Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu bertujuan untuk menjelaskan beberapa hasil-
hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yang
memiliki kesamaan tema, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Ruswanto, Moch.
Zainuddin, dan Hery Wibowo2 pada tahun 2016 yang berjudul “Peran Pekerja
Sosial Dalam Rehabilitasi Sosial Kepada Orang Dengan Disabilitas Mental
Eks Psikotik Di Panti Sosial Bina Laras “Phala Martha” Sukabumi”. Subyek
dalam penelitian ini adalah pekerja sosial yang bekerja di lingkungan PSBL
Phala Martha. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Hasil dari
penelitian ini adalah Pelayanan rehabilitasi sosial kepada orang dengan
disabilitas mental eks psikotik yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina Laras
(PSBL) “Phala Martha” Sukabumi menggunakan metode : “Family therapy.”
Tugas Pekeja Sosial sebagai manajer kasus klien dalam rehabilitasi sosial
antara lain melaksanakan asesmen, perencanaan, menghubungkan/rujukan,
advokasi kasus, monitoring dan konseling serta Kegiatan pelayanan
rehabilitasi sosial yang diberikan kepada klien meliputi ; bimbingan fisik,
mental sosial dan vokasional.
2Ruswanto., Zainuddin., & Wibowo,. 2016. Peran Pekerja Sosial dalam Rehabilitasi Sosial
kepada Orang dengan Disabilitas Mental Eks Psikotik di Panti Sosial Bina Laras “Phala
Martha” Sukabumi. Dalam Jurnal Prosiding KS: Riset&PKM. 3(3), 1.
https://studylibid.com/doc/1085489/prosiding-ks---pustaka-ilmiah-universitas-
padjadjaran
https://studylibid.com/doc/1085489/prosiding-ks---pustaka-ilmiah-universitas-padjadjaranhttps://studylibid.com/doc/1085489/prosiding-ks---pustaka-ilmiah-universitas-padjadjaran
11
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hilda Novia Laksaita3 pada
tahun 2017 yang berjudul “Peran Pekerja Sosial Dalam Rehabilitasi Sosial
Bagi Penyalahguna Napza Di Rumah Sehat Orbit Surabaya” untuk
mendeskripsikan proses pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi
penyalahgunaan napza serta untuk mendeskripsikan peran pekerja sosial
dalam rehabilitasi sosial bagi penyalahguna napza di Rumah Sehat Orbit
Surabaya.Dengan menggunakan metode kualitatif serta teknik
pengumpulan berupa dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam.
Kesimpulan dari studi ini, menunjukan bahwasanya Pemulihan klien
penyalahangunaan napza didasari oleh kesinambungan peran pekerja
sosial dalam Proses Pelaksanaan Rehabilitasi melalui bimbingan Fisik,
Mental dan Sosial serta Keterampilan. Sehingga memulihkan
keberfungsian sosial klien penyalahgunaan napza di “Rumah Sehat Orbit
Surabaya”. Akan tetapi hasil temuan peneliti melalui observasi di “Rumah
Sehat Orbit Surabaya” dalam Proses pelaksanaan rehabilitasi sudah
berjalan dengan baik. Namun, masih memiliki beberapa kekurangan
diantaranya mengenai kurikulum yang masih dalam proses sehingga
pemberian layanan cenderung disamakan untuk klien yang baru dan yang
lama, kurikulum ini diharapkan cepat terbentuk sehingga dapat
membedakan atau membentuk kelas-kelas untuk klien.
3 Novia Laksaita. 2017 “Peran Pekerja Sosial Dalam Rehabilitasi Sosial Bagi Penyalahguna
Napza Di Rumah Sehat Orbit Surabaya” dalam jurnal Unesa, 1(1), 1
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-luar-sekolah/article/view/21874
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-luar-sekolah/article/view/21874
12
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Harya Seno Waskita4 pada
tahun 2018 yang berjudul “Peran Pekerja Sosial Terhadap Korban
Narkoba Di Badan Narkotika Nasional Baddoka Kota Makassar” rumusan
masalah dalam penelitian ini untuk menjawab pertanyaan bagaimana peran
pekerja sosial terhadap rehabilitasi korban Narkotika di Yayasan
Kelompok Peduli Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obat Terlarang
serta apa yang menjadi kendala dalam proses rehabilitasi korban narkotika
di Yayasan Kelompok Peduli Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obat
Terlarang (IYKP2N) Kota Makassar. Jenis penelitian ini bersifat kualitatif
deskriptif dengan menggunakan beberapa informan untuk melakukan
wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika dengan basis
rehabilitasi sosial merupakan alternative karena pola yang digunakan
melalui pendekatan pekerja sosial yaitu dengan mengubah sikap dan
perilaku korban menjadi kearah yang lebih baik melalui beberapa peran
diantaranya sebagai pendamping, penghubung, fasilitator dan motivator.
