Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep diri
Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari
pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang
dirinya, pengharapanya dan penilaian terhadap dirinya. Pengetahuan tentang diri individu
adalah merupakan informasi yang dimiliki oleh individu tersebut tentang dirinya,
misalnya usianya, jenis kelaminya, penampilanya dan sebagainya. Pengharapan bagi
setiap diri individu adalah merupakan gagasan individu tersebut tentang kemungkinan
menjadi apa dia kelak ( Fitts 1971)
Fitts (1991) mengatakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri
seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Definisi yang diberikan Fitts, mengenai konsep diri
adalah: “… the self as seen perceived and experienced by him. This is the perceived self
or the individuals self concept (Fitts, 1971).
Fitts (1971), juga mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap perilaku seseorang. Oleh karena itu, dengan mengetahui konsep diri
seseorang maka akan lebih memudahkan untuk meramalkan dan memahami tingkah
lakunya.
11
Fitts, menjelaskan bahwa jika individu, mempersepsikan dirinya, bereaksi
terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada
dirinya, maka hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan
kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya sebagaimana ia
lakukan terhadap obyek-obyek lain yang ada di dalam kehidupannya. Jadi, diri yang
dilihat, dihayati, dan dialami seseorang itu disebut konsep diri. Perspektif yang senada
mengenai dimensi dari konsep diri dikemukakan Fitts (1971 ), dimana Fitts juga
menganggap bahwa diri adalah sebagai suatu obyek sekaligus juga sebagai suatu proses
yang melakukan fungsi persepsi, pengamatan serta penilaian. Keseluruhan kesadaran
mengenai diri yang diobservasi, dialami serta dinilai ini adalah konsep diri. Berdasarkan
pendapatnya itu Fitts (1971) membagi konsep diri kedalam dua dimensi pokok yaitu :
1. Dimensi Internal yang terdiri dari?
a. Diri sebagai obyek/ Identitas (identity self)
b. Diri sebagai pelaku (behavior self)
c. Diri sebagai pengamat dan penilai (judging self)
2. Dimensi Eksternal yang terdiri dari:
a. Diri fisik (physical self)
b. Diri moral-etik (moral-ethical self)
c. Diri keluarga (family self)
d. Diri Pribadi (personal Self)
e. Diri sosial (social self)
12
Dimensi dan bagian-bagiannya secara dinamis menurut Fitts (1971) adalah
berinteraksi dan berfungsi secara menyeluruh menjadi konsep diri. Untuk lebih memahami
dari kedua maksud dari kedua dimensi konsep diri ini, berikut dijelaskan satu persatu.
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of
referance) adalah bila seseorang melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan
dunia batinnya atau dunia dirinya terhadap identitas diri perilaku dirinya dan identitas diri
perilaku dirinya dan penerimaan dirinnya.
Kerangka acuan internal atau yang disebut juga dimensi internal ini oleh Fitts, dibedakan
atas 3 yaitu:
1. Diri Identitas (identity self)
Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling mendasar konsep ini
mengacu pada pertanyaan “siapakah saya’? dimana di dalamnya tercakup label-label dan
simbol yang diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan
dirinya dan membangun identitasnya. Misalnya, saya Iskandar” dan kemudian sejalan dengan
bertambahnya usia dan interaksi individu dengan lingkungannya akan semakin banyak
pengetahuan individu akan dirinya sendiri sehingga individu tersebut akan dapat melengkapi
keterangan dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti : "saya Iskandar", "saya
seorang ayah dari dua orang anak", saya bekerja sebagai pegawai negeri", dan
sebagainya. Setiap elemen dari identitas diri akan mempengaruhi cara individu
mempersepsikan dunia fenomenalnya, mengobservasinya, dan menilai dirinya
sendiri sebagaimana fungsinya.
13
Pada kenyataannya, identitas diri berkaitan erat dengan diri sebagai pelaku.
Identitas diri sangat mempengaruhi perilaku seorang individu, dan sebaliknya identitas
diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku. Sejak kecil, individu cenderung untuk
menilai atau memberikan label kepada orang lain maupun pada dirinya sendiri
berdasarkan perilaku atau apa yang dilakukan seseorang. Untuk menjadi sesuatu seseorang
harus melakukan sesuatu, dan dengan melakukan sesuatu, seringkali individu menjadi
sesuatu.
