22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektifitas Pembelajaran Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (Sadiman, 1987 dan Iam Irfa’i, 2002:102). Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya (1988) dalam Lince (2001:42), bahwa efesiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Keefektifan mengajar dapat diketahui, dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses mengajar. Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: 1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap pembelajaran 2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa 3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan 4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4) (Soemosasmito, 1988:119) Guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan persentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memaksa, negatif, atau hukuman (Soemosasmito, 1988:119). Selain itu guru yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki suatu rasa cinta

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Efektifitas Pembelajaran

Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah

pelaksanaan proses belajar mengajar (Sadiman, 1987 dan Iam Irfa’i,

2002:102). Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum

IKIP Surabaya (1988) dalam Lince (2001:42), bahwa efesiensi dan

keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar baik adalah segala daya

upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik.

Keefektifan mengajar dapat diketahui, dengan memberikan tes, sebab hasil

tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses mengajar.

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan

utama keefektifan pengajaran, yaitu:

1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap

pembelajaran

2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa

3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa

(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan

4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif,

mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa

mengabaikan butir (4) (Soemosasmito, 1988:119)

Guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu

berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran

dengan persentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan

tanpa menggunakan teknik yang memaksa, negatif, atau hukuman

(Soemosasmito, 1988:119). Selain itu guru yang efektif adalah orang-orang

yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan para siswa, menciptakan

lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki suatu rasa cinta

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

7

7

belajar, menguasai sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat memotivasi

siswa untuk bekerja tidak sekedar mencapai suatu prestasi namun juga

menjadi anggota masyarakat yang pengasih (Kardi dan Nur, 200a:5).

Menurut Mohammad Jauhar pembelajaran dapat dikatakan efektif

(effective/berhasil guna) jika mencapai sasaran atau minimal mencapai

kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Di samping itu, juga penting adalah

banyaknya pengalaman dan hal baru yang “didapat” siswa. Guru pun

diharapkan memperoleh “pengalaman baru” sebagai hasil interaksi dua arah

dengan anak didiknya. Pada setiap akhir pembelajaran perlu dilakukan

evaluasi, untuk mengetahui keefektifan sebuah proses pembelajaran. Evaluasi

yang dimaksud di sini bukan sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam

refleksi, perenungan yang dilakukan oleh guru dan siswa, serta didukung oleh

data catatan guru. Hal ini sejalan dengan kebijakan penilaian berbasis kelas

atau penilaian authentic yang lebih menekankan pada penelitian proses selain

penilaian hasil belajar. Di satu sisi, guru menjadi pengajar yang efektif,

karena menguasai materi yang diajarkan; mengajar dan mengarahkan dengan

memberi contoh; menghargai siswa dan memotivasi siswa; memahami tujuan

pembelajaran; mengajarkan keterampilan pemecahan masalah; menggunakan

metode yang bervariasi; mengembangkan pengetahuan pribadi dengan

banyak membaca; mengajarkan cara mempelajari sesuatu; dan melaksanakan

penilaian dengan tepat dan benar. Di sisi lain, siswa menjadi pembelajar yang

efektif dalam arti menguasai pengetahuan dan keterampilan atau kompetensi

yang diperlukan; mendapat pengalaman baru yang berharga.

Sehingga untuk dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif proses

pembelajaran harus didesain secara kreatif. Pembelajaran harus bisa

mengatasi segala hambatan dan keterbatasan dalam pelaksanaan

pembelajaran. Ada 7 perilaku efektif guru dalam pembelajaran menurut Beni

S. Ambarjaya, yaitu: konsisten, memperlakukan siswa sebagai individu,

menciptakan lingkungan kelas yang bernuansa belajar, melibatkan diri dalam

setiap ajang berbagi pengetahuan formal dan informal, membuka diri

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

8

8

terhadap kebutuhan siswa, melaksanakan umpan balik mengajar dan bekerja,

dan melaksanakan penilaian terhadap siswa dengan alasan yang kuat.

Pembelajaran efektif telah tercapai jika dalam pelaksanaan

pembelajaran terdapat keaktifan siswa dalam belajar. Siswa aktif atau tidak

dalam pembelajaran sudah dapat diperkirakan sejak awal melalui rencana

pembelajaran yang dibuat guru. Keaktifan belajar siswa selalu muncul ketika

guru menghadirkan media pembelajaran yang tepat dan dapat dimanfaatkan

oleh siswa semaksimal mungkin. Semakin bervariasi media pembelajaran

yang digunakan, siswa akan semakin antusias mengikuti pembelajaran.