kendala yang dihadapi dalam proses rehabilitasi korban narkotika yaitu
sikap perilaku yang tidak menentu, sikap tertutup dari klien, dan hubungan
dengan keluarga yang kurang baik.
4Seno Waskita. 2018. “Peran Pekerja Sosial Terhadap Korban Narkoba di Badan Narkotika
Nasional Baddoka Kota Makassar”. Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Universitas Islam
Negeri Syarif Alauddin Makassar
13
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Risdiyanto5 pada tahun
2014 yang berjudul “Peran Pekerja Sosial Dalam Rehabilitasi Sosial
Penyalahguna Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih
Pakuan Bogor”. Rumusan masalah pada penelitian ini untuk menjawab
pertanyaan bagaimana peran Pekerja Sosial dalam rehabilitasi Sosial di
PSPP “Galih Pakuan” Bogor. Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah Peran
Pekerja Sosial dalam rehabilitasi sosial memiliki beberapa peran yaitu,
peran sebagai perantara, peran sebagai pendorong, peran sebagai
penghubung, peran sebagai advokasi, peran sebagai perunding, peran
sebagai pelindung, peran sebagai fasilitator, peran sebagai negosiator.
Peran yang paling menonjol dari peran tersebut adalah peran sebagai
pendorong dan peran sebagai fasilitator, dan yang menonjol dari PSPP
“Galih Pakuan” Bogor adalah rehabilitasi sosialnya yang menerapkan
penuh pembinaan mental, sosial, dan fisik tanpa menggunakan obat-
obatan pemulihan kecanduan narkoba.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Donny Dinarto6 pada tahun
2017 yang berjudul “Peran Pekerja Sosial Dalam Program Rehabilitasi
Wanita Rawan Sosial Ekonomi Dibalai Perlindungan Dan Rehabilitasi
Sosial Wanita Yogyakarta” penelitian ini mendiskripsikan pelaksanaan
5Risdiyanto. 2014. “Peran Pekerja Sosial Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba Di
Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan Bogor”. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6Dinardo, Donny. 2017. “Peran Pekerja Sosial Dalam Program Rehabilitasi Wanita Rawan Sosial
Ekonomi Dibalai Perlindungan Dan Rehabilitasi Sosial Wanita Yogyakarta” dalam jurnal
Pendidikan Luar Biasa, 1(2), 1.https://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/pls/article/view/8495
https://journal.student.uny.ac.id/
14
program rehabilitasi sosial, peran pekerja sosial dalam program
rehabilitasi, faktor pendukung dan penghambat pelayanan rehabilitasi
sosial di Balai perlindungan dan rehabilitasi sosial wanita Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah program rehabilitasi sosial
menggunakan sistem top down approach. Pelaksanaan program tersebut
sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah direncanakan oleh pihak PRS.
Didalam proses rehabilitasi tersebut Pekerja sosial memiliki peran sebagai
motivator, pendamping, mediator, dan perantara. Faktor pendukung
pelayanan program rehabilitasi sosial yaitu keikhlasan pekerja sosial
dalam memberikan pelayanan dan sarana prasarana yang memadai.
