17
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjuan Penelitian Terdahulu Setyawan dan Harnovinsah (2015) meneliti Pengaruh Beban Pajak Tangguhan, Profitabilitas, dan Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang terdaftar di BEI periode 2010-2014. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan SPSS versi 22 (2015). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perencanaan pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian yang dilakukan Endriati dkk (2013) tentang Pengaruh Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Nonmanufaktur yang terdaftar di BEI, dengan menggunakan SPSS sebagai alat analisis data. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perencanaan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Fadhlizen dkk (2014) meneliti tentang Pengaruh Perencanaan Pajak dan Aktiva Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013, dengan menggunakan alat analisis data berupa SPSS, dan memberikan kesimpulan bahwa perencanaan pajak tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari dan Dwi (2016) meneliti tentang Pengaruh Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba dengan Arus Kas sebagai Variabel Kontrol yang menggunakan alat analisis data berupa SPSS, dan hasil yang disimpulkan dalam penelitian ini bahwa perencanaan pajak yang disebut sebagai suatu insentif pajak mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjuan Penelitian Terdahulu

Setyawan dan Harnovinsah (2015) meneliti Pengaruh Beban Pajak

Tangguhan, Profitabilitas, dan Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang terdaftar di

BEI periode 2010-2014. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut

menggunakan SPSS versi 22 (2015). Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa perencanaan pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan Endriati dkk (2013) tentang Pengaruh Perencanaan

Pajak terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Nonmanufaktur yang terdaftar

di BEI, dengan menggunakan SPSS sebagai alat analisis data. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa perencanaan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba. Fadhlizen dkk (2014) meneliti tentang Pengaruh Perencanaan

Pajak dan Aktiva Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013, dengan menggunakan alat

analisis data berupa SPSS, dan memberikan kesimpulan bahwa perencanaan pajak

tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari dan Dwi (2016) meneliti tentang

Pengaruh Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba dengan Arus Kas sebagai

Variabel Kontrol yang menggunakan alat analisis data berupa SPSS, dan hasil

yang disimpulkan dalam penelitian ini bahwa perencanaan pajak yang disebut

sebagai suatu insentif pajak mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba yang

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

7

dilakukan oleh manajer. Fitriany (2013) meneliti tentang Pengaruh Aset Pajak

Tangguhan, Beban Pajak Tangghan dan Perencanaan Pajak terhadap Manajemen

Laba pada tahun 2011-2013 menyimpulkan bahwa perencanaan pajak terbukti

berpengaruh signifikan dan positif terhadap manajemen laba. Dalam penelitian

tersebut, alat analisis yang digunakan yaitu SPSS.

Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada adanya

suatu hipotesis adanya pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba.

Berdasarkan penelitian terdahulu, alat analisa yang digunakan adalah SPSS,

sehingga peneliti akan menggunakan SPSS pula untuk membuktikan ada atau

tidaknya pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Perencanaan Pajak

2.2.1.1 Pengertian Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak merupakan usaha yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan agar beban pajak yang harus dibayarkan tidak terlalu tinggi.

Perencanaan pajak dilakukan dengan mengelola dan merekayasa transaksi yang

terjadi dalam perusahaan yang bertujuan memaksimumkan laba. Perencanaan

pajak cukup efektif dilakukan sebagai upaya pengurangan beban pajak, selain itu

aktivitas perencanaan pajak juga diperbolehkan dan tidak melanggar undang-

undang perpajakan (Nike, 2012).

Menurut Suandy (2008), perencanaan pajak merupakan bagian manajemen

pajak dan merupakan langkah awal di dalam melakukan manajemen pajak.

Suandy (2008) mendefinisikan perencanaan pajak sebagai proses mengorganisasi

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

8

usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang

pajak baik PPh maupun beban pajak yang lainnnya berada pada posisi yang

seminimal mungkin. Seminimal mungkin dalam hal ini dilakukan sepanjang hal

ini masih berada di dalam peraturan perpajakan yang berlaku, sehingga kegiatan

perencanaan pajak ini dilegalkan oleh pemerintah.

