23
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Kepustakaan 1. Stres 1.1 Pengertian Setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya stres, menurut Selye (dalam Prabowo, 1998) stres adalah respon non spesifik dari badan terhadap setiap tuntutan yang dibuat atasnya. Reaksi pertama pada tiap jenis stres adalah kecemasan yang diikuti oleh tahap perlawanan. Selye menekankan stres tidak hanya merupakan pembunuhan, tetapi juga merupakan kekuatan yang merusak drastis. Sedangkan Korchin (dalam Prabowo, 1998) menyatakan bahwa keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang berpengaruh emosi, proses berfikir, dan kondisi fisik maupun psikis individu yang merupakan reaksi jiwa dan raga terhadap perubahan yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Handoko, 2002). Koeswara (1988) mengatakan bahwa stres bisa muncul berupa stimulus eksternal (sosiologis atau situasional) dan bisa berupa stimulus internal (intrapsikis), yang diterima atau dialami individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Kepustakaan

1. Stres

1.1 Pengertian

Setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya stres,

menurut Selye (dalam Prabowo, 1998) stres adalah respon non

spesifik dari badan terhadap setiap tuntutan yang dibuat atasnya.

Reaksi pertama pada tiap jenis stres adalah kecemasan yang diikuti

oleh tahap perlawanan. Selye menekankan stres tidak hanya

merupakan pembunuhan, tetapi juga merupakan kekuatan yang

merusak drastis. Sedangkan Korchin (dalam Prabowo, 1998)

menyatakan bahwa keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan

yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau

integritas seseorang.

Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang berpengaruh

emosi, proses berfikir, dan kondisi fisik maupun psikis individu

yang merupakan reaksi jiwa dan raga terhadap perubahan yang

menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Handoko, 2002).

Koeswara (1988) mengatakan bahwa stres bisa muncul berupa

stimulus eksternal (sosiologis atau situasional) dan bisa berupa

stimulus internal (intrapsikis), yang diterima atau dialami individu

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

11

sebagai hal yang tidak menyenangkan atau menyebabkan serta

menuntut penyesuaian dan atau menghasilkan efek, baik somatik

maupun behavioral. Menurut Rini (2002) stres bisa berdampak

pada interaksi interpersonal, orang yang sedang stres akan lebih

sensitif dibandingkan dengan orang yang tidak dalam kondisi stres.

Dari berbagai pengertian di atas disimpulkan bahwa stres

adalah suatu kondisi dimana tubuh terganggu karena tekanan

psikologis, karena suatu keadaan yang tak nyaman. Biasanya stres

dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai

kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka

penyakit akan bisa muncul karena lemahnya daya tahan tubuh.

1.2 Gejala-gejala Stres

Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 2006) berikut gejala-

gejala fisik maupun psikis yang dapat dibagi sebagai berikut :

1. Gejala fisik : merasa lelah, insomnia, nyeri kepala, nyeri dada,

mual, gemetar, gangguan lambung dan pencernaan, karena

berhubungan dengan penyakit fisik sebaiknya berkonsultasi

dengan dokter sebelum memutuskan bahwa gejala fisik

tersebut adalah stres.

2. Gejala mental : berkurangnya konsentrasi dan daya ingat, ragu-

ragu, bingung, pikiran penuh atau kosong, hilangnya rasa

humor.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

12

3. Gejala emosi : cemas, depresi, putus asa, mudah marah,

ketakutan, frustasi, fobia, rendah diri, menarik diri dari

pergaulan.

4. Gejala prilaku : mondar-mandir, gelisah, menggigit kuku,

perubahan pola makan, merokok, menangis, berteriak bahkan

melempar barang atau memukul.

1.3 Sumber Stres

Sarafino (dalam Smet, 1994), membedakan sumber-sumber

stres, yaitu dalam diri individu, keluarga, pikiran dan masyarakat.