B. Konsep Pekerja Sosial
Menurut National Association of Social Workers (Asosiasi Nasional
Pekerjaan Sosial) Amerika Serikat, pekerjaaan sosial adalah kegiatan
professional yang membantu Individu, kelompok atau komunitas untuk
meningkatkan atau memulihkan kemampuan mereka berfungsi sosial dan
untuk menciptakan kondisi sosial yang mendukung. Praktik pekerjaan
sosial terdiri atas penerapan professional dari nilai-nilai, prinsip-prinsip
dan teknik-teknik pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari tujuan berikut:
membantu orang memperoleh pelayanan-pelayanan nyata; memberikan
konseling dan psikoterapi untuk individu-individu dan keompok-
kelompok, membantu komunitas atau kelompok dalam memberikan atau
memperbaiki pelayanan-pelayanan sosial dan kesehatan dan ikut serta
15
dalam proses-proses-proses legislatif yang berkaitan. Praktik pekerjaan
sosial memerlukan pengetahuan tentang institusi-institusi sosial, ekonomi,
dan kultural dan tentang interaksi antara semua faktor ini.
Pekerja sosial adalah orang yang memiliki kewenangan keahlian
dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial. Pekerja sosial adalah
seseorang yang mempunyai kompetensi professional dalam pekerjaan
sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman
praktik di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara
resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas professional pekerjaan
sosial. Dapat dirumuskan bahwa pekerja sosial merupakan seseorang yang
mempunyai kompetensi dan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan
dan pelatihan dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial baik di
instansi pemerintah maupun di instansi swasta lainnya.7
Pekerja Sosial Menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2019
tentang Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan
sertifikat kompetensi. Praktik pekerjaan sosial adalah penyelenggaraan
pertolongan professional yang terencana, terpadu, berkesinabungan dan
tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan
meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
Pekerja sosial berbeda dengan profesi lain, semisal psikolog,
dokter atau psikiater. Sebagai ilustrasi, pada saat mengobati pasien seorang
7 Pujileksono, Sugeng. & Wuryantari, Mira. 2017. Implementasi Teori, Teknik dan Prinsip
Pekerjaan Sosial. Malang: Intrans Publishing, hlm. 157
16
dokter hanya memfokuskan pada penyakit pasien saja. saat menghadapi
klien seorang pekerja sosial tidak hanya melihat klien sebagai target
perubahan, melaikan pula mempertimbangkan lingkungan atau situasi
sosial dimana klien berada termasuk di dalamnya “orang-orang penting
lain” yang mempengaruhi klien. mandat utama pekerja sosial adalah
memberikan pelayanan sosial baik kepada individu, keluarga, kelompok,
maupun masyarakat yang membutuhkannya sesuai dengan nilai-nilai,
pengetahuan dan keterampilan professional pekerjaan sosial.8
Menurut penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pekerja
sosial adalah bidang keahlian yang memiliki kewenangan untuk
melaksankan dan menyelenggarakan berbagai upaya untuk mencegah,
memecahkan dan menangani masalah-masalah sosial yang dihadapi klien
baik itu individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat yang bertujuan
untuk meningkatkan fungsi-fungsi sosialnya melalui berbagai pelanyanan-
pelayanan sosial yang diberikan.
Dalam bekerja dengan individu, kelompok, keluarga, organisasi
dan komunitas, seorang pekerja sosial diharapkan memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam berbagai peran. Peran khusus yang dipilih harus
ditentukan yang paling efektif sesuai dengan keadaan. Dijelaskan oleh
Zastrow9 (2010: 70-72) beberapa peran-peran yang dilakukan oleh pekerja
sosial yaitu :
8 Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT Refika
Aditama, hlm. 24 9 Zastrow, Charles. 2010. Introduction to Social Work and Social Welfare Empower People. USA:
Brools Cole, hlm 70-72
17
1. Enabler (Pemungkin)
Dalam peran ini, seorang pekerja membantu individu atau
kelompok untuk mengartikulasikan kebutuhan mereka, untuk
mengklarifikasi dan mengidentifikasi masalah mereka, untuk
mengeksplorasi, menyelesaikan strategi, untuk memilih dan
menerapkan strategi, dan untuk mengembangkan kapasitas mereka
untuk menangani masalah mereka sendiri secara lebih efektif. Ini
mungkin merupakan pendekatan yang paling sering digunakan dalam
konseling individu, kelompok, dan keluarga.
2. Broker (Penghubung)
Broker menghubungkan individu dan kelompok yang
membutuhkan bantuan dengan layanan. Pekerja sosial bertindak di
antara klien atau penerima layanan dengan sistem sumber. Pekerja
sosial berupaya membentuk jaringan kerja atau kerjasama dengan
organisasi layanan sosial untuk mengontrol kualitas pelayanannya.
