Upload
vankien
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kompetensi Guru
2.1.1 Pengertian Kompetensi Guru
Kemampuan seorang guru dalam mengelola
pembelajaran di kelas sangat menentukan berhasil
atau tidaknya proses belajar mengajar yang
dilaksanakan. Karena dalam proses belajar
mengajar, sebagian besar hasil belajar peserta didik
ditentukan oleh guru. Bagaimana seorang guru
berperan dengan baik dalam mengelola pembelajaran
dipengaruhi oleh kemampuan dasar yang dimiliki
oleh guru. Hal ini sejalan dengan pernyataan Usman
(2013:15) bahwa, guru profesional adalah orang yang
memiliki kemam-puan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan maksimal.
Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen,ditegaskan bahwa untuk melaksanakan tugas
keprofesionalannya, guru perlu memiliki kompetensi
berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang perlu dihayati dan dikuasai sehingga
dapat menjalankan profesinya secara bertanggung
jawab.
Dari uraian di atas, nampak bahwa kompetensi
mengacu pada kinerja dan kemampuan individu
untuk melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidi-kan. Kompetensi guru menunjuk kepada
perbuatan yang rasional dalam melaksanakan
2
kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab
dan layak dalam melaksanakan tugas-tugas
kependidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, Bab II Pasal 3
dijelaskan bahwa kompetensi guru mencakup
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kempat kompetensi tersebut mutlak harus dimiliki
oleh serang guru untuk menjalankan tugas
profesinya.
Kompetensi pedagogik menuntut kemampuan
seorang guru dalam mengelola pembelajaran peserta
didik. Dalam kompetensi pedagogik ini guru harus
memiliki: landasan atau wawasan kependidikan,
memahami karakteristik peserta didik, mengembang-
kan kurikulum dan silabus, merancang
pembelajaran, melaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis, memanfaatkan teknologi
pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar, dan
mengembangkan peserta didik agar dapat
mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Kompetensi kepribadian, seorang guru
seharus-nya memiliki kepribadian yang berakhlak
mulia, arif dan bijaksana, mantap, stabil, jujur,
dewasa, sportif, demokratis, dan dapat menjadi
contoh yang baik untuk masyarakat. Seorang guru
juga dituntut secara obyektif untuk menilai kinerja
sendiri dan mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
3
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru
seba-gai bagian dari masyarakat yang seharusnya
memiliki kompetensi untuk: dapat berkomunikasi
baik secara lisan, tulisan, dan/atau isyarat secara
santun, menggunakan teknologi komunikasi dan
informasi secara santun, bergaul secara efektif baik
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, dan
orang tua atau wali peserta didik, serta bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar dengan
memperhatikan norma dan nilai-nilai yang berlaku.
Selain itu guru diharapkan dapat menerapkan
prinsip persaudaraan sejati dan memupuk semangat
kebersamaan. Sedangkan kompe-tensi profesional
yakni kemampuan guru dalam menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan budaya antara lain
meliputi: menguasai materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata
pelajaran yang diampunya, dan menguasai metode
dan konsep disiplin keilmuaan, teknologi atau seni
yang relevan sesuai dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampunya.
2.1.2 Aspek-Aspek Kompetensi
Mulyasa (2011), mengutip pendapat Gordon
bahwa ada enam aspek dalam konsep kompetensi,
yaitu: Knowledge (pengetahuan), merupakan
kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang
guru perlu mengetahui bagaimana cara melakukan
identifikasi kebutuhan belajardan melakukan
4
pembelajaran terhadap peserta didik berdasarkan
kebutuhannya. Understanding (pemahaman), yakni
kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh
seseorang, contohnya seorang guru yang akan
melaksanakan pembelajaran perlu memiliki
pemahaman yang baik tentang kondisi dan
karakeristik peserta didiknya. Skill (kemampuan),
yaitu sesuatu yang dimiliki oleh seseorang untuk
melakukan pekerjaan atau tugs yang dibebankan
kepadanya, contohnya kemampuan guru dalam
membuat dan memilih alat peraga sederhana supaya
peserta didik lebih mudah dalam belajar.Value (nilai),
merupakan standar perilaku yang secara psikologis
diyakini dan telah menyatu pada diri seseorang,
contohnya standar perilaku guru dalam
pembelajaran (jujur, terbuka, demokratis, dan
sebagainya). Attitude (sikap), adalah perasaan (suka,
tidak suka, senang, tidak senang) atau reaksi
terhadap sesuatu rangsangan yang datang dari luar
misalnya, reaksi terhadap krisis keuangan, perasaan
terhadap perubahan gaji, dan lain sebagainya.
Interest (minat), yakni kecenderungan indi-vidu
untuk melakukan suatu perbuatan, contohnya minat
untuk mempelajari sesuatu.
Apabila dicermati secara mendalam maka
dapat dilihat bahwa enam aspek yang terdapat pada
konsep kompetensi di atas, mengandung empat
ranah kompetensi inti bagi seorang guru yakni
kompetensi pedagogik, kompetensi profesional,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Hal
ini sejalan dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
5
Dosen Pasal 8 yang menyebutkan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
seorang guru harus mempunyai dua kemampuan
sekaligus, yaitu kemampuan untuk menguasai
materi yang akan diajarkandan kemampuan
menguasai metode serta teknik mengajarkan kepada
peserta didik. Kemampuan mengajar juga terkait
dengan kemampuan membuat perencanaan
pembelajaran termasuk kete-rampilan dalam
mengelola proses belajar mengajar agar dapat
diperoleh hasil yang lebih baik sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Dengan
demikian kompetensi guru dalam menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)
tematik di TK terutama kompetensi guru di dalam
mengembangkan indikator termasuk dalam
kompetensi pedagogik, yaitu kompetensi untuk
merencanakan program pembelaja-ran.