1. Sumber-sumber stres didalam diri seseorang

Tuntutan dari tubuh kita untuk menyesuaikan diri

terhadap perubahan faali yang terjadi selain itu datangnya

penyakit, kurang tidur akan mempengaruhi respon terhadap

stres.

2. Sumber-sumber stres didalam keluarga

Stres disini bersumber dari interaksi para anggota

keluarga.

3. Pikiran

Potensi stres utama juga datang dari pikiran kita yang

terus menerus menginterpretasikan isyarat-isyarat dari

lingkungan. Pikiran-pikiran yang menyebabkan stres sering

bersifat negatif, penuh kegagalan, terlalu generalisasi, tidak

berdasar fakta dan terlalu dianggap pribadi.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

13

4. Stres yang berasal dari lingkungan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan

fisik, seperti: kebisingan, suhu terlalu panas, kesesakan.

1.4 Respon Stres

Menurut Selye (dalam Rice 2002 : 139-140), stres adalah

respon tubuh yang bersifat non spesifik terhadap setiap tuntutan

beban diatasnya. Stres dapat menghasilkan berbagai aspek, yaitu:

1. Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan

darah, detak jantung, detak nadi dan sistem pernafasan.

2. Respon kognitif, ditandai lewat terganggunya proses kognitif

individu, seperti pikiran kacau, menurun daya konsentrasi dan

pikiran tidak wajar.

3. Respon emosi, dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi

yang mungkin dialami individu seperti takut, cemas, malu,

marah dsb.

4. Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu

melakukan situasi yang menekan dan fight yang menghindari

situasi yang menekan (Taylor, 2006).

1.5 Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres, adalah sebagai

berikut :

1. Ambisius, agresif dan kompetitif.

2. Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah.

3. Bekerja tidak mengenal waktu.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

14

4. Tidak mudah dipengaruhi (Sriati : 2008).

1.6 Jenis Stres

Holahan (dalam Prabowo, 1998) menyebutkan jenis stres

yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan

psychological stress sebagai berikut :

1) Systemic stress

Systemic stress didefiniskan oleh Selye sebagai respon non

spesifik dari tubuh terhadap tuntutan lingkungan.

2) Psychological stress

Menurut Lazarus (dalam Prabowo, 1998) psychological terjadi

karena individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh

stres sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau

melampaui kemampuan copingnya.

1.7 Tahapan Stres

Selye (dalam Munandar, 2001) mengidentifikasikan 3 tahap

dalam respon sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres,

yang diistilahkan General Adaptation Syndrome (GAS), yaitu :

1) Alarm Reaction

Organisme berorientasi pada tuntutan yang diberikan oleh

lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman.

2) Resistance (perlawanan)

Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu

menghadapi tuntutan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

15

3) Exhaustion

Jika tuntutan berlangsung lama, maka sumber-sumber

penyesuaian ini mulai habis dan organisme akan kehabisan

tenaga. Jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan atau salah,

maka reaksi badan itu sendiri dapat menimbulkan penyakit

(diseases of adaptation).

1.8 Stres Berdasarkan Jenis Kelamin

1) Stres pada laki-laki

Penurunan kadar testosteron berpengaruh pada stres fisik dan

psikologis. Testosteron adalah hormon yang memberi tanda

maskulinitas pada pria, seperti rambut, suara yang berat dan

figur tubuh. Hormon ini juga berkaitan dengan pola pikir sifat

merekam dengan wanita. Cara mereka belajar, rasionalitas dan

keengganan untuk menunjukkan perasaannya merupakan ciri

khas pria. Kedua jenis kelamin ini memang berbeda baik secara

fisik maupun secara mental.