2. Diri Perilaku (behavior self)
Diri pelaku merupakan persepsi seorang individu tentang perilakunya. Diri pelaku
berisikan kesadaran mengenai “ apa yang dilakukan oleh diri” selain itu, bagian ini sangat
erat kaitannya dengan diri sebagai identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan
adanya keserasian antara diri sebagai identitas. Dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat
mengenali dan menerima dengan baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.
Kaitannya keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai (Fitts 1971)
3. Diri Pengamat/ Penilai (judging self)
Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penemu standart serta pengevaluasi.
Kedudukanya adalah sebagai perantara ( mediator) antara diri, identitas dengan diri
pelaku.
Manusia cenderung untuk senantiasa memberikan penilaian terhadap apa yang
dipersepsikan. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan kepada dirinya bukanlah
14
semata-mata menggambarkan diriya tetapi dibalik itu juga sarat dengan nilai-nilai.
Selanjutnya penilai inilah yang kemudian lebih berperan dalam menentukan tindakan yang
akan ditampilkannya.
Diri penilai menentukan kepuasan seorang individu akan dirinya atau seberapa
jauh ia dapat menerima dirinya sendiri. Kepuasan diri yang rendah akan menimbukan
harga diri yang rendah yang miskin dan akan mengembangkan ketidak percayaan yang
mendasar kepada dirinya, sehingga senantiasa menjadi penuh kewaspadaan. Sebaliknya
bagi indvidu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya akan lebih
realistis sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan melupakan keadaan
dirinya dan lebih dan lebih memfokuskan energi serta memperhatikan keluar diri, yang
pada akhirnya dapat berfungsi secara lebih konstruktif. Diri sebagai penilai erat kaitanya
dengan harga diri, karena kecenderungan evaluasi diri ini tidak saja hanya merupakan
komponen utama dara persepsi diri, melainkan juga merupakan komponen utama dari
persepsi diri, melainkan juga komponen utama pembentuk harga diri.
Penghargaan diri pada dasarnya didapat dari 2 sumber utama yaitu dari diri sendiri
dan orang lain. Penghargaan diperoleh jika individu berhasil mencapai tujuan-tujuan dan
nilai-nilai tertentu. Tujuan, nilai dan standart ini dapat berasal dari internal, eksternal,
maupun keduanya.
Umumnya, nilai-nilai dan tujuan-tujuan pada mulanya dimasukkan oleh orang lain.
Penghargaan hanya akan didapat melalui penuntunan dan harapan orang lain. Namun pada
15
saat diri sebagai pelaku telah berhubungan dengan tingkah laku aktualisasi dirinya. Maka
penghargaan juga dapat berasal dari diri individu itu sendiri.
Penjelasan mengenai ketiga dimensi bagian internal, memperlihatkan bahwa
masing-masing bagian mempunyai yang berbeda namun ketiganya saling melengkapi,
berinteraksi dan membentuk suatu diri (self) serta konsep diri (self concept) secara utuh
dan menyeluruh.
Dimensi kedua dari dimensi konsep diri adalah apa yang disebut dengan dimensi
eksternal. Pada dimensi eksternal individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai- nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang berasal dari dunia di luar
individu. Sebenarnya, dimensi eksternal merupakan bagian suatu bagian yang sangat luas,
misalnya diri individu yang berkaitan dengan belajar. Namun yang dikemukakan oleh
Fitts (1971), adalah bagian dimensi eskternal ini dibedakan Fitts (1971) atas lima bentuk
yaitu:
1. Diri Fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut pandangan seorang individu terhadap keadaan dirinya
secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seorang individu mengenai dirinya,
penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, gemuk, pendek
dan kurus).
16
2. Diri Moral Etik (moral-ethical self)
Diri moral merupakan pandangan tentang individu terhadap dirinya sendiri, yang
dilihat dari standart pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi
seorang individu mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seorang individu akan
kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegang individu, yang meliputi batasan
baik dan buruk.
3. Diri Pribadi (Personal self)
Diri pribadi merupakan pandangan seorang individu terhadap keadaan pribadinya.
Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungannya dengan individu lain, tetapi
dipengaruhi oleh sejauh mana seorang individu merasakan dirinya sebagai seorang
individu sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri Keluarga (family self)
Diri keluarga, menunjukkan pada perasaan dan diri seorang individu dalam
kedudukanya sebagai seorang angota keluarga. Bagian diri ini menunjukkan seberapa jauh
seorang individu merasa adekuat terhadap dirinya sendiri sebagai angota keluarga dan
terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai angota dari suatu keluarga.
5. Diri Sosial (social self)
Diri sosial merupakan penilaian seorang terhadap interaksi dirinya dengan orang
lain dan lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-
bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini, seorang individu tidak dapat begitu saja
17
menilai bahwa ia memiliki diri fisik yang baik, tanpa adanya reaksi dari individu lain yang
menunjukkan bahwa secara fisik ia memang baik dan menarik. Demikian pula halnya
seorang individu tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik, tanpa
adanya tanggapan atau reaksi dari individu lain disekitarnya yang menunjukkan bahwa ia
memang memiliki pribadi yang baik.
Hubungan antar dimensi dalam konsep diri (dimensi internal dan eksternal) dapat
dijelaskan dengan menggunakan analogi. Misalnya total dari diri (self) sebagai
keseluruhan adalah buah apell. Apel tersebut dapat dibagi secara horisontal maupun secara
vertikal, yang pada setiap potongan mengandung potongan dari bagian lainnya. Dengan
demikian dapat diartikan, bahwa setiap bagian dari dimensi internal akan mengandung
bagian-bagian dari dimensi eksternal, demikian pula sebaliknya.
Interaksi yang terjadi di dalam bagian-bagian dan antar bagian pada dimensi
internal, eksternal, ataupun keduanya, berkaitan erat dengan integrasi serta efektifitas
keberfungsian diri secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan. Seorang individu yang
terintegrasi dengan baik, akan menunjukkan derajat interaksi yang tinggi, baik di dalam
bagian-bagian dari dirinya sendirinya (intra personal communication) maupun dengan
individu-individu lain (interpersonal communication).
Aspek Konsep Diri
Selain membagi konsep diri menjadi dua dimensi eksternal dan internal, Fitts
(1970) juga membedakan konsep diri menjadi empat aspek diri, aspek diri ini merupakan
bagian dari diri yang dapat dilihat oleh orang lain pada diri seorang individu, sedangkan
18
dimensi diri (seperti yang telah dikemukakan), adalah bagian dari diri yang hanya dapat
diketahui oleh diri individu yang bersangkutan sendiri.
Aspek dari diri (self) tersebut menurut Fitts (1971) adalah sebagai berikut:
1. Aspek Pertahanan Diri (self defensiveness)
Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan diri fisiknya,
terkadang muncul keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya. Keadaan ini
terjadi karena individu memiliki sikap bertahan dan kurang terbuka dalam menyatakan
dirinya yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi karena individu tidak ingin mengakui hal-
hal yang tidak baik di dalam dirinya. Aspek pertahanan diri ini, membuat seorang individu
mampu untuk “menyimpan” keburukan dari dirinya dan tambil dengan baik sesuai yang
diharapkan oleh lingkungan dari dirinya.
2. Aspek harga Diri (self esteem)
Berdasarkan label-label dan simbol-simbol yang ada dan diberikan kepada
diriya, seorang individu akan membuat penghargaan sendiri terhadap dirinya. Semakin
baik simbol atau label pada dirinya , maka akan semakin baik pula penghargaan yang
diberikan kepada dirinya sendiri. Demikian pula jika individu memiliki label-label atau
simbol yang kurang baik pada dirinya, maka penilaian tersebut akan diinternalisasikannya
dan membentuk penghargaan diri yang kurang baik pada dirinya sendiri.
19
3. Aspek Integrasi Diri (self integration)
Aspek integrasi ini menunjukkan pada derajat integrasi atar bagian-bagian dari
diri (self). Semakin terintegrasi bagian-bagian dari diri seorang individu, maka akan
semakin baik pula dia menjalankan fungsinya.
4. Aspek Kepercayaan Diri (self confidence)
Kepercayaan diri seorang individu berasal dari tingkat kepuasannya pada dirinya
sendiri. Semakin baik penilaian seorang individu terhadap dirinya, maka semakin percaya
ia akan kemampuan dirinya. Dengan kepercayaan diri yang baik, maka seorang individu
akan semakin percaya diri dalam menghadapi lingkunganya.