2.1.3 Indikator Kompetensi Guru Dalam
Menyu-sun RPPH Tematik
Indikator kompetensi guru dalam menyusun
RPPH tematik yang akan digunakan dalam penelitian
ini mengacu pada Alat Penilaian Kompetensi Guru
(APKG 1) yang disusun oleh Tim PKM PGPAUD
(Universitas Terbuka, 2011) dengan beberapa
peruba-han disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian, dengan indikator sebagai berikut:
6
Kompetensi guru dalam menentukan tema yang
sesuai dengan kurikulum TK. Program kegiatan
belajar di TK merupakan satu kesatuan belajar yang
utuh. Tema merupakan pokok bahasan yang harus
dikembangkan menjadi program kegiatan yang lebih
operasional. Penggunaan tema yang sesuai dengan
kurikulum TK dinilai dengan menggunakan
deskriptor: tema yang dipilih dekat dengan
lingkungan anak, tema berasal dari kurikulum
sekolah, dan tema yang dipilih sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
Kompetensi guru dalam memilih kegiatan
pembelajaran. Pemilihan kegiatan pembelajaran
perlu memperhatikan deskriptor: sesuai dengan
tingkat per-kembangan anak, kegiatan belajar sesuai
dengan indikator hasil belajar yang akan dicapai,
kegiatan belajar sesuai dengan kelompok usia,
kegiatan belajar diurutkan dari yang dekat ke yang
jauh, dari yang mudah ke yang sukar, dan dari yang
konkrit ke yang abstrak.
Kompetensi guru dalam menentukan sumber
dan alat belajar. Alat bantu mengajar adalah segala
sesuatu yang dipakai untuk menyajikan materi
pembelajaran sehingga anak dapat belajar dengan
mudah. Media pembelajaran dapat berupa barang
cetakan (misal: gambar, model, dokumen, pamflet,
chart atau peta), non-cetak (misalnya: radio, video,
tape, TV, komputer, LCD, dan lain-lain) atau objek
sesungguhnya/tiruan. Sedangkan sumber belajar
dapat berupa Lembar Kegiatan Anak (LKA), buku
cerita, manusia, museum, lingkungan,
perpustakaan, dan lain-lain. Penilaian butir ini
7
memperhatikan deskriptor: sumber dan alat yang
sesuai dengan indikator hasil belajar yang hendak
dicapai, sumber dan alat sesuai dengan karakteristik
kegiatan belajar, sumber dan alat belajar sesuai
dengan tingkat perkembangan anak, sumber dan alat
belajar sesuai dengan tema yang akan diberikan.
Kompetensi guru dalam mengorganisasikan kegiatan meliputi: Menentukan ragam kegiatan;
Perubahan perilaku anak adalah akumulasi dari pengalaman belajar yang terjadi dalam interaksi antara anak dengan lingkungannya yang dilakukan
secara aktif. Pengalaman dimaksud, dapat berupa pengembangan bahasa, fisik motorik, kognitif, seni
dan pengembangan sikap spiritual, sosial emosional, dan minat anak. Berbagai upaya pencapaian pengalaman tersebut dilakukan melalui bermacam-
macam kegiatan yang sesuai, misalnya: tanya jawab, observasi, diskusi, menyimak penjelasan guru,
simulasi, pemecahan masalah, eksperimen, studi kasus, dan penugasan atau kerja kelompok. Pengamatan butir ini dilakukan dengan
memperhatikan deskriptor: kegiatan yang sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai oleh anak, tingkat perkembangan anak, waktu yang disediakan,
lingkungan, dan sarana yang ada. Selain itu kegiatan harus bervariasi, lebih dari satu ragam kegiatan, dan
melibatkan anak secara aktif. Menyusun langkah-langkah kegiatan. Langkah-langkah kegiatan adalah penataan urutan
dan kesinambungan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya untuk mencapai indikator yang
telah ditentukan. Pengamatan butir ini memperhatikan deskriptor: sesuai dan memungkinkan tercapainya indikator hasil belajar
anak, tersusun secara sistematis dan logis, bertolak dari kegiatan dari yang dekat ke yang jauh, dari yang
8
sederhana ke yang sulit, dan dari yang konkrit ke yang abstrak, dan terdiri dari kegiatan pembukaan,
inti, dan penutup. Kegiatan belajar sesuai dengan alokasi waktu
yang tersedia. Alokasi waktu kegiatan yaitu
perkiraan pembagian waktu untuk setiap kegiatan.
Pengaturan waktu dilakukan supaya kegiatan-
kegiatan penting dapat terlaksana dengan baik dan
dapat mencapai indikator hasil belajar yang telah
ditentukan. Dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran, alokasi waktu mencakup deskriptor :
mencantumkan alokasi waktu untuk setiap tahap
kegiatan (pembukaan, inti, istirahat, dan penutup),
pembagian waktu dilakukan secara logis agar dapat
melaksanakan kegiatan belajar yang telah
direncanakan, pembagian waktu harus dilakukan
secara proporsional.
Kompetensi guru dalam menentukan cara-cara
pengorganisasian kelas agar anak dapat berperan
aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pengorganisasian
anak merupakan upaya yang dilakukan guru dalam
menangani anak (individual, kelompok, dan atau
klasikal), pemberian dan pelaksanaan tugas, serta
penataan alur kerja dan cara kerja sehingga anak
terlibat aktif dalam pembelajaran dan pembelajaran
dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.
Penilaian pengorganisasi-an anak dilakukan dengan
mempertim-bangkan deskriptor: sesuai dengan
kebutuhan anak, sesuai dengan tingkat
perkembangan anak,dilakukan secara individual,
kelompok, dan/atau klasikal, menggunakan cara
pemberian tugas atau praktik langsung, memberikan
penjelasan tentang alur dan cara kerja dan,
9
memberikan kesempatan kepada anak untuk
mendiskusikan, merefleksikan, dan/atau mem-
perbaiki hasil kerjanya.
Kompetensi guru dalam merencanakan
prosedur, alat, dan jenis penilaian. Indikator
kompetensi merencanakan jenis penilaian dilakukan
dengan deskriptor berikut: menentukan prosedur
penilaian, menentukan alat penilaian yang sesuai
tingkat perkembangan anak, dan menggunakan
beragam jenis penilalain (observasi, porto folio, hasil
karya, anekdot, dll). Kompetensi guru dalam
menampilkan RPPH meliputi: kebersihan dan
kerapian tampilan RPPH. Kebersihan dan kerapian
tampilan RPPH dapat dilihat dari penampilan fisik
RPPH. Penilaian butir ini memperhatikan deskriptor:
tulisan dapat dibaca dengan mudah dan tidak
banyak coretan,ilustrasi menarik dan sesuai dengan
usia anak, menggunakan format RPPH yang telah
disepakati bersama, dan mudah digunakan.