3. Advocate (Advokat)
Advocate adalah peran aktif dan terarah di mana pekerja sosial
mengadvokasi klien atau kelompok. Dalam peran seperti advokat
memberikan kepemimpinan untuk mengumpulkan informasi, untuk
membicarakan tentang kebutuhan dan permintaan klien. Dalam peran
advokat adalah secara eksklusif melayani kepentingan klien atau
kelompok. Dalam menjadi advokat, seorang pekerja berusaha untuk
18
memberdayakan klien atau kelompok melalui pengamanan perubahan
yang menguntungkan dalam satu atau lebih kebijakan lembaga.
4. Aktivist (Aktivis)
Seorang aktivis mencari perubahan kelembagaan, seringkali
tujuannya melibatkan pergeseran kekuasaan dan sumber daya ke
kelompok yang kurang beruntung. Aktivis prihatin dengan
ketidakadilan sosial, ketidakadilan, dan perampasan, dan strategi
mereka termasuk konflik, konfrontasi, dan negosiasi. Tujuannya
adalah mengubah lingkungan sosial untuk lebih memenuhi kebutuhan
klien. pekerja sosial terlibat dalam pencarian fakta , analisis kebutuhan
masyarakat, penelitian, penyebaran dan memberikan informasi,
mobilisasi, dan upaya lain untuk mempromosikan pemahaman dan
dukungan publik atas nama program sosial yang ada atau yang
diusulkan.
5. Mediator (Penengah)
Peran mediator melibatkan intervensi dalam perselisihan antara
para pihak untuk membantu mereka menemukan kompromi,
mendamaikan perbedaan, atau mencapai kesepakatan yang saling
memuaskan. Pekerja sosial telah menggunakan orientasi nilai dan
keterampilan unik mereka dalam berbagai bentuk mediasi. Mediator
tetap netral, tidak berpihak pada salah satu pihak, dan memastikan
mereka memahami posisi kedua belah pihak. Mereka dapat membantu
memperjelas posisi, mengidentifikasi miskomunikasi tentang
19
perbedaan, dan membantu mereka yang terlibat menyajikan kasus
mereka dengan jelas.
6. Negotiator (Perunding)
Seorang negosiator menyatukan mereka yang berkonflik karena
satu atau lebih masalah dan berupaya mencapai tawar-menawar dan
kompromi untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima
bersama. Agak seperti mediasi, negosiasi melibatkan menemukan jalan
tengah yang bisa dijalani semua pihak. Namun, tidak seperti mediator,
yang merupakan peran netral, negosiator biasanya bersekutu dengan
salah satu pihak yang terlibat.
7. Educator (Pendidik)
Peran pendidik mencakup memberikan informasi kepada klien dan
mengajari mereka keterampilan adaptif . Untuk menjadi pendidik yang
efektif, pekerja harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan. Selain itu, ia
harus menjadi komunikator yang baik sehingga informasi disampaikan
dengan jelas dan mudah dipahami oleh penerima.
8. Initiator (Inisiator)
Seorang inisiator memperhatikan masalah atau bahkan masalah
potensial. Penting untuk menyadari bahwa beberapa masalah dapat
dikenali terlebih dahulu. Biasanya peran inisiator harus diikuti oleh
fungsi-fungsi lain, hanya meminta perhatian pada masalah biasanya
tidak menyelesaikannya.
9. Empowerer (Memberdayakan)
20
Tujuan utama praktik kerja sosial adalah pemberdayaan, yang
merupakan proses membantu individu, keluarga, kelompok, organisasi,
dan komunitas meningkatkan kekuatan dan pengaruh pribadi,
interpersonal, sosial ekonomi, dan politik melalui peningkatan. Pekerja
sosial yang terlibat dalam praktik yang berfokus pada pemberdayaan
berusaha mengembangkan kapasitas klien untuk memahami
lingkungan mereka, membuat pilihan, bertanggung jawab atas pilihan
mereka, dan memengaruhi situasi kehidupan mereka melalui
organisasi dan advokasi. Pekerja sosial yang berfokus pada
pemberdayaan juga berupaya mendapatkan distribusi sumber daya dan
kekuasaan yang lebih adil di antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Fokus pada keadilan dan keadilan sosial ini telah menjadi
ciri khas profesi pekerjaan sosial.