Dari uraian yang telah dikemukakan mengenai dimensi aspek diri, terlihat bahwa
diri (self) baik sebagaimana yang dilihat individu sendiri maupun oleh individu lainnya,
adalah terdiri dari beberapa bagian. Bagian- bagian dari inilah yang saling berinteraksi
sehingga membentuk konsep diri yang utuh.
Selain dari variabel konsep diri mengenai tingkat konsep diri yang meliputi
dimensi internal dan eksternal serta aspek-aspek yang telah dikemukakan, Fitts (1971)
juga mengemukakan terhadap variabel lain yang mengukur aspek lain konsep diri yang
terdiri atas:
1. Aspek Kritik Diri
Aspek kritik diri ini mengambarkan sikap “keterbukaan” diri dalam
menggambarkan diri pribadi. Aspek ini diukur dengan menggunakan pertanyaan-
20
pertanyaan yang bersifat merendahkan dan kurang menyenangkan mengenai diri seorang
individu, tetapi dinyatakan secara halus sehingga pada umumnya individu akan mau
mengakui sebagai suatu kebenaran bagi dirinya sendiri. Derajat dari keterbukaan diri yang
terlalu rendah, menunjukkan sikap defensi individu. Individu yang normal memiliki
derajat kritik diri yang tinggi, namun derajat yang terlalu tinggi (diatas 99%) justru
menunjukkan individu yang kurang defensif dan kemungkinan memiliki kelainan
psikologis.
2. Aspek Variabilitas
Aspek variabilitas dari diri ini dalah derajat integritas dan konsistensi persepsi
seorang individu tentang dirinya sendiri, dari satu bagian diri kebagian diri lainnya.
Derajat variabilitas yang tinggi, menunjukkan diri yang terintegrasi. Sedangkan derajat
yang terlalu rendah, menunjukkan adanya kekuatan pada diri seorang individu. Derajat
variabilitas yang optimal berada dibawah rata-rata namun di atas persentil 1.
3. Aspek Distribusi
Aspek distribusi dari diri inilah adalah menggambarkan keyakinan diri atau
kemantapan seorang individu dalam menilai dirinya. Derajat distribusi yang tinggi,
menunjukkan rasa pasti seorang individu dalam menilai dirinya sendiri. Sedangkan derajat
distribusi yang rendah, menunjukkan keraguan seorang individu terhadap dirinya atau
kekeburan dalam mengenali dirinya.
21
B. Pengertian Bimbingan Kelompok
Sebelum lebih jauh kita mendiskripsikan tentang bimbingan kelompok alangkah
baiknya kita mengetahui apa itu bimbingan dan kelompok. Bimbingan dapat diartikan
sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan
sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapatkan latihan khusus
untuk itu, dan dimaksudkan agar individu dapat memehami dirinya dan lingkungannya
dan dapat mengembangkan dirinya secara optimal optimal. Dalam bimbingan kelompok
dibutuhkan sebuah kelompok, kelompok itu sendiri adalah dua orang atau lebih individu
yang berinteraksi secara tatap muka masing-masing menyadari keangotaaanya dalam
kelompok, mengetahui dengan pasti individu-individu lain yang menjadi anggota
kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantunganyang positif dalam
mencapai tujuan bersama (Romlah 2001).
Menurut Romlah (2001) bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan
yang diberikan pada individu dalam situasai kelompok. Bimbingan kelompok
ditunjukkan untuk mencegah terjadinya masalah pada siswa dan pengembangan potensi
siswa. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagai salah satu tehnik bimbingan,
bimbingan kelompok mempunyai prinsip, kegiatan, dan tujuan yang sama dengan
bimbingan. Perbedaannya hanya terletak pada pengelolaannya yaitu dalam situasi
kelompok.
Dalam bimbingan kelompok dapat dibahas berbagai hal yang beragam dan tak
terbatas untuk bisa membantu siswa. Menurut Romlah (2001) bimbingan kelompok dapat
22
diberikan dalam segenap bidang bimbingan yaitu: bimbingan pribadi, bimbingan sosial,
bimbingan belajar dan bimbingan karier.
Bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan pribadi adalah proses bantuan
yang diberikan kepada sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok
untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa yang disebabkan oleh
keadaan yang ada dalam diri sendiri dan bersifat sangat kompleks. Layanan bimbingan
kelompok dalam bimbingan pribadi membahas aspek-aspek pribadi siswa, misalnya:
pengenalan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis, pengenalan
tentang kelemahan diri, kemampuan mengambil keputusan serta pengarahan diri dan
perencanaan, penyelengaraaan hidup yang sehat.
Bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan sosial adalah proses bantuan yang
diberikan kepada sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok untuk
dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa yang disebabkan berhubungan
dengan hubungan atau pergaulan dengan orang lain. Layanan bimbingan kelompok
dalam bidang bimbingan sosial membahas aspek-aspek perkembangan sosial siswa,
misalnya: kemampuan berkomunikasi, kemampuan bertingkah laku dan berhubungan
sosial, hubungan dengan teman sebaya, pengendalian emosi, pemahaman dan
pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah serta pengenalan perencanaan dan
pengalaman pola hidup sederhana.
Bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan belajar adalah proses bantuan
yang diberikan kepada sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok
23
untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam belajar yang muncul
atau berhubungan dengan kegiatan belajar seseorang. Layanan bimbingan kelompok
dalam bimbingan belajar membahas aspek-aspek kegiatan siswa, misalnya: motivasi dan
tujuan belajar, sikap dan kebiasaan belajar, penguasaan materi pembelajaran, pengenalan
dan pemanfaatan kondisi fisik serta orientasi pembelajaran di perguruan tinggi
(Romlah,2001)
Bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan karier adalah proses pemberian
bantuan yang diberikan kepada sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika
kelompok untuk dapat mengatasi masalah-masalah. Yang berhubungan dengan karier
atau pekerjaan seseoarang. layanan bimbingan kelompok dalam bimbingan karier
membahas aspek-aspek pilihan pekerjaan dan pengambangan karier siswa, misalnya:
pilihan latihan keterampilan, orientasi dan informasi pekerjaan atau karier, orientasi dan
informasi lembaga kerja atau industri dan pilihan, orientasi dan informasi perguruan
tinggi sesuai dengan arah perkembangan karier (Romlah, 2001).
C. Keefektifan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan konsep diri
Layanan bimbingan kelompok merupakan proses pemberian informasi dan
bantuan pada sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok guna
mencapai tujuan tertentu. Layanan yang diberikan dalam suasana kelompok selain itu
juga bisa dijadikan media penyampaian informasi sekaligus juga bisa membantu siswa
menyusun rencana dalam membuat keputusan yang tepat sehingga diharapkan akan
berdampak positif bagi siswa yang nantinya akan menumbuhkan konsep diri yang positif.
24
Selain itu apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik maka anggota
kelompok saling menolong menerima dan berempati dengan tulus (Romlah,2001).
Bimbingan kelompok merupakan lingkungan yang kondusif yang memberikan
kesempatan bagi anggotanya untuk menambah penerimaan diri dengan orang lain,
memberikan ide, perasaan, dukungan bantuan alternatif pemecahan masalah dan
mengambil keputusan yang tepat, dapat berlatih tentang perilaku yang baru dan
bertanggung jawab atas pilihan yang yang ditentukan sendiri. Suasana ini dapat
menumbuhkan perasaan berarti bagi anggota yang selanjutnya juga dapat menambah
konsep diri yang positif.
Di dalam kelompok, anggota belajar mengingatkan kepercayaan terhadap orang
lain, selain itu mereka juga memiliki kesempatan untuk meningkatkan sistem dukungan
dengan cara berteman secara akrab dengan sesama anggota. Dalam layanan bimbingan
kelompok interaksiantar anggota kelompok merupakan suatu yang khas yang tidak
mungkin terjadi pada konseling perorangan. Karena dalam layanan konseling kelompok
terdiri dari individu-individu yang heterogen terutama dari latar belakang dan
pengalaman mereka masing-masing (Romlah,2001).
