Upload
trinhtu
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Prestasi Kerja
2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja (job performance) merupakan tingkat keberhasilan karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Prestasi kerja bukan merupakan karakteristik individu,
seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan perwujudan dari bakat atau
kemampuan itu sendiri. Prestasi kerja merupakan perwujudan dari kemampuan dalam
bentuk nyata. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai karyawan dalam
mengemban tugas dan pekerjaan yang berasal dari organisasi. Faktor-faktor yang
berkaitan dengan prestasi kerja adalah motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian,
pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan
kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial, serta kebutuhan egoistik. (Sutermeister,
1999:100).
Prestasi kerja berkaitan dengan pencapaian hasil kerja dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya. Menurut teori di atas, prestasi kerja antara lain dipengaruhi oleh
motivasi, yaitu keinginan/dorongan dalam melaksanakan pekerjaan; kemampuan, yaitu
kondisi karyawan di mana karyawan tersebut dapat melaksanakan pekerjaannya;
pengetahuan, yaitu mengenai ilmu pengetahuan yang diketahui karyawan; keahlian,
yaitu keterampilan yang dimiliki oleh karyawan; pendidikan, yaitu pendidikan akademis
yang dimiliki oleh karyawan; pengalaman, yaitu pekerjaan tersebut pernah dilakukan
oleh karyawan; minat, yaitu keinginan karyawan atas pekerjaan tersebut; sikap
kepribadian, yaitu sikap tanggungjawab dan jujur dalam melaksanakan suatu pekerjaan;
kondisi fisik, yaitu keadaan fisik pegawai yang sehat; kebutuhan fisiologis, yaitu
kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan psikologi, keamanan, sosial, harga diri dan
aktualisasi diri.
Teori Campbell et al. (1993) mendefinisikan kinerja sebagai perilaku atau
tindakan yang relevan dengan pencapaian tujuan organisasi yang dapat ditingkatkan,
yaitu, diukur. Selain itu, prestasi kerja didefinisikan sebagai apa yang dibayar untuk
melakukan, atau apa yang harus dibayar untuk melakukannya. Teori menyatakan bahwa
prestasi kerja diukur baik itu penilaian dari atasan, rekan, atau diri sendiri.
Campbell et al. (1993) teori lebih lanjut menyatakan bahwa kinerja adalah
multidimensi, dan bahwa setiap dimensi diwakili oleh kategori perilaku atau tindakan
serupa. Teori ini berpendapat komponen kinerja yang lebih tinggi, yaitu,
1) kemampuan tugas-tugas tertentu,
2) kemampuan tugas pekerjaan tertentu (yaitu perilaku anggota organisasi),
3) tertulis dan kemampuan komunikasi lisan,
4) demonstrasi usaha,
5) pemeliharaan disiplin pribadi,
6) fasilitasi rekan dan tim kinerja,
7) pengawasan / kepemimpinan,
8) manajemen / administrasi.
Faktor-faktor penentu kinerja ada tiga jenis pilihan individu yaitu, pilihan untuk
melakukan, pilihan tingkat usaha, dan pilihan waktu untuk usaha, yaitu, ketekunan
seseorang.
Campbell (1999) berpendapat bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengalaman dan motivasi diarahkan pada
perilaku dan peran, seperti tanggung jawab pekerjaan formal.
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku
kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja (Sutrisno, 2009:151). Prestasi kerja adalah
proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja
karyawan (Rivai, 2011:274).
Dalam penelitian ini hanya diambil 2 (dua) faktor dari semua faktor prestasi
kerja yang telah disebutkan diatas yaitu : (1) pendidikan dan (2) pengalaman kerja,. Hal
ini berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap Kepala Satuan dan pegawai yang
terkait yang menjadi persyaratan dalam Sasaran Kerja Pegawai sesuai dengan kondisi
yang ada pada obyek penelitian yaitu Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Denpasar. Sedangkan faktor lain yang tidak diambil dianggap tidak
relevan dengan kondisi obyek penelitian.
2.1.2 Aspek-Aspek Yang Dinilai Dalam Prestasi Kerja
Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi (Rivai, 2011
: 563).
1) Kemapuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan yang
dimiliki, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan
tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2) Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual
tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang
karyawan.
3) Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi,
dan lain-lain.
2.1.3 Aspek- aspek yang mempengaruhi prestasi kerja
Berikut beberapa aspek yang mempengaruhi prestasi kerja yaitu (Sutrisno,
2009:152-153) :
1) Hasil kerja
Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana
pengawasan itu dilakukan.
2) Pengetahuan pekerjaan
Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan
berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.
3) Inisiatif
Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal
penanganan masalah-masalah yang timbul.
4) Kecekatan mental
Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan
menyesuaikan dengan cara kerja dan situasi kerja yang ada.
5) Sikap
Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.
6) Disiplin waktu dan absensi
Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran mencerminkan pribadi yang taat
akan peraturan displin kerja.
Salah satu pertimbangan bagi seorang pegawai negeri sipil dalam berkarir ke
sebuah jenjang jabatan yang lebih tinggi adalah berdasarkan penilaian prestasi
kerja/daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) yang pada dasarnya adalah penilaian
dari atasan langsungnya terhadap pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil yang
bersangkutan serta menujukkan sasaran kerja pegawai (SKP) terkait. Dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 2013 berdasarkan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang
Kepegawaian Negeri Sipil mengatur tentang daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan
(DP3) yang dimana memuat tentang unsur-unsur yang dinilai mengenai kesetiaan,
prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, kepemimpinan
serta komitmen. Semua instansi pusat dan daerah dapat melakukan penyusunan dan
penilaian Sasaran Kerja Pegawai (SKP) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara ini, sebagai dasar dalam penilaian unsur prestasi kerja yang
terdapat dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil.
Adapun penilaian prestasi kerja DP3 adalah hasil kerja yang dicapai seorang pegawai
negeri dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi
kerja dipengaruhi oleh kecakapan, pengalaman, kesungguhan, komitmen dan disiplin
kerja pegawai yang bersangkutan. Pegawai Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan
Polisi Pamong Praja dituntut untuk berperilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk
mencapai sasaran hasil kerja yang disepakati dan dilakukan penilaian atas kepribadian
seseorang Pegawai Negeri Sipil.
2.1.4 Tujuan penilaian prestasi kerja
Prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah
laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Informasi tentang tinggi rendahnya
prestasi kerja seorang karyawan tidak dapat diperoleh begitu saja, tetap diperoleh
melalui proses yang panjang yaitu melalui proses penilaian prestasi kerja (Sutrisno,
2009:151).
Penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan,
seperti:
1) Mendorong peningkatan prestasi kerja.
Dengan mengetahui hasil prestasi kerja, ketiga pihak yang terlibat dapat
mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja para pegawai
lebih meningkat lagi dimasa-masa yang akan datang.
2) Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan.
Keputusan tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan tersebut dapat
didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas prestasi kerja pegawai yang
bersangkutan.
3) Untuk kepentingan mutasi pegawai
Prestasi kerja seseorang dimasa lalu merupakan dasar bagi pengambilan
keputusan mutasi baginya dimasa depan, apapun bentuk muatsi tersebut seperti
promosi, alih tugas, alih wilayah maupun demosi.
4) Guna menyusun program pendidikan dan pelatihan
Baik yng dimaksud untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan
maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum
sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja.
5) Membantu para pegawai
Membantu para pegawai menentukan rencana karirnya dan dengan bantuan
bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karir yang paling tepat,
dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentingan
organisasi.
2.2 Komitmen Organisasi
2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Meyer., et al (1991) menyatakan komitmen organisasi adalah perasaan karyawan
untuk tetap bertahan dalam terhadap organisasi, perasaan yang dihasilkan dari
internalisasi tekanan normatif diberikan pada seorang individu sebelum masuk atau
setelah masuk dalam organisasi.
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai perasaan kewajiban karyawan
terhadap organisasinya, perasaan ini diberasal dari tekanan peraturan organisasi yang
diberikan kepada individu tersebut (Darwin A, 2000).
Dessler (2003) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan identifikasi
karyawan terhadap persetujuan untuk mencapai misi unit atau misi organisasi.