Lumbantoruan (1996: 489) dalam Aditama dan Anna (2014) menjelaskan

bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk

meminimalkan beban pajak, antara lain:

1) Pergeseran pajak (tax shifting) merupakan pemindahan atau mentransfer beban

pajak dari subjek pajak kepada pihak lainnya. Dengan demikian, orang atau

badan yang dikenakan pajak dimungkinkan sekali tidak menanggung beban

pajaknya.

2) Kapitalisasi adalah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak

yang akan dibayarkan kemudian oleh pihak pembeli.

3) Transformasi, yaitu cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh perusahaan

dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.

4) Penggelapan pajak (tax evasion) adalah penghindaran pajak yang dilakukan

secara sengaja oleh wajib pajak dengan melanggar ketentuan perpajakan yang

berlaku. Penggelapan pajak dilakukan dengan cara memanipulasi secara ilegal

beban pajak dengan tidak melaporkan sebagian dari penghasilan, sehngga

dapat memperkecil jumlah pajak terutang yang sebenarnya.

5) Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan usaha wajib pajak untuk

meminimalkan beban pajak dengan cara menggunakan alternatif-alternatif

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

9

yang riil yang dapat diterima oleh fiskus. (Suandy,2008) menyebutkan

penghindaran pajak adalah rekayasa “tax affair” yang masih tetap dalam

bingkai peraturan perpajakan yang ada.

2.2.1.2 Tujuan Perencanaan Pajak

Tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak dapat

ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada, tetapi

berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang, maka perencanaan pajak disini

sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis keduanya berusaha

untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak karena pajak merupakan unsur

pengurangan laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham

maupun untuk diinvestasikan kembali. Untuk meminimumkan kewajiban pajak

dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan

perpajakan maupun yang melanggar peraturan perpajakan (Suandy, 2008).

Perencanaan pajak mempunyai tujuan yang spesifik yaitu meminimalkan

maupun mengefisiensikan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada

pemerintah. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan wajib

pajak karena penghematan pajak harus mempertimbangkan tiga hal yaitu (Herlina

dan Agus, 2013:

1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan

2. Masuk akal

3. Dengan dilandasi bukti-bukti pendukung yang memadai baik bersifat formal

maupun substantif.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

10

Menurut Pohan (2013) dalam Setyawan (2015), menjelaskan bahwa tujuan

utama perencanaan pajak adalah mencari berbagai celah yang dapat ditempuh

dalam koridor peraturan perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat membayar

pajak dalam jumlah minimal. Ada tiga macam cara yang dapat dilakukan

perusahaan untuk menekan jumlah pajaknya, yaitu dengan cara Tax Avoidance,

Tax Evasion dan Tax Saving. Tax Avoidance yaitu strategi dan teknik

penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena

tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, yaitu dengan memanfaatkan

kelemaham yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu

sendiri. Tax Evasion yaitu strategi dan teknik penghindaran pajak yang dilakukan

secara ilegal dan tidak aman bagi wajib pajak. Hal ini dilakukan dengan cara

melakukan penghindaran pajak yang bertentangan dengan ketentuan perpajakan,

karena tidak dalam koridor undang-undang dan peraturan perpajakan yang

berlaku. Tax Saving yaitu tindakan penghematan pajak dengan cara yang legal dan

aman karena tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perpajakan.

2.2.1.3 Motivasi melakukan Perencanaan Pajak

Suandy (2008) menuliskan dengan jelas bahwa motivasi dilakukannya

perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak melalui

analisis yang cermat dalam memanfaatkan peluang yang ada dalam peraturan

perpajakan dengan memanfaatkan perbedaan tarif pajak, loopholes, sanksi

adminsitrasi, persepsi wajib pajak, risiko deteksi, dan moral wajib pajak.

1) Loopholes. Menurut Hutagol dalam Dewi dan Ketut. (2014), penghindaran

pajak secara legal yang tidak melanggar peraturan perpajakan dapat dilakukan

wajib pajak dengan mencari kelemahan peraturan (loopholes). Loopholes dapat

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

11

dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil atau tidak membayar sama

sekali.