10. Coordinator (Kordinator)
Kordinator menyatukan komponen-komponen dalam semacam
cara yang terorganisir. Sebagai contoh, untuk sebuah keluarga banyak
masalah sering diperlukan bagi beberapa agensi untuk bekerja bersama
untuk memenuhi kebutuhan keuangan, emosional, hukum, kesehatan,
sosial, pendidikan, rekreasi, dan intraktasional yang rumit dari anggota
keluarga. Seseorang di suatu agensi perlu mengambil peran manajer
kasus untuk mengoordinasikan layanan dari agensi yang berbeda untuk
menghindari duplikasi dan untuk mencegah beragam layanan dari
memiliki tujuan yang saling bertentangan.
11. Researcher (Peneliti)
21
Setiap pekerja sosial kadang-kadang seorang
peneliti. penelitian dalam praktek pekerjaan sosial mencakup
mempelajari literatur tentang topik yang menarik, mengevaluasi hasil
latihan seseorang, menilai kelebihan dan kekurangan dari program,
mempelajari kebutuhan masyarakat.
12. Group Facilitator (Fasilitator kelompok)
Fasilitator kelompok adalah orang yang berfungsi sebagai
pemimpin untuk kegiatan kelompok. Mungkin kelompok terapi,
kelompok pendidikan, kelompok swadaya, kelompok sensitivitas,
kelompok terapi keluarga, atau kelompok dengan beberapa fokus
lainnya.
13. Public Speaker (Pembicara Publik)
Pekerja sosial kadang-kadang direkrut untuk berbicara dengan
berbagai kelompok (seperti kelas sekolah menengah, organisasi layanan
publik seperti polisi, staf di lembaga lain) untuk memberi tahu mereka
tentang layanan yang tersedia atau untuk mengadvokasi layanan baru.
Pekerja sosial yang memiliki keterampilan berbicara di depan umum
dapat menjelaskan layanan kepada kelompok klien potensial.
Peran pekerja sosial sebagai pendamping dan motivator dalam
program rehabilitasi sosial10 ;
1. Peran pekerja sosial sebagai pendamping merupakan peran pendukung
dari suatu program yang bertujuan untuk memfasilitasi penerima program
10 Dinardo, Donny. 2017. “Peran Pekerja Sosial Dalam Program Rehabilitasi Wanita Rawan Sosial Ekonomi Dibalai Perlindungan Dan Rehabilitasi Sosial Wanita Yogyakarta” dalam jurnal
Pendidikan Luar Biasa, 1(2), 1.https://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/pls/article/view/8495
https://journal.student.uny.ac.id/
22
dalam dalam hal ini adalah klien agar mereka mampu memenuhi
kebutuhannya. Tujuan dari pendampingan ini untuk memberikan fasilitas
kepada klien atau dengan kata lain menjadi fasilitator. Ketika klien kurang
paham dengan materi yang disampaikan oleh instruktur maka disitulah
pekerja sosial mendekati klien untuk memberikan pemahaman kembali.
2. Peran pekerja sosial sebagai motivator adalah suatu peran untuk
memberikan motivasi, semangat, dukungan, dan dorongan agar penerima
motivasi dapat melakukan perubahan menjadi lebih baik yang dapat
dipergunakan dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam
suatu bentuk kegiatan bersama.
Rabinson (Pujileksono, Sugeng & Wuryantari, 2017) menjelaskan
bahwa hubungan kerja dalam penanganan kasus merupakan interaksi yang
dinamis dari sikap dan emosi antara pekerja sosial dan klien dengan tujuan
membantu klien untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik antara
dirinya dan lingkungannya. Dengan demikian tujuan membangun
hubungan adalah untuk membantu klien dengan kebutuhan psikososial dan
masalahnya. Hubungan antara pekerja sosial dan klien diperkuat dengan
menggunakan prinsip-prinsip.11
a. Prinsip Individualisasi
Prinsip individualisasi menegaskan akan perbedaan antara
individu satu dan individu yang lainnya, jadi tidak dapat disamakan
baik itu mengenai sifatnya, sikap maupun kualitas anatar individu satu
dengan yang lain. Dalam segi masalah yang dialami mungkin saja
11 Pujileksono, Sugeng & Wuryantari, Mira. op. cit. hlm 96
23
sama, akan tetapi penyebab-penyebab masalahya, persepsi, kekuatan,
kelemahan dan kemampuan individu untuk menghadapi masalah antar
individu yang satu dan yang lainnya itu berbeda.