Luthans (2006 : 236) menyatakan bahwa sebagai suatu sikap, maka komitmen
organisasional sering didefinisikan sebagai
a) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari anggota organisasi
tertentu
b) Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi
c) Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Ivancevich, Konopaske, dan , Matteson (2008 : 210) menyatakan bahwa
komitmen organisasional merupakan suatu rasa identifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan
yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasinya.
Colquitt, LePine, Wesson (2009) menyatakan komitmen organisasional
mempengaruhi apakah seorang pegawai tetap bertahan menjadi anggota organisasi atau
meninggalkan organisasi untuk mengejar pekerjaan lain. Karyawan meninggalkan
organisasi dapat karena terpaksa atau sukarela. Meninggalkan organisasi secara sukarela
terjadi ketika pegawai memutuskan untuk berhenti dari organisasi, sedangkan karyawan
yang meninggalkan organisasi karena terpaksa bisa terjadi ketika karyawan dipecat oleh
organisasi karena alasan tertentu.
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2010 :183) menyatakan bahwa komitmen
organisasional melibatkan tiga sikap, yaitu: identifikasi dengan tujuan organisasi;
perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi; serta perasaan loyalitas terhadap
organisasi. Hal tersebut berarti karyawan yang berkomitmen terhadap organisasi
memandang nilai dan kepentingan organisasi terintegrasi dengan tujuan pribadinya.
Pekerjaan yang menjadi tugasnya dipahami sebagai kepentingan pribadi, dan memiliki
keinginan untuk selalu loyal demi kemajuan organisasi.
Karyawan yang berkomitmen tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi dan
loyalitas untuk perusahaan. sebaliknya, karyawan yang cenderung memiliki komitmen
rendah, kinerjanya pun rendah dan loyalitas yang kurang terhadap perusahaan
(Robbins., et al, 2013:543).
Berdasarkan beberapa teori diatas, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teori komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1991) yang menyatakan bahwa
perasaan karyawan untuk tetap bertahan dalam terhadap organisasi, perasaan yang
dihasilkan dari internalisasi tekanan normatif yang diberikan pada seorang individu
sebelum masuk atau setelah masuk dalam organisasi.
2.2.2 Komponen Komitmen Organisasi
Menurut Meyer., et al (1991) menjelaskan tiga dimensi komitmen organisasi
menyatakan ada tiga aspek komitmen antara lain :
1) Affective commitment, yang berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap
organisasinya, dimana anggota dengan affective commitment yang tinggi akan setia
terhadap organisasinya karena anggota memang memiliki keinginan untuk itu,
affective commitment terbentuk dari tiga hal yaitu karakteristik organisasi,
karakteristik individu dan pengalaman kerja.
2) Continuance commitment terkait dengan kesadaran anggota tentang investasi,
alternatif dan pertimbangan, yang dimaksud dengan investasi adalah segala sesuatu
yang dianggap berharga bagi karyawan seperti waktu, usaha, uang yang harus
dilepaskan jika meninggalkan organisasi sementara alternatif adalah kemungkinan
masuk organisasi lain dan pertimbangan adalah saat dimana anggota organisasi
mencapai kesadaran tentang dampak dari investasi dan alternatif.
3) Normative Commitment, adalah keterikatan untuk terus berada dalam organisasi
tersebut, normative commitment berkembang karena organisasi memberikan sesuatu
yang sangat berharga dan tidak dapat dibalas kembali oleh anggota organisasi.
Penelitian (Utami., et al 2013), komitmen organisasi terhadap prestasi kerja dibagi
menjadi tiga bagian yaitu Kemauan Karyawan , Kebanggaan Karyawan dan Kesetiaan
Karyawan. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh parsial yang signifikan dari variabel
Kesetiaan Karyawan terhadap variabel terikat yaitu variabel Pestasi Kerja Karyawan.
Harahap dan Abdullah (2014) dalam penelitiannya adanya pengaruh positif dan
signifikan komitmen organisasi dan pengalaman kerja terhadap Kinerja Pengelolan
Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Komitmen Organisasi
Steers (1977) mengembangkan faktor penyebab komitmen organisasi yang
meliputi:
1) Karakteristik personal yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, suku bangsa dan kepribadian berkolerasi dengan komitmen organisasi.2) Karakteristik yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan memiliki sumbangan
yang bermakna pada komitmen organisasi. Karakteristik ini meliputi tantangan
pekerjaan, konflik peran, dan ambiguitas peran.3) Pengalaman kerja, pengalaman kerja memberikan kontribusi yang paling besar
terhadap komitmen organisasi. Pengalaman kerja ini meliputi keterandalan
organisasi, realisasi harapan, sikap rekan kerja yang positif terhadap organisasi,
persepsi terhadap gaji, serta norma kelompok yang berkaitan dengan kerja keras.
