proses pembelajaran berlangsung dengan melakukan berbagai aktivitas
seperti kegiatan visual, lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, mental,
emosional dalam pembelajaran IPA diharapkan siswa dapat memahami tentang
konsep-konsep IPA dengan bantuan guru sehingga belajar menjadi lebih
menyenangkan dan bermakna.
13
2.1.3 Hasi Belajar IPA
Menurut Sudjana (2009: 22) “Hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Hasil belajar dapat
digunakan untuk melihat apakah seseorang telah melakukan proses belajar yang
baik mencakup bidang kognitif (pengetahuan), bidang afektif (sikap), dan
psikomotorik (keterampilan).
Menurut Gagne, Bloom (dalam Agus Suprijono 2011: 6-7)
mengemukakan bahwa:
“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analisis (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru,
evaluation (meskor). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respon), valuing (skor), organization
(organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain psikomotor
meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan
intelektual.”
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) menyebutkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA
adalah gabungan dari kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diperoleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran IPA. Hasil belajar IPA
harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah tercantum dalam
kurikulum dengan tidak melupakan hakikat IPA. Oleh karena itu hasil belajar IPA
meliputi produk, proses, dan sikap ilmiah. Untuk mengukur keberhasilan siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran maka digunakan alat penilaian yaitu tes
evaluasi dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk nilai.
14
Menurut Sudjana (2010: 35) alat penilaian hasil belajar dibedakan menjadi
dua yaitu tes dan non tes.
1. Tes
Pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam batas tertentu
tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif
dan psikomotoris.
Ada dua jenis tes, yaitu:
a. Tes Uraian
Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam
bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan
alas an, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan
menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.
b. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar.
Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup
dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan.
1) Bentuk soal jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban
dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dinilai
benar atau salah.
2) Bentuk soal benar-salah
Bentuk soal benar-salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa
pernyataan. Sebagian itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi
merupakan pernyataan yang salah.
3) Bentuk soal menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang
parallel. Kedua kelompok pertanyaan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok
15
sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari
jawabannya.
4) Bentuk soal pilihan ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang
benar atau paling tepat.
2. Non Tes
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui
bentuk tes uraian maupun tes objektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non
tes bukan tes. Alat-alat bukan tes yang sering digunakan antara lain ialah
kuesioner dan wawancara, skal (skala penilaian, skala sikap, skala minat),
observasi atau pengamatan, studi kasus, dan sosiometri.
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan alat penilaian hasil belajar yang
berupa tes pilihan ganda, dan non tes yang berupa observasi atau pengamatan.
2.1.4 Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu
tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja
sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh
Davied Devries dan Keith Edward ini merupakan model pembelajaran pertama
dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok
kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan
bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya.
16
Menurut Saco (dalam Rusman, 2011: 224) dalam model pembelajaran
kooperatif tipe TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-
anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing.
Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang juga dapat diselingi
pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
Isjoni (2009: 83) berpendapat bahwa Teams Games Tournament (TGT)
adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
Dari pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah model pembelajaran
kooperatif yang didalamnya siswa dibentuk 4-6 orang yang melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa memandang status, ras, suku, agama. Dalam kelompok
tersebut akan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya dengan mengandung unsur
permainan supaya siswa dalam belajar menjadi lebih nyaman dan senang tetapi
tetap menumbuhkan kerja sama, tanggungjawab, jujur, persaingan yang sehat, dan
keaktifan dalam belajar.
2.1.4.1 Tujuan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Menurut Ibrahim (2000: 7), model pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya
mempunyai tiga tujuan pembelajaran. Tujuan yang pertama yaitu meningkatkan
hasil belajar akademik dimana siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Tujuan kedua yaitu pembelajaran kooperatif memberi peluang pada
siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bergantung satu sama
lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan
kooperatif, belajar menghargai satu sama lain. Tujuan ketiga dari pembelajaran
kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan
kolaborasi.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)
menurut Deutsch dalam Slavin (2008: 31), mengidentifikasi tiga struktur tujuan
17
dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)
yaitu:
1. Kooperatif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi
kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
2. Kompetitif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu
menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
3. Individualistik, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak
memiliki konsekuensi apapun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
2.1.4.2 Tahap-tahap Pembelajaran
Menurut Slavin (2008: 169) maka model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) memiliki langkah-langkah (sintaks) sebagai
berikut:
a. Presentasi kelas (class precentation).
Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran
yang diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru
dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa
yang disampaikan oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam
mengikuti game dan turnamen.
b. Kelompok (Teams).
Kelompok terdiri dari lima sampai enam orang yang heterogen
misalnya berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika
memungkinkan suku, ras, atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan
kelompok adalah untuk meyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok
belajar dan semua anggota mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan
turnamen dengan sebaik-baiknya. Diharapkan tiap anggota kelompok
melakukan hal yang terbaik bagi kelompoknya dan adanya usaha kelompok
melakukan untuk membantu anggota kelompoknya sehingga dapat
meningkatkan kemampuan akademik dan menumbuhkan pentingnya
kerjasama diantara siswa dan meningkatkan percaya diri.
18
c. Permainan (game).
Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk
mengetes siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan kelompok.
Game dimainkan dengan meja yang berisi tiga murid yang mewakili tiga
kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha
untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor.
d. Pertandingan (tournament).
Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru
membuat presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikkan tugas-
tugasnya. Untuk turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan
kemampuan serupa yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan
sistem penilaian kemampuan yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini juga
memungkinkan bagi siswa dari semua level dipenampilan sebelumnya untuk
memaksimalkan nilai kelompok mereka menjadi terbaik.
2.1.4.3 Implementasi Model Pembelajaran TGT
Dalam pengimplementasian model pembelajaran TGT, yang harus
diperhatikan yaitu:
1) Pembelajaran terpusat pada siswa
2) Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi
3) Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat
menyelesaikan persoalan)
4) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi
tim-tim
5) Dalam kompetisi diterapkan sistem point
6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau
dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik
7) Kemajuan kelompok dapat diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal
kelas yang diterbitkan secara mingguan
8) Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal
19
9) Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point
banyak
2.1.4.4 Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam
pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun
oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis
yang kuat untuk memprediksi bahwa model-model pembelajaran
kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab
individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama
yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori
kognitif.
Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana
satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka
adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus
membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok
berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha
maksimal.
Perspektif teori kognitif Slavin (2008: 35-37) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja
sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori
pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa
berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai mengingatkan penguasaan
mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen
mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan
dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi
kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam
memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam
memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan
kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang
paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain. Tidak ada
20
satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan
anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi
penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung
ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar
yang diciptakan guru dapat direspon beragam oleh siswa sesuai dengan
modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik
TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya
terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi
siswa.
Slavin (2005: 35) melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang
pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang
secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran
TGT, sebagai berikut:
1) Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT
memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas
tradisional.
2) Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka
peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
3) TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk
rasa harga diri akademik mereka.
4) TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama
verbal dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit)
5) Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi
menggunakan waktu yang lebih banyak.
6) TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja
dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors
atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam
pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan
21
nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat
penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa
secara individual.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Model
pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000: 10) yang merupakan
kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6) Motivasi belajar lebih tinggi
7) Hasil belajar lebih baik
8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan TGT adalah:
a. Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan
heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru
yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan
pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa
cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan
ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
b. Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan
sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi
kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang
mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu
menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
22
Pengalaman belajar yang telah direncanakan secara optimal akan
menimbulkan proses belajar yang optimal pula. Proses belajar terjadi secara
internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, sehingga guru harus merencanakan
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Maka dari itu peneliti mencoba
menggunakan model pembelajaran TGT karena model pembelajaran ini akan
melibatkan siswa aktif untuk belajar di dalam kelas sehingga diharapkan hasil
belajar siswa akan meningkat.