2) Perbedaan tarif. Menurut Bracewll and Milnes dalam Suandy (2008) bahwa

semakin besar beban pajak, semakin kuat motif, dan semakin luas ruang

lingkup terjadinya penghindaran pajak karena wajib pajak dapat menghindari

tarif pajak yang lebih tinggi namun tetap terutang tarif pajak yang lebih rendah.

3) Sanksi administrasi. Pembayaran sanksi administrasi perpajakan yang tidak

seharusnya merupakan pemborosan sumber daya perusahaan. Sanksi

administrasi tersebut seharusnya bisa dialokasikan ke arah yang lebih produktif

dan efisien oleh perusahaan sehingga dapat memaksimalkan kinerja dan

mengerjakan yang seharusnya (Suandy, 2008).

4) Persepsi wajib pajak. Menurut Aryobimo (2012), persepsi wajib pajak tentang

kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Persepsi wajib pajak akan mempengaruhi tindakan wajib pajak sehingga wajib

pajak cenderung berusaha menghindari untuk membayar pajak salah satu

bentuknya yaitu dengan mengecilkan beban pajak yang harus dibayar termasuk

dengan perencanaan pajak.

5) Moral wajib pajak. Apabila wajib pajak memiliki moral yang tinggi, maka

semakin tinggi pula tingkat kesadaran bahwa pajak sangat penting bagi

kehidupan rakyat Indonesia. Dengan demikian wajib pajak tidak akan

melakukan usaha pengecilan pajak termasuk perencanaan pajak (Herlina dan

Agus, 2013).

2.2.1.4 Indikator Perusahaan Melakukan Perencanaan Pajak

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

12

Indikator yang dapat dilihat ketika perusahaan melakukan perencanaan

pajak adalah dilihat dari ETR perusahaan. ETR (Effective Tax Rate) adalah tarif

pajak yang diukur dengan perbandingan beban pajak kini dengan laba sebelum

pajak. Tarif pajak efektif digunakan untuk mengukur dampak perubahan

kebijakan perpajakan atas beban pajak perusahaan (Yuono, 2016). Dimana ETR

perusahaan yang mengalami penurunan dapat dimungkinkan bahwa perusahaan

tersebut sedang melakukan perencanaan pajak, karena akan mengefisiesikan

beban pajak perusahaan.

2.2.2 Manajemen Laba

2.2.2.1 Pengertian Manajemen Laba

Menurut Sulistyo (2008) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan

upaya manajer untuk mengubah, menyembunyikan dan merekayasa angka-angka

dalam laporan keuangan dengan mempermainkan metode dan prosedur akuntansi

yang digunakan perusahaan. Menurut Paliama (2011), manajemen laba

merupakan usaha pihak manajemen yang disengaja untuk memanipulasi laporan

keuangan dalam batasan yang diperbolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi

dengan tujuan memberikan informasi yang menyesatkan para pengguna laporan

keuangan bagi keuntungan pihak manajemen.

Schipper (2000) dalam Sumomba dan Sigit (2012) mendefinisikan

manajemen laba sebagai suatu intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses

penentuan laba untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Maksud dari

intervensi di sini adalah upaya yang dilakukan oleh manajer untuk mempengaruhi

informasi- informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

13

stakeholders yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Sering kali

proses ini mencakup mempercantik laporan keuangan (fashioning accounting

reports), terutama angka yang paling bawah, yaitu laba (Wild et al., 2004).

Walaupun terdapat beberapa definisi tentang manajemen laba, definisi tersebut

memiliki kesamaan yang menghubungkan definisi yang satu dengan yang lainnya.

Dari beberapa kesamaan itu dapat terlihat bahwa manajemen laba merupakan

aktivitas manajerial untuk “mempengaruhi” laporan keuangan baik dengan cara

memanipulasi data atau informasi keuangan perusahaan maupun dengan cara

pemilihan metode akuntansi yang diterima dalam prinsip akuntansi berterima

umum, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan perusahaan.

Menurut Ningsaptiti (2009), manajemen laba merupakan perilaku

manajemen untuk mengatur laba sesuai keinginannya. Perilaku manajemen

tersebut dapat berupa tindakan untuk mengatur laba dengan cara memilih tindakan

kebijakan akuntansi tertentu, dengan cara dinaikkan atau diturunkan. Hal

demikian merupakan tindakan untuk mementingkan kepentingan manajemen itu

sendiri (opportunistik).