b. Prinsip Hubungan Yang Bermakna
Tujuan dalam membangun hubungan yang bermakna antara
pekerja sosial dan klien agar klien yakin dan percaya akan kemampuan
pekerja sosial untuk membantunya menyelesaikan masalah yang
dihadapi klien dan bila sudah seperti itu maka klien akan timbul rasa
hormat, sehingga pekerja sosial mudah untuk mengubah ataupun
memperbaiki perilaku, penyesuaian situasi klien menjadi lebih baik
dari sebelumnya serta timbul rasa saling percaya anatar keduanya.
c. Prinsip Penerimaan
Prinsip penerimaan menuntut pekerja sosial untuk menerima klien
dengan segala keterbatasanya serta kemampuan yang dimilikinya,
pekerja sosial tidak menolak dan memusuhi klien jika perilaku klien
tidak sesuai dengan yang di harapkan, akan tetapi pekeja sosial akan
mengubah perilaku tersebut perlahan-lahan melalui perhatian yang
tulus, mendengarkan dengan baik masalahnya, dan memberikan
pemahaman yang tulus kepada klien.
d. Prinsip Komunikasi
Melalui komunikasi akan menimbulkan pemahaman yang tepat
untuk mengidentifikasi masalah klien, untuk itu harus ada komunikasi
yang baik antara pekerja sosial dengan klien. diamana fungsi pekerja
sosial yang utama adalah menciptakan lingkungan untuk klien agar
24
merasa nyaman untuk meluapkan perasaannya, dan hal tersebut
tergantung bagaimana tepatnya komunikasi yang terjalin harus adanya
persamaan persepsi antar keduanya.
e. Prinsip dari Ekspresi Perasaan
Mengekspresikan perasaan adalah bertujuan untuk meluapkan
perasaan klien, apa yang sedang dirasakan klien baik itu sedih, senang,
marah, takut, cemas, dsb. Klien bebas untuk mengutarakan perasaanya,
terutama perasaan negatif kepada pekerja sosial dan pekerja sosial
harus siap untuk mendengarkan, menghargai serta tidak mengecilkan
perasaanya tersebut, karena pekerja sosial sebagai ruang untuk
mengekspresikan berbagai perasaan klien.
f. Prinsip Keterlibatan Emosional yang di Kendalikan
Prinsip dimana seorang pekerja sosial tidak boleh ikut larut dalam
perasaan emosional yang sedang dialami klien atas masalah yang
terjadi. Misalkan pekerja sosial memiliki klien yang posisinya saat itu
menjadi korban kekerasan, maka perkerja sosial tidak boleh memiliki
perasaan benci, marah ataupun dendam terhadap pelakunya. Disini
pekerja sosial harus fokus untuk mengidentifikasi masalah klien.
g. Prinsip Sikap Yang Tidak Menghakimi
Pekerja sosial harus menjalin komunikasi tanpa menghakimi
klien, yang mana ini penting untuk perkembangan hubungan dengan
klien. pekerja sosial tidak boleh menyalahkan, memejokkan klien atas
masalah dan penderitaan yang sedang dialaminya. Karena sikap
25
menghakimi bisa saja akan membuat klien mundur dalam proses
pertolongan yang sudah berlangsung.
h. Prinsip Penentuan Nasib Klien Sendiri
Klien memiliki hak untuk memilih dan menentukan nasibnya
sendiri, akan tetapi pekerja sosial tetap memiliki tanggung jawab untuk
menciptakan hubungan kerja dalam menentukan pilihan yang dapat
dieksekusi untuk klien.
i. Prinsip Kesadaran Diri
Dalam prinsip ini pekerja sosial harus membatasi diri dalam hal
hubungan pribadi dengan klien, tetap menjaga etika dan tetap bekerja
dan menjalin hubungan secara professional dengan klien serta jika
pekerja sosial merasa tidak mampu untuk menangani masalah klien
maka harus merujuk ke otoritas yang lebih tepat agara klien merasa
dirinya ditangani orang yang tepat.