Keterlibatan aktif siswa telah terbukti membuat pembelajaran menjadi efektif

dengan hasil taraf serap yang maksimal.

Jadi kesimpulan pembelajaran efektif dalam penelitian ini adalah

suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan

mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai

dengan yang diharapkan.

2.1.2 Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran make a match merupakan model pembelajaran

kelompok yang memiliki dua orang anggota. Masing-masing anggota

kelompok tidak diketahui sebelumnya tetapi dicari berdasarkan kesamaan

pasangan misalnya pasangan soal atau jawaban. Guru membuat dua kotak

undian, kotak pertama berisi soal dan kotak kedua berisi jawaban. Peserta

didik yang mendapatkan soal mencari peserta didik yang mendapat jawaban

yang cocok, demikian pula sebaliknya. Model ini dapat digunakan untuk

membangkitkan aktivitas peserta didik belajar dan cocok digunakan dalam

bentuk permainan.

Langkah-langkah make a match yang ditulis Endang Mulyatiningsih

(2011, 233) :

a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu soal dan satu kotak

kartu jawaban.

b. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.

c. Tiap peserta didik memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang

dipegang.

d. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang

cocok dengan kartunya (soal maupun jawaban)

e. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas

waktu yang ditetapkan diberi poin.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

9

9

f. Setelah satu babak, kotak dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat

kartu yang berbeda dari sebelumnya.

Pada langkah-langkah make a match yang dikemukakan di atas,

langkah tersebut berfokus pada membagi peserta didik menjadi dua

kelompok. Kelompok pertama, kelompok pemegang kartu soal dan

kelompok yang kedua pemegang kartu jawaban. Apabila langkah ini

dilaksanakan di dalam kelas, ruang gerak siswa akan terbatas apa lagi kalau

jumlah siswa lebih dari 30 anak.

Lebih baiknya langkah-langkah ini dilakukan di luar kelas, agar

suasana lebih nyaman dan menyenangkan, kemudian pemberian poin

kepada kelompok soal dan jawaban yang sudah benar dari siswa sendiri,

sehingga siswa lebih mengerti mengenai materi yang dipelajari.

Model pembelajaran cari pasangan dikembangkan oleh Make a

Macth Lorna Curran pada tahun 1994 yang ditulis oleh Suminanto (2010,

33) mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review, sebaiknya satu bagian kartu soal dan

bagian lainnya kartu jawaban.

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (soal jawaban)

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu

diberi poin.

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapt kartu yang

berbeda dari sebelumnya.

g. Demikian seterusnya.

h. Kesimpulan/penutup.

Langkah-langkah pembelajaran make a match yang dikemukakan di

atas berfokus pada pembuatan kelompok dengan cara permainan mencari

pasangan yang menggunakan kartu soal dan kartu jawaban.

Pada intinya langkah-langkah yang dikembangkan Make A Macth

Lorna Curran hampir sama dengan langkah-langkah yang ditulis Endang

Mulyatiningsih hanya membentuk dua kelompok yaitu kelompok pemegang

kartu soal dan kelompok pemegang kartu jawaban, kemudian mencari

pasangannya.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

10

10

Menurut Agus Suprijono (2009, 20), langkah-langkah model make a

macth sebagai berikut :

a. Persiapkan kartu jawaban dan kartu pertanyaan.

b. Guru membagi siswa menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama,

kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan. Kelompok kedua,

adalah kelompok yang membawa kartu jawaban dan kelompok ketiga

adalah kelompok penilai.

c. Atur posisi kelompok tersebut berbentuk huruf U.

d. Untuk memulai permainan guru membunyikan peluit.

e. Guru sebaiknya membunyikan musik instrumental yang lembut.

f. Siswa yang sudah menemukan pasangannya wajib menunjukkan kepada

kelompok penilai.

g. Setelah permainan sudah selesai kelompok penilai dipecah menjadi dua

kelompok, dan kelompok pertama dan kedua menjadi kelompok penilai.