Penggunaan bahasa tulis. Bahasa tulis yang
digunakan dalam RPPH hendaknya mengikuti kaidah
bahasa tulis yang baik. Untuk menilai butir ini perlu
memperhatikan deskriptor: penggunanan bahasa
jelas sehingga RPPH mudah digunakan, pilihan kata
yang tepat sehingga tidak menimbulkan penafsiran
ganda, struktur kalimat yang baku, dan cara
penulisan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
2.2 Perencanaan Pembelajaran Tematik di
TK
10
2.2.1 Perencanaan Pembelajaran
Menurut Degeng dalam Uno (2012:2)
pembelajar-an atau pengajaran adalah upaya untuk
membelajar-kan siswa. Secara implisit dalam
pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
mengembangan metode untuk mencapai hasil
pengajaran yang diharapkan. Untuk mendapatkan
pembelajaran yang baik dan efektif harus dimulai
dengan merancang pembelajaran atau membuat
perencanaan pembelajaran.
Ahmad (2012:33) mendefinisikan perencanaan
pembelajaran sebagai aktivitas penetapan tujuan
pembelajaran, penyusunan bahan ajar dan sumber
belajar, pemilihan media pembelajaran, pemilihan
strategi dan pendekatan pembelajaran, pengaturan
lingkungan belajar, perancangan sistem penilaian
hasil belajar serta perancangan prosedur
pembelajaran dalam rangka membimbing peserta
didik agar terjadi proses belajar yang kesemuanya itu
didasarkan pada pemikiran yang mendalam
mengenai prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat.
Majid (2011:17), mendeskrip-sikan bahwa
perencanaan pembelajaran dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang yaitu: perencanaan
pengajaran sebagai teknologi, perencanaan
pengajaran sebagai suatu sistem,perencanaan
pengajaran sebagai sebuah disiplin, perencanaan
pengajaran sebagai sains, atau dapat dilihat juga
sebagai sebuah proses, dan dapat dilihat sebagai
sebuah realitas. Sedangkan Uno (2012:2),
menjelaskan bahwa inti dari perencanaan
pembelajaran adalah kegiatan memilih, menetapkan,
11
dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil
pengajaran yang diinginkan. Sementara itu dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Pasal 20 menjelaskan
bahwa, perencanaan pembelajaran adalah
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
untuk setiap muatan pembelajaran.
Dari beberapa defenisi diatas dapat
disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran
adalah kegiatan untuk menentukan tindakan apa
yang akan dilaksana-kan dalam suatu proses belajar
mengajar dengan mengkoordinasikan komponen-
komponen pembelajar-an yang meliputi materi,
tujuan, metode, alat, dan sumber pembelajaran,
serta bagaimana teknik penilai-annya sehingga
proses belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.
Perencanaan pembelajaran diperlukan untuk
mencapai perbaikan pembelajaran. Uno (2012:3)
mengemukakan upaya perbaikan pembelajaran perlu
dilakukan dengan asumsi: untuk memperbaiki mutu
pembelajaran perlu diawali dengan membuat
perencanaan pembelajaran yang berupa desain
pembelajaran, untuk merancang suatu pembelajaran
perlu menggunakan pendekatan sistem, perencanaan
desain pembelajaran mengacu pada bagaimana
seseorang belajar, pembelajaran yang dilakukan
bermuara pada tercapainya tujuan pembelajaran,
dan tujuan akhir dai perencanaan pembelajaran
adalah mudahnya siswa untuk belajar.
2.2.2 Pengertian Pembelajaran Tematik
12
Pembelajaran tematik merupakan
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-
tema tertentu. Depdiknas (2006:5) merumuskan
pengertian, istilah pembelajaran tematik pada
hakekatnya adalah sebuah model pembelajaran yang
terintegrasi dengan menggu-nakan tema untuk
menghubungkan beberapa mata pelajaran sehingga
dapat memberikan pengalaman bermakna
bagipeserta didik.
Dijelaskan oleh Beans (1993) dalam Trianto
(2010: 81), bahwa pembelajaran tematik merupakan
pendekatan yang dilakukan untuk mengembangkan
pengetahuan peserta didik dalam pembentukan
pengetahuan berdasarkan pada interaksi dengan
ling-kungan dan pengalaman hidupnya. Hal ini
membantu peserta didik untuk belajar
menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan
apa yang sedang dipelajari. Sedangkan Joni (1996)
dalam Trianto (2010:81) mengemukakan bahwa
pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu
sistem pembelajaran yang memung-kinkan peserta
didik secara individual maupun kelompok aktif
mencari, menggali, dan menemukan prinsip ataupun
konsep keilmuan secara utuh, otentik, dan
bermakna berdasarkan eksplorasi dari topik/tema
yang menjadi pengendali di dalam kegiatan
pembelajar-an. Dengan berpartisipasi di dalam
eksplorasi tema/ peristiwa tersebut, peserta didik
dimampukan untuk belajar sekaligus memroses isi
dari beberapa mata pelajaran secara serempak.
Berdasarkan berbagai pengertian yang telah
dikemukakan, dapatlah diambil kesimpulan bahwa
13
pembelajaran tematik terpadu di TK merupakan
suatu model pembelajaran yang memadukan
beberapa materi pembelajaran dari beberapa standar
tingkat pencapaian perkembangan dari satu atau
beberapa bidang pengem- bangan.
2.2.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik
Depdiknas (2006) dalam Trianto (2010:91),
memberikan rumusan bahwa pembelajaran tematik
memiliki karakteristik antara lain: Berpusat pada
anak. Pembelajaran tematik berpusat pada peserta
didik (student centred). Hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern dimana peserta didik
yang lebih banyak berperan sebagai subyek belajar
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator, yakni memberikan fasilitas dan bimbingan
kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas
belajar. Memberikan pengalaman langsung.
Pembelajaran tematik memberikan penga-laman
langsung kepada peserta didik (direct experiences).
Dengan pengalaman langsung ini, peserta didik
dihadapkan pada sesuatu yang konkrit sebagai dasar
untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Tipisnya
perbedaan atau pemisahan antar mata pelajaran
menjadi salah satu karakteristik dalam pembelajaran
tematik. Hal ini dikarenakan fokus pembelajaran
ditujukan kepada pembahasan tema-tema yang
paling dekat dan berkaitan dengan kehidupan
peserta didik.
Pembelajaran tematik juga memiliki
karakteristik Memperlihatkanbanyak konsep dari
berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik
14
memperlihatkan konsep-konsep dari macam-macam
mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.
Dengan demikian, peserta didik mampu memahami
konsep-konsep secara utuh. Pembelajaran tematik
bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat
mengaitkan materi ajar dari satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lainnya, bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan
keadaan lingkungan di mana sekolah dan peserta
didik berada. Menggunakan prinsip belajar sambil
bermain dan menyenangkan. Pembelajaran tematik
mengadopsi prinsip belajar PAKEM yaitu
pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan.
