Upload
dangkhanh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Pada kajian teori dipaparkan landasan substantif dalam arti teoritik yang
dipergunakan peneliti dalam menentukan alternatif yang akan diimplementasikan.
2.1.1 Hasil Belajar
Menurut Purwanto (2010:46-47) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar
mengajar. Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250-251)
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan pada saat
sebelum belajar.
Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari
tidak mengerti menjadi mengerti, Oemar Hamalik (2006:30) . Sementara menurut
Bloom dalam Agus Suprijono, (2011:6-7) mengemukakan bahwa:
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh), application (menerapkan), analysys (menguraikan,
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru, evaluation
(menilai),.Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization
(organisasi), characterization (karakterisasi).Domain psikomotor
meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik fisik, sosial, manajerial, dan
intelektual.
Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas hasil belajar merupakan suatu
pencapaian dari tujuan pembelajaran dalam bidang tertentu untuk mengetahui
tingkat perkembangan belajar siswa yang digunakan oleh guru untuk dijadikan
ukuran terselesaikannya bahan pelajaran apabila siswa sudah memahami belajar
8
dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam kemampuan
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Cara pengukuran hasil belajar siswa yaitu dengan melakukan penilaian.
Penilaian hasil belajar (PP No. 19 tahun 2005), standar penilaian ada 3 yaitu
penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Bentuk penilaian hasil
belajar oleh pendidik yaitu ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester dan ulangan kenaikan kelas. Acuan pada pengujian berbasis
kompetensi adalah acuan kriteria.
Fungsi penilaian sebagai alat untuk membantu siswa dalam mewujudkan dan
mengubah perilakunya sesuai dengan tata tertib yang ada. Di sini juga siswa
mendapat kepuasan atas apa yang dikerjakannya yang berupa nilai. Apabila
mereka sungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu maka hasil yang didapatkan
akan bagus sehingga mereka akan puas dengan hasil yang didapatkannya.
Penilaian juga membantu guru dalam menetapkan metode yang digunakan telah
tepat diterapkan.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuatu yang
diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut sistem
aturan tertentu menurut Kerlinger dalam Purwanto, (2010:2). Hopkins dan Antes
dalam Purwanto (2010:2), mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka
pada atribut dari obyek, orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukan
perbedaan dalam jumlah. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu
sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan
instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes,
lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.
Dari pengertian pengukuran di atas untuk mengukur hasil belajar peserta didik
digunakan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur
melalui teknik tes dan non tes. Tes menurut Nana Sudjana (2008:35) sebagai alat
penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk
9
mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan
(tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes Lisan terdiri dari baik
pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya,
tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku,
karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi
pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. Tes Tertulis adalah tes yang
dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya misalnya tes
formatif. Tes Tindakan, ada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu
sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor
misalnya unjuk kerja.
Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian
dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil
belajar bidang afektif dan psikomotoris. Menurut Endang Poerwanti, dkk.
(2008:4), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Jadi dari beberapa pengertian tes di atas tes adalah alat penilaian yang
digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mengukur ketrampilan,
pengetahuan dan sikap peserta didik dalam bentuk lisan, tulisan, dan perbuatan.
Non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban
benar atau salah. Teknik non tes sangat penting dalam mengukur kemampuan
peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang
lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes
menurut Endang Poerwanti (2008:3), yaitu: (1) Observasi, observasi terkait
dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal
yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk
mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi
informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen, (2)
10
Wawancara, wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, (3) Angket, angket adalah suatu teknik yang
dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis dengan alat pengukuran seperti tes, observasi,
wawancara, angket. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas
instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau
mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi,
pengukuran dengan teknik wawancaradan angket dapat menggunakan instrumen
butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik
haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur.