2.2.2.2 Tujuan Manajemen Laba

Menurut Healy dan Wahlen (1999: 368) dalam Fitriany (2014) menyatakan

bahwa tujuan manajemen terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan

tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah

laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui

kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil

kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

14

Manajemen laba dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan

perusahaan, karena manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk

“mempengaruhi” laporan keuangan baik dengan cara memanipulasi data atau

informasi keuangan perusahaan maupun dengan cara pemilihan metode akuntansi

yang diterima dalam prinsip akuntansi berterima umum (Aditama dan Anna,

2014).

2.2.2.3 Model Manajemen Laba

Menurut Sulistiawan dkk (2011), Manajemen laba dibagi menjadi dua

kategori yaitu manajemen laba melalui kebijakan akuntansi dan manajemen laba

melalui aktivitas riil. Manajemen laba melalui kebijakan akuntansi merujuk pada

permainan laba yang dilakukan menggunakan teknik dan kebijakan akuntansi.

Sementara, manajemen laba melalui aktivitas riil merujuk pada permainan angka

laba yang dilakukan melalui aktivitas-aktivitas yang berasal dari kegiatan normal

atau yang berhubungan dengan kegiatan operasional. Deteksi manajemen laba

melalui kebijakan akuntansi fokus pembahasannya terletak pada penjelasan

model-model deteksi manajemen laba yang banyak digunakan dalam riset

empiris. Model tersebut diantaranya:

1) Jones Model (1991)

Model Jones (1991) membagi total akrual menjadi akrual diskresioner dan

akrual nondiskresioner. Akrual diskresioner digunakan sebagai estimasi

manipulasi akuntansi. Akrual nondiskresioner bersifat tetap dari satu periode

ke periode lainnya sehingga perubahan akrual yang terjadi disebabkan karena

adanya akrual diskresioner.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

15

2) Modified Jones Model (1995)

Model ini dikembangkan oleh Dechow dan kawan-kawan (1995) dalam

Sulistiawan (2011) untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam Jones Model.

Secara implisit berasumsi bahwa diskresi manajemen pada Model Jones tidak

dilakukan terhadap pendapatan. Padahal, pendapatan tidak terlepas dari usaha

manipulasi.

3) Kasznik Model (1999)

Kasznik berpendapat bahwa NDA merupakan fungsi dari perubahan

pendapatan yang disesuaikan dengan adanya perubahan piutang, PPE, dan

OCF.

4) Performanced-Matched Discreionary Accruals Model (2005)

Pada model ini, Kothari dan kawan-kawan memiliki ide dasar bahwa akrual

yang terdapat dalam perusahaan yang sedang memiliki kinerja yang “tidak

biasa” secara sistematis diharapkan bukan nol sehingga kinerja perusahaan

pastinya berhubungan dengan akrual.

2.2.2.4 Motivasi Manajemen Laba

Scott (2000) dalam Aditama dan Anna (2014) mengemukakan bahwa

terdapat motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba,

antara lain:

1) Motivasi bonus

Perusahaan berusaha memacu dan meningkatkan kinerja karyawan dengan cara

menetapkan kebijakan pemberian bonus melalui perolehan laba yang tinggi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

16

sebagai salah satu indikatornya. Hal tersebut dapat memacu manajamen untuk

mengatur laba secara maksimal untuk dapat menerima bonus.

2) Motivasi kontraktual lainnya

Manajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat

memenuhi kewajiban kontraktual lainnya seperti pemenuhan perjanjian utang

agar tidak terkena sanksi.

3) Motivasi politik

Manajemen melakukan manajemen laba untuk dapat mengurangi laba yang

dilaporkan pada perusahaan publik sehingga dapat mengurangi adanya tekanan

publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

4) Motivasi pajak

Manajemen laba digunakan dalam rangka penghematan pajak sehingga

besarnya pajak yang dibayarkan lebih ditekan sehingga memperoleh laba yang

kecil pula.