Dalam penelitian ini hanya diambil 2 (dua) faktor dari semua faktor komitmen
organisasi yang telah disebutkan diatas yaitu : (1) pendidikan dan (2) pengalaman kerja.
2.2.4 Proses dan Pengembangan Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional pegawai merupakan proses yang berkesinambungan dan
merupakan sebuah pengalaman individual pegawai. Sejumlah cara yang dapat dilakukan
untuk membangun komitmen organisasional pegawai adalah melalui : (Priansa,
2014:237-239).
1. Make It Charismatic
Visi dan misi organisasi merupakan sesuatu yang karismatik, pijakan, dasar
bagi setiap pegawai dalam berperilaku, bersikap, dan bertindak.
2. Build The Traditional
Segala sesuatu yang baik di organisasi dijadikan sebagai suatu tradisi yang
terus menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
3. Have Comprehensive Grievance Procedures
Bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi
maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut
secara menyeluruh.
4. Provide Extensive Two-Way Commucations
Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
5. Create a Sense of Community
Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community di mana di
dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi, dan
lain-lain.
6. Build Value-Based Homogeneity
Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap pegawai
memiliki kesempatan yang sama, seperti untuk promosi maka dasar yang
digunakan untuk promosi adalah kemampuan, keterampilan, minat, motivasi,
kinerja, tanpa adanya diskriminasi.
7. Share and Share a Like
Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara pegawai level bawah
sampai pimpinan tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang
diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dan lain-lain.
8. Emphasize Barn Rising, Cross-Utilization, and Team Work
Organisasi sebagai suatu community harus bekerja sama, saling berbagai, saling
memberi manfaat dan memberi kesempatan yang sama pada pegawai. Semua
pegawai merupakan suatu tim kerja. Semuanya harus memberikan kontribusi
yang maksimal demi keberhasilan organisasi.
9. Get Together
Adakan acara-acara yang melibatkan semua pegawai sehingga kebersamaan
bisa terjalin.
10. Support Employee Development
Hasil studi menunjukkan bahwa pegawai yang lebih memiliki komitmen
terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karier
pegawai dalam jangka panjang.
11. Commit to Actualizing
Setiap pegawai diberi kesempatan yang sama untuk mengaktulisasikan diri
secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-masing.
12. Provide First Year Challenge
Pegawai masuk ke organisasi dengan membawa mimpi dan harapannya, serta
kebutuhannya. Berikan bantuan yang konkret bagi pegawai untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Jika
pada tahap-tahap awal pegawai memiliki persepsi yang positif terhadap
organisasi, maka pegawai akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada
tahap-tahap berikutnya.
13. Enrich and Empower
Ciptakan kondisi agar pegawai bekerja tidak secara menoton karena rutinitas
akan menimbulkan perasaan bosan bagi pegawai. Hal ini tidak baik karena
akan menurunkan kinerja pegawai.
14. Promote From Within
Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada
pihak internal organisasi sebelum merekrut pegawai dari luar organisasi.
15. Provide Developmental Activities
Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut pegawai dari dalam
sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi pegawai
untuk terus tumbuh dan berkembang personelnya, juga jabatannya.
16. The Question of Employee Security
Bila pegawai merasa aman, baik fisik maupun psikis, maka komitmen akan
muncul dengan sendirinya.
17. Commit to People First Value
Membangun komitmen pegawai pada organisasi merupakan proses yang
panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan. Oleh karena itu organisasi
harus benar-benar memberikan perlakuan yang benar pada masa awal
pegawai memasuki organisasi dengan demikian pegawai akan mempunyai
persepsi yang positif terhadap organisasi.
18. Put It In Writing
Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi,
dan lain-lain organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan bukan sekedar
bahasa lisan.