Tes dibedakan menjadi tiga macam yaitu tes diagnostik, tes formatif, tes
sumatif. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk menentukan kelemahan
dan kelebihan siswa dengan melihat gejala-gejalanya sehingga diketahui
kelemahan dan kelebihan tersebut pada siswa dapat dilakukan perlakuan yang
tepat. Tes formatif adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami
suatu satuan pelajaran tertentu. Tes ini diberikan sebagai usaha memperbaiki
proses belajar. Tes sumatif dapat digunakan pada ulangan umum yang biasanya
dilaksanakan pada akhir catur wulan atau semester. Dari tes sumatif inilah prestasi
belajar siswa diketahui. Dalam penelitian ini evaluasi yang digunakan adalah
dalam jenis yang di titik beratkan pada evaluasi belajar siswa di sekolah yang
dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui prestasi belajar siswa.
2.1.2 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Latar Belakang Pembelajaran IPA
IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
11
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru (KTSP Standar Isi 2006).
Ruang Lingkup IPA di SD
Ruang lingkup mata pelajaran IPA di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut
(KTSP Standar Isi 2006):
1. Makhluk hidup dan prose kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan,
dan interaksinyadengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
Tujuan Pelajaran IPA di SD
Mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut (KTSP Standar Isi 2006).
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yangbermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanyahubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
12
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannyasebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang
secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum di setiap satuan pendidikan.Pencapaian SK dan KD didasarkan pada
pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk
mata pelajaran IPA yang ditujukan untuk siswa kelas 5 SD disajikan melalui tabel
berikut ini.
13
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5 Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami
perubahan yang
terjadi di alam dan
hubungannya dengan
penggunaan sumber
daya alam.
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah
karenapelapukan
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan
kegiatanmanusia yang dapat mempengaruhinya
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi
diIndonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup
dan lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang
dapat mengubah permukaan bumi (pertanian,
perkotaan, dsb)
Sumber : KTSP Standar Isi 2006
Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Standar Kompetensi :
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan
penggunaan sumber daya alam.
Kompetensi Dasar :
7.4 Mendiskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya.
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air.
14
Pendekatan Pembelajaran IPA
Pendekatan penerapan pembelajaran IPA yang dilakukan oleh setiap pendidik
memilki karakter yang berbeda-beda.Hal ini dipengaruhi oleh isi materi dan
kemampuan pendidik itu sendiri. Kreativitas seorang guru akan sangat diperlukan
khususnya pembelajaran IPA, karena dalam pembelajaran IPA tidaklah cukup
dengan menggunakan model dan metode yang biasa diterapkan dalam
pembelajaran yang lainnya.hal ini harus diakui secara seksama karena materi IPA
memerlukan suatu aktivitas yang langsung dan benar-benar sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. IPA dalam pembelajarannya memilki ciri yang berbeda
dengan membelajarkan materi yang lain kepada siswa, salah satu ciri yang
menonjol adalah adanya proses pembelajaran yang berproses dengan
menggunakan observasi, percobaan, dan pemecahan masalah. Memang ciri ini
dimiliki oleh materi pelajaran yang lain, akan tetapi prosedur dalam
pengalikasiaanya memliki pesamaan dengan metode yang dilakukan oleh para
ahli, dan para penemu-penemu sebelumnya.
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
(TGT)
Definisi
Kooperatif menurut Erman Suherman (2001:218) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja
sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu
tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Anita
Lie (2003:12), sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut
sebagai sistem”pembelajaran gotong royong” atau pembelajaran kooperatif. Jadi
dari beberapa pengertian ahli tersebut pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam kelompok atau tim untuk
saling membantu, mendiskusikan, dan berargumentasi dalam menyelesaikan
masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama dalam
pembelajaran.
15
Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David
DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari
John Hopkins. Ada beberapa definisi dan interpretasi Teams Games Tournament
yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu :
De Vries dan Slavin pada Tahun 1978 di John Hopkins University aktivitas
dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)
memungkinkan siswa dapat belajar lebih semangat di samping dapat
menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat serta keterlibatan
belajar. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama
dan membantu dalam memhami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika
salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi pembelajaran.