Bimbingan kelompok merupakan tempat bersosialisasi dengan anggota kelompok
dan masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik. Berdasarkan
pemahaman dirinya dengan baik. Berdasarkan pemahaman diri itu siswa lebih rela
menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam
kepribadiannya, selain itu dalam layanan bimbingan kelompok ketika dinamika
25
kelompok sudah dapat tercipta dengan baik ikatan batin yang terjalin antar anggota
kelompok akan lebih mempererat hubungan diantara mereka sehingga masing-masing
individu akan merasa diterima dan dimengerti orang lain, serta timbul penerimaan
terhadap dirinya.
Konsep diri adalah pandangan yang menyeluruh individu terhadap totalitas diri
sendiri baik tentang dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelebihan
dan kelemahannya yang terbentuk dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain atau
lingkkungan sekitar individu. Interaksi yang terus menerus dapat dilakukan dengan
bimbingan kelompok karena dengan layanan bimbingan kelompok para anggota dapat
belajar bersama dengan anggota kelompok yang lain dalam memecahkan masalah yang
dihadapi, selain itu pemberian alternatif bantuan yang ditawarkan oleh para anggota
kelompok yang lebih efektif sebab anggota kelompok tersebut sudah mengalami secara
langsung.
Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan
sesuatu yang dipelajari dan merupakan hasil bentuk dari pengalaman individu dalam
hubungan dengan individu yang lain. Dalam kegiatan bimbingan kelompok akan muncul
dinamika kelompok maka individu akan menerima tanggapan dari individu lainya.
Tanggapan-tanggapan ini akan akan dijadikan cermin baginya dalam memandang dan
menilai dirinya sendiri. Tanggapan dan umpan balik yang cukup baik, memungkinkan
individu untuk menerima diri sendiri. Penerimaan diri akan mengarahkannya kepada
kerendahan hati yang merupakan dasar dari konsep diri yang positif.
26
Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi, sehingga orang mampu
menyimpan informasi tentang dirinya baik informasi positif maupun negatif. Oleh karena
itu segala informasi bukan merupakan sebuah ancaman baginya. Ia juga mampu
menerima orang lain sebagaimana adanya. Baginya hidup adalah sebuah proses
penemuan. Dengan bimbingan kelompok siswa memiliki gambaran tentang hidupnya,
dapat memecahkan masalah dan dapat membantu orang lain. Dengan ini mereka
bertindak lebih berani dan spontan serta memperlakukan orang lain dengan hangat dan
hormat. Hidup ini baginya terasa menyenangkan penuh kejutan dan penuh pula imbalan
(Fitts,1971)
Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungan,
dengan bimbingan kelompok siswa dapat berinteraksi dengan anggota lain, mereka dapat
berlatih tentang perilaku baru, belajar memberi dan menerima, dan belajar memecahkan
masalah berdasarkan masukan dari orang lain. Situasi yang diperlukan untuk
mengembangkan konsep diri positif adalah situasi hubungan yang erat dan mendalam
dalam waktu yang relatif agak lama dalam berinteraksi.
Kelompok yang semuanya merupakan teman yang sebaya sering disebut
kelompok teman sebaya. Di sinilah mereka dinilai oleh orang lain, penilaian ini akan
menjadikan sebagia cermin dalam memandang dan menilai dirinya sendiri. Mereka dapa
membandingkan antara “saya dapat menjadi apa” dengan “saya seharusnya menjadi apa”.
Hasil dari perbandingan inni berupa rasa harga diri. Semakin besar perbedaan keduanya
akan semakin rendah harga dirinya. Suasana memberi dan menerima dalam bimbingan
27
kelompok dapat menumbuhkan konsep diri dan keyakinan diri anggota. Anggota akan
saling menolong, menerima dan berempati secara tulus. Hal ini akan dapat
menumbuhkan suasana yang positif dalam diri mereka. Terlebih apabila semua anggota
kelompok merupakan teman sebaya.
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang akan
dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya dengan kata lain
hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan baik sebagai
obyek pengujian maupun dalam pengumpulan data, dari penelitian yang pernah
dilakukan oleh suprapto(2006) Dan Maisaroh(2003) Menyatakan bahwa konsep diri bisa
ditingkkatkan dengan mengunakan layanan bimbingan kelompok. Dari penelitian yang
dikemukakan oleh Suprapto (2006) dan Maisaroh (2003) maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
“Ada peningkatan yang signifikan konsep diri pada siswa kelas X-3 SMA
KRISTEN 1 SALATIGA setelah mengikuti kegiatan layanan bimbingan kelompok”