2.2.4 Pelaksanaan Pembelajaran Tematik di TK
Dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan TK
(Depdiknas, 2012) dijelaskan bahwa, dalam
pelaksana-an pembelajaran tematik di TK, perlu
dilakukan beberapa tahap perencanaan yang
meliputi kegiatan: (a) pengembangan tema; (b)
identifikasi tema menjadi sub tema, dan (c)
pengembangan rencana pembelajaran.
a. Pengembangan Tema
Tema merupakan alat untuk mengenalkan
berbagai konsep, topik dan ide kepada peserta didik
secara utuh. Dalam pembelajaran, tema berfungsi
untuk menyatukan isi kurikulum dalam satu peren-
canaan yang utuh (holistik), memperkaya perbenda-
haraan bahasa peserta didik, membuat pembelajaran
lebih bermakna, dan membantu peserta didik
15
mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
Dengan demikian, tema merupakan aktualisasi
konsep minat anak yang dijadikan fokus
perencanaan atau titik awal perencanaan dalam
proses pembelajaran.
Pemilihan tema dalam pembelajaran tematik di
TK memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) Kedekatan, artinya tema dipilih mulai dari tema
yang terdekat dengan kehidupan anak kepada tema
yang semakin jauh dari kehidupan anak. (b)
Kesederhanaan, artinya tema dipilih mulai dari
tema-tema yang sederhana kepada tema-tema yang
lebih rumit bagi anak; (c) Kemenarikan, artinya tema
dipilih mulai dari tema-tema yang menarik minat
anak kepada tema-tema yang kurang diminati oleh
anak; (d) Keinsidentalan, artinya peristiwa atau
kejadian di sekitar anak (sekolah) yang terjadi pada
saat pembelajaran berlangsung hendaknya
dimasukkan dalam pembela-jaran walaupun tidak
sesuai dengan tema yang dipilih pada hari itu.
Keinsidentalan peristiwa perayaan yang ada di
sekitar anak juga dapat diangkat menjadi tema atau
sub tema. Tema-tema yang dapat dikembangkan
dalam pembelajaran tematik di TK misalnya: Aku,
lingkunganku, kebutuhanku, binatang, tanaman,
rekreasi, transportasi, profesi, alam smesta, tanah
air, dan sebagainya.
b. Identifikasi Tema Menjadi Sub Tema
Identifikasi tema menjadi sub tema biasanya
dilakukan di awal tahun pelajaran. Proses
identifikasi tema yang dibuat oleh guru dilakukan
melalui berbagai pertimbangan antara lain:
16
pengalaman percakapan awal dengan peserta didik
tentang tema, gambar-gambar bebas hasil karya
peserta didik merupakan fokus minat peserta didik
dan dapat dijadikan satu tema, topik percakapan
peserta didik dengan teman se-bayanya merupakan
fokus minat peserta didik dan dapat dijadikan satu
sub tema, alat bermain yang suka dimainkan oleh
peserta didik, permainan yang dilaku-kan dengan
teman sebaya merupakan fokus minat peserta didik
dan dapat dijadikan satu sub tema. Identifikasi tema
menjadi sub tema dapat dilakukan seperti contoh
pada tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 Contoh Identifikasi Tema dan Sub Tema
Tema Sub Tema
Lingkunganku 1.1 Rumahku
- Alamat rumahku
- Bagian-bagian rumah
- Alat/perabobat rumah
- Cara memelihara rumah
1.2 Keluargaku
- Orang tuaku
17
- Anggota keluargaku
- Tugas dan fungsi anggota keluarga
- Kebiasaan keluargaku
1.3 Sekolahku
- Nama sekolahku
- Guru-guruku
- Gedung dan halaman sekolahku
- Perlengkapan sekolahku
c. Pengembangan Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran tematik di TK meliputi:
Program Semester; Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mingguan (RPPM); dan Rencana
Pelaksanaan Pembela-jaran Harian (RPPH). Program
Semester merupakan program pembelajaran yang
berisi jaringan-jaringan tema yang ditata secara urut
dan sistematis dan alokasi waktu yang diperlukan
untuk setiap jaringan tema. Langkah-langkah
penyusunan program semester seba-gai berikut: (1)
mempelajari dokumen kurikulum TK, yakni pedoman
pengembangan program pembelajaran, (2)
menentukan tema yang akan digunakan dalam
setiap semester dan menetapkan alokasi waktu
setiap tema, (3) identifikasi menjadi sub tema, (4)
tema-tema dipilih dan hasil identifikasi tema menjadi
sub tema dapat dibuat dalam bentuk tabel pada
setiap tahun pelajaran.
RPPM merupakan perencanaan kegiatan untuk
mencapai indikator yang telah direncanakan dalam
satu minggu sesuai dengan keluasan pembahasan
tema dan sub tema yang telah direncanakan pada
program semester. Komponen RPPM meliputi: tema
18
dan sub tema, alokasi waktu, TK Kelompok A atau B,
bidang pengembangan, dan kegiatan per-bidang
pengembang-an. Langkah-langkah pengembangan
RPPM meliputi: (a) menjabarkan tema dan merinci
sub tema; (b) menjabarkan indikator menjadi
kegiatan-kegiatan pada bidang pengembangan dalam
program semester; (c) membuat matrik hubungan
antar tema, sub tema dengan kegiatan-kegiatan, dan
menentukan pelaksa-naan kegiatan dalam 1 (satu)
minggu.
RPPH merupakan penjabaran dari RPPM yang
memuat kegiatan-kegiatan pembelajaran baik yang
dilakukan secara individual, kelompok, maupun
klasi-kal dalam satu hari. RPPH adalah suatu bentuk
ran-cangan pembelajaran yang disusun secara
sistematis yang berfungsi sebagai kerangka kegiatan
atau pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas. Dalam menyusun RPPH harus
memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
memilih indikator dalam RPPM untuk dimasukkan
ke dalam RPPH, merumuskan kegiatan untuk
mencapai indikator yang dipilih dalam RPPH,
memilih kegiatan ke dalam kegiatan awal-inti-akhir,
memilih metode yang sesuai dengan kegiatan yang
ditentukan, memilih alat dan sumber belajar yang
dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan, dan memilih serta menyusun alat
penilaian yang dapat mengukur keter-capaian
indikator. Contoh RPPH terlampir.