Langkah-langkah make a match yang dikemukakan di atas, sedikit

berbeda dengan langkah-langkah make a match yang dikemukakan dua ahli

sebelumnya yaitu dalam pembentukkan kelompok. Pada langkah-langkah

di atas siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok penilai,

kelompok pemegang kartu soal dan kelompok pemegang kartu jawaban.

Setelah kelompok pemegang kartu soal dan jawaban menemukan

pasangannya, tugas kelompok penilai adalah memberikan poin apabila

pasangannya benar. Disini tugas guru hanya memantau dan membimbing

siswa. Dibandingkan langkah-langkah sebelumnya langkah-langkah ini

lebih rapi dan tertata.

Derdasarkan beberapa langkah-langkah model pembelajaran make a

match di atas, langkah-langkah make a match dapat disimpulkan sebagai

berikut :

a. Siswa dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok I sebagai kelompok

pemegang kartu soal, kelompok II sebagai kelompok pemegang kartu

jawaban dan kelompok III sebagai penilai.

b. Guru menyiapkan benda kongkret, kartu soal dan kartu jawaban.

c. Setiap siswa dari kelompok I mendapatkan satu kartu soal dan setiap

anggota dari kelompok II mendapatkan satu kartu jawaban.

d. Kelompok I yang memegang kartu soal memikirkan jawaban sedangkan

kelompok II yang memegang kartu jawaban memikirkan soal yang

sesuai.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

11

11

e. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (soal maupun jawaban).

f. Selanjutnya setelah kelompok I dan II berpasangan. Kartu yang telah

dipasangkan (soal dan jawaban) diberikan kepada kelompok III untuk

dikoreksi.

g. Kelompok III sebagai penilai memberikan poin kepada kelompok yang

benar.

h. Setelah batas waktu yang ditentukan habis, kemudian ketiga kelompok

bertukar peran, kelompok I menjadi penilai, kelompok II menjadi

kelompok pemegang kartu soal dan kelompok III sebagai pemegang

kartu jawaban.

i. Selanjutnya melakukan langkah seperti di atas.

j. Pertukaran peran dilakukan sampai semua kelompok merasakan menjadi

kelompok pemegang kartu soal, kartu jawaban dan penilai.

k. Kesimpulan/ penutup.

Pembelajaran dengan menggunakan model make a match yaitu

pembelajaran yang menuntut siswa untuk berkelompok dengan pencarian

atau penentuan pasangan berdasarkan dengan permainan yang disajikan

oleh guru. Guru harus menyediakan dua kartu soal dan jawaban kemudian

dari situ siswa dapat menentukan pasangannya.

Pembelajaran ini akan lebih menarik apabila dilengkapi dengan

media-media yang kongkret apa lagi siswa SD termasuk dalam tahap

oprasional kongkret. Jadi apabila pembelajaran dilengkapi dengan media-

media kongkret siswa akan lebih tertarik untuk memperhatikan dan lebih

mudah memahami materi yang disampaikan guru.

2.1.3 Hasil belajar IPS

Pada pembelajaran salah satu tujuan yang akan dicapai adalah hasil

belajar. Pembelajaran yang benar dan baik akan mencapai hasil belajar yang

baik pula. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011 : 22).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

12

12

Pengalaman belajar siswa pada saat pembelajaran akan berbeda-beda oleh

karena itu kemampuan-kemampuan yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda.

Aspek perubahan itu mengacu pada taksonomi tujuan pengajaran yang

dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup tiga aspek

yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam Purwanto,

2008:45).

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono

(2009: 6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif,

ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.

2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar

keterampilan dan kemampuan bertindak.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas

pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang

dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik dibidang kognitif

(intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).

Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran

bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.

Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian

kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan

dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif

dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi

tujuan belajar kognitif. Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut

Benyamin S. Bloom yang telah disempurnakan David Krathwohl serta

Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay ds ( Wardani, Nanik Sulistya,

dkk, 2010:3.21) adalah menghafal (Remember), memahami (Understand),

mengaplikasikan (Aply), menganalisis (Analize), mengevaluasi (Evaluate),

dan membuat (create).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

13

13

Derdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan siswa yang didapat dari pengalaman-

pengalaman pembelajaran yang berupa kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hasil belajar yang diperoleh dari pembelajaran digunakan guru

sebagai ukuran atau kriteria dalam pencapaian tujuan pendidikan. Ukuran

hasil belajar dapat diperoleh dari aktifitas pengukuran. Secara sederhana

pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan

untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau

benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Proses

pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil

belajar yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian,

proses dan hasil belajar tersebut. Nilai hasil belajar dapat diperoleh dengan

cara tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Hasil belajar siswa dihitung berdasarkan evaluasi, pengukuran dan

asesmen. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran yaitu:

1. Tes

Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan

yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi,

atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk

mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan

pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi.

Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan

untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan

yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan

yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dilihat dari tujuannya

dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi:

a. Tes Kecepatan (Speed Test)

Tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes (testi) dalam hal

kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik)

maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yang telah

dipelajarinya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

14

14

b. Tes Hasil Belajar (Achivement Test)

Tes ini dimaksudkan untuk mengases hal yang telah diperoleh dalam

suatu kegiatan seperti Tes Hasil Belajar (THB), tes harian (formatif) dan tes

akhir semester (sumatif). Tes ini bertujuan untuk mengases hasil belajar

setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu.

c. Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achivement Test)

Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini

dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran

dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Mengetahui kondisi awal testi

digunakan pre-tes dan kondisi akhir post-tes.

d. Tes Formatif

Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk

mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai peserta didik

dalam suatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian, ulangan

harian.

Menurut Endang Poerwanti, dkk. 2008 langkah-langkah menyusun

tes yaitu:

a. Perencanaan tes

- Menentukan cakupan materi yang akan diukur

- Memilih bentuk tes

- Menetapkan panjang tes

b. Menulis bulir pertanyaan

- Menulis draft soal

- Memantapkan validitas isi (Content validity)

- Melakukan uji-coba (try out)

- Revisi soal

c. Melakukan pengukuran dengan tes

- Menjaga obyektivitas pelaksanaan

- Memberikan skor pada hasil tes

- Melakukan analisis hasil tes

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

15

15

Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format

atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk

berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator

dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini dimaksudkan

sebagai pedoman merakit atau menulis soal menjadi perangkat tes.

Langkah-langkah untuk menyusun kisi-kisi soal menurut Wardani Naniek

Sulistya dkk, (2010, 3.5-3.6) adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan sampel atau contoh materi yang akan ditulis butir

soalnya hendaknya dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran

atau kompetensi yang ingin dicapai.

2. Jenis asesmen yang akan digunakan. Pemilihan jenis asesmen

berhubungan erat dengan jumlah sampel materi yang dapat diukur, tingkat

kognitif yang akan diukur, jumlah peserta tes, serta jumlah butir soal yang

akan dibuat, dan juga sangat terkait dengan tujuan pembelajaran yang akan

di ukur.

3. Jenjang kemampuan berpikir atau perilaku yang ingin dicapai.

Setiap kompetensi mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda dalam

mengembangkan proses berpikir peserta didik. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa kumpulan butir soal yang akan digunakan dalam tes, harus

dapat mengukur proses berpikir yang relevan dengan proses berpikir yang

dikembangkan selama proses pembelajaran. Dalam Standar Isi, kemampuan

berpikir yang akan diukur dapat dilihat pada "perilaku yang terdapat pada

rumusan kompetensi dasar atau pada standar kompetensi".

4. Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam

merumuskan soal yang dikehendaki. Untuk merumuskan indikator dengan

tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator

pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang

baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Dalam hubungan ini kita

mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom dan

kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh Krathwoll (2001). Revisi

Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1),

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

16

16

pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi

(C6).

5. Sebaran tingkat kesukaran butir soal. Dalam menentukan sebaran

tingkat kesukaran butir soal dalam set soal, harus mempertimbangkan

interpretasi hasil tes mana yang akan dipergunakan, interpretasi hasil tes

lebih kepada ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran.

6. Waktu atau durasi yang disediakan untuk pelaksanaan tes.

Lamanya waktu tes merupakan faktor pembatas yang harus diperhatikan

dalam membuat perencanaan tes. Waktu pelaksanaan tes, disesuaikan

dengan jenis tes yang ditentukan. Jika asesmen formatif yang akan

diterapkan kepada peserta didik, maka asesmen dilaksanakan setelah guru

selesai mengajarkan satu unit pembelajaran, atau diterapkan pada akhir

setiap standar kompetensi ataupun kompetensi dasar pada setiap satuan

pembelajaran (RPP), atau dilakukan di tengah-tengah perjalanan program

pengajaran atau tengah semester.