2) Stres pada wanita

Estrogen dalam tubuh wanita dapat membuat perasaannya

berubah, selama periode stres kadar estrogen menurun.kelenjar

adrenalin menghasilkan hormon stres lebih banyak dari

estrogen. Selama kadar estrogen menurun terjadi pembentukan

plak pembuluh darah yang meningkatkan resiko terjadinya

penyakit jantung. Setelah mencapai masa menopause, kadar

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

16

estrogen pada wanita menurun hingga 80%. Ini adalah masa

titik balik yang penting pada kehidupan wanita, banyak

perubahan besar yang terjadi, seperti muka kemerahan dan

terasa panas, masa tulang yang rendah hingga mengalami

osteoporosis. Selain ituEstrogen melindungi sistem jantung dan

pembuluh darah sampai pada masa menopuose, dimasa ini

wanita rentan terhadap masalah jantung yang kemungkinan

sama dengan pria.

1.9 Dampak-dampak stres

Dampak stres bagi individu adalah munculnya masalah-

masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan

interaksi interpersonal (Rini, 2002).

1) Kesehatan

Sistem kekebalan tubuh manusia bekerjasama secara integral

dengan sistem fisiologis lain, dan semuanya berfungsi untuk

menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang

cara kerjanya di atur oleh otak.

2) Psikologis

Stres yang berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan

dan kekuatiran yang terus menerus. Akibatnya orang akan

terus menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

17

3) Interaksi interpersonal

Orang stres cenderung mengaaitkan segala sesuatu pada

dirinya. Pada tingkat stres yang berat orang bias menjadi

depresi, kehilangan percaya diri dan harga diri. Akibatnya ia

lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti

kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan

sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah

marah dan mudah emosi.

2. Coping Stres

2.1 Pengertian

Aerlin dan Scookler, mendifinisikan coping sebagai respon

terhadap tuntutan-tuntutan eksternal kehidupan, yang ditujukan

untuk mencegah, menghindari dan mengontrol distress emosional

(Erdinalita : 2006).

Strategi coping merupakan suatu proses dimana individu

berusaha untuk menangani dan menguasai stres yang menekan

akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara

melakukan perubahan kognitif maupun prilaku guna memperoleh

rasa aman dalam dirinya (Mu’tadin : 2002).

Folkman dan Lazarus, memberikan definisi lain yang

menyatakan bahwa coping adalah usaha kognitif dan behafioral

untuk mengatasi tuntutan-tuntutan spesifik yang bersifat eksternal

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

18

maupun internal, dimana kapasitasnya dianggap melebihi sumber

daya yang dimiliki individu (Folkman S & Lazarus RS, 1988).

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

coping merupakan usaha kognitif dan behavioral yang sehat

maupun tidak sehat, disadari maupun tidak disadari untuk

mencegah, menghilangkan atau memperlemah sumber stres baik

yang bersifat eksternal maupun yang bersifat internal, yang

dianggap melebihi kapasitas sumber daya yang dimiliki individu.

2.2 Macam Coping Stress

Dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Defensif coping adalah salah satu cara seseorang dalam

menghadapi stres yaitu dengan lari dari masalah yang

menimbulkan masalah tersebut, baik secara fisik maupun

psikologis. Menurut Freud, seluruh tipe defensife coping

merupakan penyesuaian diri pada realitas yang tidak sehat.

Kebanyakan pola ini meliputi mental atau fisik merupakan

pelarian dari situasi yang traumatis.

2. Direct coping adalah salah satu cara seseorang dalam

menghadapi stres dengan menghadapi dan mengatasinya.

Meliputi pengidentifikasian stres yang masuk (dihadapi),

kemudian mengadakan perhitungan cara untuk mengatasinya.

Hal ini biasanya dilakukan dengan cara selangkah demi

selangkah (Rahmah : 207).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

19

2.3 Episode Coping

Menurut Rudolph, Dennig dan Weisz, mencoba menjelaskan tiga

tahap episode dalam proses coping, yang meliputi:

1. Respon coping adalah tindakan fisik dan mental yang

dilakukan sebagai respon terhadap sumber stres serta ditujukan

untuk mengubah peristiwa eksternal maupun internal. Apabila

individu menganggap bahwa sumber stress yang berasal dari

eksternal (lingkungan) masih dapat dimanipulasi atau disiasati,

maka individu akan cenderung memunculkan respon coping

yang bertujuan untuk memindahkan ataupun menyiasati

sumber stres tersebut. Namun apabila sumber stres eksternal

sudah tidak dapat ”dikutak-katik” lagi, maka satu-satunya

respon coping yang mungkin dilakukan adalah dengan cara

menyesuaikan diri terhadap lingkungan untuk mengurangi

distres emosional yang dirasakan individu.