19. Hire Right Kind Managers
Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-
aturan, disiplin, dan lain-lain pada bawahan, sebaiknya pimpinan sendiri
memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
20. Walk The Talk
Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin
pegawainya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat
sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara.
2.3 Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan penguasaan teori dan
keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan
guna mencapai tujuan. Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki kontribusi produktif
para karyawan dan mengembangkan sumber daya manusia menghadapi segala
kemungkinan yang terjadi akibat perubahan lingkungan. Pendidikan merupakan syarat
dasar seseorang untuk dapat mengembangkan diri ke arah yang lebih maju. Melalui
jenjang pendidikan seseorang dibekali dengan pengetahuan baik yang berguna untuk
mendidik moral maupun jasmani seseorang. Melalui pendidikan setiap orang di
harapkan mampu untuk memiliki wawasan luas dan maju untuk nantinya dapat
diterapkan pada dunia kerja. Kepandaian dalam bekerja dan kelincahan untuk
menyelesaikan suatu masalah / pekerjaan adalah tujuan dari dunia pendidikan. Tingkat
pendidikan pada dasarnya akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara
profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori, analisis maupun
metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya (Sutrisno, 2009:62).
Lembaga-lembaga pendidikan merupakan salah satu sumber utama rekrutmen
tenaga kerja baru, baik yang menyelenggarkan pendidikan umum maupun pendidikan
kejuruan. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan sebagai
sumber rekrutmen tenaga kerja baru adalah yang menyelenggarakan pendidikan tingkat
sekolah menengah tingkat atas dan pendidikan tinggi. Pembatasan ini didasarkan
kepada pemikiran bahwa lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar pada tingkat sekolah dasar meluluskan anak-anak yang belum
layak diperlukan sebagai pencari lapangan kerja (Siagian, 2015:120).
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka pendidikan yaitu teknik penguasaan teori
dan keterampilan dalam memutuskan suatu permasalahan yang berguna untuk mencapai
suatu tujuan. Pendidikan dalam hasil kerja berfungsi untuk menunjang setiap pekerjaan
yang dibebankan kepada karyawan dan menambahkan kaya ragam konseptual
pengetahuan yang dipelajari selama menempuh jenjang pendidikan yang ditempuh.
2.4 Pengertian Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan jenis
tugas sesuai dengan kemampuannya (Syukur, 2001:74).
Pengalaman bekerja yang dimiliki seseorang, kadang-kadang lebih dihargai
daripada tingkat pendidikan yang menjulang tinggi. Pepatah klasik mengatakan,
pengalaman adalah guru yang paling baik (experience is the best of teacher).
Pengalaman bekerja merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang
tertentu. Perusahaan yang belum begitu besar omset keluaran produksinya, cenderung
lebih mempertimbangkan pengalaman bekerja daripada pendidikan yang telah
diselesaikannya. Tenaga kerja yang berpengalaman dapat langsung menyelesaikan tugas
dan pekerjaannya. Mereka hanya memerlukan pelatihan dan petunjuk yang relatif
singkat. Sebaliknya, tenaga kerja yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan
dan gelar yang disandangnya, belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan
yang diberikan kepadanya dengan cepat. Mereka perlu diberikan pelatihan yang
memakan waktu dan biaya tidak sedikit, karena teori yang pernah diperoleh dari bangku
pendidikan kadang-kadang berbeda dengan praktek di lapangan pekerjaan (Siswanto,
2002:163).
Setiap orang dalam kehidupan pekerjaannya selalu berupaya melakukan hal
terbaik agar dapat menunjukkan produktivitasnya. Tetapi di dalam dunia kerja, kadang
hal itu menjadi sesuatu yang sulit karena terjadi beberapa kendala dan faktor baik
eksternal maupun internal sehingga dapat mengganggu kinerja seseorang. Berpindah
tempat kerja dengan suasana yang berbeda, rekan kerja, gaji, keamanan kerja,
komunikasi dan fasilitas menjadi suatu pengalaman berharga bagi setiap orang.