5) Pergantian CEO

CEO dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik ketika dapat memaksimalkan

laba, sehingga CEO melakukan manajemen laba ketika ada di sekitar waktu

pergantian CEO.

6) Initial Public Offering

Manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba ketika

memiliki harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan, yang mana

mereka belum memiliki nilai pasar.

7) Pemberian informasi kepada investor

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

17

Investor dapat mengatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang

baik apabila dilihat dari laporan keuangan perusahaan yang terlihat lebih baik

dengan melihat prospek laba.

2.2.2.5 Faktor-faktor Pendorong Manajemen Laba

Dalam teori akuntansi positif, terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi

terjadinya manajemen laba, yaitu Bonus Plan Hypothesis (hubungan antara

manajemen dengan pemilik), Debt Convenant Hypothesis (hubungan manajemen

dengan investor), dan The Political Hypothesis (hubungan antara manajemen

dengan pemerintah). Tiga hipotesis yang melatarbelakangi prilaku manajemen

(Watt dan Zimmerma, 1986 dalam Endriati, 2013), antara lain:

a) Bonus Plan Hypothesis, yakni manajemen akan memilih metode akuntansi

yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan

yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak

menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.

b) Debt Convenant Hypothesis, yakni manajer perusahaan melakukan

pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang

memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994 dalam Hapsari, 2016).

Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.

c) The Political Hypothesis, yakni bahwa perusahaan yang berhadapan dengan

biaya politik cenderung melakukan rekayasa penurunan laba dengan tujuan

untuk meminimalkan biaya politik yang harus mereka tanggung. Biaya politik

mencakup semua biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan terkait dengan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

18

regulasi pemerintah, subsidi pemerintah, tarif pajak, tuntutan buruh dan lain

sebagainya (Scott, 2000).

2.2.2.6 Indikator Perusahaan Melakukan Manajemen Laba

Dalam mengindikasikan praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan

dapat dilihat melalui akrual diskreioner dan akrual nondiskreioner. Apabila nilai

nondiskreioner meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan strategi

peningkatan laba. Sebaliknya, makin negatif nilai nondiskresioner menunjukkan

bahwa perusahaan cenderung menggunakan strategi penurunan laba (Sulistiawan

et al, 2011: L-12).

Secara empiris, nilai Discretionary Accruals dapat bernilai nol, positif, atau

negatif. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan

laba (income smoothing). Sedangkan nilai positif menunjukkan adanya

manajemen laba dengan pola peningkatan laba (income increasing) dan nilai

negatif menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba (income

decreasing) (Sulistyanto, 2008).

2.2.3 Teori Agensi

Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Sari (2013), teori gensi

merupakan hubungan timbal balik antara principal dan agen. Dimana principal

merupakan pihak yang mendelegasikan pengambilan keputusan, sedangkan agen

adlah pihak yang menerima pendelegasian tersebut. Dengan teori agensi, terdapat

kepentingan yang berbeda antara principal dengan agen.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

19

Dalam teori agensi diasumsikan adanya asimetri informasi, dimana masing-

masing individu semata-mata termotivasi oleh kesejahteraan dan kepentingan

dirinya sendiri. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk

menyejahterahkan dirinya melalui pembagian dividen atau kenaikan harga saham

perusahaan. Agen termotivasi untuk meningkatkan kersejahteraannya melalui

peningkatan kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat ketika

principal memonitor aktivitas agen dalam perusahaan. Sedangkan agen

mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan

perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya

ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh pinsipal dan agen, yang dikenal

dengan istilah asimetri informasi (Aditama dan Anna, 2014).

Asumsi risiko dalam teori agensi adalah manusia pada dasarnya menyukai

pertambambahan kekayaan dibandingkan dengan pengurangan atau penurunan

kekayaan Hal ini dapat dilihat dimana principal (pemilik modal) akan berusaha

untuk menjaga modalnya dengan berinvestasi di banyak wadah

(mendiversifikasikan modalnya) dengan tujuan membagi risiko atau bahkan

cenderung menghindari risiko yang ada. Untuk agen sendiri yang secara potensial

memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya perusahaan dan terdapat

kemungkinan menurunnya nilai kekayaan dan modal perusahaan maka agen pun

juga akan menghindari risiko (Setyawan dkk, 2014).