2.3 Supervisi Klinis
2.3.1 Pengertian Supervisi Klinis
19
Supervisi berdasarkan pembentukan kata
menunjuk kepada sebuah aktivitas akademik yaitu
suatu kegiatan pengawasan yang dijalankan oleh
orang yang memiliki pengetahuan lebih tinggi dan
lebih dalam dengan tingkat kepekaan yang tajam
dalam memahami objek pekerjaannya dengan hati
yang jernih. Suhardan (2010:35). Supervisi
merupakan kegiatan akademik yang harus
dijalankan oleh mereka yang mempunyai
pemahaman mendalam tentang kegiatan yang
disupervisinya. Kegiatan supervisi harus dijalankan
oleh orang yang dapat melihat berdasarkan
kenyataan yang ada dan kemudian dibawa kepada
kegiatan yang seharusnya, yaitu kegiatan semestinya
yang harus dicapai. Orang yang berada dibalik
kegiatan supervisi disebut supervisor. Supervisi
pengajaran merupakan fungsi penting dalam sistem
pendidikan yang mengefektifkan seluruh unsur-
unsur pengajaran ke dalam aktivitas pendidikan,
supervisi bergerak dalam bidang akademik.
Dalam penelitiannya terhadap supervisi guru,
Arthur Blumberg sebagaiman dikutip oleh Acheson
dan Gall (2010) menemukan bahwa, guru
memandang tindakan supervisi sebagai “proses
formalitas yang harus ada namun tidak membawa
pengaruh penting dalam kehidupan mereka”, hanya
20
semacam “program tahunan”.Pandangan supervisi
yang konvensional semacam itu mencerminkan
peran supervisor seperti “inspektur” yang bertugas
untuk menginspeksi sekolah-sekolah secara berkala
yang bertujuan untuk mengevaluasi guru-guru dan
memastikan bahwa petunjuk/standard dari
pemerintah telah dijalankan di sekolah. Supervisi
konvensional tersebut membuat banyak guru
berpikir negatif tentang supervisi. Oleh karena itu
Acheson dan Gall mengusulkan sebuah model
alternatif yang lebih interaktif, demokratis, dan lebih
berpusat pada guru. Supervisi jenis ini dinama-kan
Supervisi Klinis.
Menurut Acheson dan Gall (2010) supervisi
kli-nis merupakan proses pengembangan profesional
guru kelas dengan tujuan meningkatkan
kemampuan guru dalam mengajar, melalui langkah
inisiatif yang kom-pleks meliputi diskusi membuat
perencanaan mengajar (planning conference),
observasi kelas (class observati-on), dan diskusi
tentang umpan balik (feedback confe-rence).Lebih
jauh Acheson dan Gall (2010) menjelas-kan bahwa,
supervisi klinis bukanlah proses remedial yang
diterapkan oleh supervisor dalam rangka mengurangi
sikap-sikap buruk dalam mengajar yang ditunjukkan
oleh para guru. Akan tetapi, kata “klinis” yang
digunakan oleh Acheson dan Gall, diartikan sebagai
hubungan antara guru dan supervisor yang berfokus
pada perilaku guru di dalam kelas, sebagai-mana
dikemukakan oleh Robert Goldhammer :
“Berikanobservasi yang lebihdekat, data observasi yang lebih detail, interaksi dua arah antara supervisor dan guru, serta berusaha menumbuhkan ikatan kerja
21
secara professional yang intim, maka arti dari „klinis‟ dapat dirasakan.”
2.3.2 Tujuan Supervisi Klinis
Tujuan utama dari supervisi klinis, menurut
Acheson dan Gall (2010) adalah untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar.
Tujuan tersebut dapat dijabarkan menjadi tujuan-
tujuan yang lebih spesifik. Menyediakan umpan balik
yang objektif bagi guru. Umpan balik yang objektif
dapat menjadi stimulus positif bagi para guru untuk
memulai proses pengembangan diri. Umpan balik
yang objektif, jika diberikan pada waktu yang tepat,
akan mengakibatkan hasil yang lebih baik. Supervisi
klinis membantu untuk mendiagnosa masalah
pembelajaran dan memberikan informasi berharga
yang dapat memecahkan masalah tersebut.
Akibatnya, guru dapat melihat dengan jelas
perbedaan dalam apa yang mereka lakukan dengan
apa yang mereka pikir mereka lakukan.
Mendiagnosa dan memecahkan masalah
pengajaran. Supervisi Klinis menggunakan teknik
berdiskusi dan penyimpanan data observasi untuk
membantu para guru mengidentifikasi kelemahan
dalam proses pengajaran sehingga guru dapat
melakukan evaluasi secara mandiri atau dengan
bimbingan supervisor. Situasi yang sama juga dapat
terjadi di dalam ruang kelas.
Membantu para guru untuk mengembangkan
kemampuan dengan menggunakan strategi mengajar
yang efektif. Supervisor mempunyai kemampuan
22
dalam menggunakan siklus diskusi klinis dan data
observasi untuk menciptakan kebiasaan yang efektif
bagi guru. Mengevaluasi guru sebagai bahan
pertimbangan untuk promosi jabatan, perpanjangan
kontrak kerja, atau keputusan lainnya. Data objektif
yang dikumpulkan melalui proses observasi kelas
yang sistematis dapat digunakan sebagai basis untuk
mengevaluasi kompetensi seorang guru.
Membantu guru untuk mengembangkan sikap
yang positif terhadap proses pengembangan profesio-
nalitas yang berkelanjutan. Para guru harus dapat
melihat diri mereka sebagai seorang profesional yang
terus menerus berkembang dalam karir mereka.
Supervisor dapat membantu guru untuk mulai
mempertimbangkan strategi mengajar yang efektif
yang pada akhirnya dapat membantu para guru
tersebut dalam menikmati proses pengajaran mereka
dan juga dalam meningkatkan keefektifan dalam
mengajar.
2.3.3 Karakteristik Supervisi Klinis
Karakteristik mendasar supervisi klinis
menurut Acheson dan Gall (1987) dalam Sagala
(2010:197) yakni meningkatkan kualitas
keterampilan intelektual dan perilaku mengajar guru
secara spesifik. Selain itu supervisi klinis
bertanggungjawab untuk membantu guru-guru
dalam mengembangkan keterampilan menganalisis
proses pembelajaran berdasarkan data yang benar
dan sistematis, terampil dalam mengu-jicobakan,
mengadaptasi dan memodifikasi kurikulum, serta
terampil menggunakan teknik-teknik mengajar.