Pengalaman kerja inilah yang dijadikan suatu dasar / acuan seorang karyawan dapat
menempatkan diri secara tepat kondisi, berani mengambil resiko, mampu menghadapi
tantangan dengan penuh tanggung jawab serta mampu berkomunikasi dengan baik
terhadap berbagai pihak untuk tetap menjaga produktivitas, kinerja dan menghasilkan
individu yang kompeten dalam bidangnya (Sutrisno, 2009:158).
Pengalaman yaitu suatu pelajaran yang pernah dialami seseorang
pekerja/karyawan sebelum berada di tempat kerja sekarang. Sehingga hal tersebut
dipakai sebagai acuan untuk menunjukkan hal yang terbaik dalam produktivitasnya.
Penelitian menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap efek latar
belakang pendidikan dan pengalaman kerja pada Kinerja yang Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (Ayura, 2013). Nur Rofi, (2012) menyatakan pengaruh pengalaman kerja
memiliki pengaruh positif dan signifikan dimana dengan begitu diharapkan memberi
pelatihan, kursus, atau pengarahan yang sifatnya membangun agar karyawan dapat
bekerja secara profesionalisme. Menurut (Risca, 2010) penelitian ini dilaksanakan untuk
mempertegas bahwa dukungan tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman mengajar
guru terhadap kinerja guru, agar penelitian ini dapat digeneralisasikan pada guru-guru di
sekolah. Sedangkan Zulfiki (2009) dalam hasil penelitiannya ini membuktikan bahwa
variabel menyatakan tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen
organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh secara simultan dan
secara parsial terhadap kinerja auditor Inspektorat.
2.5 Struktur Golongan Dan Pangkat Pada Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia
Menurut UU No. 43 Tahun 1999 perubahan UU No. 8 Tahun 1974, Pegawai
Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam
penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan
PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang
dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir dengan titik berat pada
sistem prestasi kerja. Hal ini akan memberi peluang bagi PNS yang berprestasi tinggi
untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat.
Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan di lingkungan pegawai negeri harus
didasarkan pada penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi dan pelatihan yang
diikuti PNS.
Pegawai Negeri Sipil / PNS memiliki golongan dan pangkat masing-masing
yang secara berkala dan berjenjang akan meningkat setiap 4 (empat) tahun sekali.
Khusus bagi pegawai fungsional seperti guru, dokter, dokter gigi, apoteker, dan lain
sebagainya yang golongannya dapat naik setiap 2 (dua) tahun sekali.
Struktur Golongan dan Pangkat PNS di Indonesia :
Golongan Ia = Pangkat Juru Muda
Golongan Ib = Pangkat Juru Muda Tingkat 1
Golongan Ic = Pangkat Juru
Golongan Id = Pangkat Juru Tingkat 1
Golongan IIa = Pangkat Pengatur Muda
Golongan IIb = Pangkat Pengatur Muda Tingkat 1
Golongan IIc = Pangkat Pengatur
Golongan IId = Pangkat Pengatur Tingkat 1
Golongan IIIa = Pangkat Penata Muda
Golongan IIIb = Pangkat Penata Muda Tingkat 1
Golongan IIIc = Pangkat Penata
Golongan IIId = Pangkat Penata Tingkat 1
Golongan IVa = Pangkat Pembina
Golongan IVb = Pangkat Pembina Tingkat 1
Golongan IVc = Pangkat Pembina Utama Muda
Golongan IVd = Pangkat Pembina Utama Madya
Golongan IVe = Pangkat Pembina Utama.
Setiap pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negeri
Sipil / PNS baik di pemerintah pusat maupun daerah akan diberikan Nomor Induk
Pegawai atau NIP yang berjumlah 20 dijit angka, golongan dan pangkat sesuai dengan
tingkat pendidikan yang diakui sebagai mana berikut di bawah ini :
Pegawai baru lulusan SD atau sederajat = I/a
Pegawai baru lulusan SMP atau sederajat = I/b
Pegawai baru lulusan SMA atau sederajat = II/a
Pegawai baru lulusan D1/D2 atau sederajat = II/b
Pegawai baru lulusan D3 atau sederajat = II/c
Pegawai baru lulusan S1 atau sederajat = III/a
Pegawai baru lulusan S2 sederajad/S1 Kedokteran/S1 Apoteker = III/b
Pegawai baru lulusan S3 atau sederajat = III/c.