21
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned Action (TRA) dikembangkan tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA, Ajzen dan Fishbein (1980) menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tergantung dari niat yang dimiliki oleh orang tersebut. Lebih lanjut, Ajzen dan Fishbein (1980) menyatakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms). Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen dan Fishbein (1980) melengkapi TRA ini dengan keyakinan (beliefs), mereka menyatakan bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs). Secara historis, TRA dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

  • Upload
    phamnga

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

Action (TRA) dikembangkan tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun

menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar

dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA, Ajzen dan

Fishbein (1980) menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak

melakukan suatu perilaku tergantung dari niat yang dimiliki oleh orang tersebut.

Lebih lanjut, Ajzen dan Fishbein (1980) menyatakan bahwa niat melakukan atau

tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang

pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain

berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms).

Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat

untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen dan Fishbein (1980)

melengkapi TRA ini dengan keyakinan (beliefs), mereka menyatakan bahwa sikap

berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma

subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs). Secara historis,

TRA dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

10

Sumber: Jogiyanto (2007)

Gambar 2.1

Theory Reaction Action

Penelitian di bidang sosial yang sudah membuktikan bahwa TRA ini

adalah teori yang cukup memadai dalam memprediksi tingkah laku. Namun,

seiring dengan perjalanan waktu TRA dikembangkan menjadi Theory of Planned

Behavior (TPB). Pada TRA menjelaskan hanya berlaku pada tingkah laku yang

berada pada kontrol penuh individu, namun tidak sesuai untuk menjelaskan

tingkah laku yang tidak sepenuhnya dibawah kontrol individu. Karena, ada faktor

yang dapat menghambat atau memfasilitasi realisasi intensi ke dalam tingkah

laku.

Berdasarkan analisis tersebut Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang

belum ada dalam TRA, yang berkaitan dengan kontrol individu yaitu perceived

behavioral control (PBC). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami

keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu.

Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya

ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu

terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya

terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2002)

Behavioral

Belief

Attitude

towards

Behavior

Normative

Belief

Subjective

Norms

Intention

to Behave

Behavior

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

11

menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam perceived behavioral

control, sehingga secara historis perceived behavioral control di gambarkan

sebagai berikut:

Sumber: Jogiyanto (2007)

Gambar 2.2

Theory of Planned Behavior

Model teoritik dari TPB (Theory of Planned Behavior) mengandung

berbagai variabel yaitu :

1) Latar belakang (background factors)

Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati,

sifat kepribadian, dan pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku

individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya

adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model

Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam

kategori ini Ajzen (2005), memasukkan tiga faktor latar belakang,

yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

12

umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality

traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya.

Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis,

pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah

pengalaman, pengetahuan, dan publikasi pada media.

2) Keyakinan perilaku (behavioral belief)

Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari

segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan

untuk bereaksi secara efektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk

suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.

3) Keyakinan normatif (normative beliefs)

Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas

dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini

digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived behavioral control.

Menurut Ajzen (2005), faktor lingkungan sosial khususnya orang-

orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others)

dapat mempengaruhi keputusan individu.

4) Norma subjektif (subjective norm)

Sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan

orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya. Kalau individu

merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia

lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan

mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

13

dilakukannya. Ajzen dan Fishbein (1980), menggunakan istilah

”motivation to comply” untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu

apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh

dalam hidupnya atau tidak.

5) Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang

dilaksanakan (control beliefs) dapat diperoleh dari berbagai hal.

Pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama

sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang

lain misalnya, teman, keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu

sehingga memiliki keyakinan bahwa merekapun akan dapat

melaksanakannya. Selain pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat

dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk

melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk

melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap

kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.

6) Persepsi kemampuan dalam mengontrol tingkah laku (perceived

behavioral control)

Keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak

pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan

waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan

estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau

tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku tersebut.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

14

Ajzen (2005) menamakan kondisi ini dengan perceived behavioral

control. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah

kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak

melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana

individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh

mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia

mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam

kehidupannya.

Berdasarkan TPB, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan, yang

satu yang bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh sosial dan ketiga

berhubungan dengan masalah kontrol (Ajzen, 2005).