23
Untuk mencapai semua itu, maka guru harus
berlatih berulang-ulang.
Supervisi menekankan pada apa dan
bagaimana guru mengajar untuk meningkatkan
kualitas pembela-jaran, bukan untuk merubah
kepribadian guru. Perencanaan dan analisis berpusat
pada pembuatan dan pengujian hipotesis
pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil
observasi. Konferensi berkaitan dengan sejumlah isu-
isu penting mengenai pembela-jaran yang relevan
mendorong guru untuk berubah. Konferensi sebagai
umpan balik menitikberatkan pada analisis
konstruktif dan penguatan terhadap pola-pola yang
berhasil daripada menyalahkan pola-pola yang gagal.
Observasi didasarkan pada bukti, bukan pada
pertimbangan nilai yang substansial atau keputusan
yang tidak benar.
Supervisi merupakan proses memberi dan
menerima yang dinamis dimana supervisor dan guru
adalah kolega yang meneliti dan menemukan
pemaha-man yang saling mengerti bidang
pendidikan. Proses supervisi pada dasarnya
berpusat pada analisis pem-belajaran. Guru, secara
individual, memiliki kebebasan dan tanggungjawab
untuk menganalisis dan menilai diri sendiri.
2.3.4 Langkah-langkah Supervisi Klinis
Konsep supervisi klinis dan beberapa hasil
penelitian tentang keefektifan supervisi klinis
menun-jukkan betapa pentingnya supervisi klinis
sebagai suatu pendekatan dalam mengembangkan
pengajaran. Oleh karena itu sudah seharusnya
24
kepala sekolah sebagai supervisor pengajaran
berusaha untuk melak-sanakan supervisi klinis bagi
guru-guru yang menjadi tanggung jawabnya.
Sebelum menggunakan pendekatan supervisi
klinis kepala sekolah perlu memahami langkah-
langkahnya.Diungkapkan oleh Acheson dan Gall
(2010), bahwa supervisi klinis memiliki tiga langkah
dasar, yaitu: diskusi membuat perencanaan
mengajar (planning conference), observasi kelas (class
observation), dan diskusi tentang umpan balik
(feedback conference). Ketiga langkah tersebut
bersama-sama membangun sebuah siklus supervisi
klinis. Aktivitas yang dilakukan supervisor adalah:
bertemu dengan guru dan membuat rencana untuk
melakukan observasi kelas. Pada tahap diskusi
perencanaan mengajar (planning conference),
supervisor bersama-sama dengan guru menelaah
pembelajaran dan segala informasi yang berkaitan
dengan objek pengajaran, serta bertemu dengan guru
untuk bersama-sama menganalisis data yang
disimpan oleh supervisor, menafsirkan arti dari
data-data tersebut dari sudut pandang guru, dan
memberi arahan dalam mengambil keputusan untuk
langkah berikutnya, misalnya memulai observasi
kelas lainnya yang mungkin saja menjadi siklus
supervisi klinis berikutnya.
a) Planning Conference
Tahap pertama dalam proses supervisi klinis adalah tahap planning conference. Planning conference dilakukan sebelum melaksanakan
observasi kelas. Tujuan utama planning conference
25
adalah untuk mengembangkan kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Menurut
Acheson dan Gall (2010), supervisor memulai proses supervisi dengan mengada-kan diksusi dengan guru.
Dalam diskusi tersebut, guru memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapat pribadi, apa yang menjadi kebutuhannya dan apa aspirasinya. Peran
supervisor adalah membantu guru mempertajam persepsi/pendapat guru agar kedua belah pihak memiliki cara pandang yang sama mengenai cara
guru mengajar, cara pandang guru terhadap cara mengajar yang baik, dan kemungkinan perbedaan
pendapat antara guru dan supervisor. Kemudian, supervisor dan guru bersama-sama mencari tahu tentang teknik-teknik baru yang dapat dilakukan
oleh guru dalam rangka membimbing guru tersebut agar menuju cara mengajar yang ideal.
Planning conference memberi kesempatan kepada guru dan supervisor untuk mengidentifikasi kekha-watiran guru dan menerjemahkannya menjadi
perilaku yang dapat diamati. Planning conference juga menghasilkan keputusan tentang jenis data
pengajaran yang akan dicatat selama observasi kelas, yang merupakan fase berikutnya dalam siklus supervisi klinis. Planning conference paling baik
diselenggarakan di wilayah yang netral, misalnya di kantin sekolah. Mendatangi kantor supervisor untuk
bertemu dapat membuat guru merasa seperti sedang “dipanggil menghadap”
Planning conference menghasilkan keputusan
bersama yang disepakati oleh guru dan supervisor untuk mengumpulkan data observasi. Hasil akhir
planning conference ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa
dicapai apabila dalam planning conference tercipta kerja sama, hubungan kemanusian, dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan guru. Kesuksesan
26
planning conference terutama bergantung pada seberapa besar kepercayaan guru terhadap
supervisor.Secara teknis, ada lima kegiatan yang harus dilaksanakan dalam planning conference, yaitu:
mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran termasuk di dalamnya membuat rencana pembelajaran,
mengidentifikasi prosedur untuk mem-perbaiki pengajaran guru, menetapkan waktu observasi kelas,
menyeleksi instrumen observasi kelas, dan memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.
b) Class Observation
Tahap kedua dalam proses supervisi klinis
ada-lah tahap observasi kelas (Class observation).
Waktu dan tempat observasi mengajar sesuai dengan
kesepakatan bersama antara supervisor dan guru
pada waktu mengadakan pertemuan awal.
Sehubungan dengan teknik dan instrumen observasi,
Acheson dan Gall (2010) mereview beberapa teknik
dan mengajurkan untuk menggunakannya dalam
proses supervisi klinis yaitu : (a) Selective verbatim, di
sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis,
yang bisa dibuat dengan verbatim transcript. Tidak
semua kejadian verbal harus direkam, hanya
kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara
selektif; (b) Rekaman observasional berupa a seating
chart, supervisor mendokumentasikan perilaku
peserta didik sebagaimana mereka berinter-aksi
dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung
sehingga dengan mudah diketahui apakah guru
berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan
27
sebagian murid, apakah semua murid atau hanya
sebagian murid yang terlibat dalam proses belajar
mengajar; (c) Wide-lens techniques, yaitu supervisor
membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-
kejadian di kelas yang dapat berupa narasi desriptif
yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut
dengan anecdotal record; dan (d) Checklist and timeline
coding, dimana supervisor mengobservasi dan
mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.
c) Feedback conference
Tahap ketiga dalam proses supervisi klinis
adalah tahap pertemuan umpan balik (feedback
conference). Pertemuan umpan balik dilakukan segera
setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan
terle-bih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil
observasi. Tujuan utama pertemuan umpan balik ini
adalah menindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh
supervisor, sebagai observer, terhadap proses belajar
mengajar. Pertemuan umpan balik ini merupakan
tahap yang penting untuk mengembangkan perilaku
guru dengan cara memberikan balikan/tanggapan
tertentu. Umpan balik yang diberikan harus berupa
deskripsi, merujuk kepada hal yang spesifik dan
konkrit, bersifat memacu motivasi, aktual, dan tepat
sasaran sehingga benar-benar bermanfaat bagi guru.