2.2 Kajian penelitian yang Relevan
Dewantini, Ria Dhian (2011) meningkatkan hasil belajar IPA Melalui Metode
Team Games Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Jeruk 1
Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Masalah dalam
penelitian ini adalah hasil belajar IPA yang masih rendah, hanya 35% dari jumlah
siswa yang mendapatkan nilai >70, memenuhi KKM, metode yang digunakan
masih konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil
belajar IPA melalui metode Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini
menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil tindakan kelas ini melalui 2
siklus yaitu pada siklus I dari 28 siswa yang masuk terdapat 16 siswa (57%) yang
mendapatkan nilai >70, sesuai KKM. Pada siklus II ada peningkatan hasil belajar
siswa sejumlah 36% dari siklus I. Dari nilai hasil belajar 27 siswa yang masuk ada
25 siswa (93%) yang mendapat nilai >70, sesuai KKM. Berdasarkan penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa implementasi metode Team Games Tournament (TGT)
dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Jeruk 1
Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Persamaan dari
penelitian ini yaitu meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V menggunakan
TGT Team Games Tournament. Perbedaan dari penelitian ini yaitu hanya
meningkatkan hasil belajar IPA tetapi tidak meningkatkan keaktifan belajar IPA
siswa kelas V.
Effendi, Kukuh (2012) pendekatan kooperatif tipe TGT Team Games
Tournament untuk meningkatkan hasil belajar siswa kompetensi dasar menentukan
sifat-sifat bangun ruang sederhana pada pembelajaran matematika di kelas IV SDN
23
02 Tlogosih Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak semester II tahun
pelajaran 2011/2012. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi
peningkatan hasil belajar matematika dari tiap siklus pada materi bangun ruang.
Peningkatan hasil belajar tersebut secara bertahap, dimana pada siklus I
peningkatan hasil belajar siswa sebesar 45,8%. Kemudian setelah dilaksanakan
siklus II peningkatan hasil belajar siswa mencapai 95,8%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan kooperatif tipe TGT (Team Games
Tournament) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika kelas IV SDN 02 Tlogosih Kecamatan Kebonagung Kabupaten
Demak semester II tahun pelajaran 2011/2012. Persamaan dari penelitian ini yaitu
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT Team Games Tournament untuk
meningkatkan hasil belajar. Perbedaan dari penelitian ini yaitu meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika, tidak meningkatkan keaktifan
belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT Team Games Tournament.
2.3 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori diatas, dalam belajar Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) diperlukan model pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, bermakna,
dan siswa dapat belajar dengan senang hati sehingga hasil belajar siswa dapat
meningkat. Melalui model pembelajaran TGT, siswa dapat belajar dengan suasana
yang menyenangkan, mengembangkan kreativitasnya, menemukan
pengetahuannya sendiri, serta mengembangkan kemampuan komunikasinya
dengan siswa lain sehingga belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa. Dalam
model pembelajaran ini siswa harus berkompetisi sehingga akan termotivasi untuk
memenangkannya sekaligus siswa berperan aktif, dengan siswa aktif belajar maka
hasil belajar siswapun terdorong untuk ditingkatkan.
Adapun skema kerangka berpikir dari penelitian ini sebagai berikut: (pada
halaman berikut)
24
Skema Kerangka Berpikir
Gambar 2.1
Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah:
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dapat meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas
V SDN Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga semester II tahun
2014/2015.
KONDISI AWAL
1. Pembelajaran berpusat
pada guru
2. Siswa pasif
3. Hasil belajar IPA siswa
rendah
TINDAKAN
Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games
Tournament (TGT) untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
IPA siswa kelas V SDN Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga
Semester II Tahun 2014/2015
HASIL AKHIR
1. Siswa tertarik dan senang pada
pembelajaran IPA
2. Siswa lebih aktif
3. Hasil belajar IPA siswa
meningkat ≥ 70
25
2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V
SDN Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga semester II tahun
2014/2015.