2. Tujuan coping adalah tujuan yang hendak dicapai setelah

melakukan proses coping.

3. Hasil coping adalah konsekuensi langsung yang bersikap baik

maupun buruk dari respon coping yang dilakukan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

20

2.4 Komponen-komponen coping

Antonovsky, mengemukakan bahwa setiap strategi coping

memiliki tiga komponen utama, yang terdiri dari:

1. Rasionalitas didefinisikan sebagai penilaian yang akurat dan

objektif terhadap situasi atau sumber stres.

2. Fleksibilitas ini mengacu kepada keberadaan variasi dari

strategi coping untuk mengatasi sumber stres dan keinginan

untuk mempertimbangkan variasi-variasi tersebut. Orang yang

kehilangan fleksibilitas tidak dapat mengatasi stres yang

dihadapinya dengan baik.

3. Farsightness ialah kemampuan untuk mengantisipasi segala

konsekuensi dari berbagai strategi coping yang digunakan.

Ketiga komponen ini saling berhubungan satu sama lain

dan coping yang efektif selalu melibatkan ketiga komponen

tersebut.

2.5 Klasifikasi dan Jenis Strategi Coping

Lazarus dan Folkman (dalam Taylor), mengklasifikasikan

strategi coping ke dalam dua kelompok utama, yaitu :

1. Coping yang terfokus pada masalah (Problem - Focused

Coping)

Individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah

untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan

stres. Misalkan dengan bekerja, tidak berdiam diri, serta

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

21

menceritakan masalah ke orang lain. Coping yang terfokus

pada masalah adalah Strategi coping yang bertujuan untuk

mengontrol stres, dalam rangka menghilangkan atau

meminimalisir kondisi stres yang dihadapi. Dengan jenis:

a. Agresi (attack)

Merupakan salah satu cara individu untuk mengatasi

kesulitan dengan cara melindungi diri dari kerugian,

prasangka terluka, kehilangan atau terhadap obyek yang

dirasa merupakan sumber ancaman yang membahayakan

diri.

b. Menghindar (avoidance)

Yaitu individu berusaha untuk memikirkan atau

melakukan sesuatu untuk melepaskan diri dari pikiran

terhadap kesulitan yang dihadapinya.

c. Apathy (inaction)

Cara individu mengatasi masalah dengan cara

pasrah atau menyerah tanpa ada alternatif pemecahan

terhadap ancaman atau tekanan yang dihadapi, dengan cara

individu tidak melakukan apa-apa dan bersikap pasif

terhadap keadaan yang ada.

2. Coping yang terfokus pada emosi (Emotion - Focused Coping)

Individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur

emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

22

yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi yang penuh tekanan.

Dengan jenis:

a. Represi

Upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik

batin, mimpi buruk dan sejenisnya, yang dapat

menimbulkan kecemasan.

b. Rasionalitas

Yaitu upaya individu memutarbalikkan kenyataan yang

mengancam ego dengan alasan yang seakan-akan masuk

akal agar tidak lagi mengancam ego individu. Cara ini

digunakan sebagai upaya untuk mencari alasan yang dapat

diterima secara sosial untuk membenarkan atau

menyembunyikan prilaku yang buruk.

c. Proyeksi

Biasanya dengan teknik ini individu dengan cepat dalam

memperlihatkan ciri pribadi lain yang tidak dia sukai dan

apa yang dapat dia perhatikan itu cenderung dibesar-

besarkan. Teknik ini individu dituntut harus dapat

menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.

d. Identifikasi

Yaitu usaha untuk mempersamakan diri sendiri dengan

orang lain yang dianggap sukses dalam hidupnya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