Dalam pertemuan umpan balik ini sangat di-perlukan
adanya keterbukaan antara supervisor dan guru.
Sebaiknya di awal pertemuan, supervisor meyakinkan
guru terlebih dahulu bahwa pertemuan umpan balik
kali ini bukan semata-mata untuk menyalahkan guru
28
melainkan untuk memberikan masukan yang
membangun.
Sebelum sebuah pertemuan umpan balik dilakukan, guru dan supervisor harus melengkapi
sebuah pertemuan pendahuluan dimana mereka harus membangun suasana saling percaya,
menentukan perhatian dan tujuan pengembangan diri guru, menerjemahkan perhatian dan tujuan ke dalam perilaku yang dapat diamati, dan memilih alat
observasi dan jenis perilaku di dalam kelas yang akan direkam. Pada fase terakhir dalam supervisi klinis ini, guru dan supervisor bertemu untuk mengulas data-
data hasil observasi, dan di saat yang sama supervisor juga memotivasi guru untuk
menyampaikan pendapatnya tentang keefektifan dalam mengajar. Misalnya, saat melihat hasil video rekaman pada saat mengajar, guru pasti akan melihat
beberapa hal yang ingin diubah. Guru akan mengatakan bahwa mereka tidak menyadari seberapa banyak yang dikatakan di dalam kelas, mereka
ternyata cenderung mengabaikan komentar dari siswa, mereka kurang berbicara dengan suara yang
lantang, dan lain-lain. Berdasarkan hasil evaluasi dari pihak guru, maka siklus diskusi umpan balik akan berubah menjadi siklus diskusi perencanaan, dimana
guru dan supervisor bersama-sama memutuskan langkah apa yang sebaiknya dilakukan pada
pengajaran selanjutnya atau untuk merencanakan program pengembangan diri.
Dalam pertemuan umpan balik, supervisor
dan guru mengulas ketepatan data observasi,
menginterpretasikan data, mencari pola yang
signifi-kan, khususnya yang melibatkan perilaku
pengajar-an guru dan pengaruhnya pada siswa.
Mereka juga berusaha menerangkan pola,
kemungkinan penerapan nilai-nilai, kepercayaan,
29
dan teori formal pengajaran dan pembelajaran.
Terakhir, guru dan supervisor
mempertimbangkan tindakan yang akan
dilakukan berikutnya, termasuk bereksperimen
dengan strategi pengajaran alternatif, memper-
lakukan siswa tertentu dengan cara berbeda,
atau menetapkan tujuan untuk mempelajari
keahlian pengajaran baru.
Beberapa langkah penting yang harus
dilakukan selama pertemuan umpan balik adalah:
bertanya tentang perasaan guruatau hal-hal yang
berkesantentang pengalaman mengajarnya,
kemudian supervisor memberikan penguatan
(reinforcement), menganalisa pencapaian tujuan
pengajaran, menganalisa target keterampilan dan
perhatian utama dari guru tersebut,
menyimpulkan hasil dari apa yang telah
diperolehnya selama proses supervisi klinis
dimana supervisor memberikan kesempatan
kepada guru untuk menyimpulkan target
keterampilan dan perhatian utamanya yang telah
dicapai selama proses supervisi klinis, dan
mendorong guru untuk merencanakan latihan-
latihan selanjutnya sekaligus menetapkan
rencana berikutnya.
Demikian tiga pokok dalam proses supervisi
klinis. Ketiga tahap ini berbentuk siklus, yaitu tahap
planning conference, tahap observasi kelas (class
observation) dan tahap pertemuan umpan balik
(feedback conference) seperti terangkum dalam
gambar 1 berikut ini.
30
Gambar 1.
Siklus Supervisi Klinis (Sumber: Depdiknas, 2008)
2.3.5 Indikator Supervisi Klinis
Berdasarkan uraian terkait dengan tahapan
dalam supervisi klinis dapat disusun indikator
supervisi klinis dalam penelitian ini meliputi:
1. Tahap planning conference dengan
indikator:(1)me-rencanakan supervisi, (2)
merumuskan tujuan su-pervisi, dan (3)
merumuskan prosedur supervisi.
2. Tahap Class observation dengan indikator: (1) me-
nyusun format observasi, (2) berunding dengan
guru, (3) mengamati guru mengajar, dan (4)
menyim-pulkan hasil observasi.
3. Tahap Feedback conference dengan indikator: (1)
mengkonfirmasikan hasil supervisi, dan (2)
menen-tukan langkah tindak lanjut.
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Planning Conference
a. Menganalisa rencana pelajaran.
b. Menetapkan bersama guru aspek-
aspek yang akan diobservasi
dalam mengajar.
Class Observation
c. Mencatat peristiwa
selama pengajaran.
d. Catatan harus obyektif
dan selektif.
Feedback Conference
e. Menganalisa hasil observasi bersama guru.
f. Menganalisa perilaku mengajar
g. Bersama menetapkan aspek-aspek yang harus
dilakukan untuk membantu perkembangan
keterampilan mengajar berikutnya
31
Penelitian tentang pengaruh supervisi klinis
oleh kepala sekolah telah dilakukan oleh peneliti
sebelum-nya. Yanti (2010) melakukan penelitian
tentang Pengaruh Pendekatan Supervisi Klinis
Terhadap Kompetensi Pedagogik Guru SMP Negeri
Kota Tanjungbalai. Dari hasil penelitiannya, Yanti
(2010) menemukan adanya perbedaan yang
signifikan dalam kompetensi pedagogik guru yang
diberi supervisi klinis yang ditunjukkan oleh hasil uji
Anova bahwa Fhitung= 317,88 > Ftabel= 3,96.