7. Jumlah butir soal. Penentuan jumlah butir soal yang tepat dalam

satu kali tes tergantung pada beberapa hal, antara lain tujuan pembelajaran

yang ingin dicapai, ragam soal yang akan digunakan, proses berpikir yang

ingin diukur, dan sebaran tingkat kesukaran dalam set tes tersebut.

Penskoran Tes Objektif

Cara penskoran tes objektif sangat sederhana. Dikerjakan secara

manual atau dengan mesin. Pada dasarnya skor setiap butir soal tes objektif

adalah satu atau nol. Satu (1) untuk setiap butir yang dijawab benar dan nol

(0) untuk setiap butir yang dijawab salah. Tinggal menghitung saja berapa

butir soal yang dijawab benar dan berapa butir soal yang dijawab salah.

Ada beberapa penulis yang menganjurkan menggunakan formula

tebakan, dalam arti setiap jawaban yang salah diberi hukuman. Cara seperti

ini memang dapat mengurangi keinginan peserta didik untuk menebak

jawaban yang tidak dikuasainya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

diterapkan hukuman tidak menyebabkan adanya perbedaan yang berarti

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

17

17

dengan tanpa hukuman. Baik diterapkan formula tebakan atau tidak, urutan

ranking peserta didik akan tetap.

2. Non Tes

Teknik non tes sangat penting dalam mengases peserta didik pada

ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih

menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes,

yaitu:

a. Pengamatan atau Observasi.

Secara umum observasi dapat diartikan sebagai penghimpunan

bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan

dan pencatatan secara sistematis terhadap berbagai fenomena yang dijadikan

obyek pengamatan (Pupuh F. dan M.S. Sutikno, 2009: 86).

Observasi atau pengamatan adalah teknik penilaian yang dilakukan

dengan menggunakan indera secara langsung. Observasi dilakukan dengan

menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku

yang akan diamati (BSNP, 2007: 6).

Observasi adalah teknik non tes dengan melakukan pengamatan

terhadap pebelajar sesuai dengan pedoman observasi yang berisi indikator

pengamatan.

b. Portofolio

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik

dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat,

perkembangan belajar dan prestasi siswa.

Derdasarkan penjabaran keterangan di atas, peneliti memutuskan

untuk mengukur hasil belajar siswa dengan tes formatif dan non tes yang

dilaksanakan dalam setiap akhir pertemuan.

2.1.6 Pembelajaran IPS

1. Pengertian IPS

Nama Ilmu Pengetahuan Sosial dalam dunia pendidikan dasar

muncul bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD tahun 1975.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

18

18

Dilihat dari sisi ini maka bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial masih

“baru”. Kita sebut “baru” karena bahan yang dikaji sebetulnya bukanlah

baru namun cara pandang yang dianutnya memang dapat dianggap baru.

Ada beberapa pendapat tentang pengertian IPS dari beberapa ahli,

Jean Jarolimek (1967, 1) berpendapat bahwa IPS adalah mengkaji manusia

dalam hubungannnya dalam lingkungan sosial dan fisiknya. Sedangkan

Wesley berpendapat IPS sebagai bagian dari nilai-nilai sosial yang dipilih

untuk tujuan pendidikan. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep,

dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata

pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi.

Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi

warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta

warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan

terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan

dalam kehidupan di masyarakat dengan pendekatan tersebut diharapkan

siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada

bidang ilmu yang berkaitan (KTSP Standar Isi 2006). (Depdiknas: 2006).

2. Tujuan Mata Pelajaran IPS

Tujuan mata pelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar agar siswa

memiliki kemampuan sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin

tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan

sosial.

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

19

19

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS

Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS

dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada

geografi dan sejarah terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-

hari yang ada di lingkungan sekitar siswa di SD.

Ruang lingkup mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar meliputi aspek-

aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).

a. Manusia, Tempat, dan Lingkungan.

b. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan.

c. Sistem Sosial dan Budaya.

d. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan siswa yang

standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar

minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan

dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian

SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun

kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh

guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan bagi

siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1

SK dan KD mata pelajaran IPS Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan

ekonomi, dan kemajuan teknologi di

lingkungan Kabupaten / Kota dan

Provinsi.