23

Hasil penelitian membuktikan bahwa individu

menggunakan kedua klasifikasi tersebut untuk mengatasi

berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup

sehari-hari. Beberapa pakar teori lainnya kemudian mencoba

mengembangkan pengklasifikasian strategi coping yang

dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman tersebut. Di sini

Carven juga menambahkan golongan coping, yaitu coping

maladaptif., yang terdiri dari:

a. Berfokus pada emosi yang dirasakan dan bagaimana

caranya untuk menyalurkan emosi tersebut, yaitu

kecenderungan untuk terlalu memfokuskan diri pada

emosional distres yang dirasakan, serta bagaimana caranya

agar dapat melepaskan emosi-emosi negative tersebut.

Strategi ini dapat menjadi efektif dan fungsional pada

beberapa situasi. Namun jika hal tersebut dilakukan dalam

periode waktu yang cukup lama, justru akan menghambat

proses penyesuaian diri individu terhadap situasi stres.

b. Behavioral Disengagement, adalah keadaan dimana

individu mengurangi usaha yang dikerahkannya untuk

menghadapi sumber stres, bahkan menyerah dan putus asa

dalam meraih tujuannya, dikarenakan kehadiran sumber

stres behavioral disengagement, seringkali disebut dengan

istilah helpleness.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

24

c. Mental disengangement, adalah sebuah variasi dari

behavioral disengagement yang muncul pada situasi-situasi

dimana behavioral disengagement tidak dapat dilakukan

melalui mental disengagement, individu berusaha

mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang dapat

mengingatkannya pada sumber stres antara lain menghayal,

tidur berlebihan, nonton TV dsb.

2.6 Coping Outcome (tugas coping)

Lazarus dan Folkman menyatakan coping yang efektif adalah yang

membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi

menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang dapat dikuasainya.

Sesuai dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus

mengemukakan agar coping dilakukan dengan efektif, maka

strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping yang

dikenal dengan istilah coping task, yaitu:

1. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan

meningkatkan prospek untuk memperbaikinya.

2. Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang

negatif.

3. Mempertahankan gambaran diri yang positif.

4. Mempertahankan keseimbangan emosional.

5. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang

lain (rumahbelajarpsikologi.com, 2009).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

25

3. Janda

3.1 Pengertian

Dari kamus besar Bahasa Indonesia diperoleh pengertian

bahwa, “janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi karena

bercerai atau ditinggal mati suaminya” (Depdiknas, 2002 : 457).

Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah

berperan sebagai orang tua yang bertanggung jawab atas kebutuhan

keluarga, sedangkan ibu adalah seorang wanita yang memiliki

kewajiban untuk mengurusi urusan rumah tangga. Janda

melaksanakan tanggung jawab mencari nafkah sendiri, tanpa

ditemani suami, sehingga banyak diantara mereka yang mengalami

stres, belum lagi gunjingan dari masyarakat sekitar yang penilaian

terhadap janda adalah negatif.

3.2 Tipe-tipe Janda

Kondisi ini diperkirakan memberikan corak khas pada kehidupan

individu, bila dibandingkan dengan individu-individu lain yang

tidak mengalaminya. Janda dapat dikategorikan dalam beberapa

tipe :

1. Janda yang membesarkan anak dependen

2. Janda yang membesarkan anak berkebutuhan khusus

3. Janda yang lebih tua dan independen dengan satu atau lebih

anak

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

26

4. Janda yang lebih tua, dependen, sakit-sakitan dengan anak

yang sehat tinggal dan/atau tidak tinggal serumah (Gass-

Sternas, 1995).

3.3 Masalah-masalah yang Dihadapi Seorang Janda

Hurlock (1980 : 361) dalam hal ini menyebutkan beberapa

masalah yang umumnya dihadapi oleh janda dari kalangan dewasa

muda atau dewasa madya, masalah-masalah yang dihadapi

umumnya adalah masalah ekonomi, sosial, keluarga, dan seksual.