Menurut Kodrat dkk (2009), dalam teori agensi dapat terjadi masalah

keagenan antara pemegang saham dan manajemen apabila manajemen tidak

memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham menginginkan manajer

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

20

untuk bekerja dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham,

tetapi manajemen bisa saja tidak menggubris keinginan pemegang saham,

melainkan lebih memaksimumkan kemakmuran dirinya sendiri. Dalam hal ini

dapat terjadi conflict of interest. Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja

dengan sungguh-sungguh, principal (pemegang saham) harus mengeluarkan biaya

untuk kepentingan principal. Biaya tersebut dikenal dengan biaya agensi, yaitu

biaya yang dikeluarkan untuk memonitori kegiatan manajemen. Biaya keagenan

yang dikeluarkan untuk pengawasan cukup mahal dan kurang efisien sehingga

terdapat solusi yang lebih baik, yaitu kompensasi berupa gaji dan tambahan bonus

kepemilikian perusahaan jika kinerja manajemen bagus.

2.2.4 Hubungan Perencanaan Pajak Dan Manajemen Laba

Hubungan antara perencanaan pajak dan manajemen laba secara konseptual

dapat dijelaskan dengan teori keagenan Dalam teori agensi lebih ditekankan pada

permasalahan asimetri informasi antara principal (pemilik) dan agen

(manajemen). Prinsipal yang selalu menginginkan laba yang optimal dengan

meminimalkan laba kena pajak untuk melihat bahwa perusahaannya telah

memiliki kinerja yang baik. Di sisi lain, agen ingin menghasilkan laba yang

maksimal yang akan dilaporkan kepada pihak principal. Dimana manajemen

melakukan hal tersebut karena termotivasi adanya bonus yang akan diberikan

serta laba yang berkualitas akan dapat menarik investor untuk menjadi salah saatu

pemilik saham perusahaan (Sumomba dan Sigit, 2012).

Status perusahaan yang sudah go public umumnya cenderung high profile

daripada perusahaan yang belum go public. Sehingga untuk meningkatkan nilai

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

21

saham perusahaan, maka menejemen termotivasi untuk memberikan informasi

kinerja perusahaan yang sebaik mungkin. Oleh karena itu, pajak yang merupakan

unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi kepada investor akan diusahakan

manajemen untuk diminimalkan agar laba bersih perusahaan menjadi lebih

optimal (Endriati dkk, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perecanaan pajak

berpengaruh terhadap manajemen laba. Menurut Sumomba dan Sigit (2012),

menyatakan bahwa perencanaan pajak dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

praktik manajemen laba.

2.3 Perumusan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila

dalam penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Dalam penilitian ini

terdapat dua variabel, dimana perencanaan sebagai variabel independen dan

manajemen sebagai variabel dependen. Berikut kerangka pemikiran penelitan ini:

2.3.2 Perumusan Hipotesis

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada

umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban

Perencanaan Pajak (X) Manajemen Laba (Y)

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN …eprints.umm.ac.id/38626/3/BAB II.pdfManajer memiliki dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual lainnya

22

pajak. Pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba terletak pada

seberapa bagus perencanaan pajak maka semakin besar perusahaan melakukan

manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan Hapsari (2016) dengan judul pengaruh

perencanaan pajak terhadap manajemen laba dengan arus kas operasi sebagai

variabel terkontrol. Dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa

perencanaan pajak juga disebut sebagai suatu insentif pajak yang mempengaruhi

manajer untuk melakukan manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan Aditama dan Anna (2014) dengan judul pengaruh

perencanaan pajak terhadap manajemen laba pada perusahaan nonmanufaktur

menyimpulkan bahwa perencanaan pajak tidak berpengaruh positif terhadap

manajemen laba pada perusahaan nonmanufaktur.

Berdasarkan kerangka pemikiran dan hasil penelitian sebelumnya, maka

hipotesis sebagai berikut:

Ha: Perencanaan pajak berpengaruh terhadap manajemen laba