Kompetensi Dasar 2.3 Mengenal perkembangan teknologi

produksi komunikasi, dan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

20

20

transportasi serta pengalaman

menggunakannya.

Indikator

2.3.1 Membandingkan alat-alat teknologi

komunikasi yang digunakan

masyarakat setempat pada masa lalu

dan masa kini.

2.3.2 Menunjukan cara-cara penggunaan alat

teknologi komunikasi pada masa

lalu dan masa kini.

2.3.3 Menceritakan pengalaman

menggunakan teknologi

komunikasi.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya yaitu berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil

Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Planggu Dengan Metode Make A

Match Tahun Ajaran 2010/2011” yang disusun oleh Aris Setyono.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPS mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai

rata-rata kelas pada siklus pertama sebesar 66 dengan jumlah siswa yang

memenuhi nilai KKM mencapai 10 siswa. Pada siklus kedua peningkatan

hasil belajar siswa semakin baik dengan ditunjukkan nilai rata-rata kelas

sebesar 71,27 dengan jumlah siswa yang memenuhi KKM 15 orang. Jadi

dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode make a match dalam

pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kelebihan yang

dicapai dalam penelitian ini adalah peneliti dapat merancang proses

pembelajaran dengan baik sehingga rata-rata nilai IPS dapat meningkat.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah dalam unit penelitian jumlah siswa

hanya 18 orang jadi penanganannya akan lebih mudah, tetapi bagaimana

apabila jumlah siswa lebih dari 30 bahkan ganjil, itu akan lebih menantang

dan penelitiannya akan lebih menarik dibanding jumlah siswa sedikit.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

21

21

Mendasarkan kelemahan yang terdapat pada penelitian di atas pada

penelitian berikutnya dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk

menggunakan jumlah siswa yang lebih banyak.

Penelitian yang selanjutnya berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Make A Match pada Mata Pelajaran IPA untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN 2 Sengonwetan Semester II Tahun Ajaran

2009/2010” yang disusun oleh Sri Rejeki. Hasil penelitian ini yaitu data

siswa pada kondisi awal hanya 51%, siklus 1 mencapai 75%, dan siklus 2

dengan presentase 85%. Dilihat dari hasil rata-rata ulangan harian kondisi

awal rata-rata ulangan mencapai 66, pada siklus 1 mencapai rata-rata 78 dan

pada siklus 2 mencapai rata-rata 88. Kelebihan dari penelitian ini adalah

langkah-langkah dalam pembelajarannya sangat menarik sehingga dapat

membuat siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar yang akhirnya

membuat hasil belajar meningkat. Kelemahan dalam penelitian ini adalah

siklus yang digunakan hanya sampai siklus 2 lebih baik sampai siklus ke

tiga agar peningkatan hasil belajar lebih pasti. Mendasarkan kelemahan

yang terdapat di atas pada penelitian berikutnya dapat digunakan sebagai

pertimbangan untuk melakukan penelitian PTK dengan 3 siklus agar data

yang diperoleh lebih valid.

Temuan yang ketiga berjudul “Penerapan Model Make A Match pada

Mata Pelajaran IPS tentang Keadaan Alam Indonesia untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Kelas V di SD Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon

Kabupaten Blora” yang disusun oleh Bagus Edi Rosanto. Pada penelitian

ini siklus 1, rata-rata hasil belajar pada siklus 1 mencapai 70,83 dan pada

siklus 2 mencapai rata-rata 80 dengan ketuntasan 100%. Kelebihan yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah hasil pada siklus 2 bisa mencapai

100%, hal ini sangat baik karena pada umumnya peningkatan hanya

mencapai 30 – 40 %. Kelemahan penelitian ini adalah hasil belajar hanya

diukur berdasarkan tes formatif sebaiknya aspek yang lain juga diukur.

Mendasarkan kelemahan yang terdapat pada penilitian di atas pada

penelitian berikutnya dapat digunakan sebagai pertimbangan agar

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

22

22

menggunakan hasil proses juga sehingga hasil belajar yang diperoleh yaitu

dari nilai tes dan nilai proses.