2.2 Kecerdasan Intelektual

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Intelektual

Menurut Purwanto (2003:52) kecerdasan intelektual adalah kesanggupan

untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat

berpikir yang sesuai dengan tujuan. Pratiwi (2011) merumuskan kecerdasan

intelektual sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak

secara terarah serta kemampuan mengelola dan meguasai lingkungan secara

efektif.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

15

Menurut Dwijayanti (2009) menyatakan bahwa kecerdasan intelektual

sebagai suatu kemampuan yang terdiri dari tiga ciri yaitu:

1) Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan.

2) Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah

dilakukan.

Menurut Robins dan Judge (2008:57) menyatakan bahwa kecerdasan

intelektual adalah kemampuan yang di butuhkan untuk melakukan berbagai

aktivitas mental berpikir, menalar dan memecahkan masalah. Kecerdasan

intelektual menurut Yani (2011) adalah sebagai kemampuan untuk belajar dari

pengalaman, berpikir menggunakan proses meta kognitif, dan kemampuan untuk

beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Kecerdasan intelektual merupakan

kemampuan menganalisis, logika dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini

berkaitan dengan keterampilan bicara, kecerdasan akan ruang, kesadaran akan

sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika.

2.2.2 Aspek – Aspek Kecerdasan Intelektual

Dwijayanti (2009) menyatakan bahwa aspek-aspek dalam kecerdasan

intelektual sebagai berikut:

1) Kemampuan memecahkan masalah

Kemampuan menunjukkan pengetahuan mengenai masalah yang

dihadapi, mengambil keputusan tepat, membuat keputusan secara

tepat, menyelesaikan masalah secara optimal, dan menunjukkan

pikiran jernih.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

16

2) Intelegensi verbal

Kemampuan dalam memahami kosa kata yang baik, membaca dengan

penuh pemahaman, ingin tahu secara intelektual, dan menunjukkan

keingintahuan.

3) Intelegensi praktis

Kemampuan mengetahui situasi, tahu cara mencapai tujuan, sadar

terhadap dunia sekeliling, dan menujukkan minat terhadap dunia luar.

2.3 Kecerdasan Emosional

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional muncul secara luas pada pertengahan tahun

1990-an. Goleman (2009:50) menyatakan bahwa kecerdasan majemuk adalah

manisfestasi dari penolakan akan pandangan intelektual. Goleman (2009:57),

menempatkan kecerdasan pribadi dari Gardner sebagai definisi dasar dari

kecerdasan emosional. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan antar

pribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan emosional dapat menempatkan

emosi individu pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana

hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.

Goleman (2009:45) menyatakan bahwa:

“Kecerdasan emosional merupakan kemampuan emosional yang

meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan

ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan emosi,

memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati

dan membina hubungan dengan orang lain”

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

17

Kecerdasan emosional dapat menempatkan emosi seseorang pada porsi

yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasana

hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai

menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati,

orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih

mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.

Mubayidh (2006:15) menyatakan bahwa kecerdasan emosional sebagai

suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam

memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya

dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, dimana kemampuan

ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. Sejalan dengan itu,

Agustian (2001:44) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan

merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi

sebagai sumber energi, emosi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Individu

yang mampu memahami emosi individu lain, dapat bersikap dan mengambil

keputusan dengan tepat tanpa menimbulkan dampak yang merugikan kedua belah

pihak.

Menurut Shapiro (2001:5) menyatakan bahwa kecerdasan emosional

sebagai himpunan suatu fungsi jiwa yang melibatkan kemampuan memantau

intensitas perasaan atau emosi, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.

Individu memiliki kecerdasan emosional tinggi memiliki keyakinan tentang

dirinya sendiri, penuh antusias, pandai memilah semuanya dan menggunakan

informasi sehingga dapat membimbing pikiran dan tindakan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

18

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami

secara lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi yang mencakup kemampuan

memotivasi diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu memahami

perasaan oranglain dengan efektif, dan mampu mengelola emosi yang dapat

digunakan untuk membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik.

2.3.2 Aspek – Aspek Kecerdasan Emosional

Goleman (2009:58) merinci aspek-aspek kecerdasan emosional secara

khusus sebagai berikut:

1) Mengenali emosi diri

Kemampuan individu yang berfungsi untuk memantau perasaan dari

waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul, ketidak

mampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya

menandakan bahwa orang berada dalam kekuasaan emosi, dan

kemampuan mengenali diri sendiri meliputi kesadaran diri.