Menurut Sasmito model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini sangat mudah
diterapkan, karena dalam pelaksanaannya tidak memerlukan fasilitas pendukung
yang harus tersedia seperti peralatan khusus. Selain mudah diterapkannya dalam
penerapannya model pembelajaran kooperatif tipe TGT juga melibatkan aktifitas
seluruh siswa untuk memperoleh konsep yang diinginkan. Misalnya, kegiatan
tutor sebaya terlihat ketika siswa melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-
masing anggota kelompok menjawab pertanyaan, untuk selanjutnya saling
mengajukan pertanyaan dan saling belajar bersama. Johnson 1999 (Teams Games
Tournament) merupakan bentuk pembelajaran kooperatif dimana setelah siswa
belajar secara individu untuk selanjutnya dalam kelompok masing masing anggota
kelompok mengadakan turnamen atau lomba dengan kelompok lainnya sesuai
dengan tingkat kemampuannya.
Menurut Saco (2006), dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa
memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru
dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi
pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan
dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
Melalui pengertian dari para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah
16
satu tipe atau model pembelajaran kooperatif dimana siswa dibagi dalam tim
belajar terdiri empat sampai lima orang yang melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Dalam aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan
sehat dan keterlibatan belajar.
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka
dengan anggota tim lain yang kemampuan akademiknya setara. Hasilnya, siswa-
siswa yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki peluang
yang sama untuk memperoleh poin bagi kelompoknya sebagai siswa yang
berprestasi tinggi.
Tujuan
Menurut Muslimin Ibrahim (2000:7), model pembelajaran kooperatif
setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan pembelajaran. Tujuan yang pertama yaitu
meningkatkan hasil belajar akademik di mana siswa dituntut untuk menyelesaikan
tugas-tugas akademik. Tujuan kedua yaitu pembelajaran kooperatif memberi
peluang pada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling
bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan
struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Tujuan
ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa
ketrampilan kerjasama dan kolaborasi.
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
menurut Deutsch dalam Slavin (2008:31), mengidentifikasikan tiga struktur
tujuan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu:
1. Kooperatif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu
memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
17
2. Kompetitif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu
menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
3. Individualistik, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak
memiliki konsekuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Tahap-tahap Pembelajaran
Menurut Slavin (1995:84-86) maka model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT) memiliki langkah-langkah (sintaks) sebagai berikut :
a) Presentasi kelas (class precentation). Dalam presentasi kelas guru
memperkenalkan materi pembelajaran yang diberikan secara langsung atau
mendiskusikan dalam kelas. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator.
Pembelajaran mengacu pada apa yang disampaikan oleh guru agar nantinya dapat
membantu siswa dalam mengikuti game dan turnamen.
b) Kelompok (teams). Kelompok terdiri dari empat sampai lima orang
yang heterogen misalnya berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika
memungkinkan suku, ras, atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan kelompok
adalah untuk meyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok belajar dan
semua anggota mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan turnamen dengan
sebaik-baiknya. Diharapkan tiap anggota kelompok melakukan hal yang terbaik
bagi kelompoknya dan adanya usaha kelompok melakukan untuk membantu
anggota kelompoknya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik dan
menumbuhkan pentingnya kerjasama diantara siswa dan meningkatkan percaya
diri.
c) Permainan (game). Permainan (game)dibuat dengan isi pertanyaan-
pertanyaan untuk mengetes siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan
kelompok. Game dimainkan dengan meja yang berisi tiga murid yang mewakili
tiga kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha
untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor. Aturannya membolehkan
pemain untuk menantang jawaban yang lain.
18
d) Pertandingan (tournament).
Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru membuat
presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikkan tugas-tugasnya. Untuk
turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan kemampuan serupa yang
mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan sistem penilaian kemampuan
yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan penilaian sistem penilaian
kemampuan perorangan dalam STAD. Kompetisi ini juga memungkinkan bagi
siswa dari semua level di penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai
kelompok mereka menjadi terbaik. Alur penempatan peserta turnamen menurut
Slavin (1995:86) dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1
Alur Penempatan Peserta Turnamen
e) Penghargaan Kelompok (team recognition).