Temuan yang selanjutnya berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi

Belajar PKn Materi Sistem Pemerintahan Tingkat Pusat Melalui Teknik

Make A Match bagi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester II

Tahun Ajaran 2010/2011” yang disusun oleh Edi Sukirso. Hasil dari

penelitian ini, data awal rata-rata ulangan mencapai 54,5 kemudian pada

siklus 1 naik sebesar 41% dari kondisi awal. Pada siklus 2 rata-rata ulangan

mencapai 83,86 naik 9% dari siklus 1. Kelebihan dari penelitian ini adalah

dilihat dari peningkatan hasil belajar dan langkah-langkah dalam

pembelajaran siswa sangat antusias mengikuti proses belajar mengajar.

Kelemahan penelitian ini adalah pengukuran hasil belajar hanya diukur

dengan tes formatif. Mendasarkan kelemahan yang terdapat pada judul

penelitian di atas maka pada penelitian berikutnya dapat digunakan sebagai

pertimbangan agar tidak hanya menggunakan tes formatif saja tetapi

menggunakan nilai proses juga.

Temuan yang berikutnya yaitu berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Cooperative Learning dengan Bentuk Struktural (Make A

Match) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran

Sejarah Siswa Kelas XI SMA Rifaiyah Tahun Pelajaran 2009/2010” yang

disusun oleh Roi Dewi Sabana. Hasil dari penelitian ini, data awal rata-rata

hanya mencapai 55,81 % dari nilai kriteria ketuntasan minimal yaitu 69

dengan target ketuntasan adalah 70 %. Prasiklus hasil belajar siswa rendah

yakni ketuntasan hanya 24 orang atau 55,81 % dengan nilai rata-rata

67,33%. Nilai tertinggi pada tahap prasiklus ini adalah 90 dan nilai terendah

adalah 50. Setelah dilakukan tindakkan pada siklus pertama perolehan hasil

belajar berdasarkan evaluasi yang diberikan oleh guru pada akhir pelajaran

pada siklus pertama hanya 27 siswa atau 62,79%, kriteria ketuntasan

minimal dengan nilai rata-rata 69,88, nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60.

Sedangkan pada siklus kedua ketuntasan meningkat menjadi 39 siswa atau

90,70% dengan nilai rata-rata 77,33, nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 65.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

23

23

Kelebihan dari penelitian ini adalah peneliti bisa membuat langkah-langkah

pembelajaran menjadi menarik untuk diikuti siswa SMA sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar. Kelemahan penelitian ini adalah peningkatan

yang dialami tidak terlalu drastis dan nilai tertinggi tidak pernah berubah

selalu 90. Mendasarkan kelemahan di atas pada penelitian berikutnya dapat

digunakan sebagai pertimbangan untuk menaikan KKM agar siswa lebih

tertantang dan hasil belajar meningkat.

Jadi dari temuan di atas dapat disimpulakan bahwa penggunaan

model make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Penelitian di atas hampir sama dengan penelitian yang akan

dilakukan. Perbedaannya yaitu terletak pada mata pelajaran yang akan

diteliti dan cara pelaksanaan penelitian. Persamaannya yaitu kedua

penelitian ini menggunakan metode make a match. Jadi dengan demikian

penelitian di atas mendukung penelitian ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Setelah melakukan observasi peneliti melihat bahwa pembelajaran

IPS kelas IV berlangsung konvesional. Guru masih sebagai sumber belajar

yang ada di kelas sehingga peserta didik hanya mendengarkan penjelasan

dari guru. Bahkan peran peserta didik pasif saat pembelajaran IPS

berlangsung. Sehingga hasil belajar tidak mencapai target KKM yang telah

ditentukan.

Mata pelajaran IPS pada umumnya berbentuk abstrak, dengan

banyak uraian materi yang harus dipahami siswa. Pada umumnya juga guru

hanya memakai metode ceramah untuk menjelaskan materi ini padahal

dilihat dari perkembangan siswa, siswa SD akan lebih mudah memahami

materi yang berbentuk kongkret. Apabila guru hanya menjelaskan materi

dengan ceramah anak-anak kelamaan akan merasa bosan, mengantuk, dan

sering kali asyik berbicara sendiri dengan temannya.

Apabila hal tersebut tidak segera diperbaiki hasil belajar yang akan

diperoleh siswa bisa jadi tidak akan memenuhi KKM yang telah ditentukan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

24

24

Guru harus jeli dalam memilih model pembelajaran yang tepat agar bisa

membangkitkan semangat dan keaktifan siswa dalam belajar sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar agar mencapai atau melebihi target yang sudah

ditetapkan.