Wijaya (2011) melakukan penelitian dengan
judul “Peningkatan Kemampuan Guru dalam
Menyusun RPP melalui Supervisi Klinis dan
Implikasinya” hasil peneli-tiannya menunjukkan
bahwa kemampuan awal menyusun RPP termasuk
rendah karena guru tidak memiliki acuan (standar)
yang jelas. Supervisi klinis dilakukan melalui tiga
tahap yakni, tahap awal atau pendahuluan,
pengamatan atau observasi, kemudian dilanjutkan
dengan umpan balik. Melalui penerapan supervisi
klinis, maka kemampuan guru dalam menyusun RPP
tergolong meningkat karena dapat memperbaiki RPP
sesuai umpan balik supervisor.
Penelitian Kusumah (2012) menemukan ada
pe-ngaruh yang signifikan antara supervisi klinis
yang dilakukan oleh kepala sekolah dengan kinerja
mengajar guru di SMA Al-Ma‟sum Jatinangor
Sumedang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
koefisien korelasi antara variabel X (Supervisi Klinis
oleh Kepala Sekolah) terhadap variabel Y (Kinerja
Mengajar) dihitung dengan menggunakan rumus
Product Moment dihasilkan nilai sebesar 0,585.Hasil
32
perhitungan tersebut tergolong pada kategori korelasi
cukup kuat, apalagi ditunjang dengan data koefisien
determinasinya yang menun-jukkan angka sebesar
4,73. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pelaksanaan supervisi klinis oleh Kepala
Sekolah memberikan pengaruh sebesar 34,3%
terhadap kinerja mengajar guru dan 65,7%
dipengaruhi oleh faktor lain.
Yasin (2013) melakukan penelitian dengan
judul “Peningkatan Kemampuan Menyusun Rencana
Pembe-lajaran dan Penerapan Pembelajaran
Kontekstual mela-lui supervisi Klinis di SDN
Tonggara 01 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal.” Yasin
menemukan bahwa kemampuan guru dalam
menyusun RPP meningkat dari 55,55% menjadi
84,2% melalui supervisi klinis.
Dari beberapa penelitian yang telah
dikemukakan dapat memberikan gambaran bahwa,
supervisi klinis yang dilakukan oleh kepala sekolah
akan memberikan kontribusi positif bagi peningkatan
kinerja mengajar guru dalam menyusun rencana
pelaksanaan pembela-jaran. Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti
melihat bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
supervisi klinis oleh kepala sekolah dengan
kompetensi guru dalam menyu-sun rencana
pembelajaran. Karena itulah peneliti akan mengkaji
secara lebih mendalam tentang perbedaan
kompetensi guru dalam menyusun rencana pembela-
jaran pada guru yang diberi supervisi klinis.
2.5 Perumusan Hipotesis Penelitian
33
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat 1
menyebutkan, bahwa guru adalah pendidik yang
profesional dimana tugas utamanya adalah
mengajar, mendidik, menga-rahkan, memberikan
bimbingan, melatih, menilai, kemudian memberikan
evaluasi bagi setiap peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai pendidik
profesional guru harus mendedikasi-kan segenap
kemampuan, kepribadian, dan keterampil-annya
secara utuh untuk kepentingan peserta didik. Guru
yang terdidik secara profesional mampu menentukan
tujuan pembelajaran dan bahan pelajaran yang akan
diberikan serta diajarkan pada peserta didik-nya.
Oleh karena itu guru harus memiliki kompetensi
yang memadai dalam menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran. Untuk membantu
meningkatkan kom-petensi guru TK dalam mengajar
maupun dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran harian tematik, kepala sekolah dapat
memberikan supervisi klinis, yaitu suatu proses
bimbingan yang bertujuan untuk membantu
mengembangkan profesional guru khususnya dalam
penampilan mengajar berdasarkan hasil pengamatan
dan analisa data yang dilakukan dengan teliti dan
obyektif sebagai acuan untuk peruba-han tingkah
laku dalam pengajaran.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun
hipo-tesis dalam penelitian ini yaitu: Ada perbedaan
yang signifikan kompetensi guru dalam menyusun
34
rencana pelaksanaan pembelajaran harian tematik
antara guru yang diberi supervisi klinis dengan guru
yang tidak diberi supervisi klinis di TK Kecamatan
Tingkir.
2.6 Kerangka Berpikir
Untuk mempermudah penulis dalam
menyusun penelitian ini maka disusun suatu
kerangka berpikir yang akan menjadi pedoman bagi
penulis dalam melaksanakan proses penelitian. Uma
dalam Sugiono (2011:60) mengemukakan, kerangka
berpikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Kerangka berpikir yang baik akan
menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel
yang akan diteliti. Oleh karena itu setiap penelitian
harus didasarkan pada kerangka berpikir. Berikut
uraian mengenai kerangka berpikir dari penelitian
ini.
Guru mempunyai fungsi dan peranan yang
sangat penting dalam usaha meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah. Agar dapat menjalankan
fungsinya dengan baik maka guru dituntut untuk
mempunyai kompetensi tertentu sehingga dapat
menjalankan tugas keprofesionalannya. Kompetensi
35
yang harus dimiliki oleh seorang guru meliputi:
kompetensi pedagogik, kompetensi sosial,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional.
Kompetensi guru TK dalam menyusun rencana
pembelajaran adalah bagian dari kompetensi
pedagogik. Rencana pembelajaran di TK meliputi
Program Semester , Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mingguan (RPPM), dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH);
Sedangkan model pembelajaran untuk anak usia TK
adalah pembelajaran tematik yaitu suatu model
pembelajaran yang dirancang dengan menggunakan
tema-tema tertentu. Oleh karena itu guru harus
memiliki kompetensi yang memadai dalam
menyusun RPPH tematik.
Untuk membantu meningkatkan kompetensi
guru dalam mengajar maupun dalam menyusun
RPPH tematik, kepala sekolah dapat memberikan
supervisi klinis. Acheson dan Gall (2010)
menjelaskan bahwa, supervisi klinis merupakan
proses pengembangan profesional guru kelas dengan
tujuan meningkatkan kemampuan guru dalam
mengajar melalui langkah inisiatif yang kompleks.
Langkah tersebut meliputi tahap planning conference,
class observation, dan feedback conference. Berikut
36
adalah gambar kerangka berpikir dalam penelitian
ini :
mbar 2.
KerangkaBer
Gambar 2.
Kerang
Gambar 2
Kerangka Berpikir