Setelah mengikuti game dan turnamen, setiap kelompok akan memperoleh
poin. Rata-rata poin kelompok yang diperoleh dari game dan turnamen akan
digunakan sebagai penentu penghargaan kelompok. Jenis penghargaan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Penghargaan kelompok dapat berupa
hadiah, sertifikat, dan sebagainya. Menurut Slavin penghargaan diberikan jika
telah melewati kriteria sebagai berikut.
19
Tabel 2
Kriteria Penghargaan Kelompok (Sumber Slavin, 1995)
Kriteria (Rerata Kelompok) Predikat
30-39 Tim Kurang Baik
40-44 Tim Baik
45-49 Tim Baik Sekali
50 ke atas Tim Istimewa
Menurut Johnson & Johnson yang dikutip oleh Carolyn W. Rouviere
(www.maa.org/saum/maanotes49/140.html), model pembelajaran kooperatif tipe
TGT ini meliputi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap mengajar (teaching)
Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran yang akan digunakan
dalam kompetisi. Materi pelajaran yang diajarkan hanya secara garis besarnya saja
dari suatu materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat memotivasi siswa
dalam belajar, membangun suatu pengetahuan awal mengenai materi tersebut,
dan memberikan petunjuk pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT) termasuk pembentukan kelompok. Tahap ini dapat
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan.
2. Tahap belajar dalam kelompok (team study)
Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari
materi pelajaran secara tuntas dan saling membantu dalam mempelajari materi
tersebut. Jika ada kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum bertanya
pada guru. Setiap anggota kelompok dalam berdiskusi hendaknya dengan suara
perlahan, sehingga kelompok yang lain tidak terganggu.
3. Tahap Kompetisi (tournament)
Dalam tahap ini setiap kelompok mewakilkan anggotanya untuk maju ke meja
kompetisi, di atas meja tersebut telah tersedia kartu. Kemudian siswa mengambil
20
sebuah kartu dan membacanya keras-keras. Kelompok yang mengambil
pertanyaan tersebut harus menjawab, jika jawaban salah maka kelompok lawan
dapat mengajukan jawabannya. Setiap jawaban kelompok yang benar diberikan
poin atau skor, dan skor-skor tersebut dijumlah sebagai skor kelompok.
Menurut Kahfi (2004:9) model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) meliputi 2 tahap. Yaitu pra kegiata pembelajaran dan detail
kegiatan pembelajaran. Pra kegiata pembelajaran meliputi penyajian materi,
membagi siswa dalam kelompok belajar, dan membagi siswa pada meja
tournamen. Detail kegiatan pembelajaran meliputi: (1) mengajar (teach), (2)
belajar kelompok (team teach), (3) permainan (tournament).
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Tahap penyajian kelas (class precentation) guru memperkenalkan materi
yang diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas.
2. Belajar dalam kelompok (teams) terdiri dari 5-6 orang yang terdiri dari siswa
yang mempunyai kemampuan akademik berbeda, yaitu siswa berkemampuan
akademik tinggi (pandai), sedang dan rendah setelah itu menerima tugas
tugas kelompok.
3. Permainan (game) dimainkan tiga murid yang mewakili kelompoknya. Siswa
mengambil kartu bernomor dan berusaha menjawab pertanyaan sesuai dengan
nomor. Aturannya membolehkan pemain untuk menantang jawaban yang
lain.
4. Pertandingan (tournament) dilakukan setiap pemain dalam tiap meja
menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara
undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian
yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal.
5. Penghargaan kelompok (teamrecognition) diberikan pada kelompok yang
memiliki skor/poin tertinggi sesuai kriteria dan akan diberikan penghargaan
berupa sertifikat, hadiah , dan sebagainya.