Guru memperbaiki kondisi di atas dengan menerapkan model make a

match (mencari pasangan) dan menggunakan benda kongkret pada saat

siswa memahami materi IPS. Make a Match adalah termasuk model

pembelajaran kooperatif yang menyajikan pembelajaran dalam bentuk

permainan mencari kelompok dengan menyediakan kartu soal dan kartu

jawaban. Di sini peserta didik dibagi menjadi tiga kelompok yang pertama

kelompok pemegang kartu soal, kedua kelompok pemegang kartu jawaban,

dan yang ketiga penilai. Setelah kelompok pertama dan kelompok kedua

menemukan pasangannya, dan dinilai oleh kelompok penilai, selanjutnya

ketiga kelompok berganti peran.

Penggunaan benda kongkret pada pembelajaran kooperatif tipe make

a match diharapkan siswa lebih mudah memahami dan menangkap materi

IPS yang disampaikan. Selanjutnya dengan penggunaan benda kongkret

pada pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa dapat berperan aktif

dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar sesuai

bahkan melebihi KKM yang sudah ditetapkan. Langkah- langkahnya

sebagai berikut :

a. Siswa dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok I sebagai kelompok

pemegang kartu soal, kelompok II sebagai kelompok pemegang kartu

jawaban dan kelompok III sebagai penilai.

b. Guru menyiapkan benda kongkret, kartu soal dan kartu jawaban.

c. Setiap siswa dari kelompok I mendapatkan satu kartu soal dan setiap

anggota dari kelompok II mendapatkan satu kartu jawaban.

d. Kelompok I yang memegang kartu soal memikirkan jawaban sedangkan

kelompok II yang memegang kartu jawaban memikirkan soal yang

sesuai.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

25

25

e. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (soal maupun jawaban).

f. Selanjutnya setelah kelompok I dan II berpasangan. Kartu yang telah

dipasangkan (soal dan jawaban) diberikan kepada kelompok III untuk

dikoreksi.

g. Kelompok III sebagai penilai memberikan poin kepada kelomok yang

benar.

h. Setelah batas waktu yang ditentukan habis, kemudian ketiga kelompok

bertukar peran, kelompok I menjadi penilai, kelompok II menjadi

kelompok pemegang kartu soal dan kelompok III sebagai pemegang

kartu jawaban.

i. Selanjutnya melakukan langkah seperti di atas.

j. Petukaran peran dilakukan sampai semua kelompok merasakan menjadi

kelompok pemegang kartu soal, kartu jawaban dan penilai.

k. Kesimpulan/ penutup.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

26

26

Gb 2.1. Skema Kerangka Berpikir Hubungan antara Model Pembelajaran Make A Match

dan Hasil Belajar

Kd. Mengenal perkembangan teknologi produksi

komunikasi, dan transportasi serta

pengalaman menggunakannnya

Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Make A Match

Guru menyampaikan materi

ceramah

Siswa pasif mendengarkan

penjelasan dari

guru

Hasil belajar rendah

(< KKM

90)

- Pembentukan 3 kelompok

- Penentuan peran

Penilaian

H

as

il

B

el

aj

ar

Tes Formatif

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Pemegang

k

a

r

t

u

s

o

a

l

Pemegang

kart

u

jaw

aba

n

Penilai soal dan

jawa

ban

Memikirkan dan mencari kartu yang sesuai

dengan soal atau jawaban.

Penilaian pasangan kartu

Kelompok berganti peran yang berbeda

dengan peran yang pertama

Penarikan kesimpulan

Mengerjakan Tes Formatif

Hasil belajar meningkat (≥ KKM 90)

Penilaian hasil belajar

Penilaian proses

kartu soal, kartu jawaban dan penilaian

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 elajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/783/3/T1_292008013_BAB II.pdf · a. Guru menyiapkan dua kotak kartu, satu kotak kartu

27

27

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di

atas, maka dapat dirumuskan “Ada efektifitas penggunaan benda kongkret

pada model pembelajaran make a match terhadap hasil belajar IPS siswa

kelas IV SD Gugus Perkutut Tuntang Semarang semester II tahun ajaran

2011/2012”