Kimmel (1980) dan Walsh (2003) menyatakan beberapa

permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang

yang ditinggal baik wanita atau pria yakni kesepian, perasaan

terjebak dengan tanggung jawab mencari sumber pendapatan, lebih

banyak ekonomi yang muncul menghadapi perubahan hidup yang

lebih menekan, lebih rentan terkena depresi, fisik yang rentan

terhadap penyakit (Kimmel : 1980). Sedangkan masalah khusus

yang timbul pada keluarga yang hanya wanita saja tanpa adanya

pria adalah kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, dan

kesulitan menutupi biaya lainnya. Sementara pada keluarga dengan

orang tua tinggal pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal

memberikan perlindungan dan perhatian pada anak (Kimmel :

1980).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

27

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai coping mayoritas diteliti oleh

mahasiswa psikologi, hal tersebut didasari karena pembahasan coping

memang tepat untuk dijadikan pembahasan oleh mahasiswa psikologi.

Berikut ini akan peneliti deskripsikan beberapa hasil penelitian yang

berkaitan dengan strategi coping yang telah ditulis oleh peneliti terdahulu.

Pertama, penelitian yang telah diteliti oleh Putik Erdinalita, skripsi

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga tahun 2007, dengan judul

“strategi coping stress pada waria”. Penelitian ini menjelaskan tentang

strategi coping stres yang digunakan oleh waria dalam menghadapi

sumber-sumber stres kehidupannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

waria sebagai individu memiliki perbedaan dalam strategi coping yang

digunakan untuk menyelesaikan masalah kehidupannya. Yaitu subyek 1

yang cenderung menggunakan problem focused coping yaitu strategi

coping yang bertujuan untuk mengontrol sumber stres, dalam rangka

menghilangkan atau meminimalisir kondisi stres yang dihadapi. Subyek 2

cenderung menggunakan emotion focused coping, yaitu usaha yang

dilakukan untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri

dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh situasi kondisi yang penuh

tekanan, sedang subyek yang ketiga cenderung menggunakan coping

maladaptif, yaitu coping yang cenderung kurang efektif atau bersifat

maladaptif.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

28

Kedua, penelitian yang telah diteliti oleh Joko Parjianto, skripsi

Fakultas Psikologi UMS Surakarta tahun 2004, dengan judul “strategi

coping pengguna narkotika dan obat terlarang”. Penelitian ini dilakukan

bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi coping yang dilakukan

pengguna narkotika dan obat terlarang. Sampel dalam penelitian ini adalah

pengguna narkotika dan obat terlarang yang tercatat sebagai penduduk di

wilayah Kotamadya Surakarta, adapun karakteristik subyek penelitian,

yaitu: (a) usia 20-25 tahun; (b) pria; (c) pendidikan minimal SLTA; (d)

Berdomisili di wilayah Surakarta. Gejala penelitian yang ingin diteliti

yaitu strategi coping. Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa

bentuk strategi coping yang dilakukan pengguna narkoba digolongkan

menjadi enan kategori, yaitu: sikap tegas dan tertutup, aresif, melakukan

aktifitas sosial, berhenti secara bertahap, mencari dukungan sosial, pasrah

dan putus asa. Kategori-kategori tersebut diperoleh berdasarkan

kesimpulan yang diambil secara analisis deskriptif dari hasil wawancara

dan observasi. Disamping itu bentuk-bentuk strategi coping yang

dilakukan pengguna narkotika dan obat terlarang dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti: jenis kelamin, umur, perkembangan, tingkat

pendidikan dan status sosial ekonomi.

Dari penjelasan penelitian terdahulu di atas, maka dapat diketahui

bahwa terdapat perbedaan yang mendasar seperti subyek penelitian, lokasi

penelitian, hasil penelitian dan sebagainya.meskipun terdapat

kesamaandalam bidang kajian yaitu strategi coping. Sebagai bahan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

29

perbandingan, disini peneliti mengambil judul “Studi kasus tentang

strategi coping stres pada wanita yang menjanda karena suami

meninggal”.