21
Kelebihan dan Kekurangan Teams Games Tournament (TGT)
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh
pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit
mengemukakan keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT), sebagai berikut:
a. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) memperoleh teman yang
secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa
yang ada dalam kelas tradisional.
b. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh
tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
c. Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri
akademik mereka.
d. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan
waktu yang lebih banyak.
Disamping kelebihan yang dimiliki, model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) juga memiliki kekurangan. Kekurangan dari
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) antara lain:
a. Bagi para pengajar pemula, model ini menumbuhkan waktu yang banyak.
b. Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal
turnamen.
c. Siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian terdahulu yang
menjadi upaya penulis untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan
kelebihan dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis. Penelitian tersebut antara lain:
Effendi, Kukuh.2012.Pendekatan Kooperatif Tipe TGT (Teams Games
Tournament) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Kompetensi Dasar
22
menentukan Sifat-Sifat Bangun Ruang Sederhana) pada Pembelajaran
Matematika di Kelas IV SD Negeri 02 Tlogosih Kecamatan Kebonagung
Kabupaten Demak Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar matematika dari tiap
siklus pada materi bangun ruang. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut terjadi
secara bertahap, dimana pada siklus I peningkatan hasil belajar siswa sebesar
45,8%. Kemudian setelah dilaksanakan siklus II peningkatan hasil belajar siswa
mencapai 95,8%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan
pendekatan kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri Tlogosih Kecamatan Kebonagung
Kabupaten Demak semester II 2011/2012. Kelebihan dari penelitian ini sudah
jelas dalam memaparkan urutan peningkatan setiap siklus. Kelemahannya yaitu
belum dipaparkan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitiannya.
Sucahyono, Aris Sandhi. 2011. Dengan judul Peningkatan Hasil Belajar PKn
Melalui Model TGT (Teams Game Tournaments) Bagi Siswa Kelas IV SDN
Tondowulan II Jombang. Berdasarkan permasalahan yang ditemui di kelas pada
saat melaksanakan belajar, yaitu masih ditemukannya minat siswa yang kurang
menyukai pelajaran PKn sehingga dari jumlah siswa 30, hanya satu orang yang
menyukai pelajaran PKn. Hal ini berdampak pada hasil nilai belajar yang masih di
bawah KKM. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa (1) pelaksanaan
pembelajaran PKn dengan menerapkan TGT (Teams Game Tournaments) adalah
belajar secara mandiri dan diskusi kelompok, permainan dan turnamen, (2)
pembelajaran kooperatif model TGT (Teams Game Tournaments) terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas IV SDN
Tondowulan II Jombang, yaitu dari rerata skor 67,28 dan daya serap klasikal 28%
pada pra siklus setelah tindakan pada siklus I menjadi rerata skor 70,56 dan daya
serap klasikal 64%, dan rerata skor 85,32 dan daya serap klasikal 84% pada
siklus II, (3) dampak pembelajaran model TGT (Teams Game Tournaments)
terhadap aktivitas belajar siswa adalah semangat belajar siswa menjadi lebih
meningkat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Pelaksanaan pembelajaran
23
PKn dengan menerapkan TGT (Teams Game Tournaments) di kelas IV SDN
Tondowulan II Jombang adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara
kelompok diskusi dan langkah-langkahnya terdiri dari penyajian kelas, kerja
kelompok, turnamen dan penghargaan kelompok, (2) Pembelajaran kooperatif
model TGT (Teams Game Tournaments) dapat meningkatkan hasil belajar PKn
siswa, yaitu berdasar pada paparan data prasiklus jumlah rerata skor 67,28 dan
daya serap klasikal 28%, dan setelah diadakan tindakan pada siklus I rerata skor
meningkat 70,56 dan daya serap klasikal meningkat menjadi 64%. Jumlah rerata
skor dan daya serap mengalami peningkatan lagi pada siklus II yaitu 85,32 dan
84%, (3) Dampak TGT (Teams Game Tournaments) terhadap aktivitas belajar
siswa selama proses belajar mengajar di kelas IV SDN Tondowulan II Jombang
adalah suasana kelas makin menyenangkan dengan adanya belajar sambil bermain
pada saat diskusi kelompok dan terutama pada saat turnamen, pengaruh lainnya
khususnya pada saat kerja kelompok adalah tampak adanya peningkatan interaksi
antar siswa dalam kelompok oleh rekan sebaya lebih efektif. Kelemahan dari hasil
penelitian ini belum menampilkan berapa KKM yang harus dicapai. Kelebihannya
peneliti menjelaskan permasalahan yang ditemui di kelas pada saat melaksanakan
belajar, yaitu masih ditemukannya minat siswa yang kurang menyukai pelajaran
PKn. Sebagai upaya pelaksanaan tindak lanjut maka perlu pengembangan
penelitian pada materi kerja sama negara-negara ASEAN.