2) Mengelola emosi

Kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan,

kemurungan atau tersinggung dan akibat-akibat yang timbul karena

kegagalan keterampilan emosi dasar. Orang yang buruk kemampuan

dalam keterampilan ini akan terus menerus bernaung melawan

perasaan murung, sementara mereka yang pintar akan dapat bangkit

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

19

kembali jauh lebih cepat. Kemampuan mengelola emosi meliputi

kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan kembali.

3) Memotivasi diri sendiri

Kemampuan untuk mengatur emosi merupakan alat untuk mencapai

tujuan dan sangat penting untuk memotivasi dan menguasai diri.

Orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif

dan efektif dalam upaya apapun yang dikerjakannya. Kemampuan ini

didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi, yaitu menahan diri

terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini

meliputi: pengendalian dorongan hati, kekuatan berpikir positif dan

optimis.

4) Mengenali emosi orang lain, kemampuan ini disebut empati

Kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional,

kemampuan ini merupakan ketrampilan dasar dalam bersosialisasi.

Orang empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial

tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau

dikehendaki orang lain.

5) Membina hubungan

Seni membina hubungan sosial merupakan keterampilan mengelola

emosi orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang

popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

20

2.4 Kecerdasan Spiritual

2.4.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan individu tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya

saja akan tetapi juga dari kecerdasan emosionalnya dan kecerdasan spiritualnya.

Setelah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional maka ditemukan

kecerdasan yang ketiga yaitu kecerdasan spiritual yang diyakini sebagai

kecerdasan yang mampu mengoptimalkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan

emosi secara efektif dan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi

(Sukidi 2004:36).

Zohar dan Marshal (2007:4) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual

sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan

nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam

konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa

tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.

Sedangkan menurut Buzan (2003:21) kecerdasan spiritual adalah aktualisasi diri

(tahap spiritual) yaitu ketika individu dapat mencurahkan kreativitasnya dengan

santai, senang, toleran dan merasa terpanggil untuk membantu orang lain

mencapai tingkat kebijaksanaan dan kepuasan seperti yang telah dialaminya.

Buzan (2003:21) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual menjadikan

manusia yang benar-benar utuh secara intelektual, emosi dan spiritual sehingga

bisa dikatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu

manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh. Hal ini harus

diraih dalam suatu lingkungan yang sarat dengan cinta dan kepedulian.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

21

2.4.2 Aspek - Aspek Kecerdasan Spiritual

Zohar dan Marshall (2007:14), aspek-aspek kecerdasan spiritual mencakup

hal-hal sebagai berikut:

1) Kemampuan bersikap fleksibel, yaitu kemampuan individu untuk

bersikap adaptif secara spontan dan aktif, memiliki pertimbangan

yang dapat dipertanggung jawabkan di saat menghadapi beberapa

pilihan.

2) Tingkat kesadaran diri yang tinggi, yaitu kemampuan individu untuk

mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk dirinya, yang

mendorong individu untuk merenungkan apa yang dipercayai dan apa

yang dianggap bernilai, berusaha untuk memperhatikan segala macam

kejadian dan peristiwa dengan berpegang pada agama yang

diyakininya.

3) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, yaitu

kemampuan individu dalam menghadapi penderitaan dan menjadikan

penderitaan yang dialami sebagai motivasi untuk mendapatkan

kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.

4) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, yaitu

kemampuan individu dimana di saat dia mengalami sakit, ia akan

menyadari keterbatasan dirinya, dan menjadi lebih dekat dengan

Tuhan dan yakin bahwa hanya Tuhan yang akan memberikan

kesembuhan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

22

5) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, yaitu kualitas

hidup individu yang didasarkan pada tujuan hidup yang pasti dan

berpegang pada nilai-nilai yang mampu mendorong untuk mencapai

tujuan tersebut.

6) Kemampuan untuk tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu,

yaitu individu yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi

mengetahui bahwa ketika dia merugikan orang lain, maka berarti dia

merugikan dirinya sendiri sehingga mereka enggan untuk melakukan

kerugian yang tidak perlu.

7) Kemampuan berpikir secara holistik, yaitu kecenderungan individu

untuk melihat keterkaitan berbagai hal.

8) Kemampuan untuk bertanya mengapa dan bagaimana jika untuk

mencari jawaban-jawaban yang mendasar.