Pada penelitian ini, peneliti terinspirasi untuk meneliti strategi

coping pada wanita yang menjanda, karena kondisi ini dimungkinkan

banyak permasalahan yang menarik untuk diteliti. Selain itu, penelitian ini

diharapkan bisa memberikan masukan atau sumbang pemikiran pada

keilmuan psikologi.

Tema ini juga pernah diangkat oleh peneliti lain, adanya hasil

penelitian terdahulu menjadi referensi peneliti. Antara penelitian sekarang

dengan penelitian terdahulu akan memiliki perbedaan karena ditinjau dari

judul, subyek penelitian dan lokasi penelitian yang berbeda pula.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

30

C. Kerangka Teoritik

Kerangka Konseptual

Janda

Sumber Stres

Stres

Strategi coping

Permasalahan sosial, adanya konstruksi miring terhadap status janda dari masyarakat awam yang mengakibatkan kesenjangan sosial.

Permasalahan psikologis, permasalahan yang dijalani sendiri kadang membuat janda tidak mempunyai teman berbagi sehingga membuatnya.

Emotion focuse coping Problem focused coping Maladaptif coping

Prilaku adaptif

Permasalahan ekonomi, permasalahan ini merupakan salah satu hal yang menjadi beban yang harus ditanggung sendiri, tanpa ada suami yang memenuhi

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

31

Menjanda karena suami meninggal merupakan suatu perjalanan

hidup yang dilalui oleh seorang wanita, dimasyarakat Indonesia tanggapan

miring seringkali terjadi pada janda tersebut, sehingga seorang janda

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya.

Bagaimana seorang janda dapat mengatasi permasalahan-permasalahan

yang muncul setelah ditinggal suaminya, terlebih masalah kehidupan

sosialnya, perubahan hidup akan membawa perubahan pada prilaku

seseorang, bisa saja seorang janda tersebut menjadi orang yang tak dapat

bergaul seperti dulu ketika masih mempunyai suami. Masalah ekonomi,

karena sebagian besar penghasilan diperoleh dari hasil jerih payah suami,

sedang sebagian besar seorang istri menggantungkan masalah

perekonomian ditangan suami. Disamping masalah ekonomi, seorang

wanita yang menjanda pada saat ditinggal suami meninggal akan

mengalami tekanan psikologis yang berat, dimana ia tak menemukan lagi

tempat untuk berbagi, bercerita, dan sebagainya.

Permasalahan di atas yang dapat menjadi sumber stres pada wanita

yang menjanda. Dari banyaknya sumber stres yang muncul, janda dituntut

untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri, di sini ada beberapa strategi

yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan jika janda tersebut dapat

mengatasi masalahnya tersebut, maka ia juga akan mampu untuk

menyelesaikan masalah yang ada di luar dirinya. Dengan begitu ia mampu

untuk menciptakan prilaku yang adaptif yaitu prilaku yang dapat diterima

oleh masyarakat sekitar.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/9752/5/bab 2.pdf · yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress sebagai berikut

32

Munculnya stres karena adanya permasalahan yang diterangkan di

atas, maka janda harus mempunyai strategi coping stress yang berfungsi

meminimalisir stres yang ada. Strategi yang digunakan dapat

menggunakan Problem Focused Coping, dimana subjek secara aktif

mencari solusi dari permasalahannya. Selain itu Emotion Focused Coping,

dimana subjek mengatur emosinya dalam rangka penyesuaian terhadap

tekanan-tekanan yang dialami, atau menggunakan strategi coping milik

Carven. Keputusan untuk menggunakan coping di atas adalah karena hasil

penelitian membuktikan bahwa dengan menggunakan dua cara tersebut

dapat mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang

lingkup kehidupan sehari-hari, sehingga subjek dapat beradaptasi dengan

baik dan dapat menjalani hidup layaknya wanita yang mempunyai

pasangan.