Dewantini ,Ria Dhian. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode
Team Games Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Jeruk 1
Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Masalah dalam
penelitian ini adalah hasil belajar IPA masih rendah, hanya 35% dari jumlah siswa
yang mendapatkan nilai ≥70, memenuhi KKM, metode yang digunakan masih
konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar
ipa melalui metode team games tournament (TGT). Penelitian ini menggunakan
penelitian tindakan kelas (ptk). hasil tindakan kelas ini melalui dua siklus: pada
siklus I dari 28 siswa yang masuk terdapat 16 siswa (57%) yang mendapatkan
nilai ≥ 70, sesuai kkm. pada siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa sejumlah
36% dari siklus I. Dari nilai hasil belajar 27 siswa yang masuk ada 25 siswa
24
(93%) yang mendapat nilai ≥ 70, sesuai KKM. Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa implementasi metode team games tournament (TGT) dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Jeruk 1 Kecamatan
Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Kelebihan dari penelitian ini
sudah jelas dalam memaparkan urutan peningkatan setiap siklus. Kelemahannya
yaitu belum dipaparkan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitiannya.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran dilaksanakan untuk mencapai hasil belajar sebagai tujuan. Pada
proses pembelajaran, guru dituntut kreativitasnya untuk meningkatkan
kemandirian dan keaktifan siswa dalam belajar dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk mencari, mengusahakan dan menemukan sendiri ilmu pengetahuan.
Pembelajaran IPA yang berlangsung selama ini adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembbelajaran dengan
menyampaikan materi pelajaran IPA memalui ceramah dan siswa mendengarkan.
Terkadang di tengah-tengah ceramah, guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab siswa. Suatu pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan
akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan dan tahan
lama. Salah satunya dapat diperoleh melalui kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada keterlibatan aktifitas belajar siswa. Interaksi dan keterlibatan
aktif siswa dalam proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar atau
prestasinya. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournament (TGT).
Berdasarkan hal tersebut dapat dituangkan dalam gambar kerangka
berpikir sebagai berikut.
25
Gambar 2 Skema Gambaran Kerangka Berpikir
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI
AKHIR
Pelaksanaan
pembelajaran
masih
konfensional
(metode ceramah
dan tanya jawab).
Hasil belajar di
bawah KKM 75
Guru menerapkan
pembelajaran teams games
tournament
- Tahap penyajian kelas
- Belajar dalam kelompok
- Permainan
- Pertandingan
- Penghargaan Kelompok
Hasil pembelajaran yang tercapai :
- Penilaian hasil : nilai hasil
belajar siswa telah
memenuhi KKM 75.
- Penilaian proses : siswa
dapat berpartisipasi aktif
dan berpikir kritis.
26
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir tersebut di atas diajukan
hipotesis tindakan yaitu “Jika dalam proses belajar mengajar guru
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran
IPA mengenai Bumi dan Alam Semesta siswa kelas 5 di SD Negeri Jogosuran
68 Kecamatan Pasarkliwon Surakarta Semester II tahun pelajaran 2012/2013.