9) Kemampuan untuk menjadi pribadi mandiri, yaitu kemampuan

individu yang memiliki keinginan untuk bekerja dan tidak tergantung

dengan orang lain.

2.5 Etika

Etika dalam bahasa latin adalah "ethica" yang berarti falsafah moral. Etika

merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya,

susila serta agama. Sedangkan menurut Keraf (1998), etika secara harfiah berasal

dari kata Yunani ethos (jamaknya ta etha), yang artinya sama dengan moralitas,

yaitu adat kebiasaan yang baik. Etika merupakan suatu prinsip moral dan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

23

perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang

dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan terpuji dan

meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang (Marwanto, 2007).

Etika sangat erat kaitannya dengan hubungan yang mendasar antar

manusia dan berfungsi untuk mengarahkan kepada perilaku moral. Makna kata

etika dan moral memang sinonim, namun menurut Marwanto (2007) antara

keduanya mempunyai nuansa konsep yang berbeda. Moral atau moralitas

biasanya dikaitkan dengan tindakan seseorang yang benar atau salah. Sedangkan

etika ialah studi tentang tindakan moral atau sistem atau kode berperilaku yang

mengikutinya. Etika juga bisa dimaksudkan sebagai ilmu tentang yang baik dan

yang buruk (Bertens, 2002).

Comunale et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat beragam filsafat moral

pribadi yang dimiliki seorang individu, terutama pada relativisme dan idealisme,

yaitu:

1) Idealisme

Merupakan tingkat dimana nilai-nilai yang diyakini individu berkaitan

dengan kesejahteraan orang lain. Individu yang idealismenya tinggi

merasakan mengganggu orang lain selalu dapat dihindarkan.

Seseorang yang idealis tidak akan memilih perilaku negatif yang dapat

mengganggu orang lain. Hal yang sebaliknya terjadi jika idealisnya

rendah.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

24

2) Relativisme

Merupakan penolakan aturan moral yang absolut dalam memandu

perilaku. Individu yang relativismenya tinggi mengadopsi falsafah

moral pribadi yang didasarkan pada skeptis. Mereka umumnya merasa

bahwa tindakan moral tergantung pada sifat situasi dan individu yang

terlibat. Ketika menilai sesuatu, mereka menekan aspek keadaan

daripada prinsip etika yang dilanggar. Orang yang memiliki

relativisme rendah berargumen bahwa moralitas memerlukan tindakan

yang konsisten dengan prinsip moral, norma, atau hukum.

2.6 Gender

Gender adalah konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan

antara laki-laki dan perempuan diihat dari non-biologis yaitu aspek sosial budaya

atau psikologis (Nugroho, 2008). Betz (1989) mengemukakan dua pendekatan

dalam perbedaan gender untuk menentukan pemikiran etis dalam perempuan

maupun laki-laki:

1) Pendekatan Struktural

Pendekatan Struktural menyatakan bahwa perbedaan antara seorang

yang bergender laki-laki dan perempuan disebabkan oleh sosialisasi

sebelumnya dan persyaratan peran lainnya. Sosialisasi sebelumnya

yang dimaksud dibentuk oleh reward dan cost sehubungan peran

jabatan karena pekerjaan membentuk perilaku melalui struktur reward.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

25

Jadi dalam pendekatan struktural laki-laki dan perempuan akan

memberi respon yang sama dalam lingkungan jabatan yang sama.

2) Pendekatan Sosialisasi Gender

Pada pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa laki – laki dan

perempuan membawa nilai – nilai dan norma yang berbeda ke tempat

mereka bekerja, yang mengakibatkan perbedaan nilai dan norma ini

didasarkan pada perbedaan gender antara laki – laki dan perempuan

dalam hal membangun kepentingan pekerjaan, keputusan dan praktik.

Maka dari itu, laki–laki dan perempuan akan merespon secara berbeda

dan terhadap reward dan cost jabatan yang sama.

2.7 Hasil Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian sebelumnya telah menguji dan mengaitkan kecerdasan

intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, gender maupun sikap etis,

dengan berbagai variabel antara lain Chakraborty (2004) penelitian dengan judul

The Transformed Leader and Spiritual Psychology: a Few Insight. Variabel

dependen yang digunakan adalah kepemimpinan, sedangkan variabel independen

kecerdasan spiritual. Tenik analisis data yang digunakan adalah regresi linier

sederhana. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa kecerdasan Spiritual

berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bersikap sebagai pemimpin.

Pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki kecerdasan spiritual yang

bagus, serta dapat membawa nilai-nilai spiritual dalam kepemimpinannya.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

26

Trihandini (2005) penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Kecerdasan

Intelektual, Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja

Karyawan. Variabel dependen yang digunakan adalah kinerja karyawan,

sedangkan variabel independen yang digunakan adalah kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Teknik analisis data yang

digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa

kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual memiliki peran

yang sama penting baik secara individu atau secara bersama-sama dalam

meningkatkan kinerja karyawan.

Tikollah, dkk (2006) penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan

Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis

Mahasiswa Akuntansi. Variabel dependen yang digunakan adalah sikap etis

mahasiswa akuntansi, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah

kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Teknik

analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. . Hasil penelitian

yang diperoleh bahwa kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis

mahasiswa akuntansi. Walaupun, secara parsial hanya kecerdasan intelektual yang

berpengaruh signifikan dan dominan terhadap sikap etis mahasiswa.

Vittel et al. (2006) penelitian dengan judul The Impact of Corporate

Ethical Values and Enforcement of Ethical Codes on the Perceived Importance of

Ethics in Business: A Comparison of U.S. and Spanish Managers. Variabel

dependen yang digunakan adalah etika bisnis, sedangkan variabel independen

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

27

yang digunakan adalah nilai-nilai etika dan penerapan etika. Teknik analisis data

yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang diperoleh

bahwa nilai etika dan penerapan etika berpengaruh signifikan terhadap etika

bisnis.

Rachmi (2010) penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional,

Kecerdasan Spiritual, dan Perilaku Belajar terhadap Tingkat Pemahaman

Akuntansi. Variabel dependen yang digunakan adalah tingkat pemahaman

akuntansi, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah kecerdasan

emosional, kecerdasan, spiritual, dan perilaku belajar. Tenik analisis data yang

digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa

kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan perilaku belajar berpengaruh

signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi.

Ika (2011) penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional dan

Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi Dipandang Dari Segi Gender.

Variabel dependen yang digunakan adalah sikap etis, sedangkan variabel

independen yang digunakan adalah kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual

dan gender. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa kecerdasan emosional, kecerdasan

spiritual, dan gender berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa

akuntansi.

Jamaluddin (2011) penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan

Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual terhadap Etika

Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako. Variabel

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

28

dependen yang digunakan adalah etika mahasiswa akuntansi, sedangkan variabel

independen yang digunakan adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier

berganda. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara signifian berpengaruh

simultan terhadap etika mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Tadulako.

Agustini (2013) penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan Intelektual,

Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa

S1 Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Variabel dependen yang

digunakan adalah sikap etis mahasiswa S1 Akuntansi, sedangkan variabel

independen yang digunakan adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,

dan kecerdasan, spiritual. Tenik analisis data yang digunakan adalah regresi linier

berganda. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, berpengaruh signifikan terhadap

sikap etis mahasiswa S1 Akuntansi.

Julianto (2013) penelitian dengan judul The Ethical Perception of

Accounting Student: Review of Gender, Religiosity and The Love of Money.

Variabel dependen yang digunakan adalah persepsi etis, sedangkan variabel

independen yang digunakan adalah gender, religiosity, dan love of money. Tenik

analisis data yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian

yang diperoleh bahwa gender, religiosity, dan love of money berpengaruh

signifikan terhadap persepsi etis.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

29

Rochmah (2013) penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan Intelektual

(IQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ) terhadap Persepsi Mahasiswa Akuntansi

Mengenai Keetisan Praktek Earnings Management. Variabel dependen yang

digunakan adalah keetisan praktek earning management, sedangkan variabel

independen yang digunakan adalah kecerdasan intelektual dan kecerdasan

spiritual. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan

spiritual berpengaruh signifikan terhadap keetisan praktek earning management.

Fadli (2014) penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional,

Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Sosial Terhadap Sikap Etis Mahasiswa

Akuntansi. Variabel dependen yang digunakan adalah Sikap Etis

Mahasiswa Akuntansi, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah

kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial. Teknik analisis

data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang

diperoleh bahwa hanya kecerdasan emosional yang berpengaruh terhadap sikap

etis mahasiswa akuntansi, sedangkan kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial

tidak berpengaruh terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Ringkasan hasil

penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Lampiran 1.