j. Prinsip Fungsi Sosial
Prinsip ini mendorong klien agar dapat menjalankan fungsi
sosialnya secara memadai sesuai dengan status dan peran sosial klien
di masyarakat. Pekerja sosial bertugas untuk meningkatkan
keberfungsian sosial klien misalnya dengan menggali potensi apa yang
dimiliki klien agar dapat di kembangkan dan selanjutnya pekerja sosial
mencari sistem sumber yang tepat dan sesuai untuk membantu
mengembangkan potensi klien tersebut.
k. Prinsip Pembelajaran Sosial
Pembelajaran sosial merupakan syarat untuk perubahan yang
melibatkan klien dalam pemecahan masalah yang di alami. Dimana
26
proses pembelajaran sosial melibatkan membangkitkan dan
memusatkan perhatian dan kepedulian, mengatur dan mengevaluasi
masalah dan merencanakan tindakan di masa depan, mencari dan
memperoleh informasi baru, dan memberikan kesempatan kepada
klien untuk pengalaman baru. Prinsip ini memberikan pembelajaran
kepada klien untuk setiap pengalaman dalam berperilaku untuk
menghadapi kehidupan kedepanya agara lebih baik dari sebelumnya.
l. Prinsip Kerahasiaan
Pekerja sosial harus meyakinkan klien bahwa semua rahasia klien
dalam bentuk apapun aman tersimpan dan hanya pekerja sosial yang
menanganinya saja yang tau serta hanya untuk kepentingan
professional saja rahasia klien diungkapkan pada waktu sidang.
Kepercayaan dan keyakinan klien didasarkan atas jaminan dari pekerja
sosial untuk tidak mempublikasikan informasi dan permasalahan klien.
C. Konsep Rehabilitasi Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Rehabilitasi
diartikan sebagai suatu pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama
baik) yang dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yang cacat dan
sebagainya atas individu (misalnya pasien rumah sakit, korban bencana)
supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat dalam
masyarakat.12
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009, Tentang
Kesejahteraan Sosial, Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi
12 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://https://kbbi.web.id/rehabilitasi.
http://https/kbbi.web.id/rehabilitasi
27
dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan Rehabilitasi yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa, adalah upaya
bantuan medik, sosial, pendidikan dan keterampilan yang terkoordinasi
untuk melatih peserta didik yang menyandang kelainan agar dapat
mencapai kemampuan fungsionalnya setinggi mungkin. Selanjutnya pada
Pasal 29 disebutkan: 1) Rehabilitasi merupakan upaya bantuan medik,
sosial dan keterampilan yang diberikan kepada peserta didik agar mampu
mengikuti pendidikan; 2) Rehabilitasi medik meliputi usaha
penyembuhan/pemulihan kesehatan penyandang kelainan serta pemberian
alat pengganti dan/atau alat pembantu tubuh; 3) Rehabilitasi sosial
meliputi usaha pemberian bimbingan sosial kepada peserta didik yang
mencakup pengarahan pada penyesuaian diri dan pengembangan pribadi
secara wajar. Rehabilitasi diberikan oleh ahli terapi fisik, ahli terapi bicara,
dokter umum, dokter spesialis, ahli psikologi, perawat dan pekerja sosial.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi sosial
merupakan suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu melalui
pelatihan ataupun bimbingan fisik, mental, spiritual maupun sosial agar
klien ketika kembali kemasyarakat nantinya setelah selesai di rehabilitasi
dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik dan dapat diterima oleh
keluarga dan masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam rehabilitasi ialah menuju
kemandirian setiap individu penyandang kelainan sehingga dapat
28
menghilangkan ketergantungan individu terhadap orang lain. Tujuan
rehabilitasi yaitu :
a. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta
tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun
masyarakat atau lingkungan sosialnya.
b. Memulihkan kembali kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar.
Tujuan rehabilitasi sebenarnya selain menyembuhkan secara fisik
juga menyembuhkan keadaan sosial secara menyeluruh seperti
menyiapkan individu atau pasien agar mampu melakukan kegiatan-
kegiatan baik secara penuh maupun tidak penuh, serta mengembalikan
kepercayaan kepada diri sendiri.
Dengan demilkian program rehabilitasi ditunjukkan agar individu
atau penyandang cacat mencapai kemandirian mental, fisik, psikologis
dan sosial, dalam arti adanya keseimbangan antara apa yang masih dapat
dilakukannya dan apa yang tidak dapat dilakukannya. Sehingga
menghilangkan sikap yang menggantungkan diri terus menerus pada orang
lain. Untuk mencapai tujuan program rehabilitasi harus dilaksanakan
secara komprehensif.13
D. Konsep Penyandang Disabilitas Mental
Penyandang disabilitas mental adalah seseorang yang mempunyai
kelainan mental atau tingkah laku akibat dari perkembangan kecerdasan
yang terganggu. Oleh karena itu merupakan rintangan atau hambatan
13 Haryanto.2009.Diklat Bahan Kuliah Rehabilitasi dan Pekerjaan Sosial. Yogyakart: Jurusan
pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, Hlm. 65
29
baginya untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara layak atau wajar.
Penyandang disabilitas mental berhubungan dengan psikis atau aspek
kejiwaannya. Adanya hambatan dalam konsentrasi membuat peyandang
disabilitas mental sangat membutuhkan pertolongan orang lain dalam hal
membantu menemukan apa yang mereka pikirkan dan ingin lakukan.14
Gangguan Mental dimaknakan sebagai adanya penyimpangan norma-
norma perilaku, yang mencangkup pikiran, perasaan dan tindakan. Orang yang
depresi dan alkoholik, adalah orang yang mengalami gangguan mental karena
terjadi penyimpangan perilaku, orang yang depresi perasaanya sangat tertekan,
dan orang yang alkoholik tidak dapat menahan tindakannya dan secara
persisten mengkonsumsi minuman beralkohol. Perilaku yang dilakukan secara
persisten atau repetisif terutama perilaku yang tidak dikehendaki merupakan
indikasi gangguan mental.15
Menurut Kementrian Sosial Republik Indonesia, Penyandang
disabilitas mental adalah individu yang mengalami cacat mental atau
gangguan jiwa yang telah dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan
direkomendasikan dalam kondisi tenang dan oleh karenanya merupakan
rintangan atau hambatan baginya untuk melakukan fungsi sosialnya dalam
pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah dan kegiatan sehari-hari.16
Penyandang disabilitas erat kaitannya dengan permasalahan
gangguan jiwa. Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2014,
Tentang Kesehatan Jiwa menjelaskan Orang Dengan Masalah Kejiwaan
yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah
14 Chrisnita Vani, Gabriela, dkk. 2016. Pelayanan Sosial Tuna Ganda. Bandung: Unpad Press,
hlm. 32-33 15 Notosoedirjo, Moeljono & Latipun. 2016. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang:
UMM Press, hlm. 36 16 Kementrian Sosial Republik Indonesia, 2010. Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang dengan
Kecacatan Mental Eks Psikotik dalam Panti. Jakarta: Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan, Hlm. 4
30
fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas
hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Dan Orang
Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan
perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.Berkaitan
dengan masalah gangguan jiwa dapat disebabkan oleh berbagai macam
faktor, diantaranya:
1. Faktor biologis, seperti penyakit fisik kronis, penyakit fisik yang
mempengaruhi otak dan penyalahgunaan narkoba, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza).
2. Faktor psikologis, seperti pola adaptasi, pola penyelesaian masalah,
pola mekanisme pertahanan diri dan pola kepribadian.
3. Faktor sosial, spiritual seperti pola relasi, sistem dukungan, situasi
khusus/kritis, tantangan/tugas-tugas dan stressor atau pemicu.17
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang
penyandang disabilitas mental erat kaitanya dengan orang yang
mempunyai permasalahan gangguan jiwa yang mana orang tersebut
mengalami kelainan mental dan tingkah laku serta hambatan dalam
interaksi sosial dan partisipasi di masyarakat yang disebabkan karena
beberapa faktor baik itu faktor biologis, faktor psikologis maupun faktor
sosial.
17 Yuri Rahmanto, Tony. 2019. “Hak Pilih bagi Penyandang Disabilitas Mental Ditinjau dari
Perspektif Hak Asasi Manusia”. Dalam jurnal HAM, 10(1). https://ejournal.balitangham.go.